Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Hadis Tentang Kewajiban Belajar Mengajar


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hadis Tarbawi
Dosen Pengampu : Nadra Ulfah, S. Pd. M. Pd.

DISUSUN OLEH:

Zulfikar : 21.01.01.0024

Siti Marlina : 21.01.01.0090

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL-ADABI


PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayahnya , Penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul " Hadist Tentang
Kewajiban Belajar Mengajar " Penulis juga Mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini .

Makalah ini memberikan panduan dalam pembelajaran Hadist Tarbawi. Bagi


Mahasiswa untuk memahami dan mempelajari tentang kewajiban belajar mengajar.
Penulis menyadari ada kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga karya
ilmiah ini mampu memberikan pengatahuan tentang pentingnya belajar mengajar

ParungPanjang, 15 Maret 2022


Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................1
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................2
BAB I ................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN .............................................................................................................................3
A.Latar Belakang................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................3
C. Tujuan Masalah ......................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................4
A. Kewajiban Belajar ..................................................................................................................4
B. Hadist Kewajiban Menuntut Ilmu dan Mengajar......................................................................7
C. Tujuan Kewajiban Belajar dan Mengajar ............................................................................... 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................3

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wajib bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk
menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian wajib baginya
mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari
ilmu yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap
orang yang terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang
menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim
wajib mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah
kepada Allah), inabah (kembali kepala Allah), khauf (takut kepada murka Allah).
dan rida.
Alangkah bahagianya menjadi seorang muslim, karena dengannyaAllah
akan menyelamakannya dari api neraka, namun alangkah bahagianya ketika
seorang muslim memiliki ilmu, maka Allah akan mengangkat derajatnya
sebagaimana firman Nya, dalam surat Almujadilah :11 di tegaskan :

ُ ‫ٱّللُ لَكُمۡۖۡ َو ِإذَا قِي َل ٱنش ُُزواْ فَٱنش ُُزواْ َي ۡر َف ِع ه‬


‫ٱَّلل‬ َّ ‫ح‬ِ ‫س‬ َ ‫س ُحواْ فِي ۡٱل َم َجل ِِس َفٱ ۡف‬
َ ‫س ُحواْ َي ۡف‬ َّ َ‫َيَٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓواْ ِإذَا قِي َل لَكُمۡ تَف‬
‫ٱلهذِينَ َءا َمنُوا ْ ِمنكُمۡ َوٱلهذِينَ أُوت ُوا ْ ۡٱلع ِۡل َم د ََر َٰ َج ٖۚت َو ه‬
١١ ‫ير‬ٞ ِ‫ٱَّللُ بِ َما ت َ ۡع َملُونَ َخب‬
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS. Almujadilah :11).
Di samping al-Qur’an, hadits juga menguraikan mengenai perintah agar
manusia selalu melakukan pendidikan dan menuntut ilmu untuk mengembangkan
pengetahuannya. Banyak hadits yang menerangkan mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kewajiban belajar ?
2. Apa kewajiban seorang muslim dalam belajar?
3. Apa saja Hadist-hadist tentang kewajiban belajar?
4. Apa tujuan dari kewajiban belajar ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah ini dibuat dengan tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kewajiban belajar
2. Untuk mengetahui Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajarr
3. Untukmengetahui hadist-hadist tantang wajib belajar
4. Untuk mengetahui tujuan dari kewajiban belajar

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kewajiban Belajar

A. Ayat-Ayat Kewajiban Menuntut Ilmu ditinjau dari Terjemahan

Al-Qur’an tidak secara langsung mengutarakan tentang kewajiban mencari ilmu


atau mengembangkan ilmu pengetahuan, namun ayat tersebut tersirat dalam beberapa
ayat yang mengisyaratkan tentang hal itu. Dalam makalah ini penulis hanya mengambil
beberapa sampel saja, karena tidak mungkin penulis membahas secara detail semua
ayattarbiyah. Berikut ini ayat yang menunjukkan kewajiban menuntut ilmu:

Q.S.al-Alaq / 96:1-5

‫سا َن َما لَ ْم‬ ِ ْ ‫عل َّ َم‬


َ ‫اْل ْن‬ َ ‫) الَّذِي‬3( ‫) ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َر ُم‬2( ‫ق‬
َ )4( ‫عل َّ َم بِ ْالقَل َ ِم‬ ٍ َ‫سانَ مِ ْن عَل‬ ِ ْ َ‫) َخلَق‬1( َ‫ا ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّذِي َخلَق‬
َ ‫اْل ْن‬
)5( ‫يَ ْعلَ ْم‬

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.

Q.S.al-Taubah/9:122
َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمؤْ مِ نُونَ ِليَ ْنف ُِروا كَافَّةً فَلَ ْو ََل نَف ََر مِ ْن ُك ِل ف ِْرقَ ٍة مِ ْن ُه ْم‬
ِ ‫طائِفَةٌ ِليَتَفَق َّ ُهوا فِي الد‬
‫ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم إِذَا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم‬
)122( َ‫لَعَلَّ ُه ْم يَحْ ذَ ُرون‬

Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.

Q.S.al-Ghasyiyah/88:17-20

ِ ‫) َوإِلَى ْاْل َ ْر‬19( ْ‫صبَت‬


‫ض‬ ِ ُ‫ْف ن‬ ِ َ‫) َو ِإلَى ْال ِجب‬18( ْ‫ْف ُر ِفعَت‬
َ ‫ال َكي‬ َّ ‫) َوإِلَى ال‬17( ْ‫ْف ُخ ِلقَت‬
َ ‫س َماءِ َكي‬ َ ‫اْل ِب ِل َكي‬ ُ ‫أَفَ ََل يَ ْن‬
ِ ْ ‫ظ ُرونَ ِإلَى‬
ْ‫ت‬
)20( ‫ْف سُطِ َح‬ َ ‫َكي‬
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan
bumi bagaimana ia dihamparkan?

Perhatikan, terjemahan di atas, nampaknya tidak mengapresiasikan proses atau


perintah menuntut ilmu kecuali ayat yang penulis eksplore pada bagian pertama dan
kedua, dan itupun memerlukan pemikiran dan penghayatan yang lebih jeli lagi. Kita
ambil contoh perintah bacalah, tentunya menunjukkan proses membaca yang harus
dilakukan oleh seorang manusia. Kata yang mengilhami adanya kompetensi dalam ayat
tersebut adalah kata iqra’. Kata iqra’ berasal dari kata qara’a pada mulanya berarti
menghimpun. Kemudian lafadz tersebut diartikan dengan arti membaca. Namun
sebagaimana konteks pada saat itu, Nabi dalam keadaan ummi, maka dari itu menurut

4
penulis ini merupakan perintah kepada Nabi untuk membaca yang tersirat. Dan ini
berimplikasi kepada seluruh manusia yaitu perintah mengembangkan ilmu pengetahuan.

Terlebih lagi pada ayat yang terdapat dalam surat al-Ghasiyah tersebut. Ayat
tersebut hanya merupakan pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban, namun
membutuhkan pemikiran. Kalau ahli bahasa tentunya dapat memaham bahwa pertanyaan
yang tidak memerlukan jawaban tersebut merupakan perintah untuk berpikir dan selalu
mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun penguasaan ilmu pengetahuan tersebut harus
dilandasi dengan niat yang benar, yaitu karena Allah. Tanpa niat karena Allah, maka apa
yang dilakukan oleh pendidik tidak akan mempunyai arti apa-apa.

Maka dapat dikatakan jika dalam terjemahan belum dapat dilihat langsung
perintah atau kewajiban belajar atau menuntut ilmu, kecuali bagi orang-orang yang
berpikir dan meneliti tentang al-Qur’an.

2. Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar

a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorrub (mendekatkan) diri kepada
Allah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan
jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela, seperti terdapat dalam
Q.S. Adz-dzariyat ayat 56 yaitu:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku (Q.S. Adz-dzariyat : 56).
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan dengan masalah ukhrawi.
Dalam hal ini Allah berfirman:
٤ ‫ر لَّكَ مِ َن ۡٱْلُولَى‬ٞ ‫َولَ ۡۡلَٰٓخِ َرة ُ خ َۡي‬
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(permulaan)(QS.Ar-rahman:4)
c. Bersikap tawadhu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentinga pribadi
untuk kepentingan pendidikannya.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran
e. Mempeljari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk tujuan ukhrawi maupun untuk
duniawi.
f. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju
pelajaran yang sulit.
g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga anak didik memmliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
i. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

5
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat
bermanfaat dalam kehidupan dunia akhirat.
k. Anak didik harus tunduk pada nasihat pendidik.

bahwasanya yang tidak kalah penting juga dalam kewajiban seorang muslim dalam
menuntut ilmu adalah memperhatikan adab-adab dalam menuntut ilmu.

Dalam surat al-Hujurat ayat 1-5 ditegaskan pula:

ۡ‫ ي ََٰٓأَيُّ َهاٱلَّذِي َن َءا َمنُواْ ََل ت َۡرفَعُ َٰٓواْ أَصۡ َوتَكُم‬١ ‫ِيم‬ٞ ‫عل‬
َ ‫سمِ ي ٌع‬
َ َ‫ٱّلل‬ َّ ‫يََٰٓأَيُّ َهاٱلَّذِي َن َءا َمنُواْ ََل تُقَ ِد ُمواْ بَ ۡي َن يَدَي ِ ٱّللَّ ِ َو َرسُو ِل ِۖۡۦه َوٱتَّقُواْٱّللَّ ه َ ِإ َّن‬
َ‫ ِإنَّٱلَّذِي َن يَغُضُّون‬٢ َ‫عۡض أَن ت َحۡ بَطَ أ َ ۡع َملُ ُكمۡ َوأ َنتُمۡ ََل ت َۡشعُ ُرون‬ ٍ َ‫ض ُكمۡ ِلب‬ ِ ۡ‫ت ٱلنَّ ِبي ِ َو ََل ت َجۡ َه ُرواْ لَ ۥهُ ِب ۡٱلقَ ۡو ِل َك َجهۡ ِر بَع‬ َ َ‫فَ ۡوق‬
ِ ‫ص ۡو‬
ۡ َّ َ ۡ ُ َّ َٰٓ ُ
‫ت‬ َٰٓ َّ
ِ ‫ إِنٱلذِينَ يُنَادُونَكَ مِ ن َو َراءِ ٱل ُح ُج َر‬٣ ‫عظِ ي ٌم‬ ۡ‫ج‬ ٞ ۡ َ ‫ه‬ َّ ُ َّ
َ ‫ٱّلل أ ْولئِكَ ٱلذِين َٱمۡ ت َ َحنَٱّللُ قلوبَ ُهمۡ ِللتق َوى ل ُهم َّمغف َِرة َوأ ٌر‬ َ َّ
ِ ‫ُول‬ ِ ‫أَصۡ َوت َ ُهمۡ عِندَ َرس‬
٥ ‫يم‬ٞ ِ‫ور َّرح‬ ُ
ٞ ‫غف‬ ‫ه‬ َّ ۡ َ ۡ َ ۡ
َّ ‫صبَ ُروا َحتى ت َخ ُر َج إِلي ِهمۡ لكَانَ خَي ٗرا ل ُهمۡ َو‬
َ ُ‫ٱّلل‬ َّ ْ َ ۡ‫ َول ۡو أن ُهم‬٤ ‫أ َ ۡكث َ ُر ُهمۡ ََل يَعۡ ِقلُو َن‬
َّ َ َ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana
kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala)
amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.

Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah


orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar.

Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan


mereka tidak mengerti.

Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka
sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Ayat ini menggambarkan tuntunan bagaimana seharusnya orang-orangmukmin


atau para sahabat bersikap dan bergaul dengan Nabi Muhammad.

Ada beberapa etika yang harus mereka jaga dan patuhi ketika berinteraksi dengan
Nabi, yaitu sebaga berikut:

a. Orang mukmin tidak boleh mendahului ketetapan Rasul.


b. Orang mukmin dilarang meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara nabi.
c. Janganlah orang mukmin memanggil Nabi seperti memanggil teman atau orang
lainnya.

6
Dengan demikian, paling tidak ada empat kewajiban yang harus dijaga oleh
seorang muslim dalam belajar atau menuntut ilmu, yaitu:

a. Kepercayaan dan keyakinan seorang muslim kepada gurunya, dimana guru memang
layak mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam
melaksanakan pembelajaran.
b. Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja
yang timbul dalam proses pembelajaran.
c. Seorang peserta didik, terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh
meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat
mengganggu proses pembelajaran.
d. Peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil teman sebaya.

3. Hadits Kewajiban Belajar Dan Mengajar

a. Hadist Kewajiban Menuntut Ilmu


َ‫سمِ ْعتُ ُمعَا ِويَة‬ َ ‫الرحْ َم ِن‬َّ ‫عبْ ِد‬ َ ُ‫ب قَا َل قَا َل ُح َم ْيد ُ بْن‬ ٍ ‫ع ْن اب ِْن ِش َها‬ َ ‫س‬ َ ُ‫ع ْن يُون‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫عفَي ٍْر قَا َل َحدَّثَنَا ا ْب ُن َو ْه‬ ُ ‫سعِيد ُ ْب ُن‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫َّللاُ يُعْطِ ي َولَ ْن‬ َ
َّ ‫ِين َوإِنَّ َما أنَا قَا ِس ٌم َو‬ َّ ْ‫سل َم يَقُو ُل َم ْن ي ُِرد‬
ِ ‫َّللاُ بِ ِه َخي ًْرا يُف َِق ْههُ فِي الد‬ َّ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ َ ‫ي‬ َّ ِ‫سمِ ْعتُ النَّب‬ َ ‫خَطِ يبًا يَقُو ُل‬
ِ َّ ‫ي أ َ ْم ُر‬
‫َّللا‬ ‫ت‬
ِ ْ‫َّللا ََل يَض ُُّرهُ ْم َم ْن خَالَفَ ُه ْم َحت َّى يَأ‬ِ َّ ‫ر‬
ِ ‫م‬
ْ َ ‫أ‬ ‫ى‬َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ً ‫ة‬ ‫م‬
َ ‫ئ‬
ِ ‫ا‬َ ‫ق‬ ُ ‫ة‬‫م‬َّ ُ ‫تَ زَ ا َل َه ِذ ِه ْاْل‬
َ
Artinya: Barang siapa yang Allah menghendaki dia baik maka Allah akan
memahamkannya dalam masalah agama, dan aku adalah orang yang bersumpah, allah
akan memberi dan ketika umat ini tidak akan bergeser untuk mendirikan perintah allah
maka orang yang berbeda dengan umat ini tidak akan membahayakannya sehingga
datang perkara Allah.

‫سل َّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َرسُو ُل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫ِح‬
ٍ ‫صال‬َ ‫ع ْن أَبِي‬ َ ‫ع ْن ْاْل َ ْع َم ِش‬ َ ُ ‫س َحدَّثَنَا زَ ائِدَة‬َ ُ‫َحدَّثَنَا أَحْ َمد ُ بْنُ يُون‬
ُ‫سبُه‬َ َ‫ع ِب ِه ن‬ َ ‫ط ِري َق ْال َجنَّ ِة َو َم ْن أ َ ْبطَأ َ ِب ِه‬
ْ ‫ع َملُهُ ل َ ْم يُس ِْر‬ َ ‫َّللاُ لَه ُ ِب ِه‬ َ ‫طلُبُ فِي ِه ع ِْل ًما ِإ ََّل‬
َّ ‫س َّه َل‬ ْ َ‫ط ِريقًا ي‬
َ ُ‫َما مِ ْن َر ُج ٍل يَ ْسلُك‬

Artinya: Tidak ada seorang laki-laki yang berjalan dijalan untuk mencari ilmu kecuali
Allah mempermudah jalannya jalannya ke surga, barang siapa yang kendor amalnya
nasabnya tidak akan mempercepatnya.

‫صلَّى َّللاَّ ُ عَلَ ْي ِه‬


َ ِ َّ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َرسُو ُل َّللا‬ َ ٍ‫صالِح‬َ ‫ع ْن أَبِي‬ َ ‫ع ْن ْاْل َ ْع َم ِش‬ َ ُ ‫غي ََْلنَ َحدَّثَنَا أَبُو أ‬
َ َ ‫سا َمة‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا َمحْ ُمود ُ بْن‬
‫س ٌن‬ ٌ ‫سى َهذَا َحد‬
َ ‫ِيث َح‬ َ ْ
َ ‫ط ِريقًا إِلَى ال َجنَّ ِة ق َا َل أبُو عِي‬
َ ُ‫َّللاُ لَه‬ َ ‫س فِي ِه ع ِْل ًما‬
َّ ‫س َّه َل‬ ُ ِ‫ط ِريقًا يَ ْلتَم‬ َ ‫سلَّ َم َم ْن‬
َ َ‫سلَك‬ َ ‫َو‬
Artinya: Barang siapa yang berjalan di jalan untuk mencari ilmu kecuali Allah
mempermudah jalannya jalannya ke surga.

َ‫ص ْف َوا َن بْن‬َ ُ‫ع ْن ِز ِر ب ِْن ُحبَي ٍْش قَا َل أَت َ ْيت‬ َ ‫اص ِم ب ِْن أ َ ِبي النَّ ُجو ِد‬
ِ ‫ع‬َ ‫ع ْن‬ َ ‫ق أ َ ْنبَأَن َا َم ْع َم ٌر‬ ِ ‫الر َّزا‬
َّ ُ ‫ع ْبد‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ بْنُ يَحْ يَى َحدَّثَنَا‬
ْ ُ َّ
ِ ‫عل ْي ِه َوسَل َم يَقو ُل َما مِ ن خ‬ َ َّ
َ ُ َّ‫صلى َّللا‬ َ ِ َّ‫سمِ ْعتُ َرسُو َل َّللا‬ َ َ ْ ْ ُ ْ ُ ْ ُ
َ ‫ي فَقَا َل َما َجا َء بِكَ قلتُ أنبِط العِل َم قا َل فإِنِي‬ َّ ‫َّال ْال ُم َرا ِد‬
ٍ‫َارج‬ ٍ ‫عس‬ َ
‫صنَ ُع‬ َ ُ ْ َ
ْ َ ‫ضعَتْ لهُ ال َم ََلئِ َكة أجْ نِ َحت َ َها ِرضًا بِ َما ي‬ َّ ْ ْ
َ ‫ب العِل ِم إَِل َو‬ َ َ
ِ ‫خ ََر َج مِ ْن بَ ْيتِ ِه فِي طل‬
Artinya: Tidak ada orang yang keluar untuk mencari ilmu kecuali malaikat meletakkan
sayapnya kepada orang tersebut karena ridho dengan apa ya ng diperbuatnya.

