Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH WISATA COSPLAY ASIA-AFRIKA

TERHADAP CITRA KAWASAN MENURUT


PRESEPSI MASYARAKAT

UAS PERMASALAHAN PERENCANAAN

Oleh:
AULIA TETRA RIFAYANTI

242019009

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya populer Jepang sangatlah beragam, adapun beberapa elemen dari


budaya populer Jepang yang terkenal di seluruh dunia yaitu fashion, film, televise,
musik, manga, dan anime (Sugimoto,2003). Ditengah maraknya bermacam-macam
budaya dan juga trend di masa kini, ada sebuah subculture yang saat ini sudah tidak
asing lagi di telinga, yaitu Cosplay. Walaupun Cosplay ini bisa dikatakan
subculture dan minoritas di dalam kelompoknya namun masyarakat sudah cukup
banyak mengetahui keberadaan Cosplay tersebut.

Cosplay (コスプレ Kosupure) adalah istilah Bahasa inggris yang berasal dari
Jepang (wasei-eigo) dari gabungan kata “costume” dan “play”. Dijelaskan juga oleh
Wang (2010) bahwa adanya Cosplay ini pertama kali diperkenalkan di Jepang pada
tahun 1984 oleh Takahashi Nobuyuki ketika ia sedang mengunjungi acara
masquerade di Los Angeles Science-Fiction Convention. Pada dasarnya Cosplay
merupakan sebuah hobi “meniru”, namun ada beberapa cosplayer yang sudah
terkenal, memakai stylenya sendiri atau popular dengan sebutan “original
character”. Sebutan tersebut karena cosplayer ini menggunakan kostum, make-up,
wig dan lain sebagainya sesuai dengan kemauan dirinya sendiri. Popularitas
Cosplay di Jepang muncul karena adanya ketertarikan beberapa anak remaja
terhadap anime dan manga. Respon dan antusias masyarakat dunia (terutama
khususnya anak muda) muncul dengan adanya internet dan juga media massa,
terutama pada hal budaya popular Jepang ini mulai diakui oleh dunia dengan
melesatnya perkembangan budaya anime dan manga.

Secara istilah cosplay merupakan penamaan untuk sebuah kegiatan atau juga
hobi berpakaian, beraksesoris dan juga berias wajah dengan tema karakter dalam
sebuah anime, manga, manhwa, dongeng, game, dan lainnya. Pelaku cosplay biasa
disebut “cosplayer” atau biasa disingkat menjadi “coser”. Dijelaskan juga dalam
jurnal Winge (2006) bahwa cosplayer atau sebutan untuk orang yang melakukan
kegiatan Cosplay mengeluarkan uang serta waktu dalam membuat dan juga
membeli kostum, lalu para cosplayer juga memperlajari pose dan dialog khas dari
karakter yang mereka perankan, lalu tampil di acara-acara Cosplay sebagaimana
mereka mengubah diri mereka dari identitas mereka menjadi karakter (fiksi) yang
mereka pilih. Pada Jepang sendiri cosplay dan cosplayer dapat ditemui dalam acara
atau juga festival yang diadakan oleh perkumpulan penggemar seperti Comic
Market, tidak hanya negara Jepang saja yang sudah mengenal Cosplay akan tetapi
beberapa negara lain juga seperti Amerika, negara-negara di Eropa, China,
Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia.

Di Indonesia sendiri cosplay mulai dikenal saat masuk tahun 2000 dimana saat
itu Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan sebuah event bertajuk gelar
Jepang UI khusus sebagai event cosplay yang dimana ternyata pada saat itu masih
belum mendapatkan antusias yang besar dan juga sepi peminatnya, akan tetapi
seiring berjalannya waktu, orang-orang sudah mulai banyak mengenal anime dan
manga lalu kemudian kembali membuat event cosplay karena melihat budaya
tersebut yang sedang trending di Jepang. cosplay dapat dijumpai dalam acara-
acara yang mengadakan festival atau acara-acara yang mewadahi cosplayer untuk
mengapresiasikan bakat dan juga hobi mereka, mulai dari menyanyi nyanyi lagu
anime, Cosplay Street, Cosplay Kabaret, berjalan dan berpose seperti halnya model
sambil memeragakan karakter dari anime yang mereka gunakan. Event-event besar
juga dapat dengan mudah kita temui terutama pada kota besar seperti Bandung,
Surabaya, Pontianak, Jakarta, dan kota besar lainnya.

Kawasan Asia-Afrika Bandung merupakan salah satu destinasi wisata yang


paling banyak dikunjungi masyarakat saat musim libur lebaran, selain dengan
mengandalkan gendung-gedung dengan gaya art deco dan jug ataman Alun-Alun
Bandung, Bandung yang sekarang mempunyai ikon wisata baru, yaitu dengan
muncul komunitas Cosplay yang ada di sepanjang Jalan Asia-Afrika Bandung.
Menurut kontrobutor bandung, dendi ramdhani, 2022 menuliskan bahwa Kang
Emil selaku Gubernur Jawa Barat tidak akan melarang keberadaan para cosplayer,
Kang Emil juga mengatakan bahwa dengan adanya para Cosplayer ini justru bisa
lebih banyak menarik wisatawan dan turut meningkatkan perekonomian warga
Kota Bandung, akan tetapi Kang Emil juga memastikan bahwa Cosplay tersebut
hanya akan dipusatkan di Jalan Asia-Afrika saja.

Sumber : travel.com

Sumber : madnania.co.id

Cosplay pada sepanjang Jalan Asia-Afrika sangat beragam mulai dari karakter
anime, tokoh kartun, adapun hantu-hantu pocong, valak dan lainnya. Wisata
cosplay ini juga tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan luar
Bandung ataupun orang Bandung nya itu sendiri, ada yang hanya ingin melihat saja
tapi adapun yang sengaja memarkirkan kendaraan dan berjalan di sekitaran Jalan
Asia-Afrika hanya untuk dapat melihat dan juga berselfie bersama cosplay tersebut.
Akibatnya seringkali jalan Asia-Afrika ini terkena macet terutama di hari weekend
atau hari-hari libur nasional, yang kita tahu juga bahwa disekeliling kawasan Asia-
Afrika ini terdapat beberapa bangunan heritage, dan juga dekat sekali dengan Alun-
Alun Bandung. Hal ini membuat penulis ingin melakukan penelitian terhadap
pengaruh cosplay tersebut terhadap citra kawasan sekitarnya.

Citra kawasan sendiri merupakan gambar atau gambaran yang dimiliki suatu
wilayah dimana wilayah tersebut dibatasi oleh batasan fungsional atau biasa disebut
sebagai kawasan sehingga nantinya akan membuat kesan terhadap seseorang saat
melihat atau mengamatinya. Lynch (1960) juga menjelaskan bahwa image atau
citra lingkungan adalah proses dua arah antara pengamat dengan benda yang
diamati, atau bisa disebut juga sebagai kesan atau presepsi seseorang terhadap
lingkungannya. Citra kawasan satu hal yang sangat penting dalam suatu kawasan,
karena mampu menggambarkan suatu kawasan dalam pikiran seseorang, bahkan
suatu unusr yang sangat penting pada ekperiensi ruang suatu kota. Dilansir dari
website merdeka.com, Kawasan Jalan Asia-Afrika sebelumnya memiliki nama
Groote Postweg atau Jalan Raya pos, nama tersebut juga mengikuti fungsi dan
keberadaan Gedung Raya Pos atau Kantor Pos besar dari zaman colonial. Jalan Asia
Afrika ini pun disebut sebagai titik 0 (Nol) dan juga Jalan Asia Afrika ini menjadi
salah satu kawasan bersejarah dan pusat Kota Tua di Bandung.

