Anda di halaman 1dari 77

0

BUKU AJAR

PEMBINAAN IHSAN
(AKHLAQ)

YAYASAN WAKAF UMI


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PESANTREN MAHASISWA DARUL MUKHLISIN UMI
PADANGLAMPE
2020

Buku Ajar Program Pencerahan Qalbu


1

Pembinaan Ihsan (Akhlaq)

Tim Penyusun:
Ketua : Dr. KH. M. Zain Irwanto, MA
Sekretaris : Dr. Akhmad Bazith, Lc., M.Ag

Anggota :
1. Drs. H. Mursalin Ilyas, MA
2. H. Abbas Ali Mayo, Lc., MA
3. Dr. Hj. Maryam Ismail,MA
4. Drs. Abd.Samad Baso, MA
5. H. Ahmad Wakka, Lc., M.Pd
6. Dr. H. Said Syarifuddin, Lc., MA
7. Drs. Abd. Wahid Sepe., MA

Diterbitkan Oleh :
Pesantren Mahasiswa Darul Mukhlisin UMI
Padanglampe-Pangkep
Cetakan I ; Juli 2020

Dicetak Oleh:

DAFTAR ISI
2

Daftar Isi……………………………………………………………………….. 2
Kata Pengantar Direktur Umum……………………………………………….. 3

Bab I Ihsan dan Akhlaq ………………………….…………………………. 4


A. Ihsan……………………………..……………………………………….. 4
B. Akhlaq……….…………………..……………………………………….. 5
C. Hubungan Ihsan dengan Iman dan Islam……………………………..…….. 7
D. Objek, Ruang Lingkup dan Operasional Pembinaan Ihsan………………….. 8

Bab II Makrifatun Nafsi (Mengenal Jati Diri)……………………………….. 11


A. Memahami Asal dan Proses Kejadian Manusia…………………………….. 11
B. Tujuan Penciptaan Manusia………..……………………………………….. 14
C. Sumber Daya atau Potensi yang Dimiliki Manusia……………………..…….. 15
D. Kecenderunan SDM dalam Operasionalnya…………………………….. 23

Bab III Proses Pembinaan Ihsan…………….……………………………….. 25


A. Pembinaan melalui Suluk dan Tariqah…….…………………………….. 11
B. Takhalli, Tahalli, Tajalli..………..……………………………………….. 14
C. Sumber Daya atau Potensi yang Dimiliki Manusia……………………..…….. 15
D. Kecenderunan SDM dalam Operasionalnya…………………………….. 23

Bab IV Proses Pembinaan Ihsan…………….……………………………….. 25


A. Pembinaan melalui Suluk dan Tariqah…….…………………………….. 11
B. Takhalli, Tahalli, Tajalli..………..……………………………………….. 14
C. Sumber Daya atau Potensi yang Dimiliki Manusia……………………..…….. 15
D. Kecenderunan SDM dalam Operasionalnya…………………………….. 23

Daftar Pustaka……………..……………………………………………………. 50
3

Kata Pengantar
Direktur Umum

‫َأْلَحْم ُد ِهلل َر ِّب ْالَع اَلِم َنْي َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َعىَل َأَرْش ِف اَأْلْنِب َي اِء َو اْلُمْر َس ِلَنْي َس ِّي ِد اَن ُم َح َّم ٍد َو َعىَل آِهِل‬
، ‫ َو َبْع ُد‬، ‫َو ْحَص ِب ِه َأَمْجِع َنْي‬
Dengan Rahmat, ‘Ina>yah dan Tau>fiq dari Allah swt., buku ajar maka kuliah
“Pembinaan Ihsan (Akhlaq)” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu bagian
dari kelengkapan referensi akademik pada Program Pencerahan Qalbu di Pesantren
Mahasiswa Darul Mukhlisin UMI Padanglampe-Kab. Pangkep. Salawat dan taslim
dipersembahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., sebagai pembawa
kebenaran, penyempurna seluruh ajaran agama yang datang sebelumnya, sekaligus
sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam.
Pesantren Mahasiswa Darul Mukhlisin UMI Padanglampe Pangkep sebagai
salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Wakaf Universitas
Muslim Indonesia (YW-UMI) Makassar senantiasa melakukan berbagai upaya dan
terobosan dalam rangka merespon tuntunan zaman yang semakin kompetitif dengan
memberikan bekal kepada mahasiswa secara khusus dan civitas akademika secara
umum lewat berbagai program pengembangan dan pendidikan karakter yang berbasis
Qur’ani dan salah satunya adalah Program Pencerahan Qalbu.
Buku ajar ini diperuntukkan kepada mahasiswa dan peserta yang mengikuti
Program Pencerahan Qalbu di Pesantren Mahasiswa Darul Mukhlisin UMI
Padanglampe Pangkep, yang salah satu materi ajar yang disajikan adalah Pembinaan
Ihsan (Akhlaq).
Dalam buku ajar ini, dikemukakan uraian-uraiannya dengan memperhatikan
pengertian ihsan dan ruang lingkupnya, lalu mengenal jati diri sebagai manusia
(makrifatun-nafs), kemudian proses pembinaan ihsan dan terakhir tentang bagaimana
aktualisasi ihsan dengan sifat yang terpuji.
Penyelesaian kitab ajar ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, sepatutnya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak,
sehingga buku ajar ini dapat diselesaikan dan diterbitkan, wabilkhusus kepada tim
penyusun.
‫و هللا ويل التوفيق والهداية‬
Padanglampe, Juli 2020
Direktur Umum
4

Dr. KH. M. Zain Irwanto, MA.

BAB I
IHSAN DAN AKHLAQ

A. IHSAN
1. Pengertian Ihsan
Ihsan menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, yang akar katanya berasal
dari kata kerja (fi’il) )‫فعل (حسن‬
, kemudian menjadi ) ‫ إحساان‬- ‫افعل (أحسن – حيسن‬
yang berarti: baik, kebaikan, lebih baik, paling baik, berbuat baik dan memperbaiki.
Makna ihsan menurut istilah dan secara luas, dapat dilihat pada pembahasan
berikut ini:
a. Ihsan dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an, kata Ihsan berarti kebaikan QS. al-Rahman/55: 60, dan
dapat berarti berbuat kebaikan. Firman Allah dalam QS. al-Nahl/16: 90.
‫َّن اَهَّلل َيْأُم ُر اِب ْلَع ْد ِل َو ا ْح َس اِن َو يَتاِء ِذ ي اْلُقْر ىَب َو َيَهْنى َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو اْلَبْغِي َيِع ُظ ْمُك َلَع َّلْمُك‬
‫ِإ‬ ‫ِإْل‬ ‫ِإ‬
‫َتَذ َّكُر وَن‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.

b. Menurut Hadis
Ihsan menurut sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Abdullah
bin Umar bahwa pernah seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw., tidak lain
adalah malaikat Jibril (berwujud sebagai sosok seorang laki-laki) menanyakan
tentang Iman, Islam, dan Ihsan, kemudian Rasulullah saw. memberi jawaban sebagai
berikut:
‫ «ا ْس اَل ُم َأْن َتْش َهَد َأْن‬: ‫ َفَقاَل َر ُس وُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل‬، ‫ اَي ُم َح َّم ُد َأْخ ْرِب يِن َع ِن ا ْس اَل ِم‬: ‫َقاَل‬
‫ِإْل‬ ‫ِإْل‬
‫ َو َتُص وَم‬،‫ َو ُت ْؤ َيِت الَّز اَك َة‬،‫ َو ُتِقَمي الَّص اَل َة‬، ‫اَل َهَل اَّل ُهللا َو َأَّن ُم َح َّم ًد ا َر ُس وُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل‬
‫ِإ ِإ‬
،‫ َو ُيَص ِّد ُقُه‬،‫ َفَع ِج ْب َنا ُهَل َيْس َأُهُل‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َص َد ْقَت‬: ‫ َقاَل‬، » ‫ َو ُحَت َّج اْلَبْيَت ِن اْس َتَط ْع َت َلْي ِه َس ِب ياًل‬، ‫َر َم َض اَن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
، ‫ َو اْلَي ْو ِم اآْلِخ ِر‬، ‫ َو ُر ُس ِهِل‬، ‫ َو ُكُتِب ِه‬، ‫ َو َم اَل ِئَكِت ِه‬، ‫ «َأْن ُت ْؤ ِم َن اِب ِهلل‬: ‫ َق اَل‬، ‫ َف َأْخ ْرِب يِن َع ِن ا َمياِن‬: ‫َق اَل‬
‫ِإْل‬
5

‫ «َأْن َتْع ُب َد َهللا‬: ‫ َق اَل‬، ‫ َف َأْخ ْرِب يِن َع ِن ا ْح َس اِن‬: ‫ َق اَل‬، ‫ َص َد ْقَت‬: ‫ َق اَل‬، » ‫َو ُتْؤ ِم َن اِب ْلَق َد ِر َخ ِرْي ِه َو ِّرَش ِه‬
‫ِإْل‬ » ‫ َف ْن َلْم َتُكْن َتَر اُه َف َّنُه َيَر اَك‬، ‫َأَكَّنَك َتَر اُه‬
Artinya:
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Islam ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan
jiwa ditandai dengan mengerjakan apa yang dikehendaki sesuatu yang diyakini.
Islam adalah, Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
puasa Ramadan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika mampu.
Iman adalah Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, serta engkau beriman kepada Kadar (ketentuan
Tuhan) baik dan buruk.
Ihsan adalah Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika
engkau tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau. (HR.
Muslim)

c. Pandangan ulama tentang Ihsan


1. Al-Asfahani mengatakan bahwa ihsan itu dapat diartikan dalam dua arti, yaitu:
Memberi kenikmatan (kebaikan) kepada orang lain, mengetahui dengan baik akan
sesuatu pengetahuan dan mengajarkan dengan baik akan sesuatu pekerjaan.
2. Monawar Cholil mengatakan bahwa segenap amal perbuatan itu dikerjakannya
dengan perasaan tanggung jawab kepada Allah
3. Imam al-Nawawi mengatakan Ihsan ialah Ikhlas dalam beribadah dan seorang
hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhannya dengan penuh khusyu’ khudu’, dan
sebagainya.
4. Syekh Muhammad ‘Ali al-Kurdi, mengatakan Ihsan ialah selalu dalam keadaan
diawasi oleh Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam Iman dan
Islam hingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.

B. AKHLAQ
1. Pengertian Akhlaq Menurut Bahasa
Akhlaq adalah berasal bahasa Arab, dari kata “Akhlaq” ( ‫)أخالق‬, bentuk jamak
dari kata khuluq ( ‫ )خلق‬yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Akhlaq ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq (pencipta) dan
makhluq (yang diciptakan). Rasulullah saw. diutus untuk menyempurnakan akhlaq
manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq (manusia ) dengan khaliq
(Allah swt.) dan hubungan baik antara makhluq dengan makhluq lainnya, seperti
dalam ungkapan hadis.
‫َتْقوى اِهَّلل َو ُح ْس ُن اْلُخ ُلِق‬
Artinya:
6

Bertaqwa kepada Allah dan berakhlak dengan akhlak yang baik.


(HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Di hadis yang lain disebutkan:


‫َّن ِم ْن َأِح ِّب ْمُك َّيَل َو َأْقَر ِبْمُك ِم يِّن َمْج ِلًس ا َيْو َم اْلِقَياَم ِة َأْح َس ُنْمُك َأْخ اَل ًقا‬
Artinya:
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat
duduknya pada hari kiamat denganku yaitu orang-orang yang paling baik akhlaknya.
(HR. Tirmidzi)

Di hadis yang lainnya, Nabi saw. bersabda:


‫ِإَّنَم ا ُبِع ْثُت ُأِلَتِّم َم َص اِلَح اَأْلْخ اَل ِق‬
Artinya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR. Ahmad,
Bukhari)

Dalam al-Qur’an, Allah swt. berfirman QS. al-Qalam/68: 4.


﴾٤﴿ ‫َو َّنَك َلَع ٰىَل ُخ ُلٍق َع ِظ ٍمي‬
Terjemahnya: ‫ِإ‬
Dan sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.

2. Akhlaq Menurut Pandangan Ulama


Ibnu Maskawaih menyatakan Akhlaq sebagai keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
fikiran (lebih dahulu).
Menurut Imam al-Ghazali, akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
yang dari padanya tumbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Ahmad Amin mengatakan yang disebut akhlaq adalah ‘adatul iradhah
(kehendak yang dibiasakan).

3. Perbandingan Istilah Etika, Moral dan Akhlaq


1) Etika berasal dari bahasa Yunani, dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam Ensiklopedi Pendidikan Etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan
tentang baik dan buruk. Dalam kamus istilah pendidikan dan umum Etika adalah
bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhurun budi (baik dan buruk). Etika
adalah Ilmu tentang tingkah laku manusia prinsip-prinsip yang disistimatisir
tentang tindakan moral yang betul.
2) Moral
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin, Mores jamak dari Mos yang berarti adat
kebiasaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI), moral adalah baik
7

buruk perbuatan dan kelakuan. Moral juga adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, buruk.
Perbedaannya, etika lebih banyak bersifat teoritis, moral lebih banyak bersifat
praktis, keduanya bersumber dari akal manusia. Akhlaq bersumber dari Allah swt.
(wahyu) dan bersifat universal. Etika dan moral secara lokal. Pertanggung
jawaban etika dan moral hanya kepada manusia, sebaliknya akhlaq pertanggung
jawabannya di hadapan Allah swt. sampai akhirat, karena dalam akhlaq ada iman
dan syari’at.

C. HUBUNGAN IHSAN/AKHLAQ DENGAN IMAN DAN ISLAM


Iman ialah salah satu aspek ajaran Islam yang membahas tentang keimanan
atau kepercayaan. Dan dalam dunia ilmu pengatahuan disebut Ilmu Kalam, Ilmu
Tauhid.
Islam ialah aspek ajaran Islam yang membahas tentang tata cara beribadah
kepada Allah dan bergaul sesame manusia, ini lazim disebut dengan ilmu Fiqhi.
Dan Ihsan ialah aspek ajaran Islam yang membicarakan tentang bagaimana
seorang muslim bersikap kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dan bertingkah-
laku kepada sesama; dan hal ini sering disebut Ilmu Akhlaq atau Ilmu Tasawuf.
Iman, Islam, Ihsan, merupakan tiga serangkai yang tidak boleh terpisah dalam
keragka agama Islam sesuai dengan bunyi hadits tentang pengertian Iman, Islam,
Ihsan di atas. Maksud kesempurnaan agama (Islam) itu terletak tiga sendi: Iman Islam
Ihsan dan dikatakan sebagai muslim yang hakiki bila ia dapat mengumpulkan dalam
dirinya ketiga sendi tersebut.
Ihsan dapat dikatakan sebagai puncak kesempurnaan dari Iman dan Islam.
Orang yang sempurna keimanan dan keislaman akan mencapai suatu keadaan di
mana ia dapat melakukan ibadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah bila tidak
dapat melihat ia selalu merasa diawasi oleh Allah.

Ihsan

Islam Iman

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kalau Iman sebagai fondamen yang
ada dalam jiwa seseorang dari hasil perpaduan antara pengatuhan dan penghayatan
8

atau ilmu dan makrifah akan adanya Allah beserta sifat-sifat-Nya. Dan Islam sebagai
reflekasi jiwa tersebut yang tergambar dalam tindakan badaniyah berupa kebaikan
nyata kepada-Nya. Maka Ihsan memberikan nilai terhadap kebaktian atau ibadah
yang ia kerjakan. Atau dapat dikatakan bahwa Ihsan merupakan karakteristik dari
pengejawantahan Iman dan Islam yang membaur dalam diri seseorang yang
terpimpin ke arah kebaikan dan takut berbuat kemungkaran.

D. OBJEK, RUANG LINGKUP DAN OPERASIONAL PEMBINAAN IHSAN


1. Objek Pembinaan Ihsan/Akhlaq
Secara umum, objek pembinaan ihsan adalah manusia dalam rangka
memperbaiki dirinya, serta hubungannya dengan tuhannya (Allah swt), hubungannya
dengan sesama manusia dan makhluq lainnya.

2. Ruang Lingkup Pembinaan Ihsan/Akhlaq


Ruang lingkup pembinaan ihsan dapat dilihat dari objeknya, dengan kata lain,
yaitu kepada siapa kita harus berlaku Ihsan?. Pertanyaan ini dapat dijawab pada
penjelasan berikut ini:
a. Ihsan kepada Allah swt. Dan Rasul-Nya
Sebagai Sang Pencipta dan juga kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut. “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan
berbuat Ihsan atas segala sesuatu…”. (HR. Muslim). Ihsan kepada Allah swt adalah
menyembah dan beribadah kepada Allah swt., baik dalam bentuk ibadah khusus yang
disebut ibadah mahdah (murni, ritual), seperti salat, puasa, dan sejenisnya, ataupun
ibadah umum yang disebut dengan ibadah gairu mahdah (ibadah sosial), seperti
belajar-mengajar, berdagang, makan, tidur, dan semua perbuatan manusia yang tidak
bertentangan dengan aturan agama.

b. Ihsan kepada Sesama Makhluk


Allah swt. berfirman:
‫َو َأْح ِس ْن اَمَك َأْح َس َن اُهَّلل َلْي َك َو اَل َتْب ِغ اْلَفَس اَد يِف اَأْلْر ِض َّن اَهَّلل اَل ِحُي ُّب اْلُم ْفِس ِد يَن‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“…dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS al-Qasas/28: 77)

c. Ihsan kepada Alam Sekitar


Alam raya beserta isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk
kepentingan kelestarian hidup alam dan manusia sendiri, alam harus dimanfaatkan
secara bertanggungjawab. Allah swt. berfirman:
‫َو اَل َتْب ِغ اْلَفَس اَد يِف اَأْلْر ِض َّن اَهَّلل اَل ِحُي ُّب اْلُم ْفِس ِد يَن‬
Terjemahnya
‫ِإ‬
9

“…dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah


tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qasas/28:77).

d. Ihsan Kepada Diri Sendiri


Kita wajib berlaku ihsan kepada diri sendiri, bahkan sebelum kita berlaku
ihsan kepada sesama ciptaan Allah swt., sabda Rasulullah saw.
،‫َف َّن ِلَج َس ِد َك َعَلْي َك َح ًّقا‬
Artinya :
‫ِإ‬
Dan sungguh, dirimu sendiri juga memiliki hak yang wajib kamu penuhi.
(HR. al-Bukhari)

3. Aktualisasi dan Operasional Pembinaan Ihsan


Pembinaan ihsan mencakup segala aspek dan dimensi kegiatan manusia, lahir
dan batin, jasmani dan rohani, sehingga manusia diharapkan menjadi baik dalam
segala aspek kehidupannya, baik dia sebagai makhluq individu, maupun sebagai
makhluq sosial. M. Quraish Shihab memberi makna ihsan lebih luas dari sekedar
pengertian “memberi nikmat atau nafkah”. Makna ihsan pun dikatakan lebih luas dari
sekadar dari kandungan makna “adil”, karena adil diartikan sebagai “memperlakukan
orang lain sama dengan perlakuannya kepada yang lain”. Sedangkan pengertian ihsan
dikatakan sebagai memberi lebih banyak daripada yang harus diberikan dan
mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya diambil. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-
Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 1995, h. 731)
Berkaitan dengan hal tersebut. Maka aktualisasi ihsan adalah;
a. Berbuat baik melampau kebaikan yang diterima,
b. Melakukan pekerjaan melampaui tuntutan sebenarnya,
c. Melakukan kewajiban melebihi tuntunan tetapi tidak mesti mengambil semua
haknya,
d. Amal perbuatan itu dikerjakan dengan perasaan tanggung jawab kepada Allah,
e. Ikhlas dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Allah
dengan penuh khusyu khuduh dan sebagainya.

4. Sasaran Yang Ingin Dicapai Dalam Pembinaan Ihsan


Secara umum, pembinaan ihsan/akhlaq bertujuan untuk membentuk pribadi
manusia yang paripurna, dalam artian seseorang yang secara pribadi baik lahir batin,
mampu menjaga hubungan baik dengan Allah dengan cara taat beribadah,
melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, mampu membangun
hubungan baik dengan sesama makhluq dengan cara peduli dan berakhlaq mulia.
Membentuk pribadi seperti yang dijelaskan di atas, adalah persoalan yang
tidak mudah, maka dalam pembinaan ihsan/akhlaq di sini memakai metode ulama-
ulama akhlaq tasawwuf dalam merumuskan tahapan-tahapan jalan untuk menuju
kesempurnaan jiwa dan prilaku. Tahapan-tahapan itu akan dijelaskan sebagai berikut:
10

a. Menjadi pribadi yang termasuk Tawwabin (orang-orang yang bertaubat), yaitu


orang yang menyadari dan menyesali kesalahan yang pernah dilakukan, kemudian
bersungguh-sungguh memohon ampun kepada Allah, lalu berjanji dan bertekad untuk
tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut, kemudian kembali ke jalan yang benar.
Dalam hal ini, Allah swt. berfirman:
‫َّن اَهَّلل ِحُي ُّب الَّتَّو اِبَني َو ِحُي ُّب اْلُم َتَط ِّهِر يَن‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri.
(QS al-Baqarah/2:222)

b. Menjadi pribadi yang termasuk Muttaqin


Taqwa berasal dari akar kata waqa–yaqi–wiqayah yang artinya berhati-hati,
waspada; menjaga sesuatu dari apa yang menyakiti, mencederai, dan membahayakan;
menjaga diri dari perbuatan buruk; menyadari keberadaan Tuhan; memelihara
kewajiban dan melaksanakan perintah Tuhan; menjaga diri dari siksa Allah dengan
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Firman
Allah Swt:
‫َو َمْن َيَّتِق اَهَّلل ْجَي َع ْل ُهَل ِم ْن َأْمِر ِه ُيًرْس ا‬
Terjemahnya:
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. (QS. al-Thalaq/65: 4)

c. Menjadi pribadi yang tergolong Mukhlisin


Kata mukhlisin berasal dari bahasa Arab diambil dari kata khalasha-yakhlusu
– ikhlaasan, yang berkonotasi murni dan terbebas dari kotoran, bersih, rampung atau
tuntas. Ungkapan kata khalish dalam bahasa Arab berarti tuntas, murni dan tidak
terkontaminasi oleh sesuatu apapun di dalamnya, baik yang bersifat lahir maupun
bathin. Ikhlas adalah bermaksud menjadikan Allah swt. sebagai satu-satunya
sesembahan dengan cara taqarrub kepada Allah. Allah swt. berfirman:
‫َو َم ا ُأِم ُر وا اَّل ِلَيْع ُبُد وا اَهَّلل ُم ْخ ِلِص َني ُهَل اِّدل يَن ُح َنَفاَء َو ُيِقُميوا الَّص اَل َة َو ُيْؤ ُتوا الَّز اَك َة َو َذ َكِل ِد يُن اْلَقِّي َم ِة‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (QS. al-Bayyinah/95: 5)
11

BAB II
MAKRIFATUN NAFSI
(PENGENALAN JATI DIRI)

A. Memahami Asal dan Proses Kejadian Manusia


Al-Qur’an banyak memberikan istialh tentang asal penciptaan manusia, yang
walaupun dengan kata yang berbeda, namun tidak saling bertentangan. Di antara
istilah-istilah tersebut adalah:
‫من طني‬
-Manusia diciptakan dari saripati tanah ( )
-Manusia diciptakan dari air yang hina (‫) من ماء همني‬
-Manusia diciptakan dari air yang terpencar (‫) من ماء دافق‬
-Manusia diciptakan dari segumpal darah (‫) من علق‬
Semakin dalam mempelajari isi kandungan al-Qur’an, maka akan semakin
jelas pertemuannya dengan ilmu pengetahuan (sains), banyak penemuan-penemuan
ilmiah pada abad-abad terakhir yang justru telah disebutkan dalam al-Qur’an, padahal
kitab suci umat Islam ini turun ribuan tahun sebelum dunia sains berkembang. Hal
demikian menjadi bukti bahwa al-Qur’an bukanlah ciptaan atau karya manusia,
melainkan turun langsung dari Yang Maha Kuasa melalui manusia yang mulia, Nabi
Muhammad saw.
‫) َف َذ ا َس َّو ْيُتُه َو َنَفْخ ُت ِف يِه ِم ْن ُر ويِح َفَقُع وا ُهَل‬71( ‫ْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم اَل ِئَكِة يِّن َخ اِلٌق َبًرَش ا ِم ْن ِط ٍني‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
)72( ‫َس اِج ِد يَن‬
Terjemahnya:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Shad/38: 71-72)

‫) َّمُث َخ َلْقَن ا‬13( ‫) َّمُث َجَع ْلَن اُه ُنْط َف ًة يِف َق َر اٍر َم ِكٍني‬12( ‫َو َلَق ْد َخ َلْقَن ا ا ْنَس اَن ِم ْن ُس اَل ٍةَل ِم ْن ِط ٍني‬
‫ِإْل‬
‫الُّنْط َفَة َعَلَقًة َفَخ َلْقَنا اْلَع َلَقَة ُم ْض َغًة َفَخ َلْقَنا اْلُم ْض َغَة ِع َظ اًم ا َفَكَس ْو اَن اْلِع َظ اَم َلْح ًم ا َّمُث َأْنَش ْأاَن ُه َخ ْلًق ا آَخ َر‬
)14( ‫َفَتَباَر َك اُهَّلل َأْح َس ُن اْلَخ اِلِقَني‬
Terjemahnya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
12

yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik. ( QS. al-Mu’minun/23: 12-14)

)9( ‫َّمُث َس َّو اُه َو َنَفَخ ِف يِه ِم ْن ُر وِح ِه َو َجَع َل َلُمُك الَّس ْمَع َو اَأْلْبَص اَر َو اَأْلْفِئَد َة َقِلياًل َم ا َتْش ُكُر وَن‬
Terjemahnya:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan
Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur. (QS. al-Sajadah/32: 9).

* ‫َو ْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم اَل ِئَكِة يِّن َخ اِلٌق َبًرَش ا ِم ْن َص ْلَص اٍل ِم ْن َمَحٍإ َم ْس ُنوٍن‬
‫ِإ‬
‫َف ِإَذ ا َس َّو ْيُتُه َو َنَفْخ ُت ِف يِه ِم ْن ُر ويِح َفَقُع وا ُهَل َس اِج ِد يَن‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. al-Hijr/15: 28-29).

)7( ‫) ْخَي ُر ُج ِم ْن َبِنْي الُّص ْلِب َو الَرَّت اِئِب‬6( ‫) ُخ ِلَق ِم ْن َم اٍء َد اِف ٍق‬5( ‫َفْلَيْنُظ ِر ا ْنَس اُن ِم َّم ُخ ِلَق‬
Terjemahnya:
‫ِإْل‬
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan
dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang
dada perempuan. (QS. al-Thariq (86): 5-7)

Dalam hadis diriwayatkan ‘Abdullah ibn Mas’ud;


‫ ِمَس ْع ُت َع ْب َد اِهَّلل ْبَن‬، ‫ ِمَس ْع ُت َز ْي َد ْبَن َو ْهٍب‬، ‫ َح َّد َثَنا اَألَمْع ُش‬، ‫ َح َّد َثَنا ُش ْع َبُة‬، ‫ َح َّد َثَنا آَد ُم‬- 7454
‫ " َأَّن‬: ‫ َح َّد َثَنا َر ُس وُل اِهَّلل َص ىَّل ُهللا َعَلْي ِه َو َس َمَّل َو ُه َو الَّص اِد ُق اَملْص ُد وُق‬،‫َم ْس ُع وٍد َر َيِض اُهَّلل َع ْنُه‬
‫ َّمُث َيُك وُن ُم ْض َغًة‬،‫ َّمُث َيُك وُن َعَلَق ًة ِم ْثُهَل‬،‫َخ ْل َق َأَح ِد ْمُك ْجُي َم ُع يِف َبْط ِن ُأِّم ِه َأْر َبِع َني َيْو ًم ا َأْو َأْر َبِع َني َلْي ًةَل‬
‫ َّمُث‬، ‫ َو َش ِقٌّي َأْم َس ِع يٌد‬،‫ َو َمَع ُهَل‬،‫ َو َأَج ُهَل‬،‫ ِر ْز َقُه‬: ‫ َفَيْكُتُب‬، ‫ َّمُث ُيْب َع ُث َلْي ِه اَملُكَل َفُيْؤ َذ ُن ِبَأْر َبِع ِلَك َم اٍت‬،‫ِم ْثُهَل‬
‫ِإ‬
‫ َفَيْس ِب ُق‬،‫ َف َّن َأَح َد ْمُك َلَيْع َم ُل ِبَع َم ِل َأْه ِل اَجلَّن ِة َح ىَّت َال َيُك وُن َبْيَهَنا َو َبْيَن ُه اَّل ِذ َر اٌع‬، ‫َيْنُفُخ ِف يِه الُّر وَح‬
‫ِإ‬
‫ َح ىَّت َم ا‬، ‫ َو َّن َأَح َد ْمُك َلَيْع َم ُل ِبَع َم ِل َأْه ِل الَّن اِر‬، ‫ َفَيْع َم ِإُل ِبَع َم ِل َأْه ِل الَّناِر َفَيْد ُخ ُل الَّن اَر‬، ‫َعَلْي ِه الِكَتاُب‬
" ‫ َفَيْع َم ِإُل َمَع َل َأْه ِل اَجلَّنِة َفَيْد ُخ ُلَها‬، ‫ َفَيْس ِب ُق َعَلْي ِه الِكَتاُب‬،‫َيُكوُن َبْيَهَنا َو َبْيَنُه اَّل ِذ َر اٌع‬
‫ِإ‬
13

Artinya:
Dari Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah saw.bersabda; “Sesungguhnya setiap orang di
antara kalian dihimpungkan kejadiannya di dalam rahim Ibunya 40 hari berupa nutfah
(air mani), kemudian menjadi segumpal darah 40 hari, kemudian menjadi segumpal
daging selama itu pula, kemudian diutuslah kepadanya Malaikat, lalu meniupkan ruh
kepadanya dan diperintahkan untuk menulis dan menetApkan empat perkara; menulis
rezekinya, ajalnya (umurnya), amalnya, nasib celaka atau bahagia.
(HR. al-Bukhari).

Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan yaitu, Pre-Embrionik, dua


setengah minggu pertama; embrionik, sampai akhir minggu ke delapan ; dan Fetus
atau janin, dari minggu kedelapan sampai kelahiran. Fase-fase ini mengacu pada
tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan bayi.Saripati tanah yang dimaksud
adalah suatu zat yang berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan)
yang bersumber dari tanah, yang kemudian dicerna menjadi darah, kemudian diproses
hingga akhirnya menjadi sperma.
Ada beberapa fase tentang penciptaan manusia berdasarkan ayat di atas. Di
antaranya seperti,
Pertama, “sulalah min tin” (saripati tanah). Fase ini disebut juga sebagai fase “turab”
(tanah). Sebagaimana terdapat dalam QS al-Hajj/ : 5 tersebut.
Kedua, “nuthfah” (air mani). Makna asal kata nuthfah dalam bahasa Arab berarti
setetes yang dapat membasahi. Dalam Tafsir al-Misbah, yang dimaksud dengan
nuthfah adalah pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang
mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu
dengan ovum wanita hanya satu.
Ketiga, “alaqah” (segumpal darah). Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya
sesuatu yang membeku, tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai
sesuatu yang bergantung di dinding rahim.
Keempat, “mudghah” (segumpal daging). Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria
bergabung dengan sel telur wanita intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal
yang dikenal sebagai zigot dalam ilmu biologi ini akan segera berkembang biak
dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi segumpal daging. Melalui hubungan
ini zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi
pertumbuhanya.
Kelima, “idzam” (tulang atau kerangka). Pada fase ini embrio mengalami
perkembangan dari bentuk sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga
berbalut kerangka atau tulang.
Keenam, “kisa al-‘idzam bil-lahm” (penutupan tulang dengan daging atau otot).
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging)
diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai
embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging,
dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
14

Ketujuh, “insya” (mewujudkan makhluk lain). Fase ini mengisyaratkan bahwa ada
sesuatu yang dianugerahkan kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan
makhluk-makhluk lain. Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia
memiliki potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga
mencapai kesempurnaan makhluq.

B. Tujuan Penciptaan Manusia


1. Manusia diciptakan untuk menyembah kepada Allah, firman Allah swt.
‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو ا ْنَس اَّل ِلَيْع ُبُد وِن‬
Terjemahnya:
‫ِإْل ِإ‬
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. al-Zariyat/51 : 56 )

Konsep penciptaan manusia adalah semata-mata untuk mengabdi atau


melaksanakan ibadah kepada Allah. Ibadah sendiri berasal dari kata ‘abada yang
artinya adalah sebagai budak. Untuk itu manusia hakikatnya adalah sebagai budak
atau hamba dari Allah. Telah dipersaksikan dalam QS. al-A’raf/7: 172.
‫َو ْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ْن َبيِن آَد َم ِم ْن ُظ ُهوِر ْمِه ُذ ِّر َّيُهَتْم َو َأْش َهَد ْمُه َعىَل َأْنُفِس ِهْم َأَلْس ُت ِبَر ِّبْمُك َق اُلوا َبىَل َش ِهْد اَن‬
)172( ‫َأْنِإ َتُقوُلوا َيْو َم اْلِقَياَم ِة اَّن ُكَّنا َع ْن َه َذ ا َغاِفِلَني‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).

‫اَي َأَهُّيا الَّناُس اْع ُبُد وا َر َّبُمُك اِذَّل ي َخ َلَقْمُك َو اِذَّل يَن ِم ْن َقْبِلْمُك َلَع َّلْمُك َتَّتُقوَن‬
Terjemahnya:
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah/2: 21)

‫اِذَّل ي َجَع َل َلُمُك اَأْلْر َض ِف َر اًش ا َو الَّس َم اَء ِبَناًء َو َأْنَز َل ِم َن الَّس َم اِء َم اًء َفَأْخ َر َج ِبِه ِم َن الَّثَمَر اِت ِر ْز ًقا َلْمُك‬
)22( ‫َفاَل ْجَت َع ُلوا ِهَّلِل َأْنَد اًدا َو َأْنْمُت َتْع َلُم وَن‬

Terjemahnya:
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan
Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
15

segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah/2: 22)

‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبَكِل ِم ْن َر ُس وٍل اَّل ُنويِح َلْي ِه َأَّنُه اَل َٰل َه اَّل َأاَن َفاْع ُبُد وِن‬
Terjemahnya:
‫ِإ ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah Aku kamu sekalian. (QS. al-Anbiya/21: 25)

2. Sebagai Khalifah Allah di muka bumi


‫َو ْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم اَل ِئَكِة ِإ يِّن َج اِعٌل يِف اَأْلْر ِض َخ ِليَفًة َقاُلوا َأْجَت َع ُل ِف َهيا َمْن ُيْف ِس ُد ِف َهيا َو َيْس ِفُك اِّدل َم اَء‬
‫َو ِإْحَن ُن ُنَس ِّب ُح َحِبْم ِد َك َو ُنَقِّد ُس َكَل َقاَل يِّن َأْعُمَل َم ا اَل َتْع َلُم وَن‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. al-Baqarah/2: 30)

C. Sumber Daya atau Potensi yang Dimiliki Manusia


1. Potensi Rohani :

Ruh

Qalbu

Akal Nafsu

Manusia adalah makhluq Allah yang paling istimewa, bahkan makhluq


termulia di sisi Allah swt. adalah dari kalangan manusia, karena manusia diberi
sumber daya atau potensi yang paling lengkap dibanding dengan makhluq-makhluq
lain. Sumber daya atau potensi itu adalah:

a. Ruh
16

Ruh manusia adalah sumber daya yang paling utama bagi manusia, karena
merupakan dasar sekaligus sumber kehidupan dari sumber daya lainnya. Ruh manusia
adalah tiupan langsung dari bagian ruh Allah swt., sebagaimana dijelaskan dalam al-
Qur’an, dalam ruh itu sudah tersimpan potensi yang sangat hebat, yang membuat
manusia mempunyai kemampuan yang luar biasa dibanding dengan makhluq-
makhluq lainnya. Allah swt. berfirman dalam QS. al-Sajadah/32: 9.

‫َّمُث َس َّو اُه َو َنَفَخ ِف يِه ِم ْن ُر وِح ِه َو َجَع َل َلُمُك الَّس ْمَع َو اَأْلْبَص اَر َو اَأْلْفِئَد َة َقِلياًل َم ا َتْش ُكُر وَن‬
Terjemahnya:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan
Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.

Ruh menurut Imam al-Gazali (Ihya Ulumuddin IV: 584), dimaknai sesuatu
yang halus bersumber dari lobang hati yang jasmani lalu tersebar dengan perantaraan
urat-urat yang merebak kepada badan-badan lainnya. Perjalanan ruh pada badan
membawa cahaya kehidupan dalam bentuk perasaan, penglihatan, pendengaran,
penciuman menyerupai cahaya lampu di sudut-sudut ruangan yang digerakkan oleh
penggeraknya. Ruh adalah urusan yang mengherankan, karena bersifat Rabbani dan
sangat lemah akal manusia untuk memahami hakikatnya.

)85( ‫َو َيْس َأُلوَنَك َع ِن الُّر وِح ُقِل الُّر وُح ِم ْن َأْمِر َر يِّب َو َم ا ُأوِتيْمُت ِم َن اْلِع ِمْل اَّل َقِلياًل‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
(QS. al-Isra’/17: 85)

Menambah sulitnya memahami ruh adalah berbagai konteks dan makna dan
tidak semuanya berkaitan dengan manusia. Kalau ada yang berkaitan dengan
manusia itupun dalam makna yang berbeda-beda. (M. Quraish Shihab, Wawasan al-
Qur’an).
Dengan demikian yang penting diketahui sebatas yang telah disampaikan oleh
Allah swt dalam al-Qur’an, bahwa kehadiran ruh memberi kehidupan bagi manusia,
tanpa ruh manusia mati. Setelah Allah meniupkan ruh ke dalam janin manusia
semasih dalam kandungan, maka manusia mengalami kehidupan dan mendapatkan
sumber daya panca indera, akal, qalbu dan nafs menjadikan manusia dalam menjalani
hidup di dunia ini berbeda dengan makhluk lainnya. Lebih mulia, berperadaban siap
memakmurkan bumi sebagai khalifah.
Untuk menjawab semua pertanyaan tentang ruh, Allah swt. sudah
memberikan penjelasan dengan QS al- Isra’/17: 85 tersebut, “Ruh adalah urusan
Tuhan, dan ilmu yang diberi hanyalah sedikit, maksudnya kamu sekalian manusia
17

tidak diberi kemampuan mengetahui hakikat tentang ruh. Tentu saja banyak pendapat
tentang ruh terutama para filosuf yang memberikan pembahasan berdasarkan rasio,
tetapi semua adalah nisbi dan tidak ada dalil yang jelas dapat mendukung baik secara
aqli maupun naqli.

b. Qalbu
1). Pengertian Qalbu
Kata qalbu terambil dari kata qulliba yang bermakna bolak-balik, sekali
senang sekali susah, sekali setuju dan sekali menolak, qalbu sangat berpotensi untuk
tidak konsisten. Beberapa contoh dapat dilihat pada ayat al-Qur’an berikut: a. QS
Qaf/50: 37., b. QS al-Hadid/57: 27., c. QS al-Hujurat/49: 7., d. QS Ali Imran/3: 151.
Dari ayat-ayat tersebut memberi penjelasan bahwa qalbu adalah wadah dari
pengajaran, kasih sayang, takut, dan keimanan. Dari penjelasan ayat dapat dipahami
qalbu adalah menampung masalah yang disadari oleh pemiliknya. Di sinilah
perbedaan qalbu dengan nafs, nafs menampung sesuatu dibawa sadar atau sesuatu
yang tidak diingat lagi. Di sinilah diketahui isi qalbu yang dituntut untuk
dipertanggung jawabkan bukan nafs. (QS al-Baqarah/2: 225).
Al-Qur’an juga menggambarkan ada qalbu yang disegel (QS al-Baqarah/2: 7),
sehingga al-Qur’an menyatakan, bahwa ada kunci-kunci penutup qalbu (QS.
Muhammad/47: 24). Wadah qalbu dapat diperkecil atau dipersempit dan diperbesar.
Diperlebar dengan amalan-amalan kebajikan atau olah jiwa dengan taqwa QS al-
Hujurat/49: 3), memperluas qalbu atau mempersempit (QS al-An’am/6: 125). Qalbu
terletak di dalam dada (QS al-Haj/22: 46). Al-Qur’an juga menjelaskan, bahwa Allah
dapat mendinding manusia dengan qalbunya (QS al-Anfal/8): 24). Hal ini
menunjukkan, bahwa Allah swt. menguasai qalbu manusia sehingga mereka yang
merasakan kegundahan dan kesulitan dapat bermohon kepadaNya untuk
menghilangkan kerisauan dan penyakit qalbu yang dideritanya (QS al-Ra’d/13: 28).
Menurut Imam al-Gazali, qalbu memiliki dua makna:
1). Qalbu, memiliki dua arti, yaitu hati dengan arti daging yang berbentuk buah
sanubar yang diletakkan sebelah kiri dari dada. Di dalamnya ada lobang dan di
dalam lobang itu ada darah hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya. Dan
hati dalam pengertian ini semua ada pada binatang-binatang bahkan pada yang
mati disebut dengan hati jasmani.
2). Qalbu dalam arti sesuatu yang halus itulah hakekat manusia, dialah yang
mengenal, dan mengerti dari manusia, dia yang diajak bicara, disiksa, yang dicela
dan dituntut. Qalbu dalam pengertian ini berkaitan dengan hati yang jasmani dan
kadang membingungkan mengetahui segi kaitannya. Kaitannya menyerupai
perangai-perangai terpuji dengan tubuh. Kaitannya seperti alat dan memakai alat.
Al-Tusturi mengatakan menyerupakan hati adalah singgasana dan dada adalah
kursinya. (Ihya Ulumiddin Jilid IV: 582-588).
Hati dikepung oleh sifat-sifat tercela, seolah-olah hati itu sasaran yang selalu
diincar dari segala penjuru. Dan sesuatu yang menimpa hati akan berbekas lalu
ditimpa lagi dari arah yang lain sampai berobahlah hati. Apabila syaitan datang
18

mengajak hati melakukan hawa nafsu, maka turun pulalah malaikat untuk
memalingkan hati dari syetan. (QS al-An’am/6: 110), sampai Nabi Muhammad saw.
bersumpah; “Demi Zat yang membolak balikkan hati” (HR. Bukhari dari ibnu Umar).
(Imam al-Gazali, Ihya Ulumiddin, Jilid V: 79 -81)

b. Macam-macam Keadaan Qalbu


Berkaitan dengan keadaan hati, Imam al-Gazali membedakan hati menjadi
tiga:
1). Hati yang dibangun dengan taqwa, yang bersih dengan latihan dan suci dari
kekejian akhlaq. Tergores di dalamnya lintasan-lintasan kebajikan dari simpanan
dan barang yang samar dan tempat-tempat masuk alam malakut. Maka bersinarlah
akalnya, dalam keadaan demikian malaikat membantunya dengan tentara-tentara
yang tidak kelihatan dan diberi petunjuk senantiasa berbuat kebajikan dan
dimudahkan urusan kepadanya.
2). Hati yang hina yang bercampur dengan hawa nafsu, yang kotor dengan akhlaq-
akhlaq yang keji. Hati yang terbuka padanya pintu-pintu syaitan dan tertutup oleh
pintu-pintu malaikat. Hawa nafsu mempengaruhi akal dan akal menyusun rencana
untuk mengikutinya, lalu berkembanglah di dalam dada kegelapan. Terbentuklah
kekuatan nafsu dan syaitan semakin berkuasa. Padamlah cahaya keimanan kepada
Allah swt., mata akal semakin kabur oleh asap hawa nafsu dan akhirnya tidak
dapat melihat. (QS al-Furqan/25: 43-44)
3). Hati yang nampak padanya lintasan-lintasan hawa nafsu dan mengajaknya kepada
kejahatan tetapi bertemu dengan lintasan iman lalu mengajaknya kepada
kebajikan. Bangkitlah syahwat-syahwatnya untuk membantu lintasan kejahatan
untuk mencari kenikmatan-kenikmatan. Akal bangkit pada lintasan kebaikan dan
menolak hawa nafsu, menjelekkan seperti orang bodoh. Datanglah pengaruh
syaitan dan Malaikat. Dan kalau Malaikat yang menang, maka muncullah sifat
Malaikat dalam hati itu dan tidak menghiraukan tipuan syetan. (Imam al-Gazali:
Ihya Ulumuddin, Jilid V: 79-87).

c. Kekhususan Qalbu Dengan Ilmu Dan Iradah


Kekhususan qalbu adalah masalah pengetahuan batin, dari padanya muncul
kemuliaan yang berhak dekat dengan Allah swt. Dan semuanya bermula dari ilmu
pengetahuan dan iradah (kehendak). Ilmu adalah yang berkaitan dengan akal dan
berhubungan dengan panca indera manusia. Manusia tidak bisa tergambar dalam dua
tempat pada satu keadaan. Kehendak yang mendapat bimbingan dari akal dengan
kebaikan, maka akan melahirkan kemaslahatan bukan termasuk nafsu syahwat dan
kehendak binatang. Nafsu syahwat menghendaki makanan-makanan lezat sebaliknya
orang yang berakal tidak cenderung kepada hal seperti itu. Qalbu manusia memiliki
ilmu dan iradah yang tidak dimiliki oleh hewan termasuk anak kecil pada permulaan
fitrahnya. Ilmu dan iradah muncul setelah balig (dewasa). Anak kecil hanya memiliki,
nafsu- syahwat, dan kemarahan.
19

Cahaya-cahaya ilmu dalam hati akan terhijab dengan kotoran-kotoran dari hati
itu sendiri. Sesungguhnya hati itu seperti bejana selama bejana itu penuh dengan air
niscaya udara tidak memasukinya. Hati yang sibuk dengan yang lainnya tidak akan
ma’rifat kepada Allah swt. Ilmu yang paling mulia adalah ilmu mengenal Allah swt,
dengan sifat-sifat dan perbuatanNya. Di sanalah letak kebahagiaan dan kesempurnaan
seorang manusia.
Manusia berada pada tingkatan Malaikat dan hewan, makan dan berketurunan
adalah tumbuh-tumbuhan dengan bergerak, berkemauan termasuk hewan. Sifat
khusus manusia adalah mengetahui segala perkara dan bila menggunakan anggota
badannya serta kekuatan-kekuatannya dengan ilmu dan kemaslahatan dekat dengan
sifat malaikat, layak berhubungan dengan Allah swt. (Rrabbani), firman Allah dalam
QS Yusuf/12: 31.
‫َو ُقْلَن َح اَش ِهَّلِل َم ا َٰه َذ ا َبًرَش ا ْن َٰه َذ ا اَّل َم ٌكَل َكِر ٌمي‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak
lain hanyalah malaikat yang mulia”.

Barang siapa yang memperturutkan kelezatan-kelezatan jasmani, maka dia


turun derajatnya ke tingkat binatang, seperti sapi, babi yang rakus dan buas seperti
anjing dan harimau. Penipu seperti pelanduk dan durhaka seperti syaitan. Qalbu yang
tidak memperturutkan syahwat dan kelezatan-kelezatan jasmani adalah qalbu yang
mendapat cahaya berupa petunjuk, bahagia dan bersyukur atas nikmat yang diberikan
Allah kepadanya. Firman Allah swt. dalam QS al-Nur/24: 35.

‫اُهَّلل ُن وُر الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َم َث ُل ُن وِر ِه ِمَكْش اَك ٍة ِف َهيا ِم ْص َباٌح اْلِم ْص َباُح يِف ُز َج اَج ٍة الُّز َج اَج ُة َأَكَهَّنا‬
‫َكْو َكٌب ُد ِّر ٌّي ُيوَقُد ِم ْن َجَشَر ٍة ُم َباَر َكٍة َز ْيُتوَنٍة اَل ْرَش ِق َّيٍة َو اَل َغْر ِبَّي ٍة َياَك ُد َز ْيَهُتا ُييِض ُء َو َل ْو َلْم َتْم َس ْس ُه‬
( ‫اَن ٌر ُن وٌر َعىَل ُن وٍر ْهَيِد ي اُهَّلل ِلُن وِر ِه َمْن َيَش اُء َو َيِرْض ُب اُهَّلل اَأْلْم َث اَل ِللَّن اِس َو اُهَّلل ِبِّلُك ْيَش ٍء َعِلٌمي‬
)35
Terjemahnya:
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-
perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
20

Qalbu itu bagaikan cermin dan tidak akan terpantul gambar di dalamnya,
karena beberapa hal yaitu; kalau kurang bagus bentuknya, kotor atau berkarat, dan
tidak tepat arahnya. Dengan demikian, qalbu tidak akan dapat menangkap cahaya
(petunjuk) Allah swt., ketika qalbu dalam keadaan kotor dan salah arah atau salah
bentuk. Selain itu, qalbu dipenuhi kotoran ma’siat dan perbuatan keji yang
menumpuk menjadi penghalang qalbu seseorang dengan Allah swt.

d. Pasukan-pasukan Hati (Junudul Qalbi)


Mengawali pembahasan tentang pasukan-pasukan hati, alangkah baiknya
mencermati ayat QS al-Muddassir/74: 31 berikut ini.

‫َو َم ا َجَع ْلَن ا َأَحْصاَب الَّن اِر اَّل َم اَل ِئَك ًة َو َم ا َجَع ْلَن ا ِعَّد ُهَتْم اَّل ِف ْتَن ًة ِلِذَّل يَن َكَف ُر وا ِلَيْس َتْيِقَن اِذَّل يَن ُأوُت وا‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫اْلِكَتاَب َو َيْز َداَد اِذَّل يَن آَمُنوا َميااًن َو اَل َيْر اَت َب اِذَّل يَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب َو اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو ِلَيُقوَل اِذَّل يَن يِف ُقُلو ْمِهِب‬
‫ِإ‬
‫َم َر ٌض َو اْلاَك ِف ُر وَن َم اَذ ا َأَر اَد اُهَّلل َهِبَذ ا َم َثاًل َك َذ َكِل ُيِض ُّل اُهَّلل َمْن َيَش اُء َو ْهَيِد ي َمْن َيَش اُء َو َم ا َيْعُمَل‬
‫ُج ُنوَد َر ِّبَك اَّل ُه َو َو َم ا َيِه اَّل ِذْكَر ى ِلْلَبِرَش‬
Terjemahnya:
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah
Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang
kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang
beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-
orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada
penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): “Apakah yang dikehendaki Allah
dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan
sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia
sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.

Menurut Imam al-Gazali, hati mempunyai dua tentara, yaitu tentara yang
dapat dilihat oleh penglihatan mata, dan tentara yang hanya dapat dilihat dengan
penglihatan hati. Hati berkedudukan sebagai raja dan tentara sebagai pelayan-
pelayan, jadi tentara adalah pelayan hati. Tentara yang dapat dilihat dengan mata
adalah panca indera (mata, kaki, tangan, hidung, dan lidah), semuanya tunduk kepada
hati dan tidak bisa menyalahinya. Ketika hati menyuruh mata terbuka, hati akan
terbuka. Menyuruh kaki bergerak kaki akan bergerak demikian juga lainnya.
Tunduknya panca indera kepada hati seperti tunduknya para malaikat kepada Allah
swt. Perbedaannya Malaikat taat kepada Allah mengetahui ketaatannya, kalau panca
indera tidak tahu dn merupakan paksaan. Kendaraannya hati adalah badan, bekalnya
adalah ilmu. (Imam al-Gazali, Ihya Ulumuddin Jilid IV:589)

Tentara-tentara hati itu tiga macam:


21

1). Pendorong, pemberi anjuran, ada yang sesuai dengan nafsu syahwat, ada juga
menolak bahaya seperti kemarahan yang mempunyai iradah.
2). Penggerak anggota-anggota badan untuk menghasilkan maksud-maksud dan
tersebar ke anggota-anggota badan sampai ke tulang-tulang saraf, dan
persendian diibaratkan dengan qudrah (kekuasaan).
3). Yang mengetahui, mengenal semua perkara, seperti kekuatan melihat,
mendengar, mencium dan menyentuh menyebar di seluruh anggota badan tertentu
dengan pengetahuan (ilmu) dan idrak (pemahaman). Kekuatan-kekuatan yang
tidak nampak itulah tentara yang tidak nampak (imajinasi, berpikir dan perasaan).
Tentara yang tidak nampak inilah yang sering berhubungan dengan syaithan. (QS
al-Jaasiyah/45: 23)

c. Nafs
1). Pengertian Nafs
Kata nafs dalam al-Qur’an mempunyai aneka makna sekali dinamakan
sebagai totalitas manusia (QS al- Maidah/5: 11). Kata nafs juga menunjuk kepada diri
Tuhan (QS. al-An’am/6: 12). Pada ayat yang lain ditemukan kata nafs sebagai
manusia ciptaan Allah yang memiliki potensi baik dan buruk, (QS al-Syams/91: 7-8).
Walaupun al-Qur’an menyebutkan nafs berpotensi positif (baik) dan negatif (buruk),
namun diperoleh pula isyarat, bahwa potensi baik manusia lebih kuat dari potensi
buruk hanya saja potensi buruk daya tariknya lebih menarik dari daya kebaikan,.
Karena itu, manusia dituntut agar manusia memelihara kesucian nafs dan tidak
mengotorinya. (M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, 286).
Ditemukan pula kata nafs merupakan wadah (QS al-Ra’d/13: 11), yakni nafs
menampung gagasan dan kemauan.

b. Jenis-Jenis Nafs yang Dimiliki Manusia


Imam al-Gazali menjelaskan bahwa nafsu ditinjau dari struktur oprasionalnya,
dapat dibagi tiga, yaitu:
1). Nafsu Syahwat/Nabati yaitu kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, berupa makanan dan minuman (al-gaziyah), dan kebutuhan seksual
(al-namiyah).
2). Nafsu Gadhab/Hewani yaitu kecenderungan manusia mempertahankan diri dan
melawan segala bentuk gangguan pihak lain, baik secara fisik, maupun non fisik.
3). Nafsu Akal fikiran/Insani yaitu kecenderungan manusia ingin mengetahui segala
sesuatu dan ingin dianggap benar melalui teori-teorinya (al-nazari) dan praktek-
prakteknya (al-amali).
c. Tingkatan-tingkatan Nafsu
Nafsu menurut Imam al-Gazali, ditinjau dari tingkatan kecenderungannya,
juga ada tiga macam, dengan cirinya masing-masing sebagai berikut:
1). Nafsu Ammarah bi al-Su’i. Menghimpun kekuatan, marah, syahwat (nafsu nabati)
pada manusia, dan menurut ahli nafs adalah sesuatu yang halus, hakekat dari
manusia itu sendiri, dia itulah zat manusia. Menurut ahli tasawuf, nafs adalah
22

menghimpun sifat tercela pada manusia. Nafs dalam pengertian ini adalah nafs
yang jauh dari Allah swt., dan dia adalah tentara syaitan Yang Ammarah bi al-
Su’i (cenderung kepada keburukan) dan tunduk kepada syahwat. (QS Yusuf/12:
53)
2). Nafsu lawwamah (nafsu yang tidak sempurna ketenangannya), bisa menjadi
pendorong syahwat dan juga menjadi penentangnya. (QS al-Qiyamah/75: 2)
3). Nafs Mutmainnah yaitu sesuatu yang halus, dialah hakekat manusia dan zatnya
yang dapat disifati dengan keadaan yang bermacam-macam. Nafs Mutmainnah
(jiwa yang tenang). QS. al-Fajr/89: 27-30), Nafsu golongan ini adalah nafsu yang
bertentangan dengan nafsu yang cenderung kepada keburukan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ma’rifatun nafs adalah pengenalan


terhadap diri manusia dengan segala sifat dan daya (potensi yang ada padanya).
Dengan daya tersebut bisa membawa manusia menjadi berperilaku buruk atau baik
secara sempurna atau di antara keduanya.

d. Akal
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah
masdar dari kata ‘aqala – ya’qilu – ‘aqlan yang maknanya adalah “fahima wa
tadabbara” yang artinya “paham (tahu, mengerti) dan memikirkan (menimbang)”.
Maka al-‘aql, sebagai masdarnya, maknanya adalah kemampuan memahami dan
memikirkan sesuatu. Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain,
semua yang ditangkap oleh panca indera. Letak akal dalam al-Qur’an, terdapat dalam
QS al-Hajj/22: 46.
‫َأَفْمَل َيِس ُري وا يِف اَأْلْر ِض َفَتُك وَن َلُهْم ُقُل وٌب َيْع ِقُل وَن َهِبا َأْو آَذ اٌن َيْس َم ُع وَن َهِبا َفِإ َهَّنا اَل َتْع َم ى اَأْلْبَص اُر‬
)46( ‫َو َلِكْن َتْع َم ى اْلُقُلوُب اَّليِت يِف الُّص ُد وِر‬
Terjemahnya:
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.

Abu Bakar ibn al-Arabi- (1165-1240 M), menyebutkan bahwa akal sebagai
ilmu, yaitu sifat yang dengannya persepsi ilmu dapat dihasilkan. Berdasarkan
pendapatnya dengan ayat al-Quran yang memberikan motivasi terapan terhadap
sesuatu yang diinformasikan dengan ayat-ayat tersebut. Menurutnya, hasil-hasil
terapan. Akal adalah sessuatu yang berkaitan dengan ilmu (pengetahuaan) tentang
hal-hal yang berkaitan dengan hakekat perkara. Akal adalah sifatnya ilmu yang
terletak di hati. Akal tedapat pada orang-orang yang berilmu dan ter-pertama yang
diciptakan Allah adalah akal, kadang juga dimaksudkan tempat memperoleh ilmu.
Menurut M. Quraish Shihab, akal untuk menggambarkan dan memahami sesuatu (QS
23

al-Ankabut/29: 43). Akal untuk mengambil pelajaran, kesimpulan, dan hikmah (QS
al-Mulk/67: 10).

B. Potensi Badan/Jasmani
Untuk menampung keempat potensi manusia yang dijelaskan sebelumnya,
Allah menciptakan wadah berupa fisik/jasmani, agar sempurnalah sebagai seorang
manusia. Penciptaan manusia adalah sebaik-baik penciptaan, sebagaimana disebutkan
dalam QS al-Tin/ : 4.
‫َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل ْنَس اَن يِف َأْح َس ِن َتْقِو ٍمي‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

C. Kecenderungan SDM dalam Operasionalnya


1. Sifat al-Sabuiyah (sifat kebuasan) atau emosi QS al-A’raf/7: 176.

‫َو اَّتَبَع َه َو اُه َفَم َثُهُل َمَكَثِل اْلْلَكِب ْن ْحَت ِم ْل َعَلْي ِه‬ ‫َو َلْو ِش ْئَنا َلَر َفْعَناُه َهِبا َو َلِكَّنُه َأْخ َدَل ىَل اَأْلْر ِض‬
‫َكَّذ آ ِت َف ْق ِص ْلَق َلِإ‬ ‫ِإ‬
‫و‬ ‫َّك‬ ‫َف‬ ‫َّل‬
‫ُبوا ِب اَي َنا ا ُص ا َص َص َع ْم َيَت ُر َن‬
‫ُه‬ ‫َيْلَهْث َأْو َتُرْت ْكُه َيْلَهْث َذ َكِل َم َثُل اْلَقْو ِم اِذَّل َني‬
Terjemahnya:
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian
itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

2. Sifat al-Bahimiyah (sifat kebinatangan) QS al-Maidah/5: 60.

‫ُق ْل َه ْل ُأَنِّبُئْمُك ِبٍّرَش ِم ْن َذ َكِل َم ُثوَب ًة ِع ْن َد اِهَّلل َمْن َلَعَن ُه اُهَّلل َو َغِض َب َعَلْي ِه َو َجَع َل ِم ُهْنُم اْلِق َر َدَة‬
‫َو اْلَخ َناِز يَر َو َع َبَد الَّط اُغوَت ُأوَلِئَك ٌّرَش َم اَك اًن َو َأَض ُّل َع ْن َس َو اِء الَّس ِبيِل‬

Terjemahnya:
Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih
buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang
yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan
babi dan (orang yang) menyembah thaghut?”. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan
lebih tersesat dari jalan yang lurus.
24

3. Sifat al-Syaitaniah (sifat kesetanan) QS. al-Naas/112: 1-6

‫) اِذَّل ي‬4( ‫) ِم ْن ِّرَش اْلَو ْس َو اِس اْلَخ َّن اِس‬3( ‫) ِهَل الَّن اِس‬2( ‫) َم ِكِل الَّناِس‬1( ‫ُقْل َأُعوُذ ِبَر ِّب الَّناِس‬
‫ِإ‬
)6( ‫) ِم َن اْلِج َّنِة َو الَّناِس‬5( ‫ُيَو ْس ِو ُس يِف ُص ُد وِر الَّناِس‬
Terjemahnya:
Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang
biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari
(golongan) jin dan manusia.

4. Sifat al-Rabbaniyah (sifat ketuhanan)


Selain sifat-sifat buruk yang dimiliki manusia, Allah swt memberinya sifat
Rabbani (kebaikan). Yang memiliki kecenderungan untuk berbuat baik. Dalam QS al-
Syams/91: 7-8.
)8( ‫) َفَأْلَهَم َها ُفُج وَر َها َو َتْقَو اَها‬7( ‫َو َنْفٍس َو َم ا َس َّو اَها‬
Terjemahnya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

BAB III
PROSES PEMBINAAN IHSAN

A. Pembinaan Melalui Suluk dan Tariqah


1. Suluk
Secara etimologis, kata suluk berarti jalan atau cara, bisa juga diartikan
kelakuan atau tingkah laku, sehingga husnul-suluk berarti kelakuan yang baik. Kata
suluk adalah bentuk masdar yang diturunkan dari bentuk verbal “salaka-yasluku”
25

yang secara harfiah mengandung beberapa arti yaitu memasuki, melalui jalan,
bertindak dan memasukkan.
Secara garis besar suluk merupakan kegiatan seseorang untuk menuju
kedekatan diri kepada Allah, suluk hampir sama dengan tarekat (tariqah), yakni cara
mendekatkan diri kepada Tuhan. Hanya saja, kalau tarekat masih bersifat konseptual,
sedangkan suluk sudah dalam bentuk teknis operasional.
Di dalam kunci memahami tasawuf, suluk diartikan sebagai perjalanan
spiritual menuju Sang Sumber yang hakiki. Hal ini adalah metode perjalanan melalui
berbagai keadaan dan kedudukan. Seseorang yang menempuh jalan ini disebut salik
Sang hamba yang telah jauh berjalan menuju Allah adalah yang telah sungguh-
sungguh menunjukkan penghambaannya kepada Allah.
Menurut Imam al-Gazali, suluk berarti menjernihkan akhlaq, amal
pengetahuan. Suluk dilakukan dengan cara aktif berkecimpung dengan amal lahir dan
amal bathin. Semua kesibukan hamba dicurahkan kepada Tuhannya, dengan
membersihkan batinnya untuk persiapan wushul kepada-Nya.
Suluk merupakan keadaan jiwa atau tindakan kalangan sufi yang dipandang
sebagai sebuah perjalanan kepada Tuhan. Istilah ini juga menunjukkan pada sebuah
quasi magis dan sebuah ucapan spiritualis yang bercorak lokal Indonesia dikenal
sebagai upacara suluk. Dalam upacara ini pelakunya berusaha mencapai kekuatan
psikis atau magis dengan mempertahankan diri dari serangan dunia spirit selama satu
malam, yang mana seseorang dimatikan secara simbolik.
Adapun hakekat suluk, ialah mengosongkan diri dari sifat-sifat mazmumah
atau buruk (dari maksiat lahir dan dari maksiat batin) dan mengisinya dari sifat-sifat
yang terpuji atau mahmudah (dengan taat lahir dan bathin).

a. Macam-Macam Suluk
Secara umum, suluk dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Suluk Ibadah,
Suluk Riyadah dan Suluk Mujahadah.
1). Suluk dalam Bentuk Ibadah
Bentuk dari suluk ini adalah dengan melakukan aktifitas ibadah, baik ibadah
wajib maupun sunah, seperti berwudu, shalat dan puasa, kemudian melakukan
kesunahan-kesunahan lain, begitu juga zikir dan wirid. Jalan yang ditempuh dalam
suluk semacam ini mengenai perbaikan syariat, yang sebenarnya merupakan
kehidupan orang Islam sehari-hari itu menjadi lebih sempurna. Meskipun demikian
menurut anggapan sufi, petunjuk yang diperoleh dalam amal yang demikian itu sama,
ada yang lekas mencapainya, ada yang sampai bertahun-tahun perbuatannya dalam
beribadah itu belum berubah yang berkepentingan belum dapat menangkap hikmah-
hikmah dan kegemaran dalam ibadah lahir itu.

2). Suluk dalam Bentuk Riyadah


Suluk Riyadah ini adalah pelajaran akhlak untuk melatih diri agar jiwa ini
selalu dekat dengan Allah seperti yang diperintah dalam Islam. Begitu juga hal-hal
lainnya yang berkaitan dengan suluk dalam bentuk riyadah semua sifat-sifat baik
26

(akhlaqul karimah) dijadikan perbuatan dan amalan sehari-hari, supanya


perbuatannya bisa terhindar dari sifat-sifat mazmumah.

3). Suluk Mujahadah


Suluk yang ketiga ini adalah untuk latihan hidup menderita. Salah satu usaha
sufi untuk menormalisir kepribadian ini ialah berkelana dalam daerah-daerah yang
belum dikenalnya. Adapun bentuk amalan suluk mujahadah yang dimaksud adalah
seperti; membantu orang yang membutuhkan di derah-derah yang didatangi.
Melakukan perjalanan ke tempat yang sama sekali yang belum pernah didatanginya.
Tujuannya adalah untuk merubah akhlaq yang kikir menjadi orang yang dermawan.
Menambah akhlaq menjadi penyayang terhadap sesame, merubah akhlaq menjadi
peka terhadap keadaan.
A. Rivay Siregar menambahkan dalam ragam suluk. Suluk penderitaan, yakni
suluk yang dijalani melalui berbagai rintangan dan kesulitan yang menuntut keuletan
dan keberanian, kesabaran dan ketabahan. Suluk Pengabdian, dalam hal ini
pengabdian pada sesama, yaitu suluk yang bersifat humanistik, bersifat satria yang
bertujuan tumbuh suburnya rasa solidaritas dan cinta sesama makhluk Allah swt.
Semua itu dalam rangka untuk membentuk kepribadian yang mencerminkan akhlakul
karimah. Jadi orang yang bersuluk adalah orang yang menginginkan kedekatan
dengan Allah. Melalui berbagai cara riyadah lahir maupun batin.

b. Bentuk-Bentuk Suluk
1). ‘Uzlah
‘Uzlah secara etimologis berasal dari kata ‘azala, ya’zilu, azlan yang artinya
menjauhkan diri atau memisahkan dari masyarakat. Dalam istilah tasawuf, ‘uzlah
berarti mengasingkan atau memisahkan diri dari masyarakat, terutama yang di
dalamnya terdapat banyak terjadi maksiat dan kejahatan, karena (masyarakat yang
demikian) dianggap dapat mengganggu zikir kepada Allah, bahkan lebih dari itu
dapat menyeret pada kejahatan dan kehancuran pribadi.
Imam al-Gazali menegaskan bahwa ‘uzlah adalah jalan memusatkan diri
untuk beribadah, bertafakur, dan menjalankan hati dengan bermunajat kepada Allah
swt. sekaligus untuk menghindarkan diri dari pergaulan dengan makhluk. Kecuali itu,
untuk menggunakan waktu dengan menyingkapkan segala rahasia ciptaan Tuhan baik
dengan urusan duniawi maupun ukhrawi, alam langit dan bumi serta alam malakut
yang tidak terjangkau oleh panca indra. Hal demikian, tidak akan tercapai tanpa
mengasingkan diri atau uzlah dari kesibukan dan pergaulan sehari-hari dengan orang
lain.

2). Khalwat
Khalwat, jamaknya khalawat secara etimologi adalah tempat yang sunyi, atau
tersembunyi. Sedangkan menurut terminologi tasawuf, khalwat dilihat secara zahir
dan batin. Khalwat Zahir ialah apabila seseorang mengambil keputusan untuk
memisahkan dirinya dari dunia, memencilkan dirinya di dalam satu ruangan yang
27

terpisah dari keramaian supaya manusia dan makhluk di dalam dunia selamat dari
kelakuan dan kewujudannya yang tidak diingini. Dia juga berharap pengasingan itu
akan mendidik egonya.
Dalam Ensiklopedi Islam, khalwat diartikan menyendiri pada satu tempat
tertentu, jauh dari keramaian dan orang banyak, selama beberapa waktu untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Imam al-Gazali berpendapat, bahwa berkhalwat itu meneladani Nabi
Muhammad saw. yang pernah melakukan khalwat di Gua Hira’ sebelum menerima
wahyu. Khalwat juga menjadi sifatnya orang-orang sufi.
Jadi khalwat adalah salah satu cara bagaimana seorang salik bisa lebih dekat
dengan Khaliqnya melalui penyendirian. Hati yang berkhalwat bisa saja dalam
keadaan bersama masyarakat karena khalwat bisa secara batin yaitu keadaan hati
yang selalu menyendiri dari pengaruh duniawi dan disibukkan bersama Ilahi.

3). Zuhud
Makna zuhud menurut Imam al-Gazali, adalah berpaling dari ketidaksukaan
terhadap sesuatu, karena menganggap ada yang lebih baik. Jadi zuhud berarti
berpaling dari sesuatu, karena merasa ada yang lebih baik dari yang dibencinya. Jadi
zuhud terhadap dunia, karena akhirat lebih baik dari dunia. Kata zuhud tidak
digunakan terhadap sesuatu yang sama sekali tidak bermanfaat, misalnya benci
terhadap batu-batu atau sesuatu yang tidak ada kecintaan padanya.
Tanda-tanda zuhud, Imam al-Gazali menyebutkan ada tiga tanda zuhud, yaitu:
Pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang
hilang. Kedua, sama saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik terkait
dengan harta maupun kedudukan. Ketiga, hendaknya senantiasa bersama Allah dan
hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan.

4). Tawakkal
Secara harfiah, tawakkal berasal dari kata wakkala yang artinya
menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakkal
adalah menyerahkan dan berserah diri sepenuhnya atas segala perkara dan usaha yang
dilakukan kepada Allah swt. Tawakkal merupakan ciri orang yang beriman.
Tawakkal yang menjadi ciri mukmin sejati bukanlah tawakkal dalam arti kemalasan
yang menyebabkan tidak mau berusaha, karena tawakkal diperintahkan untuk
manusia agar manusia bisa merasa tenang dalam setiap usaha dan perilakunya.
Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhajul-Muslimin menyatakan bahwa
tawakkal yang merupakan bagian langsung dari iman dan aqidahnya ialah taat kepada
Allah dengan menghadirkan semua sebab yang diperlukan dalam semua perbuatan
yang hendak dia kerjakan.
Imam al-Gazali membagi tiga tingkatan tawakkal:
1. Derajat pertama, tawakkal kepada ketetapan Allah swt., dan pertolonganNya,
seperti percaya kepada wakil. Segala urusannya hanya diwakilkan kepada Allah
swt.
28

2. Derajat kedua, lebih kuat keadaannya bersama Allah swt, seperti ketergantungan
anak kecil kepada ibunya. Kemana-mana selalu berpegang pada ibunya, dan kalau
ada kebutuhan dan kekurangannya hanya bisa memanggil ibunya.
3. Derajat yang ketiga, adalah tawakkal yang paling tinggi di hadapan Allah swt.
seperti mayat di tangan orang yang memandikannya.
Tentu saja tawakkal dilakukan demikian, setelah berusaha secara maksimal
dengan segala upaya dan daya yang telah diberikan oleh Allah swt.

2). Sabar
Sabar merupakan istilah dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah bahasa
Indonesia.Asal katanya adalah sabara, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi
sabran. Secara etimologi, sabar berasal dari kata sabara-yasbiru-sabran yang artinya
tabah hati, berani (atas sesuatu). Sabar adalah menahan diri dari bersikap, berbicara,
dan bertingkah laku yang tidak sesuai dengan yang diperintahan oleh Allah swt.
Menguatkan makna seperti ini sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Kahfi/18: 28.
‫َو اْص ْرِب َنْفَس َك َم َع اِذَّل يَن َيْد ُعوَن َر ُهَّبْم اِب ْلَغَد اِة َو اْلَع ِّيِش ُيِر يُد وَن َو َهْجُه َو اَل َتْع ُد َع ْي َناَك َع ُهْنْم ُتِر يُد ِز يَن َة‬
‫اْلَح َياِة اُّدل ْنَيا َو اَل ُتِط ْع َمْن َأْغَفْلَنا َقْلَبُه َع ْن ِذْكِر اَن َو اَّتَبَع َه َو اُه َو اَك َن َأْم ُر ُه ُفُر ًط ا‬
Terjemahnya:
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keada annya itu melewati batas.

2. Tariqah
a. Pengertian Tariqah
Kata tariqah (tarekat) berasal dari bahasa Arab, yang berarti jalan, sistem,
metode, dan mazhab (aliran). Kemudian kalimat tersebut menjadi kalimat baku dalam
bahasa Indonesia. Dalam konteks Timur Tengah, tarekat adalah jalan kecil (jalan
pintas) menuju wadi (oase) dan sulit dilalui karena terkadang sudah tertutupi pasir.
Alwi Shihab menyatakan istilah tasawuf dan tarekat merupakan suatu metode
tertentu yang ditempuh seseorang secara kontinyu untuk membersihkan jiwanya
dengan mengikuti jalur dan tahapan-tahapan dalam upayanya mendekatkan diri
kepada Allah swt. Esensi pendidikan tarekat ialah proses pembersihan jiwa dari
akhlak tercela dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, atau dapat diartikan
bahwa tarekat ialah mengamalkan ajaran Islam secara totalitas, baik lahir maupun
batin demi meraih rida Allah swt.
Harun Nasution mengartikan bahwa tarekat merupakan suatu cara yang
ditempuh seorang sufi dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah swt., namun
dalam perkembangannya, tarekat menjadi sebuah organisasi yang dipimpin oleh
seorang Syaikh (Guru Spritual) dan sebagai anggotanya adalah para murid syaikh
29

tersebut. Aktivitas rutinitas dari organisasi tarekat ini berupa pengamalan zikir dan
wirid dengan metode tertentu dari gurunya. Uraian definisi ini mengisyaratkan bahwa
dalam pendidikan tarekat peran seorang guru sangat urgen, karena aktivitas murid
harus sesuai dengan bimbingan dan ketentuan dari gurunya.
Amin al-Kurdi mengemukakan, tarekat adalah pengamalan syariat dengan
mengambil hal-hal yang penting atau lebih hati-hati, menunaikan kewajiban dan amal
sunah dengan kadar kemampuan di bawah pengawasan orang yang ma’rifat, dan
menjahui prilaku yang diharamkan, dimakruhkan, serta tidak berlebihan melakukan
sesuatu yang mubah.
Menurut Zuhri, tarekat adalah petunjuk dalam melakukan ibadah yang sesuai
dengan ajaran yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw., dan dikerjakan
oleh para sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ al-tabi’in, dan diteruskan oleh para ulama
sampai pada masa saat ini, dengan silsilah (mata rantai hubungan) yang tidak putus.
Pendapat Zuhri ini menekankan bahwa dalam pendidikan tarekat amaliah dan
metodenya (kurikulumnya) harus mengikuti ketentuan yang telah diajarkan oleh
gurunya, bukan kreativitas pribadi seseorang secara personal.
Masih dalam pandangan Zuhri bahwa, subtansi syariat adalah peraturan-
peraturan ibadah secara d{ahir, sedangkan tarekat adalah aktivitas untuk
merealisasikan syariat dengan sempurna. Jika syariat dan tarekat telah dapat
direalisasikan dengan sempurna maka akan menghasilkan hakekat.
Dengan demikian, syariat tidak boleh diabaikan apapun alasannya. Begitu
pula tarekat sangat penting diamalkan dalam kehidupan, karena tanpa tarekat, syariat
tidak sempurna, dan tarekat tanpa syariat tidak sah. Jadi, keduanya harus berjalan
selaras jika ingin menumbuhkan hakikat ma’rifat kepada Allah swt. sebagaimana
pendapat Abd al-Qadir al-Jailani yang mengatakan;
‫ُّلُك َح ِقْيَقٍة َال ُتَؤ ِّيُد َها ْالِرَّش ْيَع ُة َفِهَى ِز ْنِد ْيَقٌة‬
Artinya:
Segala bentuk pengakuan hakekat yang tidak dikuatkan dengan syariat akan menjadi
kafir zindiq.

b. Manfaat Pendidikan Tarekat


Dengan mengikuti pendidikan tarekat seorang salik dapat memahami dan
menyadari kekurangan dan kesalahan dirinya. Selain itu, ia bisa mengerti dan
menyadari keberadaan penyakit hatinya dan cara menanganinya atas arahan dari
gurunya. Karena seseorang sulit mengetahui dan menyadari dirinya sendiri. Oleh
karena itu, ia membutuhkan orang yang ahli untuk hal itu, yaitu guru mursyid.
Rasulullah saw. bersabda;
??
‫ ْم ؤُ اَْل ُ مِ ن مُ اْل ْ مِ نِ ْم ؤُ رَأة‬,
Artinya:
Seorang mukmin dapat menjadi cermin bagi mukmin yang lain. (HR. Abu Dawud)
30

Selain dengan cara berinteraksi pada guru mursyid, seorang salik dapat
memperbaiki perilakunya melalui metode uswah, yakni memerhatikan dan meniru
adab gurunya setiap saat. Karena situasi sosial atau lingkungan memiliki pengaruh
yang signifikan dalam pembentukan karakter. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah
saw.:

Artinya:
Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak
wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi, antara dia memberikannya kepadamu,
atau engkau membelinya darinya, atau engkau mendapatkan semerbak harumnya
darinya. Sedangkan tukang besi, antara pakaianmu terbakar karenanya, atau engkau
terkena bau busuk besi. (HR. Muslim)

Hadis ini mengisyaratkan bahwa perkumpulan atau pertemanan itu dapat


memengaruhi kondisi atau perilaku teman interaksinya, baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif. Interaksi dengan teman baik, ia akan dapat kebaikannya, banyak
ataupun sedikit. Sebaliknya, jika interaksinya dengan teman yang buruk, ia akan
terkena imbas keburukannya, walaupun tidak terlibat dalam melakukan
keburukannya.
Syaikh Ali Daqaq, sebagaimana yang dikutip oleh al-Qusyairi, ia mengatakan:
“Pohon apabila tumbuh dengan sendirinya hanya akan tumbuh beserta daunnya, tidak
akan berbuah. Begitu pula seseorang apabila tidak berguru kepada guru mursyid, lalu
menyerap begitu saja ajaran-ajaran tasawuf dengan metodenya sendiri, maka orang
tersebut sebenarnya menjadi hamba hawa nafsunya, walaupun tidak menyadarinya.”
Pernyataan sufi tersebut kiranya cukup jelas manfaat berada dalam
penanganan guru pembimbing yang menuntun, mengarahkan dan menjaganya dari
jebakan-jebakan, dan tipu daya setan atau hawa nafsu yang sangat lembut dan samar
dalam mengamalkan amaliah spritual rohani guna membersihkan hati dari penyakit-
penyakitnya. Misalnya, seseorang ingin melakukan uzlah (mengasingkan diri dari
khalayak ramai orang lain) dengan alasan atau niat agar dirinya terhindar dari
keburukan masyarakat. Atau agar masyarakat tidak terpengaruhi keburukan dirinya.
Dua model niat tersebut akan membawa dampak berbeda dan nilai beda pula di sisi
Allah swt. Niat yang pertama ternilai sombong. Karena disadari atau tidak, ia telah
mengklaim masyarakat memiliki akhlak dan adab yang buruk, yang dapat merusak
kebaikan dirinya. Sedangkan niat yang kedua ternilai tawadu’. Karena dirinya merasa
lebih buruk dari masyarakat, dan agar masyarakat tidak tertular keburukan dirianya,
ia memilih ber-‘uzlah{. Karena itu, seorang mursyid mutlak diperlukan sebagai
pemandu. Bahkan Imam al-Gazali mengatakan; “Seorang murid harus patuh kepada
gurunya, seperti halnya bayi.”
31

Prinsip pendidikan tarekat adalah prinsip fundamental dalam wacana tasawuf,


atau seorang yang ingin mengembangkan pendakian spritualnya (sebagai salik atau
murid), ia harus memiliki seorang pemandu atau pembimbing yang disebut dengan
istilah Guru Mursyid. Sebagaimana ungkapan yang cukup masyhur dalam wacana
tasawuf, yaitu, “Siapa yang tidak memiliki guru pembimbing, maka setanlah yang
akan menjadi gurunya.”

B. Proses Pencerahan Qalbu (Takhalli, Tahalli dan Tajalli)


Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat sifat tercela, dari maksiat lahir
dan maksiat bathin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela.
Membersihkan diri dari sifat tercela bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan usaha dan
perjuangan yang sungguh-sungguh. (QS al-Syams/ :9-10)
Adapun Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahapan
tahalli dilakukan setelah mengosongkan jiwa dari akhlak akhlak yang tercela. Tahalli
juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik.
Menghiasi atau mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik tidak mudah dilakukan, ia
memerlukan latihan dan pembiasaan secara istiqamah. Dasar dari tahalli ialah firman
Allah dalam QS al-Nahl/ ?: 90.
Menurut Imam al-Gazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai, dan
dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuatan baik yang sangat
penting diisikan ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan agar menjadi
manusia paripurna (insan kamil). Perbuatan baik itu, misalnya taubat. Taubat pada
tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang dilakukan anggota badan. Pada
tingkat menengah, taubat menyangkut pangkal dosa di dalam hati seperti dengki,
sombong, dan riya’. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha
menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat
terakhir, taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah.
Taubat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat
memalingkan dari jalan Allah.
Sementara Tajalli ialah hilangnya hijab dari sifat-sifat kebasyariyahan
(kemanusiaan), jelasnya nur yang sebelumnya gaib, dan fananya segala sesuatu ketika
tampaknya wajah Allah. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur gaib. Agar hasil
yang telah diperoleh jiwa ketika melakukan takhalli dan tahalli tidak berkurang, maka
rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan
kesadaran dan rasa cinta dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-
Nya.
Dasar dari tajalli ini sebagaimana dalam QS al-Nur/24: 35.

… ‫اُهَّلل ُنوُر الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض‬


Terjemahnya:
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi…
32

C. MUJAHADAH AL-NAFS
D. RIYADHATUN AL-NAFS

E. MUHASABAH DAN MURAQABAH AL-NAFS


a. Makna Muhasabah
Muhasabah ( ‫ُم َح اَس َبَة‬
) ialah melakukan perhitungan sedangkan makna secara
istilah syar’i yaitu ialah melakukan penilaian/evaluasi diri. Muhasabah adalah sesuatu
hal yang perlu dan menjadikannya sebuah kebutuhan dalam tiap-tiap diri manusia.
Muhasabah berasal dari akar kata hasiba-yahsabu-hisab(an), makna dari kata tersebut
secara etimologis ialah melakukan perhitungan. Mengenai makna hakekat muhasabah
seperti yang dalam QS al-Hasyr/59: 18.

‫اَي َأَهُّيا اِذَّل يَن آَمُنوا اَّتُقوا اَهَّلل َو ْلَتْنُظ ْر َنْفٌس َم ا َقَّد َم ْت ِلَغٍد َو اَّتُقوا اَهَّلل َّن اَهَّلل َخِبٌري ِبَم ا َتْع َم ُلوَن‬
‫ِإ‬
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

Dalam hadis, nabi Muhammad saw. bersabda;


‫ «الَكِّيُس َمْن َداَن َنْف َس ُه َو ِمَع َل ِلَم ا َبْع َد‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َع ِن الَّنِّيِب َص ىَّل اُهَّلل َعَلْي ِه َو َس َمَّل‬، ‫َع ْن َش َّد اِد ْبِن َأْو ٍس‬
» ‫ َو الَع اِج ُز َمْن َأْتَبَع َنْفَس ُه َه َو اَها َو َتَم ىَّن َعىَل اِهَّلل‬، ‫اَملْو ِت‬
Artinya:
Dari Syaddad bin Aus ra, dari Rasulullah saw. beliau bersabda; “Orang yang pandai
adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan
sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa
nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt”. (HR. al-Turmudzi).

Muhasabah, yang berarti mengintropeksi akan diri sendiri, menghitung diri


dengan amal-amal perbuatan yang pernah di masa-masa yang sudah lalu. Dalam
terminologi syar’i, makna dari muhasabah ialah sebuah upaya untuk melakukan
evaluasi diri terhadap setiap kebaikan dan keburukan beserta semua aspeknya.
Evaluasi tersebut meliputi hubungan seorang hamba (manusia) dengan Allah,
maupun hubungan sesama makluk ciptaan Allah seperti dalam kehidupan sosial yaitu
hubungan manusia dengan sesama manusia, lalu secara umum dengan tumbuhan,
hewan bahkan makhluk seperti air, udara dan benda-benda-benda mati. Baik hal
tersebut adalah bersifat vertikal, hubungan manusia hamba dengan Allah. Maupun
secara hubungan horisontal, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia yang
lainnya dalam kehidupan sosial. Senantiasa bermuhasabah adalah jalan satu sarana
33

untuk mengantarkan manusia menjadi makhluk yang mulia sebagai hamba Allah swt.
Manfaat Muhasabah, di antaranya; mengetahui kelemahan diri sendiri, mengetahui
hak dan kewajiban, takut bermaksiat.

b. Makna Muraqabah
Muraqabah berasal dari bahasa Arab raqaba (mengawasi). Abu Yahya
Zakariya al-Anshari memaknai selalu memperhatikan, sedangkan menurut istilah
adalah senantiasa memandang Tuhan dengan hati (qalb). Ajaran muraqabah
merupakan salah satu bentuk dari al-ahwal. Kata muraqabah sendiri tidak digunakan
oleh al-Qur’an, meskipun kata yang seakar dengannya dapat ditemukan antara lain
raqiba, dan semua kata yang seakar dengan muraqabah disebut sebanyak 24 kali.
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh
karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada (muhasabah)
dapat diartikan meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan
rahasia dalam hati, yang membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk
kepada Allah. Adapun mawas diri (muraqabah) adalah meneliti dengan cermat
apakah segala perbuatan sehari-hari telah sesuai atau malah menyimpang dari
kehendak-Nya.
Muraqabah mengandung pengertian adanya kesabaran diri bahwa ia selalu
berhadapan dengan Allah dalam keadaan diawasi. Artinya si makhluk senantiasa
dalam keadaan waspada bahwa ia tetap dalam diawasi oleh khaliknya, sehingga
selalu menata dan membina kesucian dirinya.
Muraqabah adalah duduk ber-tafakur dengan penuh kesungguhan hati, seolah-
olah berhadapan dengan Allah menyakinkan diri bahwa Allah senantiasa mengawasi
dan memperhatkannya. Dengan latihan muraqabah ini seorang akan memiliki nilai
ihsan dan akan dapat merasakan kehadiran Allah di mana saja dan kapan saja di
setiap sudut pandang seorang hamba Allah.
Syaikh Yahya ibn Hamzah al-Yamani menyebutkan hakekat muraqabah
adalah mengawasi pengawasan sang pengawas dan mengarahkan perhatian
kepadanya; orang yang waspada dari satu hal karena orang lain dikatakan, bahwa ia
mewaspadainya dan menjaga pihaknya.
Dalam Eksiklopedi Tasawuf, Mir Valiuddin (w.1975) menyatakan muraqabah
adalah kesadaran tentang Allah yang senantiasa mengawasi kita di saat kita
tenggelam dalam berbagai kesibukan sehari-hari. Allah melihat segala aktivitas kita,
baik lahiriah maupun batiniah termasuk segenap pikiran kita. Hadis yang dijadikan
sandaran muraqabah adalah hadis Jibril as. saat mendatangi Nabi saw. mengajarkan
iman, islam dan ihsan. Jibril as. menjelaskan ihsan yaitu engkau mengabdi kepada
Allah seolah-olah engkau melihatNya, tetapi jika engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatm, HR Muslim.
Sebagai bagian yang bernilai latihan psikologis (riyadah al-nafs), muraqabah
berarti menanamkan keyakinan yang dalam akan makna firman tersebut diatas.
Berbeda dengan zikir, obyek pemusatan kesadarannya adalah menjaga atas makna,
34

sifat qudrah dan iradah Allah swt. Media yang digunakan dalam muraqabah
adalah kesadaran murni berupa imajinasi dan daya khayali.
Jadi yang dimaksud muraqabah adalah kondisi hati yang menghasilkan
makrifat kepada Allah dan kondisi tersebut membuahkan berbagai amal kebaikan
dalam tubuh, berupa tindak ketaatan dan menahan diri dari maksiat. Tujuan akhir dari
muraqabah adalah agar seorang menjadi mukmin yang sesungguhnya, seorang hamba
Allah yang muhsin dapat menghambakan diri kepadaNya. Ibadah dengan penuh
kesadaran seolah-olah melihatNya. Dalam tarekat Naqsabandiyah Qadariyah
meyakini muraqabah adalah asal semua kebaikan, kebahagiaan, dan keberhasilan.

Proses Muraqabah
Dalam kitab Tashfiyat al-Qulub, Syaikh Ibn Hamzah al-Yamani menyebutkan
ada dua proses dalam muraqabah yaitu sebelum dan saat bertindak. Proses yang
terjadi sebelum bertindak adalah si pelaku memperhatikan apa yang telah tampak
kepadanya, yang menggerakkan keinginannya dan muncul di dalam diriya. Apakah
murni karena Allah atau untuk mengikuti hawa nafsu dan setan. Jika amal itu murni
karena Allah, ia melakukannya dan bersegera dalam melakukannya. Tapi apabila
amal itu untuk yang selain Allah, ia malu kepada Allah dan menahan diri dari
amal tersebut. Dalam hadis disebutkan; “Sesungguhnya dalam setiap gerak, bagi
hamba dibentangkan tiga catatan; catatan pertama, kenapa? catatan kedua, bagaimana
dan catatan ketiga, untuk siapa? Apa yang melatarbelakangi tindakanmu? Apakah
perbuatan itu dilakukan dengan ilmunya atau tidak? Apakah perbuatan itu murni
karena Allah atau untuk yang lain?. Adapun Proses kedua terjadi saat bertindak.
Yaitu memeriksa kondisi amal untuk memenuhi hak Allah di dalamnya, memperbaiki
niat di dalam menuntaskan dan menyempurnakan bentuk amalnya, serta memurnikan
tujuan hingga ia diridai Allah dalam setiap perbuatannya. Perbuatan hamba tidak
lepas dari tiga bentuk: ketaatan, maksiat atau hal yang mubah. Pada
perbuatan maksiat, muraqabahnya adalah dalam menahan diri darinya. Pada ketaatan,
muraqabahnya adalah ikhlas dan penyempurnaan amalnya, sedang yang
mubah, pengawasanya adalah dengan menjaga adab dan melaksanakan syukur
kepada Allah.
Syaikh al-Qusyairi menceritakan seorang syaikh mempunyai beberapa murid,
dan ia lebih menyukai salah seorang dari mereka, sehingga memberi perhatian lebih
dari murid yang lainnya. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab: “Aku akan
tunjukan kepadamu mengapa aku bersikap demikian”. Kemudian syaikh itu
memberikan seekor burung kepada setiap muridnya. Lalu memerintahkan kepada
mereka: “Sembelihlah burung yang aku berikan itu di suatu tempat yang tidak terlihat
siapapun.!” Lalu mereka semua berangkat melaksanakan perintah syaikh. Kemudian
setelah beberapa saat, masing masing kembali lagi dengan membawa sembelihannya,
akan tetapi murid kesayangan itu kembali dengan membawa burung tersebut dalam
keadaan masih hidup (tidak disembelih). “Mengapa engkau tidak menyembelih
burung itu?”, kata syeikh kepadanya. Lalu murid itupun menjawab : “Tuan
memerintahkan saya menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat siapapun.
35

Dan saya tidak menemukan tempat seperti itu, mendengar jawaban itu syaikh berkata
kepada murid yang lain : “Inilah sebabnya aku lebih memperhatikan kepadanya
(karena tingkat muraqabahnya lebih tinggi; merasa selalu dilihat Allah dan tak ada
tempat yang tidak dapat dilihat Allah.
Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa muraqabah melalui dua tahapan;
Pertama, ketika seseorang mencapai ma’rifat, yaitu pengetahuan tentang Allah swt.
yang selalu melihat dan mengawasi segala isi hati manusia, mengetahui rahasia-
rahasianya, melihat setiap amal perbuatan manusia, dan mengetahui dengan sebaik-
baiknya setiap yang diusahakan manusia. Pada tahap ini, seseorang akan menjadi
sibuk memikirkan Allah swt. sehingga melaksanakan ibadah dengan susah payah
demi mencapai rida-Nya. Bahkan, ia cenderung menjaga jarak dari masyarakat dan
tidak memperhatikan orang-orang yang hadir di sekelilingnya karena tenggelam
dalam kesibukannya memperhatikan Allah swt. Tahap kedua adalah mawas diri
sebelum dan selama melakukan amal perbuatan. Seseorang dengan muraqabah akan
mengawasi keikhlasannya dalam mengerjakan kebaikan. Jika ia berniat semata-mata
karena Allah, ia akan melakukannya. Jika ia berniat karena selain Allah swt. ia akan
mengurungkannya.
Muraqabah tampak pada tiga macam perbuatan manusia, yaitu:
a. Muraqabah dalam melaksanakan ketaatan, artinya melakukan kebaikan dengan
ikhlas atau niat yang murni, menjaganya dari kesalahan dan cacat, dan
menyempurnakannya dengan melakukan sebaik-baiknya.
b. Muraqabah dalam menghindari perbuatan jahat atau kemaksiatan, artinya
menyesali dan bertaubat akan kemaksiatan.
c. Muraqabah dalam menjaga perbuatan halal atau mubah, artinya menjaga dan
memelihara adab terhadap hal-hal yang mubah tersebut, mengikuti aturan, dan
bersyukur ketika mendapatkan nikmat dari Allah yang Maha Penyayang.

Muraqabah merupakan salah satu hal, yaitu kondisi kejiwaan yang mengiringi
aktivitas pelatihan jiwa. Terdapat beberapa tingkatan dalam muraqabah yang
berkaitan dengan persaksian seorang hamba terhadap Allah swt. sebagai “Dia”,
“Engkau”, dan “Aku”. Tingkatan yang pertama yaitu tingkat Muraqabah Rendah
(Laa Ilaaha Illa Huwa”/Tiada Tuhan Selain Dia).

F. KHATIR (KHAWATIR) DAN PENGENDALIANNYA


a. Makna Khatir
Khatir adalah bentuk tunggal dari kata khawatir yang bermakna bisikan jiwa.
Bisikan yang menghunjang ke dalam rasa; terkadang muncul dari malaikat, terkadang
dari setan atau sekedar ungkapan nafsu dan bahkan pula bisikan langsung dari Allah
swt. Khatir adalah bisikan yang datang dari Allah swt. Sebagai bisikan awal,
terkadang berdimensi kebaikan dan kemuliaan serta penetapan terhadap argumentasi,
dan terkadang bersifat buruk yang berfungsi sebagai ujian.

b. Model operasional SDM dan tahapannya


36

Khatir bermakna bisikan jiwa. Khatir adalah sebagai bagian dari perilaku
qalbu tidak mendapat sanksi azab, karena khatir tidak termasuk dibawa ikhtiar.
Ragbah/Mayl (kecenderungan qalbu). Ragbah dan Mayl adalah bagian dari
perilaku qalbu tidak mendapat sanksi azab. Karena masing-masing tidak termasuk
ikhtiar, selama tidak diikuti oleh tindakan berikutnya.
Azam, Himma (keinginan kuat), sedang Azam dan Himmah masing-masing
tidak dikategorikan sebagai bisikan jiwa. Dalam hal ini tetap mendapatkan sanksi.
Kecuali jika urung melakukannya, tetapi harus dilihat dari motifnya. Kalau ia
meninggalkan perbuatan itu karena takut kepada Allah dan menyesali keinginannya
maka justru mendapat pahala. Tetapi bila terpaksa meninggalkan bukan karena takut
kepada Allah dicatat sebagai amal buruk. Jika keinginan untuk berbuat itu muncul
dari qalbunya maka tergolong ikhtiar.
I’tiqad (keyakinan) dan hukum qalbulah yang memberi penegasan perbuatan.
Penegasan ini ada kalanya dalam kondisi terpaksa atau dalam keadaan bebas
(ikhtiari). Jika dalam keadaan bebas memilih, maka ada sanksi azab, sebaliknya jika
dalam terpaksa, tidak diazab.
Niat. Niat ibarat yang membedakan suatu tujuan dengan tujuan lainnya.
Maksud merupakan gabungan keinginan pada tujuan yang dicari. Azam adalah
penguat maksud tersebut, Iradah adalah kehendak merupakan upaya menyingkirkan
hambatan-hambatan yang menghalangi untuk mencapai kekuasaan.
Niat menurut Imam al-Gazali, bahwa Niat dan Qasad yang ada dalam hati itu
yaitu suatu ibarat yang didatangkan atas makna yang satu, akan dia oleh dua
perkara.yaitu suatu sifat bagi hati yang meliputi Ilmu dan amal.
Niat menurut Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah yaitu:
‫قصد اليشء مقرتان بفعهل‬
Artinya:
Menyengaja atas menuju hatinya kepada sesuatu yang telah diketahuinya langsung
disertakan dengan melakukannya.
‫توجه القلب مجة الفعل إبتغاء وجه هللا و امتثاال ألمره‬
Artinya:
Berhadap hati kepada pihak yang akan diperbuat karena menuntut ridha’ Allah dan
menjunjung perintahnya.

Imam al-Syafi’i menyatakan :

‫و النية ال تقوم مقام التكبري وال جتزيه النية إال ان تكون التكبري التتقدم التكبريوال تكون بعده‬
Artinya:
Niat itu tidak berdiri sebagai pendirian takbir dan tidak pula diterima niatnya itu,
melainkan beserta takbir, tidak terdahulu dari takbir dan tidak pula sesudahnya.

Anggota badan??
37

c. Malaikat dengan Ilham, Syetan dengan was-was


1. Apabila bisikan datang dari malaikat disebut ilham
2. Jika muncul dari hawa nafsu disebut hawajis. Bisikan yang relevan dengan watak
naluri manusia yang disebut al-nafs.
3. Dan bila datang dari setan disebut Was-was. Bisikan-bisikan yang datang dari
ajakan syetan yang disebut was-was.
4. Sedangkan bisikan jiwa yang langsung dari Allah swt. Disebut bisikan kebenaran
(khatir Haq).Suatu bisikan datang dari Allah swt. Dalam qalbu hamba, sebagai
bisikan awal sehingga disebut dengan al-khatir (bisikan).
Bila bisikan datang dari para malaikat bisa diketahui kebenarannya bila
bisikan itu sesuai dengan ilmu pengetahuan. Ulama Sufi berkata: “setiap bisikan yang
tidak bisa disaksikan kebenarannya secara lahir adalah bisikan batil”. Bila bisikan itu
datang dari syaitan rata-rata mengundang pada kemaksiatan. Bila datang dari hawa
nafsu, lebih cenderung mengajak pada sikap menuruti syahwat atau rasa takabbur.

Perbedaan antara Bisikan Nafsu dan Bisikan Syaitan


Nafsu itu apabila menuntut terhadap sesuatu perkara, ia akan menempel, dan
akan kembali lagi walaupun berlalu dalam jarak waktu, sampai bisikan itu benar-
benar meraih kemauannya dan mencapai tujuannya. Kecuali orang-orang
mujahadahnya benar, maka bisikan itu tidak akan kembali. Kemudian nafsu itu selalu
memusuhinya.
Sementara syaitan ketika menjerumuskan anda melalui godaannya, kemudian
menentangnya maka syaitan akan kembali mempengaruhi dengan godaan lainnya.
Setiap bisikan yang datang dari malaikat, kadang cocok di hati si penerima bisikan,
kadang tidak. Namun bila bisikan langsung dari Allah swt. sama sekali si hamba tidak
menentang-Nya.

Efeknya Bisikan pada Manusia


Pertama, mengenal perbedaan bisikan baik dan jahat maka perlu diperhatikan tiga
masalah berikut :
1. Apabila bisikan itu relevan dengan syariah, berarti baik, jika sebaliknya, baik
karena rukhsah atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.
2. Manakalah tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing, sebaiknya
berpaling saja, dan mengikuti perilaku orang-orang shaleh. Jika ditemukan
kebaikan bimbingan mereka, maka ikutilah jika tidak ada kebaikan berarti hanya
suatu keburukan.
3. Apabila dengan pertimbangan demikian masih belum menemukan kejelasan,
selanjutnya harus berpaling dari hawa dan nafsu. Di sana akan ditemui naluri yang
menjauhi bahwa nafsu bukan rasa takut terhadap nafsu, maka itulah kebaikan.
Sebaliknya jika yang terjadi adalah kecondorongan harapan kepada Allah swt.
Itulah kejahatan.
38

Kedua, apabila ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari arah
syaitan atau dari hawa nafsu, ataukah dari Allah swt. Perlu anda perhatikan tiga hal
berikut:
1. Jika menemui bisikan yang kokoh dan tertib yang konsisten pada suatu hal, maka
bisikan itu datang dari Allah swt. Atau dari hawa nafs. Namun jika bisikan itu
menciptakan keraguan dan mendesak-desak, maka itu muncul dari syaitan.
2. Apabila bisikan itu dijumpai setelah melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah
sebagai siksa-Nya. Jika bukan muncul dari akibat dosa. Bisikan itu datang dari diri
sendiri yang berarti dari syaitan.
3. Jika ditemui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengecilkan untuk zikir
kepada Allah swt. Tetapi bisikan itu tidak sirna, berarti dari hawa nafsu.
Sebaliknya jika melemahkan zikir seperti dari syetan.

Ketiga, apabila ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt.
atau dari malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:
1. Manakala melintas selintas saja, maka datang dari Allah swt. Namun jika
burulang-ulang, berarti dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasehat
manusia.
2. Manakala munculnya bisikan itu selelah kontemplasi ihtihad dan taat kepada Allah
yang anda lakukan, berarti datang dari Allah swt. Jika bukan demikian maka
datang dari malaikat.
3. Apabiala bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu
datang dari Allah swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu dan amal-amal
lahiriah berarti dara malaikat.

Bisikan kebaikan yang datang dari syetan sebagai istedraj menuju amal
kejahatan yang penuh dengan keraguan maka anda perlu memperhatiakan secara
cermat apabila dalam diri anda, ada bisikan dari syetan dengan tanda-tanda:
 Jika suatu perbuatan yang muncul dari anda dengan penuh semangat yang
membara, bukan dengan rasa takut kepada Allah swt.
 Disertai emosi yang tergesa-gesa, bukan dengan cara yang pelang-pelang.
 Disertai rasa aman saja, bukan disertai rasa khawf kepada Allah.
 Desertai perasaan membabi buta terhadap akibat perbuatan, bukan disertai
matahati (basirah).
 Kesemua bisikan itu anda harus jauhi.

Beberapa Pintu Andalan Syetan


1. Ghadab dan Syahwat (Marah dan Syahwat )
Marah merupakan bencana yang menimpa akal. Jika tentara akal lemah, maka
tentara syetan akan menyerang. Apabilah manusia marah, maka syetan akan
mempermaingkannya seprti halnya anak kecil yang mempermaingkan bola.
2. Hasad (dengki, iri hati)
39

Jika seorang hambah tamak terhadap segala sesuatu, maka ketamakan itu akan
membuatnya tuli. Karena Rasulullah saw. Bersabda :‫حبك الشيء يعمى ويصم‬
Arinya: cintamu kepada sesuatu membuat (mu) buta dan tuli.
Jika ia tertutup oleh ketamakan dan kedengkian maka ia tidak akan melihat. Saat
itulah syetan mendapat kesempatan lalu menghiasai segala hal yang dapat mengantar
si tamak kepada ambisinya, walaupun berbagai hal itu adalah kekejian dan
kemungkaran.

3. Kenyang dari makanan


Kenyang dari makanan termasuk pintunya yang besar, meskipun makanan itu
murni dan halal, karena kenyang bisa menguatkan berbagai syahwat yang merupakan
senjata syetan. Ada 6 sifat yang tercelah yang terjadi akibat banyak makan:
a. Menghilangkan rasa takut kepada Allah dari dalam hatinya.
b. Menghilangkan rasa kasih saying terhadap sesame mahluk dari dalam hatinya
karena ia mengira bahwa mereka semua kenyang.
c. Menjadikan malas melakukan ketaatan
d. Ia menjadi tidak tanggap apabilah mendengar perkataan hikmah.
e. Apabilah menyampaikan nasehat dan hikmah, maka penyampaiannya itu tidak
menyentuh hati banyak orang.
f. Menimbulkan banyak penyakit.

Senang Berhias dengan Pakaian, Perabotan, dan Rumah


Apabilah hal itu telah menguasai, syetan akan bertelur dan menetaskan anak di dalam
hati orang itu. Syetan senantiasa membujuknya untuk membangun rumah, menghiasi
atap dan dingdingnya, dan memperluas bangunannya. Dan juga membujuk untuk
berhias dengan pakaian dan kendaraan apabila sudah terjerumus syetan tidak perlu
kembali membujuknya lagi karena hal itu akan menyeretnya kepada sebagian yang
lain dengan terus menerus sampai tiba ajalnya.
1. Lobak / Tamak tehadap manusia (menjilat).
Jika hal itu sudah menguasai hati seseorang, maka syetan senantiasa menjadikan suka
“cari muka” dan berhias dihadapan orang yang diinginkannya dengan sikap riyadan
menyamar sehingga seolah-olah orang itu adalah sembahyang. Dengan cara
menyangjungnya dengan sanjungan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

2. Tergesah-gesah dan tidak berhati-hati dalam berbagai perkara


Rasulullah saw. Bersabda, ( ‫) العجلة من الشيطان و التأني من هللا‬
Aritnya: tergesah-gesah adalah dari syetan dan berhati-hati adalah dari Allah.
Allah berfirman
*.QS. Al-Anbiyaa’ (21): 37.*.QS. Al-Israa’ (): 11.*. QS. Thaahaa (20): 114.
Hal itu karena berbagai amal perbuatan seharusnya dilaksanakan setelah dipahami
dan dimengerti,peruses pemahaman memerlukan waktu dan perenungan, sedangkan
kertegasa-gesaan mencegah hal itu. Pada saat tergesa-gesa itulah, syetan memasukkan
kejahatan kedalam hati manusia tampa disadarinya.
40

3. Segala yang berwujud harta benda


Berbagai harta kekayaan seperti barang dagangan, hewan tunggangan, rumah, dan
tanah termasuk pintu-pintu masuknya syetan.Setiap kekayaan selain makanan dan
kebutuhan pokok adalah tempat menetapnya syetan, setip mendapatkan selalu merasa
kurang dan ingin menambahnya terus menerus, dan tidak ada akhirnya.
4. Bakhil,( pelit) dan takut miskin
Sifat bakhil dan takut miskinlah yang mencegah seseoran untuk berinfak dan
bersedekah, lalu mengajaknya untuk selalu menumpuk dan menyimpang harta.
Abu Sufyang berkata: Syetan tidak memiliki senjata seampuh sifat takut miskin yang
dibisikkan kepada manusai. Apabilah manusia telah terperangkap kedalam sifat ini
maka ia memulai berbuat kebatilan, mencegah kebenaran, bebicara semaunya dan
berperasangka buruk pada Tuhannya. akibat buruk yang diakibatkan oleh kebakhilan
adalah seseorang menjadi tamak untuk senantiasa berada di pasar untuk
mengumpulkan harta, pada hal pasar adalah sarang setan.
5. Fanatik Terhadap Mazhab dan Hawa Nafsu
Fanatic terhadap suatu mazhab dan hawa nafsu, mendengki orang yang berlainan
mazhab, dan menatap mereka dengan tatapan penghinaan merupakan hal-hal yang
dapat membinasakan para ahli ibadah dan orang-orang fasik sekalian.Mencaci orang
dan sibuk mengungkit kekurangan mereka merupakan sifat yang terbentuk dalam
tabiaat manusia yang termsuk sifat kebinatangan. Apabilah terbayang olehnya bahwa
hal itulah yang benar dan sesuai dengan watak dirinya, maka akan terasa manis di
hatinya, sehingga ia akan semakin antusias melakukannya dan bergembira, bahkan
mengirah bahwa dirinya sedang berjuang untuk agama, padahal ia sedang mengikuti
langaka setan. Dan Rasulullah saw. Bersabda: (‫) إعملي فإني ال أغني عنك من هللا شياء‬
Artinya: Beramallah karena sesungguhnya aku tidak dapat berbuat apa-apa untukmu
di hadapan Allah.
6. Orang awam yang tafakkur kepada Zat Allah
7. Buruk sangka kepada Allah

BAB Vll. MUJAHADAH DAN SASARANNYA

a. QS. Ali Imran (3): 142.




Terjemahnya:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi
Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang
sabar.
b. QS. Al-Taubah (9): 79.
c. QS. At-Taubah (9): 19.
41

BAB.Vlll. NAF SYAHWAT / NABATIH

a. Pengendaliannya untuk memcapai al-Iffah dan al-Zuhud


b. Beberapa macam fadilah yang tergabung dalam al-Iffah
1) Yang terkait pada peribadi seperti Tawadu’ ( kerendahan hati).
2) Yang terkait dengan sesama manusia seperti al- Wara’ (meninggalkan segala
yang didalamnya terdapat syubhat ( keraguan / kesamaran) tentang halalnya sesuatu.
3) Yang terkait dengan manusia dan Allah seperti al-Haya’ (rasa malu)
4) Keceriaan
5) Bantu- membantu
6) Qana’ah
c. Efeknya bagi peribadi seseorang
1) Nafsu harus dicegah dari syahwat
2) Membebani dengan ibadah yang berat
3) Memohon pertolongan dari Allah swt.
d. Dampak positifnya pada Hablum minanNaas dan Hablum Minallah
1) Hablum minan al-Nas
a) Pola hubungan yang dinamis
b) Potensi pikir
c) Kedudukannya sebagai khalifah
d) Kesejahteraan umat manusia
e) Olah pikir, prestasi
f) Relative dan toleransi
g) Salam dan kedamaiaan
h) Saling memahami dan kerja sama
i) terbuka
2) Hablum min Allah
a) Pola ibadah yang statis
b) Potensi zikir yang dominan
c) Kedudukan di hadapan Allah sebagai hambah
d) Kedamaian pribadi
e) Olah zikir dari emosi
f) Mutlaq
g) Islam
h) Kepatuhan
i) terbuka

BAB. lX. NAFS GADAB / NAFS HEWANI

gadabadalah api yang tersimpang dalam hati dan akan dikeluarkan oleh
kesombongan yang tersembunyi. Atau energi panas yang muncul dari batinnya, Allah
menciptakan kemarahan dari api dan menanamkannya di dalam hati manusia.
a. Pengendalian untuk mencapai al-Syaja’ah dan Hub.
42

‫إن الغضب يفسد اإليمان كما يفسد الصبو العسل‬


Atinya: Kemarahan itu akan merusak Iman sebagai mana busa merusak madu.
Sajaah adalah berani dan gaga perkasa
Istilah sajaah adalah keteguhan hati kekuatan pendirian untuk membela dan
mempertahangkan kebenaran secara bijaksana dan terpuji.
Hub adalah kecenderungan tabiaat kepada sesuatu itu nikmat baginya
b. Beberapa macam fadillah yang berada dalam lingkup al-Syaja’ah
-QS. Ali Imran (3): 133-136
-QS. Al-Baqarah (2): 219.



Terjemahnya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah:" yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.

-at-Taubah (9): 43


Terjemahnya:
Semoga Allah mema'afkanmu.mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk
tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam
keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?

c. Efeknya bagi pribadi seseorang


d. Dampak poetifnya pada hablum minannasi dan hablum min Allah.

BAB X. AKAL FIKIRAN / NAFSU INSANI

a. pengendalian untuk mencapai al- Hikmah dan al-Ma’rifah


b. bebrapa Macam fadilah al-Hikmah
1. perencanaan yang matang
2. pemikiran yang tajam
3.pandangan yang tepat
c. ulul Albaab
- Ali Imran (3): 190-191
43

- Al-Maidah (5): 100.


- Shad (38): 43.
- Al-Baqarah (2): 269
- al-Ra’d (13) : 19.
- al-Talaq (69): 10.
- yusuf (12): 111.
- al-Zumar (39): 21.
- Ibrahim (14): 52.

BAB. Xl. RIADATUN NAFS DAN SASARANNYA

A. Maknah Riyadah

Riyadatun Nafs dan sasarannya (TAHALLI)


Riyadah mengandung makna pelunakan, pemudahan, pelatihan, yang berarti melatih
diri dengan membebangi diri dengan memikul ibadah yang berat seperti zikir puasa
dsb. Dan sasarannya adalah Tahallymenurut Mustafa Zahri adalah yang bertujuan
menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji (menyinari hati) 1 seperti: taubat, takwa,
ikhlas, zuhud (hidup sederhana), sabar ridha, mahabbah dan sebagainya.
Riyâdhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah latihan rohaniah untuk menyucikan
jiwa dengan memerangi keinginan-keinginan jasad (badan). Proses yang dilakukan
adalah dengan jalan melakukan pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala
sesuatu selain Allah, kemudian menghiasi jiwanya dengan zikir, ibadah, beramal
saleh dan berakhlak mulia. Pekerjaan yang termasuk kedalam amalanriyâdhah adalah
mengurangi makan, mengurangi tidur untuk salat malam, menghindari ucapan yang
tidak berguna, dan berkhalwat yaitu menjauhi pergaulan dengan orang banyak diisi
dengan ibadah, agar bisa terhindar dari perbuatan dosa.2
Tujuan riyâdhah bagi seorang sufi adalah untuk mengontrol diri, baik jiwanya
maupun badannya, agar roh tetap suci.3Karena itu, riyâdhah haruslah dilakukan
secara sungguh-sungguh dan penuh dengan kerelaan. Riyâdhah yang dilakukan
dengan kesungguhan dapat menjaga seseorang dari berbuat kesalahan, baik terhadap
manusia ataupun makhluk lainnya, terutama terhadap Allah Swt. Dan bagi seorang
sufi riyâdhah merupakan sarana untuk mengantarkan dirinya lebih lanjut pada tingkat
kesempurnaan, yaitu mencapai hakekat.4
1
Mustafa Zahri Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, (Surabaya: PT Bina Imu Ofset, 1991),
h.74
2
Al-Ghazali, Mutiara Ihya ‘Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Oleh Sang Hujjatul Islam,
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008) hal. 224
3
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994) h. 17.

4
Al Aziz, S., Moh.Saifulloh. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, Surabaya,
1998, h. 104
44

Salah satu bagian yang terdapat tasawuf adalah riyadhah (latihan-latihan ibadah).
Riyadhah yang biasa dilakukan antara lain:
1. Bertobat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak
berbuat dosa lagi sembari melafalkan dzikir dan wirid-wirid tertentu.
2. Untuk memantapkan tobatnya ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari
dunia materi dan dunia ramai serta fokus beribadah.
3. Wara’. Ia harus menjauhkan dirinya dari perbuatan syubhat dan tidak
memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya.
4. faqir. Ia harus menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit
dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban
agamanya.
5. Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat
dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tetapi juga sabar dalam menerima musibah
berat yang ditimpakan Allah.
6. Tawakal. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ia tidak
memikirkan hari esok karena bagi seorang sufi cukup apa yang ada untuk hari ini
karena esok belum tentu masih hidup.
7. Ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan menerimanya dengan
sepenuh hati. Karena itu, seorang sufi tidak menyimpan perasaan benci kepada siapa
pun karena semua yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah.

Sebagaimana dikatakan di atas, mujâhadah dan riyâdhah yang diamalkanmerupakan


latihan rohaniah dalam rangka menyucikan jiwa (tazkiyyatun nafs), agar hati diliputi
nur Ilahiah, tersingkapnya rahasia batin (mukâsyafah), merasakan nikmat dan
lezatnya beribadah.Ini merupakan keadaan (hâl) bagi seseorang dalam mendekatkan
dirinya kepada Allah Swt. Pencapaian tersebut tidak lepas dari jalan (tharîq) yang
harus mereka lalui.Karena syariat bagaikan pohon, tarekat bagaikan cabang, makrifat
bagaikan daun, dan hakekat bagaikan buah”, demikian ungkap As-Syekh Abdul
Qadir Jaelani.5Dalam menempuh jalan, diumpamakan cabang tersebut terdiri dari
beberapa tingkatan (maqâmât) yang harus ditempuh satu demi satu, dan memerlukan
waktu yang panjang dan berat.mereka akan mengalami berbagai keadaan batin yang
disebut dengan ahwal. Jadi, maqâmât dan ahwâlmerupakan tahap-tahap yang lazim
dilalui oleh para sâlik menuju tujuan puncaknya, yaitu mencapai ma`rifatullâh (buah).
a. Taubat, Hakikat dan Efeknya
Dalam bahasa Arab berarti kembali.Taubat adalah: kembali dari sesuatu yang di celah
oleh syara’ menuju sesuatu yang di puji olehnya.Abu Husain an-Nury berkata Taubat
adalah bahwa engkau berpaling dari segala sesuatu selain Allah SWT.
Menurut Al Ghazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai, dan dibentuk
sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuatan baik yang sangat penting di
isikan kedalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan agar menjadi manusia
paripurna (insane kamil). Perbuatan baik itu, antara lain sebagai berikut:
5
Al-Jailani, As-Syeikh Abdul Qadir, Sirrur Asror, Terj. Suryalaya, 1996, h. 44
45

Taubat pada tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang dilakukan anggota
badan. Pada tingkat menengah, taubat menyangkut pangkal dosa dosa didalam hati
seperti dengki, sombong, dan ria. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut
usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada
tingkat terakhir, taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat
Allah.Taubat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat
memalingkan dari jalan Allah. (Ihya ulumiddin )

HAKEKAT DAN SYARAT-SYARAT TAUBAT:


1. Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan
2. Meninggalkan secara langsung penyelewengan
3. Memutuskan secara langsung tidak kembali kepada kemaksiatan yang sama.
Cara Bertaubat Serta Efeknya
1. Memisahkan diri dari orang-orang yang berbuat jahat
2. Keteguhan dalam mersyahadat secara terus-menerus dengan ketetapan hati
3. Menjauhkan tindakan yang tercelah dan kesombongan kebendaan dalam hati
akan menggoda.
Dalail taubat:
1) Rasulullah bersabda: menyesali kesalahan merupakan suatu tobat HR.
Bukhari dan Ahmad.
2) QS. Al-Baqarah (2): 222.

Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.

b. Sabar, Hakekat dan Efeknya


c. Zikir dan Wirid sebagai sarana pengendalian.
Dasar Zikir:
1. QS. Al-Ahzab (33): 21, 41.
2. QS. Al-Ankabut (29): 45.
3. Hadis Jaabir ra.
Mamfaat Zikir :
1. QS. Al-Ahzab (33): 35.
2. QS. Al-Ra’ad (13): 27.
3. QS. Nuh (17): 10-12.

BAB. Xll. MUHASABAH DAN MURAQABAH MUHASABAH DAN


MURAQABAH SEBAGAI ALAT CONTROL DIRI

A. Pengertian muhasabah. (Yang berarti intropeksi diri)


46

Secara etimologis muhasabahadalah bentuk mashdar (bentuk dasar)dari kata


hasaba-yuhasibuyang kata dasarnya hasaba-yahsibu atauyahsubu yang berarti
menghitung.6Sedangkan dalam kamus Arab-Indonesia muhasabah ialah perhitungan,
atau introspeksi.7
Muhasabah ialah introspeksi, mawas, atau meneliti diri.Yaknimenghitung-hitung
perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkansetiap saat.Oleh karena itu
muhasabah tidak harus dilakukan pada akhirtahun atau akhir bulan.Namun perlu juga
dilakukan setiap hari, bahkansetiap saat. 8 Jika kita mengamati Menurut pengertian
bahasa arabmaka muhasabah itu ialah menghitung-hitung kesalahan dirinya dimasa
yang telah lalu dengan maksud agar ia dilepaskan Allah dosanya pada hari akhirat
nanti.
Muhasabah juga berarti menanamkan larangan-larangan agama dalam jiwa, kemudian
mendidiknya untuk menumbuhkan perasaan minder yang menjadi kendala untuk
mencapai ketulusan hati, mahabba dan keikhilasan.Konsep Muhasabah, dalam al-
Qur‟an terdapat dalam Surat (Al-Hasyr:18-19).




Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri.mereka Itulah orang-orang yang
fasik.9

Komentar ulama tentang muhasabah.


Perwujudannya.
 Menurut Imam Al-Ghozali yang dikutip dalam buku yang berjudul
“Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik pengarang Abdullah Hadziq”
Muhasabah merupakan upaya i’tisham dan istiqomah. I’tisham merupakan
pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Sedangkan
istiqomah adalah keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan
negative.10
6
Asad M. Al kali, Kamus Indonesia-Arab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 183.
7
Ahmad Warson Munawir, Al- Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawir, 1984), h. 283.
8
Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam (Menjawab Problematika Kehidupan),
(Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka), 2006. h. 83
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro), h. 548
10
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail,
2005), h. 31
47

 Menurut KH. Toto Tasmoro, muhâsabah adalah melakukanperhitungan


hubungan antara orang-orang di dunia dan akhirat atau di lingkungannya dan
tindakan mereka sebagai manusia. karena manusia selaluberinteraksi dengan
lingkungan di kehidupannya.11
 Isa Waley mengartikan istilah Muhasabah itu sebagai pemeriksaan (atau
ujian) terhadap diri sendiri dan mengemukakan kaitannya yang sangat penting dengan
Haris bin Asad al-Muhasibi (781-857 M) dari Bagdad. Dia juga mengingatkan
seseorang tentang ucapan sufi yang sering dikutip, yang sudah diterapkan kepada
khalifah ke empat yaitu Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa orang harus
memanggil dirinya untuk memperhitungkan sebelum Allah mengundang orang untuk
memperhitungkan.12
 Al-Muhasibipercaya bahwa motivasi-motivasi manusia untuk melakukan
pemeriksaanterhadap diri sendiri merupakan harapan-harapan dan kecemasan
danpemeriksaan semacam itu merupakan landasan perilaku yang baik danketakwaan
(taqwa).13
 Abul „Abbas al-Baghdadi menuturkan,“Ketika aku bertanya kepada Ja‟far bin
Nasir mengenai mawas diri, diaberkata kepadaku, “mawas diri adalah kewaspadaan
terhadap batin sendiridikarenakan adanya kesadaran akan pengawasan Allah SWT
terhadap setiap pemikiran.”14
Faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah
keimanan dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hamba-Nya. Jika
amalannya baik, maka Allah akan memberikan balasan yang baik pula.
Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk
pula.15Kritik diri itu adalah seperti lampu di dalam hati orang beriman dan pemberi
peringatan dan nasehat dalam kesadarannya. Melaluinya, setiap orang yang beriman
membedakan antara yang baik dengan yang buruk, mana yang indah dan mana yang
jelek, dan mana yang diridhoi Allah dan mana yang dimurkai-Nya, dan dengan
bimbingan muhasabah ini bisa mengatasi semua rintangan.16
Ahmad rifai berkata: “rasa takut akan melahirkan muhasabah, muhasabah akan
melahirkan muraqabah. Dan Muraqabah akan melahirkan sikap selalu menyibukkan
diri untuk Allah.Muhasabah akan membuahkan rasa tanggung jawab di hadapan
Allah, di hadapan manusia dan di hadapan jiwa yang dibebani dengan beban syariat
berupa perintah dan larangan.Suatu ungkapan mengatakan (contoh):
11
Lina Latifah, Muhâsabah and Sedona Method.Skripsi.Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang. 2013. h. 16
12
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Jakarta: Pustaka Hidayah Cet. I, 2004), h. 27
13
Ian Richard, Dunia Spiritual Kaum Sufi, (harmonisasi antara dunia Mikro dan Makro),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Cet I, 2001), h. 76
14
„Abd al-Karim ibn Hawazin al-Qusyayri, Risalah Sufi Al-Qusyairy, (Bandung: Mizan
Press, 1990), h. 157
15
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Jakarta: Pustaka Hidayah Cet. I, 2004), h. 28
16
Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h.
30
48

Barang siapa yang harinya tidak lebih baik dari sebelumnya, maka dia adalah orang
yang tertipu, barang siapa yang tidak bertambah, maka ia berada dalam kekurangan.
Umar ra. Berkata;” hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah ia sebelum
kamu ditimbang”
Ahmad zaruq menyatakan:“kelalaian melakukan muhasabah terhadap jiwa akan
membuatnya menjadi liar. Kelengahan untuk menegasinya akan membuatnya merasa
dibiarkan untuk mengikuti keinginannya”.
Berkata Abu Usman Al-Magribi r.a. bahwa yang paling afdal bagi manusia itu adalah
ia menghisab akan dirinya dan Muraqabah akan Tuhannya, dan memelihara akan
amalnya dengan ilmunya.
Metode muhasabah

Secara teknik psikologis, usaha tersebut dapat dinamakan instrospeksi yang pada
dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih bertambah baik dalam
berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berpikir terhadap segala perbuatan,
tingkah laku, kehidupan, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran,
penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.17
Dengan demikian, metode Muhasabah tersebut, dapat digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang: 1). Ketenangan dan kedamaian yang hadir dalam jiwa. 2). Sugesti
yang mendorong ke arah hidup yang bermakna 3). Rasa cinta dan dekat kepada Allah.

Dengan muhâsabah (mawas diri), selain dapat mendorong orang untuk menyadari
kekhilafannya, dapat pula memotivasi orang mendekatkan diri kepada Allah,
mendorong kearah hidup bermakna dalam dataran kesehatan mental, dan hidup
bermanfaat sebagaimana perilaku manusia sejati

Upaya instrospeksi ini sering dijumpai hambatanhambatan psikologis yang muncul


dari diri sendiri.
Hambatan-hambatan ini antara lain berupa:
1. Penghayatan terhadap segala sesuatu sering tidak dapat diingat kembali secara
keseluruhan,
2. Sering adanya kecenderungan untuk menghilangkan dan menambahkan
beberapa hal yang tidak relevan dengan hasil penghayatan sebagai pembelaan diri,
3. Kerap kali muncul ketidakjujuran terhadap diri sendiri, sehingga tidak adanya
keberanian dalam menuliskan segala sesuatu apalagi menyangkut pikiran-pikiran
yang buruk, dan
4. Seringkali adanya anggapan lebih terhadap kesempurnaan diri dari pada
keadaan yang sebenarnya.18Jika hambatan-hambatan psikologis tersebut dapat

17
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail,
2005), h. 30.
18
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail,
2005), h. 31.
49

dikendalikan, maka upaya introspeksi ini, dapat didudukkan sebagai sumber


pengenalan dan pemahaman yang primer terhadap diri sendiri. Karena mengenal diri
(muhâsabah) merupakan upaya i’tishâm19 dan istiqâmah.20Hal ini akanberpengaruh
pada kejiwaan, sehingga mampu mengendalikan diri berbuat baik, jujur, adil dan
semakin merasa dekat dengan Allah.21Sudah begitu jelas bahwa menghisab diri
merupakan sesuatu yang amat penting.

Macam-macam Muhasabah

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah: muhâsabah ada dua macam yaitu, sebelum
beramal dan sesudahnya.
1. Jenis yang pertama: Sebelum beramal,
yaitu dengan berfikir sejenak ketika hendak berbuat sesuatu, dan jangan langsung
mengerjakan sampai nyata baginya kemaslahatan untuk melakukan atau tidaknya. Al-
Hasan berkata: "Semoga Allah merahmatiseorang hamba yang berdiam sejenak
ketika terdetik dalam fikirannya suatu hal, jika itu adalah amalan ketaatan pada
Allah, maka ia melakukannya, sebaliknya jika bukan, maka iatinggalkan".
2. Jenis yang kedua: Introspeksi diri setelah melakukan perbuatan.Ini ada tiga
jenis:
a. Mengintrospeksi ketaatan berkaitan dengan hak Allah yangbelum sepenuhnya
ia lakukan, lalu ia juga muhâsabah, apakah iasudah melakukan ketaatan pada Allah
sebagaimana yangdikehendaki-Nya atau belum.
b. Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang manameninggalkannya adalah
lebih baik dari melakukannya.
c. Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah menjadi kebiasaan,
mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia mengharapkan Wajah Allah dan negeri
akhirat? Sehingga (dengan demikian) ia akan beruntung, atau ia ingin dunia yang
fana? Sehingga iapun merugi dan tidak mendapat keberuntungan.22
Keutamaan Muhasabah
Keutamaan muhasabah antara lain yaitu :
a. Kritik diri (Muhasabah) bisa menarik kasih dan pertolongan AllahSWT.
b. Memampukan seseorang untuk memperdalam iman danpenghambaannya,
berhasil dalam menjalankan ajaran islam, dan meraihkedekatan dengan Allah dan
kebahagiaan abadi.
c. Muhasabah dapat mencegah seorang hamba jatuh ke jurangkeputusasaan dan
kesombongan atau ujub dalam beribadah, sertamenjadikannya selamat di hari
kemudian.

19
I’tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syari‟at
20
Istiqâmah adalah keteguhan diri dalam menangkal kecenderungan negatif
21
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, h. 31
22
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri), Terj. Abu Ziyad. (Maktab Dakwah Dan
Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007), pdf. h. 5
50

d. Muhasabah dapat membuka pintu menuju ketenangan dan kedamaian


spiritual, dan juga menyebabkan seseorang takut kepada Allah dan siksaan-Nya.
Muhasabah juga dapat membangkitkan kedamaian dan ketakutan di dalam hati
manusia.23

pengaruh dan manfaat Muhâsabah, antara lain:


a. Mengetahui aib sendiri. Barangsiapa yang tidak memeriksa aibdirinya, maka
ia tidak akan mungkin menghilangkannya.
b. Dengan bermuhâsabah, seseorang akan kritis pada dirinya dalammenunaikan
hak Allah. Demikianlah keadaan kaum salaf, merekamencela diri mereka dalam
menunaikan hak Allah
c. Dengan Muhasabah akan membantu seseorang untuk muraqabah. Kalauia
bersungguh-sungguh melakukannya di masa hidupnya, maka ia akann beristirahat di
masa kematiannya. Apabila ia mengekang dirinya danmenghisabnya sekarang, maka
ia akan istirahat kelak di saatkedahsyatan hari penghisaban.
d. Dengan muhasabah seseorang mampu memperbaiki hubungan
diantarasesama manusia. Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatanuntuk
memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia.
e. Terbebas dari sifat nifak sering mengevaluasi diri untuk kemudianmengoreksi
amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri
dari sifat munafik.
f. Dengan muhasabah akan terbuka bagi seseorang pintu kehinaan dan
ketundukan di hadapan Allah.
g. Manfaat paling besar yang akan diperoleh adalah keberuntungan masukdan
menempati Surga Firdaus serta memandang Wajah Rabb YangMulia lagi Maha Suci.
Sebaliknya jika ia menyia-nyiakannya maka iaakan merugi dan masuk ke neraka,
serta terhalang dari (melihat) Allahdan terbakar dalam adzab yang pedih. 24 Tidak
mengintrospeksi diri dan menyia-nyiakannya akan membawa kerugian yang besar.

B. Pengertian Muraqabah.

Ajaran muraqabah merupakan salah satu bentuk dari al-ahwal. Kata al-muraqabah
memang tidak digunakan Alquran, meskipun kata yang seakar dengannya dapat
ditemukan antara lain raqiba, dan semua kata yang seakar dengan al-muraqabah
disebut sebanyak 24 kali. 25

23
Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h.
30
24
Shalih Al-'Ulyawi, Muhâsabah (Introspeksi diri), Terj. Abu Ziyad. (Maktab Dakwah Dan
Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007), pdf. h. 5
25
Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 1994), h. 137
51

Secara etimologi muraqabah berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ ﻤﺮﺍﻗﺑﺔ‬yang berarti
penjagaan/pengawasan, yang mana berasal dari kata ‫ ﺮﻗﺎﺑﺔ‬-‫ ﻴﺮﻗﺐ‬- ‫ ﺮﻗﺐ‬yang artinya
adalah melihat, menjaga, dan mengintip.26
Adapun dari segi terminologi, muraqabah adalah keyakinan yang dimiliki seseorang
bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengarnya, dan
mengetahui segala apapun yang dilakukannya di setiap nafas atau setiap kedipan mata
sekalipun.27
Al-Muraqabah mengandung pengertian adanya kesabaran diri bahwa ia selalu
berhadapan dengan Allah dalam keadaan diawasi. Artinya si makhluk senantiasa
dalam keadaan waspada bahwa ia tetap dalam diawasi oleh khaliknya, sehingga
selalu menata dan membina kesucian dirinya.28
Menurut bahasa, muraqabah berarti mengamati tujuan.
Menurut terminologi, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah swt.Dengan
hatinya.Sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-hukum-Nya, dan dengan
penuh perasaan-Nya, Allah swt.Melihat dirinya dalam gerak dan diamnya.Allah
swt.Berfirman:( QS.Al-Ahzab:52)

Terjemahnya: Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.

Hakekat dan Perwmujudannya.


Muraqabah juga bermakna; mengintai akan sesuatu yang dikehendaki dengan
senantiasa menilik akan dia dengan kekuatan mata hati dan menginginkan supaya
jangan sampai lepas dari padanya.

Adapun yang perlu dimuraqabah antara lain:

a. Muraqabah terhadap Af’al Allah seperti firman Allah dalam surah As-Soffat
ayat 96:

Artinya:
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
b. muraqabah (mengintai) tehadap penyerta Allah kepada mahluknya seperti firman
Allah surah Al-Hadid ayat 4

Artinya:
Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada.dan Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.

Tingkatan Muraqabah: dan hubungan manusia dan hubungan pada Allah


26
Sairuddin.Kamus Arab al-Azhar—Arab Indonesia.h,165
27
rikzamaulan.blogspot.com, 2020/05/05/09:35:01
28
Miswar, AKHLAK TASAWUF: Membangun Karakter Islam, (Perdana Publishing: 2016),
h. 182
52

a. Muraqabah dalam ketaatan, dengan ikhlas, menyempurnakannya, menjaga adab


dan memelihara diri dari berbagai cacat.
b. Jika ia melakukan kemaksiatan, maka Muraqabanya adalah dengan bertaubat,
menyesal, meninggalkan langsung kemaksiatan itu, merasa malu, dan sibuk
melakukan tafakkur.
c. Jika ia berada dalam hal yang Mubah, maka Muraqabah-nya adalah dengan
menjaga adab, kemudian menyaksikan pemberi nikmat dalam kenikmatan yang
dikecapnya kemudian mensyukurinya.

Hikmah muraqabah
 Barang siapa menghisab dirinya sebelum dihisab maka akan ringan
siksaannya (hisabnya) pada hari kemudian akan tetapi barang siapa yang tidak
mengihisab dirinya maka akan menyel untuk selamanya.
 Memperketat hisab terhadap jiwa dalam hal itu jauh lebih baik / pengting
ketimbang memperketat perhitungan keuntungan dunia yang sangat hina ketimbang
dengan kenikmatan surge, sebesar apapun keuntungan didunia pasti akan habis dan
lenyap. Dan muraqabah (intropeksi diri) terhadap jiwanya memperketat pengawasan
terhadap-Nya dalam berbagai gerak, diam, lintas pikiran dan langka-langkanya.
a. Pengertian dan hakekat Muhasabah
b. Pengertian dan hakekat Muraqabah QS. Al-Nisa’ (4): 1.
c. Perwujudan keduanya.
d. Dampak positifnya pada
Hablum Minan Nasi Dan Hablum Min Allah

BAB.Xlll. QANA’AH DAN SYUKUR


A. Pengertian Qana’ah
B. Pengertian Syukur
Syukur adalah kesinambungan hati untuk mencintai Sang Pemberi nikmat,
kesinambungan anggota badan untuk menaati-Nya dan kesinambungan lisan untuk
mengingat dan memuji-Nya.
*Ibnu Ujaib Syukur adalah kebahagian hati atas nikmat yang diperoleh, dibarengi
dengan pengarahan seluruh anggota tubuh supaya taat kepada Sang Pemberi nikmat,
dan pengakuan atas segala nikmat yang diberi –Nya dengan rendah hati.
*Menurut Sayyid Syukur adalah mempergunakan semua nikmat yang telah
deberikan Allah, berupa pendengaran penglihatan, dan lainya sesuai dengan tujuan
penciptanya.
*Ibnu Alam ash-Shidiqi, Syukur adalah pengakuan terhadap nikmat dan suka
membantu.Barang siapa sering berbuat seperti itu, dia disebut syukur (orang yang
banyak bersyukur).
*Asy-Sybli berkata “syukur adalah melihat kepada Sang Pemberi nikmat dan bukan
melihat kepada nikmat.
53

Dalilnya

-QS. Saba (34): 13.




Terjemahnya:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung
yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah).dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima
kasih.

-QS. Ibrahim (): 34.




Tejemahnya:
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).

macam-macam nikmat

Nikmat dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, Yaitu:


1. Nikmat dunia, seperti kesehatan dan harta yang halal.
2. Nikmat agama, seperti amal, taqwa, dan makrifat kepada Allah.
3. Nikmat akhirat, seperti pahala yang banyak atas amal shaleh yang sedikit.
*Adapun nikmat agama yang paling berhak disyukuri adalah nikmat Islam, iman dan
makrifat kepada Allah.

Macam-Macam Syukur

Syukur terbagi tiga yaitu: syukur lisan, syukur perbuatan, dan syukur hati.
1. Dengan lisan, yaitu membicarakan nikmat Allah. “ dan terhadap nikmat
Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya.QS. Adh-Dhuha: 11.

Tejemahnya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.

Ulama mengatakan “Barangsiapa menyembunyikan nikmat, maka dia telah kufur


terhadapnya.Dan barangsiapa memperlihatkan dan menyebarkannya, maka dia telah
mensyukurinya”.
2. Syukur perbuatan, yaitu bekerja hanya untuk Allah. Allah mengisyaratkan
bahwa bersyukur berarti beramal dalam. Dalam firman Allah QS. Saba (34): 13.
54



Terjemahnya:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung
yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah).dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima
kasih.

3. Syukur hati, yaitu engkau mengakui bahwa semua nikmat yang ada padamu
dan pada manusia lainnya adalah dari Allah, sebagaimana firman-Nya QS. An-Nahl
(16): 53.

Tejemahnya:
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.

Tingkatan orang-orang yang bersyukur


1. Orang-orang awam. Mereka hanya bersyukur kepadaAllah atas nikmat saja.
2. Orang-orang khawwash. Mereka bersyukur kepada Allah atas nikmat dan
musibah, dan mereka mengakui karunia dan nikmat-Nya yang mereka terimah dalam
semua keadaan
3. Orang-orang Khawwasul khawwash. Kefanaan mereka dalam Zat Sang
Pemberi nikmat melupakan mereka untuk memandang nikmat dan musibah.
a. Persamaan dan Perbedaannya
b. Urgensinya dalam kehidupan Manusia
Keutamaan Syukur
Syukur adalah maqam yang tinggi karena dia mencakup hati, lisan dan anggota
badan,
Syukur juga mengandung sabar, ridha, pujian dan ibadah badan dan hati yang
banyak.Oleh karena itu Allah memerintahkan syukur dan melarang lawannya, yaitu
kufur dan ingkar.Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 152.

Terjemahnya:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Syukur juga merupakan salah satu sifat para rasul yang agung.Karena tingginya
maqam dan kedudukan syukur, maka jalan yang mengantar kepadanya juga sangat
sulit.Untuk mewujudkan maqam ini, dibutuhkan kesungguhan dan usaha yang
disertai dengan keyakinan, kesabaran, dan istiqamah.Karena orang yang bersyukur
55

sangat jarang, karena orang yang mulia itu sangat sedikit. Allah menjelaskan jumlah
mereka yang sedikit ini dalam firmannya: QS. Saba (): 13


Terjemahnya:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung
yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah).dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima
kasih.

c. Mamfaatnya pada
Hubungan Pada Manusia Dan Hubungan Pada Allah
*Rasulullah saw. Telah menjadikan kedudukan orang yang mendapat rezki Allah dan
mensyukuriya sama seperti kedudukan orang yang beribadah dan bersabar atas
kesulitannya.
*Ibnu Athaillah berkata, “ Barang siapa tidak mensyukuri nikmat, maka dia telah
menghilangkan nikmat tersebut. Dan barangsiapa mensyukurinya, maka dia telah
mengikatnya dengan tali.
*Abu Hamzah al-Bagdadi berkata, “Jika Allah membukakan jalan kebaikan
kepadamu , maka jagalah jalan tersebut. Jangan sekali-kali engkau melihatnya dan
merasa sombong dengannya.Akan tetapi bersyukurlah kepada yang telah
memberimu. Sesungguhnya pandanganmu terhadapnya akan menjatuhkanmu dari
maqammu, dan kesibukanmu dengan syukur akan menambah nikmat tersebut. Sebab
Allah berfirman QS.Ibrahim (14): 7.


Tejemahnya:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

*Para sufi mewujudkan rasa syukur, dan mereka mengetahui keagungan maqamnya
dan kebesaran keutamaannya, mereka mengajak manusia untuk bersyukur. Mereka
memotivasi siapa saja yang dimuliakan oleh Allah dengan nikmat, baik nikmat dunia
maupun nikmat akhirat,agar tidak disebutkan oleh nikmat tersebut, akan tetapi dia
harus menempu jalan syukur supaya memperoleh tambahan nikmat dan kekekalan
taufik.
*Pada hakekatnya seorang yang bersyukur kepada Allah sedang mendatangkan
kebaikan untuk dirinya sendiri. Sebab dengan syukurnya tersebut, nikmat Allah akan
bertambah, dan karuniyahnya akan terus tercurah, selain itu dia juga akan
memperoleh cintah Allah yang besar dan pujian-Nya yang indah.
56

-Allah berjanji kepada orang-orang mukmin untuk menambahkan nikmat-Nya jika


mereka menerima nikmat tersebut dengan rasa syukur.

BAB. XlV. TAWAKKAL DAN RIDHA

Pengertian Tawakkal
enurut Sayid berkata: Tawakkal adalah “ percaya sepenuh hati terhadap apa-
apa yang ada pada Allah, dan putus asa terhadap apa-apa yang ada pada manusia.
 Ibnu Ujaibah mengatakan: Tawakkal adalah “ kepercaan hati terhadap Allah,
sampai dia tidak bergantung kepada sesuatu selain-Nya.
o dengan kata lain tawakkal adalah bergantung dan bertumpu kepada Allah
dalam segala sesuatu, berdasarkan pengetahuan bahwa Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.
*Tawakkal juga engkau mencukupkan diri dengan pengetahuan Allah tentang dirimu,
dari ketergantungan hatimu kepada selain Dia, dan engkau mengembalikan segala
sesuatu hanya kepada Allah.
-Abu Said al-Kharraz berkata " Tawakkal adalah percaya kepada Allah, bergantung
kepada-Nya dan tenteram terhadap-Nya dalam menerima segala ketentuan-Nya serta
menghilankan kegelisahan dari dalam hati terhadap perkara duniawi, rezeki dan
semua urusan yang penentunya adalah Allah.
-Jadi tawakkal kepada Allah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya,
bergantung dalam semua semua keadaan kepada-Nya, dan yakin bahwa segala
kekuatan dan kekuasaan hanyalah milik-Nya.

Dalil Tawakkal
-Q.S. Al-Maidah (5): 23


Tejemahnya:
Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah
telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu
gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan
hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman".

-QS. Ibrahim (14): 11


-QS. Ali-Imran (3): 159
-QS. Ath-Thalaaq (65): 3.
-Seorang laki-laki dantang kepada Rasulullah s.a.w. dengan mengendarai
untah.lalu berkata
‫يا رسول هللا أأرسل ناقتي وأتوكل فقال اعقلها و توكل رواه الترميذي‬
57

Artinya: “ Wahi Rasulullah, apakah aku boleh melepaskan untaku, lalu aku
bertawakkal?” Rasulullah s.a.w. menjawab , “Ikatlah dia (terlebih dahulu), lalu
bertawakkallah.” (HR. Tirmidzi).
Tempat Tawakkal
Tempat Tawkkal adalah hati sedangkan tempat berusaha dan bekerja adalah badan.
*Al-Qusyairi berkata “tempat tawakkal adalah hati. Dan gerakan dengan anggota
tubuh tidak bertentangan dengan tawakkal dalam hati,setelah seorang hamba yakin
bahwa takdir adalah kehendak Allah. Jika sesuatu sulit, maka itu adalah karena
takdir-Nya.Dan jika dia sesuai (dengan keinginan kita,), maka itu karena kemudahan-
Nya.

Keutamaan Dan Pengaruh Tawakkal


*Tawakkal merupakan salah satu hasil dari Iman dan buah dari ma’rifat
*Orang yang bertawakkal kepada Allah adalah orang yang bangga dengan-Nya, tidak
merasa hina kecuali di hadapan-Nya, percaya sepenuhnya dengan-Nya, dan tidak
meminta sesuatu kecuali dari-Nya.
*Tawakkal kepada Allah akan menumbuhkan ketenteraman dan ketenangan dalam
hati, khususnya dalam menghadapi kesulitan dan cobaan.
*Orang yang tawakkal kepada Allah benar-benar ridha atas ketetapan-Nya, pasrah
pada kehendak-Nya dan tenang menghadapi hukum-Nya.

Tingkatan Tawakkal
Al-Gazali dan Ibnu Ujaibah membagi tawakkal ke dalam tiga tingkatan:
1. Tingkatan yang paling rendah, yaitu engkau bersama Allah, sebagaimana
halnya muakkil (orang yang mewakilkan) bersama wakilnya yang baik dan ramah
2. Tingkatan pertengahan, yaitu engkau bersama Allah, sebagaimana halnya
seorang anak bersama ibunya. Seorang anak tidak akan mencurahkan segala umurnya
kecuali kepada ibunya.
3. Tingkatan yang paling tinggi, yaitu engkau bersama Allah, sebagaimana
halnya orang yang sakit di hadapan dokternya.
Perbedaan antara tingkatan-tingkatan ini adalah bahwa pada:
Tingkatan pertama: kadang-kadang dalam pikirannya terdetik sebuah kecurigaan.
Tingkatan kedua : tidak ada kecurigaan, akan tetapi dia akan selalu bergantung pada
ibunya ketika dia sedang membutuhkan sesuatu.
Tingkatan ketiga : tidak ada kecurigaan dan ketergantungan pada yang lain, karena
dirinya telah fana dan setiap waktu dia melihat apa yang dilakukan Allah
terhadapnya.
a. Pengertian Ridha
-Menurut Sayid : Ridah adalah sikap lapangnya hati ketika menerima pahitnya
ketetapan Allah.
-Ibnu Ujaibah berkata: Ridha adalah menerimah kehancuran dengan wajah
tersenyum, atau bahagianya hati ketika ketetapan terjadi, atau tidak memilih-milih
58

apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang dada dan tidak
menginhkari apa-apa yang datang dari Allah.
-Al-Barkawi berkata: Ridha adalah jiwa yang bersih terhadap apa-apa yang
menimpanya dan apa-apa yang hilangtampa ada perubahan
-Ibnu Athaillah as-Sakandari berkata, “ Ridah adalah pandangan hati terhadap pilihan
Allah Yang Kekal untuk hamba-Nya. Yaitu , menjauhkan diri dari kemarahan.
-Al-Muhasibih berkata, Ridha adalah tenangnya hati di bawah ketetapan-ketetapan
Allah yang berlaku.
Keutamaan Ridha
Ridha merupakan maqam yang lebih mulia dan lebih tinggi dari pada sabar. Sebab
ridha merupakan kepasrahan jiwa yang akan membawa seorang ma’rifat untuk
mencintai segala sesuatu yang diridhai oleh Allah, sekalipun itu adalah musibah. Dia
melihat semua itu sebagai kebaikan dan rahmat. Dan dia akan menerimanya dengan
rela, sebagai karunia dan berkah.
*Nikmat Ridha merupakan sala satu factor ketenangan yang melingkupi hati para
makrifat
*Dia merupakan salaah satu penyebab utama dalam menghilangkan rasa putus asa
yang kadang ditimbulkan oleh pikiran tentang tidak akan diperolehnya keberuntungan
dan kenikmatan di duniawi yang menyebabkan khawatiran, keraguan dan goncangan
dalam diri seseorang.
*Di antara wujud ridha terhadap Allah sebagai tuhan adalah ridha terhadap semua
perbuatan-Nya dalam semua urusan makhluk-Nya baik itu berupa pemberian dan
penolakan, penurunan dan pengankatan, mudarat dan mamfaat, maupun
penyambungan dan pemutusan.
*Diantara wujud ridha tehadap Islam sebagai agama adalah berpegang teguh terhadap
semua hukumannya walaupun kadang bertentangan dengan hawa nafsu dan tidak
sesuai dengan maslahat pribadi
*Diantara wujud ridha terhadap Muhammad sebagai Nabi dan Raul adalah
menjadikan keperibadian beliau sebagai idola dan suri tauladan, mengikuti petunjuk
beliau, menulusuri jejak beliau, berhias dengan sunnah berlia, berjihad memerangi
hawa nafsu, mencintai beliau melebihi cintanya terhadap orang tuanya.
b. Dalil pendukungnnya.
-QS. Al-Anfaal (8): 61.
QS. Al-Maidah (5): 23.
QS. Al-Bayyinah (98): 8.
-Hadis Nabih saw. kepada seseorang yang tidak mengikat untanya ketika akan
memasuki masjid;
‫أعقلها و توكل‬
59

Daftar Pustaka
(Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Pustaka Progresif, Surabaya,
2002, h. 919.)
Al-khafidz Abi ‘Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini op. cit., 1373-1374)
Syihabuddin Umar ibn Muhammad Suhrawardi, Awarif al-Ma’arif, Sebuah Buku
Daras Klasik Tasawuf, Terj. Ilma Nugrahani Ismail, Pustaka Hidayah, Bandung,
1998, h. 105.)
.( Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, h. 219.)
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus ..., h. 47.)
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf (Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2016), 87).
Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia (Depok: Pustaka IIMaN, 2009),
".( Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet.1, jilid IV, Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 1993

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Mukhlis, artinya orang yang ikhlas.

Dalam bahasa Arab berarti kembali


Taubat adalah: kembali dari sesuatu yang di celah oleh syara’ menuju sesuatu yang di
puji olehnya.
Abu Husain an-Nury berkata Taubat adalah bahwa engkau berpaling dari segala
sesuatu selain Allah SWT.
Syarat-syarat taubat:
1. Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan
2. Meninggalkan secara langsung penyelewengan
3. Memutuskan secara langsung tidak kembali kepada kemaksiatan yang sama.
Cara Bertaubat
1. Memisahkan diri dari orang-orang yang berbuat jahat
2. Keteguhan dalam mersyahadat secara terus-menerus dengan ketetapan hati
3. Menjauhkan tindakan yang tercelah dan kesombongan kebendaan dalam hati
akan menggoda.
Dalail taubat:
60

Rasulullah bersabda: menyesali kesalahan merupakan suatu tobat HR. Bukhari dan
Ahmad.
QS. Al-Baqarah (2): 222.



Terjemahnya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah
Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.

a. Muttaqin
Taqwa adalah secara bahsa berarti takut kepada Allah atau kumpulan seluruh
kebaikan
Takwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-
perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan
dengan takut saja.
An-Nashr berkata: taqwa adalah bahwa hamba waspada terhadaf segala sesuatu selain
Allah
Thalq bin Habib berkata: Taqwa adalah bertindak sesuai dengan ketundukan kepada
Allah sesuai dengan ketundukan kepada Allah sesuai dengan cahaya Allah swt.
Hakekatnya:
Hakekat taqwa adalah: seorang melindungi dirinya dari hukuman Tuhan dengan
ketundukan kepadanya.
Asal-Usul Taqwa
-menjaga diri dari syirik
-menjaga diri dari dosa dan kejahatan
-menjaga diri dari hal-hal yang meragukan(syubhat) serta meninggalkan hal-hal
yang menyenagkan.
Ciri-Ciri Taqwa
1. Tawakkal terhadap apa yang belum di anugrahkan
2. Berpuas diri apa yang telah di anugrahkan
3. Bersabar dalam menghadapi milik yang hilang.
QS. Al-Bakarah (2): 2-5
QS. Ali Imran (3): 191.


Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
61

berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
QS. Al-Thalaq(65): 3-4.

b. Mukhlisin
Ikhlas adalah: bermaksud menjadikan Allah swt. Sebagai satu-satunya sesembahan
dengan cara taqarrub kepada Allah.
Abu Qasim al-Qusayri berkata ‘ikhlas adalah mengEsakan Allah dalam mengerjakan
ketaatan dengan sengaja.yaitu melakukan ketaatan semata-mata untuk mendekatkan
diri kepada Allah tampa ada tendensi lain.
Abu Utsman Al-Mabribi mengatakan: Ikhlas adalah keadaan dimana Nafsu tidak
memperoleh kesenangan.
-adalah mengikat diri sendiri pada kesadaran akan perbuatan baik
QS. Al-Bayyinah (98): 5.


Terjemahanya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus 1.dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus.
Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
Tanda-tanda keikhlasan:
1. Manakalah orang yang bersangkutan memandang pujian dan cealaan manusia
sama saja
2. Melupakan amal ketika beramal
3. Jika ia lupa akan kahnya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal
baiknya.

Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak


1. Mendapat tempat yang baik di dalam masarakat
2. Akan disenangi orang dalam pergaulan
3. Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai
mahluk yang dicipatakan oleh Allah
4. Orang yang bertaqwa dan berahlak mendapat pertolongan dan kemudahan
dalam dalam memperoleh keluhuran, dan kecukupan dan sebutan yang baik.
5. Jasa manusia yang berahlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan
dan kesukaran
PEMBAGIAN AHLAK
1. Baik
2. Buruk
Ada bebarapa istilah baik dan buruk:
62

1. Benar dan Salah


Pengertian benar menurut Etikah (ilmu ahlak) ialah hal2 yang sesuai dengan
perturan2
Dan salah menurut Etikah ialah hal2 yang tidak sesuai dengan peraturan2 yang
berlaku
2. Baik dan Buruk
Pengertian “ Baik” menurut etika ialah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan
Sebaliknya sesuatu yang tidak berharga untuk tujuan, apabilah yang merugikan, atau
yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah” buruk”
3. Ukuran baik dan buruk
Ukuran baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukurannya adalah diukur
menurut fitrah manusia.
ASPEK-ASPEK YANG MEMPENGARUHI BENTUK AHLAK
1. INSTING
Insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada
tujuan dengan berpikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului
latihan perbuatan itu.
Sifatnya sebagai pendorong kuat dan lemahnya dipengaruhi oleh akal
2. Polah Dasar Bawaan (turunan)
a. Turunan (pembawaan) sifat2 manusia. Di mana2 tempat orang membawa
turunan dengan beberapa sifat yang bersamaan: seperti pancaindra,perasaan,akal dan
kehendak.
b. Sifat bangsa. Selain adat kebiasaan tiap2 bangsa, ada juga sifat yang
diturungkan (di bawa) sekelompok orang dahulu kepada kelompok orang sekarang.
3. LINGKUNGAN .
Lingkungan adalah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup. Lingkungan manusia
ialah apa yang melingkunginya dari negri ,lautan,sungai, udara dan bangsa. Dan
lingkunga ada 2 macam
Lingkungan alam dan lingkungan pergaulan diantaranya manusia, sekolah,pekerjaan,
pemerintah, syiar agama ideal, keyakinan, pikiran, adat istiadat, pendapat umum,
bahasa, kesusatraan, keseniaan, pengetahuan dan ahlak.
4. Kebiasaan
Kebiasaan ialah perbuatan yang diulang2 terus sehingga mudah dikerjakan bagi
seseorang
5. KEHENDAK
Kehendak ialah suatu perbuatan ada yang berdasar atas kehendak dan bukan hasil
kehendak. Contoh yang berdasar kehendak adalah menulis ,mengarang,membaca,
berpidato .
6. PENDIDIKAN
Dunia pendidikan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku ahlak
seseorang.
63

A. Pengertian SDM Yang Harus Dimakrifati


a. Ruh.
1) Yang bermakana Fisik lembut seperti uap yang di bawa aliran dara merah
berasal dari Qalbu jasmani.
Jisim atau jasad halus yang bersumber dari rongga hati jasmani. Ia tersebar ke seluruh
bagian tubuh dengan perantara urat nadi dan juga tersebar ke aliran-aliran dara dalam
tubuh, serta ke aliran sumber hidup sumber rasa (instink), sumber penglihatan,
sumber pendengar dan sumber penciuman menuju oragannya masing-masing seperti
pelitah.
2) Yang bermakna Latifah yang dapat mengetahui dan memahami diri manusia
dan penentu keadaan jiwa. Atau perasaan halus (latifah) manusia yang tahu dan
mengerti inilah yang dimaksud dalam al-Quran: QS.al-Isra’ (17): 85.


Terjemahnya:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Ruh merupakan perkara dan urusan yang luas biasa, kebanyakan akal dan
pemahaman manusia tidak mampu menangkap hakekatnya.
Al-Ruh
Seperti Al-qalb dan al-aql, al-ruh juga mempunyai dua pengertian, pengertian
pertama : ruh dalam pengertian biologis, yaitu benda halus yang bersumber dari
darah hitam di dalam rongga hati yang berupa daging yang berbentuk seperti pohon
cemara. Benda halus ini tersebar melalui nadi dan pembuluh balik pada seluruh
bagian tubuh.Ruh jasmaniah ini mampu menjadikan manusia hidup dan bergerak
serta merasakan berbagai rasa.Ruh ini dapat diumpamakan sebagai lampu yang
mampu menerangi setiap sudut organ.Inilah yang disebut nyawa.
Pengertian kedua, Luthf rabbani yang merupakan makan hakekat hati. Ruh dan hati
saling bergantian mengarah pada Luthf.29Hal ini ditunjukkan dalam firman Allah
SWT.( Q.S. Al. Isra: 85 )
Terjemahnya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh.Katakanlah : ruh itu urusan Tuhanku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. ( Q.S. Al. Isra : 85 ).30

Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya, ia juga penggerak bagi


keberadaan jasad manusia, sifatnya ghaib.31

29
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz III., h. 3v
30
Q.S. Al-Isra : 85, h. 43

31
Abdul Mujib, M. Ag., Yusuf Mudzakir, M. Si., h. 42
64

Ruh ini dapat dikatakan sebagai fitrah asal yang menjadi esensi (hakekat) struktur
manusia.Fungsinya berguna untuk memberikan motivasi dan menjadikan dinamisasi
tingkah lakunya.Ruh ini membimbing kehidupan spriritual nafsani manusia.32
Menurut al-Ghazali dalam Misykah Al-Anwar, manusia memiliki tingkatan-tingkatan
ruh rahaniah tertentu, antara lain:
1. Ruh inderawi, yaitu ruh yang menerima sesuatu yang dikirim oleh panca
indera. Ruh ini adalah asal dan awal ruh makhluk hidup. Dengannya semua makhluk
hidup menjadi hidup. Ruh ini sudah ada walaupun pada bayi yang masih menyusu.
2. Ruh Khayali (Imajinatif) yaitu yang merekam keterangan dan menyimpannya
untuk kemudian menyampaikannya kepada ruh aqli (intelegensi) pada saat
dibutuhkan.
3. Ruh Aqli (Akal, intlegensi), yaitu yang mampu menyerap makna-makna di
luar indera dan khayal. Ruh ini adalah substansi manusiawi yang khusus, tidak
terdapat pada bayi ataupun hewan.
4. Ruh Pemikir, yaitu yang mengambil ilmu-ilmu aqli yang murni. Kemudian
disatukan dalam bentuk ta’lifat (rangkaian) dan izdiwijat (duplikasi), lalu dideduksi
menjadi pengetahuan-pengetahun yang berharga lalu dikembangkan.
5. Ruh suci kenabian (kudus), yaitu ruh yang tersingkap selubung-selubung
lauh-lauh ghaib dan hukum-hukum akhirat sertapengetahuan tentang kerajaan langit
dan bumi, bahkan pengetahuan-pengetahuan rabbani (ketuhanan).33
Dalam artian metafisik keempat unsur tadi semuanya semakna dan tak dibedakan satu
dari lainnya, semua bersifat ruhaniah, suci, mampu mengenali dan memahami
sesuatu, diciptakan Allah dengan sifat kekal, serta merupakan inti kemanusiaan yang
disebut dengan bermacam-macam nama antara lain al-Lathifah al-Ruhaniyah atau al-
Lathifah al-Rabbaniyyah.34
Nama-nama itu berubah-ubah disebabkan oleh perubahan ruh manusia yang
bermacam-macam. Apabila nafsu syahwat dapat mengalahkan ruh, maka
dinamakanlah ia sebagai hawa nafsu. Jika ruh dapat mengalahkan syahwat, itu
disebut akal, jika penyebabnya adalah rasa keimanan, dinamakanlah ia hati, dan bila
ia mengenal Allah dengan sebenar-benarnya dan melakukan pengabdian yang tulus
lkhlas, maka disebut ia ruh.
Kadang-kadang kata al-nafs dimaksudkan darah dan pada nyawa (hidup).Kata akal
kadang-kadang dimaksudkan pada tempat berpikir, yaitu otak, dan jangan
dimaksudkan pada kecerdasan dan pengertian dari pengatur badan, semua itu
berhubungan dengan otak.35

32
Abdul Mujib, M. Ag., Yusuf Mudzakir, M. Si., h. 44
33
Imam Al-Ghazali, “Misykat Cahaya-cahaya” (terj.M. Bagir, dari judul asli “Misykat Al-
Anwar), penerbit Mizan, Bandung, 1993.Cet. IV, h. 80-82.

34
Hanna D.B; Integrasi Psikologi dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, h. 78
35
Said Hawwa,“Jalan Ruhani” (terj. Drs. Khairul Rafi’ M, Ibnu Thaha Ali, judul asli
“Tarbiyatu Al-Ruhani”),Mizan, Bandung, 1995, h. 48
65

Dengan demikian, dari uraian al-Ghazali di atas, kita dapat mengetahui bahwa al-
nafs, al-aql, al-qalb, al-ruh bisa saja bermakna satu, yaitu al-Lathifah al-ruhaniyah
atau al-lathifah al-rabbaniyah.
Itulah subtansi jiwa yang sebenarnya, sesuatu yang halus (lathifah) ketuhanan
(Rabbaniyah) dan kerahanian (Ruhaniyah) murni, yaitu jiwa kecil (mikrokosmos)
yang berfungsi untuk mengimbangi jiwa alam yang besar (makrokosmos).
b. Qalbu. (hati)
1) Bermakna sanubari berasal di dada kiri berisi darah merah kehitaman sebagai
sumber Ruh kehidupan.
2) Bermakna Latifah (sifat kelembutan) yang melekat pada Qalbu Jisim. Rasa
ruhaniah yang halus yang berkaitan dengan jasmani (bendawi) dan perasaan halus itu
adalah hakekat dari manusia, ialah yang tahu, mengerti, paham ialah yang mendapat
perintah yang dicelah, diberi sanksi dan yang mendapat tuntutan. Ia memiliki
hubunan hati jasmani (bendawi).
Tujuan latifah tersebut adalah kemampuan memahami, mengetahui, dialog, dan
berpotensi di beri pahala dan berpotensi disiksa. QS.Qaf (50): 37.

Terjemahnya:
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-
orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia
menyaksikannya.

Pengertian pertama adalah daging yang berbentuk buah shanaubar, 36letaknya pada
pinggir dada sebelah kiri yaitu daging khusus, yang di dalamnya ada lubang yang
berisi darah hitam, itulah sumber nyawa dan tambangnya.Hati pada pengertian ini
mempunyai pengertian umum yang terdapat juga pada hewan dan orang mati.
Pengertian kedua adalah yang halus (Lathifah Rabbaniyah Ruhaniyyah) yang halus
itu ialah hakekat manusia.Dialah yang merasa, mengetahui dan mengenal dari
manusia. Dia pula yang ditunjukkan dengan pembicaraan, yang disiksa, yang dicaci
dan yang dicari.37
Kalbu memiliki insting yang disebut dengan al-nur al-ilahiy (cahaya ketuhanan) dan
al-bashirah al-bathiniah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan.
Kalbu ruhani ini merupakan bagian esensi dari nafs (jiwa) manusia, yang berfungsi
sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain.
Apabila kalbu ini berfungsi secara normal maka kehidupan manusia menjadi baik dan
sesuai dengan fitrahnya, begitu pula sebaliknya.Baik buruknya tingkah laku
seseorang sangat tergantung pada pilihan manusia itu sendiri.
Dari sudut kondisinya, kalbu memiliki kondisi-kondisi tertentu:
1) Baik, yaitu kalbu yang hidup (hayy), selamat (salim) dan mendapat
kebahagiaan (al-sa’adah),
36
Buah Shanaubar berbentuk bundar memanjang, dan itu dinamakan hati sanubari (Ind.)
37
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, jilid 2 (terj.Prof.TK.H.Ismail Yakub, MA-SH, dari
judul : Ihya Ulum al-Din) Pustaka Nasional, Singapura, 1994, Cet. IV, h .898.
66

2) Buruk, kalbu yang mati (al-mayt) dan mendapat kesengsaraan (al-saqawah),


antara baik dan buruk yaitu kalbu yang hidup tetapi berpenyakit (mardh).38.QS. al-
A’araf (7): 179.




Terjemahnya:
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka
Itulah orang-orang yang lalai.
QS. Al-Hadid (57): 27.
QS. Ali Imran (3): 151.

c. Nafs
1) nafsau adalah segala sesuatu yang mengandung kemarahan serta dorongan
selalu bersang-bersenang. Juga maksudnya adalah cakupan makana dari kekuatan
amaran dan syahwat (nafsu birahi) dalam diri manusia. Ahli tasawwuf An-Nafs
adalah dasara cakupan sikaf-sikaf tercelah dari manusia dan tidak boleh tidak harus
melakukan perlawanan melawan hawa nafsu dan membinasakannya.
2) Perasaan halus yang berbentuk latifah yang berarti hembusan qalbu melalui
kelembutan-kelembutan kegaiban, orang yang memiliki nafs (rohani) lebih lembut
dan lebih jernih di banding memiliki ahwal rohani
*orang yang berada pada tahap awal adalah pemeliharaan ruh
*orang yang memiliki nafs adalah ahli dalam rahasia ke Tuhanan
*sedangkan hati adalah sebagai lambang ma’rifat Allah dan menciptakan qalbu
sebagai temlpat Tauhid.

Nafs dalam Islam memiliki banyak pengertian. Nafs dapat berarti jiwa (Soul,
Psyche), nyawa dan lain-lain. Semua potensi yang terdapat pada nafs bersifat
potensial, tetapi dapat aktual jika manusia mengupayakan. Setiap komponen yang ada
memiliki daya-daya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia.
Aktualisasi nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal.39

38
Abdul Mujib, M. Ag, Yusuf Mudzakir, M.Si., Op. cit., h. 52
39
Abdul Mujib, Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, h.46
67

Banyak ilmuwan Islam mencoba mengungkap rahasia tentang nafs, salah satunya al-
Ghazali sang Hujjatul Islam dalam salah satu kitab karangannya Ihya Ulum al-Din.
Pengertian nafs yang pertama adalah yang menggabungkan kekuatan marah dan
nafsu syahwat pada manusia.40Istilah nafs yang pertama ini menurut ahli tasawuf
adalah nafsu, yang merupakan pokok yang menghimpun sifat-sifat tercela dari
manusia, sehingga mereka mengatakan bahwa kita harus melawan nafsu (hawa nafsu)
dan memecahkannya.41 Sebenarnya dua unsur tersebut mempunyai maksud yang baik
karena mereka bertanggungjawab atas gejala-gejala jahat di dalam pribadi orang dan
seharusnya memadamkan api di dalam hati. Sebaliknya, kejahatan atau bagian yang
merusak dari amarah dan nafsu harus ditertibkan dan dibatasi tindakannya di bawah
penilaian mutlak dari kecerdasan didalam hati.42Hal itu dapat dilatih melalui
mujahadah maksudnya adalah Yang dimaksud mujahadah adalah upaya yang
sungguh-sungguh dalam menangkal perbuatan bawah sadar, dorongan hawa nafsu
dan bisikan syaitan.dan riyadhah.43
Pengertian kedua dari nafs adalah: Lathifah ( yang halus). Inilah hakekat manusia
yang membedakannya dari nafs.

1. NAFSU AMMARATUN BIS SUI’


Bila nafs menjauhi pertentangan, tunduk, dan taat kepada kehendak hawa nafsu dan
godaan-godaan setan (yang menyerah kepada kejahatan) seperti firman Allah
QS. Yusuf (12): 53.


Terjemahnya:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku.Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Nafsu ammaratun bi Ssui Adalah jiwa yang rendah.
Nafsu ini selalu ingin berbuat kejahatan, sangat condong kepada kejahatan.44
ALAMNYA :
Alamnya adalah kebendaan ia merasa mampu mengatur gerak lahirnya saja dan
tidak ada sangsi apa-apa kecuali sangsi yang bersifat lahiriah (memandang bagian
luarnya saja)
40
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, III, Dar Al-Kutub Al-Islamiy, Bairut, t. th., h. 4
41
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, jilid 4 (terj. Drs. H.M.Zuhri,et.al., judul asli: Ihya
Ulum Al-Din, CV. Assy-syifa, Semarang, 1992, h.584.
42
Ali Isa Othman, Manusia Menurut Al-Ghazali, Alih Bahasa Anas Mahyuddin, Pustaka,
Bandung, 1981, h.133
43
Riyadhah dalam perspektif psikologi sufistik, meliputi : (1) latihan sedikit makan, hingga
dapat mengurangi nafsu syahwat, (2) latihan sedikit tidur hingga dapat menjernihkan kemauan dan
keinginan, (3) latihan sedikit bicara hingga dapat selamat dari berbagai malapetaka, (4) latihan tabah
mengadapi kenyataan pahit, hingga timbul kesabaran yang tinggi.
44
K.H. M. Zen Syukri, Qutul Qalbi (SANTAPAN JIWA),Palembang: Penerbiat Diana, 1989), h. 74
68

SIFAT-SIFATNYA:
Ia bersifat jahil, kikir, takabbur, loba, gemar berkata-kata yang tak berfaedah,
sangat kuat pemarah, gemar kepada makanan, pendengki goflah(pelupa) jahat
perangai menyakiti manusia.
PENGOBATAN NAFSU TERSEBUT
*Zikir dengan dawamkan kalimat 45‫الاله اال هللا‬

QS. Yusuf (12): 53.




Terjemahnya:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku.Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.

Al-nafs al-ammarah bi al-su


Apabila nafsu ini meninggalkan tantangan dan tunduk serta taat kepada tuntutan
nafsu syahwat dan dorongan-dorongan syaitan.Nafsu ini mendorong kepada
kejahatan.46
Dengan kata lain bahwa nafsu ini cenderung kepada karakter-karakter biologis,
cenderung pada kenikmatan-kenikmatan hawa nafsu yang sebenarnya dilarang agama
karena menarik hati kepada derajat yang hina. 47 Dalam nafs inilah, menurut sebagian
sufi kesadaran-ego manusia biasa terbentuk sebagai diri indra yang sensual.48
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
Terjemahnya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.49

2. NAFS AL- LAWWAMAH


Maknanya kebahasaannya adalah Jiwa yang engo, kritis
Nafsu lawwamah adalah Bila ketenangan nafsu itu belum sempurna, namun tetap
menyerang dan membuka front dengan hawa nafsu (jiwa yang selalu menyesali

45
K.H. M. Zen Syukri, Qutul Qalbi (SANTAPAN JIWA),Palembang: Penerbiat Diana, 1989), h. 74
46
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz III, Op. cit. h
47
Syekh M.Aamin al-Kurdi, menyucikan hati dengan Cahaya Ilahi, (terj. Muzammal Noer,
judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu’amalati ‘allam Al-Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003,
Cet.I., h.144

48
Ibsar Ahmad, Konsep Al-Qur’an tentang Psike Manusia, dalam Zafar Afaq Ansari, al-
Qur’am bicara tentang jiwa,
49
Q.S. Yusuf ayat 53, h. 357
69

dirinya sendiri).50 Karena nafsu itu memcelah pemiliknya ketika dia melalaikan
pengabdian (ibadah) kepada Allah firman Allah. QS. Al-Qiyamah (75): 2

Artinya:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).

Nafsu ini selalu menyesali diri.


ALAMNYA ADALAH
Alam barza yakni alam kubur, ia ingat akan adanya mati,
KELAKUANNYA ADALAH
Kadang-kadang rindu kepada Allah, melalui ibadah
SIFATNYA ADALAH
Menjaga hatinya dari kejahatan ia kadang menyesal terhadap kesalahannya, tetapi
ia masih saja bersifat ujub, riyak, banyak fikir dan senang merintangi manusia yang
akan berbuat baik,senang di puji. Dan juga ia tidak ketinggalan bersedekah, berpuasa,
shalat seluruh ibadahnya masi bercampur syirik
PENGOBATANNYA ADALAH
*dengan banyak berzikir ‫هللا هللا هللا يا هللا‬

QS. Al-Qiyyamah (75): 2.



Artinya:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)

Al-nafs al-lawwamah
Apabila ketenangan tidak sempurna, akan tetapi menjadi pendorong kepada nafsu
syahwat dan menentangya. Nafsu ini juga mencaci pemiliknya ketika ia teledor dalam
beribadah kepada Allah.51 Nafsu ini pula sumber penyesatan karena ia patuh terhadap
akal, kadang tidak.52 Allah Swt. berfirman :
Terjemahnya: Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (diri sendiri)53
Berbeda dengan nafs ammarah yang cenderung agresif mendorong untuk memuaskan
keinginan-keinginan rendah, dan menggerakan pemiliknya untuk melakukan hal-hal
yang negatif, maka nafs lawwamah telah memiliki sikap rasional dan mendorong

50
K.H. M. Zen Syukri, Qutul Qalbi (SANTAPAN JIWA),Palembang: Penerbiat Diana, 1989),
h. 75.

51
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz III h., .4

52
Syekh M. Amin Al-kurdi, Menyucikan Hati Dengan Cahaya Ilahi, (terj. Muzammal Noer,
judul asli : Tanwir Al-Qulub Li Mu’amalati ‘allam Al-Ghuyub), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2003,
h.145
53
Q.S. Al-Qiyamah ayat 2, h.. 998
70

untuk berbuat baik.Namun daya tarik kejahatan lebih kuat kepadanya dibandingkan
dengan daya tarik kebaikan.54
3. NAFSUL MULHIMAH
Nafsu ini adalah jiwa yang sadar yang bermakna jiwanya selalu tenang
Perjalanannya menuju Allah ia sudah dapat disebut salikin ia mulai menjalangkan
hakekat iman hatinya mulai berjalan syuhud kepada Allah, fana
ZIKIRNYA ADALAH ‫الحول وال قوة اال باهلل‬
TEMPATNYA: Tempat nafsu ini dalam ruh
KELAKUANNYA : sangat asyik kepada Allah
WIRIDNYA : ma’rifat
PERANGAINYA: murah hati qana’ah(merasa cukup apa yang ada), tawadhu shabar,
tidak lekas marah, sanggup menanggung kesakitan, memaafkan kesalahan, berbuat
amal shaleh, ia dapat menjalangkan Fana pada Allah, nyata kebesaran Allah pada
segala ia perbuat.

4. NAFS AL-MUTMAINNAH
Mutmainnah berati Tawazun, harmonis, stabil, seimbang
yaitu jiwa yang selalu tenang dan tenteram ia selalu kembali kepada Allah swt.
Seperti firman Allah. QS. Al-Fajar (89): 27-30


Artinya:
Hai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke
dalam syurga-Ku.

‫أعدي عدوك نفسك التي بين جنبيك‬


Aritnya:
musuh yang berbahaya dalam nafsumu adalah nafsumu yang ada di antara dua
lambungmu.

Al-nafs al-Muthmainah Apabila dia tenang, di bawah perintah dan jauh dari
goncangan disebabkan menentang nafsu syahwat.55
Terjemahnya:
“Hai jiwa yang tenang-tentram !kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi
diridhoi.” ( Q.S. Al-Fajr : 27-28 ).56

54
Baharudin, Paradigma Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hlm.109
55
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz III, h .4

56
Q.S. Al-Fajr : 27-28, h. 1059
71

Al-nafs al-muthmainah merupakan tingkatan tertinggi dari rentetan strata jiwa, karena
pada tingkatan ini manusia sudah terbebas dari sifat-sifat kebinatangan dan penuh
dengan cahaya ilahiyyah.
Jadi al-nafs al-ammarah bi-al-su itu adalah al-nafs dalam pengertian pertama.Al-nafs
dalam pengertian ini dangat tercela, sedangkan al-nafs dalam pengertian kedua adalah
al-nafs yang terpuji, karena itu adalah jiwa manusia atau hakekat dirinya yang
mengetahui akan Tuhannya (Allah) dan semua pengetahuan.
Selain mendefinisikan jiwa dengan kata al-nafs, al-Ghazali juga memakai istilah-
istilah lain yang merujuk pada arti yang sama yaitu Lathifah Ruhaniyah Rabbaniyah.
Istilah-istilah itu antara lain :al-Qalb, al-Aql, al-Ruh yang dalam kitab Ihya Ulum al-
Din istilah-istilah tersebut mempunyai dua pengertian.
d. AKAL.
1. Akal adalah penetahuan hakekat segala hal
2. Akal yanh berbentuk latifah yang bersifat memahami dan mengetahui akan
pengetahuan dan disebut juga Qalbu – latifah yang menjadi jatih diri manusia.

Al-Aql (Akal) Pengertianpertama: Kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan


pada pengetahuan tentang hakekat segala keadaan. Maka akal itu ibarat dari sifat-sifat
ilmu yang bertempat di hati.
Pengertian kedua ialah yang memperoleh pengetahuan itu.Dan itu adalah hati, yakni
yang halus itu (lathifah). Kadang-kadang akal itu juga ditujukan dan dimaksudkan:
sifat orang yang berilmu, dan kadang-kadang ditujukan dan dimaksudkan: tempat
pengetahuan, yakni yang mengetahui.57
Secara etimologi akal memiliki arti menahan (Al-Imsak), ikatan (Al-Ribath), menahan
(Al-Hajr), melarang (Al-Nahy), dan mencegah (Al-Man’u).Berdasar makna bahasa
maka yang disebut Orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat
hawa nafsunya.
Akal yang diartikan sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan dan
mengeluarkan pengetahuan.Sedang secara psikologis akal memiliki fungsi kognisi
(daya cipta).
Kognisi adalah suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengalaman
kognisi, seperti: mengamati, melihat, memperhatikan, berpendapat, berimajinasi,
berpikir, memprediksi, mempertimbangkan, menduga dan menilai.58

ll. PEMBINAAN MELALUI SULUK DAN THARIQA


SULUK adalah cara mendekatkan diri kepada Allah
Maka suluk dimaknai latihan atau riadhah berjuan dalam waktu tertentu dengan
binaan melalui guru thariqah yang terpuji dengan taat lahir dan batin.59

57
Imam Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, jilid 2 (terj.Prof.TK.H.Ismail Yakub, MA-SH, dari
judul : Ihya Ulum al-Din) Pustaka Nasional, Singapura, 1994, Cet. IV, h.898
58
Abdul Mujib,M.Ag., Yusuf Mudzakir,M.Si., Op. cit., h. 52-53
59
Mustafa Zahri, Kunci Ilmu Tasawwuf, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991), h. 251.
72

Hakekat suluk adalah mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk dari maksiat lahir dan
batin dan mengisinya dengan sifat-sifat
TUJUANNYA: adalah: tujuan awal tazkiayatun Nafs
CARANYA:
1. Suluk Zikir diselingi ibadah sunnah
2. Suluk radhah dengan cara latihan fisik dan psikis dalam membangun rohani
dan jasmani
3. Suluk penderitaan, kesabaran, keuletan, keberanian dan ketahanan melalui
pengembaraan
4. Suluk pengabdian yang bersifat yang bersifat satria dengan tujuan dalam
menumbuhkan rasa solidaritas cinta sama mahluk Tuhan.
TAREKAT
Kata thareqat adalah berasal dari bahasa arab Thariqah yang artinya jalan, cara,
aliran, atau metode.
Tariqah adalah jalan atau petunjuk dalam melakukan ibadah sesuai denan ajaran yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabtnya tabiin dan
tabiin..60
Thariqah dimaknai suatu system hidup bersama dan kebersamaan dalam
keberagaman sebagai upaya spritualisasi pemahaman dan pengamalan ajaran islam
menuju terciptanya ma’rifatullah atau sebagai usaha kolektif dalam upaya tazkiyatun
Nafs

lV. MA’RIFATUN NAFS, II (mengenal jati diri )


A. Mujahadatun Nafs dan sasarannya (TAKHALLI)
Mujahada adalah usaha yang sunggu dalam menghiasi batingnya dan memperindah
batingnya dengan berzikir. Sasarannya adalah TAKHALLY yang berarti
mengsongkan diri dari sifat kelesatan duniawi atau dengan kata lain Membersihkan
diri dari sifat tercelah (kotoran hati) 61 seperti: irihati, dengki, buruk sangka, sombong,
kikir dan sebagainya.
Mujâhadah menurut bahasa berasal dari kata Jahada, seakar dengan kata Jihad,
artinya bersungguh-sungguh agar sampai kepada tujuan.62Jihad dari kata jahada
berarti mencurahkan segala kemampuaan (untuk tercapainya seuatu yang diinginkan)
berjuang bersungguh – sungguh.63Secara lebih luas,mujâhadah adalah suatu upaya
yang sungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu (keinginan-keinginan) serta
segala macam ambisi pribadi supaya jiwa menjadi suci bersih bagaikan kaca yang
segera dapat menangkap apa saja yang bersifat suci, sehingga ia berhak memperoleh
pelbagai pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan kebesaran-Nya.
Mujahadah bersighat isim maf’ul dari tsulatsi mazid karena menyatakan sebuah
proses tanpa akhir, istilah dalam ilmu tashawuf selalu menggunakan isim maf’ul.
60
Mustafa Zahri, Kunci Ilmu Tasawwuf, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991), h. 56.
61
Mustafa Zahri, Kunci Ilmu Tasawwuf, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991), h. 74
62
Mustafa, Ibrahim, dkk.,Al-Mu’jam al-Wasîth, Al-Da’wah, Cacgri-Istanbul, tth, h. 142.
63
Hassan saleh/kajian fiqih & fiqih kontemporer(Jakarta:IT raja persada.2004) h. 274
73

Perbedaan antara mujahadah dan mujahid adalah terletak pada objek yang
diperanginya.Para mujahid berjuang memerangi kafir yang jelas-jelas memusuhi
secara nyata, sedangkan mujahadah berperang melawan hawa nafsu, jelas sangat sulit
sekali, karena hawa nafsu berada di dalam diri kita.
Dengan demikian, mujâhadah merupakan tindakan perlawanan terhadap nafsu,
sebagaimana usaha memerangi semua sifat dan perilaku buruk yang ditimbulkan oleh
nafsu amarahnya, yang lazim disebut mujâhadah al-nafs. 64Berkaitan dengan ini, Allah
Swt.berfirman, (Q.S. Al-Ankabut : 69)
Al-Ghazali mengibaratkan manusia sebagai sebuah kerajaan. Dimana jiwa sebagai
rajanya, wilayahnya adalah tubuh, serta alat indra dan anggota badan lainnya sebagai
tentaranya. Akal sebagai wazir, serta hawa nafsu beserta sifat marah sebagi
polisinya.Raja dan wazir selalu berusaha membawa manusia kejalan yang baik dan
diridhoi Allah.Sebaliknya, hawa nafsu dan sifat marah selalu mengajak manusia ke
jalan yang sesat dan dimurkai Allah.Agar tercipta ketenangan dan kebahagiaan dalam
kerajaan (diri manusia), kekuasaan raja dan wazir harus berada diatas kekuasaan
hawa Nafsu dan sifat marah. Kalau sebaliknya yang terjadi, pertanda kerajaan itu
akan runtuh dan binasa.65
Menurut Al-Ghazali, Badan itu bukan tempatnya jiwa karena sesuatu yang bersifat
jauhar (substansi, zat, hakikat) tidak mendiami suatu tempat tertentu. Badan itu
adalah alat bagi jiwa, sedangkan badan tidak bisa memperalat jiwa.Karena jiwa
bersifat baqa sedangkan badan bersifat fana.66
Kita telah mengetahui bahwa mengobati sakit tubuh adalah dengan mempertemukan
sesuatu dengan lawannya.Demikian pula dalam penyakit hati.Hal itu berbeda untuk
setiap individu, karena watak itu berbeda-beda.67
Dalam dunia tasawuf, kata jihad diartikan dengan memerangi hawa
nafsu.Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. bahwa memerangi hawa nafsu itu lebih
berat dan lebih besar daripada memerangi orang-orang kafir.
B. Riyadatun Nafs dan sasarannya (TAHALLI)
Riyadah mengandung makna pelunakan, pemudahan, pelatihan, yang berarti melatih
diri dengan membebangi diri dengan memikul ibadah yang berat seperti zikir puasa
dsb. Dan sasarannya adalah TAHALLY yang bertujuan menghiasi diri dengan sifat-
sifat yang terpuji (menyinari hati)68 seperti: taubat, takwa, ikhlas, zuhud (hidup
sederhana), sabar ridha, mahabbah dan sebagainya.
Riyadah mengandung makna pelunakan, pemudahan, pelatihan, yang berarti melatih
diri dengan membebangi diri dengan memikul ibadah yang berat seperti zikir puasa
64
Suyuti, Achmad, Percik-Percik Kesufian, (Jakarta : Pustaka Amani, 1996), h. 125.
65
Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz 8, (Beirut : Dar al-Fikr, 1980) h. 11-12
66
Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-Din, Juz 8, (Beirut : Dar al-Fikr, 1980) h. 37

67
Al-Ghazali, Mutiara Ihya ‘Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Oleh Sang Hujjatul Islam,
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008) h. 224

68
Mustafa Zahri, Kunci Ilmu Tasawwuf, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991), h. 82
74

dsb. Dan sasarannya adalah TAHALLY yang bertujuan menghiasi diri dengan sifat-
sifat yang terpuji (menyinari hati) seperti: taubat, takwa, ikhlas, zuhud (hidup
sederhana), sabar ridha, mahabbah dan sebagainya.
Riyâdhah artinya “latihan”. Maksudnya adalah latihan rohaniah untuk menyucikan
jiwa dengan memerangi keinginan-keinginan jasad (badan). Proses yang dilakukan
adalah dengan jalan melakukan pembersihan atau pengosongan jiwa dari segala
sesuatu selain Allah, kemudian menghiasi jiwanya dengan zikir, ibadah, beramal
saleh dan berakhlak mulia. Pekerjaan yang termasuk kedalam amalanriyâdhah adalah
mengurangi makan, mengurangi tidur untuk salat malam, menghindari ucapan yang
tidak berguna, dan berkhalwat yaitu menjauhi pergaulan dengan orang banyak diisi
dengan ibadah, agar bisa terhindar dari perbuatan dosa.69
Tujuan riyâdhah bagi seorang sufi adalah untuk mengontrol diri, baik jiwanya
maupun badannya, agar roh tetap suci.70Karena itu, riyâdhah haruslah dilakukan
secara sungguh-sungguh dan penuh dengan kerelaan. Riyâdhah yang dilakukan
dengan kesungguhan dapat menjaga seseorang dari berbuat kesalahan, baik terhadap
manusia ataupun makhluk lainnya, terutama terhadap Allah Swt. Dan bagi seorang
sufi riyâdhah merupakan sarana untuk mengantarkan dirinya lebih lanjut pada tingkat
kesempurnaan, yaitu mencapai hakekat.71
Salah satu bagian yang terdapat tasawuf adalah riyadhah (latihan-latihan ibadah).
Riyadhah yang biasa dilakukan antara lain:
1. Bertobat. Ia harus menyesal atas dosa-dosanya yang lalu dan betul-betul tidak
berbuat dosa lagi sembari melafalkan dzikir dan wirid-wirid tertentu.
2. Untuk memantapkan tobatnya ia harus zuhud. Ia mulai menjauhkan diri dari
dunia materi dan dunia ramai serta fokus beribadah.
3. Wara’. Ia harus menjauhkan dirinya dari perbuatan syubhat dan tidak
memakan makanan atau minuman yang tidak jelas kedudukan halal-haramnya.
4. faqir. Ia harus menjalani hidup kefakiran. Kebutuhan hidupnya hanya sedikit
dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban
agamanya.
5. Sabar. Bukan hanya dalam menjalankan perintah-perintah Allah yang berat
dan menjauhi larangan-larangan-Nya, tetapi juga sabar dalam menerima musibah
berat yang ditimpakan Allah.
6. Tawakal. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ia tidak
memikirkan hari esok karena bagi seorang sufi cukup apa yang ada untuk hari ini
karena esok belum tentu masih hidup.

69
Al-Ghazali, Mutiara Ihya ‘Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Oleh Sang Hujjatul Islam,
(Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008), h. 224

70
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994) , h. 17.
71
Al Aziz, S., Moh.Saifulloh. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, (Surabaya,
1998), h.. 104
75

7. Ridha. Ia tidak menentang cobaan dari Allah, bahkan menerimanya dengan


sepenuh hati. Karena itu, seorang sufi tidak menyimpan perasaan benci kepada siapa
pun karena semua yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah.
Sebagaimana dikatakan di atas, mujâhadah dan riyâdhah yang diamalkanmerupakan
latihan rohaniah dalam rangka menyucikan jiwa (tazkiyyatun nafs), agar hati diliputi
nur Ilahiah, tersingkapnya rahasia batin (mukâsyafah), merasakan nikmat dan
lezatnya beribadah.Ini merupakan keadaan (hâl) bagi seseorang dalam mendekatkan
dirinya kepada Allah Swt. Pencapaian tersebut tidak lepas dari jalan (tharîq) yang
harus mereka lalui.Karena syariat bagaikan pohon, tarekat bagaikan cabang, makrifat
bagaikan daun, dan hakekat bagaikan buah”, demikian ungkap As-Syekh Abdul
Qadir Jaelani.72 Dalam menempuh jalan, diumpamakan cabang tersebut terdiri dari
beberapa tingkatan (maqâmât) yang harus ditempuh satu demi satu, dan memerlukan
waktu yang panjang dan berat, mereka akan mengalami berbagai keadaan batin yang
disebut dengan ahwal. Jadi, maqâmât dan ahwâlmerupakan tahap-tahap yang lazim
dilalui oleh para sâlik menuju tujuan puncaknya, yaitu mencapai ma`rifatullâh (buah).

a. Muhasabah Nafsi dan Muraqabah sasarannya (TAJALLI)


Muhasabah adalah mengambil nilai yang telah lalu dan yang akan datang dengn
pengetahuan akan pengawasan dan perhitungan Allah. Dan Muraqabah adalah
melestarikan pengamatan kepada Allah dengan hatinya dengan penuh perasaan Allah
melihat dirinya dalam gerak dan diamnya.dan sasarannya adalah Tajally (Kenyataan
Tuhan)73 yang berarti terungkapnya nur gaib dalam hati seperti firman Allah dalam
Q.S.Annur 25.

72
Al-Jailani, As-Syeikh Abdul Qadir, Sirrur Asror, Terj. Suryalaya, 1996, h. 44
73
Mustafa Zahri, Kunci Ilmu Tasawwuf, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1991), h. 89
76

Daftar Pustaka
(Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Pustaka Progresif, Surabaya,
2002, h. 919.)
Al-khafidz Abi ‘Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini op. cit., 1373-1374)
Syihabuddin Umar ibn Muhammad Suhrawardi, Awarif al-Ma’arif, Sebuah Buku
Daras Klasik Tasawuf, Terj. Ilma Nugrahani Ismail, Pustaka Hidayah, Bandung,
1998, h. 105.)
.( Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, h. 219.)
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus ..., h. 47.)
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf (Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2016), 87).
.( Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalamm Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1979).

Anda mungkin juga menyukai