Anda di halaman 1dari 18

Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.

2 (2020) 187-204 | 187

PENGALAMAN DAN MANAJEMEN NYERI PASIEN PASCA OPERASI


DI RUANG KEMUNING V RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG :
(STUDI KASUS )
Ana Ikhsan Hidayatulloh1, Early Octavia Limbong1, Kusman Ibrahim2, Nandang3
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email : ishanana27@gmail.com

Abstrak

Nyeri adalah gejala subjektif; hanya klien yang dapat mendeskripsikannya. Salah satu
penyebab nyeri adalah tindakan pembedahan atau operasi. Jika nyeri tidak dikendalikan, hal tersebut
memperpanjang proses penyembuhan dengan menyebabkan komplikasi pernapasan, ekskresi,
peredaran darah, dan sistemik lainnya. Sebagai akibatnya, beberapa pasien meninggal, kualitas hidup
dan pasien kepuasan menurun, lamanya tinggal di rumah sakit meningkat, dan biaya perawatan
meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pengalaman nyeri, menganalisis
manajemen nyeri dan mengevaluasi efektivitas manajement nyeri pasca operasi. Metode penelitian:
studi fenomena dengan studi kasus menelaah pengalaman nyeri dan pengelolaan nyeri paska operasi
pada 4 pasien di ruang rawat inap Kemuning V RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Hasil penelitian
dari pengalaman nyeri pasca operasi bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis
kelamin, jenis pembedahan dan budaya. Pengkajian skala nyeri juga tidak bisa hanya melibatkan satu
skala tapi dapat dilihat dari karakteristik pasien, contohnya pasien diatas 65 tahun lebih efektif
menggunakan Verbal Rating Scale (VRS). Pemberian analgesik masih kurang efektif karena pasien
belum bebas nyeri. Tehnik non farmakologi relaksasi efektif mengurangi nyeri pasca bedah abdomen.
Kesimpulan: Format pengkajian berisikan elemen COLDSPA dapat digunakan dalam mengkaji nyeri
secara komprehensif. Bagi pasien lansia, skala VRS lebih mudah dimengerti. Pemberian obat
analgesic opioid adalah pada skala nyeri sedang-berat, perlu dipertimbangkan mengenai pemberian
obat secara prn (pro re nata), dimana perawat dan pasien terlibat dalam pengambilan keputusan untuk
mengelola perawatan nyeri akut dan pasien merasa dilibatkan dan memiliki kendali atas nyeri yang
dirasakan. Metoda non-farmakologi lain, selain relaksasi dapat dikombinasikan untuk mengurangi
nyeri pasca operasi.

Kata kunci : Manajemen Nyeri, Pasca Operasi, ,Pengalaman Nyeri, Skala Nyeri

Abstract

Pain is a subjective symptom; only the client can describe it. One of the causes of pain is
surgery or surgery. If pain is not controlled, the process of healing of the disease causes respiratory,
excretory, circulatory and other systemic complications. As a result, multiple patients died, quality of
life and patient satisfaction decreased, hospital stay increased, and care costs increased. The aim of
this study was to describe pain experiences, manage pain and manage postoperative pain
management. Research method: a phenomenon study with a case study examining the experience of
pain and postoperative pain management in 4 patients in the inpatient room of Kemuning V, Dr.
Hasan Sadikin Bandung. The results of the research were from varied conflict experiences and were
constructed by several factors, namely gender, type of surgery and culture. Assessment of the pain
scale also can not only involve one scale but can be seen from the patient, for example, patients over
65 years of age are more effective using the Verbal Rating Scale (VRS). Giving analgesics is still
ineffective because the patient is not pain free. Non-pharmacological relaxation techniques are
effective in reducing post-abdominal pain. Conclusion: The assessment format containing COLDSPA
elements can be used to assess pain comprehensively. For elderly patients, the VRS scale is easier to
relate to. Administration of opioid analgesic drugs is on a severe pain scale, it is necessary to
consider presenting the drug in a prn (pro re nata) manner, where the nurse and patient are involved
in making decisions for acute pain care and the patient feels involved and has control over the pain
that is felt. Other non-pharmacological methods, apart from that, can be added to reduce
188 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

postoperative pain.

Keywords: Pain Management, Post Operation, Pain Experience, Pain Scale

mengatasi nyeri dengan menetapkan proses


PENDAHULUAN untuk melakukan skrining, asesmen, dan
Nyeri adalah gejala subjektif; hanya klien pelayanan untuk mengatasi nyeri meliputi:
yang dapat mendeskripsikannya. “Nyeri identifikasi pasien untuk rasa nyeri pada
adalah apa pun yang dikatakan oleh individu asesmen awal dan asesmen ulang; memberi
yang mengalaminya sebagai nyeri, ada informasi kepada pasien bahwa nyeri dapat
kapan pun individu tersebut mengatakan ada” disebabkan oleh tindakan atau pemeriksaan;
(McCaffery, 1968 dalam Rosdahl & melaksanakan pelayanan untuk mengatasi
Kowalski 2012). Tujuan nyeri terutama nyeri terlepas dari mana nyeri itu berasal;
adalah untuk perlindungan; nyeri bertindak melakukan komunikasi dan edukasi kepada
sebagai suatu peringatan bahwa jaringan pasien dan keluarga perihal pelayanan untuk
sedang mengalami kerusakan dan meminta mengatasi nyeri sesuai dengan latar
penderita untuk menghilangkan atau belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien,
menarik diri dari sumber (Miller-Keane & dan keluarga; melatih profesional pemberi
O’Toole, 2003 dalam Rosdahl & Kowalski asuhan tentang asesmen dan pelayanan
2012). Nyeri dapat diklasifikasikan untuk mengatasi nyeri (SNARS, 2018).
berdasarkan: durasi (akut atau kronis), tipe Peraturan JCI menyatakan bahwa nyeri
(nosiseptif, inflamasi dan neuropatik), dan harus dikaji kapan pun tanda vital yang lain
tingkat keparahan (ringan, sedang, berat) diukur. Nyeri kini dianggap sebagai tanda
(Smith dan Muralidharan, 2014). vital kelima (suhu, nadi, pernapasan,
Nyeri paska operasi didefinisikan sebagai tekanan darah, dan nyeri). Standar JCI
nyeri yang dialami setelah intervensi bedah. dalam manajemen nyeri, yaitu: Rumah sakit
Kedua faktor pra operasi, perioperatif, dan mendukung hak pasien untuk mendapatkan
paska operasi mempengaruhi pengalaman asesmen dan pengelolaan rasa sakit yang
nyeri (Magidy, Warrén-Stomberg, & Bjerså, tepat; Semua pasien rawat inap dan rawat
2016). Salah satu penelitian di Amerika jalan diperiksa apakah mengalami rasa nyeri
Serikat menyatakan hampir >80% pasien dan diperiksa mengenai rasa nyeri tersebut
mengalami nyeri pasca operasi (Garcia et al., jika ada; Pasien didukung secara efektif
2017). Nyeri ini masuk dalam klasifikasi dalam mengelola rasa nyerinya (JCI, 2011
nyeri akut nosisepetif. Masalah nyeri pada dalam Rosdahl & Kowalski 2012).
paska operasi merupakan pengalaman yang Nyeri bukanlah suatu hal yang statis,
umum terjadi sehari-hari, namun hanya 30 tetapi dinamis makanya penting untuk
hingga 50% dari kasus menerima perawatan memonitor nyeri secara teratur secara
yang efektif (Barbosa et al., 2014). Jika bersamaan dengan tanda-tanda vital yang
nyeri tidak dikendalikan, hal tersebut lainnya (Rosdahl & Kowalski 2012). Aspek
memperpanjang proses penyembuhan penting dalam peran perawat bedah adalah
dengan menyebabkan komplikasi pengenalan akan nyeri, penilaian dan
pernapasan, ekskresi, peredaran darah, dan perawatan. Pada saat yang sama perawat
sistemik lainnya. Sebagai akibatnya, profesional diharuskan untuk bertindak
beberapa pasien meninggal, kualitas hidup sebagai penasihat pasien, menggunakan
dan pasien kepuasan menurun, lamanya bukti yang terbaik dengan mempertahankan
tinggal di rumah sakit meningkat, dan biaya pengetahuan dan keterampilan untuk praktik
perawatan meningkat (Aslan, 2010). yang aman dan efektif (NMC, 2015).
Pengelolaan atau manajemen nyeri juga Pengkajian nyeri meliputi ekspresi nyeri,
menjadi standar penilaian yang disyaratkan skala peringkat nyeri, dan deskripsi nyeri.
dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Deskripsi nyeri dapat dikaji dengan
Sakit (SNARS) maupun Joint Commission pedoman singkat COLDSPA yaitu
Internasional (JCI). Rumah sakit harus Character (karakter), Onset (awitan),
menetapkan pelayanan pasien untuk
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 189

Location (lokasi), Duration (durasi), - Mampu berkomunikasi


Severity (keparahan), Pattern (pola), - Tidak mengalami penyakit keganasan
Associated Factor or Related Occurrences Metode yang digunakan dalam studi
(faktor terkait atau kejadian terkait) fenomena ini adalah studi kasus dengan
(Rosdahl & Kowalski 2012). menelaah pengalaman nyeri dan pengelolaan
Kesuksesan penatalaksanaan nyeri nyeri paska operasi pada 4 pasien di ruang
merupakan tujuan utama penyedia layanan rawat inap Kemuning V RSUP Dr. Hasan
kesehatan primer dan staf keperawatan. Sadikin Bandung.
Intervensi farmakologi dan non- Alat Pengumpulan Data
farmakologi dapat dilakukan untuk Data dikumpulkan secara kualitatif dan
meredakan nyeri klien (Rosdahl & Kowalski kuantitatif dengan wawancara, pemeriksaan
2012). Namun, penatalaksanaan nyeri yang klinis, pengukuran nyeri menggunakan
tidak memadai dan praktik manajemen nyeri
instrumen Numeric Rating Scale (NRS) dan
yang bervariasi seringkali disebabkan Verbal Rating Scale (VRS), dan pengalaman
adanya perbedaan sikap dan kepercayaan nyeri dikaji menggunakan kuesioner terbuka
staf layanan kesehatan dan pasien selain dari berisikan elemen COLDSPA yang disusun
pengetahuan dan keterampilan yang tidak untuk mendapatkan informasi mendalam
konsisten (Abdulla et al., 2013). Perawat terkait dengan pengalaman nyeri pasien, dan
yang terlibat dalam mengelola nyeri dalam studi dokumentasi dari catatan medis pasien.
pengaturan perawatan akut akan memiliki Pedoman COLDSPA yaitu Character
pengetahuan nyeri yang beragam, tetapi (karakter), Onset (awitan), Location (lokasi),
mereka memiliki tanggung jawab utama Duration (durasi), Severity (keparahan),
memastikan manajemen nyeri yang Pattern (pola), Associated Factor or Related
memadai. Pengalaman rasa nyeri atau Occurrences (faktor terkait atau kejadian
respon terhadap rasa nyeri itu sendiri terkait) (Rosdahl & Kowalski 2012).
merupakan fenomena yang bersifat
kompleks dan melibatkan sensorik, perilaku Analisis Data
atau motorik, emosi. Oleh karena itu perlu Data dianalisis secara deskriptif dan
adanya analisa lebih dalam terkait dengan dibahas untuk melihat kesenjangan atau gap
pengalaman dan manajemen nyeri pada masalah yang ada, kemudian rekomendasi
pasien paska operasi yang di rawat inap di atau saran dirumuskan untuk perbaikan dan
unit bedah Kemuning 5 RSUP Hasan peningkatan pelayanan khususnya terkait
Sadikin. pengelolaan nyeri pasien pasca operasi.
TUJUAN PENELITIAN HASIL PENELITIAN
Tujuan Studi Kasus ini adalah: Pasien I
1. Untuk menggambarkan pengalaman Pasien pertama adalah seorang wanita
nyeri pada pasien paska operasi lansia berusia 84 tahun dengan diagnosa
2. Untuk menganalisis manajemen nyeri medis Closed Fracture at Left Neck Femur
pada pasien paska operasi garden type IV post GIRLE Store. Sekitar
3. Untuk mengevaluasi efektifitas 1,5 tahun yang lalu saat pasien sedang
manajemen nyeri pada tingkat nyeri menyapu lantai rumah, pasien terpeleset
pada pasien paska operasi akibat lantai yang basah dan terjatuh. Pasien
merasakan nyeri yang sangat hebat di bagian
METODE PENELITIAN panggul kiri, tidak ada luka terbuka namun
Tempat pelaksanaan studi kasus ini saat bergerak terasa nyeri pada panggul.
dilakukan di unit rawat inap bedah yaitu Kemudian pasien dibawa untuk berobat ke
Kemuning 5 RSUP Hasan Sadikin Bandung. RS. I dan diketahui melalui foto rontgen
Kriteria Inklusi bahwa tulang panggul pasien patah. Pasien
- Pasien paska bedah (Operation Day dianjurkan untuk operasi, namun pasien dan
sampai dengan Post-operation Day 3). keluarga menolak dengan alasan takut,
- Pasien dewasa usia ≥18 tahun belum siap dan berharap bisa sembuh
190 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

dengan pengobatan dukun patah. Pasien Pasien III


berobat ke dukun patah, namun dukun patah Pasien ketiga adalah seorang wanita
juga menganjurkan untuk operasi. Pasien lansia berusia 91 tahun dengan diagnosa
mengatakan “saya bisa menahan nyeri dan Closed fracture intertrochanter dextra.
masih mampu beraktivitas menggunakan Kejadian terjadi pada saat pasien hendak
alat bantu jalan selama 1,5 tahun ini, tapi berpindah dari kursi ke tempat tidur, saat
belakangan nyeri semakin bertambah dan pasien berdiri pasien merasa pusing dan
saya tidak kuat lagi”. Menurut pasien nyeri akhirnya terjatuh ke lantai. Pasien
(1,5 tahun) nyeri yang dirasakan seperti merasakan nyeri yang hebat pada panggul
menusuk, nyeri muncul kadang-kadang kanan, nyeri bertambah saat pasien bergerak.
apabila bergerak atau mobilisasi dan reda Pasien dibawa ke RS. S dan akhirnya hasil
saat diam. Intensitas nyeri sebelum masuk rontgen menyatakan ada fraktur dan pasien
RS adalah sedang (VRS/Verbal rating scale), di rujuk ke RS. H untuk tindakan operasi.
terasa di bagian panggul kiri. Untuk Selama 10 hari sebelum operasi, pasien di
mengurangi nyeri pasien biasanya minum imobilisasi dengan menggunakan traksi kulit
jamu tradisional (jamu gendong) dan tidak dengan beban 3 kg selama persiapan pra-
banyak bergerak. Saat pasien masuk rumah operasi. Nyeri yang pasien rasakan sebelum
sakit di catatan perawat menuliskan bahwa operasi adalah seperti di tusuk di daerah
intensitas nyeri ringan (VRS) saat tidak panggul kanan, dengan intensitas ringan
bergerak dan hari ke dua dirawat pasien (VRS) saat tidak bergerak dan sangat
dilakukan operasi Hip Arthroplasti. mengganggu apabila bergerak. Setelah
Paska operasi pasien mengungkapkan operasi intensitas nyeri sedang (VRS) saat
“nyeri di luka operasi ini sangat sakit, saya diam dan teramat sangat menderita (VRS)
takut untuk bergerak”, dengan skala nyeri saat bergerak
sangat buruk dan pasien berteriak apabila Pasien mengatakan “nyeri setelah operasi
pasien bergerak atau di reposisi. lebih nyeri daripada sebelum operasi”.
Pasien II Pasien IV
Pasien kedua adalah seorang wanita Pasien ketiga adalah seorang pria berusia
muda berusia 24 tahun. Sepuluh bulan yang 64 tahun dengan diagnosa vesikolithiasis.
lalu, pasien datang berobat ke dokter di Pasien mengatakan kurang lebih sekitar 10
klinik dengan keluhan nyeri perut kanan tahun yang lalu mengalami sakit saat BAK
bawah dan dikatakan menderita pernah dirawat dan berobat ke traditional
Appendicitis. Pasien disarankan untuk kemudian keluar batu sebesar biji kacang,
dioperasi, namun menurut pasien pasien kemudian pasien kurang lebih 3 bulan yang
harus menunggu antrian (BPJS) untuk lalu mengalami hal yang sama yaitu sakit
jadwal operasi usus buntu. Namun pasien saat BAK dan berjalan, pasien sempat di
tidak mendapatkan kepastian jadwal operasi rawat di Rumah Sakit Guntur dan kemudian
dalam 10 bulan. Nyeri perut di kanan bawah di rujuk ke RSHS. Pasien datang ke rumah
yang dirasakan pasien kadang kala kerap masuk rumah sakit tgl 19 dengan keluhan
muncul apabila pasien makan makanan yang nyeri dengan skala 7, nyeri di rasakan di
pedas dan makan tidak tepat waktu. Apabila daerah perut bagian bawah, nyeri bertambah
pasien tidak bisa bertoleransi terhadap nyeri, saat duduk, berjalan dan BAK, nyeri
pasien akan berobat ke klinik untuk meminta berkurang bila posisi tidur terlentang. Pasien
obat. Belakangan ini, pasien merasakan di operasi tanggal 20 November 2019
nyeri yang hebat dan akhirnya di rujuk dan dengan pengkajian 4 jam post operasi pasien
dilakukan operasi cito Appendic per mengeluh nyeri dengan skala 7 (NRS), nyeri
Laparatomi. di rasakan saat bergerak atau perubahan
Pasca operasi pasien mengatakan “nyeri posisi, dan berkurang bila di diamkan, nyeri
sangat terasa apabila saya batuk dan dirasakan di perut bagian bawah sekitar
bergerak, dengan berbaring nyerinya daerah operasi.
berkurang”.
Tabel 1 Pengalaman Nyeri Paska Operasi (Hari Operasi)
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 191

