Anda di halaman 1dari 28

DAY 3

Kegiatan pada Sesi 2 membahas topik keberagaman jenis  kebutuhan peserta didik,
Saudara akan diminta untuk melakukan aktivitas pembelajaran yang akan membantu
saudara dalam mendeskripsikan pengertian keberagaman peserta didik, klasifikasi peserta
didik, jenis hambatan peserta didik dan kebutuhan layanan pembelajaran peserta didik. 
Untuk lebih memahami materi yang Saudara pelajari pada sesi 2 ini, Saudara diharapkan
dapat berperan aktif di dalam forum diskusi. Sehingga, dalam kegiatan tersebut terjadi
transfer pengetahuan atau pengalaman yang akan memperkaya pemahaman Saudara
terkait dengan makna keberagaman peserta didik dan implikasinya terhadap kebutuhan
layanan pembelajaran sebagai bentuk komitmen pendidikan inklusif.
Berikut adalah alur kegiatan yang digambarkan melalui diagram berikut.

Forum Diskusi Materi Keberagaman Jenis Kebutuhan


Peserta Didik
Sebelum mempelajari materi mengenai keberagaman jenis kebutuhan peserta didik,
Saudara diminta untuk melakukan diskusi dan berbagi pengalaman terlebih dahulu
mengenai hal-hal berikut.

1. Dalam faktanya, peserta didik memiliki keragaman, baik secara fisik,


psikologis, sosial dan budaya. Berdasarkan pengalaman sebagai pendidik,
identifikasi contoh keberagaman peserta didik yang ada di kelas Saudara!
2. Sehubungan keberagaman peserta didik di kelas, bagimana sikap yang
harus guru kembangkan dan apa yang harus guru lakukan untuk menjamin
terwujudnya hak-hak pendidikan bagi setiap peserta didik?

Petunjuk pemberian jawaban dan tanggapan dalam forum:

1. Klik tombol "Add a new topic" untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
2. Setiap peserta diharapkan dapat berperan aktif dengan memberi komentar
terhadap tulisan dari  1 peserta lainnya atau lebih, agar menjadi "learning
community" yang aktif.
3. Jika Saudara ingin menanggapi jawaban dari peserta lain, Saudara dapat meng-
klik "Discuss this topic"  kemudian klik "Reply" yang ada di bagian kanan
bawah kolom jawaban peserta yang akan diberikan komentar.

Umpan Balik
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan, mungkin Saudara memperoleh hal-hal baru
yang dapat menambah pemahaman Saudara terkait dengan keberagaman peserta didik
dan bagaimana sikap yang dapat dilakukan terhadap peserta didik tersebut.

Ada beberapa peserta didik yang memiliki keberagaman seperti:

Keberagaman Fisik:

 Ada peserta didik yang tinggi, sedang, pendek untuk ukuran pada kelasnya
 Ada peserta didik yang gemuk. Sedang, kurus untuk ukuran pada kelasnya
 Ada peserta didik jenis kelamin dan perempuan
 Ada peserta yang memiliki kelengkapan dan fungsi standar pada anggota
tubuhnya, ada juga peserta didik yang memiliki hambatan dalam kelengkapan
dan fungsi anggota tubuhnya.

Keberagaman Sensorik:

 Ada peserta didik yang memiliki penglihatan tanpa hambatan, ada peserta didik
yang memiliki hambatan penglihatan
 Ada peserta didik yang memiliki pendengaran tanpa hambatan, ada peserta didik
yang memiliki hambatan pendengaran

Keberagaman Sosial ekonomi dan demografis:

 Ada peserta didik dari keluarga kaya, sedang, miskin


 Ada peserta didik dari perkotaan dan pedesaan
 Ada peserta didik yang tinggal di perumahan dan masyarakat/perkampungan

Keragaman jenis lainnya:

 Ada peserta dengan hambatan perilaku dan emosi, kesulitan belajar spesifik,
autis, dan sebagainya

Kemudian Sikap dan tindakan yang harus lakukan guru terhadap keberagaman


peserta didik:
 Menerima keragamaan peserta didik yang ada di kelas 
 Memahami perbedaan unik setiap individu peserta didik
 Menciptakan suasana yang aman, nyaman dan ramah bagi semua peserta didik
 Memberikan kebutuhan layanan pembelajaran, khususnya bagi peserta didik
yang berkebutuhan khusus dengan tetap memberikan perhatian yang sama
untuk kelas.

Untuk lebih jelasnnya, Saudara dapat mencermati materi yang disajikan pada halaman
berikutnya.

Pendahuluan
Peserta didik di sekolah inklusif beragam jenisnya, ada peserta didik tipikal atau reguler
dan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik tipikal adalah peserta didik yang
tidak memiliki hambatan siginifikan (berarti), pada sisi fisik, mental kognitif maupun pada
sensori, sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran secara klasikal tanpa
memerlukan layanan pendidikan secara khusus. 

Peserta didik berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki hambatan signifikan,
baik pada fisik, mental, kognitif maupun sensorik, sehingga mereka memerlukan layanan
kebutuhan pendidikan khusus untuk dapat belajar bersama siswa reguler.

Perbedaan peserta didik tipikal dan peserta didik berkebutuhan khusus lebih tepat
disebut sebagai “keberagaman peserta didik”. Setiap peserta didik harus mendapatkan
layanan pembelajaran untuk meningkatkan “kualitas hidup peserta didik. Ada 4 hak
peserta didik untuk mendapatkan kualitas hidup, yaitu: to live, to love, to play, dan to
work”.

Pengertian Keberagaman Peserta Didik


Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik tersendiri, baik pada
peserta didik reguler maupun pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).  
Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1
mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan
ayat 2; “Setiap  warga  Negara  wajib  mengikuti  pendidikan  dasar dan pemerintah
wajib membiayainya’.   Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun
berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan,
kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.

