Anda di halaman 1dari 8

REKAPAN LATIHAN SOAL PSIKOLOGI SOSIAL 2

1. Alda Azahra
“Kepatuhan “

Katanya engkau sunyi dan tersembunyi


Karsa serta rasa dan usaha
Tanda dimana engkau hadir
Sebagai asa dalam setiap rasa

Warnamu sering abu-abu


Rasamu tetap sama
Tundukku terkadang berbeda
Namun warnamu tetap ada

Terkadang pikiran tak sejalan dengan kenyataan


Sebagai pengaruh, mempengaruhi atau dipengaruhi
Konteksnya sama, keadaan akan berbeda
Lihatlah dan bagaimana bisa membedakan

2. Arsenius Rainhart Suroso


“Sempurnalah Aku”

Kau tau ..
Aku telah menyadari
Tak ada kondisi yang sempurna di dunia ini
Tapi juga aku telah menyadari
Aku tak..

3. Erwin

“IBU”

Oh ibu
Engkau leleahku
Engkau perintahku
Membuat lelah
Menghadirkan jengah

Ada keinginan menolak perintah


Juga melawan hinga musnah
Namun semua tiada guna
Hanya membuat diri celaka

Ibu mengajar sebaik-baiknya


Ibu mengingatkan semampunya
Semua demi tujuan kebaikan
Generasi patuh pada aturan

Tunduk aturan
Tertib kehidupan

4. Logradis De Fatima D.A


“Kaum minoritas”

Dihiasi tanpa kasih


Meratapi ketidakadilan
Luka tergores dan perih membekas
Meratapi warna riuhnya harapan

Tajam belati kesenjangan kasta


Menyayat cinta untuk marhaen
Melukai nurani di sela gigil
Saat lapar setia memanggil

Kaum kecil kian tertindas


Tersisih pada titian takdir
Cerdik menerungku hidup nan fakir
Jiwa lemah di dera getir
Nilai sosial sirna menjelang
Tergiring arus ombak kecil
Akal budi terselubung duniawi
Memadamkan lentera hati

5. Rahmad Alam
“Kekuasaan yang Melecehkan”

Dalam sebuah hening kau datang


Semua kau anggap barang
Sana-sini kau melarang
Semua orang tak berani menyerang
Mereka yang mulus kau gerayang
Kemanusiaan telah hilang

Awalnya kau jerat kata-kata menyentuh


Lalu kau wajibkan kami patuh
Mereka yang cantik kau sentuh
Jiwa mereka kau bunuh

Kuasa adalah sebuah kerusakan


Sebuah kegelapan yang disembunyikan
Mengumbarkan segala kemunafikan
Hati yang polos kau makan

Namun cahaya tak pernah sirna


Lawanlah wahai diri merana
Kepalkan tanganmu untuk melawan rahwana
Perlawanan akan membumbung buana

Mereka yang sakit harus bangkit


Mereka yang tertindas harus membalas

Jangan takut wahai bunga kecil


Kau yang memiliki tubuh kerdil
Melawan bukan suatu yang nihil
Menang bukan suatu yang mustahil
6. Risfa
“Setajam Senjata Runcing”

Di ujung senjata runcing


Setajam pedang siap menyayat
Pertaruhan nyawa menentang
Mengoyah jiwa musuh hingga gentar

Pahlawan berjuang hingga raib


Meraih kemenangan untuk kebebasan
Rasa gentar dan takut terlenyapkan
Usaha sampai tumpah darah tiada usai

Kemerdekaan telah membebaskan bekapan


Kini dapat bernapas tanpa sesak
Jasa pahlawan menjadi saksi
Siap siaga hingga merdeka

7. Rivaldi Caesar Salundik


“Harum”
Kasih …
Jangan kau layu
Tetaplah indah dengan rupamu
Jangan hilangkan senyummu

Terbanglah sebebas merpati


Teruslah menebar kebaikan
Janganlah kau hilangkan elokmu
Ini tak akan lama
Tetaplah seperti dulu
Tetap indah dengan harummu

8. Steven Aldodi Stevano


“Kekuasaan yang Menyiksa”

Jadi orang penolong saat situasi genting


Jadi pengganggu saat tenang
Selalu patuh pada tuannya
Selalu ingin di pegang di perlukan
Menjadi penghubung jarak

9. Theodora Aprilia Gloriani


Social Facilitation effect
"Lupa"
Pernah mendapati dirimu dalam ruang kecil bernama nurani?
Ingatkah akan suaranya saat terakhir kali atau...entahlah
Dia sepi, ruangnya penuh debu tak sering kau kunjungi
Kau lupa "Dia" ada

Inginku tanya "Apa gunanya itu?"


Adakah jawaban pasti darimu?
Berdiri gagah di depan,menjadi lilin bagi bayangan lain
Heroin dan antagonis dalam filmmu sendiri
Lucu kupikir

Kau kehilangan rasa aslimu


Terasa hampa saat kau panen pujian diladang
Kau merasa tak benar,tapi kau tak berbelok
Lurus hingga nurani tak nampak hidungnya.
Topengmu yang tebal buat lupa.

10. Ummi Hanifah

Kelompok Abal-Abal
Sebelum matahari menunjukkan sinarnya, Gendhis sudah bangun dan membantu Bundanya
untuk menyapu rumah, setelah itu ia baru bersiap untuk berangkat sekolah. Setiap harinya
Gendhis berangkat menggunakan sepeda motor atau kadang berangkat bersama sang
Ayah. Sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya dan biasa ia tempuh kurang lebih 15
menit untuk sampai ke sana. Gendhis sekarang duduk di bangku SMA kelas 11 IPS.
Gendhis adalah salah satu anak yang unggul di bidang akademik di kelasnya.
Gendhis sampai di sekolah 30 menit sebelum bel sekolah berbunyi, ia sampai di kelas lalu
duduk di bangkunya. “Dhis kamu dah ngerjain PR matematika yang minggu lalu belum?”
tanya Kirana sahabat sekaligus teman sebangku Gendhis. “Udah kok kenapa? Kamu belum
ngerjain emang?” tanya gendhis balik. “Udah sih, tapi yang nomor 5 aku masih bingung..,
aku boleh lihat Jawaban punya kamu gak? Please...” tanya Kirana sambil memohon pada
Gendhis. “Ya udah iya, sebentar..” Gendhis pun mengiyakan permintaan Kirana karena tidak
tega.
Setelah bel berbunyi pelajaran pun dimulai. Mata pelajaran Sosiologi adalah mata pelajaran
yang pertama di ajarkan pada hari itu. Bu Sari selaku guru sosiologi memberi tugas
kelompok pada siswa siswi kelas itu. Gendhis mendapat kelompok yang membahas tentang
ketimpangan sosial dengan anggotanya ada Kirana, Anita, Rizky, dan Tommy. Gendhis
ditunjuk sebagai ketua kelompok oleh teman-teman kelompoknya, alasan mereka karena ia
anak yang rajin dan paling pintar di antara mereka berlima.
Sepulang sekolah Gendhis meminta teman-teman kelompoknya untuk berdiskusi sebentar
di depan kelas. Gendhis dan Kirana sudah 10 menit menunggu anggota kelompoknya yang
lain, padahal Gendhis sudah mewanti-wanti mereka untuk tidak pulang lebih dulu. Akhirnya
mereka berdua memutuskan untuk pulang dan diskusi akan mereka lanjutkan di group chat
yang sudah mereka buat, atau besok saat di sekolah.
Gendhis mengirim pesan pada teman-temannya di group chat tentang tugas kelompok
tersebut. Respon dari teman-temannya hanya “terserah, aku ikut saja..”. Gendhis masih
sabar dengan jawaban-jawaban dari teman-temannya. Akhirnya ia mengirim pesan pada
Kirana untuk meminta sarannya tentang tugas tersebut. Kirana memberi saran untuk dilanjut
diskusi besok di sekolah.
Saat jam istirahat, Gendhis mengumpulkan anggota kelompoknya untuk berdiskusi tentang
tugas kelompok mereka. Setelah itu mereka semua berkumpul, minus Anita karena sedang
sakit. Akhirnya setelah berdiskusi, Gendhis memutuskan untuk mengerjakan tugas tersebut
minggu depan di rumahnya, jam 3 sore.
Hari Senin sepulang sekolah, Gendhis sudah menunggu teman-temannya itu di rumahnya.
Lalu Bundanya bertanya padanya “Dek, mana teman-temanmu? Katanya mau kerja
kelompok?”. Gendhis melihat ibunya dan menjawab “katanya mereka lagi di perjalanan Bun”
jawabnya pada Bundanya. “Ya sudah, nanti kalo teman-temanmu sudah datang bilang ke
Bunda, nanti Bunda bikinin minum, kalau gitu Bunda tinggal ke dapur dulu”. “Iya Bundaku...”
jawab Gendhis. Sepeninggal Bundanya, Kirana dan Ajeng sampai di rumahnya. Gendhis
meminta mereka duduk dan makan snack sembari menunggu ia mengambil laptop dan buku
di kamarnya.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu, Risky dan Tommy akhirnya datang ke rumah
Gendhis. Ia dan Kirana sudah mulai mengerjakan, sedangkan Anita masih sibuk main
sosmed walaupun kadang ikut menambahkan materi. Tommy dan Rizky malah bermain
game dan tidak ikut berdiskusi. Kirana sudah memberi tahu mereka untuk berhenti bermain
hp dan fokus mengerjakan tugas, tetapi hanya ditanggapi “Iya..iya.. nanggung ini masih
seru!” Tommy menjawab tetapi tetap sambil bermain game.
Tiba-tiba Anita memberitahu “Eh guys, aku sudah dijemput sama Mamaku nih, gaimana
ya?”. Mereka juga bingung dan akhirnya Rizky dan Tommy mengusulkan untuk dilanjut lain
hari saja. Mereka setuju, dan mengakhiri kerja kelompok di hari itu dengan tugas yang
belum selesai.
Setelah beberapa hari, Gendhis bertanya kembali pada anggota kelompoknya tentang
lanjutan pengerjaan tugas. Mereka lagi-lagi mengikuti usulan Gendhis, dan akhirnya mereka
mengerjakan kembali di rumahnya, di hari Sabtu siang. Setelah diskusi tersebut mereka
kembali melanjutkan kegiatan masing-masing.
Sabtu siang di rumah Gendhis. Ia sudah lama menunggu teman-temannya, tetapi sampai
saat ini hanya Kirana yang datang. Akhirnya mereka berdua melanjutkan kembali tugas
kelompok yang sempat tertunda kemarin. Kirana membuka group chat untuk memberi tahu
teman-temannya agar cepat datang, karena hari sudah mulai sore.
Anita menjawab, bahwa ia ijin tidak bisa ikut kerja kelompok karena katanya, ia sedang ada
pertemuan keluarga, itu hanya alibinya saja agar tidak ikut mengerjakan tugas tersebut.
Tommy dan Rizky memberi alasan bahwa mereka juga sedang ada acara keluarga, tetapi
sebenarnya mereka berbohong. Tommy dan Rizky mereka malah nongkrong bersama
teman-teman geng mereka, karena mereka malas mengerjakan tugas selain itu mereka juga
akan menonton club bola kesayangan mereka main.
Kirana marah karena kerja kelompok yang seharusnya dikerjakan bersama malah yang
mengerjakannya hanya dua orang dan juga ia sebenarnya tahu bahwa alasan-alasan
teman-temannya itu karena tidak mau ikut mengerjakan tugas. Gendhis juga sebenarnya
tahu tetapi ia memilih diam dan memerikan pengertian pada Kirana agar sabar, dan tetap
berpikir positif pada mereka “Udahlah Na, sabar... siapa tahu kan mereka memang benar-
benar lagi ada acara keluarga?”. “Engga Dhis, mereka pasti cuma alasan doang!” Kirana
berkata dengan emosi yang meluap.
Setelah sekian lama mereka mengerjakan, tugas tersebut akhirnya selesai. Gendhis tetap
menulis nama teman-teman mereka yang lain dan tidak mengadukan hal tersebut pada Bu
Sari selaku guru Sosiologi mereka. Sampai saat hari di mana giliran kelompok mereka
presentasi dari tugas yang sudah mereka buat. Dari cara presentasi dan penguasaan
materi, Bu Sari sudah tahu siapa saja yang ikut mengerjakan tugas, dan siapa saja yang
hanya titip nama.
Bu Sri memanggil kelompok Gendhis untuk tinggal di kelas sepulang sekolah. Bu Sri
menanyakan “Ibu mau tanya, apakah kalian benar-benar mengerjakan tugas bersama? Atau
hanya Gendhis dan Kirana saja yang mengerjakan?”. Suasana menjadi sunyi, karena
mereka sama-sama diam, dan tidak ada yang mau membuka suara. Setelah beberapa
menit mereka hanya diam akhirnya Kirana membuka suara “Iya Bu, yang mengerjakan
tugas itu sebagian besar hanya saya dan Gendhis, mereka selalu memberi alasan jika
disuruh berdiskusi Bu.”
Ketiga orang tersebut hanya diam, dan diam, “Bu, saya juga ikut ngerjain tugas kok, ya
walaupun dikit sih...” Anita membuka suara dan memberi pembelaannya. “Iya memang
kamu ikut ngerjain, tapi cuma sedikit dan malah kamu sambi main hp kan?” tanya Kirana
dengan emosinya. “Sudah-sudah, ga usah berantem!” kata Bu Sari dengan nada tegas.
“Tommy, Rizky, dan Anita, nilai kalian akan Ibu kurangi, karena kurang berkontribusi dalam
mengerjakan tugas kelompok. Tugas kelompok itu harusnya dikerjakan bersama, bukan
hanya satu, dua orang saja. Paham kalian?” Ibu Sari memberi pemahaman pada mereka.
Mereka menjawab dengan bersamaan “Iya Bu, paham”. “Kamu juga Gendhis, kalau jadi
ketua kelompok itu harus tegas, kalau seperti ini kan jadi memberatkan kalian berdua..”
nasihat Bu Sari pada Gendhis. Dengan kepala menunduk, Gendhis menjawab “Baik Bu,
akan saya perbaiki lagi untuk kedepannya”
Sepeninggal Bu Sari, Tommy, Rizky, dan Anita meminta maaf pada Gendhis dan Kirana,
karena mereka tidak ikut berpartisipasi saat mengerjakan tugas tersebut. Kirana awalnya
masih emosi, dan tidak mau memaafkan “Gak, aku enggak mau maafin mereka!”. “Na,
maafin aja kenapa? Tuhan aja maha pemaaf, masa kamu ga mau maafin kesalahan mereka
sih Na...” nasihat Gendhis pada Kirana. “Ya udah, aku maafin, tapi di jangan ulangi lagi” kata
Kirana. Akhirnya mereka berbaikan dan mulai untuk introspeksi diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai