VALIDASI
Indikator :
1. Menentukan pengertian jujur, tujuan dan manfaatnya
2. Membaca QS Al-muthaffifin (83): 1-6, QS Al-An’am(6):152 dengan tartil
3. Mengartikan QS Al-muthaffifin (83): 1-6, QS Al-An’am(6):152 dengan benar
4. Menganalisis isi kandungan QS Al-muthaffifin (83): 1-6, QS Al-An’am(6):152 tentang jujur dalam
muamalah
5. Menyimpulkan isi kandungan QS Al-muthaffifin (83): 1-6, QS Al-An’am(6):152
6. Menghubungkan QS Al-Muthaffifin (83): 1-6, QS Al-An’am (6) : 152 tentang jujur dalam
muamalah dengan fenomena sosial
Semoga kalian tetap bersemangat belajarnya, selalu haus ilmu dan pandai melawan rasa
bosan ketika sedang belajar.
2. Review tugas pekan sebelumnya
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran
Baik anak-anak… Kita masih akan melanjutkan materi kita di bab ke-2 yaitu tentang kandungan
QS Al-An’am (6): 152 yang berisi tentang salah satunya yaitu sikap jujur dalam bermuamalah
Pada sesi pembelajaran kali ini kita akan fokuskan pembahasan pada surat Al-An’am :
152, kompetensi dasar pembelajaran kita kali ini adalah Menganalisis isi kandungan QS Al-
An’am(6):152 tentang jujur dalam muamalah dan adapun tujuan pembelajaran kita kali ini
adalah Memahami isi kandungan QS Al-An’am(6):152 tentang jujur dalam muamalah
4. Berdoa
Sebelum belajar mari kita berdoa dulu. Bismillahirrahmaanirrohiim.Rodhiitu billaahi robbaa
wabil islaami diinaa wabi muhammadin nabiyyaw warosuulaa. Robbii zidnii ‘ilman warzuqnii
fahman aamiin.
Semangaatttt….
KEGIATAN INTI:
Artinya : Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu),
dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat,
Surah Al-An'am adalah salah satu surah yang terdapat dalam Al-Qu'ran, dimana surah
tersebut diturunkan oleh Allah sesudah turunnya surah Al-Hijir. Surah Al-An'am diturunkan oleh
Allah dengan 165 ayat yang diturunkan di Mekah. Namun dari 165 ayat tersebut ada beberapa
ayat yang diurunkan di Madinah diantaranya ayat 20, 23, 91 , 93 , 114 , 141 , 151 , 152 , 153.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu
Umar, dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari Ibnu Aun, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Surat Al-An’amm diturunkan kepadaku sekaligus, dan
diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan
tasbih dan tahmid.
Lebih lengkapnya uraian tentang asbabun nuzul surat Al-An’am ini dapat dibaca pada LKS
halaman 19.
ال ْاليَتِ ِيم ِإالَّ بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسنُ َحتَّى يَ ْبلُ َغ َأ ُش َّده ْ َوالَ تَ ْق َرب
َ ُوا َم
ُ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at
hingga sampai ia dewasa
yatim dalam bahasa Arab memiliki pengertian anak yang ditinggal wafat ayahnya dan belum
mencapai baligh.
Kata “billati hiya ahsan” dapat juga di artikan “dengan cara yang paling baik”. Maksud
penggalan ayat ini adalah agar kita berhati-hati jangan sampai memakan harta anak yatim
dengan cara yang bathil atau zalim. Bahkan seharusnya orang-orang yang diberikan wasiat atau
amanat untuk mengasuh anak yatim yang memiliki harta dari warisan orang tuanya hendaknya
menjaga, mengelola bahkan mengembangkan harta tersebut agar jangan berkurang jumlahnya.
Adapun jika harta atau uang tersebut akan dikelola, hendaknya harta diinvestasikan sehingga
menghasilkan keuntungan.
Allah mewajibkan setiap yang memiliki harta untuk berzakat. Karena itu, harta anak yatim
pun wajib dizakati jika bagian (yang menjadi hak) masing-masing anak yatim tersebut mencapai
nishab. Namun, agar harta tersebut tidak habis/berkurang karena zakat setiap tahunnya, Siti
Aisyah pernah meriwayatkan agar harta tersebut dikembangkan agar menghasilkan
keuntungan. Umar RA mengatakan, "Perdagangkan harta anak yatim, agar tidak berkurang
karena dizakati.
Jika yang mengurusnya orang yang kaya, maka ia tidak perlu meminta atau menggunakan
harta yatim. Adapun jika fakir yang mengelola, ia boleh meminta dari harta itu tetapi tidak
boleh keterlaluan.
Untuk lebih memahami penggalan ayat di atas, perhatikan ayat ke 6 surat An-Nisa berikut :
ُوا ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْم َوالَهُ ْم َوالَ تَْأ ُكلُوهَا ِإس َْرافا ً َوبِدَاراً َأن ْ اح فَِإ ْن آنَ ْستُم ِّم ْنهُ ْم ُر ْشداً فَا ْدفَع ْ وا ْاليَتَا َمى َحتَّ َى ِإ َذا َبلَ ُغ
َ وا النِّ َك ْ َُوا ْبتَل
ْ ُوف فَِإ َذا َدفَ ْعتُ ْم ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْم َوالَهُ ْم فََأ ْش ِهد
ُوا َعلَ ْي ِه ْم ْأ
ِ ف َو َمن َكانَ فَقِيراً فَ ْليَ ُكلْ بِ ْال َم ْعر ْ ُِوا َو َمن َكانَ َغنِيّا ً فَ ْليَ ْستَ ْعف
ْ يَ ْكبَر
هّلل
٦﴿ ً ﴾ َو َكفَى بِا ِ َح ِسيبا
Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah
kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu
menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Kita sudah membahas kandungan surat Al-Muthaffifin pada beberapa sesi PJJ sebelumnya.