Dapat dilihat dari penelitian terdahulu yang terdapat di Kota Semarang yaitu
Kampung Kauman dimana kampung ini merupakan salah satu cikal bakal dari
pertumbuhan Kota Semarang, yang dahulunya merupakan kampung santri di pusat
kota lama Semarang akan tetapi kini sudah mengalami perubahan menjadi kawasan
perdagangan yang dimana ini menjadi suatu permasalahan karena citra kawasan
pada Kampung Kauman ini hilang seiring perkembangan zaman, dan juga
disebabkan akibat modernisasi Kota Semarang yang dimana kemajuannya ini justru
membuat hilangnya nilai budaya tradisional dengan budaya kapitalisme. Maka dari
itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pengaruh dari wisata cosplay
tersebut terhadap citra kawasan dengan maraknya pelaku cosplay di sekitaran
kawasan Jalan Asia-Afrika Bandung. Cosplay merupakan salah satu budaya dalam
kehidupan masyarakat Jepang yang berkembang dikalangan anak muda di Jepang
dan terinspirasi dari adanya anime, manga, game, dan lain sebagainya. Tentunya
juga hal tersebut dapat mempengaruhi citra kawasan yang ada pada kawasan
tersebut sebelum adanya cosplay pada Jalan Asia-Afrika. Oleh karena itu, penulis
merasa pentingnya mengetahui bagaimana pengaruh dari cosplay tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Cosplay merupakan fenomena yang cukup menarik dan tidak dapat kita abaikan
begitu saja, tentunya karena Cosplay ini tidak hanya mengenakan kostum atau
hanya berdandan saja seperti karakter tertentu, akan tetapi cosplayer-cosplayer ini
rela menghabiskan uang untuk membeli bahkan adapula yang membuat kostum
semalaman hanya untuk menyempurnakan penampilan cosplay mereka. Kawasan
Asia-Afrika Bandung menjadi salah satu destinasi wisata yang terhitung banyak
dikunjungi oleh mayarakat, lokal maupun wisatawan asing. Salah satu yang
mendukung keramaian kawasan tersebut yaitu dengan adanya para Cosplayer, akan
tetapi dengan maraknya Cosplayer yang ada di sepanjang Jalan Asia-Afrika
Bandung tentunya menimbulkan pro dan kontra menurut pandangan dari
masyarakat yang berkunjung ke kawasan tersebut, karena yang kita ketahui bahwa
keberadaan Cosplay ini terkadang menjadi salah satu faktor kemacetan yang ada di
sekitaran Jalan Asia-Afrika Bandung terutama di hari weekend dan juga hari libur
nasional, lalu yang kita tahu juga bahwa kawasan di Jalan Asia-Afrika ini masih
banyak bangunan peninggalan kolonial , adanya Cosplay ini tentu sedikitnya
menghilangkan nilai cagar budaya dan juga nilai estetika yang ada di kawasan
tersebut. Apakah dengan adanya Cosplay ini membuat masyarakat lupa akan
bangunan heritage yang ada disekitaran Jalan Asia-Afrika, atau dengan adanya
Cosplay ini apakah menghilang citra kawasan asli kawasan tersebut, atau bahkan
dengan adanya Cosplay ini membuat citra baru kawasan tersebut dimana
masyarakat kenal tempat tersebut dikarenakan “Cosplay” yang ada di sepanjang
Jalan Asia-Afrika, maka tentunya ini menjadi suatu permasalahan bagaimana
presepsi masyarakat terkait dengan adanya keberadaan cosplay tersebut. Maka dari
itu penelitian ini ingin mengetahui bagaimana “Pengaruh Wisata Cosplay Asia-
Afrika Terhadap Citra Kawasan Menurut Presepsi Masyarakat” .
BAB II
TINJAUAN TEORI

Citra sangatlah penting bagi sebuah kota guna pengembangan suatu kota,
sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Citra
kota yang kuat nantinya akan mengokohkan identitas dari suatu kota sehingga
kota tersebut akan memiliki daya tarik yang dapat ditunjukan atau diperlihatkan.
Citra sebuah kawasan merupakan tolak ukur kualitas bagi sebuah kawasan
lingkungan.

2.1 Citra Kawasan

Citra (image) merupakan kepercayaan yang dimiliki wisatawan tentang produk


atau pelayanan yang mereka beli. Namun,citra tidak selalu terbentuk dari sebuah
pengalaman atau fakta yang ada di sebuah destinasi, akan tetapi juga dapat dibentuk
sehingga nantinya akan menjadi motivasi seoraang wisatawan untuk kembali ke
destinasi tersebut (Rumanti, 2009). Citra juga dapat didefinisikan dari berbagai sudut
pandang, para ahli mengemukakan pengertian citra menurut sudut pandangnya masing-
masing. Citra menurut Jefkins (2007) merupakan kesan seseorang atau indvidu tentang
sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Sedangkan
menurut Kasali (1994) citra adalah kesan yang timbul karena adanya pemahaman akan
suatu kenyataan, pemahaman seseorang terhadap suatu objek tergantung dari factor
penyerapan informasi seseorang, menurut Alvinaro (2009), citra merupakan
pandangan atau presepsi, serta terjadi proses akumulasi amanah kepercayaan yang
telah diberikan oleh individu-individu yang nantinya dapat membentuk opini
ppublicdengan lebih luas dan abstrak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, citra berarti rupa, gambar,


gambaran; gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai
pribadi,perusahaan,organisasi atau produk. Sedangkan menurut Lynch, image
atau citra lingkungan adalah proses dua arah antara pengamat dengan benda
yang diamati, atau disebut juga sebagai kesan atau persepsi antara pengamat
terhadap lingkungannya.

Menurut Nia (2008), kawasan merupakan wilayah yang batasannya


bersifat fungsional sering dipergunakan terminologi lain yang lebih
spesifik. Jadi wilayah yang dibatasi oleh batasan fungsional dan kegunaan,
dinamakan kawasan.

2.2 Citra kota

Tata ruang berfungsi sebagai pembentuk keterhubungan, peñata


waktu piñata nilai kebudayaan masyarakat suatu lingkungan sehingga dapat
menunjukan ciri khas dan watak sebagai identitasnya (Soegijoko, 1991).
Melalui tata ruang, identitas kedudukan sosial suatu lingkungan dapat
terungkapkan. Dengan kata lain, citra kota memiliki pengaruh penting
dalam suatu perencanaan tata ruang. Selain itu, dengan adanya citra kota,
seseorang dapat merasakan kenyamanan tinggal di sebuah kawasan kota,
dan juga dapat memahami identitas-identitas bangunan yang ada di
sekitarnya. Menurut Rapport (1977) , citra merupakan suatu internalisasi
representasi dan juga penghargaan lingkungan, suatu representasi mental
individu dari bagian realitas eksternal yang diketahuinya melalui beberapa
jenis pengalaman. Dengan kata lain, bahwa suatu citra kota sangat berkaitan
dengan penilaian dari individu terhadap sesuatu bentuk fisik melalui
pengalaman – pengalaman dari hal tersebut.

Sedangkan citra kota menurut Zahnd (1999), merupakan sebuah


mental dari sebuah kota sesuai dengan rata – rata masyarakat yang ada
didalamnya. Citra kota juga dapat diartikan sebagai bagaimana kesan
seseorang terhadap kota secara keseluruhan yang tidak hanya sekedar kesan
visual (Speiregen, 1965 dalam Indri, 2006). Menurut Syarif (1999), citra
kota merupakan suatu kumpulan gagasan dan juga kesan bahwa manusia
memliki suatu tempat (place), atau suatu gambaran realitas fisik suatu kota.
dengan kata lain, penilaian bersama dari setiap individu yang memiliki
pengalaman baik maupun buruk terhadap lingkungan suatu kota.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa citra kawasan


merupakan gambar atau gambaran yang dimiliki suatu wilayah yang dibatasi oleh
batasan fungsional atau biasa disebut sebagai kawasan sehingga membuat kesan
terhadap seseorang saat melihat atau mengamatinya. Citra kawasan juga dapat
disimpulkan sebagai ciri khas yang ada pada satu kawasan tertentu yang nantinya
akan membentuk identitas pada kawasan tersebut. Sedangkan untuk citra kota itu
sendiri merupakan kumpulan gagasan juga kesan bahwa manusia memiliki suatu
gambaran akan fisik kota dan dapat melakukan penilaian bersama dari setiap
individu baik maupun buruk terhadap lingkungan suatu kota.

2.2.1 Elemen Pembentuk Citra Kota

Menurut Kevin Lynch dalam buku Images of The City, suatu citra kota
dapat terbentuk dari elemen – elemen pembentuk citra kota, dimana yang kita
ketahui bahwa elemen pembentuk kota itu terdiri dari Landmarks (Tetenger), Paths
(Jalur), Districts (Kawasan), Nodes (Simpul), dan Edges (Batas atau tepian).
Berikut akan dijelaskan mengenai kelima elemen pembentuk citra kota tersebut :
1. Landmarks (Tetenger) adalah bentuk visual yang menonjol dari kota
misalnya seperti gunung, bukit, Gedung tinggi, menara, tanah tinggi,
tempat ibadah, pohon tinggi, dan lain-lain. Elemen ini sangat penting
karena dapat membantu orang untuk mengenali suatu kota atau kawasan.
2. Paths (Jalur) adalah alur pergerakan yang dimana digunakan oleh manusia
seperti jalan, gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya.
3. Districts (Kawasan) adalah kawasan kota yang bersifat dua dimensi
dengan skala kota menengah sampai luas, dimana orang merasakan
“masuk” dan “keluar” dari kawasan yang berkarakter beda secara umum.
4. Nodes (Simpul) adalah simpul atau lingkaran daerah strategis dimana
saling bertemunya arah atau aktivitas dan dapat diubah seperti
persimpangan lalu lintas, stasium, lapangan terbang, dan jembatan.
5. Edges (Batas atau tepian) adalah batas yang berada diantara dua kawasan
tertentu dan memiliki fungsi sebagai pemutus linier seperti pantai, tembok,
batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan lain – lain.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu citra kota
tentunya terdapat elemen-elemen pembentuk citra kota dimana menurut Kevin
Lynch lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra
kawasan secara keseluruhan, yang dimana kelima elemen ini tidak dapat
terlihat secara terpisah karena keberadaannya satu dengan yang lain. Maka dari
itu interaksi antara kelima elemen tersebut tentunya hari diperhatikan. Kelima
elemen akan berfungsi dan berarti secara bersamaan dalam satu jaringan di
suatu kota atau dalam suatu kawasan.

Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara


tentunya sudah tidak bisa diragukan lagi. Banyak negara sejak beberapa tahun
terakhir menggarap pariwisata menjadi sector unggulan didalam perolehan
devisa, penciptaan lapangan pekerjaan, maupun pengentasan kemiskinan
(Pitana,2009)

2.3 Pariwisata

Pariwisata dapat didefinisikan para ahli dari berbagai sudut


pandang, para ahli mengemukakan pengertian pariwisata menurut sudut
pandangnya masing-masing. Pariwisata menurut Sinaga (2010) merupakan
suatu jenis perjalanan yang dimana perjalanan tersebut direncanakan dan
dilakukan dari satu tempat ke tempat yang lainnya secara individu maupun
berkelompok, dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan dan kesenangan.
Sedangkan Pariwisata menurut WTO (1999) mengatakan bahwa pariwisata
sebagai kegiatan orang maupun sekelompok orang yang bepergian dengan
melakukan perjalanan dan juga menempati tempat diluar lingkungan tempat
tinggalnya dengan waktu tidak lebih dari satu tahun yang bertujuan untuk
liburan, bisnis, dan tujuannya lainnya.
Menurut Sugiama (2011), mengungkapkan bahwa pariwisata adalah
rangkaian aktivitas, dan penyediaan layanan baik untuk kebutuhan atraksi
wisata, transportasi, akomodasi, dan layanan lain yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan perjalanan sesorang atau sekelompok orang.
Sedangkan menurut Spillane (1987) Pariwisata adalah kegiatan perjalanan
untuk tujuan kesenangan, kepuasan, mempelajari sesuatu, meningkatkan
kesehatan, berolahraga atau istirahat, berbelanja dan ziarah. Pengertian
pariwisata juga terdapat pada Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009
dimana pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa


pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan dari satu tempat ke tempat
lain secara sementara diluar dari lingkungan tempat tinggalnya yang
bertujuan untuk mencari kesenangan atau kepuasan. Dalam kegiatan
pariwisata juga terdapat berbagai fasilitas dan layanan yang telah disediakan
oleh daerah yang terdapat kegiatan pariwisata tersebut agar nantinya
kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan baik.

2.3.1 Jenis Pariwisata

Berbagai jenis wisata dapat berkembang dikemudian hari, seiring


berubahnya keinginan dan ketertarikan dari wisatawan. Menurut Ismayanti
(2010), berdasarkan jenis-jenis objek wisatanya, pariwisata dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu:

1. Wisata pantai (Marine tourism)

Merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk
berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk
sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.

2. Wisata Etnik (Etnik tourism)

Merupakan perjalanan untuk mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya


hidup masyarakat yang dianggap menarik.

3. Wisata Cagar Alam (Ecotourism)

Merupakan wisata yang banyak dikaitkan dengan kegemaran akan


keindahan alam, Kesegaran hawa di pegunungan, keajaiban hidup binatang
(margasatwa) yang langka, serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di
tempat-tempat lain.

4. Wisata Buru

Merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang memang memiliki


daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan
digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.

5. Wisata Olahraga

Wisata ini memadukan kegiatan olahraga dengan kegiatan wisata. Kegiatan


dalam wisata ini dapat berupa kegiatan olahraga aktif yang mengharuskan
wisatawan melakukan gerak olah tubuh secara langsung. Kegiatan lainnya
dapat berupa kegiatan olahraga pasif. Dimana wisatawan tidak melakukan
gerak olah tubuh, melainkan hanya menjadi penikmat dan pecinta olahraga
saja.

6. Wisata Kuliner

Motivasi dalam jenis wisata ini tidak semata-mata hanya untuk


mengenyangkan dan memanjakan perut dengan aneka ragam masakan khas
dari daerah tujuan wisata, melainkan pengalaman yang menarik juga
menjadi motivasinya. Pengalaman makan dan memasak dari aneka ragam
makanan khas tiap daerah membuat pengalaman yang didapat menjadi lebih
istimewa.

7. Wisata Religius

Wisata ini dilakukan untuk kegiatan yang bersifat religi, keagamaan, dan
ketuhanan.

8. Wisata Agro

Wisata ini memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan
untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, dan rekreasi. Dimana usaha
agro yang biasa dimanfaatkan bisa berupa usaha di bidang pertanian,
peternakan, perkebunan, perhutanan, maupun perikanan.

9. Wisata Gua

Wisata gua merupakan kegiatan melakukan eksplorasi ke dalam gua dan


menikmati pemandangan yang ada di dalam gua.

10. Wisata Belanja

Wisata ini menjadikan belanja sebagai daya tarik utamanya.

11. Wisata Ekologi


Jenis wisata ini merupakan bentuk wisata yang menarik wisatawan untuk
peduli kepada ekologi alam dan sosial.

12. Wisata Budaya

Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk


golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,
bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pariwisata


dapat dibedakan menjadi beberapa jenis wisata yaitu wisata alam, wisata
buatan manusia, wisata minta khusus, dan wisata menurut motif motif
wisatawan untuk berwisata. Berdasarkan jenis-jenis pariwisata, pada
penelitian ini Wisata Cosplay di Jalan Asia-Afrika termasuk ke dalam
wisata etnik

