Abstrak:studi hadits selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang dinamis dalam
setiap fase nya sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan ini saya mencoba menjelaskan
dan mendeskripsikan perkembangan studi hadits satu abad terakhir di dunia Islam. Ada
empat kecendrungan kajian hadits yang di deskripsikan pada tulisan ini, yaitu pertama studi
manuskrip kitab-kitab hadits; kedua studi polemik seputar hadits; ketiga studi kemukjizatan
ilmiah dan kemukjizatan futuristik dalam hadits; keempat pengembangan kajian takhrij hadits
A. Studi Manuskrip
Manuskrip merupakan bahan rujukan utama para akademisi dalam melakukan
penelitiannya(Diyab,1983:129-149). Untuk menyelesaikan obsesi seharusnya merujuk
pada hadits-hadits Rasul saw. dalam kitab al-Jami' ashShaghir dan al-Jami' al-Kabir,
Imam as-Suyuthi (w. 911 H/1505 M) harus merujuk kepada puluhan manuskrip yang
ada pada masanya. Begitu juga halnya dengan al-Laknawi (1264-1304 H/1847-1886
M) yang tinggal di India, ia harus mencari manuskrip-manuskrip dalam bidang hadits
sampai ke kota Makkah dan Madinah, untuk menyelesaikan karya-karya besarnya
dalam bidang studi hadits. Pada abad kesembilan belas dan awal abad keduapuluh
banyak akademisi Barat yang intens melakukan penelitian manuskrip untuk kemudian
dicetak dan digandakan.
Di awal abad ke dua puluh dan selanjutnya, penelitan manuskrip hingga
pencetakannya mempunyai peran besar bagi perkembangan studi hadits. Analisa
sejarah dan metode periwayatan serta penyeleksian hadits tidak akan bisa maksimal
tanpa didukung data-data komprehensip yang terkumpul dalam manuskrip
masnuskrip. Karenanya penelitian atas manuskrip- Perkembangan Studi Hadist
Kontemporer (Arif Chasanul Muna) 239manuskrip hadits akhirnya tidak hanya
terkonsentrasi padamanuskrip-manuskrip awal kumpulan hadits semata,
namunmanuskrip kitab rijal dan kitab mushthalah-hadits yang disusun olehulama
yang hidup sebelum masa pengarang al-Kutub as-Sittah danyang hidup setelah masa
pengarang al-Kutub as-Sittah juga banyakdiperhatikan.
B. Polemik Seputar Sunnah
Sarjan barat banyak yang mengembangkan karya nya dalam bidang hadits dengan
gerakan orientalis. Tidak bisa dipungkiri, mereka mempunyai karya yang berkembang
dan berkontribusi positif di dunia Islam di kemudian hari. Karya A. J Winsink, al-
Mu'jam al-Mufahras li al-faadzi alHadits dan Miftah Kunuuzis-Sunnah banyak
memberikan kemudahan bagi akademisi-akademisi muslim yang sedang melakukan
penelitian-penelitian dalam bidang hadits, terutama setelah dua karya itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi. Begitu juga
bibliografi yang disusun oleh Fuat Seizgin dengan judul Tarikh at-Turats al-'Arabiy
dan Cark Brockelmann (1868-1956 M/1284-1375 H) yang berjudul Geschichte der
Arabischen Litteratur sangat memudahkan para peneliti yang hendak melacak
manuskrip-masnukrip Arab yang tersebar di perpustakaan-perpustakaan di dunia
Barat dan Timur.
Tema utama yang menjadi obyek kritik para orientalis dan pemikir muslim tersebut di
antaranya adalah; [1] Sejarah perkembangan hadits sejak masa Rasul saw. hingga
pen-tadwinanan; [2] Kritik atas metodologi interaksi dengan sanad hadits; [3] Kritik
atas metodologi interaksi dengan matan; [4] Kritik atas para rawi dan tokoh dalam
studi hadits. Pendekatan yang digunakan juga beragam, dari mulai kritik historis,
analisa-kritis content matan dengan mengedepankan rasionalitas dan empirisisme atau
dengan menggunakan metode klasik yang dikembangkan.
Periode ketiga, yaitu periode para Modernis Awal: Ahmad Khan dan Muhammad Abduh.
Tantangan besar pertama terhadap sunnah di periode modern datang dari modernis besar
India, Syir Ahmad Khan, yang akhirnya menganggap seluruh hadis tidak dapat dipercaya. Ia
mengkritik tajam metode klasikl kritisme hadis, dan akhirnya percaya bahwa hanya hadis
yang berkaitan dengan masalah spiritual saja yang relevan dengan muslim kontemporer, dan
hadis yang bertalian dengan hal-hal duniawi tidaklah mengikat.
Evolusi Sayyid Ahmad Khan mengenai hadis dipengaruhi langsung oleh sarjana orientalis
dan polemik misionaris. Pada saat yang sama ia mengasimilasikan pengaruh ini kedalam pola
sikap keagamaan dasar yang telah terbentuk. Tantangan langsung dari Sayyid Ahmad Khan
mengenai sunnah dan hadis datang dari pena misionaris dan oriental Sir William Muir, Muir
perpendapat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber terpercaya bagi biografi Nabi Muhammad
Saw, potret sejati dan akurat pemikiran Nabi Muhammad Saw, Sayyid Ahmad Khan yang
terusik dengan karya muir membuat bantahan, Khan dia mempertahankan nilai kritisme
isnad; ia berpendapat bahwa Muir tidak masuk akal menisbahkan penyimpangan karena para
perawi hadis awal; dan dia menuduh bahwa lawanya telah begitu meremehkan kekuatan daya
ingat. Muhammad Abduh mulai menyatakan sikap skeptinya terhadap hadis pada sekitar
masa yang sama dengan Sayyid Ahmad Khan, namun jauh lebih hati-hati. Bukti langsung
sikap Abduh terhadap keauntetikan hadis terlihat dalam karyanya yang menyebutkan bahwa
dia memandang bahwa hanya hadis mutawatir yang mengikat. Abduh membuka pintu bagi
penilaian pribadi dalam memutuskan mana hadis yang akan diterima atau ditolak.
Isu-Isu Hadits di Era Modern
Dari dinamika pemikiran para modernis di atas dapat dipetakan mengenai isu-isu tentang
problematika hadis yang bergulir di era modern tersebut di antaranya adalah sebagaimana
berikut ini:
1. Isu tentang otentisitas Hadits
Salah satu tantangan modernitas yang sering dilontarkan untuk meragukan bahkan
menolak keberadaan hadis Nabi SAW. adalah persoalan metode klasik kritisisme
hadis yakni sistem isnad. Teori sistem isnad seringkali dituduh sebagai bikinan para
ulama’ hadis dan tidak pernah ada pada zaman Nabi SAW atau bahkan sahabat.
Dengan kata lain, sistem isnad pada dasarnya bersifat a-historis (Juynboll, 1969, hal.
2). Selain itu keraguan akan kemampuan metode klasik kritisisme hadis muncul
karena banyak ditemukan hadishadis yang absurd, tidak dapat dibenarkan secara
teologis, atau tak layak secara moral dalam koleksi shahih, shahih Bukhari maupun
Muslim (Brown, 2000). Kegagalan lain muhaddisun dengan metode klasik kritisisme,
meskipun apa yang telah mereka lakukan cukup mengagumkan, Kritik lain yang
dilontarkan oleh kritikus modern adalah bahwa asumsi dibelakang ‘ilm ar-rijal secara
esensial cacat. Argument ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya adalah cukup
sulit menilai karakter orang yang masih hidup, apalagi orang yang sudah lama
meninggal.
Tantangan modern terhadap kemaksuman rasul adalah mencoba memanusiakan Nabi
Muhammad SAW. Membawa Nabi ke bumi, menjadikan beliau sebagai manusia
biasa yang juga melakukan kesalahan, memberikan kepada penafsir modern
pleksibelitas mengenai warisan beliau. Fakta-fakta yang ada di dalam al-Qur’an juga
menunjukkan bahwa dalam beberapa kesempatan Allah menegur Nabinya yang mulia
karena melakukan hal yang keliru.
Abstrak: Salah satu keunikan yang terdapat pada tradisi keilmuan Arab-Islam adalah
penggunaan isnâd dalam setiap penyampaian berita, terutama yang menyangkut hadis
Nabi. Penggunaan isnâd yang begitu ketat menjadikan sanad sebagai sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan dari hadis itu sendiri. Sanad, karenanya, adalah bagian dari
hadis di samping perawi dan teks matan hadis.
A. Pengertian Sanad
Sanad menurut bahasa berarti bagian tanah yang tinggi di kaki gunung ,adapun secara
terminolgi, sanad adalah rangkaian para perawi yang menyampaikan matan kepada
sumber pertamanya , Selain istilah sanad, dipakai juga istilah isnâd. Kata ini masih
satu akar dengan kata sanad dengan menambah Hamzah yang berfungsi mengubah
kata kerja intransitif menjadi kata kerja transitif yang berarti “menyandarkan”.
Bentuk jamaknya asânîd Sedang secara terminologi isnâd berarti menyandarkan hadis
kepada yang mengungkapkannya
B. Urgensi Sanad
Sanad dalam agama menempati posisi paling penting, sering keluar dari mereka
ungkapan-ungkapan yang menjelaskan kedudukan, urgensi, fungsi dan lain-lain yang
berhubungan dengan sanad.
Pembahasan mengenai sanad merupakan sandaran yang sangat prinsipil dalam ilmu
hadisnya yang luhur, yakni untuk membedakan antara hadis yang diterima (maqbûl)
dan yang ditolak (mardûd). “sanad juga adalah senjata orang Mu’min; oleh karena itu,
jika ia tidak mempunyai senjata, dengan apa ia akan berperang?”10 Dalam
menyebutkan sanad, para perawi merasakan adanya kebersamaan dalam memikul
tanggung jawab periwayatan hadis.
Perlu juga kita ketahui bahwa fungsi dan tujuan lainnya dari keberadaan sanad, di
antaranya adalah: 1. Adanya kemungkinan kita untuk menelusuri kebenaran khabar,
sehingga kita dapat mengetahui hadis yang dapat diterima (maqbûl) dan yang ditolak
(mardûd). 2. Pencari hadis (ṭâlib al-ḥadîṡ) dapat menentukan derajat keṣaḥîḥ-an dan
ke-ḍa‘îf-an setiap hadis, baik hadis qaulî, fi‘lî, taqrîrî dan waṣfî. 3. Sanad menjaga
hadis dari penyelewengan, pemalsuan, perubahan-perubahan atau pengurangan.
C. Metode Para Muhaddisin dalam Mengkritik Sanad
Untuk mengkritik sanad, para ahli memfokuskan pada beberapa hal yaitu:
1. Hal-hal yang menyangkut diri para perawi berupa:
A. Kualitas pribadi perawi
B. Kapasitas intelektual perawi
Untuk dapat diterima periwayatannya, seorang perawi harus bersifat adil. Adil yang berarti
sifat yang meresap pada diri seorang perawi yang mengharuskannya membiasakan diri hidup
dalam takwa dan selalu menjaga murû’ah (wibawa).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ulama ahli hadis, Syuhudi Ismail15
mengemukakan beberapa kriteria seorang perawi yang disebut adil, yaitu: (1) beragama
Islam, (2) mukallaf, (3) melaksanakan ketentuan agama, dan (4) menjaga murû’ah.
Dan sebaliknya ada beberapa hal yang dapat merusak sifat adil seorang perawi, yaitu: (1)
suka berdusta (al-kiżb), (2) mendapat tuduhan dusta (al-tuhmah fî al-kiżb), (3) fâsiq, (4)
berbuat bid‘ah yang tidak membuatnya kafir, dan (5) tidak dikenal jelas pribadi dan keadaan
diri orang itu sebagai perawi hadis (al-jahâlah).