Anda di halaman 1dari 12

Volume : 3

Nomor : 2
Tahun : 2018

Higher-Order Thinking Skills: Strategi Kontra Radikalisme Santri Pesantren1

Mochammad Zaka Ardiansyah1


IAIN Jember
Surel : zaka.ardiansyah@gmail.com

Radikalisme yang merasuki pesantren menurut Tan dapat dicegah dengan mendorong
pesantren menerapkan educative tradition guna mengembalikan pesantren pada wajah
aslinya, Islamic school with a smiling face, lembaga pendidikan Islam berwajah ramah.
Meski beberapa parameter educative tradition kontradiktif dengan tradisi pesantren yang
menjunjung tinggi kepatuhan total pada kiai, namun beberapa lainnya penting untuk
diterapkan, seperti mendorong santri-siswa pesantren berpikir kritis dan kreatif. Untuk
mewujudkan keduanya santri-siswa, pengelola lembaga pendidikan di bawah holding
institution pesantren seyogyanya mendesain pembelajaran yang dapat menghasilkan
siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skills/HOTS),
yakni tidak hanya puas pada hafalan dan pemahaman, namun juga mengarahkan
pembelajaran untuk menganalisis masalah dan konsep, mengevaluasi realitas lapangan
dan merumuskan problem solving atas masalah sosial. Ikhtiar ini diharapkan menjadi
solusi mencegah tekstualisme-fanatisme berpikir yang dapat menjangkit santri dan
alumni pesantren

Keywords: HOTS, thinking skills, pembelajaran kritis, problem solving, pesantren

A. PENDAHULUAN Islam yang menyatakan terdapat lebih


dari 10 pesantren yang terindikasi
Pasca melakukan pengabdian,1 di radikal.2 Ungkapan ini lebih baik dari
penghujung 2017, Penulis dikagetkan data BNPT sebelumnya yang dirilis pada
dengan pernyataan Dirjen Pendidikan penghujung 2016 yang menyatakan
bahwa 19 pesantren terindikasi
1
Paper ini adalah publikasi program bantuan
pengabdian kepada masyarakat yang diberikan
Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam
Kementerian Agama RI klaster Pengabdian Berbasis 2 Republika, “BNPT: Lebih dari 10 Pesantren
Pesantren nomor PMP/51/2016 yang dilaksanakan Terindikasi Radikal,” Republika Online, 5 Oktober
penulis dan tim, versi awal dari makalah ini 2017, https://www.republika.co.id/berita/dunia-
dipresentasikan dalam diskusi periodik dosen di islam/islam-nusantara/17/10/05/oxc4fj396-bnpt-
LP2M IAIN Jember pada 16 Februari 2017. lebih-dari-10-pesantren-terindikasi-radikal.
122| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

menyemai pemikiran radikal.3 Data ini worldview6 karena juga menguasai ilmu
membelalak mata penulis karena agama yang komprehensif, ilmu
lembaga pendidikan Islam yang sacred pengetahuan dan teknologi, namun
harus menyandang stigma profan. Dua memiliki iman dan takwa yang kokoh,7
sisi mata uang yang seharusnya tidak sehingga diharapkan tidak memiliki
selayaknya bertemu dalam satu wajah. pemahaman keagamaan yang tekstual-
Sebagai pusat penyebaran Islam4 normatif-puritan.
damai sekaligus penyelenggara Agar lembaga-lembaga pendi-
pendidikan dan pengembangan ajaran dikan Islam memiliki wajah ramah,
Islam yang mengajarkan ilmu secara (Islamic school with a smiling face), Tan
holistik,5 pesantren memiliki peran yang merekomendasikan agar lembaga-
strategis. Apabila peran ini dikelola lembaga pendidikan Islam mengim-
dengan baik, maka luaran pesantren plementasikan educative tradition yang
tidak hanya orang-orang yang ’a>lim menurutnya merupakan konsep ideal
dalam ’ulu>mu al di>n saja, namun menjadi untuk memoderasi lembaga pendidikan
manusia yang memiliki competent Islam,8 yakni konsep pendidikan Islam
yang tidak mengajarkan siswanya untuk
3 Kompas, “BNPT Incar 19 Pondok Pesantren taklid (anti-totalistic), namun juga
Terindikasi Radikal,” KOMPAS.com, diakses 10
September 2016, mengajak siswa berpikir kritis dan
http://nasional.kompas.com/read/2016/02/02/21 rasional, dan memberikan otonomi
383281/BNPT.Incar.19.Pondok.Pesantren.Terindika
untuk berpikir yang didasari oleh
si.Radikal.
4 Klasifikasi spirit pesantren merupakan antitesis religious worldview dan menyadarkan
argumentasi peneliti Islam Indonesia sebelumnya, siswanya untuk memahami perbedaan
salah satunya terhadap argumen Cliffort Geetz.
Dhofier menilai Geertz tidak konsisten dalam sosio-kultur.9 Beberapa kriteria dalam
statemennya terhadap pesantren. Menurut Dhofier, konsep ini nampak cukup hiperbolik
Geertz menyatakan bahwa pesantren melahirkan dan tidak relevan dengan kultur
lulusan yang secara agresif ditanamkan etika untuk
hidup dengan bekerja mandiri dan berdikari dengan pesantren.
pekerjaan-pekerjaan non formal, namun di sisi lain Parameter anti-totalistic dalam
Geertz menuding bahwa pesantren mengajarkan
lembaga pendidikan Islam menem-
untuk fokus pada kuburan dan ganjaran karena
banyak mengalokasikan waktunya untuk mengirim patkan educative tradition memiliki
doa ke kuburan dan memperbanyak wirid, dzikir rekahan kelemahan digunakan untuk
dan sholawat untuk mendapat ganjaran. Menurut
Dhofier, Geertz juga tidak konsisten dalam melabeli membaca tradisi pesantren. Sebagai
orang-orang pesantren sebagai “the conservative
muslims”, karena di satu sisi dia melabelinya sebagai
kelompok “santri”, namun di sisi lain ia memberikan 6 Jasser Auda, Maqasid al-Syari’ah as Philosophy of
indikator bahwa “santri pesantren” juga menerima Islamic Law: A Systems Approach (London: The
sinkretisme yang menurutnya tidak Islami dan International Institute of Islamic Thought, 2007),
digunakan untuk melabeli kelompok “abangan”. 204.
Zamakhsyari Dhofier, “The Pesantren Tradition: a 7 Siradj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial:
Study of the Role of the Kyai in the Maintenance of Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan
the Traditional Ideology of Islam in Java” (Disertasi, Aspirasi, 224.
Australia National University, 1980), xii–xvi. 8 Charlene Tan, Islamic Education and Indoctrination:
5Said Aqil Siradj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial: The Case in Indonesia (New York: Routledge, 2011),
Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi Bukan 91.
Aspirasi (Bandung: Mizan, 2006), 224. 9 Ibid., xix dan 76.
Higher-Order Thinking. . . | 123

gagasan, educative tradition mengi- namun evaluate dan create14 belum


dealkan lembaga pendidikan yang digunakan sebagai parameter, padahal
menerima kemajemukan sebagai keduanya merupakan level berpikir
realitas sosial, mengedepankan rasio- tingkat tinggi yang dapat mendorong
nalitas dan otonomi pada siswanya. seseorang untuk menjadi pemikir
Di pesantren, penerapan independen, bukan hanya follower.15
educative tradition menghadapi kendala Paper ini ingin menjawab, lebih
kultural dan belum futuristik.10 Pertama, tepatnya menawarkan bagaimana
kultur pesantren yang menempatkan konsep pendidikan anti radikalisme
kiai sebagai obyek ketundukan, hormat dengan educative tradition sebagaimana
dan kepatuhan total bertentangan tawaran Charlene Tan dapat diimple-
dengan prinsip anti-totalism, padahal mentasikan di pesantren namun dengan
sikap tersebut sine qua non pada setiap pembelajaran yang mengembangkan
pesantren yang masih memegang teguh HOTS, bukan LOTS, yang kritis dan
sikap takzim. Kepatuhan ini meluas kreatif sebagaimana level berpikir
pada guru-guru kiai, dan ulama, tingkat tinggi sebagaimana parameter
pengarang kitab.11 yang kerap menjadi level kognitif Bloom sebagaimana
tawasul do'a yang dibaca di banyak dimodifikasi Krathwohl. Meski
momen. Sikap-sikap tersebut ditanam- demikian, artikel ini belum menawarkan
kan pertama kali pada setiap santri desain kurikulum yang operasional
sebagai perantara untuk mempermudah untuk diimplementasikan karena
sampainya pancaran ilmu Tuhan penulis masih menggunakan analogi
padanya.12 materi lain yang tidak berhubungan
Kedua, sisi lain dari educative dengan materi yang terkait langsung
tradition yang patut diapresiasi adalah dengan bangunan kognitif moderat-
mendorong santri-siswa pesantren toleran-kreatif yang dapat mendorong
untuk tidak sekadar menghafal namun siswa madrasah dan santri pesantren.
memahami materi secara mandiri,13
mempertanyakan secara kritis penge-
tahuannya dan menemukan bukti
pembenaran atas materi yang dipelajari,

10 Kendala-kendala ini secara detail dianalisis 14 David R. Krathwohl, “A Revision of Bloom’s


penulis dalam artikel lain, termasuk tawaran Taxonomy: an Overview,” Theory Into Practice
solusinya. Volume 41, no. 4 (2002): 215.
11 Martin van Bruinessen, “Pesantren dan Kitab 15 Pemberian kesempatan melakukan diskusi analitik

Kuning: Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi semacam ini idealnya diberikan pada pembelajaran
Pesantren,” Jurnal Ulumul Qur’an 3, no. 4 (1992): 74. di madrasah diniah, sekolah, dan madrasah di bawah
12 Ibid. holding institution pesantren, bukan dalam
13 Tan, Islamic Education and Indoctrination: The pembelajaran bandongan yang diasuh kiai. Dalam
Case in Indonesia, 91; Bandingkan dengan karya Tan pembelajaran terakhir, pembelajaran tetap
lainnya Charlene Tan, “Educative Tradition and dilakukan searah guna melestarikan tradisi takzim,
Islamic School in Indonesia,” Journal of Arabic and hormat dan patuh total pada kiai yang menjadi
Islamic Studies, no. 14 (2014): 48. sentra keilmuan pesantren.
124| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

B. HIGHER-ORDER THINKING16: dikuasai guru dan diimplementasikan ke


TRANSMISI VS KONSTRUKSI siswa.18
PENGETAHUAN Bloom menemukan bahwa 95%
soal ujian dikembangkan hanya untuk
Bloom telah menyusun menguji kemampuan belajar terendah
taksonomi untuk mengklasifikasi level
17
siswa (hanya recall informasi).
kognitif untuk mengidentifikasi proses Menurutnya, pemahaman dan atau
kognitif tingkat tinggi. Taksonomi ini recall informasi saja tidak cukup, karena
menyediakan sebuah struktur perta- menurutnya, pengetahuan tanpa
nyaan untuk mengembangkan kemam- kemampuan untuk mengetahui menga-
puan kognitif anak. Taksonomi ini pa, kapan di mana pengetahuan itu
berguna bagi setiap guru karena dalam harus diterapkan, tidaklah berguna.19
proses pembelajaran guru kerap hanya Maka menurut Mayesky, di setiap kelas,
menggunakan pertanyaan hanya untuk mendorong pembelajaran mencapai
tujuan mengetahui (knowing) dan level kognitif lebih tinggi sangat krusial
mengingat kembali (remembering) dan mendesak untuk dilakukan, yakni
materi seperti apa, di mana, kapan, proses pembelajaran yang penuh
siapa. Apabila guru menguasai dengan kreativitas hingga menghasilkan
pertanyaan-pertanyaan dan keywords siswa-siswa kritis dan kreatif.20
dengan berbagai level kognitif --
berdasarkan level kognitif Bloom--,
maka niscaya guru dapat mendorong
pembelajaran menjadi pembelajaran
yang dapat menjadikan siswa berpikir
kritis dan berpikir kreatif. Level kognitif
Bloom merupakan continuum
keterampilan kognitif yang harus

16 Selanjutnya penulis menyebutnya dengan HOT


17 Dalam beberapa kesempatan, taksonomi kerap
dianalogikan dengan klasifikasi, padahal menurut
Bloom, taksonomi berbeda dengan klasifikasi.
Taksonomi, khususnya taksonomi jenis Aristotelian, 18 Todd R. Groff dan Thomas P Jones, Introduction to
memiliki struktur aturan khusus yang Knowledge Management: KM in Business
kompleksitasnya melebihi sistem klasifikasi. (Amsterdam: Butterworth-Heinemann, 2003), 134.
Sementara skema klasifikasi kerap memiliki banyak 19 Jan Genci, “Knowledge Assessment: Practical

“elemen” yang berubah-ubah, sementara taksonomi Example in Testing,” dalam Technical Developments
tidak. Bloom telah menyusun taksonomi dalam tiga in Education and Automation, ed. oleh Magued
domain, yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Iskander, Vikram Kapila, dan Mihammad A. Karim
Benjamin S. Bloom, ed., Taxonomy of Educational (Dordecht: Springer, 2010), 410.
Objectives: The Classification of Educational Goals, 20 Mary Mayesky, Creative Activities and Curriculum

Cognitive Domain 1 (New York: David McKay, 1956), for Young Children, Eleventh Edition (Stamford:
7 dan 17. Cengage Learning, 2015), 95.
Higher-Order Thinking. . . | 125

Eval melaksanakan pembelajaran LOTS


uatio berikut: Dalam sebuah mata pelajaran
n
Synthe renang yang diikuti oleh 40 siswa kelas
sis 8 sekolah Y, guru Fulan dan siswa
Analysis berinteraksi dalam proses pembelajaran
dalam kurun 14 kali tatap muka,
Application masing-masing tatap muka berlangsung
selama 90 menit dengan rincian materi
Comprehension sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama, siswa
Knowledge
diajak untuk “memahami” definisi
renang, pertemuan kedua, siswa diajak
Bagan 1. Piramida Kognitif Bloom.21 untuk “mengetahui” pengenalan sifat air.
Pada pertemuan ketiga, siswa diajak
Namun dalam makalah diskusi
untuk “mempelajari” jenis-jenis renang,
ini, penulis menggunakan Piramida
pertemuan keempat dan kelima, siswa
Kognitif Bloom berdasarkan Modifikasi
diajak untuk mengetahui teknik renang
Krathwohl berikut:
gaya dada, pertemuan keenam dan
ketujuh, siswa diajak untuk mengetahui
Create
teknik renang gaya punggung, dan
pertemuan kedelapan, siswa diberikan
Evaluate
soal UTS dengan format paper and pen
Analyze test. Pada pertemuan kesembilan, siswa
diajak untuk mengetahui teknik renang
Apply gaya perut. Sementara pada pertemuan
kesepuluh dan kesebelas, siswa diajak
Understand
untuk mengetahui teknik renang gaya
bebas, pada pertemuan ke tigabelas,
Remember/Know
siswa diajak untuk mengetahui teknik
renang gaya kupu-kupu. Pertemuan
Bagan 2. Piramida Kognitif Bloom terakhir, siswa diberikan soal UAS
berdasarkan Modifikasi Krathwohl.22 dengan paper and pen test.
Soal UAS yang disusun Fulan
Untuk dapat mengetahui urgensi
bertujuan menguji pemahaman siswa
mengembangkan HOTS dalam proses
terhadap materi yang telah dipelajari
pembelajaran, penulis contohkan dalam
selama satu semester. Contoh kata tanya
cerita alegoris mengenai seorang guru
yang digunakan oleh guru Fulan misal:
bernama Fulan yang mendesain dan
soal pertama apa yang dimaksud dengan
berenang? (level 1/remember/know),
21 Bloom, Taxonomy of Educational Objectives: The
Classification of Educational Goals, 18. soal kedua, sebutkan jenis-jenis gaya
22 Krathwohl, “A Revision of Bloom’s Taxonomy: an renang! (level 1/remember/know),
Overview,” 215.
126| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

ketiga, berikut ini merupakan jenis-jenis kreatif hingga level create, menerapkan
gaya renang, kecuali... (level pengetahuan dengan memproduksi
1/remember/know), soal keempat, produk atau teori secara kreatif.23
dalam renang gaya dada, bagaimana Guru yang mengajar siswa agar
cara mengangkat kepala ketika kepala di memiliki HOTS, maka guru tidak hanya
bawah air? (level 2/understand), soal sekedar mengajarkan keterampilan
kelima, jelaskan, bagaimana koordinasi “khayalan” agar siswa dapat beradaptasi
lengan dan tungkai dalam renang gaya dengan kompetensi yang dibutuhkan
punggung! (level 2/understand), soal pasar, namun guru mengajar siswa
keenam, jelaskan perbedaan posisi start untuk menjadi “manusia,”24 karena
gaya kupu-kupu dan gaya bebas! (level mengajari siswa untuk memahami
2/understand). konten dan mengajari siswa untuk
Dengan desain pembelajaran dan berpikir merupakan dua tujuan
evaluasi seperti cerita alegoris di atas, pembelajaran yang berbeda. Keduanya
pertanyaan besar yang diajukan penulis menurut Zohar saling mendukung satu
adalah, pada akhir semester, apakah dengan lainnya karena keterampilan
siswa dapat berenang? Dan dapatkah berpikir tingkat tinggi membutuhkan
siswa menganalisis hingga mampu konten yang kaya untuk dipikirkan.25
menciptakan kreasi gaya renang yang Dalam pembelajaran yang
aerodinamis, cepat dan minim gesekan memfokuskan pada pengembangan
antara tubuh dan air? Bukan kapasitas keterampilan berpikir tingkat tinggi
penulis menganalisanya, namun penulis (HOTS), alih-alih hanya mendorong
ingin mengajak pembaca ikut gelisah, siswa memahami, menguasai dan
“merasakan” bahwa desain pembe- menerapkan materi, guru idealnya
lajaran yang selama ini mainstream memfokuskan perhatian untuk menge-
digunakan oleh guru masih jar higher-level skills, yakni level 4, 5
menghasilkan siswa yang hanya dan 6, karena menurut Williams,
memiliki LOT. sesungguhnya pemahaman (compre-
HOTS adalah keterampilan hension/understand) akan di dapat
berpikir pada level tinggi dilihat dari seiring dengan proses perumusan solusi
hirarki level proses kognitif Bloom yang atas masalah (systhesis/create), begitu-
dimodifikasi oleh Krathwohl, sebaga- pun juga penerapan (application /apply)
imana penulis paparkan dalam Bagan 2.
Taksonomi kognitif Bloom telah
diterima secara luas untuk mengem- 23 Groff dan Jones, Introduction to Knowledge
bangkan keterampilan kognitif siswa. Management: KM in Business, 134.
24 Susan M. Brookhart, How To Assess Higher-Order
Piramida kognitif Bloom merupakan Thinking Skill in Your Classroom (Alexandria: ASCD,
rangkaian keterampilan berpikir, 2010), 3.
25 Anat Zohar, Higher Order Thinking in Science
dimulai dari level understand
Classrooms: Students’ Learning and Teachers’
/knowledge, mengetahui dan meng- Professional Development, vol. 22, Science &
hafalkan, bergerak meningkat semakin Technology Education Library (Dordrecht: Springer
Science+Business Media, 2004), 42.
Higher-Order Thinking. . . | 127

akan didapatkan sei-ring dengan proses Implementasi HOT dapat


evaluasi (evaluate).26 diterapkan mulai dari desain perangkat
pembelajaran, proses hingga desain
C. HOTS DI SEKOLAH DAN MADRASAH evaluasi pembelajaran yang selalu
NAUNGAN HOLDING INSTITUTION diarahkan pada proses kognitif tingkat
PESANTREN: SOLUSI KONTRA tinggi, maksudnya adalah desain, proses
RADIKALISME PEMIKIRAN pembelajaran untuk masuk pada level
kognitif 4 (analyze), 5 (evaluate) dan 6
Sebagaimana penulis paparkan di (create),30 termasuk proses
depan, agar lembaga-lembaga pendi- penilaiannya. 31
dikan Islam menjadi Islamic school with Berpikir tingkat tinggi secara
a smiling face --termasuk pesantren umum adalah mendorong kebiasaan
sebagai holding institution27--, maka Tan guru dari hanya mengajak siswa untuk
menyarankan agar lembaga pendidikan menghafal dan memahami teori menuju
Islam menggunakan educative tradi- penerapan teori. Hakikatnya, HOT
tion.28 Salah satu ciri khasnya adalah kategori transfer adalah mendorong
pembelajaran didesain aktif dengan agar pembelajaran lebih bermakna bagi
tidak hanya mengajak siswa mengha- siswa (meaningful learning).32
falkan materi dan menerimanya secara Pertama, mengembangkan desa-
tekstual, namun mengajak siswa kritis in dan evaluasi pembelajaran level 1 dan
terhadap materi yang diterima, otonom 2 (LOTS) menuju level 3 (LOTS). Dalam
untuk mengambil pendapat, dan kreatif implementasi awal ini, pembelajaran
dengan berinovasi agar ilmu penge- menuju HOT juga dapat dilakukan
tahuan yang mereka terima dapat dengan mengembangkan pembelajaran
ditransmisikan melalui produk budaya yang bermuara pada hafalan dan
populer dengan mengintegrasikan HOT pemahaman (level 1 dan 2) menuju
dalam kurikulum lembaga-lembaga pembelajaran terapan (level 3).
pendidikan di bawah naungan holding Pengembangan pembelajaran ini dapat
nya.29 disimulasikan sebagai berikut:
Seorang guru Fulan melakukan
modifikasi dari sebuah materi yang
26 Mary Williams, Madeleine Lively, dan Jane Harper,
“Higher Order Thinking Skills: Tools for Bridging the bermuara pada level 1 dan 2 (LOTS)
Gap,” Foreign Language Annals 27, no. 3 (t.t.): 406. menuju materi yang bermuara pada
27 Azyumardi Azra dan Dina Afrianty, “Pesantren and
level 3 (LOTS). Dalam mempelajari
Madrasa: Modernization of Indonesian Muslim
Society” (Workshop in Madrasa, Modernity and materi salat, guru mendesainnya dalam
Islamic Education, Boston: Boston University, 2005), 3 tatap muka. Guru menginginkan siswa
13.
28 Tan, Islamic Education and Indoctrination: The dapat memahami konsep syarat dan
Case in Indonesia, 91.
29 Azyumardi Azra, “Genealogy of Indonesian Islamic

Education: Roles in The Modernization of Muslim 30 Brookhart, How To Assess Higher-Order Thinking
Society,” Heritage of Nusantara: international Journal Skill in Your Classroom, 5.
of Religious Literature and Heritage volume 4, no. 1 31 Ibid., 42.

(Juni 2015): 98. 32 Ibid., 5.


128| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

rukun salat. Guru membuat tujuan Pembelajaran pada umumnya masih


pembelajaran “agar siswa “memahami” mengajak siswa memahami konsep,
syarat dan rukun salat” (Level namun desain pembelajaran seperti ini
2/understand), maka hendaknya proses disinyalir tidak menjadikan siswa kreatif
pembelajaran tidak hanya didorong melakukan verifikasi konten dan
untuk menghafal dan mengetahui (level menganalisis permasalahan sosial di
1) dan memahami teori (level 2). sekitarnya. Artinya, desain pembe-
Dalam penilaiannya, guru lajaran dimodifikasi dari level 2 (LOTS)
menggunakan pertanyaan dan tugas menuju level 4 atau 5 (HOTS), misalkan
dengan menggunakan kata tanya disimulasikan sebagai berikut:
operasional level 1 (apa, kapan, Dalam pembelajaran dengan
sebutkan) dan level 2 (jelaskan, kenapa, tema cinta tanah air, seorang guru A
bedakan, bagaimana). Untuk mendesain pembelajaran untuk yang
menjadikan pembelajaran HOT, mengajarkan siswa definisi cinta tanah
pembelajaran arus dimodifikasi dari air, mengajak siswa menghafal “Hadis”
menghafal dan memahami teori menuju cinta tanah air dan memahami
penerapan teori yang dipelajarinya maknanya (level 2/understand).
(level 3), sehingga tujuan pembelajaran Sementara guru B, mendesain
dapat dimodifikasi menjadi HOT dengan pembelajaran dengan mengajak siswa
mengubahnya menjadi “agar siswa melakukan verifikasi kualitas “Hadis-
mampu mempraktekkan salat” (level hadis” yang bertema cinta tanah air,
3/apply). kemudian menghafal Hadis yang
Untuk lebih jelasnya, silakan kualitasnya terbaik dan memahaminya.
dilihat ilustrasi di bawah ini: Siswa diminta guru melakukan
takhrij ungkapan yang populer sebagai
Tujuan: Tujuan:
hadis yang berbunyi “h}ubbu al wat}an
LOTS

LOTS

1) agar siswa 1) agar siswa


“memahami” syarat “memahami” syarat min al i>ma>n”. Dengan melakukan takhrij,
dan rukun salat dan rukun salat
2) agar siswa dapat
siswa akan menganalisis kualitas sanad
"mempraktekkan" dan matannya (level 4) dan dapat
salat
Asesmen:
Asesmen: memutuskan status ungkapan tersebut,
Kata tanya: apa, kapan,
sebutkan (level 1) Kata tanya level 1 dan 2 apakah Hadis daif atau mawdlu’.
jelaskan, kenapa, ditambah: praktekkan,
bedakan, bagaimana lakukan
(level 2)

Bagan 3. Perbedaan antara desain


pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran level 1 dan 2 (LOTS)
dan level 3 (LOTS)

Kedua, pengembangan desain


dan evaluasi pembelajaran level 2
(LOTS) menuju level 4 atau 5 (HOTS).
Higher-Order Thinking. . . | 129

Tujuan: Tujuan: hukum salat antariksawan di wahana

LOTS

HOTS
1) agar siswa “memahami” 1) agar siswa
konsep cinta tanah air "menganalisis" ungkapan ruang angkasa.
yang terkenal sebagai
2) agar siswa menghafal
dan memahami "hadis" hadis cinta tanh air Siswa dibimbing untuk
cinta tanah air 2) agar siswa dapat
"memahami" kandungan merumuskan solusi hukum atas kendala
Asesmen:
hadis cinta tanah air
dengan kualitas terbaik astronot dalam melakukan salat karena
Kata tanya: apa, kapan,
sebutkan (level 1) jelaskan, mereka harus mengitari bumi 16 kali
kenapa, bedakan, Asesmen:
bagaimana (level 2) Probing level 4 sehari. Guru mengarahkan dan
mendampingi siswa agar dapat
merumuskan solusi hukum untuk
Bagan 4. Perbedaan antara desain menyelesaikan masalah salat di luar
pembelajaran dan evaluasi angkasa. (level 6/create).
pembelajaran level 1 dan 2 (LOTS) Tujuan: Tujuan:

LOTS

HOTS
dan level 4 (HOTS) 1) agar siswa “memahami”
konsep salat
1) agar siswa “memahami”
konsep salat
2) agar siswa 2) agar siswa
Ketiga, pengembangan desain “mempraktikkan” salat “mempraktikkan” salat
3) agar siswa
dan evaluasi pembelajaran dari hanya Asesmen: "merumuskan solusi
hukum" salat bagi astronot
sekadar menguasai (level 2) dan
Kata tanya: apa, kapan,
sebutkan (level 1) jelaskan,
kenapa, bedakan,
menerapkan materi (level 3) (LOTS) bagaimana (level 2)
Asesmen:
Rumuskan (level 6)
menuju pembelajaran yang bermuara
pada penciptaan solusi atas masalah
(level 6) (HOTS). Pada tahap ini, guru Bagan 5. Perbedaan antara desain
mengubah desain pembelajaran yang pembelajaran dan evaluasi
hanya mendorong siswa memahami pembelajaran level 1 dan 2 (LOTS)
teori menuju pembelajaran kreatif yang dan level 6 (HOTS)
menghasilkan produk atau program
original untuk menyelesaikan masalah D. PENUTUP
kontemporer. Penerapannya misalkan:
Dalam mempelajari materi salat, Pembelajaran yang mendorong
di samping Guru mengajak siswa santri-siswa pesantren belajar dengan
mengidentifikasi masalah yang mungkin berpikir tingkat tinggi memiliki misi
terjadi pada seorang antariksawan. untuk menghindarkan santri-siswa
Analisis berjalan seru dan banyak siswa pesantren dari radikalisme. Dengan
menyumbangkan kemungkinan masalah melakukan proses analisis, evaluasi dan
yang dialami awak pesawat antariksa mengkreasi solusi atas masalah sosial
dan awak stasiun luar angkasa ISS. Guru diharapkan siswa tidak hanya belajar
kemudian membantu siswa menemukan dengan menghafal dan memahami
satu masalah menarik tentang setiap informasi yang diterima.
bagaimana cara salat para antariksawan Dalam proses pembelajaran di
yang mengelilingi bumi setiap 92 menit. lembaga pendidikan madrasah diniah,
Siswa kemudian dimotivasi melakukan sekolah, dan madrasah di bawah
bahtsul masail untuk merumuskan naungan pesantren, santri-siswa
130| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

diarahkan untuk melakukan analyze Ulum Kalisat Jember yang dilaksanakan


dengan merasionalisasi, mengkom- oleh penulis dengan tim. Artikel ini
parasi, membedakan pola antar teori dibuat berdasarkan data-data yang
dan menemukan something wrong dari ditemukan dalam program tersebut.
kehidupan sehari-hari (das sein)
berdasarkan idealitas teoritik (das F. DAFTAR REFERENSI
sollen). Materi yang dapat Auda, Jasser. Maqasid al-Syari’ah as
dikembangkan dengan analisis adalah Philosophy of Islamic Law: A
fikih perbandingan mazhab. Dengan Systems Approach. London: The
cara ini siswa diharap memahami International Institute of Islamic
sebuah teori secara kontekstual. Thought, 2007.
Siswa-santri juga diarahkan
Azra, Azyumardi. “Genealogy of
untuk melakukan evaluate dengan cara
Indonesian Islamic Education:
mengkritik, menilai dan memutuskan.
Roles in The Modernization of
Proses pembelajaran yang mewakili
Muslim Society.” Heritage of
tahap ini adalah materi takhri>j Hadis
Nusantara: international Journal
untuk jenjang SMP, MTs atau Wustha,
of Religious Literature and
atau materi kritik Hadis atau jarh} wa
Heritage volume 4, no. 1 (Juni
ta’di>l untuk jenjang SMA, MA, atau ‘Ulya.
2015).
Untuk menjadikan mereka
memiliki keterampilan berpikir yang Azra, Azyumardi, dan Dina Afrianty.
paripurna, siswa-santri didorong untuk “Pesantren and Madrasa:
melakukan proses kognitif di level Modernization of Indonesian
create, yakni merumuskan solusi atas Muslim Society.” Boston: Boston
masalah kontemporer secara kolektif. University, 2005.
Dalam tradisi pesantren, level ini dicapai
dengan melakukan bah}thul masa>il. Bloom, Benjamin S., ed. Taxonomy of
Educational Objectives: The
E. ACKNOWLEDGEMENT Classification of Educational
Goals. Cognitive Domain 1. New
Artikel ini merupakan publikasi York: David McKay, 1956.
ilmiah untuk program bantuan
pengabdian kepada masyarakat yang Brookhart, Susan M. How To Assess
diberikan Direktorat Pendidikan Tinggi Higher-Order Thinking Skill in
Keagamaan Islam Kementerian Agama Your Classroom. Alexandria:
RI klaster Pengabdian Berbasis ASCD, 2010.
Pesantren nomor PMP/51/2016 yang
berjudul Pesantren Sebagai Pusat Bruinessen, Martin van. “Pesantren dan
Komunitas Anti Radikalisme; Advokasi Kitab Kuning: Pemeliharaan dan
Komunitas Masyarakat Anti Radikalisme Kesinambungan Tradisi
dan Terorisme di Pesantren Miftahul Pesantren.” Jurnal Ulumul Qur’an
3, no. 4 (1992).
Higher-Order Thinking. . . | 131

Dhofier, Zamakhsyari. “The Pesantren 2017.


Tradition: a Study of the Role of https://www.republika.co.id/ber
the Kyai in the Maintenance of ita/dunia-islam/islam-
the Traditional Ideology of Islam nusantara/17/10/05/oxc4fj396-
in Java.” Disertasi, Australia bnpt-lebih-dari-10-pesantren-
National University, 1980. terindikasi-radikal.

Genci, Jan. “Knowledge Assessment: Siradj, Said Aqil. Tasawuf sebagai Kritik
Practical Example in Testing.” Sosial: Mengedepankan Islam
Dalam Technical Developments in sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi.
Education and Automation, Bandung: Mizan, 2006.
disunting oleh Magued Iskander,
Vikram Kapila, dan Mihammad A. Tan, Charlene. “Educative Tradition and
Karim. Dordecht: Springer, 2010. Islamic School in Indonesia.”
Journal of Arabic and Islamic
Groff, Todd R., dan Thomas P Jones. Studies, no. 14 (2014).
Introduction to Knowledge
Management: KM in Business. ———. Islamic Education and
Amsterdam: Butterworth- Indoctrination: The Case in
Heinemann, 2003. Indonesia. New York: Routledge,
2011.
Kompas. “BNPT Incar 19 Pondok
Pesantren Terindikasi Radikal.” Williams, Mary, Madeleine Lively, dan
KOMPAS.com. Diakses 10 Jane Harper. “Higher Order
September 2016. Thinking Skills: Tools for
http://nasional.kompas.com/rea Bridging the Gap.” Foreign
d/2016/02/02/21383281/BNPT Language Annals 27, no. 3 (t.t.):
.Incar.19.Pondok.Pesantren.Terin 1994.
dikasi.Radikal.
Zohar, Anat. Higher Order Thinking in
Krathwohl, David R. “A Revision of Science Classrooms: Students’
Bloom’s Taxonomy: an Learning and Teachers’
Overview.” Theory Into Practice Professional Development. Vol. 22.
Volume 41, no. 4 (2002). Science & Technology Education
Library. Dordrecht: Springer
Mayesky, Mary. Creative Activities and Science+Business Media, 2004.
Curriculum for Young Children.
Eleventh Edition. Stamford:
Cengage Learning, 2015.

Republika. “BNPT: Lebih dari 10


Pesantren Terindikasi Radikal.”
Republika Online, 5 Oktober
132| | Vol 3 No 2 Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai