KELAS L
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
2022/2023
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan Makalah............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A. Pengertian Jabariyah dan Qadariyah.............................................................5
B. Sejarah Pekembangan...................................................................................6
1. Aliran Jabariyah........................................................................................6
2. Aliran Qadariyah.......................................................................................7
C. Ajaran Pokok dan Perbandingan...................................................................9
D. Dalil Al-Qur’an yang Menjadi Landasan...................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis adalah sumber kedua bagi ilmu pendidikan Islam. Sumber pertama,
tentu saja al-Qur`an. Sebenarnya, antara al-Qur`an dan Hadis tidak dapat dipisahkan.
Munculnya hadis yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SِِAW pada hakikatnya
suatu perwujudan dan juga penjelasan dari wahyu al-Qur`an yang beliau terima.
Dalam hadits dijelaskan tentang pendidikan, salah satunya mengenai pendidik.
Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama dalam
pendidikan. Pendidik adalah pembimbing, pengarah yang biasa disebut dengan guru.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka peran guru sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar. Oleh karena itu seorang guru atau
pendidik memiliki peranan penting dalam meningkatkan minat belajar siswa serta
membantu memecahkan kesulitan siswa terutama dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang subjek pendidikan yaitu
pendidik dalam perspektif hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidik ?
2. Bagaimanakah kedudukan pendidik dalam perspektif hadits?
3. Bagaimanakah keutamaan pendidik dalam hadits?
4. Apa syarat-syarat pendidik ?
5. Bagaimanakah sifat dan sikap pendidik dalam perspektif hadits?
C. Tujuan
1) Mengetahui pengertian pendidik.
2) Mengetahui kedudukan pendidik dalam perspektif hadits.
3) Mengetahui keutamaan pendidik dalam perspektif hadits.
4) Mengetahui apa saja syarat-syarat pendidik.
5) Memahami sifat dan sikap pendidik dalam perspektif hadits.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk
mendidik.1 Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam
adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam.2
Secara etimologi dalam konteks pendidikan islam, pendidik disebut juga
dengan murabbi, muallim, dan muaddib.3 Kata atau istilah “murabbi” misalnya sering
dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik
yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat pada proses orang
tua membesarkan anaknya. Mereka tentu berusaha memberikan pelayanan secara
penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak
yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya dipakai dalam
membicarakan aktivitas yang lebih berfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu
pengetahuan dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah
“muaddib” menurut al-Attas, lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan
konsep pendidikan islam.
Secara terminologi Muhaimin menggunakan istilah-istilah di bawah ini, untuk
lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang melekat
pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu prosese hasil kerja, serta
sikap continous improvement.
b. Mua’llim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta
menjalankan fungsinya dalam kehidupan, menjalankan dimensi teoritis
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi, serta
implementasi.
1
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 37
2
Ahmad Tafsir, (ed)., Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992), h. 74-75
3
Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen
Agama Republik Indonesia, 2009), h.169.
4
c. Muraddib adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta agar mampu
berkreasi seta maampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan mala petaka bagi dirinya, masyarakat dan alalm sekitar.
d. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi dari
atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didik.
e. Mudarris adalah orang yang memilki kepekaan intelektual dan informasi serta
memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha
mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta meletih
keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan.4
f. Muaddib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik un tuk tanggung
jawab dalam membangun peradaban yang berkualitras di masa depan.5
ِ َم َّر بِ َمجْ لِ َس ْي ِن فِى َمس-صلى هللا عليه وسلم- ِ َأ َّن َرسُو َل هَّللا: ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو
ْج ِد ِه
َ َأ َّما هَُؤ الَ ِء فَيَ ْد ُعونَ هَّللا، احبِ ِه
ِ ص َ « ِكالَهُ َما َعلَى خَ ي ٍْر َوَأ َح ُدهُ َما َأ ْف: ال
َ ض ُل ِم ْن َ َفَق
َوَأ َّما هَُؤ الَ ِء فَيَتَ َعلَّ ُمونَ ْالفِ ْقهَ َو ْال ِع ْل َم، َوي َُر ِّغبُونَ ِإلَ ْي ِه فَِإ ْن َشا َء َأ ْعطَاهُ ْم َوِإ ْن َشا َء َمنَ َعهُ ْم
رواه الدارمى.س فِي ِه ْم َ َ ثُ َّم َجل: الَ َت ُم َعلِّما ً » ق ُ َوِإنَّ َما بُ ِع ْث، ض ُل
َ َويُ َعلِّ ُمونَ ْال َجا ِه َل فَهُ ْم َأ ْف
Artinya :
“Bahwasanya Abdullab bin Amnu bin al-‘Ash r.a. berkata. “Pada suatu hari
Rasulullah keluar dari salah satu kamar beliau untuk menuju masjid. Dalam masjid
tersebut, beliau mendapati dua kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah
golongan orang yang sedang membaca Alquran dan berdoa kepada Allah SWT.
Sedangkan kelompok kedua adalah golongan orang yang sedang sibuk mempelajari
dan mengajarkan ilmu pengetatahuan. Nabi s.a.w. kemudian bersabda: ‘Masing-
masing kelompok sama-sama berada dalam kebaikan. Terhadap yang sedang
membaca Alquran dan berdoa kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan doa
mereka jika Ia menghendaki, begitupun sebaliknya, doa mereka tidak akan ditenima
oleh Allah jika Ia tidak berkenan mengabulkan doa tersebut. Adapun terhadap
golongan yang belajar-mengajar, maka (ketahuilah) sesungguhnya aku ini diutus
4
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi(Jakarta : RajaGrafindo Perkasa, 2005),hlm. 50.
5
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h.87.
5
untuk menjadi seorang pengajar (guru). Kemudian Rasul saw. ikut bergabung
bersama mereka’.(HR.Darimi)
Penjelasan:
6
Kedua hadits diatas menjelaskan bahwa sebagai manusia termasuk pendidik
harus memiliki kasih sayang. Rasulullah Saw memberikan contoh dengan
memperlakukan para sahabat dengan penuh santun dan kasih sayang. Jika Rasulullah
menyampaikan ajaran islam kepada sahabat dan umatnya dengan bersikap kasar dan
tanpa kasih sayang, maka tidak akan ada yang mengikutinya.
Sifat kasih sayang memiliki peran penting dalam pendidikan. Dengan adanya
kasih sayang dapat membangun hubungan dan interaksi yang baik antara pendidik
dan peserta didik. Seorang pendidik dalam memberikan pembelajaran dan pendidikan
harus dilakukan dengan penuh kasih sayang agar peserta didik dapat menerima apa
yang disampaikan dengan hati yang tenang dan nyaman.
ِإ َّن هللاَ لَ ْم يَ ْب َع ْثنِ ْي ُم ْعنِتا ً َوالَ ُمتَ َعنِّتًا:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوسلم َ َال ق
َ ِال َرسُو ُل هللا َ َع َْن عَاِئ َشةَ ق
رواه مسلم.َولَ ِك ْن بَ َعثَنِ ْي ُم َعلِّ ًما ُميَ ِّسرًا
Artinya :
“Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepada ‘Aisyah:
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan dan
merendahkan orang lain. Akan tetapi, Allah mengutusku sebagai seorang pengajar
(guru) dan pemberi kemudahan.” (HR. Muslim)
Penjelasan :
Dari kedua hadits diatas sudah jelas bahwa seorang pendidik harus memiliki
prinsip motivasi dan memudahkan serta tidak mempersulit peserta didik dalam proses
pendidikan dan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan semangat
belajar peserta didik. Motivasi dapat dilakukan dengan pemberian nilai, pemberian
pujian, dan lain-lain.
7
Dalam pembelajaran, pendidik hendaknya memberikan kemudahan pada
peserta didiknya, salah satunya dalam penyampaian materi. Dalam penyampaian
materi pendidik dapat menggunakan media pembelajaran agar anak didiknya dapat
memahami apa yang disampaikan dengan mudah.
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَتَخَ َّولُنَا بِ ْال َموْ ِعظَ ِة فِي اَأْلي َِّام
َ ال َكانَ النَّبِ ُّي
َ َع َْن اب ِْن َم ْسعُو ٍد ق
رواه البخارى.َك َراهَةَ السَّآ َم ِة َعلَ ْينَا
Artinya :
”Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami untuk
menghindari kebosanan kami.”
Penjelasan :
Hadits tersebut menjelaskan bahwa seorang pendidik hendaknya mengetahui
dan mengerti kondisi dan keadaan peserta didiknya. Manusia pada dasarnya memiliki
rasa bosan. Untuk menghindari kebosanan pada diri peserta didik, pendidik dapat
menyelingi waktu belajar dan memberikan waktu istirahat. Pembagian waktu belajar
perlu dilakukan agar apa yag disampaikan pendidik dapat diterima dengan baik oleh
peserta didik tanpa ada rasa lelah dan bosan.
8
kanan. Beliau menyuruh beristinja’ (kalau tidak dengan air), dengan tigabatu dan
melarang beristinja’ dengan kotoran (najis) dan tulang.(HR. Abu Dawud)
6
Bukhari Umar, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah), hlm.70
7
Sulaiman bin al-Asy’as bin Syaddad bin Amru al-Azadi Abu Daud as-Sijistani, Sunan Abi Daud, juz 11, h. 34
9
bumi, bahkan ikan yang berada didalam air. Keutamaan orang yang berilmu dari
orang yang beribadah adalah bagaikan keutamaan bulan diantara semua bintang.
Sesungguhnya, ulama adalah pewaris nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan
perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia mencari sebanyak-
banyaknya. (HR At-Tirmidzi,Ahmad,Al-Baihaqi,Abu Dawud,dan Ad-Darimi).
Dalam hadis diatas dikemukakan beberapa hal penting. Hal yang berkaitan
erat dengan tema ini adalah ulama adalah pewaris para nabi. Pendidik, dalam hal ini
terutama guru, adalah orang yang berilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia
termasuk kategori ulama. Jadi, ia adalah pewaris para nabi. Sebagai pewaris para nabi,
tentu guru tidak dapat mengharapkan banyak harta karena mereka tidak mewariskan
harta. Akan tetapi, rasulullah saw tidak pernah melarang orang yang berilmu,
kjtermasuk pendidik, untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak
mengurangi upaya pengambiilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu
pengetahuan.8
ت ْب ِن ٍ َِح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن َحاتِ ٍم ْال ُم ْكتِبُ َح َّدثَنَا َعلِ ُّي ب ُْن ثَاب
ِ ِت َح َّدثَنَا َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن ب ُْن ثَاب
بَ ْت َأ
ُ ض ْم َرةَ قَال َس ِمع َ َْت َع ْب َد هَّللا ِ ْبن
ُ ْت َعطَا َء ْبنَ قُ َّرةَ قَال َس ِمع ُ ثَوْ بَانَ قَال َس ِمع
ٌ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل َأاَل ِإ َّن ال ُّد ْنيَا َم ْلع
ُون َما َ ِ ُول هَّللا ُ هُ َري َْرةَ يَقُوْ ُل َس ِمع
َ ْت َرس
ٌ ال َأبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد
يث َح َس ٌن َ َفِيهَا ِإاَّل ِذ ْك ُر هَّللا ِ َو َما َوااَل هُ َوعَالِ ٌم َأوْ ُمتَ َعلِّ ٌم ق
ٌَريْب
ِ غ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim Al Muktib, telah
menceritakan kepada kami 'Ali bin Tsabit, telah menceritakan kepada kami
Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban berkata, Aku telah mendengar 'Atho` bin
Qurroh berkata, aku telah mendengar 'Abdullah bin Dlamrah berkata, aku telah
mendengar Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺbersabda,
"Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat dan segala isinya pun juga
8
Ibid.,hlm.72
10
terlaknat, kecuali zikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan
orang yang alim atau orang yang belajar." Abu Isa berkata, Hadits ini hasan
gharib. (HR. At-Tirmidzi)9
Dalam hadis ini ditegaskan bahwa orang yag tahu (guru atau pendidik) adalah
orang yang selamat dari kutukan Allah. Ini merupakan keutamaan yang sangat
berharga. Dari hadis ini dapat dipahami bahwa tidak semua yang berpredikat guru,
dijamin Rasulullah selamat dari kutukan. Guru yang beliau maksudkan adalah
guru yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan mengajarkannya dengan ikhlas
untuk mendapat keridhaan Allah.
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َر ُجالَ ِن َأ َح ُدهُ َما عَابِ ٌد ِ ع َْن َأبِي ُأ َما َمةَ ْالبَا ِهلِ ِّي قَا َل ُذ ِك َر لِ َرس
َ ِ ُول هَّللا
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَضْ ُل ْال َعالِ ِم َعلَى ْال َعابِ ِد َكفَضْ لِي
َ ِ َواالَخَ ُر عَالِ ٌم فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َّن هَّللا َ َو َمالَِئ َكتَهُ َوَأ ْه َل ال َّس َم َوا
ت َ ِ َعلَى َأ ْدنَا ُك ْم ثُ َّم قَا َل َرسُو ُل هَّللا
.اس ْالخَ ْي َر
ِ َّصلُّونَ َعلَى ُم َعلِّ ِم الن َ ُضينَ َحتَّى النَّ ْملَةَ ِفي جُحْ ِرهَا َو َحتَّى ْال ُحوتَ لَي ِ َواَأْل َر
رواه الترمذى
Artinya:
“Abu Umamah Al-Bahiliy berkata : diceritakan kepada Rasulullah saw. dua orang
lakilaki, yang satu 'abid (orang yang banyak beribadah) dan yang satu lagi 'alim
(orang yang banyak ilmu). Maka Rasulullah saw. bersabda: kelebihan seorang alim
daripada orang yang beribadah adalahbagaikan kelebihanku daripada seorang kamu
yang paling rendah. Kemudian Rasulullah saw. berkata (lagi): Sesungguhnya Allah,
malaikatNya, penduduk langit dan bumi sampai semut yang berada dalam sarangnya
serta ikan berselawat (memohon rahmat) untuk orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia (pendidik, guru).”(HR. At-Tirmidzi)
Informasi dalam hadis diatas mencakup bahwa Allah memberikan rahmat dan
berkah kepada guru. Selain itu, malaikat juga penduduk langit dan bumi termasuk
semut yang berada dalam sarang ikan yang berada dalam laut mendoakan kebaikan
9
Sunan Tirmidzi, Kitab Zuhud , Bab lain-lain, (Ensiklopedi Hadits, HR.Tirmidzi no.2244)
11
untuk guru yang mengajar orang lain. Ini semua adalah keutamaan yang diberikan
oleh-Nya kepada guru.
E. Syarat-syarat Pendidik
1) Pendidik harus beriman
10
Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi, Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV, hlm. 228 dalam
Al-Maktabah Asy-Syamilah.
11
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I, diterjemahkan Maisir Thahib, dkk., (Bukittinggi: Syamza Offset,
1980), cet. Ke-3, hlm. 40.
12
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk
mencapai tujuan pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai, pendidik terlebih dahulu harus beriman.
Sehubungan dengan ini, terdapat hadis sebagai berikut:
2) Pendidik harus beriman:
َت يا َ َرسُوْ ُل هللاِ قُلْ لِ ْي فِي اِإل ْسالَ ِم قَوْ الً ال ُ عن سفيان بن عبد هللا الثقفي قال قُ ْل
[.ت باِهللِ فَا ْستَقِ ْم ُ قَا َل قُلْ آ َم ْن: )َث َأبِي ُأ َسا َمةَ َغ ْي َرك ِ َأ ْسَأ ُل َع ْنهُ َأ َحدًا بَ ْعدَكَ ( َوفِي َح ِد ْي
] رواه مسلم وأحمد7
Sufyan bin Abdullah al-Saqafiy meriwayatkan bahwa ia berkata kepada
Rasulullah: Ya Rasulullah ! Katakanlah kepada saya sesuatu tentang Islam yang
tidak akan saya tanyakan lagi sesudah Engkau! Nabi berkata: Katakanlah! Saya
beriman kepada Allah lalu tetapkanlah pendirianmu.
Hadis ini menunjukkan bahwa iman kepada Allah dan istiqamah dengan
pengakuan keimanan itu merupakan suatu hal yang sudah cukup dan memadai
bagi seseorang muslim. Oleh karena itu, para pendidik harus berusaha agar
peserta didik memiliki iman yang kuat dan teguh pendirian dalam melaksanakan
tuntutan iman tersebut. Segala aktivitas kependidikan agar diarahkan menuju
terbentuknya pribadi-pribadi yang beriman.
3) Pendidik harus berilmu
13
Hadis ini berisi anjuran menjaga ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh,
peringatan bahwa yang berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang
benar-benar mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan
fatwa tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Hadis ini juga dijadikan alasan oleh
jumhur ulama untuk mengatakan, bahwa pada zaman sekarang ini tidak ada lagi
seorang mujtahid.[9]
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa orang yang berfatwa dan mengajar
harus berilmu pengetahuan. Termasuk dalam hal ini adalah pendidik, guru. Bila
pendidik tidak berilmu pengetahuan, maka murid-murid yang diajarnya akan
sesat atau dalam bahasa kependidikan bila guru tidak profesional akan
mengakibatkan proses pembelajaran akan sia-sia. Dalam Undang-undang Guru
dan Dosen Republik Indonesia, salah satu syarat bagi guru adalah profesional.
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُ َجا ُء بِال َّرج ُِل يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة فَي ُْلقَى فِي َ َع َْن ُِأ َسا َمةَ ق
َ ِ ال َرسُو ُل هَّللا
ِ َّق َأ ْقتَابُهُ فِي النَّار فَيَ ُدو ُر َك َما يَ ُدو ُر ْال ِح َما ُر بِ َر َحاهُ فَيَجْ تَ ِم ُع َأ ْه ُل الن
ار َعلَ ْي ِه ُ ِار فَتَ ْن َدل
ِ َّالن
ِ ْس ُك ْنتَ تَْأ ُم ُرنَا بِ ْال َم ْعر
ُوف َوتَ ْنهَانَا ع َْن ْال ُم ْن َك ِر قَا َل َ فَيَقُولُونَ َأيْ فُالَ ُن َما َشْأنُكَ َألَي
] رواه البخارى11[.ُوف َوالَ آتِي ِه َوَأ ْنهَا ُك ْم ع َْن ْال ُم ْن َك ِر َوآتِي ِه ِ ت آ ُم ُر ُك ْم بِ ْال َم ْعر
ُ ُك ْن
14
penggilingan. Para penghuni neraka berkumpul kepadanya dan bertanya, wahal
fulan! Ada apa denganmu? Bukankah engkau dahulu memerintahkan kami untuk
melakukan yang ma ‘ruf dan melarang kami dari perbuatan munkar? Ia
menjawab, ‘Dahulu aku memerintahkan kamu kepada yang ma‘ruf tetapi aku
tidak melakukannya, dan aku melarang kamu dan perbuatan mungkar tetapi aku
mengerjakannya,”
Hadis di atas menjelaskan siksaan Allah yang bakal diterima oleh orang yang
mengajarkan kebaikan (al-amr bi al-ma'ruf) tetapi ia sendiri tidak
mengerjakannya, dan orang yang menasihati orang agar meninggalkan yang
jelek (al-nahy 'an al-munkar) tetapi ia sendiri mengerjakannya. Tugas tersebut
adalah salah satu yang dikerjakan oleh pendidik, guru. Jadi guru harus
mengamalkan ilmu yang diajarkannya kepada peserta didiknya agar terhindar
dari siksa Allah.
15
سمعت رسول هللا:عن أمير المؤمنين عمر ابن الخطاب رضى هللا عنه قال
فمن، إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى:صلى هللا عليه وسلم يقول
ومن كانت هجرته لدنيا،كانت هجرته إلى هللا ورسوله فهجرته إلى هللا ورسوله
)] (رواه البخارى ومسلم14[يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ماهاجر إليه.
Umar bin Khaththab RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Tiap-tiap amal perbuatan harus disertai dengan niat, balasan bagi setiap amal
manusia sesuai dengan apa yang diniatkan. Barangsiapa yang berhijrah untuk
mengharapkan dunia atau seorang perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya
sesuai dengan apa yang diniatkan.”
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa tiap-tiap amal perbuatan harus disertai dengan
niat. Menurut Al Khauyi, seakan-akan Rasulullah memberi pengertian bahwa
niat itu bermacam-macam sebagaimana perbuatan. Seperti orang yang
melakukan perbuatan dengan motivasi ingin mendapat ridha Allah dan apa yang
dijanjikan kepadanya, atau ingin menjauhkan diri dari ancamanNya.[15] Niat
yang benar adalah keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan
untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Pendidik hendaknya membebaskan niatnya, semata-mata untuk Allah dalam
seluruh pekerjaan edukatifnya, baik berupa perintah, larangan, nasihat,
pengawasan atau hukuman. Buah yang dipetiknya adalah, ia akan melaksanakan
metode pendidikan, mengawasi anak secara edukatif terus-menerus, di samping
mendapat pahala dan keridhaan Allah. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan
adalah sebagian dari asas iman dan keharusan Islam. Allah tidak akan menerima
perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas.[16] Perintah untuk ikhlas, tercantum
dalam Al-Qur’an dengan tegas, Surat Al-Bayyinah: 5.
Kata ikhlash terambil dari kata khalasha. Menurut Husain Mazhahiri, kata
khalasha, kata khalushan, dan kata khalashan berarti jernih, , lenyap kotoran
darinya. Kalimat akhlasha sy-syai’a berarti menjernihkan dan menyucikannya
dan kotorannya Adapun kalimat " dia mengikhlaskan agamanya hanya untuk
Allah” berarti dia meninggalkan sifat riya di dalam agamanya. Barangsiapa yang
pikiran, perbuatan, dan ucapannya sejalan dengan apa yang terdapat di dalam
Al-Qur’an al-Karim maka dia adalah orang yang ikhlas kepada Allah, dan dia
akan senantiasa berada dalam pertolongan-Nya dalam menjalani peperangan
16
berkecamuk dalam dalam dirinya, untuk kemudian setelah itu ia samapai kepada
tujuan-tujuan yang luhur. [17]
Mengapa pendidik harus memiliki niat yang ikhlas? Dengan keikhlasan karena
Allah, pendidik dalam melaksanakan tugasnya akan mendapatkan kemudahan.
Karena sasaran pendidikan itu adalah hati. Apa yang diberikan dengan hati akan
diterima oleh hati dengan baik. Dengan demikian, proses pendidikan akan
mencapai hasil yang optimal. Selain itu dan yang tidak kalah pentingnya adalah
semua proses pendidikan yang diberikan oleh pendidik dengan ikhlas akan
dihitung sebagai ibadah kepada Allah. Jadi, sangat rugi pendidikan yang
melaksanakan tugas kependidikannya tanpa disertai dengan niat yang ikhlas.
Selain bersifat ikhlas, pendidik harus mengajar peserta didi untuk berbuat ikhlas,
baik di dalam melaksanakan pekerjaan atau-pun proses belajarnya. Semuanya
itu harus mereka laksanakan dengan ikhlas, demi mendapatkan rida dari Allah
SWT. Jangan sampai, perbuatan tersebut dilandaskan pada sifat munafik, riya,
atau hanya ingin mendapatkan rasa terima kasih dan pujian dari orang-orang.
Segala bentuk pekerjaan dinilai sesuai dengan niat pelakunya. Oleh sebab itu,
proses pendidikan dapat bernilai ibadah bila orang yang melaksanakannya
mempunyai niat yang ikhlas. Agar mendapat pahala dari Allah,
pendidik/Pendidik harus mendidik/mengajar dengan niat mengerjakan perintah
Allah dan mengharapkan rida-Nya. Niat merupakan salah satu motivasi intrinsik
(dorongan yang berada di dalam diri seseorang). Motivasi ini sangat besar
pengaruhnya kepada hasil pekerjaan seseorang. Oleh sebab itu, dalam kegiatan
belajar mengajar, pendidik dan peserta didik harus mempunyai motivasi yang
benar.
6) Pendidik harus Berlapang Dada
ص“لَّى هَّللا ُ َعلَيْ“ ِه َو َس“لَّ َم ع َْن َأ ْش“يَا َء َك ِرهَهَ“ا فَلَ َّما ُأ ْكثِ“ َر
َ ع َْن َأبِي ُمو َسى قَا َل ُسِئ َل النَّبِ ُّي
ك ُح َذافَةُ فَقَا َم َ ال َأبُوَ َال َر ُج ٌل َم ْن َأبِي ق َ َاس َسلُونِي َع َّما ِشْئتُ ْم ق ِ َّب ثُ َّم قَا َل لِلن ِ َعلَ ْي ِه غ
َ َض
ال َأبُوكَ َسالِ ٌم َموْ لَى َش “ ْيبَةَ فَلَ َّما َرَأى ُع َم“ ُر َم““ا فِي َ آ َخ ُر فَقَا َل َم ْن َأبِي يَا َرس
َ َُول هَّللا ِ فَق
] رواه البخارى18[.َّال يَا َرسُو َل هَّللا ِ ِإنَّا نَتُوبُ ِإلَى هَّللا ِ َع َّز َو َجل َ َ َوجْ ِه ِه ق.
Dari Abu Musa radhiallahu anhu, dia berkata, “Seseorang bertanya kepada
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengenai perkara yang tidak disukai beliau.
Maka tatkala orang itu terrlalu banyak bertanya, Nabi menjadi marah. Kemudian
17
beliau berkata, “Tanyakan!ah apa yang hendak kamu tanyakan.”Seorang laki-laki
bertanva, “Siapakah bapakku?” Nabi menjawab. “Bapakmu, Hudzafah.” Bertanya
pula yang lain, “Siapakah bapakku hai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Bapakmu
Salim, hamba sahara Syaibah.”Taikala Umar bin Khaththab,) melihat rasa kurang
senang tergambar di wajah Rasululluh karena soal-soal yang tidak menentu itu.
segera ia berkata, "Wahai Rasulullah SAW. ! Kami tobat kepada Allah Yang
Maha Kuasa dan Yang Maha Agung.
Dalam hadis di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah saw. juga merasa marah
ketika ada hal-hal yang tidak diinginkannya ditampilkan di depannya. Dalam
kasus ini, sahabat bertanya banyak tentang hari kiamat. Akan tetapi kemarahan
beliau itu tidak sempat menghilangkan sifat lapangan dadanya.
Menurut Ibnu Hajar, bahwa orang yang memberi nasihat boleh menampakkan
sikap marah, karena dia sebagai orang yang memberi peringatan. Begitu juga
seorang guru, jika dia mencela kesalahan murid yang belajar kepadanya. Karena
terkadang hal itu terpaksa dia lakukan agar si murid dapat mencrima kebenaran
darinya, akan tetapi hal itu harus disesuaikan dengan keadaan psikologi masing-
masing murid. [19]
Sikap lapang dada dan jauh dari kedengkian akan mewujudkan keseimbangan
jiwa bagi manusia dan akan membiasakannya untuk selalu cinta kepada kebaikan
bagi masyarakat. Ia juga akan memberikan jalan bagi kebaikan pada jiwa manusia
untuk sampai kepada puncaknva. Nabi telah memberiikan bimbingan sahabat
Anas bin Malik - ketika masih kecil agar mencuci noda-noda jiwa setiap pagi dan
petang dengan cara memberikan maaf kepada setiap orang yang berbuat jahil
kepadanya, dan juga mengosongkan hatinya dari sisa-sisa hembusan setan ke
dalam akal pikiran.[20]
18
Laki-laki yang kencing itu adalah orang Arab Badwi. Ia kencing mungkin karena
ketidaktahuannya akan najis, atau karena sebab lain. Yang jelas, Rasulullah SAW.
tidak marah kepadanya dan melarang sahabat untuk memarahinya. Dalam kasus
ini, Rasulullah SAW. sendiri yang langsung menyiram/membasuh kencing nitu.
Dalam hadis ini terlihat betapa berlapang dadanya Rasulullah SAW. sebagai rasul
dan pendidik.
19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidik dari segi bahasa yaitu; Murabbi, Mudarris, Mursyid, Muzakki,
Mukhlis, Ustadz, Mudarrist, Mu’allim dan Muad’dib. Sedangkan secara
istilah pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam hal
mendidik.
2. Kedudukan seorang pendidik : dimuliakan oleh Alloh Qsebagaimana yang
telah dijelaskan dalam (QS al-Mujadilah [58]; 11), karena seorang
pendidiklah yang menentukan kesuksesan seorang peserta didik.
3. Syarat-syarat seorang pendidik :pertama, memiliki keterampilan
berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. Kedua,
menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya. Ketiga, adanya tingkat pendidikan keguruan yang
memadai. Keempat, adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan
dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Kelima, memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
4. Sifat-sifat pendidik dalam Islam :pertama, syarat keagamaan, yaitu patuh
dan tunduk melaksanakan syariat Islam dengan sebaik-baiknya. Kedua,
senantiasa berakhlak yang mulia yang dihasilkan dari pelaksanaan syariat
Islam tersebut, senantiasa meningkatkan kemampuan ilmiahnya sehingga
benar-benar ahli dangan bidangnya. Ketiga, mampu berkomunikasi dengan
baik pada masyarakat pada umumnya.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, M. (2012). Kedudukan dan Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam. Tribakti:
Jurnal Pemikiran Keislaman, 23(2).
Ahmad Tafsir. 2000. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. PT. Remaja Rosdakarya. Ban
dung
Ridwan, W. (2019). Pendidik perspektif Shahih al-Bukhari: Telaah kitab Shahih al-Bukhari
(Doctoral dissertation, UIN Sunan Gunung Djati Bandung).
Munirah, M. (2016). Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadis. Lentera Pendidikan: Jurnal
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 19(2), 209-222.
Mukhlish, M. (2019). Pendidik Dalam Perspektif Hadits Rasulullah Saw. Jurnal Sains Riset,
9(1), 82-85.
21