Epidemiologi Manajerial
Disusun Oleh
Pembimbing
Dr. Ferizal Masra, M.Kes
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
kematian neonatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita tidak terlepas
dari peran pemerintah yang telah berhasil pada aspek penyediaan sarana pelayanan
atau tersedia untuk menjamin hak asasi semua orang untuk hidup sehat.
Penyelenggaraan atau penyediaan pelayanan kesehatan dasar ini harus secara nyata
di dalamnya kelompok masyarakat miskin. Bahkan lebih jauh lagi, ruang lingkup
pelayanan kesehatan dasar tersebut harus mencakup setiap upaya kesehatan yang
pemerintah daerah dan masyarakat. Bahkan ditegaskan juga pada ayat 3 ruang
lingkup upaya sebagaimana yang dimaksud yar 1 di atas meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi individu maupun masyarakat yang melibatkan
lintas sectoral.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
agar lebih terarah, terpadu dan sinergis sehingga pencapaian tujuan kinerja pelayanan
kesehatan lebih efektif dan efisien. Desain intervensi tersebut meliputi 4 (empat)
tahap dan 1 (satu) tahap evaluasi yaitu perten koordinasi (convene stakeholders),
(conceptualized effects) dan penyesuaian dan desain ulang (Adapt and redesign)
serta evaluasi yaitu determine indicators (WHO, 2009). sebagaimana akan diuraikan
di bawah ini.
rumah seliat yaitu merubah pola perilaku buang air di sungai atau di kebun menjadi
membangun Jamban Keluarga Sehat dengan cara arisan atau gotong royong.
Gagasan yang cemerlang dan pantastik dalam kurun waktu I tahun terbangun Jamban
terhadap angka kematian ibu, maka dibahas dalam pertemuan Forum Desa Siaga
untuk mencari alternatif pemecahannya. Selanjutnya, disepakati, membentuk sistem
pembiayaan persalinan desa di Poskesdes yang dikelola oleh Forum Desa Siaga
dengan kesepakatan biaya persalinan sebesar Rp. 250.000.- dan biaya pasang alat
kontrasepsi mantap (IUD, Implant) sebesar Rp. 150.000.- dengan iuran sebesar Rp.
1000.- setiap keluarga per bulan, sedangkan bidan hanya mengklaim biaya persalinan
kematian ibu telah diterapkan sistem arisan Rp. 1000,- setiap keluarga/bulan yang
bersama dalam komunitas desa atau kelurahan. Untuk daerah asal transmigrasi
masing-masing Dusun berasal dari berbagai daerah, maka sistem seperti ini untuk
penyebaran persalinannya lebih tinggi dibandingkan dusun yang lain, ironisnya ada
beberapa dusun yang tidak ada persalinan, sementara sistem pembiayaan adalah
iuran bersama. Oleh karena itu terjadi preseden di dusun tersebut, melakukan protes
tidak mau membayar iuran dengan alasan keadilan. Dengan pertimbangan itu, rapat
Forum Desa Siaga Kelurahan Sumberharta mendesain ulang sistem pembiayaan
bersama.
meliputi upaya investigasi penyebab dan riwayat alamiah penyakit dengan tujuan
Selain itu, sebagai alat ukur pelayanan kesehatan yang diperlukan dalam perencanaan
penyebab dan faktor risiko terhadap outcome. Karena tidak seluruh faktor risiko
yaitu :
1. Kekuatan Hubungan
antara kelompok insiden penyakit yang terekspos faktor risiko dengan kelompok
insiden yang tidak terekspos oleh faktor niko. Menurut hukum statistik derajat
hubungan RR dibagi menjadi uga bagian, yaitu bila nilai RR <1 menunjukkan peran
exposure menjadi faktor proteksi (faktor pelindung), RR = 1 tidak menunjukkan
adanya hubungan kekuatan antara exporure dengan outcome dan nilai RR > 1
outcome. Pada studi epidemiologi parameter risiko relatif (RR) sering digunakan
pada berbagai penelitian kohort. Misalnya, Studi Hubungan antara Pendidikan dan
Swedia melaporkan bahwa ringkat pendidikan rendah nilai RR 2,6 artinya kelompok
2. Waktu Kejadian
dengan variabel agent cause memasuki tubuh host. Seperti melalui makanan yang
gejala penyakit sangat berkaitan dengan keganasan (virulensi) agent dan kepekaan
3. Distribusi Penyakit
perbedaan penyakit walaupun sulit untuk dibuktikan. Misalnya, daerah aliran sungai
berhubungan dengan penyakit kolera, typhoid fever, yellow fever dan lain-lain.
Contoh lain, pada daerah keterpaparan yang lama antara debu (partikel) dengan
timbulnya manifestasi klinik mempunyai interval yang berbeda menjadi infeksi suatu
penyakit, namun keadaan ini sangat tergantung dengan lokasi dan tempat sebagai
4. Gradien
lain sebagainya.
5. Konsistensi Penyakit
antara exposure dengan penyakit (outcome); tidak ada perbedaan yang bermakna
studi yang berbeda. Misalnya pada beberapa studi uji hipotesis memaparkan bahwa
kanker payudara berhubungan dengan pemakai pil kontrasepsi dalam waktu yang
lama, tetapi ada juga penelitian lain yang tidak mendukung hasil penelitian ini.
Ironisnya setelah dilakukan analisis pada studi tersebut, ditemukan adanya perbedaan
kriteria dalam seleksi kasus dan teknik. analisis data yang digunakan.
6. Spesifisitas
hubungannya. Menurut (Hill, 1995) bahwa satu penyebab dapat mengakibatkan satu
efek atau tidak terjadi multi efek. Kriteria ini digunakan untuk menentukan infeksi
penyakit namun tidak berlaku untuk penyakit tidak menular (non infectious disease).
Sejak pendapat ini diterima di kalangan luas bahwa satu penyebab berhubungan
kejadian kanker paru, penyakit jantung, PPOM dan komplikasi penyakit lain.
(biological). Misalnya John Snow membuktikan bahwa kolera disebabkan oleh agent
dalam air. Secara epidemiologi hal ini sangat konsisten dengan hipotesis bahwa
8. Model Eksperimen
eksperimen pada hewan percobaan. Namun perbedaan dapat terjadi karena adanya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menyatakan bahwa proses adalah
d. Kekuatan: Apa kekuatan hubungan antara sebab dan akibat (risiko relatif);
g. Desain studi: Apakah bukti didasarkan pada desain studi yang kuat?
h. Menilai bukti: Berapa banyak baris bukti yang mengarah pada kesimpulan?
menular dan penyakit tidak menular. Strategi pada kelompok penyakit menular
dan penggalangan upaya kemitraan. Namun, pada kelompok penyakit tidak menular
meliputi sistem pencatatan dan pelaporan, pertemuan lintas sektoral, evaluasi dan
lintas wilayah. Sasaran pengendalian penyakit menular dan tidak menular mencakup
(behavior) serta sumber penularan lainnya. Ini berarti bahwa secara epidemiologi
faktor lingkungan dan perilaku, kadangkala merupakan faktor risiko, atau sebagai
faktor proteksi. Untuk lebih jelasnya terlihat dalam tabel di ini dan akan diuraikan
selanjutnya.
Pengenda Ditingkat
lian kan
(controlli (improve
ng) d)
ng) an
kan faktor
(improve perilaku
d)
dan eliminasi faktor risiko terhadap paparan atau efek dari paparan yang terjadi pada
host (induk semang). Secara statistik variabel ini sangat berpengaruh terhadap
a. Eradikasi
Keberhasilan dunia pada program eradikasi yang pertama kali adalah terbebasnya
dunia dari smallpox sejak 8 May 1980. Keberhasilan eradikasi ini dipengaruhi oleh
berhubungan dengan animal reservoir dan carrier, serta manifestasinya jelas. Lain
halnya dengan eradikasi malaria, WHO menganggap gagal, karena siklus parasit
eradikasi polio (ERAPO) pada tahun 2005 Program Eradikasi di Indonesia seperti
Eradikasi Polio. membumi-hanguskan virus Polio dengan PIN I, II, III, IV, dan V,
jika masih diragukan maka dilakukan upaya untuk membuktikan bahwa virus
tersebut memang benar-benar sudah lenyap, yang kemudian dilakukan surveilen aktif
seperti surveilen AFP dan bila ditemukan kasus polio, dilakukan Moping up atau PIN
5. Pelaporan kasus.
Pemberantasan Malaria.
2. Surveilen pasif. Selama tiga tahun harus didukung fakta tidak ditemukannya kasus,
zero reporting.
3. jika ditemukan dan tercatat dalam register, dalam kurun waktu pengamatan, karena
b. Relapsing, Kasus kambuh, yang selama ini dilaporkan tidak ada kasus;,
lainnya;
lebih berhasil menekan kejadian luar biasa akibat malaria (outbreak) walaupun sejak
tahun 1977 hingga sekarang tidak terjadi outbreak lagi, namun WHO belum
memberikan sertifikasi eradikasi malaria. Tetapi, pemerintah Singapore tetap
(health education). (b) pelacakan parasit malaria pada karrier (screening of parasite
carrier). (c) pemantauan kasus-kasus malaria (follow up of past cases) dan (d) upaya
b. Reduksi
prinsip tidak menyebar secara luas apalagi pandemik (WHO, 2008). Misalnya, dalam
95% dan penurunan mortalitas sebesar 90% dari program sebelum program
imunisasi dimulai.
WHO mengkatagorikan reduksi dalam tiga kriteria, yaitu (1) fase pengendalian,
sweeping. (2) Fase reduksi pericegahan KLB, ialah dengan cakupan imunisasi yang
tinggi dan menurunkan insiden secara periodik. (3) Fase eliminasi campak, yakni
b. Investigasi;
c. Konfirmasi setiap suspek campak di mas based surveillance). (measles laboratory
reduksi adalah :
1. Pemberian imunisasi;
2. Profilaksis kimiawi:
3. Perlindungan perseorangan;
b. Eliminasi
sesuai dengan konsep triad epidemiologi yakni agent, host dan environment,
insiden malaria itu sendiri walaupun morbiditas kasus malaria masih didapatkan.
Tanpa memperdulikan ada tidaknya gejala klinis, konfirmasi maupun tidak dengan
pertanyaan (1) bagaimana kontak dengan kasus (kontak dengan darah atau gigitan
nyamuk), (2) dimana kontak dengan kasus, (3) jenis parasite yang mana sumber
kontak (falciparum atau parasit lain), (4) kapan kontak dengan kasus (kurang dari 6
bulanı atau antara 6 bln sampai 3 tahun), (5) dari siapa kontak (import atau dari
tempat lain) (WHO, 2007). Dalam program eliminasi WHO memberikan definisi
diagnosis sehingga indikator Angka Parasit Indeks (API) dapat terukur, walaupun
demikian kebijakan API sudah diterapkan untuk Pulau Jawa-Bali. Selain itu sampai
dengan tahun 2010 indikator keberhasilan masih menetapkan malaria klinis minimal
1000 populasi, jika dalam tiga tahun tercapai zero maka WHO memberikan
mengeradikasi virus polio. Pada tahapan eliminasi yang perlu diperkuat adalah sistem
kecepatan laporan, kelengkapan laporan dan ketepatan laporan menjadi hal yang
mendasar pada tahapan ini. (WHO, 2007) Program eliminasi yang direkomendasikan
WHO salah satunya adalah Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) memutuskan mata
rantai penularan basil tetanus neonatorum melalui perogram imunisasi FT bagi ibu
hamil, pelayanan antenatal care, dan pertolongan persalinan dengan 3B (bersih
tempat, alat dan penolong) serta perawatan tali pusat yang standar.
2. Hygiene perseorangan;
3. Penanggulangan vektor;
70%, kesembuhan atau succes rate minimal 85% dan error rate < 5%. Sekarang,
rakyatnya.
Konsep strategi eradikasi, reduksi, dan eliminasi ini juga berlaku pada kelompok
sasaran mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat merubah gaya hidup melalui
proses pendidikan kesehatan (health education), dimulai dari individu, keluarga,
sehat negara pun kuat, adalah moto Departemen Kesehatan pada abad ke 21. Oleh
karena itu, konsep The New Public Health merupakan salah satu hasil kajian
epidemiologi .
D. STRATEGI PENINGKATAN
a. Faktor Proteksi
Faktor proteksi adalah suatu faktor yang memberikan perlindungan pada tubuh
dari ancaman suatu paparan penyakit. Dalam uji statistik kita akan memperoleh
hubungan faktor dengan efek akibat paparannya. Apabila hubungan antara variabel
! (nilai r < 1), maka berarti faktor tersebut merupakan faktor proteksi. Faktor ini akan
melindungi terhadap paparan yang terjadi pada output (efek) dari paparan yang
terjadi
Dalam beberapa penelitian, temuan adanya faktor lingkungan fasilitas rumah
sakit menjadi faktor proteksi terhadap kejadian sarcoidosis dilakukan di Rumah Sakit
Carolin Selatan tahun 1985-1995 terhadap dua kelompok ras (Caucasian dan African
meningkatkan strabismus.
Selain itu, Tjekyan penelitian di Palembang dengan desain cause control pada
482 kelompok diabetes tipe II dengan kriteria inklusif gula darah sewaktu 2 200 mg
% atau gula darah puasa 2 125 mg% dan kelompok kontrol pada penderita non
diabetes tipe II yang diambil secara acak dengan matching umur sepadan dengan
kasus. Sampel penelitian berasal dari puskesmas dan rumah sakit dalam kotal
faktor proteksi terhadap diabetes tipe II karena kopi dapat menurunkan terkena batu
Contoh lain, pada kasus penyakit jantung koroner (PJK). penelitian di Amerika
Alameda Country Study selama 13 tahun pada kelompok usia 60-94 tahun diperoleh
fakta bahwa orang yang malas berjalan mempunyai risiko mortalitas tinggi terhadap
PJK. Demikian juga pada studi prospektif terhadap 40.000 sampel wanita yang
berusia di atas 45 tahun selama tahun 1992 sampai dengan 1995 dan di follow up
tahun 1999, jalan cepat minimal 1 jam per minggu dapat menurunkan kejadian PJK
sebesar 15%, namun jika jalan cepat lebih dari 1 jam perminggu risiko kejadian PJK
tidak konsekuen atau realibilitas masih diragukan sebagai pencetus atau faktor risiko
terhadap kejadian penyakit menular maupun tidak menular. Secara Ilmiah dapat
dibuktikan, namun pada sisi lain juga tidak dapat dibuktikan secara ilmiah yang
lingkungan, sehingga menjadi tatanan yang sehat sesuai dengan indikator kawasan
sehat. Misalnya Kawasan Bebas Asap Rokok, Kawasan Bebas Jentik Nyamuk dan
lain sebagainya. Pada aspek penyakit tidak menular justru kondisi lingkungan perlu
pejalan kaki misalnya terdapat di Singapore dan negara. maju lainnya, area sepeda,
lokasi rekreasi dan fitness, tempat senam. massal dan lain sebagainya. Oleh karena
itu penataan lingkungan. menjadi kawasan sehat dan nyaman serta asri menjadi
perilaku tersebut merupakan faktor risiko kejadian suatu penyakit belum jelas.
Mengapa demikian, karena beberapa penelitian mengemukakan bahwa kadangkala
peneliti menemukan adanya hubungan yang signifikan, tetapi peneliti lain tidak dapat
membuktikannya secara ilmiah. Oleh karena itu faktor perilaku seperti ini perlu
Prinsip pengendalian faktor perilaku pada penyakit tidak menular lebih menekan
atau aktivitas fisik yang teratur dapat mencegah penyakit jantung koroner (PJK).
terjadi penyakit jantung (coronary heart disease) tetapi peneliti lain tidak menemukan
hal yang signifikan bahwa sosial ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap
memproteksi diri dari penularan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan yang
tuntas dan sistematis. Misalnya, memakail masker pada wabah flu burung, mencegah
laring dengan risiko relatif 0.75 Namun penelitian lain melaporkan bahwa merokok
Amerika Serikar .Walaupun belum ada jurnal yang melaporkan bahwa merokok
Lain lagi studi kohor hubungan peminum kopi dengan insiden kanker mulut,
faring dan osefagus yang dilakukan di Miyadi Japan (2008) pada 494.935 sampel
dengan rincian 238.731 laki-laki dan 256.204 perempuan sebanyak 157 kasus kanker
mulut, faring atau osefagus (135 laki-laki dan 22 perempuan), dan hanya 48 kasus
kanker mulut atau kanker faring, namun kanker osefagus sekitar 112 kasus ketika
konsumsi kopi lebih dari 1 gelas perhari. Jadi peminum kopi merupakan faktor risiko
terjadi kanker mulut, faring dan osefagus, niscaya sebaliknya konsumsi kopi di
Eviana STambunan, penelitian di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta dalam kurun
waktu 2002 - 2004 dengan desain case control hubungan berat badan lahir bayi dan
ruang perawatan intensif. Namun studi yang dilakukan oleh Hwang et al, di ruang
perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Korea, bahwa pemasangan kateter pada
dalam menjaga dan memelihara status kesehatan individu, keluarga, kelompok dan
adalah memutuskan interaksi antara host dan agent yang patogen serta environment.
Ketiga variabel ini berinteraksi secara dinamis yang dapat merugikan kesehatan yang
pada susu.
nutrisi, pekerjaan, penyediaan air bersih, dan jamban serta pengendalian polusi
penyakit secara individual. komunitas, dan masyarakat, agar kualitasnya tetap terjaga
anopheles.
Strategi yang berhubungan dengan host (human) meliputi tiga strategi individual
yaitu: pertama, meningkatkan daya tahan tubuh misalnya perbaikan gizi, imunisasi,
olah raga yang teratur dan lain sebagainya. Kedua, memodifikasi perilaku secara
alkohol, mengurangi obesitas dengan diit yang terkendali, olah raga yang teratur dan
mendeteksi faktor risiko sebagai predisposisi suatu penyakit, yaitu mendeteksi faktor
risiko dan penyakit secara dini. Sehingga, perlunya dilakukan upaya pencegahan
secara efektif dan efisien. Misalnya tent tuberkulin untuk mendeteksi penyakit
test untuk mendeteksi carsinoma mamae, general check up untuk mendeteksi faktor
risiko seperti kadar kolesterol, trigleserid, HDL kolesterol, LDL kolesterol, SGOT
dan tersier. Tujuan pada intervensi tahapan primer adalah menghilangkan agent
secara langsung (necessary cause) atau mengurangi faktor risiko (sufficient cause)
yang tuntas dan tetap. Selain itu, tujuan intervensi pada tahapan tersier adalah
rehabilitasi.
genetik dan biologi (genetic and biological factors), perilaku dan sikap (the so called
cuci tangan dengan sabun. Pada tempat tempat umum di sediakan raungan Ibu
menyusui, di alokasikan area jalan kaki pada sarana transportasi dan lain sebagainya.
pelaksanaan untuk menolong dirinya sendiri atau bersama-sama secara mandiri untuk
pelayanan kesehatan yang lebih baik seperti pengendalian mutu klinik, standar
pelayanan pengobatan dan pelayanan kesehatan bertujuan menjamin tetap sehat dari
KESIMPULAN
Prinsip penerapan konsep epidemilogi dalam ilmu kesehatan masyarakat, meliputi upaya
investigasi penyebab dan riwayat alamiah penyakit dengan tujuan pencegahan penyakit dan
menurut konsep epidemiologi adalah memutuskan interaksi antara host dan agent yang patogen
serta environment. Ketiga variabel ini berinteraksi secara dinamis yang dapat merugikan
kesehatan yang bersifat individual). Keseimbangan variabel ini menyebabkan kondisi sehat
optimal. Upaya pencegahan sebagai intervensi pada strategi ini meliputi tahapan perjalanan
penyakit (natural of disease) di antaranya pencegahan primer, sekunder dan tersier. Selain itu,