Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

(TANDA RANGSANG MENINGEAL, REFLEKS FISIOLOGIS DAN


REFLEKS PATOLOGIS)

Disusun Oleh:
Tetty Prasetya Ayu Lestari
1102013283

Pembimbing:
dr. Anton Sirait Sp.BS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN BEDAH RSUD DR. DRADJAT
PRAWIRANEGARA SERANG
2017
Refleks motorik merupakan kontraksi yang tidak disadari dari respon otot atau
kelompok otot yang meregang tiba-tiba dekat daerah otot yang di rangsang. Tendon
terpengaruh langsung dengan palu reflek atau secara tidak langsung melalui benturan pada
ibu jari penguji yang ditempatkan rekat pada tendon. Uji refleks ini memungkinkan orang
yang menguji dapat mengkaji lengkung reflek yang tidak disadari, yang bergantung pada
adanya reseptor bagian aferen, sinap spinal, serabut eferen motorik dan adanya beberapa
pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi. Biasanya reflek yang
dapat diuji mencakup reflek biseps, brakhioradialis triseps, patela, dan pergelangan kaki (atau
Achiles). 1
Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Relaksasi sempurna. Orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian tubuh
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang
coba untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai
bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksaan mengetuk hammer dengan gerak fleksi pada sendi tangan dengan
kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan
pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks
patologis. Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau
tidaknya kelainan sistem syaraf dari refleks. Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu
kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus
mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak,
gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
A. Tekhnik reflek
Palu reflek digunakan untuk menimbalkan reflek tendon profunda (RTP). Batang palu
dipegang longgar antara ibu jari dan jari telunjuk, yang memberikan getaran. Gerakan
pergerakan tangan sama seperti pada saat digunakan selama perkusi. Ekstremitas
diposisikan sehingga tendon sedikit meregang. Hal ini membutuhkan pengetahuan
tentang lokasi otot, dan tendong yang melengkapinya. Tendon yang bergerak cepat yang
berhubungan dengan reflek dibandingkan dengam sisi yang berlawanan.
B. Derajat reflek
Hilangnya reflek adalah sangat lah berarti, walaupun sentakan pergelangan kaki
(reflek Achilles) yang tidak ada, terutama pada lansia. Respon reflek sering dikelaskan
antara 0 sampai 4.
4+-hiperaktif dengan klonus terus-menerus
3+-hiperaktif
2+-normal
1+-hipoaktif
0+-tidak ada reflek
C. Jenis-jenis reflek
1. Reflek biseps
Reflek biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku pada keadaan
fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil
menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu reflek. Respon normal dalam fleksi
pada siku dan kontraksi binseps
2. Reflek triseps
Untuk menimbulkan reflek triseps, lengan pasien difleksikan pada siku dan
diposisikan depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan mengindetifikasi
tendon triseps dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm diatas siku. Pemukulan langsung
pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dari ekstensi siku.
3. Reflek brakhioradialis
Pada saat pengkajian reflek brakhioradialis, penguji meletakkan lengan pasien di atas
meja laboratorium atau disilangkan di atas perut. Ketukan palu dengan lembut
2,5 sampai 5 cm di atas siku. Pengkajian ini dilakukan dengan lengan dalam keadaan
fleksi dan supinasi.
4. Reflek patella
Reflek patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah
patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur telentang. Jika pasien telentang, pengkaji
menyokong kaki untuk memudahkan refleksasi otot. Kontraksi quadriseps dan ekstensi
lutut adalah respon normal.
5. Reflek ankle
Buat pergelangan kaki dalam keadaan reflek, kaki dalam keadaan dorsi fleksi pada
pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles. Reflek normal yang
muncul adalah fleksi pada bagian plantar. Jika penguji tidak dapat menimbulkan reflek
pergelangan kaki dan kemungkinan tidak dapat rileks, pasien diinstruksikan untuk
berlutut pada sebuah kursi atau tingginya sama dengan penguji. Tempatkan pergelangan
kaki dengan posisi dorsi fleksi dan kurangi tegangan otot gastroknemeus. Tendon
Achilles digores menurun dan terjadi fleksi plantar.
6. Klonus
Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut klonus. Jika kaki
dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan
sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit SSP terdapat
aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi
aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak terus-menerus klonus dihubungkan dengan
keadaan normal tetapi reflek hiperaktif tidak dipertimbangkan sebagai keadaan patologis.
Klonus yang teru-menerus indikasi adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi
dokter.
7. Respons babinsky
Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit SSP yang
mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respon babinski. Bila bagian lateral telapak
kaki seseorang dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik
bersama-sama. Pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada sistem motorik, jari-jari
kaki menyebar dan menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi bila ada pada orang
dewasa keadaan ini abnormal. Beberapa variasi refleks-refleks lain memberi informasi.
Dan yang lainnya juga perlu diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti. 2
I. PEMERIKSAAN TANDA RANGSANGMENINGEAL
Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal
a. Kaku kuduk
Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya
tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat.

Hasil pemeriksaan : Leher dapat bergerak


dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi
leher normal
Adanya rigiditas leher dan
keterbatasan gerakan fleksi
leher kaku kuduk
A.Sewaktu mengangkat kepala, badan ikut
terangkat.
B.Gerakan leher ke kanan atau kiri tidak ada
gangguan.
C.Gerakan dorsofleksi tidak ada tahanan

b. Brudzinski I
Cara : Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan
yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu
menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan : Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
c. Kernig
Cara : Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah
itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha.
Hasil Pemeriksaan : Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.

d. Brudzinski II
Cara : Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas
diekstensikan pada sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan : Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan
test ini postif
II. PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang
muncul sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang-
kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Dasar pemeriksaan refleks:
1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang
akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang
nantinya akan terjadi dapat muncul secara optimal
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung, keras pukulan harus
dalam batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras
4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang
diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi
Jenis-jenis Pemeriksaan Refleks fisiologis
a. Pemeriksaan Refleks pada Lengan
Pemeriksaan Refleks Biseps
1. Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas,siku dalan posisi
sedikit fleksi dan pronasi.
2. Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi dengan
menggunakan refleks hammer.
3. Reaksinya adalah fleksi lengan bawah.
Bila refleks meninggi maka zona refleksogen akan meluas.
Pemeriksaan Refleks Triseps
1. Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
2. Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep
tidak teraba tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa olekrani
3. Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak

b. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai


Refleks Patella
1. Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
2. Daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dahulu diraba, untuk menetapkan
daerah yang tepat.
3. Tangan pemeriksa yang satu memegang paha bagian distal, dan tangan yang
lain memukul tendo patella tadi dengan reflex hammer secara tepat.
4. Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps,
dan pemeriksa dapat melihat tungkai bawah yang bergerak secara menyentak
untuk kemudian berayun sejenak. Apabila pasien tidak mampu duduk, maka
pemeriksaan reflex patella dapat dilakukan dalam posisi berbaring.

Refleks Achiles
1. Pasien dapat duduk dengan posisi menjuntai, atau berbaring tau dapat pula
penderita berlutut dimana sebagian tungkai bawah dan kakinya menjulur di
luar kursi pemeriksaan.
2. Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon achiles dengan cara
menahan ujung kaki kearah dorsofleksi.
3. Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat.
4. Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.

III. PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS


Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu
normal. Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih
reliabel dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.
Jenis-jenis pemeriksaan refleks patologis:
a. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara : Tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh
pasien melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari
tengah pasien diregangkan dan dijepit diantara jari telunjuk dan
jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan :
Hoffmann : Goresan pada ujung jari tengah pasien reaksi :
fleksi dan adduksi ibu jari disertai dengan fleksi telunjuk dan
jari-jari lainnya.
Tromner : Colekan pada ujung jari pasien maka akan
muncul reaksi yang sama dengan hoffmann
b. Babinsky sign
Cara pemeriksaan : Pemeriksa menggoreskan bagian lateral telapak kaki pasien
dengan ujung palu refleks.
Reaksi : Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan
melebar jari-jari lainnya
Refleks Grup Babinsky
1. Chaddocks sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah
lateral dengan palu refleks ujung tumpul.
Reaksi : sama dengan babinski sign
2. Gordons sign
Cara : Pemeriksa menekan otot-otot betis dengan kuat
Reaksi : sama dengan babinski sign
3. Schaeffers sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat
Reaksi : sama dengan babinskis sign
4. Oppenheims sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk
pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal
Reaksi : sama dengan babinskis sign
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unand.ac.id/15476/4/Penuntun_Skill_Lab_3.pdf (diakses 5 Agustus 2017


19;12)
Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC: Jakarta.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner
&Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai