Anda di halaman 1dari 93

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................i


Pengantar Penulis ..................................................................... iii
I. Konsep Adab Menurut Naquib al-Attas ...............................2
Pengaplikasian Adab dalam Pendidikan ........................... 13
Guru Muaddib, Murid Beradab ......................................... 25
II. Adab dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.............................. 39
Tanamkan Adab pada Keluarga.............................................. 46
Adab dalam Islam ................................................................... 50
Membangun Perdaban Ilmu .................................................. 57
III. Ciri Pendidik Unggul dalam Pandangan Islam ................... 63
Murabbi .................................................................................. 63
Mudarris ................................................................................. 64
Mu’allim ................................................................................. 64
Mu’addib ................................................................................ 65
Mursyid .................................................................................. 66
IV. Menanamkan Adab dalam Kehidupan .............................. 68
Belajar Adab dari Kisah sang Bijak Luqman al-Hakim ............ 68
Tauhid dan Aqidah yang Benar, melahirkan Adab dan Akhlak
Mulia ................................................................................. 69

i
Tauhid Mewajibkan Wujudnya Iman...................................... 71
Hijrah untuk Membangun Perdaban ...................................... 77
V. PENUTUP ........................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 79
PROFIL PENULIS ...................................................................... 81

ii
Pengantar Penulis

‫ور‬ ُ ‫ َونَعُوذُ ّباهللّ ّم ْن‬،ُ‫إن الـ َح ْمدَ ّ هلِلّ نَـحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ّع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ّف ُره‬
ّ ‫ش ُر‬ َّ
ّ ‫ َم ْن َي ْه ّد ّه هللاُ فَ ََل ُم‬،‫ت أ َ ْع َما ّلنَا‬
ْ ُ‫ َو َم ْن ي‬،ُ‫ض َّل َله‬
‫ض ّل ْل‬ َ ‫أ َ ْنفُ ّسنَا َو ّم ْن‬
ّ ‫سيّهئ َا‬
‫ َوأ َ ْش َهدُ أَن الَّ ّإلَهَ ّإالَّ هللا َوحْ دَهُ َال ش َّريْكَ لَهُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّن‬،ُ‫ّي لَه‬
َ ‫فَ ََل هَاد‬
ُ‫ أ َ َّما بَ ْعد‬.‫سولُه‬ َ ً ‫ُمـ َح َّمدا‬
ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬

Segala puji hanya milik Allah ‘azza wa jalla. Sholawat


dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wasallam.

Alhamdhulillah Buku ini…… Masih Proses

Indana Zulfa

iii
“Pelajarilah Ilmu, karena mempelajarinya
karena Allah merupakan suatu bentuk rasa
takut, menuntutnya adalah ibadah,
mengulang-ngulangnya adalah tasbih,
mencarinya merupakan jihad,
mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengetahuinya adlaah sedekah, dan
menyebarluaskannya merupakan bentuk
kedekatan kepada Allah.”

1
I. Konsep Adab Menurut Naquib al-
Attas

Syed Muhammad Naquib Al-Attas ialah


seorang ilmuwan Muslim kontemporer. Nama
beliau memiliki pengaruh besar di zaman modern
ini, sebagaimana pemikirannya yang menggagas
konsep adab dalam pendidikan. Pendidikan yang
Ideal itu adalah pendidikan adab (ta’dib). Kampus
yang dibina oleh al-Attas yaitu ISTAC Kuala
Lumpur ditahun 2002.

Umat Islam saat ini menghadapi dua


tantangan besar, menurut Naquib Al-Attas
tantangan yang pertama ialah tantangan
eksternal berupa tantangan religious kultural dan
sosio-politik yang dating dari Barat. Dan yang
kedua, tantangan internal yang terjadi di tengah
umat Islam yaitu, kekeliruan ilmu (confusion of
knowlwdge), hilangnya adab (the lost of adab)
dan munculnya kepemimpinan yang tidak
2
amanah. Al-attas mengatakan dalam karyanya,
Risalah untuk Kaum Muslimin bahwa adab
menjadi prioritas utama yang harus dibenahi dari
ketiga masalah tersebut.1

Problem the loss of adab akan


terselesaikan jika konsep keilmuan diluruskan.
Dalam hal ini Al-attas menyampaikan gagasan
pendidikan untuk menyelesaikan problem
tersebut yaitu dengan istilah ta'dib. Pendidikan
seperti ini akan melahirkan manusia beradab
yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan
berupa kebaikan yang sebenarnya. Pendidikan
yang berarti penyerapan Adab dan
pengamalannya pada setiap individu yang
kemudian membentuk masyarakat beradab dan
melahirkan perdaban.

1Muhammad Ardiansyah, Konsep Syed Muhammad Naquib


Al-Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi, (Depok: At-
Taqwa, 2020), hlm 3
3
Konsep ta'dib Al-attas memiliki empat ciri
penting dalam pendidikan. Pertama, proses
penyempurnaan insan secara bertahap (al-
tarbiyah). Kedua, pengajaran dan pembelajaran
(al-ta'lim wa al-ta'allum) yang memperhatikan
aspek kognitif, intelektual dan akal seorang
murid. Ketiga, disiplin diri (riyadhah al-nafs)
yang merangkumi jasad, ruh dan akal. Dan
Keempat, proses penyucian dan pemurnian
akhlak (ta'dib al-akhlaq).2

Definisi

Adab dalam kamus Al-Munawwir


dijelaskan berasal dari kata uduba-uduban yang
bermakna dhorifa (sopan, berbudi bahasa baik).
Jika menjadi kata kerja addabahu maka
bermakna mendidik atau aslahahu

2
Ibid, hlm 7
4
waqowwamahu (memperbaiki, melatih
berdisiplin). Al-adabu wattaaddubu bermakna
kesopanan, attahaddabu bermakna pendidikan.

Dari beberapa makna di atas, yang


dimaksud dengan adab ialah sopan santun,
berbudi bahasa yang baik. Dan jika dijadikan kata
kerja maka yang dimaksud adab adalah proses
pendidikan yang dilakukan dalam rangka
memperbaiki atau melatih seseorang untuk
berdisiplin baik dalam tutur kata, sikap, atau
perilaku sehari hari.3

Dalam bukunya, al-Attas menyebutkan


arti dari adab ialah satu istilah yang khas dalam
tradisi Islam. Sehingga tidak mudah menemukan
padanan makna yang tepat dalam bahasa
lainnya. Dalam memaknai Adab, Al-attas
menyatakan pengertian Adab pada asalnya

3
Fathur Rohman, Mutiara Adab, (Mojokerto: eLKISI, 2020),
hlm. 13
5
adalah undangan kepada suatu jamuan. Konsep
jamuan ini membawa makna bahwa tuan rumah
adalah seorang yang mulia dan terhormat.

Al-Attas, menjelaskan sejumlah karakteristik


pandangan hidup Islam, antara lain:4

1) Berdasarkan kepada Wahyu


2) Tidak semata-mata merupakan pikiran
manusia mengenai alam fisik dan
keterlibatan manusia dalam sejarah,
social, politik, dan budaya.
3) Tidak bersumber dari spekulasi filosofis
yang dirumuskan berdasarkan
pengamatan dan pengalaman inderawi
4) Mencakup pandangan tentang dunia dan
akhirat

4Adian Husaini, Perguruan Tinggi Ideal di Era Disrupsi:


Konsep, Aplikasi dan Tantangannya, (Depok: at-Taqwa,
2019), hlm. 3.

6
Dalam bukunya, Risalah untuk Kaum
Muslimin al-Attas menyatakan adab yang
berkaitan dengan ilmu: Adab itu suatu kelakuan
yang harus diamalkan atau dilakukan terhadap
diri sendiri, adab tidak terbatas pada hubungan
etika sesama, tapi meliput segala yang wujud
sesuai kedudukannya yang tepat. Adab berkaitan
dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan
manusia, dengan ilmu, dengan alam, dan
sebagainya. Sedangkan adab yang berkaitan
dengan hikmah, yang mana adab dimaknai
sebagai tindakan yang benar yang bersemi dari
disiplin diri yang dibangun di atas ilmu dan
bersumberkan hikmah.

Hikmah berarti pengetahuan akan segala


yang wujud dan berbuat kebaikan kepadanya.
Dari pengertian ini bisa diambil contoh, hikmah
yang diberikan Luqman al-Hakim sebagaimana
yang disebutkan dalam Qs. Luqman ayat 12:

7
ۡ ‫َولَقَ ۡد ٰات َۡينَا لُ ۡقمٰ نَ ۡال ّح ۡك َمةَ ا َ ّن‬
ّ‫اش ُك ۡر ّ ٰلِل‬
‫َو َم ۡن ي َّۡش ُك ۡر فَ ّانَّ َما يَ ۡش ُك ُر ّلن َۡفسّهۚ َو َم ۡن َكفَ َر فَا َّّن‬
‫غنّى َح ّم ۡيد‬
َ َ‫ّللا‬
ٰ
“Dan sungguh, telah Kami berikan
hikmah kepada Lukman, yaitu,
Bersyukurlah kepada Allah! Dan
barangsiapa bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
tidak bersyukur (kufur), maka
sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha
Terpuji.”

Luqman berhasil menempatkan segala


yang wujud sesuai dengan kedudukannya.
Menempatkan Allah sebagai Tuhan yang tidak
boleh disekutukan dengan apapun.
Menempatkan orangtua untuk mendapat

8
perlakuan yang baik sesuai perintah Allah,
mendirikan shalat, puasa, muraqbatullah, amr
ma'ruf dan nahi munkar, bersabar menghadapi
kehidupan, dan tidak sombong kepada sesama.

Yang lebih dahulu ilmu atau adab? Ilmu


harus dipelajari dengan adab. Sebaliknya, untuk
manjadi manusia beradab juga harus ada
ilmunya. Dalam pandangan al-Attas menilai adab
sebagai pengenalan dan pengakuan, dapat
dikategorikan sebagai berikut:5

1. Fase pertama, menjadi manusia


beradab, yaitu melalui belajar, berpikir
dan latihan jiwa.
2. Fase kedua, adab dimaknai sebagai
tindakan yang benar yang bersumber
dari hikmah.

5Muhammad Ardiansyah, Konsep Syed Muhammad Naquib


Al-Attas dan Aplikasinya di Perguruan Tinggi, (Depok: At-
Taqwa, 2020) hlm 107
9
3. Fase ketiga, dimana seorang manusia
sudah diberi ilmu ladunni sehingga
memperoleh hikmah.

Manusia yang beradab pasti berilmu.


Sedangkan yang berilmu belum tentu beradab.
Pendidikan itu penanaman nilai. Ia berbeda
dengan pengajaran, yakni sekadar transfer ilmu
dari guru ke murid. Pendidikan tidak selalu soal
memperkaya ilmu, tidak sibuk mencari ijazah dan
gelar, serta menjadi manusia yang ditempa
dengan mental pekerjaan demi materi dunia.

Unsur penting dalam pendidikan adab


ialah: Aqidah, Ibadah, Adab, dan Muamalah,
semua salaing meyatu tidak bias saling
dipisahkan. Manakala salah satu dari perkara
tersebut dilupakan, maka akan terjadi
ketimpangan dalam perkara dunia dan
akhiratnya. Sebagaimana digambarkan dalam al-
Quran surat Al-Furqon ayat 63:

10
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang
itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-
kata (yang mengandung) keselamatan.

Dan juga firman Allah azza wajalla:

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari


manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri.Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai (QS. Luqman [31]
: 18-19).

11
12
Pengaplikasian Adab dalam
Pendidikan

Prof. Syed Muhamamd Naquib Al-Attas


menuturkan, “The purpose for seeking
knowledge in islam is to inculcate goodness or
justice in man as man” (Tujuan menuntut ilmu
di dalam Islam, adalah untuk menanamkan nilai-
nilai kebaikan dan keadilan dalam diri manusia
sebagai manusia)6

Inti makna daripada pendidikan adalah


penanaman nilai, maka jangan mengubah inti
tersebut menjadi sekolah. Kalau membicarakan
penanaman nilai, maka rumah adalah tempat
yang paling tepat, bukan sekolah. Dan guru
terbaik, ialah orangtua.

6
Fatih Madini, Reformasi Pemikiran Pendidikan Kita, (Depok:
At-Taqwa, 2020), hlm 212
13
Peran penting bagi orangtua untuk selalu
mendidik anaknya, yakni menanamkan nilai diin
dan adab. Yang mana ini adalah ilmu yang
tergolong fardhu 'ain. Dan kita tanamkan pada
anak kita yang terpenting bagi seorang murid itu
bukan bagaimana cara ia belajar dan dimana ia
mendapatkan pelajaran. Tetapi, apa yang ia
pelajari dan kepada siapa ia belajar.

Maka kembali lagi peran orangtua dalam


memilihkan tempat belajar sang anak. Karena
tanggung jawab pendidik utama adalah
orangtua. Tempat pendidikan bukan sebatas
sekolah, tapi yang utama adalah rumah. Pendidik
utama dan terbaik adalah orangtua.

Memaknai pendidikan Islam tidak bisa


lepas dari pemaknaan kita terhadap Islam. Jika
terjadi kesalahan dalam pemaknaan terhadap
Islam, maka hal itu bisa memicu kesalahan-
kesalahan berikutnya dalam mengonsepkan
pendidikan Islam. Kesalahan yang sering terjadi
14
dalam pemaknaan terhadap Islam, yaitu ketika
Islam diartikan sebatas pengertian secara bahasa
dan generik. Dalam hal ini ini, Adian Husaini
mengungkapkan:

“Sejumlah cendikiawan pernah mengemukakan


gagasan tentang konsep Islam sebagai makna
“generik”. Bahwa, Islam harus dipahami dalam
makna bahasa, yakni sikap tunduk dan patuh.
Siapa pun yang tunduk dan patuh, dapat disebut
Muslim, meskipun secara formal dia bukan
beragama Islam.”7

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan


oleh Ibnu Umar terdapat penjelasan aspek-aspek
dalam Islam:

7Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia


Berkarakter dan Beradab, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2012), hlm. 3.
15
: ‫ع ْن ُه َما قَا َل‬
َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬
ّ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫ع ّن اب ّْن‬
َ
: ‫علَى خ َْم ٍس‬
َ ‫اإلس ََْل ُم‬
ّ ‫ي‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ّ‫بُن‬:‫سو ُل هللا ﷺ‬
ُ ‫ش َهادَةّ أ َ ْن ال ّإلَهَ ّإ َّال هللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬
‫سو ُل‬ َ
ّ‫ َو ْال َح هج‬، ّ‫الز َكاة‬
َّ ‫ َو ّإيت َّاء‬، ّ‫ص ََلة‬
َّ ‫ َو ّإقَ ّام ال‬، ّ‫هللا‬
َ‫ضان‬ َ ‫ص ْو ّم َر َم‬َ ‫ َو‬،
Ibnu Umar RA berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Islam didirikan di atas lima
perkara: 1) percaya bahwa tiada Tuhan
selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad
utusan Allah. 2) Mendirikan Sholat. 3)
Mengeluarkan zakat. 4) Haji ke Baitullah
jika kuat melakukan perjalanan. 5) Puasa
bulan Ramadhan.8

8Tim Tahfidh eLKISI , Pedoman Hidup Muslim: Kumpulan 500


Ayat dan Hadits Tematik Materi Hafalan Santri eLKISI ,
(Mojokerto: Cakrawala , 2019), hlm. 166
16
Hadis Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan tentang makna Islam di atas,
sesungguhnya telah menggambarkan
bagaimana konsep “Islamic worldview”.
Dalam artinya Islamic Worldview (Pandangan
Hidup/ Pandangan Alam Islam) adalah
pandangan Islam terhadap realitas (ru’yatul
Islam lil-wujuud). Pandangan itu merupakan
refleksi dari pemahaman seorang Muslim
terhadap Konsep-konsep pokok dalam Islam,
seperti konsep Tuhan, konsep manusia,
konsep wahyu, konsep ilmu, konsep
kebenaran.9

Konsep syahadat menjelaskan kaitan


langsung antara konsep Tuhan dalam Islam
dengan konsep kenabian, sekaligus konsep
wahyu dan kemudian menurun pada konsep

9Adian Husaini, Perguruan Tinggi Ideal di Era Disrupsi:


Konsep, Aplikasi dan Tantangannya, (Depok: at-Taqwa,
2019), hlm. 2.
17
syariat. Dalam konsep Islamic worldview,
justru konsep kenabian Muhammad SAW
menempati posisi sentral. Sebab hanya
melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, Allah SWT menjelaskan
segala sesuatu tentang diri-Nya, juga tentang
bagaimana tata cara manusia untuk
beribadah kepada-Nya.

Dengan pemaknaan Islam secara


bahasa dan istilah seperti di atas, barulah
akan menjadikan konsep pendidikan Islam
menjadi lebih terarah dan jelas. Karena Islam
bukanlah semua agama yang mengajarkan
ketundukan pada Tuhan, tapi Islam adalah
agama yang dibawa oleh Rasulullah
Muhammad SAW, yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan hanya
mengimani Allah SWT, satu-satunya Tuhan
yang wajib diibadahi. Ketika kita meyakini
bahwa Islam satu-satunya agama yang benar,

18
maka konsep pendidikan Islam tidak akan lari
kepada sekulerisasi dan liberalisasi.

Menjadikan Islam dengan pengertian


yang sesungguhnya- sebagai asas pendidikan
Islam akan melahirkan gagasan Islamisasi
ilmu pengetahuan, karena segala ilmu yang
ada akan difilter terlebih dahulu dengan
sudut pandang Islam.

Dalam Undang-Undang Nomor 20


Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa
pendidikan nasional adalah bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

19
Dalam merumuskan tujuan
pendidikan Islam, Adian Husaini sependapat
dengan tujuan pendidikan Islam yang telah
dirumuskan Syed Muhammad Naquib Al-
Attas, bahwa:

“Tujuan pendidikan Islam adalah untuk


menghasilkan menusia-manusia yang baik.
Apa yang diartikan ‘baik’ dalam konsep
kita tentang ‘orang baik’? Unsur
fundamental yang berpautan dalam
konsep pendidikan Islam adalah
menanamkan adab, karena adab dalam
pengertian yang mencakup semuanyalah
di sini dimaksudkan sebagai meliputi
kehidupan spiritual dan material manusia
yang memberikan sifat kebaikan yang
dicarinya”10

10Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Islam dan


Sekularisme, (Bandung: Penerbit Pustaka Perpustakaan
Salman, 1981), hlm. 221-222.
20
Tujuan pendidikan Islam sejalan
dengan Tujuan Pendidikan Nasioanal
Indonesia. Dalam Islam tujuan pendidikan
adalah menghasilakn manusia yang baik.
Manusia yang baik adalah manusia yang
beradab. Pendidikan dalam Islam
menggunakan istilah ta’dib bukan ta’lim
atau tarbiyah. Penekanannya bukan
sekadar untuk ilmu pengetahuan, tetapi
juga perubahan sikap dan perilaku.

Islam sebagai asas dari pendidikan


Islam. Adian Husaini, lebih lanjut
menjelaskan bahwa:

‘Orang baik atau orang shalih atau good


man, bisa dikatakan sebagai manusia yang
memiliki berbagai nilai keutamaan dalam
dirinya. Dengan berpijak pada konsep adab
dalam Islam, maka ‘manusia yang baik’ atau
‘manusia yang beradab’, adalah manusia
yang mengenal Tuhannya, mengenal dan

21
mencintai Nabinya, menjadikan Nabi saw
sebagai uswah hasanah, menghormati
ulama sebagai pewaris nabi, memahami dan
meletakkan ilmu pada tempat yan terhormat
paham mana ilmu yang fardu ain, dan mana
yang fardu kifayah; juga mana ilmu yang
bermanfaat dan ilmu yang merusak dan
memahami serta mampu menjalankan
tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardh
dengan baik.11

Mohammad Natsir mengimbau,


"Supaya bapak-bapak kita yang tua-tua
kiranya sudi pula mengerahkan anak-anak
dan kemenakan mereka menyebutkan diri
dalam lapangan rakyat. Mengerahkan
mereka memasuki sekolah-sekolah guru yang
ada baik kepunyaan pemerintah maupun
tidak, asalkan dengan cita-cita akan bekerja di

11 Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia


Berkarakter dan Beradab, (Jakarta: Cakrawala , 2012), hlm.
3.
22
barisan rakyat, bukan dibelakang loket
kantoran mereka. Supaya orang-orang tua
kita menambah banyaknya sekolah-sekolah
guru.... "12

12Adian Husaini, Bambang Galih Setyawan, Pemikiran dan


Perjuangan M. Natsir dan Hamka dalam Pendidikan,
(Jogjakarta: Gema Insani, 2019), hlm.
23
24
Guru Muaddib, Murid Beradab

Adab Seorang Guru

Seringkali guru kami, ustadz Fathur Rohman


menyebutkan bagaimana Adab seorang guru.
Dalam bukunya Mutiara Adab disebutkan dalam
Bab Adab Menuntut Ilmu yaitu di poin ke 3,
“Keutamaan orang yang mengetahui dan
mengajar.”

Hadits dari Abu Musa dari Nabi shallallahu


‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah


mengutusku dengan membawanya adalah seperti
hujan yang lebat yang turun mengenai tanah,
Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap
air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan dan rerumputan yang banyak, Dan
diantaranya ada tanah……..”

25
Rosulullah shollallohu ‘alaihi wasallam
mengumpamakan orang yang mendengar ilmu
agama dengan berbagai macam tanah yang
terkena air hujan. Diantara mereka adalah orang
alim yang mengamalkan ilmunya dan
mengajarkannya. Orang ini diumpamakan sepeti
tanah yang subur yang menyerap air sehingga
dapat memberi manfaat bagi dirinya dan juga
dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain
baik kepada manusia maupun binatang.13

Sedangkan orang yang tidak mendengarkan


ilmu atau mendengarkan ilmu tetapi tidak
mengajarkannya diumpamkan sebagai tanah
tandus. Dia berpaling dari ilmu sehingga tidak
bias memanfaatkannya dan tidak pula memberi
manfaat kepda orang lain.

13
Fathur Rohman, Mutiara Adab, (Mojokerto: eLKISI, 2020),
hlm. 64.
26
Di antara adab guru adalah kepada dirinya
sendiri dan itu mencakup hal-hal beikut:14

1. Mengharap Ridho Allah


2. Berprilaku dengan akhlak-akhlak yang
baik
3. Menjaga diri dari sifat tercela
4. Membiasakan bacaan tasbih, tahlil, zikir
dan do’a-do’a lainnya, serta bebagai
adab islami
5. Senantiasa merasakan pengawasan
Allah
6. Tidak merendahkan ilmu
7. Mengerjakan suatu perbuatan yang
dibolehkan

Dalam Islam, guru memiliki peranan yang


begitu penting. Dia orang yang mempunyai visi
dan misi bukan berharap materi. Dialah Mujahid

14
Imam Nawawi, Adabul ‘ALim wal Muta’allim: Adab Guru
dan Murid (Solo: PQS Publishing, 2020), hlm. 65.
27
Intelektual. Guru dalam Islam itu bukan hanya
datang ke sekolah lalu sekadar mengajar, tanpa
sedikitpun memperhatikan dan masuk ke ruang
lingkup murid. Tugas guru adalah mendidik
bukan sekadar mengajar.

Seorang guru juga harus bisa


mencotohkan adab yang baik, sebab pada
dasarnya adab adalah sumber kebangkitan
peradaban Islam, sebagimana kata Prof Naquib
al-Attas.15

Adab seorang guru dalam mengajar

Sudah sepatutnya seseorang


menyibukkan diri dengan ilmu, baik itu dengan
membaca, menyampaikan, menelaah,
memberikan catatan, mengkaji, berdiskusi, dan

15
Fatih Madini, Reformasi Pemikiran Pendidikan Kita,
(Depok: At-Taqwa, 2020), hlm 212
28
menulis. Maka penting bagi seorang guru untuk
menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif dan
bermanfaat. Selain itu, janganlah enggan untuk
belajar dari orang yang lebih muda, lebih bawah
nasab dan popularitasnya.

Selain itu kita hendaknyaia bersemangat


untuk memperoleh manfaat dari orang yang
memiliki manfaat tersebut, kendati orang itu
berada dibawahnya baik dalam ketaatan
beragama atau dari segi ilmu yang lainnya.
Jangan pula kita malu bertanya tentang hal-hal
yang tidak kita ketahui.

Mujahid menuturkan:16

“Orang yang pemalu dan orang yang


sombong tidak akan memperoleh ilmu”

16
Ibid, hlm 70
29
Sa’id bin Jabir pernah menuturkan:17

“Seseorang akan senantiasa berilmu


selama ia belajar. Ketika ia meninggalkan
ilmu dan menyangka bahwa ia sudah
merasa cukup dengan ilmu yang ia miliki,
maka ia adalah sebodoh-bodoh
makhluk.”

Adab seorang guru ketika mengajar


(Mu’aliim)

Mengajar adalah akar yang dengannya


agama ini bisa tegak. Dengan mengajar pula
ilmu itu aman dari permusuhan. Maka, ia
adalah di antara perkara agama yang paling
penting. Ibadah yang paling agung dan

17
Imam Nawawi, Adabul ‘ALim wal Muta’allim: Adab Guru
dan Murid (Solo: PQS Publishing, 2020), hlm. 71.
30
kewajiban fardhu kifayah yang paling tegas.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan ingatkah ketika Allah mengambil sumpah


orang-orang yang diberi Alkitab bahwa kalian
benar-benar akan menjelaskannya kepada
manusia dan tidak akan
menyembunyikannya.” (Ali-Imron: 187)

Ilmu terdiri dari dua macamnya, yaitu


ilmu syar’I dan ilmu ghairu syar’i (umum). Ilmu
syar’I sendiri dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:18

1. Imu Fardhu ‘ain


Yaitu seorang mukallaf mempelajari
sesuatu yang menjadi syarat ibadah
wajib yang harus ia lakukan, seperti
tata cara berwudhu’, shalat, dan
sebagainya.

18
Imam Nawawi, Adabul ‘Alim wal Muta’allim: Adab Guru
dan Murid (Solo: PQS Publishing, 2020), hlm. 55.
31
2. Ilmu Fardhu Kifayah
Yaitu menguasai ilmu-ilmu agama
yang menjadi kewajiban bagi orang
banyak dalam menegakkan agama
mereka, seperti menghafal Al-Qur’an,
hadis dan ilmu-ilmunya, ushul fiqih,
fiqih, nahwu, Bahasa, tashrif,
pengetahuan tentang para perawi
hadis, jima’, dan perbedaan
pendapat.
Adapunyang bukan ilmu agama dan
dibutuhkan untuk keperluan urusan
dunia, seperti kedokteran dan
akutansi, maka hukumnya juga
fardhu kifayah sebagimana yang
dinyatakan oleh Al-Ghazali.
3. Ilmu Sunnah
Yaitu seperti mempelajari ilmu
tentang asal-usul dalil, apalagi
memaksakan diri mempelajirnya
melebihi ilmu fardhu kifayah.
32
Adab yang harus dimiliki seorang murid
(Muta’allim)

Murid sebagai penuntut ilmu, dan


seoarang murid wajib memiliki adab-adab
dalam menuntut ilmu, sebagai berikut:19

1) Seorang murid harus menyucikan


hatinya
2) Menyingkirkan segala hal yang bisa
mengganggu konsentrasi belajar
3) Senantiasa rendah hati terhadap ilmu
yang dipelajari
4) Senantiasa memperbaiki diri
5) Selektif dalam memilih guru
6) Menghormati dan memuliakan guru
7) Mencari keridhaan dari guru
8) Meminta izin jika ingin bertemu
dengan guru

19
Ibid, hlm.91
33
9) Menghadiri majelis guru dengan
penuh kesadaran
10) Mengucapkan salam di dalam majelis
11) Tidak melangkahi pundak orang lain
12) Tidak menyuruh orang lain berdiri
dari tempat duduknya
13) Tidak duduk di antara kerumunan
orang
14) Senantiasa beradab dengan siapa saja
dalam majelis
15) Tidak meninggikan suara ketika
bermajelis
16) Tidak melakukan gerakan tanpa
keperluan
17) Tidak mendahului guru dalam
menjelaskan suatu masalah atau
jawaban dari suatu pertanyaan
18) Hendaknya ia bertanya kepada guru
dengan cara yang lembut dan bahasa
yang baik

34
19) Tidak berbohong perihal ilmu yang
diajarkan sang guru
20) Tidak perlu malu mengatakan “saya
tidka paham”
21) Mendengarkan penjelasan guru
22) Bersemangat dalam menuntut ilmu
23) Bersabar dengan kekurangan dan
perilaku buruk guru
24) Bersikap santun, sabar dan memiliki
cita-cita yang tinggi
25) Menunggu guru jika belum datang
26) Hendaknya ia memaksimalkan belajar
pada waktu kosong
27) Bersemangat dalam mengulangi
materi yang telah disampaikan
28) Mengawali dengan memuji Allah
ketika memulai proses belajar
29) Mengulang-ngulang hafalan
30) Mengulang-ngulang tulisan dan
catatan
31) Selalu meminta bimbingan guru
35
32) Segera menulis dan mencatat jika
mendapati ilmu baru
33) Mengarhkan murid-murid lain kepada
kesibukan positif dan memberikan
manfaat
34) Tidak dengki kepada siapapun

ADAB MURID TERHADAP GURU


 Memperhatikan Adab-adab
ketika berada di depan Guru

 Adab Bermajelis
Majelis adalah tempat
berkumpulnya orang-orang
yang membicarakan urusan-
urusan umum maupun khusus.
Orang menuntut ilmu wajib

36
memperhatikan adab-adab
yang terkait agar mereka bisa
mengambil manfaat dan juga
kutamaan yang banyak dari
majelis ilmu.
Adab-adab majelis
antara lain:20

 Adab Duduk
 Adab Berbicara
 Adab Bertanya

20
Fathur Rohman, Ainur Rofiq, Cahaya Adab-adab Islami,
(Mojokerto: eLKISI, 2019 )
37
38
II. Adab dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua


perkara, Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya,
(yaitu) Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya.”
Pokok atau inti dari agama Islam adalah Al-
Qur’an dan Hadits. Keduanya wajib untuk
diketahui dan dipelajari bagi setiap Muslim, serta
dipahami dan diamalkan.

Umat Islam dituntut untuk mempunyai guru


atau bisa disebut berguru. Belajar kepada satu
guru atau lebih, karena akan berbeda antara
belajar seacara otodidak dengan langsung datang
kepada guru. Otoritas akan lebih terbangun
ketika semakin banyak guru yang mengajarkan
ilmu-ilmunya.
39
Jangan pernah lelah untuk belajar langsung
kepada guru, dimana pun dan kapan pun. Seperti
yang Allah sampaikan dalam Qur’an surat An-
Nahl ayat 43:

“maka bertanyalah kepada orang yang


mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui”

Sementara itu, adab juga sering dipakai


dalam hadits untuk menunjuk kata pendidikan.
Hal itu sebagaimana sabda Nabi saw berikut ini:

“Tuhanku telah mendidikku, dan telah


membuat pendidikanku itu sebaik-baiknya.”

“Sungguh jika seorang ayah mendidik anaknya,


maka hal itu lebih baik baginya daripada sedekah
satu sha’”

"Muliakan anak-anak kalian, dan perbaiki adab


mereka."

40
Telah diberikan dengan jelas sebuah
petunjuk, yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang di
dalamnya juga muntut dan menjelaskan kepada
manusia tentang sejauh apa pun dan selama apa
pun manusia mencari bahwa kebenaran itu
adalah dari Allah subahanahu wata’ala (termuat
dalam surah al-Baqarah ayat 147).

Pembagian Adab

Pembahasan adab sangat luas cakupannya.


Adab tidak terbatas pada masalah pergaulan
terhadap manusia. Bahkan, pembahasan adab
mencakup:

1. Adab terhadap Allah subhanahu wa


ta’ala.
Adab terhadap Allah
subhanahu wa ta’ala diwujudkan
dengan seseorang memercayai berita-
Nya, menjalankan perintah-Nya, dan
41
menjauhi larangan-Nya, serta bersabar
atas takdir-Nya. Di dalam dirinya
tertanam sikap cinta, berharap, dan
takut hanya kepada-Nya. Segala ucapan
dan perbuatannya mencerminkan
pengagungan dan penghormatan
kepada-Nya.
Namun, adab terhadap Allah
subhanahu wa ta’ala tidak akan
terealisasi dengan baik kecuali dengan
mengenal nama-nama Allah subhanahu
wa ta’ala dan sifat-sifat-Nya yang mulia.
Demikian pula dengan mengenal
syariat-Nya, hal-hal yang dicintai Allah
subhanahu wa ta’ala dan yang dibenci-
Nya. Yang tak kalah penting, adanya
kesiapan jiwa untuk menerima
kebenaran secara total. Ini adalah pokok
dari adab. Manakala hal ini tidak ada
pada diri seseorang, tidak ada kebaikan
pada dirinya.
42
1. Adab terhadap Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam.
Adab terhadap Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam
direalisasikan dengan berserah diri
terhadap keputusannya, tunduk kepada
perintahnya, dan memercayai beritanya
tanpa mempertentangkannya dengan
apa pun—baik pendapat manusia,
keragu-raguan, kias (analogi) yang batil,
maupun dengan menyimpangkan
ucapannya dari maksud yang
sesungguhnya.
Termasuk adab terhadap
beliau shallallahu alaihi wa sallam
adalah tidak mendahului keputusannya
dan tidak mengangkat suara di sisinya
lebih dari suaranya. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman,

43
‫ٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذّينَ َءا َمنُواْ َال ت َۡرفَعُ َٰٓواْ أَصۡ ٰ َوت َ ُك ۡم‬
ُ‫ي ّ َو َال ت َۡج َه ُرواْ لَ ۥه‬
‫ت ٱلنَّبّ ه‬
ّ ‫ص ۡو‬َ َ‫فَ ۡوق‬
َ َ‫ض أَن ت َۡحب‬
‫ط‬ ٍ ۡ‫ض ُك ۡم ّل َبع‬ّ ۡ‫ّب ۡٱلقَ ۡو ّل َك َجهۡ ّر َبع‬
َ‫أ َ ۡع ٰ َملُ ُك ۡم َوأَنت ُ ۡم َال ت َۡشعُ ُرون‬
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi, dan janganlah
kamu berkata kepadanya dengan suara
keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain, supaya tidak hapus (pahala)
amalanmu, sedang kamu tidak
menyadari.” (al-Hujurat: 2)

Jika mengangkat suara lebih tinggi dari


suara Nabi shallallahu alaihi wa sallam bisa
menjadikan batal amal kebaikan seseorang,
bagaimana kiranya orang yang menentang sabda
beliau dengan akal semata atau dengan
pendapat manusia?
44
2. Adab terhadap orang lain.

Hal ini diwujudkan dengan bermuamalah


(bergaul) bersama manusia dengan perbedaan
status mereka sesuai kedudukannya. Terhadap
orang tua, ada adab yang khusus. Bersama orang
alim dan penguasa, ada adab yang patut untuk
mereka. Dengan tamu, ada adab yang tidak sama
dengan keluarga sendiri.

3. Adab yang umum sesuai keadaan.

Misalnya, adab ketika safar, bermajelis,


makan dan minum.

a) Adab ketika safar


b) Bermajelis
c) Makan dan minum.

45
Tanamkan Adab pada
Keluarga

Dalam keluarga pastilah ada saling


mencintai dan saling menyayangi. Baik orangtua
kepada anak maupun anak kepada orangtua.
Ustadz Fathur Rohman menyebutkan dalam
kitabnya, Mutiara Adab dalam bab empat
Pembahasan tentang Adab dalam Kitab Al-Adab.
Dengan sub-Bab Mencitai dan Menyayangi Anak,
pada hadits pertama dari Abu Hurairah:

“Saya mendengarkan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:


“Allah menjadikan rahmat (kasih sayang) seratus
bagian, maka dipeganglah disisi-Nya Sembilan
puluh sembilan bagian dan diturunkan-Nya satu
bagian ke bumi. Dari yang satu bagian inilah
seluruh makhluk berkasih sayang sesamanya,
sehingga seekor kuda mengangkat kakinya
karena takut anaknya akan terinjak olehnya”
(Shahih Bukhari: 5541)

46
Bagi seorang anak, kasih sayang dari
orangtua adalah kebutuhan yang mutlak dan
yang selalu dirindukan. Secara fitrah manusia
mempunyai sifat kasih sayang baik kepada
anaknya maupun kepada semua makhluk Allah.
Dalam hadits lain juga menggambarkan bentuk
kasih sayang seorang ibu kepada Anaknya. Ketika
ia mendapatkan makanan yang tidak cukup
untuk di makan bersama anak-anaknya yang
sedang kelaparan, maka anak-anaknya yang
tetap didahulukan dan dia rela menahan lapar.

Tak perlu khawatir bagi orangtua, karena


yang demikian hanyalah mengharap ridho Allah.
Rosulullah ‫ ﷺ‬mengkhabarkan, “Barangsiapa
yang diuji sesuatu karena anak-anak
perempuannya lalu ia berlaku baik terhadap
mereka maka mereka akan melindunginya dari
apai neraka.”

47
Berikan Nama yang Baik untuk Anak

Sebagai orangtua mempunyai kewajiban


untuk memberikan nama yang baik. Karena
memberi nama anak dengan nama yang baik
adalah perintah Rasulullah ‫ﷺ‬. Dari sebuah nama,
ada do’a yang bisa menjadi harapan bagi
oarngtua. Nama adalah harapan dan do’a.

Ayah ibnu Musayyab pernah datang kepada


Rasulullah ‫ ﷺ‬dan ditanya namanya, lalu dia
menjawab namaku “Hazn” (sedih). Ketika beliau
‫ ﷺ‬mendengarkan jawaban itu, langsung
merubah nama ayah Ibnu Musayyab dengan
“Sahl” (mudah). Ayah ibnu Musayyab keberatan
untuk diganti namanya dengan alasan dia tidak
akan merubah nama yang sudah diberikan oleh
kedua orang tuanya. Nama dia tetap Hazn,

48
sehingga dia tetap sedih walau bertemu dengan
orang lain.21

21
Fathur Rohman, Mutiara Adab, (Mojokerto: eLKISI, 2020),
hlm. 234
49
Adab dalam Islam

Adab dalam pandangan Islam bukanlah


perkara remeh. Adab justru menjadi salah satu
inti ajaran Islam. Sedemikian penting perkara ini
hingga para ulama salaf sampai menyusun kitab
khusus yang membahas tentang adab dalam
Islam.

Masalah yang mendasar pada umat adalah


masalah Ilmu dan Adab. Ilmu sudah mulai
diajuhkan, bahkan dihilangkan nilai-nilai adab
dalam arti luas. Akibatnya terjadi hilangnya adab,
seperti yang disebutkan oleh Al-Attas disebut
dengan loss of adab.

Adab dalam Islam disebut dengan Ta’dib,


yang secara Bahasa merupakan bentuk masdar
kata kerja addaba yang berarti mendidik, melatih
kedislipinan, memperbaiki, mengambil tindakan,
beradab, sopan, berbudi baik, mengikuti jejak
akhlaknya.
50
Menurut Ibnu Qayyim, kata adab berasala
dari kata ma’dubah. Kata ma’dubah berarti
‘jamuan atau hidangan’, dengan kata kerja
“addaba-ya’dibu” yang berarti ‘menjamu atau
menghidangkan makanan’.

Kata ta’dib atau al-adab ini dipopulerkan


oleh Imam al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad, al-
Mawardi dalam kitabnya Adab al-Dunya wa al-
Din, Ibn Shahnun dalam kitabnya Adab al-
Muallimin wa al-Muta’allimin, dan Khatib al-
Baghdadi dalam al jami’ Lii al-Akhlak al-Rawi wa
Adab al-Sami’ serta Ibn Jama’ah dalam kitabnya
Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fii Adab al-
Alim wa al-Muta’allim.22

Hamka menjelaskan dalam bukunya,


Falsafah Hidup, bahwa yang dia sebut sebagai

22 Sa’duddin Mansur Muhammad, Ushul Al-Tharbiyyah fii Al-


Qur’an Al-Karim Wa Al-Sunnah Al-Nabawiyyah Al-
Muthahharah, Bogor: Paper Of Internasional Seminar On
Islamic Education Ibn Khaldun University, 2011, hlm.5.
51
pandangan hidupnya sebagai seorang Muslim,
yang coba dia kemukakan, yaitu bahwa setiap
manusia pada alamiahnya telah terdorong untuk
mencari dan mempertanyakan suatu rahasia
besar dalam alam pikirannya melalui akalnya.

Syari’at Sempurna

‫وال ّ هم ۡن ُه ۡم‬
ً ‫س‬ ُ ‫ث فّي ۡٱۡل ُ ّ هميّۧهنَ َر‬ َ ‫ُه َو ٱلَّذّي بَ َع‬
َ َ ‫علَ ۡي ّه ۡم َءا ٰيَتّّۦه َويُزَ ّ هكي ّه ۡم َويُعَ ّله ُم ُه ُم ۡٱل ّك ٰت‬
‫ب‬ َ ْ‫يَ ۡتلُوا‬
ٰ َ ‫و ۡٱل ّح ۡكمةَ وإن َكانُواْ ّمن قَ ۡب ُل لَ ّفي‬
ٍ ‫ضلَ ٍل ُّم ّب‬
‫ين‬ َّ َ َ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta
huruf seorang rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
menyucikan mereka dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata.” (al-Jumu’ah: 2)

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi-


Nya shallallahu alaihi wa sallam dengan syariat

52
yang sempurna. Syariat tersebut menjamin
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak
bagi orang yang berpegang teguh dengannya.
Syariat yang beliau shallallahu alaihi wa sallam
bawa bersifat universal. Segala aspek kehidupan
manusia telah diatur dalam Islam dengan begitu
rapinya.

Syari’at sendiri terbagi menjadi dua bagian,


yaitu i’tiqadiyah dan amaliyah. i’tiqadiyah adalah
hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara
amal. Misalnya, i’tiqad (kepercayaan) terhadap
rububiyah Allah dan kewajiban beribadah
kepada-Nya, juga ber-iqtiqad terhadap rukun-
rukun iman yang lain. Hal ini disebut sebagai
ashliyah (pokok agama).23

Amaliyah adalah segala apa yang


berhubungan dengan tata cara amal. Misalnya,

23
Shalih bin Fauzan, Kitab Tauhid, (Cipayung: Umul Qura,
2014), hlm. 18
53
shalat, zakat, puasa, dan seluruh hokum-hukum
amaliyah. Bagian ini disebut far’iyah (cabang
agama), karena dibangun di atas i’tiqadiyah.

Di antara yang terpenting yang dibawa oleh


Islam adalah memperbaiki kondisi batin manusia
dan membimbing mereka kepada keteguhan hati
di atas agama. Demikian pula memunculkan
kontrol keimanan yang mendorong kepada
kebaikan dan mencegah dari kejahatan.

Sebagai misal adalah diwajibkannya shalat,


zakat, puasa, dan haji. Selain dikerjakan sebagai
bentuk ketundukan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala demi meraih surga-Nya, amal-amal
tersebut juga mengandung manfaat yang
banyak. Shalat misalnya. Apabila dikerjakan
dengan ikhlas dan benar, shalat akan mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.

54
Kedudukan Adab dalam Islam

Adab adalah menggunakan sesuatu yang


terpuji berupa ucapan dan perbuatan atau yang
terkenal dengan sebutan al-akhlaq al-karimah.
Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat
perhatian serius yang tidak didapatkan pada
tatanan mana pun. Sebab, syariat Islam adalah
kumpulan dari akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan.

Manakala seseorang mengesampingkan


salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak,
akan terjadi ketimpangan dalam perkara dunia
dan akhiratnya. Satu sama lainnya ada
keterkaitan. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,

ّ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ّمنُ ّباهللّ َو ْال َي ْو ّم ْال ّخ ّرفَ ْليُحْ س ّْن ّإلَى َج‬
‫اره‬
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaklah ia berbuat baik terhadap tetangganya .”

55
(HR. Muslim, “Bab Al-Hatstsu ‘ala Ikramil Jar
wadh Dhaif”)

56
Membangun Perdaban Ilmu

Tak satupun peradaban manusia bisa tegak


kecuali di dalamnya terdapat kekuatan ilmu
pengetahuan. Sejarah telah menjadi saksi,
keberadaan dan ketiadaan ilmu menjadi
pembenar bagi kejayaan dan kejatuhan bangsa-
bangsa terdahulu. Ilmu adalah cahaya bagi
manusia, penerang akalnya, pembangkit
peradaban, pembawa kebahagiaan. Namun ilmu
tidak datang dengan sendirinya. Ia mesti dicari,
ditekuni dan dihayati sekaligus
dipertanggungjawabkan sebenar-benarnya. Adab
dalam berilmu itu akan melahirkan budaya ilmiah
yang penuh kebijaksanaan.

Dalam buku “Membangun Peradaban


Dengan Ilmu” terbitan Kalam ini, Naquib al-Attas,
pakar filsafat pendidikan dunia, mengatakan
bahwa kemunduran masyarakat sekarang
disebabkan oleh terpinggirkannya ilmu yang
kemudian menyebabkan ketiadaan adab.

57
Pandangannya tentang ketiadaan adab dan
kerusakan ilmu diperlihatkan oleh banyaknya
kebingungan dan kekeliuran persepsi mengenai
ilmu pengetahuan yang selanjutnya menciptakan
ketiadaan adab dalam masyarakat. Akibatnya
kemudian ialah munculnya para pemimpin yang
bukan saja tidak layak memimpin, tetapi juga tidak
memiliki karakter yang luhur dan kapasitas
intelektual dan spiritual yang sangat diperlukan
dalam kepemimpinan.

Gambaran kemunduran masyarakat itu


sesungguhnya mencakup seluruh persoalan.
Politik yang kotor dan culas, ekonomi yang rusak,
hukum yang tidak tegak, kebudayaan yang tidak
layak, dan berbagai persoalan lain berakar pangkal
dari ketiadaan adab dan kerusakan ilmu.

Pandangan M. Natsir tentang peran


strategi guru itu sangat mendasar. Seharusnya,
umat Islam Indonesia dan para pelanjut
perjuangan M. Natsir berusaha sekuat tenaga
untuk memajukan pendidikan guru di Indonesia,
58
lebih khusus lagi mendorong keluarga mereka
agar menempati pos-pos penting sebagai guru
(pendidik).

Sebagaimana pandangan beliau bahwa


guru bukan sekadar "tukang mengajar", yang
bekerja karena bayaran, melainkan guru adalah
pejuang intelektual yang menyiapkan generasi
berikutnya agar menjadi generasi baik.

Adab adalah tindakan yang benar (right),


bersemi dari displin diri. Hal ini harus terbangun di
atas pengetahuan yang bersumber pada
kebijaksanaan. Orang yang beradab ialah orang
yang mengenal dan mengetahui kedudukan
sesuatu dan mampu bersikap secara benar
terhadap sesuatu tersebut berlandaskan ilmu
yang benar pula.

Orang yang beradab mengetahui bahwa


berlaku tidak sopan itu salah maka ia
meninggalkannya; orang yang beradab
mengetahui bahwa berlaku culas ialah tindakan

59
tercela maka ia tidak melakukannya; orang
beradab mengetahui bahwa alam ini ialah ciptaan-
Nya maka ia menjaga dan menghormatinya; dan
orang yang beradab mengetahui apa yang harus
dilakukannya terhadap apa yang dikenalnya
melalui ilmu.

Untuk memahami adab, dibutuhkan


pemahaman mengenai makna dan pengetahuan.
Dalam buku ini Al-Attas mendefinisikan ‘makna’
sebagai pengenalan yang tepat dan benar atas
tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.
Tempat yang benar bagi segala sesuatu ini tampak
jelas ketika sesuatu itu berhubungan dengan
sesuatu yang lain dalam sebuah sistem.

Sementara ‘pengetahuan’ didefinisikan


dengan tibanya makna ke dalam jiwa serta tibanya
jiwa pada makna. Ketika seseorang mengetahui
(atau sekaligus mengenali) makna suatu hal, maka
ia harus mengakuinya dengan sepenuh hati
sebagai kebenaran. Pengakuan ini harus disertai
tindakan yang tepat atas apa telah diketahui atau
60
dikenali tersebut. Mendidik individu-individu
generasi pembelajar menjadi manusia beradab
ialah cara terbaik untuk mengatasi berbagai
persoalan yang ada hari ini.

61
62
III. Ciri Pendidik Unggul dalam
Pandangan Islam

Secara umumn para ilmuan Islam telah


menetapkan beberapa ciri pendidik unggul.
Adalah menjadi kewajiban kepada semua
pendidik untuk berusaha memenuhi semua ciri
ini dan seterusnya mendapat keberkatan dari
Allah Subhanahuwataala pada setiap perkara
yang dilakukan. Ciri-ciri ini dapat disimpulkan
seperti berikut

Murabbi

Murabbi bermaksud memperbaiki,


memimpin dan mentadbir. Pendidik sentiasa
menyayangi pelajar dan menasihati dan
membimbing dalam pembentukan syahsiyah
mereka. Pendidik juga adalah kaunselor dan
penyebar nilai budaya yang elok dan menjadi
contoh kepada pelajar.

63
Mudarris

Mudarris dalam kamus Al-Munawwir bisa


diartikan juga dengan Mu’allim yaitu Guru atau
Pengajar. Pendidik hendaklah bertanggunjawab
menyampaikan ilmu yang ada padanya kepada
pelajarnya yang boeh membina pemikiran,
rohani, jasmani,emosi dan juga sosial. Apa yang
diketahuinya hendaklah disampaikan kerana
kerja pengajaran adalah sebahagian daripada
amal soleh. Manakala enggan
menyampaikannya adalah merupakan satu
kesalahan.

Mu’allim

Pendidik sebagai mu’allim boleh


didefinasikan sebagai mengajar atau
menyampaikan limu kepada orang lain dan
mengamalkan apa yang disampaikan di samping
berusaha menambah ilmu pengetahuan. Mualim

64
mempunyai rasa belas kasihan kepada pelajar
dan menganggap mereka seperti anak sendiri.
Mualim mengajar kerana Allah
Subhanahuwataala dan bukannya kerana
ganjaran dan tidak mengharapkan balasan
daripada pelajar.

Mu’addib

Muaddib bermaksud mendidik ke arah


memperelokkan lagi akhlak pelajar. Pendidik
yang muaddib merupakan individu yang
bertanggungjawab dan melaksanakan
pendidikan peradaban dalam pengertian yang
luas dan mendalam terhadap peribadi dan
kehidupan pelajar. Muaddib seorang yang
memberi ilmu dan mendidik mereka dalam
akhlak dan adab yang baik. Pendidik juga
mendidik pelajar agar tidak merendahkan ilmu
pelajaran lain selain dari yang diajar olehnya.
Pendidik mendidik pelajar melalui akhlak yang

65
baik daripada hanya penyampaian secara teori
sahaja.

Mursyid

Mursyid dalam kamus Al-Munawwir


diartikan dengan Penunjuk yang disamakan
artinya dengan mu’allim. Mursyid bersal dari kata
rosyada-rusydan-warosyaadan yang memilki arti
mempeoleh petunjuk. Pendidik yang mursyid
bermaksud sebagai penuntun jalan hidup yang
benar dan betul dengan nilai dan sikap yang
benar dan berperanan sebagai hamba Allah
Subhanahuwataala dan khalifahNya dimuka
bumi. Mursyid menunjukkan kepada jalan yang
benar dari sudut ilmu kesufian dan memberikan
petunjuk kepada jalan yang lurus. Pendidik
mempunyai tingkah laku baik dan terpuji, bersih
dari akhlah tercela, tidak taasub atau fanatik,
zuhud pada amalan dan perbuatan dan
mempunyai tokoh kepimpinan. Syarat untuk
66
menajdi pendidik yang mursyid ialah beliau
mestilah alim dari segenap perkara atau disiplin
ilmu, menyimpan atau menutup keaiban pelajar-
pelajarnya dan pengajaran terkesan di dalam hati
pelajar.

67
IV. Menanamkan Adab dalam
Kehidupan

Adab dan akhlak sangat penting dalam


kehidupan, baik itu kehidupan sendiri, keluarga,
ataupun sosial. Dan yang lebih penting lagi
adalah adab keapada Allah dan Rasul-Nya.

Belajar Adab dari Kisah sang Bijak


Luqman al-Hakim

68
Tauhid dan Aqidah yang Benar,
melahirkan Adab dan Akhlak Mulia

Makna Aqidah secara Bahasa

Akidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti


pengikatan. I’taqodtu kadzaa artinya “saya ber-
I’tiqad begini.” Maksudnya, saya mengikat hati
terhadap hal tersebut. Akidah adalah apa yang
diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “Dia
mempunyai akidah yang benar,” berarti
akidahnya bebas dari keraguan. Akidah
merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan
hati dan pembernarannya kepada sesuatu. 24

Aqidah yang benar adalah fondasi bagi


bangunan agama serta merupakan syarat sahnya

24
Shalih bin Fauzan, Kitab Tauhid, (Cipayung: Umul Qura,
2014), hlm. 17
69
amal, sebagaimana firman Allah Subhanahu
wata’ala:

“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan


Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan
kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan
dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Tuhannya.”

70
Tauhid Mewajibkan Wujudnya Iman

Tauhid, semakin kuat tauhid seseorang,


maka semakin baik akhlaknya. Sebaliknya,
semakin lemah tauhid seseorang, semakin buruk
pula akhlaknya. Oleh sebab itu, bisa dipahami jika
para Nabi dan ulama dahulu, selalu
mengingatkan perlunya memperbaharui iman
dengan membaca kalimat tauhid Lâ ilâha illâ
Allâh. Orang yang terbiasa melafalkan kalimat
tauhid niscaya imannya meningkat dan
karenanya mampu mencapai hubungan dekat
dengan Allah. Kedekatan hubungan itu hanya
bisa dicapai dengan cara membersihkan hati. Jika
hati bersih maka mengalir dari padanya
perbuatan yang baik, begitu juga sebaliknya.

Tauhid dan Pola Pikir

Dalam pandangan ar-Râzî, pola pikir


adalah aktivitas jiwa yang memerlukan khayal
dalam berbagai hal dan membutuhkan ke- 38
71
seimbangan. Secara sederhana pola pikir bisa
diartikan sebagai cara pandang atau bagaimana
sejatinya seseorang itu berpikir. Pengertian pola
pikir oleh al- Attas dengan menyatakan bahwa
sejatinya berpikir adalah,

“Gerakan jiwa menuju makna, dan proses


ini memerlukan imaji- nasi (al-khayal).
Intuisi, baik dalam pengertian kecerdasan
(al-hads) maupun dalam pengertian
pengalaman pencerahan atau illumi- natif
(al-wijdan) adalah sampainya jiwa pada
makna atau sampai- nya makna ke dalam
jiwa, baik dengan usaha pencarian melalui
pembuktian, seperti pada kasus yang
pertama, maupun datang sendirinya seperti
pada kasus kedua”.

Setiap orang memiliki pola pikir yang


berbeda dari yang lain. Perbedaan pola pikir
terjadi karena adanya cara pandang yang ber-
beda. Cara pandang orang yang mempercayai
72
Tuhan berbeda dengan mereka yang tidak
percaya kepada Tuhan. Dengan kata lain, bahwa
pola pikir orang yang beriman berbeda dengan
mereka yang tidak beriman. Dalam hal ini, Ibn
Hajar al-Asqalani menerangkan bahwa orang
yang memiliki pemikiran kotor hatinya pasti
lemah.

Oleh karena akal dan hati selalu berkaitan,


maka apa yang diyakini oleh hati sesungguhnya
tidak lepas dari apa yang dipikirkan oleh akal.
Bahkan dengan akalnya seseorang bisa berpikir
dan dari padanya proses kepercayaan itu mulai
hadir dan menetap di dalam hati.

Tauhid dan Pola Sikap

Sikap (al-Suluk) merupakan kecondongan


hati untuk beribadah kepada Allah dan
menjauhkan diri dari syahwat nafsu yang berupa
kenikmatan dunia. Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar
al-Asqalani menjelaskan makna sikap sebagai

73
gambaran ketaatan seseorang dalam beribadah
dengan menjalankan segala perintah-Nya untuk
mendapatkan cinta-Nya. Pengertian tersebut
mengisyaratkan bahwa ketika seseorang telah
menetapkan sikapnya, maka sejatinya ia telah
mengungkapkan pendiriannya, kepercaya- anya
atau pandanganya.

Sementara itu, ahli psikologi menggunakan


istilah sikap atau “attitude” untuk menunjuk
status mental individu. Sikap individu biasanya
selalu diarahkan kepada suatu hal atau objek
tertentu yang sifatnya masih tertutup. Oleh
karena itu, manifestasi sikap seseorang belum
bisa dilihat secara langsung, tetapi bisa dibaca
dan ditafsirkan.