Data Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV


Diagnosa Closed fracture Appendicitis Closed fracture Vesicolithiasis
neck femur sinistra intertrochanter
femur
Jenis Operasi Hip Arthroplasty Appendic per CRIF Vesicolithotomi
Laparatomi Cephallomedulary
Nailing
Usia 84 24 91 64
Jenis Kelamin Wanita Wanita Wanita Laki-laki
Suku Sunda Sunda Sunda Sunda
Ekspresi Berteriak Meringis Meringis Meringis
Meringis Mengurangi Mengurangi Mengurangi
Mengurangi pergerakan pergerakan pergerakn
pergerakan
Characteristic Seperti terkoyak, Nyeri berdenyut, Terkoyak atau Seperti terkoyak
kadang terasa hilang timbul tertusuk pisasu pisau, menembus,
panas. Nyeri hilang timbul menusuk
Nyeri muncul
kadang-kadang
Onset setelah operasi Setelah sadar dari setelah operasi Setelah 4 jam
operasi setelah operasi
Location Di panggul kiri, Di perut bagian Di panggul kanan Dibagian operasi
nyeri tidak tengah di bagian tengah
menyebar abdomen bawah
Duration Beberapa saat ± 2 menit Saat bergerak ± 2 Terus menerus
apabila bergerak menit
±5 menit
Severity Skala VRS Skala NRS (0-10) Skala VRS Skala NRS (0-10)
Sangat berat (diam) 6 Berat (diam) 7

Paling berat (saat Paling berat (saat


bergerak) bergerak)
Pattern Bergerak Batuk dan tertawa Istirahat atau tidak Bergerak
memperburuk memperburuk nyeri bergerak memperburuk
nyeri Dengan berdiam dan mengurangi nyeri nyeri
Tidak bergerak mengurangi gerak Merubah posisi Nyeri hanya
mengurangi nyeri mengurangi nyeri menyebabkan nyeri ditahan
Associated Tidak ada gejala Sebelum pasien di Tidak ada gejala Pasien tidak
factor lain yang muncul diagnosa appendicitis lain yang muncul punya
oleh medis, pasien yang berhubungan pengalaman nyeri
Pasien menyakini bahwa dengan nyeri di operasi
menganggap nyeri nyeri yang dirasakan Tidak ada faktor sebelumnya
ini sebagai cobaan adalah hasil dari budaya yang
akibat diguna-guna terlibat
Pasien belum orang lain Ada penurunan
pernah merasakan Pasien tidak punya selera makan dan
nyeri seperti pengalaman nyeri di tidur terganggu
sekarang, nyeri operasi sebelumnya Pasien tidak punya
sebelum operasi pengalaman nyeri
lebih ringan di operasi
sebelumnya
Pengaruh Tidak mampu Pasien masih mampu Tidak mampu Tidak mampu
terhadap ADL merawat diri dan memakai baju dan merawat diri dan merawat diri dan
mobilisasi, selera makan sendiri mobilisasi, selera mobilisasi, selera
makan dan tidur makan kurang baik makan kurang
baik dan tidur kurang baik dan tidur
192 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204
baik baik
Dukungan Anak-anak Suami dan orangtua Anak-anak Istri dan anak
Diagram 1. Tingkat Nyeri Pasien I dengan Skala Verbal Rating Scale (VRS) saat Bergerak

Pasien I
5

4
Skala VRS

0
jam ke 1 jam 2 jam 3 jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8
OD 5 4 5 5 5 5 5 5
POD 1 5 5 4 4 4 4 5 4
POD 2 4 4 3 3 4 3 3 3
POD 3 4 4 3 3 2 2 2 3

Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:
Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Diagram 2. Tingkat Nyeri Pasien I dengan Skala Verbal Rating Scale (VRS) saat diam

Pasien I (Saat Diam)


5
4
Skala VRS

3
2
1
0
jam ke
jam 2 jam 3 jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8
1
OD 4 4 4 4 3 3 3 4
POD 1 3 3 3 3 3 3 2 2
POD 2 3 2 2 3 2 2 2 2
POD 3 2 2 2 2 2 2 2 2

Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:
Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Diagram 3. Tingkat Nyeri Pasien II dengan Skala Numeric Rating Scale (NRS)
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 193

Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala NRS: 0: tidak nyeri, 1-3: Ringan, 4-6: Sedang, 7-10 Berat
Diagram 4. Tingkat Nyeri Pasien III dengan Skala Verbal Rating Scale (VRS) saat Bergerak

Pasien III (saat bergerak)


6
5
Skala VRS

4
3
2
1
0
jam ke
jam 2 jam 3 jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8
1
OD 5 5 5 5 5 5 5 5
POD 1 5 4 4 5 4 4 4 4
POD 2 4 4 4 4 3 2 3 3
POD 3 2 2 1 2 1 2 1 2

Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:
Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Diagram 5. Tingkat Nyeri Pasien III dengan Skala Verbal Rating Scale (VRS) saat diam

Pasien III (saat diam)


5
4
Skala VRS

3
2
1
0
jam ke 1 jam 2 jam 3 jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8
OD 3 3 3 3 3 3 3 3
POD 1 3 2 2 3 2 2 2 2
POD 2 1 1 1 1 2 2 1 1
POD 3 1 1 1 0 1 1 1 1

Keterangan:
194 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

OD: Operation Day; POD: Post-operation Day


Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:
Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Diagram 6. Tingkat Nyeri Pasien II dengan Skala Numeric Rating Scale (NRS)

Pasien IV
10
9
8
7
Skala NRS

6
5
4
3
2
1
0
jam ke 1 jam 2 jam 3 jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8
OD 7 7 7 7 6 6 5 5
POD 1 6 6 5 5 5 5 5 5
POD 2 3 3 2 3 2 2 2 2
POD 3 2 2 2 2 2 2 1 1

Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala NRS: 0: tidak nyeri, 1-3: Ringan, 4-6: Sedang, 7-10 Berat
Tabel 2. Terapi Farmakologis Operation Day - Post Operation Day 3
Nama obat Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV
Operation Infus Infus Tutofusin Infus Tutofusin 500 Bufivakain inj 4-
Day/OD Tutofusin 500 ml + 500 ml + ml + 15 mg/jam
(2 x/day) Pethidine 75 mg + Pethidines 75 mg Pethidine 100 mg
Ketorolac 30 mg + Ketorolac 30 mg
Jam 24 jam 24 jam continue 24 jam continue 24 jam continue
Pemberian continue
POD 1 Ketorolac 2 x 30 mg iv Ketorolac Paracetamol Ketorolac
3 x 30 mg iv 3 x 1 gram (iv drip) 2x 30mg iv
Jam 8 -20 8-13-20 8-13-20 8-20
Pemberian
POD 2 Ketorolac 2 x 30 mg iv Ketorolac Paracetamol Ketorolac
3 x 30 mg iv 3 x 1 gram (iv drip) 2x 30mg iv
Jam 8 -20 8-13-20 8-13-20 8-20
Pemberian
POD 3 Ketorolac 2 x 30 mg iv Ketorolac Paracetamol Ketorolac
3 x 30 mg iv 3 x500 mg po 2x 30mg iv
Jam 8 -20 8-13-20 8-13-20 8-20
Pemberian
Tabel 3. Intensitas Nyeri Paska Intervensi Farmakologi
Pasien I Pasien II (NRS) Pasien III (VRS) Pasien IV (NRS)
Hari
(VRS)
OD Paling berat 6 Paling berat 7
POD 1 Sangat berat 6 Berat 7
POD 2 berat 5 Ringan 5
POD 3 sedang 3 Ringan 2
Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala NRS: 0: tidak nyeri, 1-3: Ringan, 4-6: Sedang, 7-10 Berat
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 195

Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:


Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Tabel 4. Intensitas Nyeri Paska Intervensi Relaksasi
Pasien I Pasien II (NRS) Pasien III (VRS) Pasien IV
Hari
(VRS) (NRS)
POD 1 sangat berat 6 Paling berat 7
POD 2 Sangat berat 4 Ringan 5
POD 3 sedang 3 Ringan 5
Keterangan:
OD: Operation Day; POD: Post-operation Day
Skala NRS: 0: tidak nyeri, 1-3: Ringan, 4-6: Sedang, 7-10 Berat
Skala VRS: 0: Tidak nyeri, 1: Ringan/menganggu, 2. Sedang/Tidak nyaman, 3: Berat:
Menderita, 4: Sangat berat/sangat menderita, 5: Paling berat/teramat sangat menderita
Tabel 5. Respon Fisiologis: Tanda-Tanda Vital (POD 1 pra-pasca tehnik relaksasi)
Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV
26/11 28/11 26/11 21/11
Jam 8 Jam 9 Jam 8 Jam 8
Tekanan Darah 140/80 mmHg 100/60 mmHg 110/60 mmHg 110/70
Denyut Jantung 102 88 100 80
Respirasi 21 18 18 23
Suhu 36.6 36.7 36.6 36.7
Jam 13 Jam 12 Jam 14 Jam 13
Tekanan Darah 150/80 100/70 120/60 110/70
Denyut Jantung 104 80 80 83
Respirasi 22 18 18 24
Suhu 36.3 36.4 36.6 36.7
Jam 14
90/60
84
16
36.3
Tabel 6. Respon Fisiologis: Tanda-Tanda Vital (POD 2 pra-pasca tehnik relaksasi)
Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV
27/11 29/11 27/11 22/11
Jam 8 Jam 9 Jam 8 Jam 8
Tekanan Darah 160/90 mmHg 95/60 mmHg 140/60 mmHg 130/80
Denyut Jantung 97 88 108 92
Respirasi 22 18 27 26
Suhu 36.3 36.7 36.8 37.2
Jam 13 Jam 13 Jam 14 Jam 13
Tekanan Darah 140/80 90/60 mmHg 130/80 130/80
Denyut Jantung 80 80 104 91
Respirasi 25 18 26 25
Suhu 36.5 36.4 36.7 37.1
Tabel 7. Respon Fisiologis : Tanda-Tanda Vital (POD 3 pra-pasca tehnik relaksasi)
Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV
28/11 29/11 28/11 23/11
Jam 8 Jam 9 Jam 8 Jam 8
Tekanan Darah 150/60 mmHg 100/60 140/70 mmHg 130/80
Denyut Jantung 88 80 92 92
Respirasi 21 18 26 28
Suhu 36.5 36.7 36.3 37.2
Jam 13 Jam 13 Jam 14 Jam 13
196 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204
Tekanan Darah 160/90 100/60 140/90 130/80
Denyut Jantung 102 80 102 91
Respirasi 18 18 26 28
Suhu 36.3 36.8 36.8 37.1

dengan sebuah penelitian prospektif


PEMBAHASAN menganalisa variabel prediktif terhadap
Gambaran pengalaman nyeri pada intensitas nyeri khususnya pada pasien
pasien pasca operasi lansia mengungkapkan bahwa tingkat nyeri
Pengalaman nyeri pada pasien pasca sebelum operasi, penggunaan opioid
operasi berbeda-beda, yang pertama dapat sebelum operasi, jenis kelamin wanita,
dilihat dari jenis operasi yang dilakukan status fisik ASA (American Society of
pada pasien tersebut dari kasus ini jenis Anesthesiologists physical status
operasi yang dilakukan adalah dua operasi classification) yang lebih tinggi, dan metode
orthopedi (hip arthoplasti dan CRIF pengendalian nyeri paska operasi adalah
chepalomedhulary nailing), satu bedah prediktor terkuat dari nyeri paska operasi
abdomen (apendic per Laparatomi), dan yang diukur pada hari pertama setelah
bedah urologi (vesikolithotomi). Kasus operasi (Kinjo, Sands, Lim, Paul, & Leung,
tersebut merupakan kasus pasca operasi 2012).
dengan gejala nyeri, nyeri pasca operasi Penelitian lain juga mengungkapkan hal
termasuk ke dalam nyeri akut yaitu nyeri yang sama bahwa respon nyeri bisa dilihat
yang terjadi dalam periode waktu yang dari jenis kelamin, jenis kelamin perempuan
singkat, biasanya 6 bulan atau kurang, dan skor skala nyeri lebih tinggi dibandingkan
biasanya bersifat intermitten (sesekali) tidak dengan laki-laki ini sesuai dengan penelitian
konsisten. Nyeri akut berasal dari cara yang dilakukan oleh Pieretti et al., (2016),
normal sistem saraf memproses trauma pada hal ini menjadi jelas bahwa perbedaan
kulit, otot, dan organ viseral. Istilah lain gender dan bantuan yang muncul terhadap
untuk nyeri akut adalah nyeri nosiseptif nyeri merupakan hasil dari interaksi genetik,
(Rosdahl & Kowalski, 2012). Nyeri akut anatomi, fisiologis, neuronal, hormonal,
dapat mengancam proses pemulihan psikologis dan faktor sosial yang
seseorang yang berakibat pada memodulasi nyeri secara berbeda pada jenis
bertambahnya waktu rawat, peningkatan kelamin. Data eksperimental menunjukkan
resiko komplikasi karena imobilisasi, dan bahwa faktor keduanya merupakan modulasi
tertundanya proses rehabilitasi. Tujuan dari berbeda dari sistem opioid endogen dan
perawatan adalah mengurangi ambang nyeri hormon seks mempengaruhi sensitivitas
sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi nyeri pada pria dan wanita. Faktor biologis
sehingga pasien dapat berpartisipasi dalam seperti hormon seks dianggap salah satunya
proses pemulihannya (Potter & Perry, 2010). mekanisme utama yang menjelaskan
Faktor usia dan jenis kelamin juga perbedaan jenis kelamin dalam persepsi
mempengaruhi respon nyeri, dimana dua nyeri.
pasien wanita berusia lansia dengan operasi Melihat intensitas nyeri pada hari paska
orthopedi menunjukkan reaksi nyeri yang operasi berdasarkan jenis operasi, tingkat
lebih parah dibandingkan dengan dua pasien nyeri rata-rata yang dilaporkan oleh pasien
lainnya. Hal ini didukung dengan hasil dengan bedah orthopedi melaporkan nyeri
penelitian yang menyatakan bahwa usia “paling berat/teramat sangat menderita”
mempengaruhi pengalaman nyeri (Lovich- (VRS) apabila bergerak. Pada pasien dengan
Sapola, Smith, & Brandt, 2015), nyeri paska bedah abdomen dan urologi intensitas rata-
operasi adalah pengalaman multifaktorial rata nyeri pada hari operasi adalah 6/10 atau
individu yang dipengaruhi oleh budaya nyeri sedang (NRS). Ekspresi nyeri yang
pasien, psikologi, genetika, peristiwa nyeri pada umumnya ke empat pasien tunjukkan
sebelumnya, kepercayaan, suasana hati, dan adalah meringis dan mengurangi pergerakan.
kemampuan untuk mengatasinya, serta jenis Pasien I (hip arthroplasti) mengekspresikan
prosedur yang dilakukan. Begitu juga nyeri dengan berteriak keras saat pasien di
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 197

reposisi tubuh setiap 2 jam. Lokasi nyeri membawa kacamata. Saat Verbal Rating
yang dilaporkan adalah pada daerah luka Scale (VRS) diaplikasikan, pasien lansia
operasi. Karakteristik nyeri yang dilaporkan dapat mengerti dan mendeskripsikan nyeri
pada tiga pasien adalah seperti dikoyak dan yang dirasakan. Kecocokan aplikasi VRS
pasien abdomen melaporkan nyeri seperti pada lansia ini didukung oleh sebuah
berdenyut. penelitian membandingkan penggunaan
Beratnya intensitas nyeri yang dilaporkan skala ukur nyeri VAS (Visual Analog Scale)
pada kasus orthopedi dibandingkan kasus dan VRS (Verbal Rating Scale) dengan dua
lain sesuai dengan sebuah hasil penelian alat yang lebih ekspresif: Red Wedge Scale
prospektif yang menganalisa tingkat nyeri 50-cm (RWS) dan Face Pain Scale (FPS)
pasca operasi pada banyak jenis operasi. pada 160 pasien usia lanjut yang telah
Intensitas nyeri dinilai dengan NRS terhadap menjalani operasi jantung. Hasil penelitian
50.523 pasien dan hasilnya dibandingkan menyatakn VRS adalah skala nyeri yang
berdasarkan 179 kelompok bedah. Hasil dari paling layak, diikuti oleh RWS terlepas dari
penelitian tersebut menemukan 40 prosedur usia mereka (65-86 tahun). VAS 10-cm
dengan skor nyeri tertinggi (skala nilai tradisional tidak cocok untuk pengukuran
numerik median, 6-7) termasuk 22 prosedur nyeri pada populasi ini. Secara umum,
ortopedi / trauma pada ekstremitas. alasan untuk ketidakcocokan ini adalah
Sejumlah operasi perut “mayor” kebingungan pasca operasi, kelelahan,
menghasilkan skor nyeri yang relatif rendah. delirium, atau keengganan untuk menjawab.
seringkali karena analgesia epidural yang Karena kemampuan membaca, menulis, dan
cukup. Prosedur bedah kecil dapat ekspresif tampaknya tidak diperlukan untuk
menimbulikan nyeri yang lebih parah, oleh penggunaan yang berhasil menjadi alat
karena itu pentingnya untuk praktis untuk menilai rasa sakit pada lansia,
mengidentifikasi nyeri dan memberikan yang mungkin mengalami kesulitan
perawatan nyeri sesuai dengan prosedur mengkomunikasikan nyeri mereka
yang ada (Gerbershagen et al., 2013). menggunakan skala yang lebih tradisional
Budaya keseluruhan pasien adalah adat (Pesonen, 2008).
sunda. Saat diwawancarai, hanya satu pasien Analisis Manajemen Nyeri Pasca
yang awalnya menganggap bahwa nyeri Operasi
yang di alami adalah akibat santet, namun Manajement nyeri farmakologis yang
setelah mendapat kepastian secara medis diberikan pada pasien pasca operasi di
akhirnya pasien menjalani pengobatan
RSHS Ruang Kemuning V yaitu:
secara medis. Nyeri yang dilaporkan a. Manajemen farmakologi
berdampak pada kemampuan pasien untuk 1) Pasien I diberikan terapi farmakologi
mobilisasi dan memenuhi kebutuhan ADL. hari operasi Tutofusin 500 ml +
Namun maslah ini dilaporkan lebih sulit Pethidine 75 mg + Ketorolac 30 mg,
pada pasien paska bedah orthopedi pada hari ke 1 pasca operasi, hingga
ekstrimitas bawah dan memerlukan bantuan POD 3, ketorolac 30 mg setiap 12
petugas dan keluarga untuk memobilisasikan jam iv.
dan memenuhi seluruh kebutuhan pasien di 2) Pasien ke 2 terapi farmakologi yang
tempat tidur. diberikan pada hari operasi adalah
Dalam penilaian intensitas nyeri, pada Tutofusin 500 ml + Pethidine 75 mg
awalnya penulis hendak menggunakan satu + Ketorolac 30 mg, pada hari ke 1
jenis instrumen yaitu skala NRS untuk pasca operasi hingga POD 3, adalah
semua kasus. Namun, saat skala ini ketorolac 30 mg setiap 12 jam iv.
diaplikasikan kepada pasien lansia (I & III) 3) Pasien ke 3 terapi farmakologi yang
pasien tidak memahami apa yang
diberikan pada hari operasi adalah
dimaksudkan. Penulis kemudian mencoba Tutofusin 500 ml + Pethidine 75 mg,
menggunakan Face Analog Scale (FAS) pada hari ke 1 pasca operasi sampai
kepada pasien lansia namun, pasien hari ke 3 adalah Paracetamol 3 x 1
mengeluh penglihatan kabur dan tidak
198 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

gram (iv drip) →ganti oral 3 x melalui suntikan epidural sebelum


500mg artroplasti pinggul Obat tersebut
4) Pasien ke 4 terapi farmakologi yang juga biasa digunakan untuk luka
diberikan pada hari operasi adalah bekas operasi untuk mengurangi
Tutofusin 500 ml + Pethidine 75 mg, rasa nyeri dengan efek obat
pada hari ke 1 pasca operasi sampai mencapai 20 jam setelah operasi.
hari ke 3 adalah ketorolac 30 mg Bupivacaine dapat diberikan
setiap 12 jam iv dripp. bersamaan dengan obat lain untuk
b. Keterangan Obat memperpanjangdurasi efek obat
1) Petidine seperti misalnya epinefrin, glukosa,
Meperidin (petidin) secara dan fentanil untuk analgesi epidural
farmakologik bekerja sebagai 3) Ketorolac
agonis reseptor µ. Seperti halnya Ketorolac merupakan suatu
morfin, meperidin (petidin) analgesik non-narkotik. Obat ini
menimbulkan efek analgesia, sedasi, merupakan obat anti-inflmasi
euforia, depresi nafas dan efek nonsteroid (NSAID) yang
sentral lainnya. Waktu paruh menunjukan aktivitas antipiretik
petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya yang lemah dan anti inflamasi.
lebih rendah dibanding morfin, Ketirilac menghambat sintetis
tetapi lebih tinggi dari kodein. prostagandin dan dapat dianggap
Durasi analgesinya pada sebagai analgesik yang bekerja
penggunaan klinis 3-5 jam. perfer karena tidak mempunyai
Dibandingkan dengan morfin, efek terhadap reseptor opiat.
meperidin lebih efektif terhadap Ketorolac diindikasikan untuk
nyeri neuropatik. Meperidin hanya penatalaksanaan jangka pendek
digunakan untuk menimbulkan terhadap nyeri akut sedang sampai
analgesia. Pada beberapa keadaan berat setelah prosedur bedah.
klinis, meperidin diindikasikan atas Durasi median analgesia umumnya
dasar masa kerjanya yang lebih 4 sampai 6 jam dan ketorolac tidak
pendek daripada morfin. Meperidin boleh lebih dari lima hari.
digunakan juga untuk menimbulkan Ketorolac secara parenteral
analgesia obstetrik dan sebagai obat dianjurkan diberikan segera setelah
preanestetik. operasi. Harus diganti ke analgesik
2) Buvipacain alternatif sesegera mungkin,
Bupivakain adalah anestesi lokal asalkan terapi ketorolac tidak
(non-opioid 4) yang menghambat melebihi 5 hari. Ketorolac tidak
generasi dan konduksi impuls saraf. dianjurkan untuk digunakan
Hal ini umumnya digunakan untuk sebagai obat prabedah obstetri atau
analgesia oleh infiltrasi sayatan untuk analgesia obstetri karena
bedah. Penggunaan preemptive belum diadakan penelitian yang
analgesik (termasuk anestesi lokal adekuat mengenai hal ini dan
digunakan untuk mengontrol nyeri karena diketahui mempunyai efek
pasca operasi) yaitu sebelum cedera menghambat biosintesis
jaringan, disarankan untuk prostagalndin atau kontraksi rahim
memblokir sensitisasi sentral, dan sirkulasi fetus.
sehingga mencegah rasa sakit atau 4) Paracetamol
nyeri membuat lebih mudah untuk Paracetamol adalah derivat p-
mengontrol. Bupivakain aminofenol yang mempunyai sifat
diindikasikan untuk anestesi lokal antipiretik/analgesic, sifat
termasuk infiltrasi, blok saraf, antipiretik disebabkan oleh gugus
epidural, dan intratekal anestesi. aminobenzen dan mekanismenya
Bupivakain sering diberikan diduga berdasarkan efek sentral.
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 199

sifat analgesik parasetamol dapat Kemuning V diberikan teknik relaksasi.


menghilangkan rasa nyeri ringan Relaksasi merupakan perasaan bebas
sampai sedang, sifat secara mental dan fisik dari ketegangan
antiinflamasinya sangat lemah aatau stres yang membuat individu
sehingga sehingga tindak mempunyai rasa kontrol terhadap
digunakan sebagai antirematik. dirinya. Perubahan fisiologis dan
Indikasi sebagai perilaku berhubungan dengan relaksasi
antipiretik/analgesik, termasuk bagi yang mencakup: menurunnya denyut
pasien yang tidak tahan asetosal. jantung, tekanan darah, dan kecepatan
Sebagai analgesik, misalnya untuk pernafasan; meningkatnya kesadaran
mengurangi rasa nyeri pada sakit secara global; menurunnya kebutuhan
kepala, sakit gigi, sakit waktu haid oksigen, perasaan damai; serta
dan sakit pada otot.menurunkan menurunnya ketegagan otot dan
demam pada influenza dan setelah kecepatan metabolisme. Untuk lebih
vaksinasi efektif, ajar tehnik ini ketika klien tidak
Dari ke empat pasien diatas, tiga terdistraksi oleh kenyamanan/nyeri akut
pasien menggunakan terapi farmakalogi (Potter & Perry, 2010). Intervensi
segera setelah operasi yaitu pemberian relaksasi yang diberikan kepada pasien
analgesic golongan opioid (petidine) adalah berdasarkan panduan SPO
dan NSAID (ketorolac), sedangkan satu (standar prosedur operasional) RSHS
pasien menggunakan Buvivakain (x/1/1.2/05/0327)
(golongan anastesi) pada 24 jam Evaluasi Efektivitas Manajemen
pertama pasca operasi. Pada hari Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi.
selanjutnya, tiga pasien diberikan Intervensi farmakologis dan non
analgesik golongan NSAID (ketorolac farmakologis pasien dengan pasca operasi
30 mg iv, 2-3 x/hari) dan satu pasien diharapkan dapat menghilangkan nyeri
lansia mendapat Paracetamol 1g iv drip. secara efektif sesuai dengan yang
Pemberian analgesik paska operasi diharapkan karena nyeri pasca operasi
sudah memenuhi obat standar analgesik merupakan nyeri akut dan apabila tidak di
yang sebaiknya diberikan pada pasien tangani secara serius dapat berlanjut ke nyeri
pasca operasi yaitu, Pethidine (opioid kronik. Perawatan paska operasi yang tidak
lemah) + ketorolac (NSAID) untuk memadai rasa sakit terus terjadi, meskipun
nyeri sedang – berat, dan NSAID
ada kemajuan dalam teknik analgesik,
diberikan untuk nyeri ringan-sedang. menempatkan pasien yang berisiko untuk
Menurut penelitian tahun 2017 Chronic postsurgical pain (CPSP) dan
terkait penggunaan analgesik di RSUP kecacatan yang signifikan. Nyeri yang
Dr. Hasan Sadikin Bandung optimal dihasilkan dari manajemen yang
menyatakan bahwa jenis analgesik tepat dalam periode pra operasi, intraoperatif,
pasca operasi terbanyak yang digunakan dan pasca operasi dan membutuhkan
adalah kombinasi petidin dan ketorolak pendidikan yang tepat bagi dokter, perawat,
i.v. sebanyak 290 (60,9%) pasien dan penyedia layanan kesehatan lainnya, dan
yang paling sedikit digunakan adalah pasien. Pemahaman tentang patofisiologi
kombinasi tramadol dan parasetamol i.v. nyeri pasca operasi dan berbagai pilihan
sebanyak 3 pasien (0,6%). Namun yang tersedia untuk analgesia seringkali
efektifitas dari farmakologis tersebut menghasilkan prosedur khusus, multimodal
perlu dinilai lebih lanjut (Prabandari, pendekatan, mengoptimalkan penghilang
Indriasari, & Maskoen, 2018). rasa sakit, mengurangi efek samping, dan
c. Manajemen nyeri non farmakologi
menciptakan pengalaman pasien yang lebih
Manajemen nyeri non farmakologi baik (Lovich-Sapola, Smith, & Brandt,
yang tersedia di RSHS adalah intervensi 2015).
teknik relaksasi dan distraksi. Pasien a. Pasien I
kelolaan studi kasus di Ruang
200 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

Pemberian intervensi farmakologi Pada POD 3, farmakologis yang


dan nonfarmakologi pada hari operasi diberikan ketorolac 2x30mg iv. Setelah
adalah Tutofusin 500 ml + Pethidine 75 1 jam pemberian, skor NRS turun
mg + Ketorolac 30 mg drip sampai menjadi 3 (nyeri ringan) dan siang hari
habis dan teknik relaksasi dengan skor juga turun menjadi 2 (nyeri ringan).
nyeri rata-rata dari jam ke jam pada saat Setelah relaksasi skor NRS 3 (nyeri
bergerak adalah nyeri “paling berat” ringan).
dengan menggunakan VRS. b. Pasien III
Pada POD 1 dengan pemberian Pemberian intervensi farmakologi
farmakologi ketorolac 30mg/12 jam dan nonfarmakologi pada hari operasi
yang diberikan setiap jam 8 pagi dan 20 adalah Tutofusin 500 ml + Pethidine 75
malam. Keefektifan golongan obat mg + Ketorolac 30 mg dripp sampai
NSAID ini dilihat 1 jam setelah habis. Teknik relaksasi dengan skor
pemberian dengan perbaikan nilai skala nyeri rata-rata dari jam ke jam pada saat
menjadi “sangat berat”. Relaksasi bergerak adalah 5 (nyeri paling berat)
diberikan saat pasien pada skala nyeri dengan menggunakan VRS.
sangat berat dan setelah relaksasi skala Pada hari ke 1 operasi dengan
nyeri tetap berada di “sangat berat”. pemberian farmakologi Paracetamol 3 x
Pada POD 2, pemberian 1 gram (iv drip). Setelah 1 jam setelah
farmakologis yang sama tetap diberikan pemberian obat injeksi skor “paling
dengan hasil evaluasi ulang skala nyeri berat”. Setelah relaksasi intensitas nyeri
“berat”, dan setelah relaksasi pukul 11 “paling berat”.
evaluasi ulang dilakukan dan skala Pada hari ke 2 pasca operasi dengan
nyeri memburuk “sangat berat”. pemberian Paracetamol 3 x 1 gram (iv
Pada POD 3, setelah pemberian drip), 1 jam setelah pemberian intensitas
farmakologi ketorolac 30mg/12 jam nyeri “sangat berat” (VRS) dan setelah
skala nyeri tetap “berat” dibandingkan relaksasi intensitas nyeri adala “nyeri
hari sebelumnya dan setelah relaksasi ringan”.
intensitas nyeri ada perbaikan menjadi Pada hari ke 3 pasca operasi dengan
“sedang”. pemberian Paracetamol menjadi tablet
a. Pasien II dengan dosis 3 x 500gram p.o. Intesitas
Pemberian intervensi farmakologi nyeri dengan VRS 1 jam setelah
dan nonfarmakologi pada hari ke 1 analgesik adalah “nyeri ringan” dan
adalah hari operasi Tutofusin 500 ml + setelah relaksasi dengan rata-rata skor
Pethidine 75 mg + Ketorolac 30 mg drip “nyeri ringan”.
sampai habis dan teknik relaksasi c. Pasien IV
dengan skor nyeri pada hari operasi Pemberian intervensi farmakologi
menggunakan NRS rata-rata dari jam ke dan nonfarmakologi pada hari operasi
jam adalah 6 (nyeri sedang). adalah Bufivakain inj 4-15 mg/jam
Pada POD 1 operasi menggunakan dripp sampai habis dan teknik relaksasi
ketorolac 3x30mg (jam 8-13-20). Skor dengan skor nyeri pada hari operasi
NRS nyeri setelah 1 jam pemberian pagi menggunakan NRS rata-rata dari jam ke
adalah 6 (nyeri sedang), siang 5 (nyeri jam adalah 7 (nyeri berat).
sedang). Setelah relaksasi skor NRS 6 Pada hari ke 1 operasi menggunakan
(nyeri sedang) ketorolac 2x30mg iv. Setelah pemberian
Pada hari ke 2 operasi menggunakan 1 jam kemudian NRS 7 (nyeri berat),
ketorolac 3 x30mg, 1 jam setelah dan setelah tehnik relaksasi NRS 7
pemberian skor NRS rata-rata 5 (nyeri (nyeri berat).
sedang), dan siang hari NRS 4 (nyeri Pada hari ke 2 operasi menggunakan
sedang). Setelah relaksasi skor NRS 4 ketorolac 2x30mg i.v rata-rata 2 (nyeri
(nyeri sedang) sedang), dan setelah relaksasi NRS 5
(nyeri sedang).
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 201

