Anda di halaman 1dari 18

Tinjauan Pustaka 2

ANESTESIA PADA GERIATRI

Oleh: Bony Raya Napitupulu Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif

Pembimbing

Dr. Sudarsono SpAn (KIC)

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta 2007

I.

Pendahuluan Perkembangan kesehatan masyarakat, pendidikan, nutrisi, pelayanan sosial

telah meningkatkan angka harapan hidup (hampir sepertiga kasus pasien bedah berusia lebih dari 65 tahun dengan hampir dari separuh pasien dirawat adalah usia lanjut) dalam masyarakat industri. 1,2 WHO (1983) menetapkan kelompok usia lanjut adalah 65 tahun, dimana usia lanjut tersebut masih dikelompokkan ke dalam kelompok: 1 Golongan geriatri muda (65-75 tahun) Golongan geriatri (75-85 tahun) Golongan geriatri tua (85-100 tahun) Golongan centurion (>100 tahun) Departemen Kesehatan RI mengelompokkan usia lanjut berdasarkan undang-undang no. 4 tahun 1985 yaitu: 3 1. Usia lanjut dini, adalah kelompok dalam prasenium, yaitu kelompok yang memasuki usia lanjut (55-64 tahun) 2. Usia lanjut, adalah kelompok dalam masa senium (65 tahun) 3. Usia lanjut dengan risiko tinggi, yaitu kelompok yang berusia di atas 70 tahun, atau kelompok usia lanjut yang menderita penyakit berat atau cacat. Adanya perubahan pada berbagai sistem organ tubuh berkaitan dengan bertambahnya usia mengakibatkan perbedaan perlakuan tindakan anestesia pada pasien geriatri. Hal ini berkaitan dengan proses penuaan yang menimbulkan perubahan sistem organ yang mengakibatkan meningkatnya resiko anestesi berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. 2 Risiko tindakan anestesia dan pembedahan pasien usia lanjut akan meningkat karena adanya kelainan degeneratif, penyakit lain yang diderita, pengobatan sendiri atau kebiasaan-kebiasaan yang menahun. Klasifikasi ASA pun meningkat seiring dengan meningkatnya usia berkaitan dengan meningkatnya komplikasi dan resiko yang dapat terjadi. II. Mekanisme Penuaan 4 II.1. Definisi penuaan Bicara mengenai proses penuaan meliputi apa yang disebut dengan: a. usia kronologis b. usia fisiologis/biologis c. usia klinis

a. Usia kronologis Usia kronologis banyak dipakai secara luas dan global dalam penentuan usia tua. Berbagai provider asuransi kesehatan memakai usia kronologis untuk mengelompokkan usia berkaitan dengan resiko kesehatan. Namun usia kronologis tidak dapat mutlak dipakai sebagai patokan bahwa usia tua lebih tinggi resiko kesehatannya daripada usia lebih muda. Sebagai contoh, usia 85 tahun dengan kondisi fisik baik lebih rendah resiko tindakan anestesi dan bedah dibandingkan usia 65 tahun dengan kondisi kesehatan yang buruk. b. Usia fisiologis/biologis Usia ini menggambarkan perubahan sistem fisiologis berkaitan dengan peningkatan usia selama hidup. Usia ini mengaitkan antara penurunan fungsi dan cadangan sistem tubuh dalam mengatasi stress yang didapat. Dengan menurunnya cadangan fisiologis pada pasien geriatri menyebabkan respon kompensasi terhadap stress yang didapat tidak cukup sehingga menimbulkan dekompensasi sistem organ dan penyakit. c. Usia klinis Usia klinis lebih konseptual dan berguna untuk para klinisi. Usia klinis menggabungkan faktor intrinsik yang merupakan usia fisiologis dan faktor ekstrinsik yang merupakan proses penyakit, yang keduanya menyebabkan terjadinya penurunan cadangan fisiologis, penurunan kapasitas fungsional dan gangguan hemastasis pada geriatri. II.2. Teori penuaan Walaupun teori penuaan yang ada tidak dapat menjelaskan semua aspek penuaan, berkaitan dengan aplikasi praktis klinis untuk strategi intervensi pasien geriatri, teoriteori yang ada dapat dikelompokkan ke dalam teori: a. teori evolusioner b. teori fisiologis a. Teori evolusioner Dapat didefinisikan sebagai suatu proses bertahap yang ditandai dengan penurunan kapasitas fungsi tubuh dan adanya peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas seiring dengan waktu. Ada beberapa teori berkaitan dengan teori evolusi:

Teori Disposable soma Didasarkan atas dua konsep utama: pemeliharaan homeostasis dibutuhkan organisme untuk bertahan seiring dengan waktu terhadap adanya proses wear and tear, penyakit dan lingkungan yang buruk. Siklus natural penuaan dapat dipandang sebagai proses adaptif atau non adaptif. Penuaan merupakan mekanisme spesifik yang didesain oleh siklus alam.

Teori kematian terprogram -

b. Teori fisiologis Mekanisme yang mengontrol proses penuaan sampai saat ini belum diketahui pasti. Penuaan berkaitan dengan menurunnya fungsi organ suatu akumulasi non spesifik yang tidak dapat dihindari, suatu fenomena degeneratif seiring dengan bertambahnya usia dimana meningkat pula radikal-radikal bebas yang dapat mengganggu fungsi sel. Kemampuan tubuh membuang produk radikal bebas pun menurun seiring dengan bertambahnya usia. III. Penuaan dan fungsi organ 5 Jaringan dan organ mengalami perubahan fungsi secara non linier dan kompleks yang tampak nyata pada puncak maturasi somatik (dekade keempat kehidupan). Kehilangan elastisitas jaringan pun juga terjadi di mana-mana berkaitan dengan penuaan. Saat fungsi organ mulai menurun, dapat dikatakan sebagai tua secara fisiologis. Perubahan fungsi organ seiring dengan proses penuaan bervariasi pada setiap individu walaupun individu tersebut dalam keadaan sehat. Perubahan signifikan ini dipengaruhi tingkat aktivitas, kebiasaan, pola makan, dan latar belakang genetik. Fungsi cadangan sistem organ mencerminkan batas keamanan kapasitas organ yang tersedia untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang meningkat (meningkatnya cardiac output, ekskresi CO2, sintesa protein) yang disebabkan oleh trauma, penyakit, pembedahan, dan masa penyembuhan. Suatu hal yang beralasan mengasumsi bahwa cadangan fungsional sistem organ secara progresif dan signifikan menurun pada geriatri. Makin rentannya orang tua terhadap stress dan penyakit yang mengakibatkan suatu sistem organ dekompensasi merupakan karakteristik tegas dari proses fisiologis penuaan.

Karenanya tes yang dapat dilakukan pada geriatri sebelum melakukan tindakan pembiusan atau pembedahan seharusnya berkaitan langsung dengan keluhan dan simptom dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan dan kemerosotan fisiologis homeostasis akibat proses penuaan. III.1. Fungsi sistem saraf sentral dan perifer Dalam proses penuaan, terjadi penurunan ukuran otak di mana terjadi akibat penurunan atau kehilangan terus menerus substansi neuron fraksi kelabu otak di mana yang berkurang terutama yang mensintesa neurotransmitter. 6,7 Penurunan volume substantia nigra kortikal dan thalamus menurun seiring dengan usia. Sebagai perbandingan, vol substantia alba cerebrum, cerebelum, dan pons tetap intak antara usia 20 90thn. Proses penuaan juga meningkatkan cerebro-spinal fluid volume yang menimbulkan terjadinya hidrosefalus dengan tekanan rendah non patologik.8 Penurunan neurotransmitter yang terjadi akibat proses penuaan terjadi pada pasien dengan alzheimer, dementia, dan parkinson. Perubahan jumlah aktivitas neurotransmitter yang terjadi pada keadaan tersebutmengakibatkan perubahan sensitivitas pada obat-obatan anestesi. Cerebral blood fluid dan konsumsi oksigen menurun pada orang tua. Aktivitas metabolisme otak juga menurun yang mungkin sebagai akibat menurunnya aktivitas sinaps dan neurotransmitter. Penurunan cadangan otak dimanifestasikan pada penurunan aktivitas sehari-hari, peningkatan sensitivitas pada obat-obat anestesi, dan peningkatan resiko perioperatif disfungsi kognitif. Proses penuaan juga berakibat pada corda spinalis, yakni terjadinya degenerasi dan menciutnya serabut saraf, hilangnya sel-sel terutama cornu ventralis, columna dorsalis, bagian cervical medula spinalis. Canalis spinalis pun menyempit seiring dengan bertambahnya usia. 5 III.1.1. Sistem saraf somatis 8 Studi morfologi menunjukkan proses penuaan mempengaruhi myelin serabut saraf khususnya serabut saraf besar yang mengalami atrofi dan proses degeneratif. Jumlah serabut saraf ber-myelin pun menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Selain itu, proses remyelinisasi serabut saraf pun ikut terganggu. Proses penuaan menyebabkan perubahan fungsional dimana terjadi penurunan kecepatan konduksi serabut saraf ber-myelin yang terjadi sejak usia di atas 30 tahun. Penurunan kecepatan konduksi sekitar 0,2m/s tiap tahunnya. Namun untuk serabut saraf yang tidak ber-myelin kecepatan konduksi tidak mengalami

perubahan. Hal ini dapat disebabkan jumlah akson dan sinaps saraf yang berkurang seiring dengan meningkatnya usia. III.1.2. Sistem saraf otonom Perubahan sistem saraf otonom akibat proses penuaan tampak pada terbatasnya kapasitas adaptasi dan respon terhadap stress yang diterima. Hal ini berakibat pada menurunnya kemampuan respon otonom pasien geriatri terhadap obat anestesi. Sekresi adrenal adrenergik akibat stress berkurang seiring dengan proses penuaan. Neuron-neuron simpato-adrenal mengalami penurunan jumlah sel dan juga penurunan jumlah jaringan adrenal dan sekresi cortisol kira-kira 15% sejak usia 80 tahun. Proses penuaan juga menghasilkan beta-blokade endogeneous. Aktivitas basal sistem parasimpatis juga berkurang. Selain itu, proses penuaan juga mengakibatkan menurunnya sensitivitas barorefleks. Hal-hal inilah yang menjelaskan meningkatnya insiden hipotensi saat dilakukan induksi anestesi pada pasien geriatri. III.2. Fungsi sistem kardiovaskular 2,9 Perubahan patofisiologi kardiovaskuler merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap penatalaksanaan anestesi pasien usia lanjut. Perubahan tersebut menjadi fisiologi dari proses (1) penuaan, (2) manifestasi penyakit usia lanjut, (3) perubahan karena cara hidup. Ketiga hal ini sulit dibedakan dan sangat berkaitan satu sama lain. Perubahan yang terjadi karena cara hidup dan prevalensi penyakit akan meningkat tajam dengan bertambahnya usia. Manifestasi perubahan kardiovaskuler terdiri dari gangguan fungsi pompa miokard dan penurunan curah jantung. Jaringan otot miokar akan menjadi atrofi dan bertambahnya jaringan ikat. Kalau proses ini terjadi di daerah pacemaker sinoatrial, laju jantung akan terganggu. Jaringan ikat bertambah pada daerah endokard rongga jantung dan katup hingga menjadi tebal dan kaku. Katup jantung mengalami kalsifikasi, jika mengenai anulus akan menyebabkan distorsi dengan akibat katup menjadi inkompeten. Disamping itu elastisitas pembuluh darah berkurang dengan meningkatnya usia yang menghilangkan distensibilitas arteri serta bertambahnya tahanan curah ventrikel kiri, akibatnya terjadi kompensasi hipertrofi ventrikel kiri secara progresif. Diameter dan elastisitas pembuluh darah koroner mengecil hingga aliran darah koroner juga berkurang. Tidak mengherankan jika faktor-faktor di atas akan memacu peningkatan kekerapan hipertensi dan penyakit jantung iskemik pada pasien usia lanjut.

III.2.1. Perubahan elasitisitas pembuluh darah dan tekanan darah 9 Umumnya elastisitas pembuluh darah arteri berkurang dan menjadi kaku pada usia lanjut. Perubahan histologik dan morfologik mirip dengan pembuluh darah pada usia muda yang menderita hipertensi. Akibatnya pada setiap kontraksi jantung semprotan darah yang dikeluarkan mengalami tahanan sehingga terjadi kenaikan tahanan darah sistolik. Perubahan ini berlanjut dengan mekanisme adaptasi dinding jantung, dinding ventrikel mengalami hipertrofi konsenstrik. Selanjutnya kecepatan pengisian jantung pada awal diastolik yang berkurang dan membesarnya ukuran atrium kiri dengan bertambahnya usia dapat mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri. III.2.2. Penyakit jantung koroner 2,4,9 Perubahan elastisitas arteri pada usia tua tidak hanya terjadi pada pembuluh darah perifer tetapi juga mengenai pembuluh darah koroner dapat meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia, walaupun gejala klinis belum terlihat sampai pada batas ambang kritis. Peningkatan kekerapan stenosis pada otopsi pasien usia lanjut tidak selalu disertai bertambahnya kekerapan manifestasi klinis angina pectoris atau infark. Estimasi prevalensi penyakit jantung koroner untuk pasien berusia 50-90 tahun akan kecil dan tidak akurat jika hanya mengandalkan kriteria istirahat saja, seperti riwayat angina pectoris, infark miokard sebelumnya atau kelainan EKG. Dengan kata lain penyakit jantung koroner hanya dapat diidentifikasi dengan cara evaluasi perfusi koroner secara intensif, seperti pemakaian radionukleus imaging miokard, pemeriksaan EKG selama tes treadmill. Fakta yang sama didapatkan adalah pasien yang berusia di atas 70 tahun paling sedikit 59% akan menderita penyakit arteri dengan atau tanpa gejala subjektif.

III.2.3. Curah jantung Curah jantung akan berkurang 1% setiap tahun pada usia di atas 30 tahun dan indeks jantung berkurang 50% pada usia 80 tahun dibandingkan usia 20 tahun, umumnya disebabkan penurunan laju jantung maksimal, pemanjangan masa kontraksi miokard, penurunan fraksi ejeksi.4 Akibatnya pada usia lanjut, obat yang diberikan intravena akan terlambat mencapai reseptor, hingga efek farmakologik obat pun terlambat. Curah jantung berkurang dan masa sirkulasi memanjang juga akan mempengaruhi efek induksi obat anestetik inhalasi. Efek induksi volatile akan lebih cepat, jika curah jantung berkurang pengambilan obat anestetik di alveoli akan berkurang hingga tekanan di alveoli akan meningkat. Keadaan ini akan diteruskan

dan memberikan refleksi peningkatan tekanan parsial dalam darah, jantung, dan otak. Akibatnya terjadi hipotensi yang berat.3,7 III.2.4. Laju jantung dan kemampuan respon adrenoreseptor terhadap sistem kardiovaskular Walaupun laju jantung dalam istirahat dan laju antung setelah latihan maksimal pada orang tua tidak banyak berbeda dengan orang muda, tetapi laju jantung orang tua umumnya berkurang. Laju jantung maksimal yang dapat dicapai dapat diperhitungkan dengan rumus: Laju jantung maksimal = 220 usia Selama latihan kadar katekolamin serum pasien usia lanjut melebihi apa yang terlihat pada orang muda. Pelepasan selama stres tidak dapat menjelaskan suatu kenyataan penyusutan respon adrenergenik pada kasus geriatri, dimanifestasikan berupa penurunan laju jantung maksimal dan fraksi ejeksi. Kemampuan respon organ target menurun dengan meningkatnya usia akibat berkurangnya jumlah reseptor atau sensitivitas reseptor yang menurun. Jumlah reseptor adrenergik berkurang pada jantung orang tua. Pada orang tua efek katekolamin yang menambah transport ion kalsium dalam miokard sangat berkurang. Hal ini mungkin menerangkan mengapa kontraktilitas miokard laju jantung maksimal berkurang. Beberapa studi telah mendemonstrasikan penurunan respon kronotropik dari berbagai pemberian obat, misalnya respon atropine hanya akan menaikkan laju jantung sekitar 4-5 kali/menit, hal yang sama tampak pada anestesia dengan isoflurang dengan dosis yang sama pada orang muda memberikan efek kenaikan laju jantung yang lebih besar dari pasien tua.

III.3. Fungsi sistem respirasi Perubahan sistem respirasi pada usia lanjut berupa gangguan pertukaran gas dan perubahan mekanik pernafasan.5 Seiring dengan bertambahnya usia zat elastin paru menurun dan jaringan fibrosa meningkat secara proporsional. Elastik rekoil paru berkurang secara progresif. Hilangnya jaringan elastik mungkin merupakan faktor utama ketidasesuaian ventilasi dan perfusi yang terjadi pada usia lanjut.4 Kalsifikasi menurunkan komlians dinding dada yang menyebabkan torak lebih kaku. Karenanya meskipun komplians paru meningkat, perubahan komplians paru total hanya sedikit dan kapasitas residu fungsional meningkat secara progresif. Volume residu meningkat dengan mengurangi volume cadangan respirasi.3,4,7

Fibrosis dan kalsifikasi dinding dada mengurangi dan membatasi kerja paru pada orang tua. Kekakuan ini secara klinis tampak dengan berkurangnya volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1) dan kapasitas napas maksimal dan meningkatkan kerja pernapasan.4,7 Pada usia lanjut juga terjadi penurunan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia. Lebih jauh lagi, pada usia lanjut terjadi peningkatan pernapasan periodik selama tidur yang memungkinkan terjadinya apnea dan obstruksi jalan nafas di ruang pulih. Kejadian apnea lebih tinggi pada pasien usia lanjut yang mendapat narkotik parenteral. Perubahan parenkim paru pada usia tua mirip dengan keadaan emfisema paru. Dengan bertambahnya umur, pori-pori kohn membesar, dinding aleveolus menipis dan rongganya membesar hingga densitas kapiler paru berkurang. Akibat fungsi alveoli paru menurun progresif hingga rasio volume residu dengan kapasitas paru seluruhnya dan rasio kapasitas residu fungsional meningkat. Selain itu penipisan dinding alveoli akan menyebabkan traksi radial dan penekanan bronkus terminal hingga jalan nafas kecil-kecil ini akan kolaps dengan bertambahnya volme paru. Hal ini akan menghasilkan peningkatan volume tutup (closing volume) dengan bertambahnya usia. Peningkatan volume tutup akan menambah udara yang terperangkap hingga rasio ventilasi perfusi menjadi tidak sebanding. Penebalan membran alveokapilar dan volume darah kapiler paru berkurang. Akibatnya PaO2 menurun sesuai rumus berikut: PaO2 = 100 (0,4 x umur) mmHg. III.4. Fungsi hepatorenal 10 III.4.1. Fungsi ginjal Seperti pada organ mayor lain, proses penuaan mengakibatkan terjadinya massa ginjal bilateral berkurang 30% pada usia dekade 80 dan sebanding dengan berkurangnya dengan jumlah total nefron. Pemeriksaan mikrospik menunjukkan hilangnya unit fungsional ginjal pada penuaan, kira-kira setengah dari glomerulus pada dewasa muda hilang atau tidak berfungsi pada usia 80 tahun.4,7 Efektivitas glomerulus ginjal berkurang dengan meningkatnya usia. Kecepatan filtrasi glomeruli menurun sekitar 1 ml/menit/tahun atau 1-1,5%/tahun. Selain itu fungsi ekskresi tubuh juga menunjukkan penurunan yang paralel, akibatnya klirens ginjal terhadap obat menurun.3,4,6,7 Penurunan kecepatan filtrasi glomerulus lebih dramatis daripada berkurangnya masa jaringan ginjal karena usia. Penurunan aliran darah ginjal ini

karena menurunnya curah jantung dan perubahan pembuluh darah ginjal. Pada usia lanjut terjadi penurunan massa korteks ginjal yang tidak seimbang.3 Kreatinin hasil metabolisme kreatinin otot kurang efisien diekskresi pada usia lanjut. Pada pasien usia lanjut sehat akan didapatkan nilai kreatinin serum normal seperti orang muda karena otot skeletal kecil dan produksi kreatinin berkurang. Penilaian fungsi ginjal tidak cukup akurat hanya dengan kadar kreatinin serum saja tetapi masih memerlukan pemeriksaan klirens kreatinin dan pemeriksaan lainnya. Berkurangnya kapasitas klirens pada orang tua mungkin juga akan berpengaruh terhadap klirens obat anestetik atau obat lain yang berakibat perpanjangan efek obat.3,4,5,7 Cara terbaik untuk melindungi ginjal selama pembedahan dan anestesia adalah dengan memantau mempertahankan pengeluaran urin paling sedikit 0,5ml/kgbb/jam.3 III.4.2. Fungsi hati Aliran darah hepatik menurun pada penuaan sesuai dengan berkurangnya curah jantung. Menurunnya aktivitas enzim mikrosomal hepatik dapat terjadi, tapi yang lebih penting dengan menurunnya aliran darah hepatik yaitu lambatnya klirens obat pada usia lanjut. Produksi albumin juga berkurang, menyebabkan menurunnya ikatan plasma protein dengan beberapa obat.5,7,11 Obat anestetik yang larut dalam lemak difiltrasi melalui glomeruli ginjal, direabsorbsi kembali melalui tubuli hingga hampir tak ada yang keluar tubuh. Hati mengubah zat larut-lemak menjadi larut-air melalui proses konjugasi dan oksidasi. Zat metabolit larut air hanya sedikit direabsorbsi oleh tubuli. Paralel dengan peningkatan usia, beberapa pemeriksaan faal hati mengalami penurunan, seperti ekskresi bromsulfoftalen (BSP), walaupun beberapa pemeriksaan lain, khususnya bilirubin serum, albumin, dan fosfatase alkali mungkin masih normal.3 Penurunan klirens hati terhadap berbagai obat mungkin disebabkan oleh mengecilnya ukuran hati karena proses penuaan. Pada usia 80 tahun ukuran jaringan berkurang
6,7,8

40-50%

dengan

penurunan

aliran

darah

hati

yang

proporsional.

III.5. Sistem metabolisme dan endokrin III.5.1. Sistem gastrointestinal Terjadi penurunan secara umum motilitas esophageal dan intestinal, yang menimbulkan lambatnya pengosongan lambung. Tonus sfingter gastroesofagus juga sering menurun. Akibatnya pada pasien usia lanjut kemungkinan terjadinya risiko

regurgitasi dan aspirasi pnemonia meningkat jika pasien tidak sadar dengan anestesi umum. 5 III.5.2. Sistem endokrin Telah diketahui bahwa dengan meningkatnya usia, kapasitas metabolisme glukosa mengalami gangguan progresif. Pasien usia lanjut menunjukkan kenaikan glukosa darah sesuai dengan umur, 2 jam setelah mendapat glukosa oral atau interavena. Intoleransi glukosa telah diperlihatkan pada pemberian infus glukosa 4mg/kg/menit menghasilkan kadar gula darah mendekati 200mg% pada orang tua dibanding 150mg% yang didapatkan pada orang muda.1,3 Fungsi pankreas menurun selama proses penuaan yang menjelaskan peningkatan kekerapan diabetes melitus dan intoleransi glukosa pada orang tua, sehingga membatasi pemberian glukosa pada kebanyakan kasus bedah. Selain diperlukan juga pemeriksaan gula darah intraoperatif.1,3 Terdapat perbedaan endokrin pada orang tua misalnya kadar renin plasma atau aktivitasnya berkurang 30-50% yang mengakibatkan menurunnya kadar aldosteron. Gangguan sistem renin aldosteron ini dapat memberikan risiko hiperkalemia pada kondisi tertentu terutama jika pasien mendapat kalium intravena.

III.5.3. Perubahan kompartemen tubuh Bertambahnya lemak tubuh dan penurunan massa sel tubuh terutama massa otot dengan meningkatnya usia akan meningkatkan cadangan deposit obat anestetik yang larut dalam lemak. Sekuestrasi obat ini memperlambat eliminasi obat hingga residu konsentrasi obat meningkat dan efek anestesi memanjang, retensi obat anestesi dalam lemak ini juga menambah kemungkinan perlambatan biotrasformasi.3,4,7,10,11 III.5.4. Metabolisme basal dan termoregulasi Kecepatan metabolisme basal pada orang tua berkurang 1% pertahun dibandingkan pasien berusia kurang dari 30 tahun. Berarti metabolisme ekskresi obat akan berlangsung lebih lambat. Disamping itu kejadian hipotermia intraoperatif merupakan bagian dari penurunan basal metabolisme orang tua. Penurunan suhu rektal pada orang tua lebih besar dari pasien muda, walaupun untuk bedah minor dan operasi singkat. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu dikaitkan dengan metabolisme basal dan produksi endogen.5,8 Pasien bedah akan mudah mengalami hipotermia disebabkan oleh sistem termoregulasi berupa berkurangnya pembentukan panas. Kehilangan dapat terjadi

10

selama anesetesi pada semua pasien karena obat anestetik dapat mengubah termoregulasi, mencegah menggigil dan menghasilkan vasokonstriksi kutan. Berkurangnya kontrol otonom pembuluh darah perifer pada pasien geriatri dapat mengurangi kemampuan proteksi selama anestesia. Jadi pada pasien ini produksi panas terganggu dan kemampuan termoregulasi juga berkurang sehingga mudah terjadi hipotermia.3,4,6 Banyak kerugian ditimbulkan oleh hipotermia. Masalah yang timbul antara lain menggigil. Menggigil pasca bedah dapat mencetuskan risiko untuk pasien geriatri karena dapat meningkatkan metabolisme basal
3,4,7,11

, konsumsi oksigen

bertambah hingga mencapai 400-500% pada sistem jantung dan paru-paru. Jika salah satu sistem tersebut tidak dapat berkompensasi adekuat karena meningkatnya kebutuhan oksigen akibat mengigil dapat berlanjut dengan hipoksemia arterial. Selain itu menggigil dapat menyebabkan iskemia miokard pada orang tua (pasien dengan penyakit arteri koroner) karena kebutuhan untuk meningkatkan curah jantung pada vasokonstriksi perifer. Hipotermia yang berlarut pascabedah juga akan mengurangi eliminasi obat anestetik hingga bangun terlambat.3,7,8 Kerugian lain hipotermia intraoperatif yang berkepanjangan dari penelitian dilaporkan bahwa pengeluaran protein melalui urin selama 48 jam pascabedah didapatkan karena katabolisme. Dalam keadaan normotermia metabolisme protein pascabedah sangat minimal, tetapi pada keadaan hipotermia selama pembedahan, pelepasan nitrogen urin akan bertambah nyata pascabedah serta menunjukkan tingkat katabolisme.3,6,8 IV. FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI PADA GERIATRI Farmakokinetik dan farmakodinamik Faktor-faktor farmakokinetik mencakup proses absorbsi obat (penyerapan), distribusi di jaringan, metabolisme dan ekskresi obat. Sedangkan perubahan fisiologik yang dihasilkan oleh kadar obat tertentu pada efektor adalah respon farmakodinamik akibat pemberian obat.2,11 Pada orang tua terjadi perubahan distribusi dan eliminasi masa paruh (T1/2) beta terutama meliputi volume distribusi (VD) dan klierens (Cl), seperti tertera pada rumus 2,13 T1/2 = 0,693 x VD Cl

11

Volume distribusi berkaitan dengan ikatan protein dan untuk obat larut lemak tergantung persentase lemak tubuh terhadap obat. Pada pasien geriatri lemak tubuh bertambah, karena itu volume distribusi obat anestetik bertambah. Hal ini dapat menyebabkan memanjangnya periode masa pulih anestesia. Dengan bertambahnya volume distribusi dan sekuestrasi obat, kadar plasma obat anestik larut lemak akan berkurang dengan lambat pada akhir pembedahan, karena obat bergerak konstan dari tempat penyimpanan ke dalam aliran darah walaupun klirensnya cepat.3,13 Menurut rumus di atas, meningkatnya volume distribusi obat anestik larut telah jenuh dalam lemak, ia akan dilepaskan kembali dengan kecepatan relatif konstan. Pada kondisi ini jika kita menginginkan kadar dalam plasma yang tetap, cukup dengan menambahkan obat secara bertahap atau infus kontinyu. Jadi untuk obat yang sangat larut lemak seperti barbiturate, benzodiazepine dan opoid, jika kadar dalam plasma ditingkatkan terus menerus pada orang tua, akan mengakibatkan memanjangnya masa paruh eliminasi.11 Klirens adalah sebaliknya dari eliminasi masa paruh obat. Klirens menggambarkan kemampuan mengeluarkan obat dari tubuh yang berhubungan efisiensi metabolisme hati dan fungsi eliminasi ginjal. Untuk obat anestik inhalasi klirens sangat tergantung fungsi sistem kardiovaskuler paru dan sistem respirasi.2,7,11 Fungsi hati dan ginjal menurun sekitar 1% pertahun pada usia 30 tahun. Efek usia terhadap perubahan klirens obat sangat kompleks. Reaksi-reaksi biotransformasi yang terjadi di hati sangat karakteristik, terdiri dari fase I (preparative) dan fase II (sintetik). Aktivitas reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Reaksi preparative umumnya merupakan modifikasi molekul-molekul kecil untuk menghasilkan zat-zat sedikit lebih larut dari zat asalnya tetapi masih mempunyai aktivitas farmakologik. Reaksi fase II meliputi konjugasi atau melekatnya molekul obat dengan komponen yang lebih besar seperti glukoronid (glukoronidasi) membentuk senyawa yang lebih polar dan mudah diekskresi melalui ginjal. Dalam proses penuaan fase II tidak banyak terganggu karena menurunnya fungsi sel dan berkurangnya aliran darah jantung hati. Aliran darah hati berkurang dengan bertambahnya usia, sebagian karena curah jantung berkurang tetapi terutama karena berkurangnya massa hepatosit, dimana secara keseluruhan massa dan perfusi hati berkurang antara 40-50%.7,11 Farmakodinamik digambarkan sebagai kemampuan reseptor organ memberikan respon setelah pemberian obat. Pada orang tua respon ini akan meningkat yang umumnya disebabkan peningkatan kadar obat dalam darah dan jaringan akibat perubahan faktor-faktor farmakokinetik. Perubahan farmakodinamik

12

obat anestetik untuk orang tua lebih sulit dinilai dan belum banyak dilakukan penelitian yang intensif.11 Interaksi obat 12 Pasien geriatri lebih banyak kemungkinan terserang penyakit dan mendapat berbagai macam obat dengan konsekuensi terjadi reaksi obat yang merugikan. Seringkali pasien geriatri mendapatkan resep yang berisi 4-7 macam obat, banyak di antaranya tidak efektif atau tidak diperlukan. Selain itu banyak pula pasien yang secara teratur menggunakan obat bebas. Polifarmasi demikian sudah tentu akan mempermudah terjadinya interaksi obat, ini akan terjadi tiga kali lebih besar pada pasien geriatri daripada pasien muda pada usia muda. Polifarmasi dapat mengakibatkan efek adiktif atau sinergistik tetapi mungkin juga terjadi ketidaksesuaian masa kerja obat atau dapat pula terjadi penurunan kliren karena efek obat lain terhadap hati. Atas pertimbangan hal tersebut diatas, pada evaluasi pasien geriatri kita sebaiknya menanyakan apakah pasien tersebut mendapat obat yang mungkin menghasilkan interaksia obat yang merugikan. Obat yang terfokus tersebut adalah kortikosteroid, antihipertensi, antikoagulan, penghambat beta
13

adrenergik,

penghambat monoamin oksidasi, anti depresan atau anti diabetes. V. MANAJEMEN PERIOPERATIF V.1. Evaluasi praoperatif

Evaluasi praoperatif pada pasien usia lanjut harus dipertimbangkan adanya penyakit penyerta (hipertensi, penyakit arteri koroner, penyakit vaskuler perifer, penyakit obstruksi, jalan nafas kronik, diabetes melitus, anemia) dan menurunnya fungsi organ-organ mayor disamping itu, tindakan mendadak juga akan menambah angka kematian dan kesakitan.2,13 Sekalipun tanpa gejala, banyak pasien lanjut mempunyai penyakit arteri koroner. Kemungkinan terjadinya interaksi obat yang tidak dinginkan meningkat. Pasien usia lanjut kemungkinan memakai obat yang dapat menimbulkan interaksi obat dengan obat-bat anestesi. Riwayat pengobatan merupakan suatu hal yang penting. Sayangnya terkadang pasien usia lanjut bingung dan lupa bukan hanya beberapa obat saja yang lupa dipakai tetapi juga kapan terakhir kali digunakan. Anamnesis yang baik dengan keluarga merupakan suatu hal yang penting.5 Seringkali pada orang tua terdapat keadaan bingung misalnya karena demensia atau psikosis akibat gangguan metabolik maupun elektrolit. Jika tidak darurat sebaiknya keadaan tersebut diperbaiki sebelum dilakukan tindakan

13

pembiusan. Perubahan status mental yang terjadi juga dapat disertai dengan keterbatasan ekstensi dan rotasi kepala yang menunjukkan adanya insufisiensi arteri retrobasiler atau osteoritis servikal. Pada pasien yang sadar terjadinya hipertensi ortostatik yang bersamaan dengan peningkatan laju nadi mengesankan tidak berfungsinya sistem saraf simpatis sebagaimana mestinya karena penuaan atau dapat pula diakibatkan obat-obatan (misalnya antihipertensi, antiaritmia) . Pemeriksaan klinis akibat gangguan elektrolit dan penurunan fungsi respirasi pada pasien usia lanjut perlu diperhatikan. Pemberian terapi inhalasi pada pasien pasien usia lanjut dapat mengurangi morbiditas akibat komplikasi post operatif dan post anestesi pada pasien pasien usia lanjut. (15) V.2. Anestesia regional dan anestesia umum Perubahan faktor fisiologi yang disebabkan proses penuaan, penyakit, kebiasaan/obat yang akan digunakan akan menghadapkan dokter anestesi pada suatu problem penatalaksanaan perioperatif. Tidak ada satu pun teknik anestesi atau analgesia regional yang dianggap paling ideal untuk suatu prosedur bedah.(15) Pilihan tergantung banyak faktor. Analgesia regional dilakukan pada operasi tertentu seperti abdominal bawah, bedah ortopedi dan pada pasien yang kooperatif. Ketenangan dan kerjasama pasien dibutuhkan dalam memposisikan dan mempertahankan posisi selama dilakukan anestesia regional. Sorensen & Pace menunjukkan dari 13 RCT yang diteliti menunjukkan tidak ada nya perbedaan yang bermakna angka mortalitas, komplikasi perdarahan hebat intra operatif pada pasien usia lanjut yang dilakukan pembiusan umum atau regional. Namur terdapat perbedaan angka kejadian deep vein trombosis pada pasien dengan pembiusan regional. (14) Penelitian oleh Rodgers dkk juga tidak dapat menunjukkan perbedaan bermakna insiden gangguan kognitif pasca operasi dengan pembiusan umum atau regional walaupun angka komplikasi gangguan kognitif dalam 3 hari pasca operasi atau pembiusan pada pasien yang mengalami pembiusan regional lebih kecil. V.3. Masalah pasca pembiusan Pedersen dkk menemukan bahwa mortalitas dan morbiditas pasien usia lanjut dalam 24 jam pasca pembiusan meningkat 2X lipat dibanding intra operatif, bahkan meningkat 10X dalam 6 hari pasca pembiusan. Komplikasi respirasi adalah adalah yang paling sering menimbulkan morbiditas pasca pembiusan operasi non kardiak. Komplikasi respirasi dapat berupa gagal nafas (3,2%), pneumonia (10%),

14

bronkitis (12%), atelektasis (17%). Hal ini dapat disebabkan akibat perubahan mekanik dan control respirasi pada pasien usia lanjut ditambah akibat penekanan respon tubuh akibat nyeri dan obat-obat anestesi. Manajemen nyeri pasca pembiusan atau pasca operasi amat penting pada pasien usia lanjut. Liu dkk berkesimpulan bahwa pemberian analgesi yang adekuat dengan teknik regional memberikan keluaran yang baik dan menunjukkan perbaikan pada keluaran sistem kardiovaskuler, respirasi, juga neurologis dibanding secara intra vena saja. Namun tetap belum ada data yang amat sahih yang menunjukkan keuntungan dan kerugian penggunaan analgesi intra vena, epidural, intratekal pada pasien usia lanjut pasca operasi. Penggunaan kombinasi analgesi intra vena dengan epidural akan memberikan hasil lebih baik untuk mengatasi nyeri pasca operasi sekaligus dapat mengurangi dosis obat, Namur di sisi lain polifarmasi dari penggunaan kombinasi analgesi akan meberikan dampak bagi sistim tubuh yang juga dapat meningkatkan resiko morbiditas. VI. Penutup Penanganan perioperatif yang baik pada pasien usia lanjut sangat kompleks. Hal ini dikarenakan pasien usia lanjut amat lah rentan untuk mengalami terjadi nya komplikasi akibat penurunan fungsional dari seluruh organ tubuh pada pasien usia lanjut. Penanganan multidisiplin pada pasien usia lanjut perioperatif sangat penting mengingat komplikasi yang mungkin terjadi serta komplesitas pada pasien usia lanjut menentukan keluaran yang baik pasca operasi. Sampai saat ini belum ada perbedaan yang bermakna yang dapat menunjukkan keluaran yang lebih baik di antara pembiusan umum dibanding regional. Tidak teknik pembiusan yang paling ideal buat pasien usia lanjut. Namun penangan multidisiplin perioperatif pada pasien usia lanjut akan memberikan keluaran yang lebih baik.

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Waldam CS. Safety of anesthesia in old age. Dalam hazard and implication of anesthesia. Editor TH Taylor, Major E, edisi 2, Churchill Livingstone, Edinburgh 1993:199-210 2. Klopfenstein. The Influence of an Aging Surgical Population on the Anesthesia. In Anesthesia & Analgesia, June 1998, Vol 86, No 6 3. Thaib MR. Risiko anesthesia dan fatofisikologi pada usia lanjut. Dalam: Anesthesia dan critical care 1992; 2:66-77 4. Sean X Long. Mechanism of Aging, in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 11 19 5. Muravhick S. Anesthesia for the elderly. Dalam: Anesthesia, editor Miller RD, edisi 4, Churchill Livingstone, New York 1995: 2143-56 6. Stoelting RK, Miller RD. Elderly patient. Dalam: Basics of anesthesia, edisi 2, Churchill Livingstone, New York 1989407-15 7. Stoelting,RK.Pharmacokinetics and pharmadynamics of injected and inhaled drugs dalam: Pharmacology and physiology in anesthesia practice, edisi 2, JB Lippincot, Philadelphia 1994:3-31 8. K. Zahriya. Central/Peripheral Nervous Systemt in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p.21 29 9. AD John. Cardiovascular System, in in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 31 45 10. Purita T Sharma. Urinary and Hepatic System, in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 77 90 11. David E. Longnecker, Morgan GE. Evaluation of the geriatric patient. Dalam: Principles and practice of Anesthesia, edisi 2, Philadelphia 1998 12. James Havner. Polypharmacies, in in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 163 170 13. Cullen, Barash.
th

Perioperative

Management

and

Outcome

in

Clinical

Anesthesia, 5 Ed, Lippincot William & Wilkins. 2005 14. Cook, David J. Priorities in Perioperative Geriatrics. Review Article. Anesthesia & Analgesia, June 2003. Vol 96 No 6. 15. Jian Hang. Controversy of Regional vs. General Anesthesia in Surgical Outcome. in Geriatrics Anesthesia, edited by Friederick Sieber. Mc Graw Hill. 2007. p. 253 - 65

16

17

Anda mungkin juga menyukai