Kendati sikap belum terlihat, ia dapat


menuntun dan mendorong seseorang melakukan
tindakan. Apapun yang dilakukan oleh seseorang
tidak lepas dari sikapnya dan apa yang
diekspresikan adalah gambaran dari sikapnya.
74
Dalam kaitan ini, maka pola sikap orang berbeda-
beda.

Sikap seorang Mukmin (QS. 33 : 32, 16 : 125)


adalah selalu bertakwa, menjauhkan diri dari
perbuatan kotor, tidak diperkenankan seorang
lelaki berbicara sesuka hatinya dengan
perempuan “bukan muhrimnya”, tidak menyakiti
orang lain, tidak melakukan hal-hal yang dilarang,
dan mengatakan sesuatu dengan baik. Berbeda
dengan sikap orang Musyrik (QS. 6 : 111, 16 : 61)
yang sangat keras, bahkan karena kerasnya,
apapun yang benar tidak dipercaya bahkan
ditolaknya, sekalipun diturunkan para malaikat
kepadanya.

Tauhid dan Pola Prilaku

Perilaku (al-a’mal) adalah tindakan atau


perbuatan manusia yang dibagi menjadi tiga
macam yaitu taat, maksiat, dan mubah. Dalam
relasi ini dijelaskan, bahwa taat memiliki

75
hubungan erat dengan niat seperti dalam al-Asl.
Dalam al-Asl seseorang bisa dikatakan taat
apabila niat melakukan tindakan itu semata
untuk ibadah kepada Allah, tetapi jika niatnya
riya’ maka ia menjadi maksiat. Kedua, maksiat
merupakan suatu tindakan manusia yang tidak
berubah niatnya. Dan ketiga, mubah adalah
suatu tindakan yang sangat tergantung pada
niatnya, apakah tinda- kan itu dilakukan sebagai
sarana mendekatkan diri kepada Allah atau
sebaliknya.

76
Hijrah untuk Membangun
Perdaban

77
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Kritik dan Saran

78
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhamamd, Konsep Adab Syed


Muhammad Naquib Al-Attas: Dan
Aplikasinya di PerguruanTinggi (Depok:
Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Depok,
2020).

Madini, Fatih, Reformasi Pemikiran Pendidikan


Kita (Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-
Taqwa Depok, 2020).

Husaini, Adian, Pendidikan Islam Mewujudkan


Generasi Gemilang Menuju Negara
Adidaya 2045, (Depok: Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa Depok, 2020).

Djaelani, Anwar, Berdekat-dekat kepada yang


Maha Dekat, (Jogjakarta: Pro-U Media,
2020)

79
Husaini, Adian; Galih Bambang Setyawan,
Pemikiran dan perjuangan M. Natsir dan
Hamka dalam Pendidikan, (Jogjakarta:
Gema Insani, 2019)

Hamka, Falsafah Hidup Memecahkan Rahasia


Kehidupan Berdasarkan Tuntunan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, (Jakarta: Replubika
Penerbit, 2015)

Imam Nawawi, Adabul ‘Alim wal Muta’allim,


Adab Guru dan Murid, (Jakrta: Gaza
Bookstore, 2018)

Imam Al-Bukhari, Al Adab Al-Mufrad, (Jakarta:


Griya Ilmu, 2015)

Ma’sum, Ali; Abidin, Zainal, Kamus Al-Munawwir


Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997)

80
PROFIL PENULIS

81
82
ّ‫ فَإّ َّن ت َ َعلُّ َمهُ ّ َّلِل‬، ‫تَ َعلَّ ُموا ْال ّع ْل َم‬
، ‫طلَبَهُ ّع َبادَة‬ َ ‫ َو‬، ‫َخ ْش َية‬
‫ث‬ َ ‫ َو ْالبَ ْح‬، ‫َو ُمذَا َك َرتَهُ تَ ْس ّبيح‬
‫ َوتَ ْع ّلي َمهُ ّل َم ْن ال‬، ‫ع ْنهُ ّج َهاد‬ َ
‫ َوبَ ْذلَهُ ۡل َ ْه ّل ّه‬، ‫صدَقَة‬ َ ُ‫يَ ْعلَ ُمه‬
‫قُ ْربَة‬
“Pelajarilah Ilmu, karena
mempelajarinya karena Allah
merupakan suatu bentuk rasa takut,
menuntutnya adalah ibadah,
mengulang-ngulangnya adalah
tasbih, mencarinya merupakan jihad,
mengajarkannya kepada orang yang
tidak mengetahuinya adlaah sedekah,
83
dan menyebarluaskannya merupakan
bentuk kedekatan kepada Allah.”

‫ض ّمثْ ُل‬ ّ ‫مثل العلماء فّي اۡل َ ْر‬


ّ َّ‫ت ّللن‬
‫اس‬ ْ َ‫اء إّذَا بَد‬ّ ‫س َم‬ َّ ‫النُّ ُج ْو ّم فّي ال‬
‫علَ ْي ّه ْم‬
َ ‫ت‬ ْ َ‫ا ْهتَدَ ْوا ّب َها َو ّإذَا َخ ّفي‬
‫تَ َحي َُّر ْوا‬
“Perumpamaan ulama di muka bumi
adalah seperti bintang-bintang di
langit. Bila bintang-bintang itu
tampak oleh manusia, maka mereka
mendapatkan petunjuk karenanya.
Jika ia tidak terlihat oleh mereka,
maka mereka akan kebingungan.”

84
‫اليس يستغفر لطالب‬
‫العلم كل شىء أفكهذا‬
‫منزلة‬
“Bukankah orang yang menuntut
ilmu itu dimohonkan ampunan oleh
segala sesuatu? Maka, bukankah
demikian pula halnya dengan
kedudukannya?.” (32)

‫العالم كالعين العذبة نفعها دائم‬


“Seorang yang berilmu itu seperti
mata air tawar. Manfaatnya abadi.”
(33)
85
‫العلم كالسراج من مر به اقتبس‬
“Seorang yang alim itu seperti pelita,
siapa yang melewatinya akan
mendapatkan manfaat.” (33)

َ ‫س َك َوأ َ ْن‬
ُ ‫ت تَ ْح ُر‬
‫س‬ ُ ‫ْال ّع ْل ُم يَ ْح ُر‬
‫ال َما َل‬
“Ilmu menjagamu sedangkan engkau
menjaga harta.”

“Ilmu itu adalah kehidupan hati dari


kebodohan, dan penerang bagi nurani
86
dalam kegelapan. Dengan ilmu
seseorang akan mencapai derajat
orang-orang baik dan terpilih,
memikirkan dan mempelajarinya
adalah baik daripada shalat,
sedangkan pemilik ilmu itu akan
dihormati dan dimuliakan.” (33)

“Ilmu itu adalah harga diri bagi orang


yang tidak memiliki harga diri.” (35)

87
SINOPSIS

Belalang menjadi burung elang.


Kutu menjadi kura-kura, dan
Ulat berubah menjadi naga

S yair pujangga Abdullah Abdul Qadir al-


Munsyi, ditulis pertengahan abad 19. Sekilas
ia seperti sedang bicara evolusi Darwin, atau
cerita bim salabim ala Herry Porter. Tapi sejatinya
ia sedang bicara tentang perubahan yang aneh.
Perubahan tentang bangsanya yang kehilangan
adab.

Tentu faham belalang mustahil jadi


burung elang, kutu jadi kura-kura. Ia juga faham
mengapa Tuhan mengizinkan kepompong bisa
jadi kupu-kupu yang cantik. Tapi, yang ia
gelisahkan mengapa ini bisa terjadi di dunia
manusia. Semua orang berhak mencapai sukses,

88
tapi mengapa sukses dicapai dengan
mengorbankan moral. Kita menjadi lebih faham
setelah membaca bait berikutnya:
Bahkan seorang yang hina dan bodoh dapat
pandai dan terhormat, jika memiliki harta.
Sedangkan orang miskin tidak dipandang
walaupun pandai dan terhormat

Syekh Muh Naquib al-Attas, ulama yang


juga pakar sejarah Melayu. Mengatakan letak
kesalahannya, ada pada lembaga pendidikan
kita. Pendidikan kita tidak menanamkan adab.
Adab adalah ilmu yang berdimensi iman, ilmu
yang mendorong amal dan yang bermuatan
moral.

89

Anda mungkin juga menyukai