Implementasi di kelas, guru secara perlahan dan pasti memberikan penanaman


sikap simpati dan empati kepada peserta didik reguler bahwa dalam masyarakat itu
memiliki karakteristik keragaman bentuk, keyakinan, sosial, dan karakter peserta didik
berkebutuhan khusus. Dengan demikian, ciptakan susana kebersamaan dalam berbagai
aktivitas agar seluruh peserta didik membaur dan saling interaksi, sehingga akan tampak
mereka bersosialisasi dan saling tolong menolong antarsesama.
Pengertian Keberagaman Peserta Didik
Guru sangat penting memberikan wawasan kepada peserta didik bahwa masyarakat
majemuk tradisional perlu mempertimbangkan adanya pluralitas horizontal (adanya
perbedaan etnik, sub-sub etnik) dan pluralitas vertical (adanya pelapisan-pelapisan
sosial).

Penamaan istilah “peserta didik” kepada siswa di sekolah dewasa ini sudah tepat,
mengingat cara pandang ini yang lebih positif dibanding dengan istilah “murid atau
siswa”. Hal ini, kata “peserta didik” dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik
dalam melihat kebutuhannya. 

Kata “kebutuhan khusus” menjadi dasar dalam melihat apa yang menjadi masalah dan
kebutuhan peserta didik dan bukan pada label yang menyertainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya memandang setiap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
memiliki karakteristik unik. Karakteristik PDBK ini berkaitan dengan bagaimana cara
terbaik dalam memenuhi kebutuhan khususnya. Pandangan ini akan menuntun guru
dalam menyusun akomodasi program untuk mengatasi hambatan dan mengoptimalkan
potensi peserta didik.

Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi


Guru bahwa dalam Kompetensi Paedagogik Guru salah satunya adalah memahami
krakteristik peserta didik maka diharapkan sebelaum melakukan pembelajaran setiap
guru dapat melakukan identifikasi dan asesmen. Hal ini untuk dijadikan sebagai dasar
dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.

Indikator Kualitas Hidup Peserta Didik


Kebearagaman peserta didik di sekolah inlklusif adalah suatu kenyataan yang untuk
dibuat sebagai “sesuatu yang aneh” akan tetapi keberagaman peserta didik tersebut
harus menjadi sebuah “tantangan” bagi guru untuk memberikan layanan pembelajaran
akomodatif bagi setiap peserta didik. Peserta didik reguler maupun peserta didik
berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pembelajaran
dalam upaya mencapai kualitas hidup.

Ada empat indikator kualitas hidup bagi setiap peserta didik, yakni sebagai berikut:

1. To Live, setiap peserta didik di sekolah inklusif memilki hak untuk hidup
mengembangkan potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau dibatasi oleh
kondisi hambatan yang dimilikinya. Peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah
inklusif tidak boleh dibiarkan hanya sebagai “pelengkap kuota kelas inklusif”,
tetapi keberadaan peserta didik di kelas inklusif harus menjadi tantangan bagi
guru untuk berkreatif dalam mengembangkan layanan pembelajaran akomodatif.
2. To Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa terlindungi,
mengikuti kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah lainnya secara ramah,
nyaman dan tidak dibiarkan mendapat bully dari peserta didik lainnya. Bahkan
guru harus mengembangkan sikap saling menyayangi, mencintai sebagai sesama
warga sekolah.
3. To Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh kesempatan
yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif dan bermain di sekolah,
seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, dan perlombaan yang
diadakan sekolah. Peserta didik berkebutuhan khusus harus memperoleh hak
yang sama untuk memperoleh kesempatan aktivitas permainan di kelas dan
lingkungan sekolah.
4. To Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak yang sama
untuk mengembangkan dirinya dalam upaya mengembangkan potensi dirinya
untuk nantinya menjadi individu yang mandiri dalam memasuki dunia kerja.
Peserta didik berkebutuhan khusus tidak boleh dihadirkan di kelas hanya sebagai
“pelengkap penderita” akan tetapi harus diberikan layanan pendidikan yang
mengakomodasi kebutuhan layanan pendidikannya.

Penugasan
Setelah mempelajari materi mengenai konsep keberagaman peserta didik pada kegiatan
ini, Saudara diharapkan telah memahami materi tersebut dan dapat mengunjuk kerjakan
hasil pemahaman yang dimiliki dengan menjawab pertanyaan yang disajikan pada LK
2. Kosep Keberagaman Peserta Didik.

 Lembar kerja dapat Saudara unduh di folder Lembar Kerja - Konsep


Keberagaman Peserta Didik
 Setelah menyelesaikan LK 2. Kosep Keberagaman Peserta Didik, Saudara diminta
untuk mengunggah LK tersebut ke Pengiriman Tugas - Konsep Keberagaman
Peserta Didik.

Klasifikasi Peserta Didik


Jenis Peserta Didik
Sekolah penyelengggara pendidikan inklusif adalah Lembaga pendidikan yang
dihadirkan dengan tujuan untuk membuka aksesibilitas semua warga masyarakat usia
belajar untuk memperoleh layanan pembelajaran tanpa terhalang oleh hambatan fisik,
mental akademik, sensorik dan kondisi sosial ekonomi. Keragaman peserta didik pada
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif sangat beragam, karena sekolah
inklusif memberikan akses yang terbuka bagi semua peserta didik.

Peserta didik di sekolah inklusif, ada tiga klasifikasi besar, yaitu: 

1. Peserta didik tipikal atau reguler yaitu peserta didik yang tidak memiliki


hambatan tertentu, misalnya hambatan fisik, mental kognitif, sensorik dan
hambatan lainnya yang menyebabkan mereka mengalami kendala dalam
mengikuti pembelajaran secara klasikal. 
2. Peserta didik berkebutuhan khusus yaitu peserta didik berkebutuhan khusus
adalah peserta didik yang memiliki kebutuhan belajar dan hambatan tertentu,
seperti hambatan penglihatan, pendengaran, intelektual, fisik, hambatan dengan
autistik, dan lainnya seperti anak hiperaktif, lamban belajar, rendah konsentrasi
dan gangguan perilaku tertentu. 
3. Peserta didik berkebutuhan layanan khusus yaitu peserta didik dengan
kebutuhan layanan khusus yang mengalami hambatan secara eksternal, seperti
anak korban bencana alam, anak korban HIV, korban kekerasan rumah tangga
dan lingkungan.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Anak Berkebutuhan Khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
anak secara individual.

Dalam paradigma pendidikan, keberagaman peserta didik yang kebutuhan khusus


sangat dihargai karena setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan
perkembangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap anak memiliki kebutuhan
khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda pula, sehingga setiap anak
sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.

Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis,
psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan
dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak
berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan
tunaganda.

Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap
dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner,
gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan
kemampuan berbicara pada anak autis dan Attention Deficit Hiperaktif Disorder (ADHD).
Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan
kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan
penanganan khusus.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002)
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik.

Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai
anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus,
seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization  (WHO),
definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:

 Disability  yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan


dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
 Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
 Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan
dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan
peran yang normal pada individu.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan
pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam
pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan.
Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
belajar masing-masing anak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Alimin (2007) yang mengungkapkan bahwa anak
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
anak secara individual. Dengan kata lain, lingkungan belajar, teknik, media, dan lainnya
harus menyesuaikan dengan ABK.

Anak Berkebutuhan Khusus Temporer/Sementara


Alimin (2007) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
temporer/sementara (temporary special needs)  adalah anak-anak yang mengalami
hambatan akibat dari faktor-faktor lingkungan seperti:

a. anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima


kekerasan dalam rumah tangga
b. mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang
tuanya
c. mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan
guru dalam mengajar
d. anak-anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka alami.
ABK Permanen dan Temporer
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen (permanently special needs) adalah
anak-anak yang mengalami hambatan dan kebutuhan khusus akibat dari ketidak
berfungsian salah satu organ atau bagian tubuh tertentu. Misalnya, kebutuhan khusus
akibat dari kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, perkembangan kecerdasan atau
kognitif yang rendah, gangguan fungsi gerak atau motorik dan sebagainya. ABK yang
temporer adalah sifat kebutuhannya bersifat sementara dan dapat disebutkan dengan
berbagai layanan yang tepat. 

Anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun yang bersifat permanen


memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
kebutuhan-kebutuhannya.

Penutup
Selamat, Saudara telah menyelesaikan materi pembelejaran mengenai klasifikasi peserta
didik. Selanjutnya Saudara dipersilakan untuk melanjutkan ke materi pembelejaran
mengenai Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Anak dengan Hambatan Sensorik - Penglihatan (Tunanetra)

Menurut Gunawan (2011), anak dengan hambatan penglihatan adalah anak yang
mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan
layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Dilihat dari sisi kependidikan
dan rehabilitasi peserta didik hambatan penglihatan adalah mereka yang memiki
hambatan penglihatan sehingga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan
dan aktifitas rehabilitatif tanpa menggunakan alat khusus, material khusus, latihan
khusus, dan atau bantuan lain secara khusus.

Klasifikasi gangguan penglihatan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dan dalam


perspektif pendidikan menurut Gunawan (2011) dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok low vision  dan hambatan penglihatan total (Totally Blind).

1.  Low Vision


Kelompok ini adalah kelompok hambatan penglihatan yang masih mampu melihat
dengan ketajaman penglihatan (acuity) 20/70. Kelompok ini mampu melihat dari jarak 6
meter, jauh lebih dekat dibandingkan dengan pelihatan orang normal (21 meter).
Gambaran umum dari kelompok ini, mereka masih mampu mengenal bentuk objek dari
berbagai jarak, menghitung jari dari berbagai jarak.

2.  Hambatan penglihatan total


Peserta didik dikatakan memiliki hambatan penglihatan secara total mereka yang tidak
bisa memfungsikan kemampuan visualnya tidak memiliki penglihatan atau pun mereka
yang bisa merasakan adanya sinar seperti mengetahui siang dan malam tanpa
mengetahui sumber cahayanya.

Akibat dari adanya hambatan ini peserta didik diajarkan untuk memahami kemampuan
membaca dan menulis braille dan orientasi mobilitas (OM) untuk membantu mereka
dalam menjalankan daily activities.

Anak dengan Hambatan Sensorik - Pendengaran (Tunarungu)

Menurut Nakata dalam Rahardja (2006) yang mengungkapkan bahwa anak dengan
hambatan pendengaran atau anak tunarungu adalah ereka yang mempunyai
kemampuan mendengar di kedua telinganya hampir di atas 60 desibel, yaitu mereka
yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk memahami suara
pembicaraan normal meskipun dengan mempergunakan alat bantu dengar atau alat-alat
lainnya.

Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan


pendengaran yang dialami seseorang. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah hearing
impairment, istilah ini menggambarkan adanya kerusakan atau gangguan secara
fisik. Akibat dari adanya kerusakan itu akan mengakibatkan gangguan pada fungsi
pendengaran. Anak mengalami kesulitan untuk memperoleh dan mengolah informasi
yang bersifat auditif, sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan interaksi
dan komunikasi secara verbal.

Gangguan pendengaran (tuli atau kurang dengar) tunarungu adalah mereka yang tidak
mendengar atau kurang mendengar sebagai akibat pendengarannya yang terganggu
fungsi indera pendengarannya baik menggunakan alat bantu dengar maupun tidak.
Namun demikian,  mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus karena
gangguan pendengaran berdampak pada aspek-aspek berikut:

1. Aspek Motorik
Anak tunarungu yang tidak memiliki kecacatan lain dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan motorik (early major motor milestones),  seperti duduk,
merangkak, berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi
pada anak yang mendengar (Preisler dalam Alimin, 2007). 
Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hambatan
pendengaran memiliki kesulitan dalam hal keseimbangan dan koordinasi gerak
umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta
gerakan-gerakan yang kompleks (Ittyerah, Sharma, dalam Alimin, 2007).

2. Aspek bicara dan bahasa


Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang
paling banyak dipengaruhi oleh hambatan pendengaran. Khususnya anak dengan
hambatan pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006) bagi anak
dengan hambatan pendengaran congenital atau berat, suara yang keras tidak
dapat didengarnya meskipun dengan menggunakan alat bantu dengar. 
Individu tersebut tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka
sebaiknya belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh anak dengan
hambatan pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti karena mereka
mengalami kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan
tekanan suara.

Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual (Tunagrahita)


Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

Menurut Gunawan (2011) anak mengalami hambatan intelektual adalah anak yang


secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-
intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. Anak mengalami
hambatan intelektual ialah anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-
rata. Berbagai istilah yang dikemukakan mengenai anak mengalami hambatan
intelektual, selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum
berada di bawah usia kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan
pendidikan khusus.

Potensi dan kemampuan setiap anak anak mengalami hambatan intelektual  berbeda-
beda, maka untuk kepentingan pendidikan diperlukan pengelompokkan anak
mengalami hambatan intelektual. Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya
ketunaan, atas dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.

1. Hambatan Intelektual Ringan


Anak mengalami hambatan intelektual ringan umumnya memiliki kondisi fisik yang tidak
berbeda. Mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70 dan juga termasuk kelompok
mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung,
anak anak mengalami hambatan intelektual  ringan biasanya bisa menyelesaikan
pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

2. Hambatan Intelektual Sedang


Anak anak mengalami hambatan intelektual  sedang termasuk kelompok latih. Kondisi
fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak mengalami hambatan intelektual
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka
biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD Umum.

3. Hambatan Intelektual Berat


Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima
pendidikan secara akademis. Anak anak mengalami hambatan intelektual  berat
termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 ke bawah. Dalam kegiatan
sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Hambatan intelektual mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di
bawah rata-rata. Anak mengalami hambatan intelektual mengalami hambatan dalam
tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua gangguan tersebut berlangsung atau terjadi
pada masa perkembangannya. Lebih lanjut, Gunawan (2011) mengemukakan bahwa
seseorang dikatakan anak mengalami hambatan intelektual apabila memiliki tiga
indikator, yaitu:

1. keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata- rata


2. ketidakmampuan dalam prilaku sosial/adaptif
3. hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada usia perkembangan yaitu sampai
dengan usia 18 tahun.

Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual (Tunagrahita)


Penggolongan anak anak mengalami hambatan intelektual  menurut kriteria perilaku
adaptif tidak berdasarkan taraf intelegensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini
juga mempunyai empat taraf, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Secara
umum dampak dari gangguan intelektual dapat dilihat pada ciri-ciri sebagai berikut.

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal baru, mempunyai kesulitan dalam


mempelajari konsep yang abstrak, dan selalu cepat lupa apa yang di pelajari
apabila tanpa latihan terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak mengalami hambatan intelektual
berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak  mengalami hambatan intelektual
berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan,
tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam
mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan
mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak mengalami
hambatan intelektual  berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti;
berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan
khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak mengalami hambatan
intelektual  ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai anak mengalami hambatan intelektual  berat tidak melakukan hal
tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak mengalami hambatan
intelektual  dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak mengalami
hambatan intelektual  berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas.
Anak dengan Hambatan Fisik - Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)
Anak dengan Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)

Nakata (2003) dalam Djadja R, (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
gangguan gerak adalah:

1. Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya mengakibatkan


mereka mengalami kesulitan yang berat atau ketidakmungkinan melakukan gerak
dasar dalam kehidupan sehari-hari seperti berjalan dan menulis meskipun dengan
memgunakan alat-alat bantu pendukung.
2. Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya tidak lebih dari nomor 1 di atas yang
selalu memerlukan observasi dan bimbingan medis.

Pada dasarnya anak gangguan gerak dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system) 


2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Adapun yang termasuk kelompok pertama, seperti cerebral palsy  yang meliputi


jenis spastic, athetosis, rigid, hipotonia, tremor, ataxia,  dan campuran.
Sedangkan yang termasuk pada kelompok kedua, seperti poliomyelitis, muscle
dystrophy  dan spina bifida. Sedangkan anak anak yang mengalami kelumpuhan yang
dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca
polio dan muscle dystrophy  lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerakan
lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan gerak
yang berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi, juga perlu
alat bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak.

Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi


Menurut Gunawan (2011) anak dengan gangguan perilaku adalah anak yang berperilaku
menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan
remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya,
sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan
potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.

Di dalam dunia Pendidikan Khusus dikenal dengan nama anak hambatan perilaku dan
emosi (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.


2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi (anak yang mengalami gangguan
emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Cenderung membangkang.
b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.
d. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
e. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk
sekolah.

Anak Autis
Autisme berdasarkan Individuals with Disabilities Education (IDEA) yang dikutip oleh
Rahardja (2006) adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh
terhadap komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial, umumnya terjadi pada
usia sebelum tiga tahun, yang berpengaruh buruk terhadap kinerja pendidikan anak.

Karakteristik yang lain sering menyertai autisme seperti melakukan kegiatan yang
berulang-ulang dan gerakan stereotip, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau
perubahan dalam rutinitas sehari- hari, dan memberikan respon yang tidak semestinya
terhadap pengalaman sensori. Secara umum anak autis memiliki karakteristik sebagai
berikut:

1. Mengalami hambatan di dalam bahasa.


2. Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial.
3. Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan.
4. Kurang memiliki perasaan dan empati.
5. Sering berperilaku di luar kontrol dan meledak-ledak.
6. Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku.
7. Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri.
8. Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
9. Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan
lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, anak autis ini dapat digolongkan ke dalam beberapa spektrum,
yaitu sebagai berikut:

a. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat tinggi. (High
function children with autism).
b. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat menengah (Middle
function children with autism).
c. Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual tingkat rendah (Low
function children with autism)

Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa


Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat
istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),
kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas kemampuan
anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya,
diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut
sebagai gifted  & talented children  (Dudi Gunawan, 2011).

Anak-anak berbakat istimewa secara alami memiliki karakteristik yang khas yang
membedakannya dengan anak-anak normal. Karakteristik ini mencakup beberapa
domain penting, termasuk di dalamnya: domain intelektual-koginitif, domain persepsi-
emosi, domain motivasi dan nilai- nilai hidup, domain aktifitas, serta domain relasi sosial.

Berikut beberapa karakteristik yang paling sering diidentifikasi terdapat pada anak
berbakat istimewa pada masing-masing domain di atas. Namun demikian perlu dicatat
bahwa tidak semua anak-anak berbakat istimewa (gifted) selalu menunjukkan atau
memiliki karakteristik intelektual-kognitif seperti di bawah ini (Gunwan, 2011):

a. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak


lazim, pikiran-pikiran kreatif.
b. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu
konsep yang utuh.
c. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
d. Mampu menggeneralisasikan suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang
sederhana dan mudah dipahami.
e. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f. Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu
mengartikulasikannya dengan baik.
h. Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-
kata.
i. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
j. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
k. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
l. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
n. Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
o. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang
bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.

Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)


Anak yang mengalami learning disabilities (LD) atau Specific Learning Diificulties (SLD)
secara umum dapat diartikan suatu kesulitan  belajar pada anak yang ditandai oleh
ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya dan berdampak
pada hasil akademiknya.  Kesulitan belajar merupakan hambatan atau gangguan belajar
pada anak atau remaja yang ditandai adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf
intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai oleh anak seusianya.
Anak LD atau SLD adalah masalah belajar primer yang disebabkan karena adanya deficit
atau kekurangan fungsi dalam satu atau lebih area inteligensi. Penyebabnya gangguan
neurologis dan genetik. Istilah LD atau  SLD hanya dikenakan pada anak-anak yang
mempunyai inteligensia normal hingga tinggi. Gangguan ini merupakan gangguan yang
kasat mata, berupa kesalahan dalam hal membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan
berhitung (diskalkulia). Kesalahan yang terjadi akan selalu dalam kesalahan sama secara
terus menerus, dan dibawa seumur hidup (long live disabilities). Adapun karakteristiknya
dapat diidentifikasi dari hal-hal berikut ini.

PDBK yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat


b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan

PDBK yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai


b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

PDBK yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

a. Sering salah menulis angka 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya


b. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :,
dan sebagainya.

Penugasan

Setelah mempelajari materi mengenai konsep keberagaman peserta


didik pada kegiatan ini, Saudara diharapkan telah memahami materi tersebut dan dapat
mengunjuk kerjakan hasil pemahaman yang dimiliki dengan menjawab pertanyaan yang
disajikan pada LK 2. Kosep Keberagaman Peserta Didik.

 Lembar kerja dapat Saudara unduh di folder Lembar Kerja - Kosep


Keberagaman Peserta Didik
 Setelah menyelesaikan LK 2. Kosep Keberagaman Peserta Didik, Saudara diminta
untuk mengunggah LK tersebut ke Pengiriman Tugas - Konsep Keberagaman
Peserta Didik.

Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang


Disabilitas
Layanan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang dilakukan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan perlu dilakukan dengan memodifikasi dan
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan berdasarkan
ragam penyandang disabilitas agar peserta didik penyandang disabilitas mendapatkan
layanan pendidikan yang adil. Modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan disediakan
oleh lembaga penyelenggara pendidikan dalam bentuk akomodasi yang layak.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 mengatur tentang AKomodasi yang Layak
Bagi Peserta Didik penyandang Disabilitas di bidang pendidikan bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya dan/atau terfasilitasinya pendidikan untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan di
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif maupun khusus.

Pengantar
Layanan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang dilakukan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan perlu dilakukan dengan memodifikasi dan
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan berdasarkan
ragam penyandang disabilitas agar peserta didik penyandang disabilitas mendapatkan
layanan pendidikan yang adil. Modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan disediakan
oleh lembaga penyelenggara pendidikan dalam bentuk akomodasi yang layak.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 mengatur tentang AKomodasi yang Layak
Bagi Peserta Didik penyandang Disabilitas di bidang pendidikan bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya dan/atau terfasilitasinya pendidikan untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan di
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif maupun khusus.

Layanan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang dilakukan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan perlu dilakukan dengan memodifikasi dan
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan berdasarkan
ragam penyandang disabilitas agar peserta didik penyandang disabilitas mendapatkan
layanan pendidikan yang adil. Modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan disediakan
oleh lembaga penyelenggara pendidikan dalam bentuk akomodasi yang layak.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 mengatur tentang AKomodasi yang Layak
Bagi Peserta Didik penyandang Disabilitas di bidang pendidikan bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya dan/atau terfasilitasinya pendidikan untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan di
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif maupun khusus.

