sudah dirasakan sejak 6 bulan. Pada awalnya keluhan dirasakan pada kelopak mata dimana kedua kelopak mata
terasa berat untuk dibuka. Satu bulan terakhir anggota gerak atas mulai terasa berat. Keluhan semakin memberat
dengan beraktivitas dan membaik dengan beristirahat. Selama sakit ini tidak ada riwayat demam. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan, tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 84 kali permenit, RR 20 kalipermenit, Suhu 36,5⁰C.
Pemeriksaan neurologis didapatkan ptosis bilateral, ekstrimitas atas kekuatan otot 4, hiporefleksi, reflek patologis
negatif, normotonus dan eutrofi. Ekstrimitas bawah dalam batas normal. Pada pemeriksaan sensorik tidak
didapatkan gangguan, tidak ada gangguan BAB dan BAK. Tidak didapatkan riwayat pemakaian obat-obatan
tertentu. Kemudian dokter menguntruksikan untuk dilakukan pemeriksa an EMG dan MRI Thorak
PTOSIS BILATERAL: istilah medis untuk turunnya kelopak mata bagian atas. Kondisi ini dapat mempengaruhi
satu atau kedua mata. Ketika ujung kelopak mata atas turun, bagian atas daerah pandangan anda mungkin menjadi
terhalang. Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan, timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai
kelelahan, dan bertambah berat sepanjang malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda
merupakan tanda awal myasthenia gravis. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis mata
(mengerutkan dahi).
TONUS: otot yang dirasakan oleh pemeriksa ketika melakukan gerakan sendi secara pasif sepanjang range of
movement ( ROM ).
Cara pemeriksaan :
Tonus lengan
1. Pegang tangan pasien seperti ingin bersalaman, dan tahan lengan bawah. Lalu lakukan pronasi dan
supinasi lengan bawah. Selanjutnya putar tangan pada pergelangan tangan.
2. Tahan lengan bawah dan siku, kemudian gerakan tangan sampai jangkauan fleksi dan ekstensi menjadi maksimal
pada siku.
Tonus tungkai
1. Tonus pada lutut : letakkan tangan anda dibelakang lutut, tangan satu lagi dopergelangan kaki
kemudian lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada lutut.
2. Tonus pergelangan kaki : tahan pergelangan kaki, lalu lakukan gerakan fleksi dan dorsofleksi pada kaki.
Interpretasi :
Normotonus : tahanan ringan dirasakan disetiap arah gerak
Hipotonus : tonus menurun. Tahanan dirasakan hilanga saat digerakan.
Hipertonus : tonus meningkat.
Lead pipe rigidity ( seperti membengkokkan besi )
Cogwheel rigidity ( seperti gigi roda )
TROFI
Cara pemeriksaan :
Lakukan pengukuran menggunakan pipa meteran pada kedua sisi ekstremitas, pada titik –titik pengukuran seperti
berikut :
10 cm dibawah fossa cubiti
10 cm di atas fossa cubiti
10 cm dibawah lutut
10 cm di atas lutut
Interpretasi :
Abnormal bila terdapat perbedaan > 2 cm antara ekstremitas kiri dan kanan.
HIPOREFLEKSIA: adalah kondisi saat reaksi refleks seseorang berkurang atau bahkan tidak dapat merespons
rangsangan yang diberikan.
REFLEKS PATOLOGIS: respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Refleks patologis pada
ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable dan lebih mempunyai korelasi secara klinis
dibandingkan pada ekstremitas atas.
REFLEKS FISIOLOGIS: adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan
terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang
muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan
terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot
anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Interpretasi
pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya.
1. Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi
lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.
2. Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
5. Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena
kontraksi m.quadrises femoris.
6. Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.gastroenemius.
15. Reflek Moro : Refleks memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
16. Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, hasil positif pada
bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )
17. Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi
18. Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi
19. Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
KELAINAN NMJ
Miasterna gravis = penyakit autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu
kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga
jumlah AchR di neuromuskular juction berkuran
ETIOLOGI: AUTOIMUN CUY!! Sebanyak 60% kasus dihubungkan dengan suatu hiperplasia reaktif sel
B intratimus yang abnormal (sering disebut hiperplasia timus), dan 20% lainnya dikaitkan dengan timoma
(tumor sel epitel timus) (Bab 11).
FAKTOR RESIKO: semua umur, dan (seperti banyak penyakit autoimun lain) lebih sering pada wanita.
Puncak kejadian pada wanita terjadi pada umur 20-30 tahun , sedangkan pada laki-laki dapat terjadi pada
umur 60 tahun. Bayi dari ibu dengan Miastenia gravis dapat memperoleh antibodi anti AchR saat lahir
PATOGENESIS: hyperplasia timus/tumor epitel timus Lesi-lesi timus mengganggu toleransi terhadap
antigen sendiri (self antigens) pertumbuhan sel B dan T autoreaktif autoantibodi memblok fungsi
reseptor asetilkolin pascasinaps di lempeng akhir motorik (motor end plates) degradasi dan hilangnya
reseptor asetilkolin penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu rasa sakit
pada pasien
MANIFESTASI KLINIS: Kelemahan otot yang progresif di seluruh tubuh, termasuk tangan dan kaki
asimetris terjadi dengan penggunaan otot secara berulang dan menghilang atau membaik dlm bbrp menit
atau kurang dr 1 jam dengan istirahat.
Otot mata = penglihatan ganda (melihat benda menjadi ada dua atau disebut diplopia) dan turunnya kelopak
mata secara abnormal (ptosis) muncul sbg gejala awal
Otot wajah = penderita menggeram saat berusaha tersenyum serta penampilan yang seperti tanpa ekspresi
otot faring (suara sengau)
Otot pernafasan = sesak nafas, krisis Miastenia gravis atau krisis miastenik karena infeksi
MACAM MG
a. Kelompok I Miastenia Okular : hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat
ringan dan tidak ada kasus kematian (15-20 %)
b. Kelompok II A : Miastenia umum ringan : progres lambat, biasanya pada mata , lambat laun menyebar
ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena, respon terhadap terapi obat baik angka
kematian rendah (30 %)
c. Kelompok II B : Miastenia umum sedang : progres bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular,
lalau berlanjut semakin berat dengan terserangnya otot-otot rangka dan bulbar. Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas. (25 %)
d. Kelompok III: Miastenia fulminan akut : progres yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinggi. Respon terhadap
obat bururk dan angka kematian tinggi. (15%)
e. Kelompok IV : Miastenia Berat lanjut : timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala
kelompok I atau II. Respon terhadap obat dan prognosis buruk. (10 %)
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
- penggunaan atau stimulasi elektrofisiologis berulang pada otot memperburuk kelemahan, sedangkan
- penggunaan inhibitor kolinesterase memperbaiki kekuatan secara menakjubkan
Tes klinik sederhana:
a). Tes watenberg/simpson test : memandang objek di atas bidang antara kedua bola mata > 30 detik,
lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).
b). Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan menghilang secara bertahap (tes
positif).
Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Endrofonium = antikolinesterase kerja pendek yang memperpanjang kerja acetilkolin pada nerumuscular
juction dalam beberapa menit.
Cara pemeriksaan: disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena selama 15 detik, bila dalam 30 detik tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena.
Interpretasi: Segera setelah tensilon disuntikkan kita harus memperhatikan otot-otot yang lemah seperti
misalnya kelopak mata yang ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh Miastenia gravis, maka
ptosis itu akan segera lenyap
Uji Prostigmin (neostigmin)
Cara pemeriksaan: disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila perlu,
diberikan pula atropin 0,8 mg).
Interpretasi: Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh Miastenia gravis maka gejala-gejala seperti
misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap
Laboratorium
Anti striated muscle (anti-SM) antibody Tes: salah satu tes yang penting pdpenderita Miastenia gravis.
Interpretasi: hasil positif pada sekitar 85% pasien yang menderita timoma dalam usia kurang dari 40 tahun
dan pasien tanpa timoma anti-SM Antibodi dapat menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih
dari 40 tahun
Elektrodiagnostik = memperlihatkan defek pada transmisi neuro muscular
Teknik Single-fiber Electromyography (SFEMG) =mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular
fiber berupa peningkatan titer dan fiber density yang normal. Karena menggunakan jarum single-fiber,
yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita dan bs membedakan etiologi peny krn
otot atau saraf
#titer = variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yg
sama
#fiber density = jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam
Teknik Repetitive Nerve Stimulation (RNS) = Pada penderita Miastenia gravis terdapat penurunan jumlah
reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS terdapat adanya penurunan suatu potensial aksi
Gambaran Radiologi
Chest x-ray (foto roentgen thorak) = thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian
anterior mediastinum. Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma
ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada
semua kasus Miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan
apabila diagnosis Miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan
untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak
MERAH = https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-1-_-Miasthenia-Gravis.pdf
HITAM = Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.