7
‫ع ْن‬‫س ْخبَ َرة َ َ‬ ‫ع ْب ِد َّ ِ‬
‫َّللا ب ِْن َ‬ ‫ع ْن َ‬ ‫ي َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ بْنُ ْال ُمعَلَّى َحدَّثَنَا ِزيَادُ بْنُ َخ ْيث َ َمةَ َ‬
‫ع ْن أ َ ِبي د َ ُاود َ َ‬ ‫الر ِاز ُّ‬ ‫َحدَّثَنَا ُم َح َّمد ُ بْنُ ُح َم ْي ٍد َّ‬
‫ف‬ ‫ضعِي ُ‬ ‫ٌ‬
‫سى هَذا َحدِيث َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ضى قا َل أبُو عِي َ‬ ‫ارة ِل َما َم َ‬ ‫ً‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ب العِل َم كَا َن كف َ‬‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫سل َم قا َل َمن طل َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫عل ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى ُ َ‬
‫َّللاَّ‬ ‫ع ْن النَّبِي ِ َ‬ ‫س ْخبَ َرة َ َ‬ ‫َ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ير ش َْيءٍ َو ََل ِْلبِي ِه َوا ْس ُم أبِي د َ ُاود َ نُفَ ْي ٌع اْل ْع َمى‬ ‫ْ‬
‫سخبَ َرة َ َكبِ َ‬‫ف ِلعَ ْب ِد َّللاَّ ِ ب ِْن َ‬ ‫ث َو ََل نَ ْع ِر ُ‬ ‫ْ‬
‫ف فِي ال َحدِي ِ‬ ‫ضعَّ ُ‬‫اْل ْسنَا ِد أَبُو د َ ُاود َ يُ َ‬ ‫ِْ‬
‫غ ْي ُر َواحِ ٍد مِ ْن أ َ ْه ِل ْالعِلْ ِم‬ ‫تَكَلَّ َم فِي ِه قَت َادَة ُ َو َ‬

‫‪Artinya: Barang siapa yang mencari ilmu maka ilmu itu akan menjadi tebusan sesuatu‬‬
‫‪yang terdahulu.‬‬

‫ع ْن خَا ِل ِد ب ِْن‬ ‫ُّوب الس َّْختِيَانِي ِ َ‬ ‫ع ْن أَي َ‬ ‫اركِ َ‬ ‫ي بْنُ ْال ُمبَ َ‬ ‫ي َحدَّثَنَا َ‬
‫ع ِل ُّ‬ ‫عبَّا ٍد ْال ُهنَائِ ُّ‬
‫علِي ٍ َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ بْنُ َ‬‫ص ِر ب ِْن َ‬ ‫ي بْنُ نَ ْ‬ ‫ع ِل ُّ‬‫َحدَّثَنَا َ‬
‫َّللا فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْقعَدَهُ مِ ْن الن َّ ِار‬
‫غي َْر َِّ‬ ‫سلَّ َم قَا َل َم ْن ت َعَل َّ َم ع ِْل ًما ِلغَي ِْر َِّ‬
‫َّللا أ َ ْو أ َ َرادَ ِب ِه َ‬ ‫و‬ ‫ه‬‫ي‬‫ْ‬
‫ُ َ ِ َ َ‬‫َ‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫َّ‬
‫َّللا‬ ‫ى‬ ‫َّ‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬
‫ِ ِ َ‬ ‫ب‬ ‫َّ‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫م‬‫ع‬
‫ِ َُ َ َ‬ ‫ْن‬‫ب‬‫ا‬ ‫ن‬‫ْ‬ ‫ع‬
‫د َُريْكٍ َ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َّ‬
‫ُّوب إَِل مِ ن هَذا ال َوجْ ِه‬ ‫ث أي َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫س غ َِريبٌ َل نَ ْع ِرفهُ مِ ن َحدِي ِ‬ ‫نٌ‬ ‫ٌ‬
‫سى هَذا َحدِيث َح َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫عن َجابِ ٍر قا َل أبُو عِي َ‬ ‫ْ‬ ‫َوفِي ْالبَاب َ‬
‫‪Artinya: Barang siapa yang mencari ilmu bukan karena Allah atau menghendaki selain‬‬
‫‪Allah maka hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.‬‬

‫َّاس قَا َل ق َا َل َرسُو ُل َّ‬


‫َّللاِ‬ ‫عب ٍ‬ ‫ع ْن اب ِْن َ‬
‫ع ْن ُم َجا ِه ٍد َ‬ ‫ح ْبنُ َجنَاحٍ أَبُو َ‬
‫س ْع ٍد َ‬ ‫ع َّم ٍار َحدَّثَنَا ْال َولِيدُ ْب ُن ُم ْسل ٍِم َحدَّثَنَا َر ْو ُ‬ ‫َحدَّثَنَا ِهشَا ُم بْنُ َ‬
‫عابِ ٍد‬
‫َ‬ ‫فِ‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ْ‬
‫ن‬ ‫مِ‬ ‫ان‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ط‬ ‫ي‬
‫ْ‬ ‫َّ‬
‫ش‬ ‫ال‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫د‬ ‫ش‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫ٌ‬ ‫د‬ ‫احِ‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ٌ‬ ‫ه‬‫ِي‬
‫ق‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫َّ‬ ‫ل‬‫س‬ ‫صلَّى َّللاَّ ُ َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ َ‬ ‫َ‬
‫‪Artinya: Orang alim fiqih satu lebih berat dari pada seribu ahli ibadah menurut setan.‬‬

‫ع ْن أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ قَا َل قَا َل‬ ‫ِيرينَ َ‬ ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ْب ِن س ِ‬‫ير َ‬‫ِير ْبنُ ِش ْنظِ ٍ‬ ‫سلَ ْي َمانَ َحدَّثَنَا َكث ُ‬ ‫ص بْنُ ُ‬ ‫ع َّم ٍار َحدَّثَنَا َح ْف ُ‬ ‫َحدَّثَنَا ِهشَا ُم بْنُ َ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫غي ِْر أ ْه ِل ِه َك ُمقَ ِل ِد ال َخن َِاز ِ‬
‫ير ال َج ْوه ََر‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ض ُع العِل ِم ِعنْد َ َ‬ ‫على ُك ِل ُم ْس ِل ٍم َو َوا ِ‬ ‫َ‬ ‫ٌ‬
‫ضة َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫سل َم طلبُ العِل ِم فَ ِري َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ عَل ْي ِه َو َ‬ ‫َرسُو ُل َّ ِ‬
‫َّللا َ‬
‫َواللُّؤْ ل ُ َؤ َوالذَّه َ‬
‫َب‬

‫‪Artinya: Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim, dan meletakkan‬‬
‫‪ilmu pada selain ahlinya seperti halnya mengalungi babi hutan dengan permata, mutiara‬‬
‫‪dan emas.‬‬

