Klasifikasi fraktur :
- Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi
atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan
biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.
- Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang'
Frakfur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
- Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstremitas.
- Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani.
Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk
menyembuh, dan keadaan ini mungkinmemerlukan pengobatan secara bedah.
- Fraktur kominuta adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari dua fragmen tulang.
- Fraktur kompresi te4adiketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ke tiga
yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
- Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor atau proses patologik lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan
densitas (kerapatan). Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini
adalah tumor primer atau tumor metas tasis.
- Fraktur beban/kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru diterima untuk berlatih dalam angkatan bersenjata atau
orang-orang yang baru memulai latihan lari. Jadi, setiap pasien yang mengalami nyeri
berat seteiah meningkatkan aktivitas kerja tubuh, mungkin mengalami fraktur dan
seharusnya diproteksi dengan memakai tongkat, atau bidai gips yang tepat. Setelah 2
minggu, harus dilakukan pemeriksaan radiografi.
- Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.
Korteks tulangnya (tulang yang padat/rapat dan merupakan bagian terluar tulang)
sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh
dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi normal.
- Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun
ligamen' Biasanya tidak ada pengobatan ya, rg spesifik yang diperlukan. Namun,bila
diduga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain yang menyebabkan kecacatan,
maka perlu dilakukan pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen
tulang tersebut pada banyak kasus
- Fraktur terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut. Fragmen iraktur dapat menembus
kulit pada saat terjadinya cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada
posisinya semula. Pada keadaan semacam ini maka operasi untuk irigasi, debridemen,
dan pemberian antibiotika secara intravena mungkin diperlukan untuk mencegah
terjadinya osteomyelitis. Pada umumnya, operasi irigasi dan debridement pada fraktur
terbuka harus dilakukan dalam waktu 6 jam setelah terjadinya cedera untuk mengurangi
kemungkinan infeksi.
- Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan
nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis. Ada 4 proses yang mengikuti sustu proses
nosisepsis yaitu:
a. Tranduksi/Tranduction
Adalah perubahan rangsangan nyeri (noxious stimuli) menjadi aktifitas listrik pada ujung-
ujung saraf sensoris. Zat-zat algesik seperti prostaglandin, serotonin, bradikinin,
leukotrien, substans P, potassium, histamine, asam laktat dan lain-lain akan mengaktifkan
atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-
ujung bebas serat-serat afferent A-delta dan C. Reseptor-reseptor ini banyak dijumpai di
jaringan kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh yang lain. Serat saraf
afferent A-delta dan C adalah serat-serat saraf sensorik yang mempuyai fungsi
meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke sentral ke susunan saraf pusat. Interaksi antara
zat algesik dengan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Transduksi
adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh
otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan
sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.
b. Transmisi/Transmission
c. Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi
nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan system neural yang komplek. Ketika
impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system
saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti
bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf
descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
d. Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan
proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition
(pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional,dan
berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman
nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena
yang melibatkan multidimensional.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu
dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas
yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
- Trauma tembus
1. Senjata dengan energi rendah (Low Energy) Contoh senjata dengan energi rendah
adalahpisau dan alat pemecah es. Alat ini menyebabkan kerusakan hanya karena ujung
tajamnya. Karena energi rendah, biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera sekunder.
Cedera pada penderita dapat diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh.
Pada luka tusuk, wanita mempunyai kebiasaan menusuk kebawah, sedangkan pria
menusuk keatas karena kebiasaan mengepal.Saat menilai penderita dengan luka tusuk,
jangan diabaikan kemungkinan luka tusuk multipel. Inspeksi dapat dilakukan dilokasi,
dalam perjalanan ke rumah sakit atai saat tiba di rumah sakit, tergantung pada keadaan
disekitar lokasi dan kondisi pasien. 2. Senjata dengan energi menengah dan tinggi
(medium and high energy) Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol,
sedangkan senjata dengan energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk
berburu. Semakin banyak jumlah mesiu, maka akan semakin meningkat kecepatan
peluru dan energi kinetiknya. Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru
tetapi juga pada daerah disekitar alurnya akibat tekanan dan regangan jaringan yang
dilalui peluru.
7. Prognosis
8. Mengetahui anatomi lengan kanan
9. Mengetahui diagnosis dan tata laksana (farmako dan non farmako) dari
masalah di skenario
10. Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang sesuai scenario
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapi beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri.
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma ,
temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai
Pergerakan (Move)
Dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Auskultasi
Jarang dilakukan
Biasanya dilakukan bila ada krepitasi
Untuk mendengar bising fistula arteriovenosa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Rontgen :
menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2) Scan Tulang, tonogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3) Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4) Hitung darah lengkap
Ht (hematokrit) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan
jumlah SDP adalah respom stress normal setelah trauma.
5) Kreatinin
6) Profil koagulasi
1) FASE HEMATOMA
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil akan
mengalami robekan di daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara
kedua sisi fraktur.
Hematomma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus
akan berkembang ke daerah itu.
Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan
indikasi
4) FASE KONSOLIDASI
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamellar
5) FASE REMODELING
Pada fase remodeling ini perlahan – lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna yang secara perlahan – lahan
akan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.