Anda di halaman 1dari 11

Perubahan-Perubahan Fisiologis Akibat Penambahan Usia (Aging)

Irfan Idris

Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

Pendahuluan

Secara normal (fisiologis) sel-sel tubuh akan mengalami penurunan fungsi setelah mencapai usia
tertentu, dan hal inilah yang secara mudah dipahami sebagai proses aging. Remodeling tulang akan
mulai terganggu pada usia 35 tahun, massa otot berkurang 10-15% setiap 10 tahun, pendengaran dan
penglihatan mulai menurun setelah 40 tahun, daya ingat (memori) berkurang pada usia 70 tahun,
kemampuan pernafasan dan jantung juga berkurang signifikan pada usia 70 dan 80 tahun.

Namun demikian penyakit-penyakit yang menyerang tubuh menyebabkan penurunan fungsi sel-sel
atau organ berlangsung lebih cepat dari seharusnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa penyakit-
penyakit tersebut sebaiknya dicegah atau diobati agar fungsi sel dapat kembali dan menurun sesuai
waktunya.

Seseorang dapat dianggap memiliki umur kronologis dan umur biologis. Umur kronologis adalah umur
sesuai waktu sejak dilahirkan sementara umur biologis adalah umur seseorang sesuai fungsi organ-
organnya. Seorang yang hidup sehat dianggap umur kronologisnya sama dengan umur biologisnya,
tetapi seorang yang sakit-sakitan maka dianggap umur kronologisnya tidak sesuai dari umur
biologisnya. Misalnya seorang yang menderita kelumpuhan di usia 30 tahun, maka dapat dianggap
bahwa secara umur kronologisnya jauh lebih muda dibanding usia biologisnya, tetapi seorang atlit
yang sehat yang masih mengikuti kompetisi lari di usia 80 tahun dapat dianggap usia biologisnya lebih
muda dari usia kronologisnya.

Berkembangnya teknologi di bidang kesehatan dan kedokteran sejalan dengan makin banyaknya
orang-orang yang berusia lanjut (usila). Keadaan ini menjadi masalah tersendiri, sebab penambahan
usia lanjut mengindikasikan banyaknya masalah-masalah kesehatan yang secara normal akan timbul
akibat proses aging yang fisiologis. Di negara-negara maju, dengan usia harapan hidup yang lebih
tinggi, masalah kesehatan pada populasi usia lanjut menjadi obyek studi dari ilmu Geriatri yang
merupakan cabang dari ilmu Gerontologi.

Saat ini penuaan (aging) pada mamalia dapat dibagi dalam 3 kategori utama yang berjalan serial yaitu
1) perubahan molekuler 2) gangguan fungsi mitokondria dan 3) kelelahan stem cell (stem cell
exhaustion) dan perubahan komuniaksi antar sel. Ketiga hal inilah yang mendasari perubahan pada
sel, jaringan, organ dan system pada manusia akibat aging.

* Bahan ajar ini selanjutnya akan membahas secara singkat beberapa perubahan fisiologi akibat
-off
penambahan usia pada : telomere, metabolisme energi, sistem saraf, kardiovaskuler, pernafasan,

--
sistem endokrin, otot dan tulang dan-
sistim immune.

1
Telomere
A
Telomere adalah urutan DNA (TTAGGG) yang membentuk protein tertentu dan berada pada ujung
kromosom. Telomere menjaga stabilitas dari DNA pada kromosem agar tetap stabil. Pada setiap
pembelahan sel telomere ini akan memendek, sehingga mencapai suatu kondisi tidak lagi dapat
membelah dan menuju kematian sel. Sel yang tua dapat dinilai dari makin pendeknya telomere pada
ujung kromosome. Telomere yang memendek (pada usia tua) telah mengalami kerusakan sehingga
menjadi sebab timbulnya gangguan-gangguan pada organ yang disebit sebagai proses aging.
Pemendekan telomere ini menyebabkan perubahan di tingkat gen, selluler senescence, >meningkatnya
- -
ROS, menurunnya fungsi mitokondria, -
yang mendasari semua penurunan fungsi organ pada manusia.