Pada hari ke 3 operasi menggunakan NRS ≥4. Hasil penelitian didapatkan


ketorolac 2x30mg i.v dengan rata-rata 2 jenis analgesik terbanyak yang
(nyeri ringan). Keefektifan digunakan pada pasien pascaoperasi
farmakologis yang diberikan dapat elektif adalah kombinasi petidin dan
dinilai melalui intensitas nyeri yang ketorolak i.v. dan derajat nyeri pada jam
dilaporkan. Pada hari operasi, (24 jam ke-24 pascaoperasi elektif yang dialami
pasca operasi), tiga pasien mendapatkan pasien adalah nyeri ringan NRS 1–3
analgesic opioid + NSAID iv drip dan (57,8%), nyeri sedang NRS 4–6
pasien IV mendapatkan buvivakain inj, (26,9%), dan nyeri berat NRS 7–10
2 pasien (I & III) melaporkan intesitas (2,7%). Simpulan penelitian ini adalah
nyeri rata-rata VRS adalah “berat” dan efektivitas analgesik pascaoperasi di
2 lagi melaporkan skor rata-rata NRS RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
6.5 (sedang). masih belum baik karena masih terdapat
Pada hari ke 1 pasca operasi, 2 sepertiga pasien mengalami nyeri NRS
pasien melaporkan nyeri “sedang” ≥4 dari target rumah sakit 100% bebas
(VRS), dan 2 pasien melaporkan nilai nyeri (Prabandari, Indriasari, &
rata-rata NRS 6.5 (sedang) dan hasil ini Maskoen, 2018).
di kaji 1 jam setelah pemberian Beberapa faktor yang dapat
analgesik (pagi). Pada hari ke 2 pasca menyebabkan suatu analgesik tidak efektif
operasi, ke empat pasien melaporkan dalam menangani nyeri adalah: (1) sikap
nyeri “sedang”. Pada hari ke 3 pasca tenaga medis dalam melakukan perawatan
operasi, ke empat pasien melaporkan terhadap nyeri; (2) tidak ada pengkajian
intensitas nyeri “ringan” 1 jam setelah nyeri yang berulang; (3) kurang edukasi
pemberian obat. mengenai nyeri pascaoperasi; (4)
Temuan yang penulis amati bahwa komunikasi yang tidak baik antara tenaga
pada 24 jam pasca operasi pasien kesehatan dan pasien dalam penyampaian
melaporkan intensitas nyeri yang lebih rasa nyeri; (5) kurang jenis obat-obat
berat daripada hari berikutnya setelah analgesik; serta (6) kurang pengetahuan
operasi. Hal ini didukung dengan tenaga medis mengenai nyeri
temuan sebuah penelitian deskriptif (Woldehaimanot, Eshetie, Kerie, 2014).
cross sectional observational prospektif Efektifitas intervensi tehnik relaksasi
terhadap 476 pasien paska operasi dinilai setelah intervensi diberikan 2-3 jam
bertujuan untuk memberikan gambaran setelah pemberian farmakologis pada POD
mengenai analgesik yang digunakan di 1(Post-operation Day) sampai POD 3. Dari
RSUP Dr. Hasan Sadikin serta hasil yang diamati, pada hari ke 1 pasca
efektivitasnya terhadap nyeri operasi, diamati ada variasi hasil dimana
pascaoperasi (24 jam pasca operasi). pasien II & IV (usia lebih muda, operasi
Subjek penelitian dikelompokkan abdomen dan urologi) mengalami penurunan
berdasar atas jenis operasi yang intensitas nyeri setelah relaksasi dengan skor
menyebabkan nyeri ringan, sedang dan rata-rata NRS 6.5 (sedang) dan pada pasien I
berat. Jenis analgesik pascaoperasi yang & III skor rata-rata nyeri tetap pada VRS
digunakan dan skala nyeri “berat”. Respon fisiologis yang mengalami
menggunakan numeric rating scale penurunan setelah relaksasi, hanya
(NRS) dicatat. Subjek penelitian ditunjukkan oleh pasien II & III dengan
dikelompokkan berdasar atas jenis respon penurunan denyut jantung. Pada
operasi yang menyebabkan nyeri ringan, POD 2, pola yang serupa dilaporkan oleh
sedang dan berat. Jenis analgesik pasien dimana pasien II & IV melaporkan
pascaoperasi yang digunakan dan skala penurunan intensitas nyeri setelah relaksasi
nyeri menggunakan numeric rating dengan skor rata-rata NRS 4.5 (sedang), dan
scale (NRS) dicatat. Efektif bila skala pasien I melaporkan “berat” dan pasien III
nyeri menggunakan NRS pada jam ke- “sedang”. Respon fisiologis yang
24 pascaoperasi <4 dan tidak efektif bila mengalami penurunan setelah relaksasi,
202 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

hanya ditunjukkan dengan turunnya tekanan terganggu oleh suara-suara di sekitarnya dan
darah oleh pasien I, III, dan respon untuk membantu mereka konsentrasi. Para
penurunan denyut jantung pada pasien I, II, pasien didorong untuk mendengarkan
III. Pada POD 3, setelah relaksasi pasien II, rekaman sampai mereka menyatakan bahwa
III, dan IV melaporkan nyeri “ringan” dan mereka telah mempelajari latihan
pasien I melaporkan nyeri “sedang”. Respon sepenuhnya dan bisa menerapkannya dengan
fisiologis tidak ditunjukkan oleh ke empat benar. Setelah itu, pasien melakukan latihan
pasien dengan respon penurunan tekanan relaksasi untuk 30 menit, setelah itu tingkat
darah, denyut jantung, dan respirasi setelah rasa sakit dinilai kembali dan direkam.
relaksasi. Menggunakan uji Wilcoxon T, korelasi
Intervensi relaksasi merupakan tehnik Spearman nonparametric analisis, dan
merubah perilaku kognitif pasien. Perubahan analisis eta nominal dengan interval untuk
skala nyeri pada pasien bervariasi, dimana menilai data, persentase, dan analisis
penulis mengamati bahwa pasien dengan frekuensi. Tingkat nyeri ditemukan
operasi ortopedi tidak begitu menunjukkan berkurang setelah latihan relaksasi
penurunan intensitas nyeri, kemungkinan dibandingkan dengan level sebelum latihan
banyak faktor yang mempengaruhi nyeri relaksasi (p <.001). Latihan relaksasi,
pada pasien bedah ortopedi. Pada pasien metode nonfarmakologis, efektif dalam
bedah abdomen, tampaknya tehnik berhasil mengurangi rasa sakit pasca operasi dan
mengurangi nyeri berdasarkan intensitas karenanya harus dimasukkan dalam rejimen
nyeri yang dilaporkan pasien. Hal ini untuk mengontrol nyeri pasca operasi pada
didukung dengan hasil tinjauan sistematis pasien yang telah menjalani operasi perut
dan metaanalisis terhadap 12 penelitian yang bagian atas (Topcu & Findik, 2012).
masuk. Terdapat 4 teknik relaksasi Penulis tidak menemukan perubahan
digunakan masuk dalam studi: Relaksasi respon fisiologis setelah relaksasi. Hal
rahang, relaksasi Benson, relaksasi otot serupa juga ditemukan dalam sebuah
progresif (PMR) dan relaksasi sistematis. penelitian experimental terhadap 40 pasien
Terdapat 10 penelitian menunjukkan nyeri yang dibagi menjadi kelompok kontrol dan
menurun signifikan secara statistik pada intervensi. Intervensi yang diberikan adalah
kelompok relaksasi dibandingkan dengan tehnik relaksasi otot progressive (PMR),
kontrol. Data dari 422 pasien dalam hasil akhir penelitian menyatakan ada
kelompok relaksasi dan 424 pasien dalam penurunan signifikan terhadap tingkat nyeri
kelompok kontrol dikumpulkan untuk meta- (P< 0.001) tetapi tidak ada perubahan status
analisis, yang menunjukkan bahwa pasien respirasi dan tekanan darah yang ditemukan
yang menjalani operasi abdomen secara setelah pemberian teknik relaksasi
signifikan nyeri berkurang lebih besar (Chandrababu, 2012)
setelah terapi relaksasi dibandingkan
kelompok kontrol [acak: perbedaan rata-rata KESIMPULAN
standar (SMD), -1.15; 95% CI, -2,04 hingga Adapun kesimpulan dan saran dari studi
-0,26; P <0,00001). Namun, kualitas kasus mengenai pengalaman dan manajemen
keseluruhan dari studi tidak tinggi. Secara nyeri ini adalah format pengkajian berisikan
keseluruhan, meskipun ada upaya elemen COLDSPA dapat digunakan dalam
menunjukkan manfaat terapi relaksasi untuk mengkaji nyeri pasca operasi secara
segera dapat menghilangkan nyeri pada komprehensif. Berbagai macam skala nyeri
pasien pasca operasi perut, ada kekurangan yang tersedia dapat digunakan sesuai dengan
bukti ilmiah berkualitas tinggi yang kebutuhan dan karakteristik pasien itu. Bagi
mendukung penggunaan rutinnya (Ju et al., pasien lansia lebih skala VRS lebih mudah
2019). Hal ini juga didukung oleh penelitian dimengerti. Pemberian analgesic masih
sejenis yang menganalisa kefektifan teknik kurang efektif karna pasien masih belum
relaksasi pada pasien bedah abdomen bagian bebas dari nyeri, perlu dipertimbangkan
atas. Para pasien menggunakan headphone dosis dalam pemberian obat analgesic opioid
selama pelatihan untuk mencegah mereka berdasarkan intensitas nyeri yaitu sedang-
berat, dan perlu dipertimbangkan mengenai
Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204 | 203