2.2.2 Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang juga disebut sebagai objek wisata merupakan
potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah
tujuan wisata. Menurut Undang – undang No.10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan daya tarik adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisata. Sedangkan menurut Nurlestari (2016) daya tarik wisata merupakan
segala yang memiliki nilai daya tarik keunikan dan kemudahan untuk
mencapai lokasi tujuan wisatawan untuk berwisata ke daerah tertentu.
Menurut Rossadi dan Widayati (2018) Atraksi atau daya tarik wisata
merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan
Rouli (2015) atraksi atau daya tarik wisata dapat dibedakan menjadi
2, yaitu site attraction yang berupa tempat menarik dengan pemandangan
event attraction yang berupa kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata
seperti konferensi, pameran, olahraga, festival, dan lain sebagainya.
Menurut Wardhani (2008) dalam Suharto (2019), Daya tarik adalah
sebuah daerah yang mempunyai daya tarik wisata dapat dikatakan layak
dikunjungi wisatawan bila ada kegiatan yang dapat dilakukan ditempat
tersebut adalah:
 Something to see (sesuatu yang dapat dilihat), seperti
keindahan/kunikan alam, bangunan sejarah, kesenian/budaya
stempat.
 Something to do (sesuatu yang dapat dilakukan), seperti naik
sampan, mencoba makanan tradisional, menari dengan penari local
dan lain-lain.
 Something to buy (sesuatu yang dapat dibeli), untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan untuk belanja,

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa daya tarik


wisata adalah komponen utama dalam Pariwisata dimana artinya daya tarik
wisata sangatlah penting dalam hal kepariwisataan karena daya tarik
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi para wisatawan ke
suatu destinasi wisata, dengan adanya daya tarik wisata yang kuat maka
akan memberikan dampak positif terhadap tempat wisata yang nantinya
dapat membantu perkembangan suatu tempat wisata. Akan tetapi, daya tarik
wisata juga tentunya harus memiliki keunikan, keindahan, orisinalitas,
otentitas, dan keanekaragaman didalamnya.

2.4 Cosplay

Budaya pop Jepang dalam bentuk anime dan manga sangat popular
di seluruh dunia saat ini. Biasanya peserta cosplay dapat ditemukan di acara
yang menyelenggarakan event-event yang bertemakan tentang kebudayaan
Jepang dan juga mengumpulkan para penggemar cosplay. Cosplay (コスプ
レKosupure) adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang
berasal dari gabungan kata "costume" (kostum) dan "play" (bermain).
Menurut widiatmoko (2013) menjelaskan bahwa cosplay merupakan
Singkatan dari "costume play", yaitu jenis tipe seni perfomence atau
pertunjukan dimana pesertanya (cosplayer) memakai kostum dan aksesoris
untuk menggambarkan suatu karakter tertentu. Istilah cosplayer sendiri
merupakan sebutan untuk orang-orang yang melakukan aktivitas cosplay.

Sumber utama kostum atau karakter yang diadopsi dalam cosplay


berasal dari karakter Jepang, manga, film, game, anime, film Amerika
(Hollywod),bahkan karakter fiksi ilmiah. Sedangkan pengertian cosplay
bagi para cosplayer adalah kondisi dimana mereka dapat melakukan suatu
variasi dalam menentukan pilihan tokoh fiksi yang mereka gemari dengan
ide kreatif yang mereka miliki. Menurut Aji (2011) dalam buku yang
berjudul Cosplay Naze Nihonjin wa Seifuku ga suki Na No Ka oleh Fukiko
Mitamura, mengatakan :

簡単に「ある役割」になりきることができる。求められる、役柄
、なりたい自分 に早代わりできる。それがコスプレである。

“Dapat dengan mudah menjadi “peran”. Dapat dengan cepat


menjadi apa yang diri sendiri inginkan, atau menjadi peran yang
dibutuhkan. Itulah yang disebut cosplay.” Sedangkan menurut Kroski
(2015) menjelaskan bahwa Cosplay merupakan sebuah aktivitas seseorang
dalam berdandan dan juga mengenakan kostum dari tokoh yang dikagumi
untuk mengekspresikan kesukaan seseorang terhadap suatu karakter anime.
Hal ini juga selaras dengan yang diutarakan oleh Lotecki (2006) bahwa
Cosplay adalah seseorang yang mengenakan suatu kostum dari tokoh yang
dikagumi atau difavoritkan baik itu dari film, novel, komik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Cosplay itu sendiri merupakan aktivitas “meniru”, dimana seseorang
meniru untuk menggambarkan suatu karakter dari film, novel, komik,
manga dan sebagainya. Cosplay ini juga dapat mengekspresikan seseorang
terhadap hobinya dalam menyukai budaya Jepang dengan berdandan
menyerupai karakter dari tokoh anime.

Cosplay di Jalan Braga


Komunitas Cosplay Bandung

Acara Cosplay Animetoku di JCC


DAFTAR PUSTAKA

Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2002). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64.
Mulyandari, H., & Andi, P. (1960). Pengertian Citra Kota. 22–44.
Paramitha, I. A. (2017). Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka. Convention Center
Di Kota Tegal, (2010), 6–37.
Sugiama. (2011). Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Motivasi Wisatawan
Domestik Untuk Berkunjung Ke Taman Wisata Tirta Alam Cibinong-
Sagalaherang, Kabupaten Subang. Ripository, 7. Retrieved from
http://portaluniversitasquality.ac.id:55555/332/4/BAB II.pdf
(Siadari, 2016)
Aritonang, D. (2014). Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap
pembentukan citra kawasan mesjid raya dan istana maimoon tesis.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2002). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64.
Mulyandari, H., & Andi, P. (1960). Pengertian Citra Kota. 22–44.
Paramitha, I. A. (2017). Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka. Convention Center
Di Kota Tegal, (2010), 6–37.
Prayogo. (2018). Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap Pendapatan
Pelaku Usaha. Pariwisata, 1–45.
Pricillia, E. D. (2018). Perkembangan Budaya Cosplay Jepang Dikalangan
Komunitas Cosplay Di Jakarta. 1–71.
Solihah, S. N. (2013). CITRA SURAKARTA SEBAGAI KOTA PARIWISATA.
https://doi.org/10.1190/segam2013-0137.1
Sugiama. (2011). Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Motivasi Wisatawan
Domestik Untuk Berkunjung Ke Taman Wisata Tirta Alam Cibinong-
Sagalaherang, Kabupaten Subang. Ripository, 7. Retrieved from
http://portaluniversitasquality.ac.id:55555/332/4/BAB II.pdf
Yuliana, K., & Rina, K. (2013). UPAYA PELESTARIAN KAMPUNG KAUMAN
SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA sejarah dari sang
kota , yang menandai dengan fasilitas sarana dan prasrana sebagai
kampung-kampung kota yang tercipta dari berdagang maupun bertempat
tinggal . keperluan sehari-hari maupun untuk sarana air , dalam melakukan
aktivitas perdagangan . Begitu pula dengan Kota Semarang , Kali Semarang
Semarang awal mulanya . Menurut peta kawasan di dekat pasar Johar .
bakal pertumbuhan Kota Semarang . Menurut kampung santri di pusat kota
lama Semarang , kawasan perdagangan yang aktivitas berdagang yang
seperti perdagangan buku-buku islam , rumah tempat tinggal khas
Semarangan yang dulunya hanya berfungsi sebagai rumah tempat tinggal ,
kini sebagian besar telah aktivitas perdagangan sekaligus sebagai sesuai
zamannya . Keberadaan kampung kota memprihatinkan . Dilihat dari sekitar
kawasan sehingga mempengaruhi kepadatan banguinan di permukiman .
Begitupula kampung Kauman yang mengalami perkembangan akibat
modernisasi Kota Semarang yang kemajuannya semakin pesat semakin pula
menghilangnya nilai budaya tradisional dengan budaya kapitalisme .
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pelestarian pada kampung
Kauman di Kota Semarang sebagai kawasan wisata budaya , yang dimana
menghasilkan keberlanjutan Kampung Kauman . Hasil rekomendasi agar
nilai historis dari Kampung Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif . Pendekatan ini masih fenomena yang ada di wilayah penelitian .
Menurut Bungin ( 2010 ), teori digunakan sebagai awal menjawab
pertanyaan penelitian , bahwa sesungguhnya pandangan dahulu
menggunakan teori sebagai alat , teori sebagai “ kacamata kuda ” nya
dalam. 2(2), 208–222.

Aisyah, K. (2012). Rasa Memiliki Dalam Komunitas Cosplay. (1), 1–66.

Anda mungkin juga menyukai