Telomere

Gambar : Pemendekan telomere (telomere dysfunction) menjadi dasar gangguan ditingkat selluler
yang tentu akan berdampak pada organ.

Perubahan metabolisme energi

Studi Rolls dkk, 1995 dan Morley dkk, 1997 yang memberi makanan pada usila dan kelompok usia
muda melaporkan terdapat kompensasi yang tidak proporsional pada kelompok usila dibanding usia
muda. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi gangguan pengaturan intake energi pada manusia akibat
penambahan usia /aging. Demikian juga orang tua yang dibatasi makanannya, tidak mengeluh lapar
dibanding orang muda.

Gambar berikut memperlihatkan mekanisme perubahan metabolisme energi pada orang tua yang

menyebabkan perubahan pada pusat lapar dan pusat kenyang. Sel-sel pada pengecapan (taste) dan
penciuman (smell) yang berkurang/rusak akibat penambahan usia akan menyebabkan aroma
makanan menjadi berkurang. Dilaporkan bahwa makanan favorit yang amat disukai pada usia muda
segera ditinggalkan oleh banyak orang tua akibat gangguan pada reseptor-reseptor di taste buds dan
penciuman ini.

2

Didapatkan juga adanya perlambatan pengosongan lambung pada orang tua, akibat gangguan saraf
otonom. Saraf parasimpatis yang mempercepat gerakan pada lambung tidak berfungsi seperti saat

usia muda lagi, sehingga terjadi perlambatan pengosongan lambung. Hormon kolesistokinin (CCK) juga
dilaporkan meningkat pada orang tua sehingga menyebabkan gerakan pengosongan lambung menjadi
terhambat. CCK adalah hormon yang dihasilkan oleh duodenum bila terdapat makanan pada
duodenum yang bertujuan untuk mendigesti makanan yang ada pada usus halus sebelum datangnya
makanan dari arah lambung. Pada orang tua CCK lebih tinggi 5 kali dibanding pada usia muda. Karena

penghambatan pengosongan lambung, kadar glukosa, asam lemak bebas (FFA), insulin dan glukagon

cenderung tetap meninggi dalam darah sehingga merangsang neuropeptida Y (NPY) untuk mambawa
sinyal ke otak untuk menghambat pusat lapar (hunger center) dan merangsang pusat kenyang (satiety
center).

Mitokondria dalam sel berfungsi menghasilkan energi, jika zat-zat nutrisi yang berasal dari
karbohidrat, lemak dan protein telah memasuki sel. Mitokondria inilah yang berperan menjalan
serangkaian reaksi kimia agar bahan nutrisi dapat diubah menjadi ATP yang akan menjadi sumber
energi bagi setiap sel untuk beraktifitas. Pada aging, telah dibuktikan bahwa terjadi penurunan fungsi
metabolisme pada mitokondria, sehingga terjadi penurunan fungsi pada semua sel. Beberapa studi
melaporkan bahwa sebenarnya terjadi “biphasic mitochondria activity”, sejak kecil sampai usia muda
aktifitas mitokondria meningkat dan puncaknya pada usia pertengahan, kemudian terjadi penuruan
fungsi metabolik mitokondria sesuai penambahan usia (aging). Pada mitokondria yang aging, maka
didapatkan banyak mutasi pada protein-protein yang menyusun “respiratory chain” seperti MCLK-1,
enzym Acetyl-CoA sehingga terjadi pembentuk Reactive Oxygen/Nitrogen Species (ROS/RNS) yang
dapat merusak dinding-dinding sel dan menicu proses apoptosis sel. Hal ini pada gilirannya
mengurangi fungsi metabolik mitokondria dan akhirnya penurunan fungsi-fungsi sel.

3
Gambar yang menunjukkan penuruan aktifitas metabolik (mitokondria) akibat aging

Perubahan pada sistem saraf

Pada beberapa daerah di sistim saraf pusat, hanya sedikit atau tidak ada terjadi pengurangan jumlah
neuron sementara di tempat lain terjadi kehilangan jaringan otak dalam jumlah banyak tetapi
dikompensasi dengan ekspansi dendrite dan bertambahnya synaptogenesis pada neuron yang tersisa.
Perubahan struktur seluler otak dan fungsi sirkuit neuron dikontrol oleh molekul interseluler dan
signal transduction intraseluler.

Beberapa perubahan sistem signal transduction terjadi akibat proses aging. Sebagai contoh
mekanisme signal yang umum digunakan dan mengalami perubahan adalah phosphorilasi protein
(perubahan pada kinase dan phosphatase), homeostasis kalsium seluler, dan transkripsi gen. Juga
sistem seluler yang mengatur pembentukan protein (chaperone protein) dan degradasi protein
(proteosomal dan lysosomal system) seperti pada gambar di bawah ini. Sedang sistem
neurotransmitter yang mengalami perubahan akibat aging adalah dopaminergic signaling system
khususnya yang melewati D2 subtype receptor. Perubahan yang terjadi akibat aging berupa gangguan
neurodegeneratif yang dapat distimulasi oleh perubahan genetik atau faktor lingkungan, sedang
perubahan lainnya berupa mekanisme proteksi adaptif sel-sel saraf sebagai respon terhadap proses
aging.

4
Beberapa molekul yang penting pada otak dan susunan saraf pusat yang diduga berperan pada proses
③N ↓I
aging adalah neurotrophic factor, neurotransmitter, cytokines dan steroid. Neurotrophic factor
seperti neurotrophin ( brain-derived neurotrophic factor BDNF, nerve growth factor NGF,
neurotensin NT-3 dan NT-4,fibroblast growth factor FGF, glial-derived neurotrophic factor
GDNF, dan ciliar neurotrophic factor CNTF ) mempertahankan populasi neuron-neuron spesifik
otak pada proses aging dan penyakit-penyakit neurodegeneratif. Neurotransmitter seperti glutamat,
acetylcolin, dan dopamine juga berperan penting dalam mengatur sirkuit neuronal proses aging dan
gangguan neurodegeneratif. Steroid (estrogen dan testosteron) dan glukokortikoid yang mempunyai
peran langsung pada struktur dan fungsi otak , juga dilaporkan mengalami perubahan akibat proses
aging. Gambar di bawah ini menunjukkan peranan neurotropik faktor pada pembentukan sel-sel
neuron dan sel glial (supporting sel) dan efeknya bila kekurangan faktor tersebut.

5
Perubahan pada sistim kardiovaskuler

Studi cross setional pada manusia menunjukkan bahwa penebalan dinding dan dilatasi pembuluh
darah merupakan perubahan struktur yang penting pada arteri besar akibat aging (lihat tabel di
bawah). Demikian juga studi postmortem menunjukkan bahwa penebalan dinding aorta akibat aging
secara konsisten terjadi pada tunika intima meskipun pada populasi dengan insidensi yang rendah
kejadian aterosklerosis. Penebalan tunika intima-media (IM) pada arteri karotis secara epidemiologis
2 – 3 kali lipat antara umur 20-90 tahun pada populasi Baltimore Longitudinal Study of Aging (BLSA).

Penyakit jantung yang dilaporkan meningkat akibat penambahan usia adalah atrium fibrilasi (AF),
hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dan gagal jantung (HF). Pada manusia yang tidak menderita hipertensi
dan penyakit jantung didapatkan bahwa terjadi penebalan dinding ventriel kiri sesuai penambahan
usia baik pada pria maupun wanita, demikian juga terjadi pembesaran myosit pada individu usia lanjut
yang sehat. Selain itu, struktur kolagen myocard juga meningkat pada aging, demikian juga ratio
myosit : kolagen akan menetap atau meningkat sebab terjadi pembesaran ukuran myosit. Pada hewan
coba dilaporkan bahwa perubahan struktur fenotip jantung disebabkan oleh bertambahnya massa
ventirkel kiri (LV) akibat pembesaran myosit dan proliferasi matriks pada daerah myosit tersebut yang
berhubungan dengan perubahan pada jumlah dan fungsi fibroblast. Proses nekrosis dan apoptosis
juga mendasari berkurangnya jumlah myosit jantung. Regangan pada myosit dan fibroblast akan
menstimulasi signal growth factor (angiotensin II/TGF-) yang akan memodulasi pertumbuhan sel dan
-

matriks myosit, juga proses apoptosis.

6
Hal inilah yang menyebabkan pada usia tua terjadi peningkatan yang signifikan tekanan darah sistolik
dan diastolik, termasuk pada mereka yang sehat. Olehnya itu kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan stress pada orang tua sangat mudah menyebabkan peningkatan tekanan darah yang
menyebabkan timbulnya kelainan seperti stroke dan serangan jantung.

Perubahan sistim pernapasan

Kerentanan jalan napas umumnya terjadi pada usia tua dan dihubungkan dengan meningkatnya resiko
gangguan saluran napas dan menurunnya fungsi paru. Sampai saat ini, patogenesis yang mendasari
terjadinya kerentanan jalan napas masih belum jelas. Beberapa faktor dianggap berperan penting
pada kejadian atau memperberat gejala diantaranya fungsi paru yang menurun dan riwayat eksposure
pada rokok dan polutan eksternal .

Paru-paru yang tua (senile) ditandai dengan pelebaran yang homogen dan berlebihan dari ruang udara
(airspace). Jaringan ikat (connective tissue) paru mengalami perubahan berupa menurunnya elastic
recoil pressure sehingga menurunkan fungsi respirasi. Elastic recoil merupakan faktor penting yang
mengurangi berkurangnya kaliber jalan napas saat bronkokonstriksi. Selain itu, menurunnya elastic
recoil pressure akan menyebabkan berkurangnya traksi radial paru yang berada pada dinding-dinding
saluran napas sehingga menyebabkan hilangnya jaringan supporting yang menjaga mengembangan
saluran napas dan akhirnya memudahkan tertutupnya saluran napas, yang oleh Stanescu
digambarkan sebagai ”small airway obstruction syndromes”. Sebagai konsekuensinya adalah
menurunnya maximal expiratory flow rate (MEFR) yang mengakibatnya bertambahnya residual
volume (RV). Adanya udara yang terjebak (air trapping) dalam saluran napas dapat digambarkan
dengan meningkatnya ratio RV/TLC pada orang tua. Juga dilaporkan bahwa penuaan menyebabkan
* forced expiratory volume (FEV1) dan forced vital capactity (FVC) menurun sejak usia 35 tahun,
sehingga mengurangi ratio FEV1/FVC. Demikian juga terjadi peningkatan tekanan oksigen arterial
(resting arterial oxygen tension) yang menyebabkan pergantin udara di paru. Distribusi aliran darah
ke alveoli juga menjadi tidak merata akibat penuaan, densitas kapiler alveoli juga menurun sehingga
aliran darah ke paru juga menurun. Airflow yang menurun, closing volume yang bertambah,
meningkatnya konsumsi oksigen dan banyaknya produksi CO2 akan menurunkan efisiensi fungsi paru.

Perubahan pada dinding dada dan otot pernapasan akibat aging juga berdampak pada kemampuan
paru-paru untuk mengeluarkan mukus dan benda asing dari saluran nafas. Perubahan bentuk dada
akibat perubahan vertebra dan kekakuan pada tulang rusuk akan menurunkan fungsi paru-paru.
Kapasitas vital paru juga akan menurun akibat menurunnya elastic recoil paru dan perubahan dinding
dada tersebut. Kekuatan otot diafragma dan otot pernapasan, serta intervertebra space yang
menyempit menyebabkan dada menjadi lebih kecil dan kesemuanya ini menurunkan fungsi paru.

Pada tingkat seluler adanya apoptosis sel bronkoepitelial sehingga jumlah sel menurun, menyebabkan
fungsi saluran nafas terganggu. Epitel menjadi lebih tipis, silia2 juga menjadi sangat berkurang,
demikian juga mukus yang diproduksi untuk menjaga saluran nafas agar tidak mudah ditembus kuman
berkurang sehingga menjadi lebih mudah terinfeksi. Kesemua perubahan ini berjalan sesuai
penambahan usia.

Perubahan pada sistim endokrin

7
Menurunnya kadar hormone pertumbuhan (GH) dan hormone steroid seiring penambahan usia (aging
proses) akan menimbulkan somatopause, menopause dan andropause, sebab penurunan hormon-
hormon ini akan menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan kognitif individu. Juga dianggap
bahwa setelah manusia mencapai kapasitas reproduksinya yang maksimal maka secara alamiah
manusia diprogram menuju kematian. Hal ini terlihat dari menurunnya fungsi system immune,
meningkatnya produksi glukokortikoid dan sitokin yang berdampak negatif pada proses metabolisme,
densitas tulang, kekuatan otot, toleransi terhadap exercise, kognitif, dan mood.

Beberapa data dari hewan coba menunjukkan bahwa untuk melewati proses aging dengan ‘baik’ tidak
hanya membutuhkan ketersediaan zat atau molekul tetapi harus didukung oleh fungsi, kondisi dan
interaksi dengan sel-sel lainnya. Transplantasi hipofise tikus muda pada tikus tua meskipun sukses
menghasilkan beberapa hormone yang dibutuhkan, tetapi tidak dapat berfungsi optimal sebab
tidak/kurang didukung oleh sel-sel di sekitar hipotalamus yang dimiliki oleh tikus tua tersebut.

Terjadi perubahan amplitudo dan pulsasi pelepasan hormone akibat aging. Dalam banyak kasus,
frekuensi pelepasan (pulsasi) hormon lebih penting dibanding jumlah hormon yang dihasilkan, sebab
sel target memberikan respon maksimal bila frekuensi stimulasi mendekati frekuensi endogen yang
dibutuhkan oleh sel. Veldhuis dkk mendapatkan bahwa terjadi perubahan pulsasi dan periode
pelepasan yang ireguler dari GH, LH, testosterone, ACTH, cortisol, dan insulin selama proses aging.
Selain itu, perubahan irama biologis merupakan awal dari fase menopause. Efek ini nampaknya
disebabkan oleh perubahan pada nukleus suprachiasmatik (SCN) yang berperan sebagai circadian
pacemaker. Pada tikus tua, irama circadian menjadi tidak menentu dan amplitudonya menurun dan
hal ini disebabkan oleh perubahan transkripsi gen pada SCN. Pemberian cahaya yang mempengarui
irama circadian juga berbeda antara hewan tua dan muda. Pada penderita Alzheimer (AD), kadar
mRNA arginine vasopressin (AVP) pada siang hari dan malam hari sama dalam SCN, sementara pada
orang normal 3 kali lebih banyak pada siang hari dibanding malam hari. Alfa-1 adrenergik reseptor
pada SCN juga menurun pada usia pertengahan, demikian juga irama ekspresi VIP berubah dalam SCN
akibat aging. Jadi terdapat perubahan komponen regulasi dalam SCN akibat aging.

Perubahan pada otot dan tulang

Pada otot terjadi penurunan massa otot dan kekuatan otot akibat penambahan usia (aging) yang biasa
disebut dengan istilah sarcopenia yang terjadi pada usia 40-60 tahun. Penurunan massa otot inilah
yang menyebabkan insiden jatuh yang tinggi pada orang tua, perubahan life-style dan kualitas hidup.
Perubahan pada otot ini berupa menurunnya massa otot, menurunnya jumlah fiber otot, jumlah
“cross-sectional” fiber otot, penuruan proporsi type otot, penurunan tension (tekanan) otot, dan
menurunnya jumlah motorneuron otot. Penuaan menyebabkan banyaknya sel otot yang senescence
yang lambat berploriferasi sehingga secara keseluruhan jumlah sel yang baru lebih sedikit dari sel yang
mati, sehingga jumlah sel otot menurun. Penuaan juga menyebabkan banyaknya produksi myokine
seperti dan faktor inflamasi misalnya TNF-alfa, IL-6 dan IL-1. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan
pada sel otot untuk berploriferasi sehingga terjadi penurunan jumlah sel otot.

Pada tulang penambahan usia juga menyebab penurunan massa tulang (osteoporosis). Osteoporosis
menjadi masalah kesehatan yang utama sebab banyak terjadinya fraktur terutama pada tulang
pangkal paha, spine dan tangan bagian bawah. Penurunan otot dan tulang pada aging secara

8
bersamaan menyebabkan banyaknya kejadian jatuh pada orang tua, sebab data menunjukkan bahwa
75% penderita yang fraktur pada pangkal paha juga menderita sarcopenia. Data dari studi di eropa
yang memfollow up orang tua selama 1 tahun menunjukkan bahwa 56% jatuh 1 kali, 28% mengalami
jatuh berulang, dan 12% mengalami patah tulang (fraktur). Kejadian ini disebabkan oleh menurunnya
massa otot dan tulang.

Beberapa faktor yang dianggap penyebab menurunnya massa otot dan tulang antara lain adalah
A menurunnya hormon tertentu. Hormon estrogen pada wanita dianggap menjadi penyebab penting
osteoporosis dan sarcopenia, demikian juga testosteron pada pria. Growth Hormone, insulin-like
gorwth factor, Parathyroid Hormone dan Vitamin D juga adalah hormon-hormon yang menurun pada
penuaan dan menjadi penyebab menurunnya massa otot dan tulang. Beberapa fakto lain yang
menjadi pemicu menurunnya massa otto dan tulang adalah diet, berat badan yang berlebih, konsumsi
alkohol, exercise, diet dan lain sebagainya.

Gambar : Perubahan densitas tulang akibat penambahan usia

Perubahan pada sistim immun

Data klinik menunjukkan bahwa respon immune menurun pada orangtua dibanding mereka yang
berusia muda. Secara khusus terlihat bahwa orangtua mempunyai resiko tinggi mengalami infeksi
saluran napas, yang umumnya disebabkan oleh atypical organisme. Demikian juga dilaporkan bahwa
usila cenderung mengalami infeksi Staphylococcus aureus, tetanus, dan memberi respon yang sedikit
pada vaksinasi influenza. Juga orangtua cenderung mengalami infeksi dan sepsis setelah suatu trauma
dibanding anak muda.

Pada studi yang menstimulasi migrasi sel PMN dengan f-Met-Leu-Phe (fMLP), opsonized zymosan,
phorbol myristate acetate (PMA), atau calcium ionophore A23187 dijumpai jumlahnya tidak berbeda
pada jaringan gelatin, plastik dan endotel pembuluh aorta sapi antara usila dan usia muda. Demikian
juga kemampuan fagositosis tidak berubah pada penambahan usia, sebab beberapa studi yang
menghitung jumlah parafin oil atau sel ragi yang difagositosis oleh PMN sama pada usia tua dan usia
muda. Namun kemampuan mematikan sel (microbicidal) dari PMN menurun secara bermakna pada

9
penambahan usia. Kemampuan membunuh sel PMN untuk Candida albicans menurun 10-50% dan
Eschericia coli menurun 44% pada usia tua.

Kemampuan bakterisidal sel PMN menurun secara signifikan dengan menurunnya kemampuan sel
PMN menghasilkan reacive oxygen species (ROS). Pada studi dengan memberikan fMLP, interferon-
(IFN-), granulocyte/monocyte-colony stimulating factor (GMCSF) atau lipopolysaccharide (LPS) agar
sel PMN menghasilkan ROS didapatkan bahwa jumlah ROS menurun pada usia tua dibanding usia
muda. Berubahnya signaling intrasel seperti Ca+ signaling dan actin (cell-surface receptor movement)
pada sel PMN akibat aging juga berhubungan dengan menurunnya produksi ROS. Data-data ini
menunjukkan bahwa menurunnya produksi ROS mungkin sebagian disebabkan oleh rusaknya
signaling intrasel berupa menurunnya kemampuan actin untuk mentransport surface-cell ke sel PMN
akibat proses aging. Oleh Tortorela dkk didapatkan bahwa kondisi tingginya kadar ROS mampu
melindungi sel PMN dari proses apoptosis pada usia muda dibanding usia tua. Nampaknya pada usia
muda, mediator inflamasi tidak hanya melindungi sel PMN dari proses apoptosis tetapi juga
menstimulasi produksi ROS, dan pada usia tua kondisi ini menyebabkan sel PMN tua tidak mampu
menetralisir tingginya ROS yang dihasilkan oleh phagolisosome sehingga masuk ke kondisi pro-
apoptosis untuk memulai program cell-death.

*
Nampaknya selain sel PMN, beberapa sel-sel immun tubuh seperti sel dendritik, makrofag, NKT sel
juga mengalami penurunan fungsi dan jumlah akibat proses aging.

Bahan Bacaan

Ballak SB, Degens H, Haan Ad, and Jaspers RT. Aging related changes in determinants of muscle force
generating capasity : A comparison of muscle aging in men and male rhodent, Ageing Reseach
Reviews; 14 (2014): 43-55

Chakravarti D, LaBella KA, and DePinho RA. Telomeres : history, health, and hallmark of aging. Cell 184,
Januari 21, 2021, https://doi.org/10.1016/j.cell.2020.12.028

Cho SJ and Stout-Delgado HW, Aging and Lung diseases, Annu. Rev Physiol. 2020, 82 : 433-59

10
Curtis E, Litwic A, Cooper C, and Dennison E. Determinants of muscle and bone aging, J Cell Physiol,
2015; 230 : 2618-2625

Das SK, Moriguti JC, McCrory MA, Saltzman E, Mosunic C, Greenberg AS, and Roberts SB. An
underfeeding study in healthy men and women provides further evidence of impaired regulation of
energy expenditure in old age. J Nutr 131: 1833–1838, 2001.

Edward G. Lakatta and Daniel Levy : Arterial and Cardiac Aging: Major Shareholders in Cardiovascular
Disease Enterprises: Part I: Aging Arteries: A "Set Up" for Vascular Disease, Circulation 2003;107;139-
146

Ibuka N, Nihonmatsu I, Sekiguchi S, 1980 : Sleep-wakefulness rhythms in mice after suprachiasmatic


nucleus lesions. Waking Sleeping; 4:167–173

Mattson, Mark P., Sic L. Chan, and Wenzhen Duan. Modification of Brain Aging and Neurodegenerative
Disorders by Genes, Diet, and Behavior. Physiol Rev 82: 637–672, 2002;

N. Scichilone, M. Messina, S. Battaglia, F. Catalano and V. Bellia. Airway hyperresponsiveness in the


elderly : prevalence and clinical implications. Eur Respir J 2005; 25: 364–375

Niwa, Y., Kasama, T., Miyachi, Y., Kanoh, T. (1989) Neutrophil chemotaxis, phagocytosis and
parameters of reactive oxygen species in human aging: cross-sectional and longitudinal studies. Life
Sci. 44, 1655–1664

Roberts, Susan B., and Irwin Rosenberg. Nutrition and Aging: Changes in the Regulation of Energy
Metabolism With Aging. Physiol Rev 86: 651–667, 2006

Roy G. Smith, Lorena Betancourt, and Yuxiang Sun : Molecular Endocrinology and Physiology of the
Aging Central Nervous System, Endocrine Reviews, 26(2):203–250,2005

Timothy P. Plackett,Eric D. Boehmer, Douglas E. Faunce, and Elizabeth J. Kovacs : Aging and innate
immune cells. J. Leukoc. Biol.76: 291–299; 2004.

11

Anda mungkin juga menyukai