pemberian obat secara prn (pro re nata), Chandrababu, R. (2012). Effectiveness of


dimana perawat dan pasien terlibat dalam progressive muscle relaxation technique
pengambilan keputusan untuk mengelola on pain perception among patients who
perawatan nyeri akut dan pasien merasa are subjected to abdominal surgery.
dilibatkan dan memiliki kendali atas nyeri Indian J Surg Nurs 1: 83-88, 2012.
yang dirasakan. Tatalaksana pemberian obat Denness, K. J., Carr, E. C. J., Seneviratne,
prn sudah diatur dalam standar SNARS, C., & Rae, J. M. (2017). Factors
namun pelaksanaannya membutuhkan influencing orthopedic nurses’ pain
dukungan dari manajemen dan budaya dari management: A focused ethnography.
lingkungan praktik. Manajemen non- Canadian Journal of Pain, 1(1), 226–
farmakologis (relaksasi) pada pasien nyeri 236.
akut pasca operasi dapat diberikan oleh https://doi.org/10.1080/24740527.2017.
perawat secara mandiri dengan tujuan untuk
1403285
mengurangi nyeri dan kecemasan. Namun,
disarankan untuk mengkombinasikan Garcia, J.B., Bonilla, P., Kraychette, D.C.,
dengan teknik lain karena kekurangan bukti Flores, F.C., Perez de Valtolina, E.D.,
ilmiah berkualitas tinggi yang mendukung Guerrero, C. (2017). Optimizing post-
penggunaan rutinnya. Intervensi operative pain management in Latin
farmakologis efektif mengurangi nyeri, dan America. Rev Bras Anestesiol.
intervensi non-farmakologis dapat diberikan 2017;67(4):395–403.
sebagai pelengkap untuk meningkatkan Gerbershagen, H. J., Aduckathil, S. M., J.,
keefektifan farmakologis. Perawat perlu van W. A., Peelen, L. M., Kalkman, C.
menilai intensitas nyeri pasien pasca operasi J., & Meissner, W. (2013). Pain
secara berkala agar dapat menilai Intensity on the First Day after Surgery.
keefektifan intervensi farmakologi yang Anesthesiology, (4), 934–944.
diberikan. Sesuai standar mutu pelayanan,
pasien harus bebas dari nyeri untuk Hall, G., & Gregory, J. (2016). The
mendukung pemulihan pasca operasi. assessment and management of pain in
Teknik relaksasi dan teknik lainnya juga an orthopaedic out-patient setting: A
dapat tetap diberikan untuk mengurangi case study. International Journal of
nyeri dan ketegangan otot pasca operasi. Orthopaedic and Trauma Nursing, 22,
24–28.
DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.1016/j.ijotn.2015.10.0
Abdulla, A., Adams, N., Bon, M., Elliott, 01
A.M., Gaffin, J., Jones, D., Knaggs, R.,
Martin ,D., Sampson, L., Schofield, P. Ju, W., Ren, L., Chen, J., & Du, Y. (2019).
(2013). Guidance on the Management Efficacy of relaxation therapy as an
of Pain in older People. Age And Ageing effective nursing intervention for
42 i1-i57. Doi:10-1093/ageing/afs200 post-operative pain relief in patients
undergoing abdominal surgery: A
Aslan, F.E. (2010). Pain. In: Care in the systematic review and meta-analysis.
medical and surgical diseases. Ed: Experimental and Therapeutic
Karadakovan A & Aslan FE. Nobel Medicine, 2909–2916.
Medical Bookstores, Adana, 137-158. https://doi.org/10.3892/etm.2019.7915
Barbosa, M.H., Araújo, N.F., Silva, J.A.J., Kinjo, S., Sands, L. P., Lim, E., Paul, S., &
Corrêa, T.B., Moreira, T.M., Andrade, Leung, J. M. (2012). Prediction of
E.V. (2014). Pain assessment intensity Postoperative Pain using Path Analysis
and pain relief in patients postoperative in Older Patients. J Anesth.,
orthopedic surgery. Esc Anna Nery Rev February(26 (1)), 1–8.
Enferm. 2014 Jan/Mar; 18(1):143-147. https://doi.org/10.1038/jid.2014.371
Doi: http://dx.doi.org/10.5935/1414-
8145.20140021 Magidy, M., Warrén-Stomberg, M., &
Bjerså, K. (2016). Assessment of post-
204 | Ana I. H., Early O.L., Kusman I., Nandang / Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.11 No.2 (2020) 187-204

operative pain management among Sadikin Bandung Tahun 2017. Jurnal


acutely and electively admitted patients Anestesi Perioperatif, 6(2 (1)), 98–104.
- A Swedish ward perspective. Journal Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2012).
of Evaluation in Clinical Practice, 22(2), Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi 10.
283–289. Volume 3Jakarta: EGC
https://doi.org/10.1111/jep.12475
Smith, M.T., and Muralidharan, A. (2014).
Nursing & Midwifery Council (2015). The Pain Pharmacology and
code: Professional standards of Pharmacological Management of Pain.
practice and behaviour for nurses,
midwives and nursing associates. SNARS (2018). Standar Nasional Akreditasi
Retrieved Rumah Sakit Edisi 1.
from http://www.nmc.org.uk/globalasse http://web90.opencloud.dssdi.ugm.ac.id
ts/sitedocuments/nmc- /wpcontent/uploads/sites/644/2018/05/S
publications/revised-new-nmc-code.pdf NARS-Edisi-1.pdf
Meissner, W., Coluzzi, F., Fletcher, D., Tavares, Xavier, A., de Lima, Maysa, K.,
Huygen, F., Morlion, B., Neugebauer, Rodrigues, Burgos, Tâmara, M.,
E., . . . Pergolizzi, J. (2015). Improving Cavalcanti de Lira, M. da C., &
the management of post-operative acute Queiroga, Serrano, S. (2018).
pain: priorities for change. Curr Med Evaluation of postoperative pain under
Res Opin, 31(11), 2131-2143. the nurse´s point of view. Journal of
doi:10.1185/03007995.2015.1092122 Nursing, 12(9), 3–8. Retrieved from
https://periodicos.ufpe.br/revistas/revist
Pesonen, A., Suojaranta-Ylinen, R., aenfermagem/article/view/234730
Tarkkila, P., & Rosenberg, P. H. (2008).
Applicability of tools to assess pain in Topcu, S. Y., & Findik, U. Y. (2012). Effect
elderly patients after cardiac surgery. of relaxation exercises on controlling
Acta Anaesthesiologica Scandinavica, postoperative pain. Pain Manag Nurs,
52(2), 267–273. 13(1), 11-17.
https://doi.org/10.1111/j.1399- doi:10.1016/j.pmn.2010.07.006
6576.2007.01480.x Woldehaimanot TE, Eshetie TC, Kerie MW.
Pieretti, S., Di Giannuario, A., Di Postoperative pain management among
Giovannandrea, R., Marzoli, F., Piccaro, surgically treated patients in an
G., Minosi, P., & Aloisi, A. M. (2016). Ethiopian Hospital. PLos One.
Gender differences in pain and its relief. 2014;9(7):e102835.
Ann Ist Super Sanita, 52(2), 184-189. doi:10.1371/journal.pone.0102835.
doi:10.4415/ANN_16_02_09 eCollection 2014.
Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Yudiyanta, N. K., Novitasari, R.W. (2015).
Fundamental Keperawatan. Buku 3. Assessment Nyeri. Patient Comfort
Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika Assessment Guide. CDK-226/ vol. 42
no. 3. www. 19_226Teknik-
Prabandari, D. A., Indriasari, & Maskoen, T. Assessment_Nyeri.pdf
(2018). Efektivitas Analgesik 24 Jam
Pascaoperasi Elektif di RSUP Dr. Hasan

Anda mungkin juga menyukai