NIM : 193030703065
Kelas :A
1. Analisis mekanisme pola rekruitmen politik dalam penentuan calon kepala daerah!
Mekanisme pola rekruitmen politik terdapat tiga tahap yaitu sertifikasi, penominasian dan
tahap pemilu (Norris, dalam Katz dan Crotty, 2006 : 86). Tahap sertifikasi adalah tahap
pendifinisian kriteria yang dapat masuk dalam kandidasi, berbagai hal yang
mempengaruhi tahap sertifikasi meliputi aturan-aturan pemilihan, aturan-aturan partai dan
norma-norma sosial informal. Tahap penominasian meliputi ketersediaan calon yang
memenuhi syarat dan permintaan dari penyeleksi Ketika memutuskan siapa yang
dinominasikan. Sementara itu tahap pemilu adalah tahap terakhir untuk menentukan siapa
yang memenangkan pemilu. Norris menggambarkan bahwa masing-masing tahap dapat
dilihat sebagai permainan progresif tangga nada music : banyak yang menentukan syarat,
sedikit yang dinominasikan dan sangat sedikit yang sukses. Terdapat empat yang dapat
menunjukan pengorganisasian partai politik dalam rekruitmen politik, yaitu : (1) siapa
kadidat yang dapat dinominasikan? (2) siapa yang menyeleksi? (3) dimana kadidat
diseleksi? (4) bagaimana kadidat diputuskan?. Perlakuan terhadap empat hal tersebut
melahirkan model pengelolaan partai antara pola model inklusif vs ekslusif, sentralistik vs
desentralistik, demokratis vs otoriter dan titik tengah diantara ekstrimitas-sentralistik
tersebut. Terkait siapa yang dapat dinominasikan dalam rekruitmen politik dapat
diklarifikasikan berdasarkan tingkat inklusifitas dan ekslusifitas. Lalu siapa penyeleksi?
Penyeleksi adalah Lembaga yang menyeleksi kadidat, yang disebut Lembaga ini dapat
berupa satu orang, berberapa atau banyak orang, sampai pada pemilih. Untuk memahami
seleksi kandidat, bagaimana kandidat dinominasikan, Rahat dan Hazan menyebutkan dua
model yang konfrontatif, yaitu model pemilihan vs penunjukan. Dalam system pemilihan,
penominasian kandidat adalah melalui pemilihan diantara penyeleksi. Pada system
pemilihan yang murni, semua kandidat diseleksi melalui prosedur pemilihan tanpa
seorang penyeleksipun dapat mengubah daftar komposisi. Sementara itu dalam system
penunjukan, penentuan kandidat tanpa mengunakan pemilihan. Dalam system penunjukan
murni, kandidat ditunjuk tanpa membutuhkan persetujuan oleh agensi partai yang lain
kecuali penominasian oleh partai atau pemimpin partai.
4. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil pembahasan menunjukkan bahwa Partai Golkar memiliki
beberapa tantangan dalam hal rekrutmen anggota partai. Partai Golkar harus mampu
menyesuaikan sistem Pemilu dengan tidak selalu menitik beratkan pada kader-kader lama
namun harus dimulai dengan “akar rumput” yang dapat menduduki jabatan/pengurus
partai. Transparansi komunikasi juga penting diperhatikan dalam bentuk
penyampaian visi dan misi. Pola evaluasi sekaligus rekrutmen/kaderisai perlu
mendapat feedback baik dari dalam maupun luar anggota. Setiap Pemilu diharapkan
Golkar tidak mengosongkan alokasi kursi di setiap dapil dan memiliki kader yang
berkualitas.
Referensi :
http://journal.unpacti.aci.id/index.php/JGLP/article/view/27