‫‪b. Hadist Kewajiban Mengajar‬‬

‫علَى ِع ْلمِ ِه‬ ‫علَى َج ْه ِل ِه َو ََل ِللْعَال ِِم ا َ ْن يَ ْ‬


‫س ُك َن َ‬ ‫ََل يَتْبَ ِغ ِل ْلجَا ِه ِل ا َ ْن يَ ْ‬
‫س ُك َن َ‬
‫‪"Tidak pantas bagi orang yang bodoh itu mendiamkan kebodohannya dan tidak pantas pula‬‬
‫)‪orang yang berilmu mendiamkan ilmunya." (HR. Ath-Thabrani‬‬

‫س ٍن‬ ‫مِن أ َدَ ٍ‬


‫ب َح َ‬ ‫مِن نَحْ ٍل أ َ ْف َ‬
‫ض َل ْ‬ ‫َما نَ َح َل َوا ِل ٌد َولَدًا ْ‬
‫‪"Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan‬‬
‫)‪yang baik. (HR. Al-Hakim‬‬

‫علَى ِص ْبيَانَ ُك ْم أ َ هو َل َك ِل َم ٍة بِالَ إِلَهَ اَِله للا ُ‬


‫اِ ْفتَح ُْوا َ‬
‫)‪“Ajarkanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian 'La ilaha Illallah." (HR. Al-Hakim‬‬

‫سل َّ َم ‪ْ :‬العَا ِل ُم يَ ْنت َ ِف ُع بِع ِْلمِ ِه َخي ٌْر مِ ْن ا َ ْلفِ عَابِ ٍد َ‬


‫(ر َواهُ الدَّ ْيل َ ِم )‬ ‫صلَّى هللاُ َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫ع ْنهُ قَا َل ‪ :‬قَا َل َرس ُْو ُل هللاِ َ‬
‫ي هللاُ َ‬
‫ض َ‬ ‫ع ْن َ‬
‫علِي ٍ َر ِ‬ ‫َ‬
‫‪Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Orang-orang yang berilmu‬‬
‫‪kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu‬‬
‫)‪orang yang beribadah atau ahli ibadah. (H.R Ad-Dailami‬‬

‫اْل ِعلْ ُم خا َزَ ائِ ٌن‪َ ،‬ومِ ْفت َا ُح َها ال ُّ‬


‫س َؤا ُل‪ ،‬فَا ْسأ َلُوا يَ ْر َح َم ُك َما هللاُ‪ ،‬فَإِنَّهُ يُ َؤ ِج ُر فِ ْي ِه ا َ ْربَعَةٌ – ال َّ‬
‫سا ئِ ُل‪َ ،‬واْل ُم ْست َمِ ُع‪ ،‬والمحب لهم (رواه‬
‫ابو نعيم عن على)‬

‫‪8‬‬
Artinya:”Ilmu adalah gudang dan kuci pembuka gudang tersebut adalah pertanyaan/
permintaan. Maka kalian bertanyalah (pada guru / ulama) maka kalian akan di rahmat
Allah, sesungguhnya ada empat orang yang akan mendapat /diberi pahala yaitu, orang
yang bertanya, yang mengajarkan, yang mendengarkan, dan yang mencintai pada orang-
orang tersebut. (H.R. Abu Nua’im dari Ali).
Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa:

ُ‫ع َم ًَل أ َ ْن يُتْ ِقنَه‬


َ ‫عمِ َل أ َ َحدُ ُك ْم‬
َ ‫اركَ َوتَعَالَى يُحِ بُّ إِذَا‬ َّ
َ َ‫إن هللاَ تَب‬
Artinya: Rasulullah SAW bersabda:“Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang
dari kalian bekerja, maka ia itqân (profesional) dalam pekerjaannya” (HR Baihaqi).

‫ او لها بعلم العلماء والثانى بعدل اْل مراء والثالث بسخاوة‬:‫ قوام الد نيا بأربعة اشياء‬:‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫اْلغنياء والرابع بدعوة الفقراء ولو َل دعاء الفقراء لهلك اْل غنياء ولوعدل اْلمراء ْل كل بعض الناس بعضا كما يأ‬
)‫كل الذنب الغنم (الحديث‬
Artinya:“Berdiri tegaknya dunia dengan empat hal: 1) dengan ilmu para ulama (guru) 2)
dengan adilnya pemimpin, 3) dengan murahnya agniya (orang kaya), 4) dengan do’anya
orang fakir. Jika bukan / tidak karena ilmunya ulama (guru) maka rusaklah orang-orang
bodoh, dan jika bukan karena murahnya orang kaya maka rusaklah orang-orang fakir,
dan jika bukan karena do’anya orang fakir maka rusaklah orang kaya, dan jika tidak
dengan adilnya pemimpin maka manusia satu sama lain akan saling tindas dan
binasakan / saling terkam, seperti serigala menerkam kambing”.

‫ فأنبتت الكَل‬،‫ كمثل غيث اصاب ارضا فكا نت منها طا ئفة طيبة قبلت الماء‬،‫مثل ما بعثني هللا به من الهدى والعلم‬
‫ واصاب طا ئفة منها‬،‫والعشب الكشير وكان منها طا ئفة طيبة قبلتالماء فنفع هللا بها الناس فشربوا منها وسقوا وزرعوا‬
..‫ ومثل من لم يرضع بذالك رأسا ولم يقبل هدى هللا الذي ارسلت به‬،‫ فعلم وعلم‬،‫ انما هي قيان َل تمسك ماء‬،‫اخرى‬
)‫(زواه ابو موس اَل شعرى‬
Artinya:“Perumpamaan tuntunan hidayah dan ilmu yang diutuskan Allah padaku
bagaikan hujan yang turun ke tanah ada tanah yang subur menerima air, dan
menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak, dan ada yang kering hanya dapat
menahan air sehingga orang dapat mengambil minum dan mengairi tanaman, dan ada
yang keras tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
Demikianlah contoh orang yang dapat mengerti agama Allah dan memanfaatkan akan
apa yang di utus aku (Nabi) dengannya oleh Allah, lalu belajar dan mengajar dan
perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepala dengan tidak belajar dan mengajar,
dan ada orang yang sama sekali tidak dapat petunjuk ajaran Allah”. (H.R. Abu Musa Al-
As’ary)
‫ من دعاء الى هدى كان له مثل اجور من تبعه َل‬:‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬
)‫ينقص ذلك من اجورهم شياء (رواه مسلم‬

Artinya: “Dari Abi Hurairah RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: siapa yang
memberi petunjuk ke jalan yang baik (dengan ilmunya) maka ia akan mendapat pahala
seperti yang di dapatkan oleh orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun”. (H.R.
Muslim)
َ ‫(ر َواهُ اَب ُْو ْال َح‬
)‫س ْن‬ َ ‫ت َجزَ ا ًء ِب َج ْم ِع ْالع ِْل ِم َحتَّى تَعَ َّملُ ْوا‬ ِ ‫تَعَلَّ ُم ْوا مِ َن ْالعِلْ ِم َما ِشئْت ُ ْم فَ َو‬
ِ ْ‫هللا ََل تُؤ‬

