Abstract
Attention to the brightest and outermost islands of Indonesia must be increased even more
considering the cases of sipadan and ligits that Malaysia successfully claimed in 2002, similar things
do not want to be done for other small islands such as islands in North Sulawesi Indonesia and
directly adjacent to the Philippines. By using descriptive, qualitative study methods, the confidential
information of cross-border agreements (borders of the Transboundary Agreement) between
Indonesia and the Philippines, especially on the island of Miangas, is an example of a dispute that
can be clarified through the legal certainty of international Albitration.
Keywords:
Miangas; Dispute; Border Agreement.
Abstrak
Perhatian terhadap pulau-pulau terkecil dan terluar Indonesia harus lebih di tingkatkan lagi
mengingat kasus sipadan dan ligitan yang berhasil di klaim Malaysia pada tahun 2002 hal yang serupa
tidak ingin terjadi untuk pulau kecil lainnya seperti pulau miangas yang terletak di Sulawesi Utara
Indonesia dan berbatasan langsung dengan Filipina. Melalui metode deskriptiv kualitatif kajian ini
bermaksud menggambarkan implementasi dari perjanjian lintas batas perbatasan (Border Crossing
Agreement) antara Indonesia dan Filipina khususnya terhadap pulau miangas, sehingga kasusnya
yang masih menjadi sengketa perbatasan dapat di perjelas melalui kepastian hukum Albitrasi
Internasional.
Kata Kunci:
Miangas; Sengketa; Perjanjian Perbatasan.
1
Indonesia International Study Academic Utilization Community (IISAUC). Email: Sittinavisah30@gmail.com.
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 109
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 110
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 111
dulu, pulau ini menjadi pertahanan orang- sejarah memaksa orang Miangas untuk
orang Talaud terhadap serangan kerajaan berinteraksi dengan orang-orang Filipina
Sulu yang berbasis di Filipina. Di pulau ini secara alami. Jalur komersil yang terbuka
pulalah berdiri Monumen Patung Santiago, di antara wilayah-wilayah terpencil di
pejuang dari Talaud yang gigih melawan perbatasan memberi peluang bagi
penjajahan Belanda. pemberdayaan ekonomi bagi penduduk
Dengan dua peran penting di atas, setempat, seperti toko-toko dan pusat
sudah seharusnya pemerintah, dan bangsa perbelanjaan, meskipun dalam skala yang
Indonesia secara umum, melaksanakan lebih kecil.
kebijakan untuk mendukung Pulau Dalam perkembangannya pasar
Miangas agar bisa menjalankan peran internasional perdagangan, kegiatan
vitalnya tersebut dengan baik. perdagangan bebas orang perbatasan
hanya berlangsung pada tahun 1975,
Gambar 1.1 adalah peta daerah berpatasan bersama dengan pelaksanaan Perjanjian
sekeliling pulau miangas Lintas Wilayah Perbatasan. Kesepakatan
ini memberikan batasan kepada orang-
orang yang tidak sesuai dengan budaya
dan tradisi yang hidup di antara
masyarakat perbatasan sejauh ini.
Meskipun ada peraturan yang mengatur,
selama peraturan itu tidak disesuaikan
dengan kondisi sosial ekonomi di
perbatasan Republik Indonesia, oleh
karena itu, perdagangan ilegal akan terus
menjadi masalah.
Implementasi perjanjian tersebut di
bidang ini akan sulit dilakukan karena
orang dihadapkan pada pilihan untuk
Sumber: Website kemendikbud.ac.id memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
atau untuk mematuhi peraturan yang
Melihat lokasinya Pulau Miangas dianggap tidak fleksibel bagi mereka.
memang berada di Talaud Sulawesi Utara Orang-orang perbatasan menganggap
termasuk dalam wilayah Indonesia, peraturan Perbatasan Lintas Daerah
namun, dalam banyak aspek, gaya hidup sebagai tradisi yang membatasi, baik
masyarakat lokal yang bekerja sebagai dalam perdagangan dan lintas batas yang
petani dan pemancing atau yang lebih telah mereka lakukan sejauh ini dari
banyak ke Filipina daripada ke Indonesia; generasi ke generasi. Melihat itu, tentu
di sisi lain, di Filipina, warga negara saja, orang cenderung memilih untuk
Indonesia dianggap sebagai orang migran. melanjutkan tradisi mereka untuk
Orang-orang Miangas biasanya memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
memperdagangkan ikan dengan orang- dengan melakukan perdagangan bebas dan
orang Filipina yang menggunakan mata menyeberangi perbatasan secara frecly,
uang Peso, mereka mengumpulkan uang daripada mematuhi peraturan yang tidak
dari perdagangan ikan dan kelapa yang mengakomodasi kepentingan mereka.
dijual ke wilayah terdekat dari Filipina. Reaksi sementara dengan menambahkan
Meskipun di Indonesia, bagaimanapun, jumlah personel militer dan polisi di
interkasi ekonomi rakyatnya lebih dekat ke perbatasan memang menambah lebih
daerah Balut, Pulau Sarranggani di banyak masalah karena mereka tidak
Filipina. Kondisi geografis, budaya, dan diberi anggaran yang cukup untuk hidup di
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 112
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 113
yang mengabarkan bahwa warga Miangas membuat barang kebutuhan pokok yang
menggunakan bahasa Tagalog, mata uang dipasok dari daerah Bitung atau
Peso, barang-barang produk Filipina, Melonguane mencapai harga 3 kali lipat.
bahkan memajang foto presiden Filipina di Kapal perintis juga hanya singgah dua
rumah-rumah mereka. Hal yang minggu sekali. Apalagi pada periode
disayangkan, berita-berita burung ini Oktober-Maret, di mana gelombang laut
menyebar dalam artikel dan makalah tidak bersahabat, kapal perintis tidak bisa
seminar (Suradi, 2008). berlabuh. Warga bercerita bahwa selama
Padahal, kekhawatiran- bulan-bulan tersebut, mereka memakan
kekhawatiran tersebut sebagian besar Laluga (sejenis talas) sebagai pengganti
bertolak belakang dengan fakta yang ada. nasi.
Mengenai memori buruk kasus Sipadan-
Ligitan, Pulau Miangas sudah diputuskan C. Kesimpulan
oleh Mahkamah Internasional sebagai
milik Belanda, yang menang melawan Pemerintah Indonesia dan Filipina
Amerika Serikat pada 1920-an. Karena menciptakan perjanjian perbatasan antara
Indonesia adalah pewaris Hindia Belanda, Indonesia dan Filipina pada tahun 1975,
maka secara otomatis pulau Miangas juga yang merupakan Perjanjian Lintas Batas
menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Perbatasan dengan tujuan putes di daerah
Republik Indonesia. Kemudian, insiden perbatasan Pulau Miangas dan mengatur
pengibaran bendera Filipina sebenarnya lintas perbatasan dan perdagangan dalam
tidak berkaitan dengan tuntutan hal itu. daerah. Namun, dalam imp yang
masyarakat Miangas untuk memisahkan lebih dari difasilitasi kepentingan
diri. Pengibaran bendera tersebut masyarakat. Dalam perjanjian itu, ada
merupakan bentuk protes warga terhadap beberapa batasan dari beberapa ketentuan
tindakan oknum aparat yang secara tidak yang mengatur jumlah, jenis, dan harga
sengaja menewaskan salah seorang warga barang perlintasan perbatasan yang tidak
lokal. Terkait masalah peta, pemerintah sesuai dengan situasi orang-orang yang
Filipina secara resmi tidak pernah berlaku dari generasi ke generasi.
memasukkan Las Palmas dalam peta Ketentuan tersebut tidak efektif dalam
kedaulatannya, tetapi biro wisata di pelaksanaannya karena rute yang harus
Filipina yang memasukkan Las Palmas diambil dalam ketentuan Perjanjian Lintas
sebagai salah satu destinasi wisata paket Batas Perbatasan lebih jauh dari rute
turnya. Terakhir, warga Miangas juga tradisional yang sejauh ini diambil oleh
tidak menggunakan identitas Filipina orang. Oleh karena itu, kegiatan
dalam kehidupan sehari-hari. Mereka perdagangan ilegal sering terjadi di daerah
menggunakan bahasa Talaud, fasih perbatasan Pulau Mian-gas karena jika
berbahasa Indonesia, hanya beberapa dilakukan secara legal, tindakan tersebut
orang dari golongan lanjut usia yang bisa melanggar peraturan jika Perjanjian
Tagalog, berjual-beli barang-barang Kawasan Lintas Batas (Border Crossing
produk Indonesia, menggunakan mata Area Agreement).
uang rupiah, dan menangkap siaran Situasi di masyarakat perbatasan
televisi dari Indonesia. membuat pemerintah daerah menggunakan
Kebijakan pelarangan lintas batas kewenangannya dalam Undang-Undang 22
yang didasari pada ketakutan yang tahun 1999 tentang Undang-Undang 32
berlebihan ini telah berdampak pada warga tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Miangas. Mereka semakin sulit untuk Perjanjian Kawasan Menyeberang di
mendapatkan barang kebutuhan pokok. Pulau Miangas dengan merevisi perjanjian
Jarak tempuh yang jauh dan lama tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)
JURNAL TRANSBORDERS | Vol. 2 No. 2 (Juni 2019) | P-ISSN: 2598-7399 & E-ISSN: 2598-9200 114
Sitti Navisah Muhidin Penyelesaian Sengketa Perbatasan Yang Ditinjau Melalui Implementasi
Border Crossing Agreement Antara Indonesia-Filipina (Studi Kasus Pulau Miangas, Sulawesi
Utara)