Aulia Tetra Uas Masper.
Aulia Tetra Uas Masper.
Oleh:
AULIA TETRA RIFAYANTI
242019009
Cosplay (コスプレ Kosupure) adalah istilah Bahasa inggris yang berasal dari
Jepang (wasei-eigo) dari gabungan kata “costume” dan “play”. Dijelaskan juga oleh
Wang (2010) bahwa adanya Cosplay ini pertama kali diperkenalkan di Jepang pada
tahun 1984 oleh Takahashi Nobuyuki ketika ia sedang mengunjungi acara
masquerade di Los Angeles Science-Fiction Convention. Pada dasarnya Cosplay
merupakan sebuah hobi “meniru”, namun ada beberapa cosplayer yang sudah
terkenal, memakai stylenya sendiri atau popular dengan sebutan “original
character”. Sebutan tersebut karena cosplayer ini menggunakan kostum, make-up,
wig dan lain sebagainya sesuai dengan kemauan dirinya sendiri. Popularitas
Cosplay di Jepang muncul karena adanya ketertarikan beberapa anak remaja
terhadap anime dan manga. Respon dan antusias masyarakat dunia (terutama
khususnya anak muda) muncul dengan adanya internet dan juga media massa,
terutama pada hal budaya popular Jepang ini mulai diakui oleh dunia dengan
melesatnya perkembangan budaya anime dan manga.
Secara istilah cosplay merupakan penamaan untuk sebuah kegiatan atau juga
hobi berpakaian, beraksesoris dan juga berias wajah dengan tema karakter dalam
sebuah anime, manga, manhwa, dongeng, game, dan lainnya. Pelaku cosplay biasa
disebut “cosplayer” atau biasa disingkat menjadi “coser”. Dijelaskan juga dalam
jurnal Winge (2006) bahwa cosplayer atau sebutan untuk orang yang melakukan
kegiatan Cosplay mengeluarkan uang serta waktu dalam membuat dan juga
membeli kostum, lalu para cosplayer juga memperlajari pose dan dialog khas dari
karakter yang mereka perankan, lalu tampil di acara-acara Cosplay sebagaimana
mereka mengubah diri mereka dari identitas mereka menjadi karakter (fiksi) yang
mereka pilih. Pada Jepang sendiri cosplay dan cosplayer dapat ditemui dalam acara
atau juga festival yang diadakan oleh perkumpulan penggemar seperti Comic
Market, tidak hanya negara Jepang saja yang sudah mengenal Cosplay akan tetapi
beberapa negara lain juga seperti Amerika, negara-negara di Eropa, China,
Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri cosplay mulai dikenal saat masuk tahun 2000 dimana saat
itu Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan sebuah event bertajuk gelar
Jepang UI khusus sebagai event cosplay yang dimana ternyata pada saat itu masih
belum mendapatkan antusias yang besar dan juga sepi peminatnya, akan tetapi
seiring berjalannya waktu, orang-orang sudah mulai banyak mengenal anime dan
manga lalu kemudian kembali membuat event cosplay karena melihat budaya
tersebut yang sedang trending di Jepang. cosplay dapat dijumpai dalam acara-
acara yang mengadakan festival atau acara-acara yang mewadahi cosplayer untuk
mengapresiasikan bakat dan juga hobi mereka, mulai dari menyanyi nyanyi lagu
anime, Cosplay Street, Cosplay Kabaret, berjalan dan berpose seperti halnya model
sambil memeragakan karakter dari anime yang mereka gunakan. Event-event besar
juga dapat dengan mudah kita temui terutama pada kota besar seperti Bandung,
Surabaya, Pontianak, Jakarta, dan kota besar lainnya.
Sumber : travel.com
Sumber : madnania.co.id
Cosplay pada sepanjang Jalan Asia-Afrika sangat beragam mulai dari karakter
anime, tokoh kartun, adapun hantu-hantu pocong, valak dan lainnya. Wisata
cosplay ini juga tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan luar
Bandung ataupun orang Bandung nya itu sendiri, ada yang hanya ingin melihat saja
tapi adapun yang sengaja memarkirkan kendaraan dan berjalan di sekitaran Jalan
Asia-Afrika hanya untuk dapat melihat dan juga berselfie bersama cosplay tersebut.
Akibatnya seringkali jalan Asia-Afrika ini terkena macet terutama di hari weekend
atau hari-hari libur nasional, yang kita tahu juga bahwa disekeliling kawasan Asia-
Afrika ini terdapat beberapa bangunan heritage, dan juga dekat sekali dengan Alun-
Alun Bandung. Hal ini membuat penulis ingin melakukan penelitian terhadap
pengaruh cosplay tersebut terhadap citra kawasan sekitarnya.
Citra kawasan sendiri merupakan gambar atau gambaran yang dimiliki suatu
wilayah dimana wilayah tersebut dibatasi oleh batasan fungsional atau biasa disebut
sebagai kawasan sehingga nantinya akan membuat kesan terhadap seseorang saat
melihat atau mengamatinya. Lynch (1960) juga menjelaskan bahwa image atau
citra lingkungan adalah proses dua arah antara pengamat dengan benda yang
diamati, atau bisa disebut juga sebagai kesan atau presepsi seseorang terhadap
lingkungannya. Citra kawasan satu hal yang sangat penting dalam suatu kawasan,
karena mampu menggambarkan suatu kawasan dalam pikiran seseorang, bahkan
suatu unusr yang sangat penting pada ekperiensi ruang suatu kota. Dilansir dari
website merdeka.com, Kawasan Jalan Asia-Afrika sebelumnya memiliki nama
Groote Postweg atau Jalan Raya pos, nama tersebut juga mengikuti fungsi dan
keberadaan Gedung Raya Pos atau Kantor Pos besar dari zaman colonial. Jalan Asia
Afrika ini pun disebut sebagai titik 0 (Nol) dan juga Jalan Asia Afrika ini menjadi
salah satu kawasan bersejarah dan pusat Kota Tua di Bandung.
Dapat dilihat dari penelitian terdahulu yang terdapat di Kota Semarang yaitu
Kampung Kauman dimana kampung ini merupakan salah satu cikal bakal dari
pertumbuhan Kota Semarang, yang dahulunya merupakan kampung santri di pusat
kota lama Semarang akan tetapi kini sudah mengalami perubahan menjadi kawasan
perdagangan yang dimana ini menjadi suatu permasalahan karena citra kawasan
pada Kampung Kauman ini hilang seiring perkembangan zaman, dan juga
disebabkan akibat modernisasi Kota Semarang yang dimana kemajuannya ini justru
membuat hilangnya nilai budaya tradisional dengan budaya kapitalisme. Maka dari
itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pengaruh dari wisata cosplay
tersebut terhadap citra kawasan dengan maraknya pelaku cosplay di sekitaran
kawasan Jalan Asia-Afrika Bandung. Cosplay merupakan salah satu budaya dalam
kehidupan masyarakat Jepang yang berkembang dikalangan anak muda di Jepang
dan terinspirasi dari adanya anime, manga, game, dan lain sebagainya. Tentunya
juga hal tersebut dapat mempengaruhi citra kawasan yang ada pada kawasan
tersebut sebelum adanya cosplay pada Jalan Asia-Afrika. Oleh karena itu, penulis
merasa pentingnya mengetahui bagaimana pengaruh dari cosplay tersebut.
Cosplay merupakan fenomena yang cukup menarik dan tidak dapat kita abaikan
begitu saja, tentunya karena Cosplay ini tidak hanya mengenakan kostum atau
hanya berdandan saja seperti karakter tertentu, akan tetapi cosplayer-cosplayer ini
rela menghabiskan uang untuk membeli bahkan adapula yang membuat kostum
semalaman hanya untuk menyempurnakan penampilan cosplay mereka. Kawasan
Asia-Afrika Bandung menjadi salah satu destinasi wisata yang terhitung banyak
dikunjungi oleh mayarakat, lokal maupun wisatawan asing. Salah satu yang
mendukung keramaian kawasan tersebut yaitu dengan adanya para Cosplayer, akan
tetapi dengan maraknya Cosplayer yang ada di sepanjang Jalan Asia-Afrika
Bandung tentunya menimbulkan pro dan kontra menurut pandangan dari
masyarakat yang berkunjung ke kawasan tersebut, karena yang kita ketahui bahwa
keberadaan Cosplay ini terkadang menjadi salah satu faktor kemacetan yang ada di
sekitaran Jalan Asia-Afrika Bandung terutama di hari weekend dan juga hari libur
nasional, lalu yang kita tahu juga bahwa kawasan di Jalan Asia-Afrika ini masih
banyak bangunan peninggalan kolonial , adanya Cosplay ini tentu sedikitnya
menghilangkan nilai cagar budaya dan juga nilai estetika yang ada di kawasan
tersebut. Apakah dengan adanya Cosplay ini membuat masyarakat lupa akan
bangunan heritage yang ada disekitaran Jalan Asia-Afrika, atau dengan adanya
Cosplay ini apakah menghilang citra kawasan asli kawasan tersebut, atau bahkan
dengan adanya Cosplay ini membuat citra baru kawasan tersebut dimana
masyarakat kenal tempat tersebut dikarenakan “Cosplay” yang ada di sepanjang
Jalan Asia-Afrika, maka tentunya ini menjadi suatu permasalahan bagaimana
presepsi masyarakat terkait dengan adanya keberadaan cosplay tersebut. Maka dari
itu penelitian ini ingin mengetahui bagaimana “Pengaruh Wisata Cosplay Asia-
Afrika Terhadap Citra Kawasan Menurut Presepsi Masyarakat” .
