Anda di halaman 1dari 11

PX.

PERANGSANGAN SELAPUT OTAK


A. KAKU KUDUK
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Mintalah pasien berbaring telentang
tanpa bantal.
2. Tempatkan tangan kiri di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan kanan
berada diatas dada pasien.
3. Rotasikan kepala pasien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan pasien sedang dalam
keadaan rileks .
4. Tekukkan (fleksikan) kepala pasien secara pasif dan usahakan agar dagu mencapai
dada.
Interpretasi :
 Kaku kuduk negatif (normal)
 Kaku kuduk positif (abnormal) bila terdapat tahanan atau dagu tidak mencapai
dada.
 Meningismus apabila pada saat kepala dirotasikan ke kiri, ke kanan, dan di-fleksi-
kan, terdapat tahanan.

B. LASEQUE TEST
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua kakinya.
3. Kemudia satu tungkai diangkat lurus denga fleksi di persendian panggul. tungkai
satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)
Interpretasi :
 Laseque test positif (=Abnormal, yaitu apabila sakit / tahanan timbul pada
sudut < 70 derajat pada dewasa dan < 60 derajat pada lansia)
C. KERNIG TEST
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan salah satu paha pasien pada persendian panggul sampai membuat sudut
90 derajat.
3. Ekstensikan tungkai bawah sisi yang sama pada persendian lutut sampai membuat
sudut 135 derajat atau lebih.
Interpretasi :
 Kernig’s sign negatif (= Normal, apabila ektensi lutut mencapai minimal 135
derajat)
 Kernig’s sign positif (= Abnormal, yaitu apabila tidak dapat mencapai 135 derajat
atau terdapat rasa nyeri)
Lakukan hal yang sama untuk tungkai sebelahnya dan interpretasikan hasilnya.

D. BRUDZINSKY 1
1. Pasien berbaring telentang tanpa bantal kepala. Pemeriksa berada di sebelah kanan
pasien.
2. Letakkan tangan kiri di bawah kepala, tangan kanan di 8 atas dada kemudian lakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada pasien sejauh mungkin.
Interpretasi :
 Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak terjadi fleksi
involunter kedua tungkai pada sendi lutut
 Brudzinski I positif (abnormal) bila terjadi fleksi involunter kedua tungkai pada
sendi lutut.
E. BRUDZINSKY 2
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Fleksikan satu tungkai pada sendi lutut, kemudian secara pasif lakukan fleksi
maksimal pada persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam
kedaan ekstensi (lurus).
Interpretasi :
 Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yang dalam posisi ekstensi terjadi
fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut.
 Brudzinski II negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
Lakukan hal yang sama untuk tungkai yang satunya. Interpretasikan hasil
pemeriksaan Anda.

F. BRUDZINSKY 3
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan pada kedua os zygomatikus kiri dan kanan dengan
menggunakan ibu jari pemeriksa.
Interpretasi:
 Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter kedua
ekstremitas superior pada sendi siku.
 Brudzinski III negatif (normal) apabila tidak terjadi apaapa saat penekanan os
zygomaticus.

G. BRUDZINSKY 4
1. Pasien berbaring telentang. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Lakukan penekanan pada symphysis os pubis dengan tangan kanan pemeriksa.
Interpretasi:
 Brudzinski IV positif (abnrmal) apabila terjadi fleksi involunterkedua tungkai pada
sendi lutut.
 Brudzinski IV negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
Glasgow Coma Scale
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium : Penurunan tingkat kesadaran seseorang yang disertai kekacauan motorik dan
siklus tidur bangun yang terganggu. Pengidapnya akan tampak gelisah, kacau,
disorientasi, dan meronta-ronta.
4. Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia) : Kondisi ini ditandai dengan
mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan. Namun, saat rangsangan
dihentikan, orang tersebut akan tertidur lagi. Pada somnolen, jumlah jam tidur meningkat
dan reaksi psikologis menjadi lambat.
5. Soporous atau stupor : Keadaan mengantuk yang dalam. Pengidapnya masih bisa
dibangunkan dengan rangsangan kuat. Namun, mereka tidak terbangun sepenuhnya dan
tidak dapat memberi jawaban verbal yang baik. Pada soporous/stupor, refleks kornea dan
pupil baik, tetapi BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi
serebral organic difus.
6. Semi koma : Tingkatan penurunan kesadaran selanjutnya semi koma.  Penurunan
kesadaran ini terjadi ketika seseorang tidak bisa memberi respons terhadap rangsangan
verbal dan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya
masih baik.
7. Koma : Berbeda dengan semi koma, koma merupakan penurunan kesadaran yang terjadi
sangat dalam. Pada tubuh pengidapnya tidak ada gerakan spontan dan tak ada respon
terhadap nyeri yang dirasakan.
Pemeriksaan Kekuatan Otot-otot
Pemeriksaan kekuatan otot digunakan untuk menilai disfungsi dari kekuatan otot pasien.

Derajat 0 : Tidak terdapat kontraksi otot sama sekali, atau lumpuh total

Derajat 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak dapat menggerakan


persendian

Derajat 2 : Pasien mampu menggerakkan ekstremitas, namun gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat, misalnya pasien mampu menggeser lengan namun tidak
dapat mengangkatnya

Derajat 3 : Kekuatan otot sangat lemah, akan tetapi anggota tubuh dapat digerakkan
melawan gaya gravitasi

Derajat 4 : Kekuatan otot lemah, tetapi anggota tubuh dapat digerakkan melawan gaya
gravitasi, dan dapat pula menahan sedikit tahanan yang diberikan

Derajat 5 : Tidak didapatkan kelumpuhan, atau kondisi normal 

Secara garis besar lokasi kelainan pada system motorik terbagi dalam 2 bagian besar yaitu
susunan saraf pusat atau upper motor neuron (UMN) dan susunan saraf perifer atau lower
motor neuron (LMN).

Kelemahan anggota gerak pada kelainan UMN (tipe spastic) terutama ditandai dengan
adanya reflex fisiologis yang meningkat atau meluas, munculnya reflex patologis, tonus otot
yang meningkat dan trofi otot normal. Kelainan LMN (tipe flaccid) ditandai dengan adanya
hal-hal yang sebaliknya yaitu reflex fisiologis yang menurun atau menghilang, reflex
patologis tidak muncul atau negative, tonus otot menurun dan trofi otot menurun atau
atrofi.

 TONUS otot adalah kontraksi otot yang terjadi dan selalu dipertahankan keberadaannya
oleh oto itu sendiri. Pemeriksaannya dengan inspeksi dan palpasi oleh kedua tangan.
a. Memeriksa dimulai dari tungkai/tangan yang sehat, dilanjutkan dengan yang sakit
b. Dilakukan gerakan fleksi – ekstensi maksimal secara pasif. Bila pada akhir fleksi-
ekstensi tarasa ada tahanan berarti itu hipertoni.
 Eutoni : Normal
 Hipotoni : Ngeplek
 Hipertoni : Rigid (lagpipe atau cogwheel phenomenon), atao spastis (clasp knife
phenomenon)
 KLONUS adalah kontraksi berulang pada otot-otot ketika peregangan. Kontraksi
tersebut biasanya berhubungan dengan gangguan neurologis. Klonus terjadi ketika otot-
otot tidak dapat berfungsi dengan optimal yang berbarengan dengan rasa nyeri.
a. Klonus patella : dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot quadriceps femoris.
Kita pegang patella penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat)
kea rah distal sambal diberikan tahanan ringan. Bila terdapat klonus, akan terlihat
kontraksi ritmik otot quadriceps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari
patella. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan dan dilemaskan.
b. Klonus kaki : dibangkitkan dengan jalanmeregangkan otot triceps surae betis.
Pemeriksa menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak
kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorsofleksi sambal
seterusnya diberi tahanan ringan. Hal ini mengakibatkan teregangnya otot betis. Bila
ada klonus maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar
fleksi dan dorsofleksi secara bergantian.
 Atrofi otot adalah hilangnya massa otot rangka yang dapat disebabkan oleh imobilitas,
penuaan, malnutrisi, obat-obatan, atau berbagai cedera atau penyakit yang
memengaruhi sistem muskuloskeletal atau saraf. Atrofi otot menyebabkan kelemahan
otot dan menyebabkan kecacatan. Otot yang tidak digunakan dapat menyebabkan atrofi
otot secara cepat.
REFLEKS FISIOLOGIS
1. Biceps :
- Lengan dalam keadaan sedikit fleksi
- Tendo M. Biceps diketuk dengan palu reflex
- Bila refleksnya (gerakan fleksi) sedikit kuat dan daerah reflex lebih luas, berarti ada
hiperrefleks.

2. Triceps :
- Lengan diletakkan diatas badan dan fleksi pada sendi siku
- Tendo triceps (diatas olecranon) diketok  gerakan ekstensi pada siku

3. Patella :
- Penderita duduk, tungkai bawahnya bebas. Ketuk tendo sedikit di bawah patella
(Lig. Patella)  akan ada gerakan menendang
- Penderita tidur terlentang, lutut sedikit diangkat pemeriksa, ketok tendo m.
quadriceps di bawah lutut ada gerakan ekstensi

4. Achilles :
Tungkai bawah sikap fleksi dan kaki dorsofleksi, diketuk tendo Achilles akan terjadi gerakan
plantar fleksi.
REFLEKS PATOLOGIS

1. Hoffman Trommer
- Tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh pasien melekukan fleksi ringan
jari-jarinya.
- Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan jari tengah
pemeriksa.
- Lalu lakukan :
1. Hoffmann : “Goresan” pada ujung jari tengah pasien
reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi telunjuk dan jari-jari lainnya.
2. Tromner : “Colekan” pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi yang sama
dengan Hoffmann

2. Babinski :
- Telapak kaki digores dari tumit melalui bagian lateral sampai di basis ibu jari
- Refleks (+)  dorsofleksi ibu jari dan abduksi jari – jari Lainnya

3. Chaddock :
- Penggoresan pada malleolus lateralis, dari bagian belakang atas ke bawah
- Refleks (+) seperti Babinski
4. Oppenheim :
- Penggoresan dengan tekanan sepanjang tibia dari atas ke bawah
- Refleks (+) seperti Babinski

5. Gordon :
- Pijat betis secara mendadak
- Refleks (+) seperti Babinski

6. Schaeffer :
- Pijat tendo Achilles secara keras
- Refleks (+) seperti Babinski
LMN dan UMN

Anda mungkin juga menyukai