“Belajarlah kalian semua atas ilmu yang kalian inginkan, maka demi Allah tidak akan
diberikan pahala kalian sebab mengumpulkan ilmu sehingga kamu mengamalkannya.
(HR. Abu Hasan)
َ ‫ ب َ ِلغُ ْوا‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫عنِى َولَ ْو اَيَةً َو َح ِدث ُ ْوا‬
‫ع ْن بَن ِْي‬ َ ‫صلَّى هللاُ عَلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫ قَا َل َرس ُْو ُل هللا‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫ع ْب ِدهللاِ اب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬ َ
)‫َارى‬ ِ ‫خ‬ ُ ‫ب‬ ْ
‫ال‬ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫و‬
ُ َ َ ِ ‫(ر‬ ‫ار‬ َّ ‫ن‬‫ال‬ ‫ن‬
َ ِ‫م‬ ‫ه‬ ‫د‬ ‫ع‬ْ
‫ق‬ ‫م‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫و‬‫ب‬
ُ َ َ َ ْ َّ َ ََ ‫ت‬‫ي‬‫ل‬ْ َ ‫ف‬ ‫ًا‬ ‫د‬ ِ‫م‬ ‫ع‬َ ‫ت‬‫م‬ ‫ي‬َ
َ ُ َّ َ َ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ب‬ َّ ‫ذ‬ َ
‫ك‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬ ‫و‬ :
َ َ َ َ ‫ج‬ ‫َر‬
‫خ‬ َ
‫َل‬ ‫و‬َ ‫ل‬ َ ‫ي‬
ْ ‫ئ‬
ِ ‫ا‬ ‫ْر‬
َ ‫ِإ‬
‫س‬

9
Dari Abdullah bin Umar R.A ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sampaikanlah
dariku walaupun satu ayat, dan ceritakanlah apa yang datang dari bani Israil dan tidak
ada dosa, dan barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah ia
menyiapkan tempat duduknya di dalam neraka”. (HR. Bukhori)

)‫ع ْن ع ِْل ٍم فَ َكت َ َمهُ َجا َء يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ُم ْل َج ًما بِ ِل َج ٍام مِ ْن ن ٍَار)أبو داود‬ ُ ‫َم ْن‬
َ ‫سئِ َل‬
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan dating
pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)

( ‫َّللاُ بِع ِْلمِ ِه)البيهقي‬


َّ ُ‫عا ِل ٌم ل َ ْم يَ ْنفَ ْعه‬
َ ‫اس عَذَابًا يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة‬ َ َ ‫إِ َّن مِ ْن أ‬
ِ َّ‫ش ِد الن‬
“Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah
menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (al-Baihaqy)

َ ‫حْرقُ نَ ْف‬
( ‫سه )الديلمى‬ ِ َ‫اح ي‬ ْ ِ‫ع َم ٍل ك َْالم‬
ِ َ‫صب‬ َ ‫ا َ ْلعَا ِل ُم ِبغَي ِْر‬
“Seorang ulama yang tanpa amalan seperti lampu membakar dirinya sendiri (berarti
amal perbuatan harus sesuai dengan ajaran-ajarannya) (al-Daylami).

‫ مروااوَلدكم با الصَلة‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫وعن عمروبن شعيب عن ابيه عن جدهرضي هللا عنه قال‬
)‫ وفرقوا بينهم فى المضاجع (حديث رواه ابودود با سناد حسن‬،‫وهم ابناء سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر‬
Artinya: “Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya RA berkata: Rasulullah
SAW bersabda: perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan shalat, ketika mereka
sampai di usia 7 tahun, kemudian pukul mereka karena meninggalkan shalat jika telah
sampai usia 10 tahun dan pisahkan diantara mereka di tempat tidurnya”. (H.R. Abu
Daud)

‫ ْلن يؤدب الرجل ولده خير له من ان ينصدق بصاع‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن جا بربن سمرة قال‬
)‫(رواه الترمذ‬

Artinya:“Dari Jubair bin Samurah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: sungguh


bahwa seseorang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah satu sha”.
(H.R. Tirmidzi)

Orang menuntut ilmu itu merupakan kemauan sendiri. Orang yang menuntut ilmu
akan diberi petunjuk oleh Allah. Hanya Allah yang berkuasa untuk memberikan petunjuk
kepada seseorang. Jika seseorang tersebut sudah dikehendaki oleh Allah untuk menjadi
orang yang baik, maka Allah akan memudahkannya dalam memahami agama, dan
sebaliknya. Namun demikian manusia tidak boleh menyerah dan tidak boleh hanya
pasrah tanpa adanya usaha. Perkembangan seseorang tergantung pada pembawaan dan
lingkungannya. Pembawaan seseorang baru berkembang karena mendapat pengaruh dari
lingkungan.

Hadits yang kedua, ketiga dan keempat tersebut pada dasarnya sama yaitu
menyatakan tentang keutamaan ilmu dan orang yang mencari ilmu. Mencari ilmu
merupakan pekerjaan yang sangat mulia dan sulit. Karena dengan ilmu manusia tidak
akan lagi berakhlak seperti binatang. Maka malaikatpun ridho terhadap apa yang
diperbuat oleh manusia tersebut.

Hadits yang selanjutnya adalah tentang ilmu merupakan pelebur terhadap amal
yang ia perbuat sebelumnya, karena orang yang beramal tanpa didasari ilmu maka

10
amalnya tidak sah. Dan orang yang beramal tanpa ada landasan ilmu, ibarat pesawat yang
terbang tanpa landasan.

Orang yang mencari ilmu atau menjalani pendidikan hendaklah berniat karena
Allah. Orang yang mencari ilmu dengan niat selain Allah maka Allah akan memberikan
siksaan kepadanya. Ilmu merupakan sesuatu yang mulia, dan pada dasarnya semua ilmu
adalah milik Allah. Dalam Islam tidak ada dikotomi ilmu, akan tetapi dalam Islam ada
pembagian ilmu menjadi mahmudah dan madzmumah.

Hadits yang selanjutnya menerangkan tentang keutamaan orang yang berilmu.


Orang yang mempunyai ilmu lebih berat untuk digoda menurut setan daripada ahli ibadah
yang jumlahnya seribu. Hadits terakhir yang penulis kemukakan dalam subbab ini adalah
hadits mengenai kewajiban mencari ilmu bagi seluruh umat Islam. Sekarang ini umat
Islam sudah mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan golongan orientalis. Maka
dari itu untuk mengejar ketertinggalan tersebut kita sebagai umat Islam harus senantiasa
gemar mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

4. Tujuan Dari Kewajiban Belajar dan Mengajar

Misalnya Al-Qabisi, berpendapat bahwa tujuan pendidikan atau pengajaran


adalah mengetahui ajaran agama baik secara ilmiah maupun secara amaliah. Mengapa ia
berpendapat demikian? Oleh karena dia termasuk ulama ahli fiqih dan tokoh dari ulama
ahli sunnah wal jama’ah. Sedangkan Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa tujuan
pendidikan ialah tercapainya kebajikan, kebenaran dan keindahan. Ikhwan As-Safa,
cenderung berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan paham filsafat
dan akidah politik yang mereka anut. Al-Gazzaly, berpendapat bahwa tujuan pendidikan
itu adalah melatih para pelajar untuk mencapai makrifat kepada Allah melalui jalan
tasawwuf yaitu dengan mujahadah dan riyadhah.

Dari berbagai macam tujuan pendidikan dikemukakan di atas dapat mengambil


kesimpulan kepada dua macam tujuan yang principal.

1. Tujuan Keagamaan

Yang dimaksud dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa setiap pribadi orang
muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk dan ilham keagamaan yang benar, yang
tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan
keagamaan mempertemukan diri pribadi terhadap Tuhannya melalui kitab-kitab suci yang
menjelaskan tentang hak dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi seorang mukallaf.

Tujuan ini menurut pandangan pendidikan Islam dan para pendidik muslim
mengandung essensi yang amat penting dalam kaitannya dengan pembinaan kepribadian
individual; diibaratkan sebagai anggota masyarakat yang harus hidup di dalamnya dengan
banyak berbuat dan bekerja untuk membina sebuah gedung yang kokoh dan kuat. Di sini
nampak jelas tentang pentingnya tujuan pendidikan ini, karena sebenarnya agama itu
sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai aspek pendidikan kejiwaan dan
pendidikan kebudayaan secara ilmiah dan falsafiyah. Maka dari itu agama mengarahkan
tujuannya kepada pencapaian makrifat tentang kebenaran yang haq, yaitu Allah tabaraka
wa ta’ala.

11
Di samping itu tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni
suatu petunjuk jalan yang benar di mana tiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas
sepanjang hayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi.

Dengan demikian agama sebenarnya memberikan memberikan berbagai topic-topik


pembahasan, di antaranya yang paling essensial ialah pembahasan dari sudut falsafah,
misalnya agama berusaha memberikan analisis yang benar terhadap permasalahan wujud
alam semesta dan tujuannya, dan agama menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita
jalan-jalan kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Tentang kehidupan kita di
dunia dan di akhirat, filsafat juga berusaha menganalisis problem-problemnya.

Maka dari itu dapat dikatakan bahwa keduanya sejalan dalam hal tujuan akhir
dan sasarannya, yang berbeda hanyalah pada cara atau metode yang digunakan dari
masing-masing. Agama Islam dengan sifat khasnya mempertemukan kedua metode itu
untuk digunakan sebagai cara mencapai hakikat segala sesuatu, karena itu kedua metode
tersebut adalah cara untuk mencapai kepuasan dan keyakinan, dan sekaligus untuk
mencari kebenaran dan pengalaman.

Jika kita mendalami makna dari tujuan keagamaan pendidikan Islam, maka kita
jumpai bahwa tujuan itu menyingkapkan kepada kita sejauh mana kedekatan ilmu
pengetahuan dengan agama. Kenyataan demikian memperkuat adanya bukti bahwa
sesungguhnya agama kita mempergunakan ilmu pengetahuan dalam ketetapan-ketetapan
dan keputusan-keputusannya, yang mengajak kepada penemuan kenyataan yang benar
guna memuaskan akal pikiran (ratio).

Sebagaimana firman Allah yang artinya sebagai berikut:

”Adakah orang yang mengaetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu


dari Tuhan-mu benar sama dengan orang buta? Hanya orang-orang yang berakal saja
yang dapat mengambil pelajaran”. (Ar-Ra’du.19).

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa agama itu adalah haq (dogmatika dan
rasional) dan ilmu pengetahuan itu juga haq (dengan cara penganalisaan secara agama
antara keduanya tidak mungkin bertentangan atau berlawanan).

2. Tujuan Keduniaan

Tujuan ini seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang
diarahkan kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis), atau untuk mempersiapkan anak
menghadapi kehidupan masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham pragmatism
yang dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William Kilpatrick. Para ahli filsafat
pendidikan pragmatism lebih mengarahkan pendidikan anak kepada gerakan amaliah
(ketrampilan) yang bermanfaat dalam pendidikan.

Adapun saat ini dan zaman teknologis, tujuan ini mengambil kebijakan baru yang
lebih menonjolkan kecekatan bekerja yang cepat di dalam setiap peristiwakehidupan dan
juga memakai strategi pendidikan seumur hidup (life-long education).

Sedangkan pendidikan Islam melihat tujuan pendidikan ini dari aspek dan
pandangan baru yaitu berdasarkan Al-Qur’anulkarim, yang sangat memusatkan perhatian
kepada pengamalan di mana seluruh kegiatan hidup umat manusia harus bertumpu
kepadanya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an selalu berkaitan antara iman dengan amal

12
perbuatan yang salah, sebagai landasan yang kokoh dalam mengarungi kehidupan
manusia.

Dalam hubungan ini Allah berfirman yang artinya:

“…dan katakanlah: “beramallah kamu maka Allah akan melihat amal perbuatanmu.” (At-
Taubah,105).

Dan firman-Nya lagi:

“… maka ketika telah selesai mengerjakan sembahyang, bertebarlah kamu di atas


bumi…” (Al-Jum’at 10).

Struktur pendidikan Islam dibangun di atas landasan yang kokoh, yang


menggunakan kedua tujuan keagamaan dan tujuan keduniaan. Dengan demikian, terdapat
perbedaan besar antara tujuan-tujuan pendidikan dari umat-umatterdahulu dengan masa
kini. Misalnya, bangsa Cina dahulu mengutamakan pada pencapaian tujuan pendidikan
yang mempersiapkan anak didik untuk hidup bekerja sama dalam tugas-tugas besar.

Sedangkan bangsa Hindu mengarahkan tujuan pendidikan pada pembiasaan


(melatih) anak didik bersikap sabar dan menerima kenyataan yang ada serta mampu
menahan nafsu.

Bangsa Sparta lebih mengutamakan kepada pembentukan sifat-sifat keberanian


dan kesabaran serta sikap menghormati para pemimpin dan patriotism (mencintai tanah
air) serta taat kepada pemerintahannya.

Bangsa Athena (Yunani Kuno) mengarahkan tujuan pendidikan pada


pembentukan pribadi yang berkeseimbangan dalam aspek-aspek jasmaniah dan
kecerdasan, moral dan keindahan budi. Sedangkan Aristoteles tidak setuju dengan tujuan
pendidikan bangsa Sparta dan dan ia mengkritiknya dengan keras. Bangsa Sparta
kemudian berkata: “Bahwa sifat keberanian suatu bangsa menjadi kuat apabila senantiasa
dilakukan latihan perang-perang secara kontinu untuk tujuan peperangan”.

Sedangkan Plato memandang pembinaan warga negara yang baik ialah yang
dilakukan sesuai dengan sistem pendidikan Athena, yaitu pembinaan pribadi yang
memiliki kemampuan seimbang dan tidak mengurangi keutamaannya sebagai warga
negara yang baik; yaitu pemberani, adil dan selaras dan berkeseimbangan dalam
kehidupan.

Perlu kita ketahui bahwa sistem pendidikan Yunani dan Romawi kuno
mengandung nilai pembentuk akhlak (moralitas). Namun kedua sistem pendidikan
tersebut tidak berdiri diatas asas-asas keimanan kepada Tuhan yang Esa. Hanya tujuan
pendidikan keagamaan sajalah yang bernilai moral seperti pada pendidikan kaum Nasrani
pada abad pertengahan.

Saint Thomas Aquinas (1225-1273 M) pernah menyatakan bahwa sesungguhnya


tujuan pendidikan dan tujuan hidup itu adalah merealisasikan kebahagiaan dengan cara
menanamkan keutamaan akal dan akhlak (moralitas). Hegel (1770-1831 Masehi)
berpendapat bahwa sebaiknya pendidikan itu berusaha untuk mendorong perkembangan
jiwa kelompok dan menghindari perbuatan yang membawa kepada dorongan kebendaan
(materialisme).

13
Jhon Dewey berpendapat: “pendidikan itu adalah pertumbuhan yang terus-
menerus tanpa akhir kearah yang terbaik, dan secara praktis tergantung pada kondisi yang
ada, beserta problema-problema yang dihadapi, bagi pencapai tujuan hidup masa depan
yang lebih baik, sesuai dengan tuntutan hidup individual dan kelompik”. Baginya tidak
ada tujuan yang statis dalam pendidikan. Dalam system pendidikan Fascisme Itali,
Mussolini mewajibkan semua sekolah untuk tunduk kepada politik negara, sehinga hal ini
bagi generasi mudanya menjadi sumber inspirasi mereka. Di Prancis kurikulum
pendidikan di arahkan kepada pelatihan kreativitas, serta kemampuan anak didik untuk
bersikap kritis, dan bersifat pragmatis. Sedangkan di Inggris, pendidikan ditujukan
kepada pembinaan kemampuan berusaha yang tangguh dalam mencapai sukses pribadi
dalam keadaan darurat (sulit).

Tujuan pendidikan yang telah diuraikan di atas adalah berbeda-beda karena di


dasarkan atas kehidupan bangsa-bangsa dahulu dan sekarang, yang pada prinsipnya
tujuan-tujuan tersebut diarahkan untuk mencapai kehidupan duniawi yang baik, yang
ditekankan pada kemampuan melakukan pekerjaan praktis yang bermanfaat.

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa pendidikan dalam masyarakat


bangsa-bangsa di luar bangsa Arab yang Islami, terdapat tujuan pendidikan yang
berkaitan antara keduniaan dan keagamaan, yaitu tujuan praktis yang bermanfaat
sebagaimana terjadi di kalangan bangsa-bangsa tertentu yang bercorak keduniaan semata,
dan dalam masyarakat juga mengarahkan kepada tujuan keagamaan.[3]

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kalau ahli bahasa tentunya dapat memahami bahwa pertanyaan yang tidak
memerlukan jawaban tersebut merupakan perintah untuk berpikir dan selalu
mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun penguasaan ilmu pengetahuan tersebut harus
dilandasi dengan niat yang benar, yaitu karena Allah. Tanpa niat karena Allah, maka apa
yang dilakukan oleh pendidik tidak akan mempunyai arti apa-apa. Maka dapat dikatakan
jika dalam terjemahan Depag belum dapat dilihat langsung perintah atau kewajiban
belajar atau menuntut ilmu, kecuali bagi orang-orang yang berpikir dan meneliti tentang
al-Qur’an.
Dengan demikian, paling tidak ada tiga kewajiban yang harus dijaga oleh seorang
muslim dalam belajar atau menuntut ilmu, yaitu:
1. Kepercayaan dan keyakinan seorang muslim kepada gurunya, dimana guru memang
layak mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam
melaksanakan pembelajaran.
2. Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja
yang timbul dalam proses pembelajaran.
3. Seorang peserta didik, terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh
meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat
mengganggu proses pembelajaran.
Peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil teman
sebaya. Hadits yang selanjutnya menerangkan tentang keutamaan orang yang berilmu.
Orang yang mempunyai ilmu lebih berat untuk digoda menurut setan daripada ahli ibadah
yang jumlahnya seribu. Hadits terakhir yang penulis kemukakan dalam subbab ini adalah
hadits mengenai kewajiban mencari ilmu bagi seluruh umat Islam. Sekarang ini umat
Islam sudah mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan golongan orientalis. Maka
dari itu untuk mengejar ketertinggalan tersebut kita sebagai umat Islam harus senantiasa
gemar mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa pendidikan dalam masyarakat
bangsa-bangsa di luar bangsa Arab yang Islami, terdapat tujuan pendidikan yang
berkaitan antara keduniaan dan keagamaan, yaitu tujuan praktis yang bermanfaat
sebagaimana terjadi di kalangan bangsa-bangsa tertentu yang bercorak keduniaan semata,
dan dalam masyarakat juga mengarahkan kepada tujuan keagamaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzan, Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-Ayat Berdimensi


Pendidikan, Tanggerang: PAM press, Hlm 129-130

Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, Jakarta:


AMZAH, hlm. 75-77.

Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam,


Jakarta: PTRineka Cipta, 2009, hlm. 36-43

16

Anda mungkin juga menyukai