BAB II
TINJAUAN TEORI
Citra sangatlah penting bagi sebuah kota guna pengembangan suatu kota,
sebagai pembentuk identitas kota, dan sebagai penambah daya tarik kota. Citra
kota yang kuat nantinya akan mengokohkan identitas dari suatu kota sehingga
kota tersebut akan memiliki daya tarik yang dapat ditunjukan atau diperlihatkan.
Citra sebuah kawasan merupakan tolak ukur kualitas bagi sebuah kawasan
lingkungan.
Menurut Kevin Lynch dalam buku Images of The City, suatu citra kota
dapat terbentuk dari elemen – elemen pembentuk citra kota, dimana yang kita
ketahui bahwa elemen pembentuk kota itu terdiri dari Landmarks (Tetenger), Paths
(Jalur), Districts (Kawasan), Nodes (Simpul), dan Edges (Batas atau tepian).
Berikut akan dijelaskan mengenai kelima elemen pembentuk citra kota tersebut :
1. Landmarks (Tetenger) adalah bentuk visual yang menonjol dari kota
misalnya seperti gunung, bukit, Gedung tinggi, menara, tanah tinggi,
tempat ibadah, pohon tinggi, dan lain-lain. Elemen ini sangat penting
karena dapat membantu orang untuk mengenali suatu kota atau kawasan.
2. Paths (Jalur) adalah alur pergerakan yang dimana digunakan oleh manusia
seperti jalan, gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan
sebagainya.
3. Districts (Kawasan) adalah kawasan kota yang bersifat dua dimensi
dengan skala kota menengah sampai luas, dimana orang merasakan
“masuk” dan “keluar” dari kawasan yang berkarakter beda secara umum.
4. Nodes (Simpul) adalah simpul atau lingkaran daerah strategis dimana
saling bertemunya arah atau aktivitas dan dapat diubah seperti
persimpangan lalu lintas, stasium, lapangan terbang, dan jembatan.
5. Edges (Batas atau tepian) adalah batas yang berada diantara dua kawasan
tertentu dan memiliki fungsi sebagai pemutus linier seperti pantai, tembok,
batasan antara lintasan kereta api, topografi, dan lain – lain.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu citra kota
tentunya terdapat elemen-elemen pembentuk citra kota dimana menurut Kevin
Lynch lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra
kawasan secara keseluruhan, yang dimana kelima elemen ini tidak dapat
terlihat secara terpisah karena keberadaannya satu dengan yang lain. Maka dari
itu interaksi antara kelima elemen tersebut tentunya hari diperhatikan. Kelima
elemen akan berfungsi dan berarti secara bersamaan dalam satu jaringan di
suatu kota atau dalam suatu kawasan.
2.3 Pariwisata
Merupakan kegiatan wisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk
berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk
sarana dan prasarana akomodasi, makan dan minum.
4. Wisata Buru
5. Wisata Olahraga
6. Wisata Kuliner
7. Wisata Religius
Wisata ini dilakukan untuk kegiatan yang bersifat religi, keagamaan, dan
ketuhanan.
8. Wisata Agro
Wisata ini memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan
untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, dan rekreasi. Dimana usaha
agro yang biasa dimanfaatkan bisa berupa usaha di bidang pertanian,
peternakan, perkebunan, perhutanan, maupun perikanan.
9. Wisata Gua
Daya tarik wisata yang juga disebut sebagai objek wisata merupakan
potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah
tujuan wisata. Menurut Undang – undang No.10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan daya tarik adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisata. Sedangkan menurut Nurlestari (2016) daya tarik wisata merupakan
segala yang memiliki nilai daya tarik keunikan dan kemudahan untuk
mencapai lokasi tujuan wisatawan untuk berwisata ke daerah tertentu.
Menurut Rossadi dan Widayati (2018) Atraksi atau daya tarik wisata
merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan
Rouli (2015) atraksi atau daya tarik wisata dapat dibedakan menjadi
2, yaitu site attraction yang berupa tempat menarik dengan pemandangan
event attraction yang berupa kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata
seperti konferensi, pameran, olahraga, festival, dan lain sebagainya.
Menurut Wardhani (2008) dalam Suharto (2019), Daya tarik adalah
sebuah daerah yang mempunyai daya tarik wisata dapat dikatakan layak
dikunjungi wisatawan bila ada kegiatan yang dapat dilakukan ditempat
tersebut adalah:
Something to see (sesuatu yang dapat dilihat), seperti
keindahan/kunikan alam, bangunan sejarah, kesenian/budaya
stempat.
Something to do (sesuatu yang dapat dilakukan), seperti naik
sampan, mencoba makanan tradisional, menari dengan penari local
dan lain-lain.
Something to buy (sesuatu yang dapat dibeli), untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan untuk belanja,
2.4 Cosplay
Budaya pop Jepang dalam bentuk anime dan manga sangat popular
di seluruh dunia saat ini. Biasanya peserta cosplay dapat ditemukan di acara
yang menyelenggarakan event-event yang bertemakan tentang kebudayaan
Jepang dan juga mengumpulkan para penggemar cosplay. Cosplay (コスプ
レKosupure) adalah istilah bahasa Inggris buatan Jepang (wasei-eigo) yang
berasal dari gabungan kata "costume" (kostum) dan "play" (bermain).
Menurut widiatmoko (2013) menjelaskan bahwa cosplay merupakan
Singkatan dari "costume play", yaitu jenis tipe seni perfomence atau
pertunjukan dimana pesertanya (cosplayer) memakai kostum dan aksesoris
untuk menggambarkan suatu karakter tertentu. Istilah cosplayer sendiri
merupakan sebutan untuk orang-orang yang melakukan aktivitas cosplay.
簡単に「ある役割」になりきることができる。求められる、役柄
、なりたい自分 に早代わりできる。それがコスプレである。
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2002). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64.
Mulyandari, H., & Andi, P. (1960). Pengertian Citra Kota. 22–44.
Paramitha, I. A. (2017). Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka. Convention Center
Di Kota Tegal, (2010), 6–37.
Sugiama. (2011). Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Motivasi Wisatawan
Domestik Untuk Berkunjung Ke Taman Wisata Tirta Alam Cibinong-
Sagalaherang, Kabupaten Subang. Ripository, 7. Retrieved from
http://portaluniversitasquality.ac.id:55555/332/4/BAB II.pdf
(Siadari, 2016)
Aritonang, D. (2014). Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap
pembentukan citra kawasan mesjid raya dan istana maimoon tesis.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (2002). BAB II Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN
PUSTAKA 2.1. 1–64.
Mulyandari, H., & Andi, P. (1960). Pengertian Citra Kota. 22–44.
Paramitha, I. A. (2017). Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka. Convention Center
Di Kota Tegal, (2010), 6–37.
Prayogo. (2018). Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap Pendapatan
Pelaku Usaha. Pariwisata, 1–45.
Pricillia, E. D. (2018). Perkembangan Budaya Cosplay Jepang Dikalangan
Komunitas Cosplay Di Jakarta. 1–71.
Solihah, S. N. (2013). CITRA SURAKARTA SEBAGAI KOTA PARIWISATA.
https://doi.org/10.1190/segam2013-0137.1
Sugiama. (2011). Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Motivasi Wisatawan
Domestik Untuk Berkunjung Ke Taman Wisata Tirta Alam Cibinong-
Sagalaherang, Kabupaten Subang. Ripository, 7. Retrieved from
http://portaluniversitasquality.ac.id:55555/332/4/BAB II.pdf
Yuliana, K., & Rina, K. (2013). UPAYA PELESTARIAN KAMPUNG KAUMAN
SEMARANG SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA sejarah dari sang
kota , yang menandai dengan fasilitas sarana dan prasrana sebagai
kampung-kampung kota yang tercipta dari berdagang maupun bertempat
tinggal . keperluan sehari-hari maupun untuk sarana air , dalam melakukan
aktivitas perdagangan . Begitu pula dengan Kota Semarang , Kali Semarang
Semarang awal mulanya . Menurut peta kawasan di dekat pasar Johar .
bakal pertumbuhan Kota Semarang . Menurut kampung santri di pusat kota
lama Semarang , kawasan perdagangan yang aktivitas berdagang yang
seperti perdagangan buku-buku islam , rumah tempat tinggal khas
Semarangan yang dulunya hanya berfungsi sebagai rumah tempat tinggal ,
kini sebagian besar telah aktivitas perdagangan sekaligus sebagai sesuai
zamannya . Keberadaan kampung kota memprihatinkan . Dilihat dari sekitar
kawasan sehingga mempengaruhi kepadatan banguinan di permukiman .
Begitupula kampung Kauman yang mengalami perkembangan akibat
modernisasi Kota Semarang yang kemajuannya semakin pesat semakin pula
menghilangnya nilai budaya tradisional dengan budaya kapitalisme .
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan pelestarian pada kampung
Kauman di Kota Semarang sebagai kawasan wisata budaya , yang dimana
menghasilkan keberlanjutan Kampung Kauman . Hasil rekomendasi agar
nilai historis dari Kampung Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif . Pendekatan ini masih fenomena yang ada di wilayah penelitian .
Menurut Bungin ( 2010 ), teori digunakan sebagai awal menjawab
pertanyaan penelitian , bahwa sesungguhnya pandangan dahulu
menggunakan teori sebagai alat , teori sebagai “ kacamata kuda ” nya
dalam. 2(2), 208–222.