Step 2
TEORI PENUAAN
Menurut teori ini, menua telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu, tiap inti sel
memiliki suatu jam genetik yang akan menghitung proses mitosis dalam proses replikasi sel. Jam
genetik tersebut dapat menghentikan proses replikasi sel sehingga sel tersebut tidak dapat
melanjutkan proses kehidupan, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
katastrofe. Konsep “genetic clock” didukung fakta bahwa konsep ini dapat menerangkan mengapa
spesies tertentu memiliki harapan hidup yang berbeda. Secara teori jam tersebut dapat diputar
kembali karena pengaruh lingkungan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-
obatan atau tindakan tertentu. Salah satu pengembang teori ini adalah teori Telomer, yang
menyatakan bahwa setiap proses mitosis sel akan memendekkan telomer Deoxyribonucleic acid
(DNA) sehingga dapat membatasi kemampuan sel dalam membelah di kemudian hari.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan mutasi somatik adalah faktor lingkungan. Faktor
lingkungan berupa radiasi dan zat kimia dapat menurunkan kemampuan fungsional sel melalui
mutasi progresif pada DNA sel somatik. Hipotesis “Error Catastrophe” menyebutkan bahwa menua
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan sepanjang hidup dan berlangsung dalam waktu lama.
Kesalahan pada proses transkripsi maupun translasi menyebabkan kesalahan dalam pembentukan
enzim sehingga dapat menyebabkan reaksi metabolisme yang salah. Kesalahan ini berkembang
secara eksponensial, namun dapat diperbaiki dalam batas tertentu. Kesalahan yang terus terjadi
dapat menyebabkan sintesis protein atau enzim yang salah sehingga menimbulkan metabolit
berbahaya. Kesalahan yang semakin banyak inilah yang menyebabkan terjadinya katastrofe.
Mutasi berulang atau perubahan protein paska translasi dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun dalam mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi somatik dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, hal ini dapat menyebabkan sistem
imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai benda asing. Hal inilah
yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Sistem imun tubuh mengalami penurunan
karena proses menua. Salah satu konsekuensi adalah kerentanan terhadap kejadian kanker. Pada
lansia pertahanan sistem imun tubuh terhadap sel kanker menurun sehingga sel kanker dapat
membelah secara lebih leluasa. Hal inilah yang menyebabkan kejadian kanker meningkat pada usia
lanjut.
Radikal bebas adalah molekul yang tidak memiliki elektron berpasangan. Molekul ini terbentuk
didalam tubuh sebagai produk samping dari proses normal metabolisme pernafasan di dalam
mitokondria. Pada organisme aerobik, radikal bebas umumnya terbentuk pada saat respirasi aerob
di dalam mitokondria, dimana 90% oksigen yang diambil tubuh masuk kedalam mitokondria. Pada
proses respirasi, oksigen dilibatkan dalam pengubahan bahan bakar menjadi adenosin triposfat
(ATP) yang menghasilkan molekul radikal bebas sebagai zat antara. Radikal bebas yang terbentuk
adalah: superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), dan peroksida hidrogen (H2O2). Radikal bebas
bersifat merusak akrena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak
tak jenuh, seperti membrane sel dan gugus atom sulfur hydrogen (SH).3 Radikal bebas
dihubungkan dengan terjadinya kerusakan DNA, hubungan silang kolagen dan akumulasi pigmen
penuaan. Oksidasi radikal bebas terhadap molekul LDL (Low Density Lipoprotein) menghasilkan LDL-
teroksidasi yang mudah menempel pada pembuluh darah menjadi plak aterosklerosis.3 Dari
penyebab-penyebab terjadinya proses penuaan, dapat dilakukan upaya untuk pencegahan proses
penuaan seperti pencegahan kejadian radikal bebas, manipulasi sistem imun dan perbaikan intake
makanan atau metabolisme.
Penambahan usia pada seseorang terutama pada usia lanjut dapat menimbulkan kemungkinan
terjadinya perubahan anatomi atau fungsi organ, keadaan patologik dan pengaruh psiko-sosial
pada fungsi organ. Perubahan akibat proses menua pada lansia dapat mengakibatkan perubahan
pada sistem tubuh, diantaranya: sistem panca-indra, gastrointestinal, kardiovaskuler, respirasi,
endokrin, urogenital, imunitas, saraf, kulit dan muskuloskeletal. Peneliti Andres dan Tobin
memperkenalkan “hukum 1%” yang menyatakan bahwa fungsi organ-organ akan menurun
sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah seseorang mencapai usia 30 tahun. Penelitian lain
menyatakan bahwa penurunan tersebut tidak sedramatis seperti pernyataan Andres dan Tobin,
tetapi terdapat fakta bahwa terdapat penurunan fungsional secara nyata pada seseorang setelah
berusia 70 tahun. Kemampuan fungsional tetap stabil sampai usia 65 tahun, setelah itu akan
berkurang perlahan. Penurunan kekuatan disinyalir berkurang sekitar 15% per dekade pada usia 50-
70 tahun.
Perubahan sistem lokomotorik (otot) pada usia lanjut meliputi terjadinya atrofi pada serabut
otot, baik dalam jumlah atau ukurannya yang dapat disebabkan oleh gangguan metabolik dan
degenerasi fungsional. Massa dan berkas otot menghilang sehingga terjadi penurunan kekuatan
fisik seperti distabilitas, keterbatasan jangkauan dan kecepatan gerak sebagai akibat dari
gabungan kelemahan otot dan kaku sendi.
Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban. Menurut Depkes RI, kekuatan
otot adalah tenaga atau gaya atau tegangan yang dihasilkan otot atau sekelompok otot pada
kontraksi maksimal. Kontraksi diawali dengan terjadinya tumpang tindih antara filamen aktin dan
miosin. Filamen aktin dan miosin tersusun dalam pita periodik yang disebut sarkomer dan urutan
berulangnya membentuk pipa yang disebut serabut. Otot-otot di persarafi oleh neuron motor.
Kombinasi neuron motor tunggal dan serabut otot yang di persarafi oleh cabangnya disebut unit
motor. Perubahan kekuatan otot karena usia dapat dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran otot yang
berubah menjadi atrofi dan hipoplasia, penurunan unit motor lambat dan cepat serta adanya
atrofi pada serabut otot tipe I dan II. Serabut otot tipe II merupakan serabut cepat yang mempunyai
potensial glikolitik lebih tinggi, kapasitas oksidatif rendah dan respon lebih cepat dibandingkan tipe I
(serabut lambat). Terjadi konversi dari serabut tipe II ke tipe I karena respon adaptif potensial.
Pada otot lansia, penurunan serabut tipe I dan II mengakibatkan perubahan fungsi otot terutama
kekuatan otot. Penurunan sintesis protein otot seperti aktin dan miosin dapat menyebabkan
penurunan kekuatan otot. Hal tersebut dapat terjadi karena aktin dan miosin merupakan komponen
penting dalam kontraksi otot. Penurunan sintesis protein yang diiringi dengan peningkatan
degradasi protein otot pada lansia berdampak pada kekuatan otot. Dari uraian di atas, terlihat
bahwa proses penuaan dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot secara umum.
3. Why she loss her weight and body shaped seemed smaller ?
Peraturan perubahan asupan makanan dengan bertambahnya usia, yang mengarah ke apa yang
telah disebut "fisiologis anoreksia penuaan." Jumlah kolesistokinin sirkulasi, satiating
hormon, meningkatkan sirkulasi. Zat lain juga diduga menyebabkan kenyang.
Interaksi antara otak dan usus memperoleh perhatian meningkat sebagai anoreksia mekanisme
dan penurunan berat badan berikutnya. Sebuah proses yang sangat kompleks yang melibatkan
sensasi rasa, saraf dan humoral signaling dari saluran pencernaan, dan neurotransmiter dan
peptida di hipotalamus atau daerah otak lainnya mengatur asupan makanan dan, akibatnya,
energi homeostasis. Psikososial dan stres spiritual juga dapat mempengaruhi sensasi
kelaparan, nafsu makan, atau kenyang.
Kehilangan massa tubuh adalah umum pada orang tua.
Usia lanjut juga terkait dengan penurunan laju metabolisme basal serta dengan perubahan
dalam arti rasa dan bau.Diet terlalu terbatas, seperti rendah lemak dan garam, dapat
menyebabkan penurunan asupan; Oleh karena itu, diet khusus atau terbatas (rendah
kolesterol, garam, atau permen terkonsentrasi) sering mengurangi asupan makanan tanpa
secara signifikan meningkatkan status klinis.
Peran sitokin inflamasi, termasuk faktor nekrosis tumor (TNF, sebelumnya Cachectin),
interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6, juga telah dirumuskan.Perubahan fisiologis dalam
peraturan asupan makanan berlangsung, bahkan di hadapan lemak tubuh meningkat dan
peningkatan tingkat obesitas yang terjadi dengan usia, beberapa di antaranya dapat dijelaskan
oleh alteredpatterns aktivitas fisik.
Secara umum, individu berusia 65 tahun dan lebih tua mengalami hilangnya ringan
berat badan, yang dekat dua kali lipat dari adiposity, dan kerugian massa non-lemak yang
signifikan dari 5% sampai 15%. Sarkopenia, hilangnya massa otot rangka-dan dengan
demikian menyebabkan hilangnya protein-mungkin memainkan peran penting dalam IWL.
Hilangnya otot dapat menjadi hasil dari keseimbangan nitrogen negatif yang terjadi dengan
penuaan normal dan dengan asupan protein yang tidak memadai, yang umumnya diamati di
kalangan orang tua.
Usia terkait perubahan hormon anabolik dapat berkontribusi untuk cangkir
massa kerugian. Kadar testosteron rendah pada pria berkorelasi dengan hilangnya
massa tubuh ramping, dan hilangnya estrogen selama menopause dikaitkan dengan
hilangnya massa non-lemak pada wanita.Hormon pertumbuhan muncul untuk memainkan
peran penting dalam komposisi tubuh; tingkat hormon pertumbuhan dapat menurun sebesar
14% per dekade. telah ditemukan bahwa penggantian hormon pertumbuhan pada orang tua
hasil dalam meningkatkan tubuh ramping massand mengurangi massa lemak
Perubahan lain yang terjadi adalah otot siliaris yang memegang lensa menjadi lebih lemah dan
kendor sehingga diameter pupil menurun.
Perubahan pada permukaan kornea adalah menjadi lebih datar, tebal, dan tekstur yang kasar
Hal ini berakibat pada penurunan kemampuan membuat focus lebih jelas dan penurunan
kemampuan mengubah focus jauh ke dekat atau dekat ke jauh terjadi astigmatimus (sinar yang
masuk ke mata tidak focus di satu titik di retina akibat dari tidak samanya kurvatura kornea)
Kesulitan dalam adaptasi terang gelap terjadi akibat penurunan ukuran pupil (miosis). Orang lansia
memerlukan waktu 3x lebih lama daripada orang usia muda (20 tahun) untuk dapat melihat dari
lingkungan gelap ke terang.
Atropi iris kekakuan dan penebalan serat otot polos menyebabkan pupil miosis sehingga
memerlukan lebih banyak cahaya untuk dapat berfungsi optimal.
Kesulitan membedakan warna terjadi akibat perubahan warna pada lensa mata menjadi lebih
kuning sehingga kesulitan mengidentifikasi warna biru, hijau, dan ungu. Hal ini juga disebabkan oleh
karena penyempitan pupil.
Sensitive terhadap cahaya, mudah silau terjadi akibat peningkatan kepadatan lensa sehingga
meningkatkan sensitifitas untuk terjadinya silau. Cahaya yang mengenai benda lebih padat akan
memantulkan atau membiaskan cahaya secara tidak teratur sehingga menjadi silau.
Penurunan lapang pandang terjadi akibat perubahan kepadatan lensa, pupil miosis dan perubahan
pada kornea.
Penurunan produksi air mata pada usia lanjut menyebabkan mata kering, mata akan mudah
iritasi dan infeksi tetapi tidak mengganggu penglihatan.
HEARING LOSS
Penurunan kemampuan pendengaran terjadi akibat perubahan degenerasi dan atropi koklea, organ korti,
stria vaskularis, dan gangguan saraf auditoris kortikalis.
Faktor resiko :
a. Genetik
b. Factor lingkungan
c. Jenis kelamin
Penurunan pendengaran lebih cepat terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini juga
dihubungkan dengan kadar hormone estrogen dan androgen yang makin rendah maka makin mudah
timbul penurunan pendengaran.
d. DM
Lebih mudah terjadi pada pasien DM tipe 1 maupun 2. Pada pasien DM tingginya kadar gula darah
memicu terjadinya hipoksia seluler dan terbentuknya ROS atau produk metabolic lainnya yang
merusak mikrotubulus dengan jaringan kolagen sel auditorius
e. Penyakit kardiovaskular
f. Gaya hidup
Merokok, kurang olahraga dan diet yang tidak sehat beresiko terjadi penurunan pendengaran
g. Factor psikologis
5. Why she feels dizzy and easy to fall especially from sitting to standing ?
Pusing = kekurangan suplai O2 karena atrofi dari otot yang mengalami proses aging, di otot
yang dijantung,shg nanti penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga pemompaan tdk
maksimal
Easy to fall = penurunan massa otot , karena penurunan sintesis protein yg berefek pada
perbaikan masa otot
6. What the corellation she hasnt got period 5 years ago and aging ?
DEFINISI MENOPAUSE
Rahman (Marettih, 2012) mengatakan menopause terjadi pada usia menjelang 50 tahun yang ditandai
dengan berhentinya haid terakhir dari uterus yang dipengaruhi oleh hormon-hormon dari otak dan sel-sel
telur. Drajat (Marettih, 2012) mendefinisikan menopause sering disebut sebagai peralihan masa
reproduksi ke masa non reproduksi (tua) dimana kemampuan alat-alat reproduksinya mulai menurun yang
disebabkan berkuranganya hormon estrogen dan progesterone yang mulai memegang peranan sangat
penting dalam berbagai aktivitas tubuh.
TAHAP MENOPAUSE
Meski nama menopause itu spesifik, tapi transisi menopause membutuhkan periode yang cukup lama.
Oleh karena ini, menopause atas empat tahap (Zulkarnaern, 2003, Stewart, 2005, & The Society of
Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 2006; dalam Prasetya, Firmiana, & Imawati, 2012), yaitu:
a. Premenopause adalah masa antara 40 tahun dan dimulainya siklus haid mulai tidak teratur
b. Perimenopause adalah masa diantara premenopause dan menopause, ditandai dengan tubuh mulai
berkurang dalam memproduksi hormon perempuan (ekstrogen dan progesterone). Rata-rata usia
masa perimenopause pada rentang usia 39 tahun sampai 51 tahun. Masa menopause adalah 2-8
tahun (rata-rata 5 tahun).
c. Menopause adalah masa dimana fungsi ovarium berhenti dan seorang perempuan tidak lagi
mendapatkan haid.
d. Pascamenopause adalah waktu ketika perempuan telah mencapai menopause, tepatnya 12 bulan
setelah menopause. Saat mengalami masa pascamenopause, perempuan akan mengalami isu
kesehatan jangka panjang, misalnnya osteoporosis dan gangguan kardiovaskluar. Oleh karena itu,
ketika mencapai menopause, adalah masa tepat bagi perempuan untuk memeriksa kesehatan secara
keseluruhan dan pilihan hidup yang bisa mengatasi masalah kesehatan jangka panjang.
c. Jumlah anak.
Makin sering melahirkan, makin tua baru memasuki menopause.
e. Merokok.
Perempuan perokok kelihatannya akan lebih muda memasuki usia menopause dibandingkan dengan
perempuan yang tidak merokok.
g. Sosio-ekonomi.
Menopause juga dipengaruhi oleh faktor status sosio ekonomi, di samping pendidikan dan pekerjaan
suami. Begitu juga hubungan antara tinggi badan dan berat badan perempuan yang bersangkutan
juga termasuk kepada faktor sosio- ekonomi.
Sumber : Asbar, Anya. 2018. Hidup Berkualitas (studi kasus pada perempuan menopause). Jurnal
Perempuan, Agama dan Jender (p-ISSN: 1412-6095|e-ISSN: 2407-1587) Vol. 17, No. 1, 2018, Hal. 96 – 107
7. What is the risk factor can fasten the aging process ?
- Paparan bahan kimia,polusi,asap rokok produksi rb yg berikatan dgn asam lemak
bebas
- Gizi buruk
- Stress yg berlebih,hormon kortisol yg menekan sistem imun,meningkatkan kadar gula
darah dan mengikis tulang
- Sinar matahari mempercepat penuaan kulit,hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen
kulit
- Pemakaian obat” yg tdk terkontrol mengakibatkan penrunan hormon mll mekanisme
feedback hormonal
Perubahan-perubahan Fisik
1. Sel.
• Lebih sedikit jumlahnya.
• Lebih besar ukurannya.
• Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
• Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
• Jumlah sel otak menurun.
• Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
• Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persarafan.
• Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam
setiap harinya).
• Cepatnya menurun hubungan persarafan.
• Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
• Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
• Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
• Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun.
• Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
• Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
• Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan
jiwa/stres.
4. Sistem Penglihatan.
• Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
• Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
• Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
• Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
• Hilangnya daya akomodasi.
• Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
• Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem Kardiovaskuler.
• Elastisitas dinding aorta menurun.
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
• Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk
ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
• Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
• perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
• Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme
yang menurun.
• Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya
aktivitas otot menurun.
7. Sistem Respirasi
• Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktivitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
• Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
• Kemampuan untuk batuk berkurang.
• Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
• Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
• Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
• Eosephagus melebar.
• Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Daya absorbsi melemah.
1. Osteoporosis
Osteoporosis is a skeletal disorder characterized by a decrease in bone mass which
may result in mechanical failure of the skeleton. The decrease in bone mass is an age-
related phenomenon. Beginning in the fourth decade there is a linear decline in bone mass
at a rate of about 10 percent per decade for women and 5 percent per decade for men.
Thus, by the eighth and ninth decades 30 percent to 50 percent of the skeletal mass may
be lost. The decrease in bone mass is due to a relative increase of bone resorption over
formation but the basis of this is unknown. Hormonal factors certainly play a role since
women are more susceptible than men and the rate of development of osteoporosis in
women accelerates after menopause. Moreover, low-dose estrogen therapy can arrest or
retard bone loss if begun shortly after the menopause.
2. Hypertension
A progressive increase in blood pressure after the first decade of life has long been
regarded as a normal consequence of aging and was the basis for ignoring the presence of
hypertension in the elderly. Only in the past decade or so have prospective studies
provided evidence of the grave portents of hypertension for the older age group as well as
the young and the potential preventive value of early treatment. The elevation with age is
more pronounced for systolic than diastolic
2) Inkontinensia urin kronik (persisten): Inkontinensia urin tidak berkaitan dengan kondisi
akut dan berlangsung dengan lama (lebih dari 6 bulan) ada 2 penyebab Inkontinensia urin
kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena
kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor.
Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi 4 tipe (stress, urge, overflow ,
fungsional). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau
persisten:
a) Inkontinensia urin tipe stress: Inkontinensia urin terjadi apabila urin dengan secara tidak
terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul,
operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk,
mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada
rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan dengan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.
b) Inkontinensia urin tipe urge: timbulnya pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang
tidak stabil, di mana otot ini bereaksi secara berlebihan Inkontinensia urin dapat ditandai
dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul manifestasinya
dapat merupa perasaan ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang kali
(frekuensi) dan kencing di malam hari (nokturia).
c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat
isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot
detrusor kandung kemih
10. How to do the proper and healthy diet and also healthy lifestyle for geriatri ?
- Mengandung nutrisi yg cukup = sayuran,konsumsi vitamin,olahraga low impact (cardio
rendah-sedang senam aerobik,bersepeda),hindari rokok,tidur scr teratur min 8
jam,mengurangi pekerjaan berat,minum 8 gelas sehari