VOC (Veerenigde Oostindische Compagnie) alias kompeni adalah perserikatan dagang milik
Belanda yang menjajah Nusantara sejak abad ke-17 hingga runtuh pada 1799. Bagaimana
sejarah dan faktor penyebab bubarnya VOC di Indonesia?
Tanggal 20 Maret 1602, VOC didirikan untuk menjalankan kegiatan perdagangan di Asia,
khususnya kawasan Timur Jauh atau Asia Tenggara. Namun, pada akhirnya VOC justru
berambisi untuk menguasai wilayah-wilayah yang didatanginya, termasuk Nusantara alias
Indonesia.
VOC mendapatkan dukungan penuh dari Kerajaan Belanda untuk melaksanakan misi 3G
yakni Gold (mencari kekayaan), Glory (memperluas wilayah demi kejayaan),
dan Gospel (menyebarkan agama).
Baca juga:
Hak-hak istimewa VOC ini meliputi: hak monopoli perdagangan, hak menduduki dan
memerintah daerah asing, hak memiliki tentara sendiri, hak mencetak mata uang sendiri, hak
mengumumkan perang, serta hak menjalin perdamaian.
Semula, VOC menjalankan kegiatannya dengan berpusat di Ambon, Maluku, sejak sejak
1610. Namun, barisan kompeni Belanda ini kemudian memindahkan "ibu kota" ke Jayakarta
saat Jan Pieterszoon Coen menjabat Gubernur Jenderal VOC.
VOC berhasil menduduki Jayakarta pada 1619. Setelah itu, Coen mengubah nama pusat
pemerintahan baru VOC ini menjadi Batavia. Nantinya, setelah Indonesia merdeka pada
1945, Jayakarta atau Batavia dijadikan sebagai ibu kota dengan nama Jakarta.
Seiring berjalannya waktu, VOC yang menikmati masa kejayaan di Nusantara pada abad ke-
17 ini menemui berbagai masalah internal serta eksternal yang cukup parah. Dampaknya,
VOC pun dibubarkan.
Baca juga:
Dalam menjalankan seluruh kegiatannya di Nusantara dan wilayah koloni lainnya, VOC
membutuhkan biaya yang amat besar. Pada akhir abad ke-18, ongkos yang dikeluarkan
ternyata lebih besar daripada pendapatan.
Salah satu pos pengeluaran terbesar adalah dana perang. VOC mengeluarkan ongkos besar
untuk membiayai berbagai peperangan di banyak wilayah di Nusantara, terutama dengan
kerajaan-kerajaan atau pihak-pihak yang menentang ambisi meeka.
Salah satunya, tulis Erlina Wiyanarti melalui riset bertajuk “Korupsi Pada Masa VOC dalam
Multiperspektif” yang terhimpun di jurnal Historia, Banten yang tadinya menjadi ladang
emas mulai tidak terurus aktivitasnya sejak 1747.
Baca juga:
Pada 1778, Reinjer de Klerk, Gubernur Jenderal VOC saat itu, menyerahkan angkatan laut
VOC kepada pemerintah Kerajaan Belanda. Selain itu, pelepasan beberapa wilayah monopoli
juga dilakukan sebagai upaya untuk menjaga agar VOC bisa tetap hidup.
Namun, utang VOC semakin menumpuk saja. Kondisi ini diperburuk dengan praktek korupsi
dan penyelundupan barang yang dilakukan oleh para pegawai VOC dari berbagai jenjang.
Tahun 1795, hak-hak istimewa VOC dicabut oleh pemerintah Kerajaan Belanda karena
kompeni tidak mampu membayar utang. Bahkan akhirnya VOC dinyatakan bubar
berdasarkan Pasal 247 Staatsregeling tahun 1798.
Sedangkan menurut Ong Hok Ham dalam buku Dari Soal Priyayi Sampai Nyi
Blorong (2002), kebangkrutan VOC berpuncak pada 31 Desember 1799.
Satu hari sesudah pergantian tahun, yakni tanggal 1 Januari 1800, pemerintah Kerajaan
Belanda resmi mengambil-alih kekuasaan VOC di Nusantara. Dengan kata lain, VOC bubar.
Baca juga:
Setidaknya ada dua unsur besar yang menjadi penyebab bubarnya VOC, yakni faktor
eksternal dan faktor internal.
Faktor Eksternal
Perubahan politik dan pemerintahan ini berdampak cukup besar terhadap VOC. Pemerintah
Perancis semakin mempersulit ruang gerak VOC karena aksi-aksinya dianggap bertentangan
dengan semangat kebebasan dan kesetaraan yang sedang digaungkan.
Faktor Internal
1. Korupsi yang mencapai tingkat parah dan akut, dari pegawai rendah sampai ke
pejabat tinggi.
2. Tingka-laku para pegawai atau pejabat VOC yang justru saling menjatuhkan.
3. Maraknya praktek penyelundupan atau perdagangan ilegal yang tersebar dan semakin
meluas.
4. Beban utang untuk biaya perang di berbagai wilayah yang semakin besar.
5. Anggaran untuk mengoperasikan kegiatan, termasuk membayar pegawai, sangat
tinggi.
6. Pendapatan yang semakin menipis, terlebih setelah hak istimewa dicabut.
7. Persaingan sengit dengan CDI atau Compagnie des Indes (Perancis) dan EIC atau
East India Companny (Inggris).
Baca juga: