I. PENDAHULUAN
Ordona nsi Belanda tahun 1939 yang dikcnal dengan "Terriror iale Zee en
Maritieme Kringell Ordonantie".
Dek larasi rersebur walaupun te rkesan disiapkan seea ra ad-hoc
menjelang dilaksanakannya Konvensi Perse rikaran Bangsa-Bangsa (PBB)
mengenai hukum laut di Genewa. bulan Pebruari 1958, namun atas
kegigihan pa ra perunding Republik Indonesia pada waktu itu . maka hanls
diaku i bahwa Indones ia te lah berhasil meyakinkan konsep negara
kepulauan (Archipelagic State) kepada masya rakat dunia .
Selanj umya scbagai tindak lanjut Deklarasi luanda dikeluarka n
Perpu NO.4 tahun 1960 tenrang Perairan Indonesia sebagai dasar hukum
lIntuk mcllctapkan {ilik dasar guna mengukur lehar laut terrirorial 12 mil
(hams laut territoria l) el imana kedua pulau tersebut (Sipadan dan Ligitan)
bdulll uiperhirungkan sebagai pulau-pulau terluar lImU K menarik titil.:
Liasa r ll1 en~ukur lebar laut territorial 12 mil.
Pada rahun 1982. Perikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Illeillberiakuka n
"U nit ed Nations Conve llIion on the Law of the Sea (UNCLOS 1982)"' .
ya ug kelllutiiall Liiratifikasi deng;'11l Undang. UIllJa ng NomOI" 17 tahull
1985. yang Illengaruskan Indonesia umuk Il1cla kukan berbagai penemuan
Jan pengaturan se rla pcnataan batas laU[ Ilegara (baras laue (erri w rial.
halas lamias konrinen. dan zona ekonomi eksklusiO. Sebagai illl plelllenrasr
UNCLOS 19X2. diterbitkan Undang Unclang Nornor () Tahun 1998
tC J1I ang Perubahan Tilik Dasar dan Ga ri s Dasa r Di Sckirar Kepulauan
Natuna. dan terakhir Pemerinrah telah mcnerbitkan Peraturan Pcmerimah
NOlllor 38 Tahun 2002 temang Dartar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepu lauan Indonesia. Dcngan terbitnya Peramran
Pemerinrah NomoI' 38 Tahun 2002 in i berarti Indonesia telah merniliki
I R3 rit ik dasar sebagai aeuan ya ng jclas dalam setiap rerundingan
perbatasan eli laut dengan negara teta ngga. Dari I g3 titik dasar ter"ebut
terclapat 84 Pulau-pulau kecil yang dijadikan acuan tcrrnasuk Pulau
Sipadan clan Pulau Ligitan. yang oleh Imernas ional Court of Justice di
tetapkan menjacli milik Ma laysia.
3. IDENTIFIKASI PULAU-PULAU
III. KEBIJAKAN
A. ASPEK KELEMBAGAAN
I). Unt uk menangani ll1asalah perbatasan agar lebih opti mal diperlukan
lell1baga yang dapat berbentuk :
a). Forul11/setingkat Dewan dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan
inslitllsi terkait. Dewan dibantll oleh Sekretariat Dewan. Bemuk
ini ll1ell1punyai kelebihan dalall1 m enyesesa ikan masalahlpersoalan
lebih lerpadu dan hasil lebih maksill1al, karena didukung oleh
insti tusi lerkait. Sedangkan kelemahannya tidak operasional ,
keanggotaan forum sering berganti-ganti, sehingga kesinambungan
kegiatan tidak terjamin dan sering terlambat dalam mengambil
kepurusan.
b). Badan (LPND) ya ng mandiri terlepas dari institusi lain dan
langsu ng di bawah Presiden. Bentuk ini mempunyai kelebihan
bersifal Olonom. hasi l kebijakannya be rsifal operasional dan
personi l terdiri dari SDM yang sesuai dengan bidang kerja serta
ll1ell1iliki kewe nangan dalam menentukan program dan anggaran
secara ll1andiri. Sedangkan kelemahannya terjad i pengambilalihan
fungsi-fungs i sektor, sehingga kebijakan ya ng ditetapkan kurang
didukung oleh sekwr terkait.
2). Pengelolaan perbatasan yang akan ditangani oleh ForumlBadan harus
ll1eliput i batas laut, batas darat dan seluruh aspe k pengelolaan
wilayah perbatasan negara.
B, ASPEK YURIDIS
C. ASPEK PROGRAM
IV, PENUTUP
~~,AU'M NEGERI,