Tentu akan memudahkan kita dalam memahami maksud penggalan ayat ini. Mudah-mudahan
ananda semua masing mengingat materi tersebut. Bahwa curang dalam timbangan adalah dosa
yang Allah ancam dengan siksaan yang pedih.
Kurangnya pengetahuan (jahâlah) tentang tata cara berniaga dan berdagang yang baik dan
syar’i merupakan salah satu faktor yang melatarbelakangi praktek kecurangan dalam takaran
dan timbangan (serta perdagangan secara umum). Maka, menjadi kewajiban orang yang terjun
di dunia bisnis (perdagangan) untuk mendalami fiqh buyû (hukum-hukum jual-beli dan
muamalah Islam). Tujuannya, agar terhindar dari berbuat kecurangan, riba, dusta, kezhaliman
dan kehilangan berkah. Khalifah ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhu pernah
memperingatkan, “Orang yang belum belajar agama, sekali-kali jangan berdagang di pasar-
pasar kami”. Sahabat ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu pernah berkata, “Pedagang (pelaku
bisnis) bila tidak faqih (paham agama) maka akan terjerumus dalam riba, kemudian terjerumus
dan terjerumus (terus)”.
Dalam konteks yang lebih luas, menyempurnakan timbangan/takaran dengan adil berlaku pula
pada bidang kehidupan yang lainnya. Sebagai contoh, dalam dunia pekerjaan seorang buruh
atau pegawai jika ia menginginkan honornya utuh, namun ia datang kerja terlambat atau pulang
terlebih dahulu, ia termasuk muthaffifin yang Allâh ancam dengan kecelakaan. Sebab jika
gajinya berkurang seribu atau dua ribu rupiah saja, pasti akan berkata, “Kok kurang?”
Contoh lain, Jika suatu suatu nanti anada menjadi seorang pengusaha, kemudian berhasil
memenangkan tender sebuah proyek bangunan pabrik misalnya. Pada perjanjian kerja sama,
dengan harga proyek sekian milyar proyek akan dikerjakan dengan menggunakan bahan-bahan
kualitas grade A, pada pelaksanaanya banyak bahan-bahan yang diganti dengan kulitas yang
lebih rendah untuk mendapatakan marjin keuntungan yang lebih besar. Maka tindakan ini
termasuk kecurangan “Al-Muthaffifin” yang Allah ancam dengan siksaan yang pedih.
Kita diwajibkan untuk sangat berhati-hati dalam menimbang atau menakar. Jangan sampai
dengan sadar atau sengaja mengurangi hak orang lain dengan bathil atau zalim. Namun
bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran dan timbangannya,
tidak mengapa karena tidak disengaja”. Demikian pendapat Syaikh asy-Syinqîthi rahimahullah.
Apabila kalian mengucapkan sesuatu tentang hukum, persaksian, berita dan sebagainya,
jangan sampai condong kepada perilaku tidak adil dan tidak jujur. Lakukanlah itu tanpa melihat
hubungan kebangsaan, warna kulit, kekerabatan, dan sebagainya
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:
ِ }يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوا ِمينَ بِ ْالقِس
{ِ ْط ُشهَدَا َء هَّلِل
hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al-Maidah: 8)
Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam
semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh.
Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan
keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan
Termasuk adil dalam ucapan juga adalah ucapan dalam bentuk tulisan. Contohnya dalam
kegiatan pemilihan suara. Jika pada pemilihan Ketua OSIM ada 3 orang calon ketua, salah satu
calon tersebut adalah saudara sepupu kamu. Kamu tahu persis bahwa kemampuan atau
kapabilitas sepupu kamu masih dibawah calon yang lain dan kamu tahu bahwa calon A yang
paling layak untuk menjadi ketua, tetapi kamu tetap mencoblos sepupu kamu saat pemilihan
suara berarti kamu telah melanggar perintah ayat ini. Karena coretan atau coblosan kamu
dikertas suara adalah kesaksian kamu bahwa calon tersebut layak untuk menjadi pemimpin,
sedangkan kamu tahu persis ada calon lain yang lebih layak. Pun demikian dalam pemilihan
suara yang cakupannya lebih luas, seperti pemilihan lurah, calon anggota legislatif dan kepala
pemerintahan.
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah
diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang
diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian
harus mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian
menunaikan janji Allah.
Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian
lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tadzakkaruuna, dan sebagian yang
lain membacanya dengan tadzkuruuna.
B. KUNCI JAWABAN
1. Makiyah
2. Sebaiknya dari hasil keuntungan pengelolaan harta tersebut setelah dengan cara
diinvestasikan atau diperniagakan
3. Jika yang merawat yatim tersebut adalah orang fakir, itupun mengambil seperlunya dan
tidak berlebihan.
4. Itu adalah termasuk perbuatan curang (Al-Muthaffifin) yang diancam dengan hukuman
neraka oleh Allah. Hukumnya haram
5. Jika ada calon lain yang lebih layak dan cakap memimpin maka saya akan memilih calon
tersebut. tapi jika paman saya adalah yang paling layak dan cakap maka saya akan memilih
paman saya.