Penerima Manfaat Akomodasi yang Layak

1. Penerima manfaat Akomodasi yang Layak merupakan Peserta Didik Penyandang


Disabilitas.
2. Peserta Didik Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas.
3. Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
o Penyandang Disabilitas fisik;
o Penyandang Disabilitas intelektual;
o Penyandang Disabilitas mental; dan/atau
o Penyandang Disabilitas sensorik:

a. disabilitas netra; dan/atau


b. disabilitas rungu dan/atau disabilitas wicara.
2. Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang
ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Tenaga medis yang dapat menetapkan ragam Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi dokter dan/atau dokter spesialis.
4. Dokter dan/atau dokter spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
disediakan oleh Lembaga Penyelenggara Pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan inklusif, Unit Layanan Disabilitas, atau orang tua/wali Peserta Didik
Penyandang Disabilitas.
5. Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
juga dapat dibuktikan dengan kartu Penyandang Disabilitas yang dikeluarkan
oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Layanan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas yang dilakukan oleh
lembaga penyelenggara pendidikan perlu dilakukan dengan memodifikasi dan
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan berdasarkan
ragam penyandang disabilitas agar peserta didik penyandang disabilitas mendapatkan
layanan pendidikan yang adil. Modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan disediakan
oleh lembaga penyelenggara pendidikan dalam bentuk akomodasi yang layak.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 mengatur tentang AKomodasi yang Layak
Bagi Peserta Didik penyandang Disabilitas di bidang pendidikan bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya dan/atau terfasilitasinya pendidikan untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilakukan di
semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif maupun khusus.

Bentuk Akomodasi yang Layak


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a PP 13 tahun 2020 adalah sebagai berikut.

*) Sumber: PP 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik
Penyandang Disabilitas.
Link : https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176054/PP_Nomor_13_Tahun_2020.pdf

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Fisik


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Fisik adalah:

1. ketersediaan aksesibilitas untuk menuju tempat yang lebih tinggi dalam bentuk:
o bidang miring;
o lift; dan/atau
o bentuk lainnya.
2. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai
dengan kondisi fisik Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan
keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. fleksibilitas proses pembelajaran;
4. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan;
5. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
6. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
8. asistensi dalam proses pembelajaran dan evaluasi; dan/atau
9. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas fisik untuk
mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Intelektual


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Intelektual
adalah:

1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai


dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan
keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. fleksibilitas proses pembelajaran;
3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
4. fleksibilitas dalam perLrmusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
6. penyesuaian rasio antara jumlah guru/dosen dengan jumlah Peserta Didik
Penyandang Disabilitas intelektual di kelas;
7. capaian pembelajaran yang ingin dicapai dalam proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu Peserta Didik
Penyandang Disabilitas intelektual;
8. penyediaan pengajaran untuk membangun keterampilan hidup sehari-hari, baik
keterampilan domestik, keterampilan berinteraksi di masyarakat, maupun di
tempat berkarya;
9. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
10. fleksibilitas masa studi;
11. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi;
12. ijazah dan/atau sertifikat kompetensi yang menginformasikan capaian
kemampuan Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual dalam bentuk
deskriptif dan angka; dan/atau
13. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas
intelektual untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Mental


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Mental
adalah:

1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai


dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan
keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. fleksibilitas proses pembelajaran;
3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
6. fleksibilitas masa studi sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang
Disabilitas berdasarkan keterangan medis;
7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
8. fleksibilitas waktu untuk tidak mengikuti pembelajaran pada saat Peserta Didik
Penyandang Disabilitas menjalani proses perawatan mental;
9. mendapatkan materi pembelajaran sebelum proses pembelajaran berlangsung;
10. fleksibilitas posisi duduk dan waktu istirahat saat mengikuti proses pembelajaran;
11. ketersediaan layanan tutorial oleh Pendidik atau Peserta Didik lainnya untuk
membantu dalam memahami materi pembelajaran;
12. pemberian bantuan pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental
mengalami kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran;
13. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi;
14. fleksibilitas dalam proses pembelajaran dan evaluasi;
15. fleksibilitas tempat pelaksanaan evaluasi; dan/atau
16. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental
untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Mental


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Mental
adalah:

1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai


dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan
keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. fleksibilitas proses pembelajaran;
3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
6. fleksibilitas masa studi sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang
Disabilitas berdasarkan keterangan medis;
7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
8. fleksibilitas waktu untuk tidak mengikuti pembelajaran pada saat Peserta Didik
Penyandang Disabilitas menjalani proses perawatan mental;
9. mendapatkan materi pembelajaran sebelum proses pembelajaran berlangsung;
10. fleksibilitas posisi duduk dan waktu istirahat saat mengikuti proses pembelajaran;
11. ketersediaan layanan tutorial oleh Pendidik atau Peserta Didik lainnya untuk
membantu dalam memahami materi pembelajaran;
12. pemberian bantuan pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental
mengalami kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran;
13. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi;
14. fleksibilitas dalam proses pembelajaran dan evaluasi;
15. fleksibilitas tempat pelaksanaan evaluasi; dan/atau
16. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental
untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Netra


Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Netra adalah:

1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai


dengan kondisi sensorik netra Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan
keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. fleksibilitas proses pembelajaran;
3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
6. penerapan standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi, aplikasi,
dan peralatan berbasis teknologi baik dalam sistem pendaftaran, administrasi,
proses belajar mengajar, maupun evaluasi;
7. penyediaan denah timbul/maket yang menggambarkan lingkungan fisik
sekolah/kampus Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
8. layanan pendampingan untuk orientasi lingkungan fisik sekolah/kampus
Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
9. sosialisasi sistem pembelajaran termasuk sistem layanan perpustakaan di kampus
Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
10. penyerahan materi pembelajaran/perkuliahan sebelum dimulai kegiatan
pembelajaran/perkuliahan;
11. penyesuaian format media atau materi pembelajaran serta sumber belajar yang
aksesibel;
12. penyesuaian strategi pembelajaran untuk muatan pembelajaran khususnya
matematika, fisika, kimia, dan statistik;
13. modifikasi materi pembelajaran, pemberian tugas, dan evaluasi untuk muatan
pembelajaran khususnya olah raga, seni rupa, sinematograh, menggambar, dan
yang sejenisnya;
14. ketersediaan Pendidik atau alat media yang dapat membacakan tulisan yang
disajikan di papan tuiis/layar dalam proses belajar di kelas;
15. penyediaan sumber baca, informasi, dan layanan perpustakaan yang mudah
diakses;
16. penyesuaian cara, bentuk penyajian, dan waktu pengerjaan tugas dan evaluasi
termasuk melalui:

o penyajian naskah dalam format braille terutama untuk naskah yang


banyak menggunakan simbol khusus seperti matematika, kimia, dan
bahasa Arab;
o modifikasi penyajian soal yang menampilkan gambar dan bagan dalam
bentuk gambar timbul yang telah disederhanakan, deskripsi gambar, atau
penggunaan alat peraga;
o penyajian soal ujian dalam bentuk softcopy, yang dioperasikan dan
dikerjakan dengan menggunakan komputer bicara yaitu komputer yang
dilengkapi perangkat lunak pembaca layar;
o pembacaan soal ujian oleh petugas pembaca;
o perpanjangan waktu dalam penyelesaian tugas; dan
o perpanjangan waktu paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari waktu
yang ditentukan untuk pelaksanan evaluasi yang menggunakan format
braille atau dibacakan; dan/atau
17. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas netra
untuk mendapat layanan pendidikan.
Peserta Didik Penyandang Disabilitas Rungu atau Wicara
Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Rungu atau
Wicara adalah:

1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai


dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau
Penyandang Disabilitas wicara berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter
spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. fleksibilitas proses pembelajaran;
3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian
pembelajaran;
5. komunikasi, informasi, dan/atau instruksi dalam proses pembelajaran dan evaluasi
menggunakan cara yang sesuai dengan pilihan masing-masing Peserta Didik
Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara;
6. pendampingan di kelas baik oleh juru bahasa isyarat maupun oleh juru catat jika
Pendidik tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat;
7. fleksibilitas pengerjaan tugas dan evaluasi menggunakan tulisan, presentasi lisan
dengan bantuan juru bahasa isyarat, presentasi video, animasi, dan bentuk audio
visual lain;
8. fleksibilitas waktu pengerjaan tugas dan evaluasi;
9. modifikasi tugas dan evaluasi pelajaran bahasa asing yang dikonversi dalam
bentuk tugas tertulis;
10. fleksibilitas posisi duduk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Peserta Didik
Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara dan posisi
Pendidik menghadap ke Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau
Penyandang Disabilitas wicara dalam menyampaikan materi pembelajaran;
dan/atau
11. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu
atau Penyandang Disabilitas wicara untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Ganda atau Multi


Pada Pasal 16, 

1. Bentuk Akomodasi yang layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) bagi Peserta Didik Penyandang
Disabilitas ganda atau multi berupa:

o Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas ganda


atau multi disediakan dalam bentuk kombinasi dari Akomodasi yang Layak
bagi ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 sampai dengan Pasal 15; dan
o komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk Peserta
Didik Penyandang Disabilitas netra dan Penyandang Disabilitas rungu
menggunakan bahasa isyarat raba.
2. Bahasa isyarat raba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh
Menteri.
3. Menteri dalam menetapkan bahasa isyarat raba sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) melibatkan organisasi Penyandang Disabilitas yang mewakili Penyandang
Disabilitas netra dan Penyandang Disabilitas rungu.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik


Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)

Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan penglihatan yaitu dalam
membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf  Braille bagi yang hambatan
penglihatan total. Bagi yang masih memiliki sisa penglihatan diperlukan kaca pembesar
atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di
samping itu, diperlukan latihan Orientasi dan Mobilitas (OM) yang penerapannya bukan
hanya di sekolah, melainkan dapat diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya.

Seseorang dikatakan hambatan penglihatan total atau buta total (totally blind) jika
mengalami hambatan visual yang sangat berat sampai tidak dapat melihat sama sekali.
Penyandang buta total mempergunakan kemampuan perabaan dan pendengaran
sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanya mempergunakan
huruf Braille  sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas.

Hambatan penglihatanan akan berdampak dalam kemampuan kognitif, kemampuan


akademis, sosial emosional, perilaku, perkembangan bahasa, perkembangan motorik,
orientasi dan mobilitas

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik


Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Seperti sudah dikemukan sebelumnya, peserta didik yang mengalami hambatan


pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD), tetapi walaupun telah diberikan
pertolongan dengan ABD, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus
karena gangguan pendengaran berdampak pada aspek-aspek di bawah ini.

a.    Aspek Motorik
Anak tunarungu yang tidak memiliki hambatan lain dapat mencapai tugas-tugas
perkembangan motorik (early major motor milestones),  seperti duduk, merangkak,
berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang
mendengar (Preisler, 1995, dalam Alimin, 2007). Namun demikian, beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami hambatan pendengaran memiliki
kesulitan dalam hal kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks.

b.    Aspek bicara dan bahasa


Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang paling
banyak dipengaruhi oleh peserta didik hambatan pendengaran. Khususnya anak-anak
yang mengalami hambatan pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006)
bagi individu yang congenital atau berat, suara yang keras tidak dapat didengarnya
meskipun dengan menggunakan alat bantu dengar.

Individu ini tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka sebaiknya
belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh individu dengan hambatan
pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti, karena mereka mengalami
kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan tekanan suara.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik


Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Kebutuhan pembelajaran peserta didik hambatan pendengaran menurut Gunawan


(2011) secara umum tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Akan tetapi, mereka
memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran antara lain:

1. Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya.


2. Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang untuk
mudah membaca bibir guru.
3. Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk mendengarkan.
4. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan anak
dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan
kepala anak.
5. Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang harus
jelas.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif


Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual  seharusnya


ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal, agar
mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana
mereka berada. Secara umum kebutuhan pembelajaran anak anak mengalami hambatan
intelektual  adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan anak mengalami hambatan intelektual  dengan anak normal dalam


proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik
belajarnya.
2. Perbedaan karakteristik belajar anak anak mengalami hambatan intelektual
dengan anak sebayanya, anak anak mengalami hambatan intelektual  mengalami
masalah dalam hal yaitu:

a. Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah


b. Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c. Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik


Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)

Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual  seharusnya


ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal, agar
mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana
mereka berada. Secara umum kebutuhan pembelajaran anak anak mengalami hambatan
intelektual  adalah sebagai berikut.

1. Perbedaan anak mengalami hambatan intelektual  dengan anak normal dalam


proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau karakteristik
belajarnya.
2. Perbedaan karakteristik belajar anak anak mengalami hambatan intelektual
dengan anak sebayanya, anak anak mengalami hambatan intelektual  mengalami
masalah dalam hal yaitu:

a. Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah


b. Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c. Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya


Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan Emosi

Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang harus
diperhatikan oleh guru antara lain adalah:

1. Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang beresiko


mengalami gangguan emosi dan perilaku.
2. Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol tingkah
laku target dan menjaga atensi dalam pembelajaran.
3. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil dalam problem
solving  dan mengatasi konflik.
4. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement  secara individual dan
modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku.
5. Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan afektif, dan
manajemen perilaku baik secara individual maupun kelompok.
6. Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan problematik pada
siswa secara individual.
7. Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap
anak.
8. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi
oleh setiap anak.
9. Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat
anak.
10. Perlu adanya pengembangan akhlak atau mental melalui kegiatan sehari-hari,
dan contoh dari lingkungan.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya


Kebutuhan Pembelajaran Anak Cerdas dan Bakat Istimewa

Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa dan bakat istimewa adalah sebagai
berikut.

1. Program pengayaan horisontal, meliputi:

a. Mengembangkan kemampuan eksplorasi.


b. Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-hal
yang ada di luar kurikulum biasa.
c. Eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti program
intensif bidang tertentu yang diminati secara tuntas dan mendalam dalam waktu
tertentu.

2. Program pengayaan vertikal, yaitu:

a. Acceleration, percepatan/maju berkelanjutan dalam mengikuti program yang


sesuai dengan kemampuannya, dan jangan dibatasi oleh jumlah waktu, atau
tingkatan kelas.
b. Independent study,  memberikan seluas-luasnya kepada anak untuk belajar dan
menjelajahi sendiri bidang yang diminati.
c. Mentorship, memadukan antara yang diminati anak gifted dan tallented dengan
para ahli yang ada di masyarakat.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya


Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Autism

Kebutuhan pembelajaran bagi anak anak autis adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya pengembangan strategi untuk belajar dalam seting kelompok.


2. Perlu menggunakan beberapa teknik di dalam menghilangkan perilaku-perilaku
negatif yang muncul dan mengganggu kelangsungan proses belajar secara
keseluruhan (stereotip).
3. Guru perlu mengembangkan ekspresi dirinya secara verbal dengan berbagai
bantuan.
4. Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan
bagi anak, sehingga tingkah laku anak dapat dikendalikan pada hal yang
diharapkan.

Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya


Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Kesulitan Belajar Spesifik

Peserta didik yang mengalami hambatan belajar spesifik (disleksia, diskalkulia, disgrafia)
perlu adanya intervensi yang melibatkan seluruh indera dalam proses belajar
mengajarnya. Salah satu teknik yang dapat diterapkan adalah teknik multi sensori.
Berikut hal-hal yang harus dilakukan guru dalam menangani di dalam kelas;

1. Perkenalkan belajar alfabet secara sekuensial (berurutan) secara bertahap dan


berurut.
2. Alfabet diperkenalkan menggunakan huruf-huruf dari kayu atau plastik, sehingga
anak dapat melihat huruf, mengambilnya, merasakannya dengan mata terbuka
atau tertutup dan mengucapkan bunyinya.
3. Peserta didik perlu tahu bahwa huruf /i/ muncul sebelum /k/, Alfabet dapat
dibagi ke dalam beberapa kelompok, yang membuat mudah anak mengingat di
kelompok mana huruf tersebut berada.

4. Menyortir dan mencocokkan huruf kapital, huruf kecil, bentuk cetak, dan tulisan
tangan dari huruf; melatih keterampilan sequencing  dengan huruf dan bentuk-
bentuk terpotong; dan melatih menempatkan tiap huruf dalam alfabet dalam
hubungannya dengan huruf lain.

Penugasan
Setelah mempelajari materi mengenai konsep keberagaman peserta didik pada kegiatan
ini, Saudara diharapkan telah memahami materi tersebut dan dapat mengunjuk kerjakan
hasil pemahaman yang dimiliki dengan menjawab pertanyaan yang disajikan pada LK
2.Kosep Keberagaman Peserta Didik. 
 Lembar kerja dapat Saudara unduh di folder Lembar Kerja - Kosep
Keberagaman Peserta Didik
 Setelah menyelesaikan LK 2. Kosep Keberagaman Peserta Didik, Saudara diminta
untuk mengunggah LK tersebut ke Pengiriman Tugas - Konsep Keberagaman
Peserta Didik.

Anda mungkin juga menyukai