Indonesia telah mengadopsi MTBS sejak tahun 1997, setelah melalui proses
adaptasi. Di dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 27 dikatakan
bahwa tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Manajemen Terpadu Balita
Sakit termasuk pelayanan standar yang masuk dalam Permenkes no. 25 tahun 2014
dan masuk dalam Standar Pelayanan Minimal Kabupaten. Dengan demikian setiap
balita sakit dan bayi muda mendapatkan pelayanan sesuai standar MTBS. Dengan
menerapkan MTBS diharapkan terjadi peningkatan penemuan kasus, semakin
banyak balita yang dapat dicegah dari kematian, terjadi penurunan morbiditas serta
intervensi yang dipilih sesuai dengan fokus permasalahan.
Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
B. TUJUAN ..................................................................................................... 2
2. Refreshing .......................................................................................... 6
3. Kalakarya ………………………............................................................ 6
1. Logistik ............................................................................................... 7
3. Ruangan ............................................................................................. 14
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2003 WHO menyatakan bahwa MTBS merupakan pendekatan terbaik
dalam menurunkan angka kematian balita. Hal ini terbukti terjadinya penurunan
kematian balita yang sangat bermakna dari negara-negara yang menerapkan MTBS.
Pada tahun 1990 kematian balita secara global 15,6 juta dan menurun menjadi 6,6
juta tahun 2012, walaupun penurunan tersebut tidak semata-mata karena MTBS,
namun MTBS merupakan pendekatan pelayanan balita sakit yang komprehensif dan
terintegrasi terhadap penyebab utama kematian yang banyak dijumpai yakni
pneumonia, diare, campak, malaria, atau kombinasi penyakit tersebut dan sering
dilatarbelakangi oleh gizi kurang atau gizi buruk.
Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 penyebab utama kematian balita
di Indonesia adalah masalah neonatus (asfksia, BBLR dan sepsis) dan masalah infeksi
(pneumonia dan diare serta malaria di daerah endemis). Sebagian besar penyebab
kematian ini dapat dicegah di pelayanan kesehatan tingkat primer yang memberi
pelayanan sesuai dengan standar MTBS.
Perubahan register rawat jalan ini diharapkan dapat 1) memonitor balita sakit dan
bayi muda yang dilayani sesuai dengan langkah MTBS, 2) mengurangi beban tenaga
Puskesmas dalam pencatatan yang berulang, 3) mengakomodir kebutuhan program
akan laporan serta 4) tetap mengakomodir diagnosis penyakit lain diluar jenis
penyakit yang terdapat di MTBS.
1
B. Tujuan
Tujuan Umum:
Tersedianya acuan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan MTBS di Puskesmas dalam
rangka menurunkan kematian serta meningkatkan kualitas hidup bayi dan balita.
Tujuan Khusus:
1. Terwujudnya kesiapan Puskesmas dalam mengoptimalkan penerapan MTBS
2. Terlaksananya penerapan MTBS oleh Puskesmas dan jaringannya
3. Terlaksananya sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan MTBS
4. Terlaksananya monitoring dan evaluasi fasilitatif penerapan MTBS secara
berkala
C. Sasaran Pedoman
Sasaran langsung:
1. Kepala Puskesmas
2. Dokter sebagai supervisor dan motivator penerapan MTBS
3. Pemberi layanan kesehatan balita (bidan, perawat, pengelola gizi,
penanggungjawab obat, petugas imunisasi)
4. Penanggungjawab dan Pengelola program terkait kesehatan anak di Kabupaten
Bandung
D. Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 131,135
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 12, 36 3.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal11,62
4. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal 40
5. Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem lnformasi Kesehatan
8. Peraturan Presiden RI Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 -2019
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/111/2008 tentang
Rekam Medis, pasal 3-7
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang lzin
2
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, pasal 9,11
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/1/2010 Tentang
lzin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, pasal 8-10
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan
Anak
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
15. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 3 tahun 2016 tentang Sistem
Kesehatan Daerah.
3
BAB II
PERSIAPAN PENINGKATAN PENERAPAN MTBS DI PUSKESMAS
DI KABUPATEN BANDUNG
A. PERSIAPAN SDM
4
3. Refreshing
Kegiatan refreshing MTBS dilakukan secara berkala (minimal setahun sekali bagi
perawat dan bidan). Tujuan refreshing menjaga kualitas SDM dalam memberi
pelayanan MTBS. Hal ini penting agar Kepala Puskesmas dan dokter bisa
memonitor kemampuan SDM kesehatan dalam memberikan pelayanan MTBS.
Refreshing ini adalah salah satu strategi untuk menjaga kemampuan dan
kepatuhan petugas dalam menerapkan MTBS.
4. Kalakarya MTBS
Pendamping Kalakarya dapat berasal dari Puskesmas lain, namun demikian akan
lebih efektif dan efisien jika pendamping dan peserta berasal dari Puskesmas yang
sama.
5
B. PERSIAPAN PENINGKATAN FAKTOR PENDUKUNG PELAYANAN MTBS
Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas harus memastikan bahwa faktor pendukung
pelayanan MTBS selalu tersedia, siap pakai dan aman digunakan, sehingga perlu
dilakukan supervisi internal secara berkala. Supervisi internal ini terintegrasi dengan
memantau kualitas pelayanan MTBS yang diberikan oleh perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain terkait. Kesiapan logistik dan ruangan juga dibahas pada saat lokakarya
mini.
1. Logistik
Logistik menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan untuk pelayanan MTBS. Harus
direncanakan secara benar, dijaga kesinambungan keberadaannya dan dipastikan siap
pakai. Kondisi ini hanya akan tercapai bilamana didukung dengan mekanisme
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Beberapa jenis logistik
yang harus disiapkan, antara lain: obat dan vaksin, alat kesehatan, buku bagan MTBS,
formulir tatalaksana balita sakit, formulir tatalaksana bayi muda, buku register rawat
jalan balita sakit, buku register rawat jalan bayi muda, formulir rujukan, buku KIA dan
beberapa media KIE lainnya yang mendukung penerapan MTBS baik cetak maupun
audiovisual.
a. Obat
Secara umum, obat yang digunakan pada MTBS telah termasuk dalam
Formularium Nasional (Fornas) yang digunakan di Puskesmas. Apabila
penanganan balita sakit dengan MTBS ini pasien membutuhkan obat yang belum
tercantum di Fornas maka Puskesmas dapat memberikan obat tersebut dengan
ketentuan bahwa obat yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dan sesuai
dengan standar pelayanan kedokteran.
6
Tabel 2.1 Obat yang dibutuhkan dalam penanganan balita sakit
7
No Obat yang digunakan di Obat Formularium DOEN 2013
MTBS Nasional
untuk fasilitas Kesehatan
Tk 1
• Sirup 120 mg/5ml • Tetes 60 mg/0,6ml • Tetes 60 mg/0,6 ml
11 Vitamin A Vitamin A
• Kapsul Lunak 100.000 IU • Kapsul Lunak 100.000 IU
• Kapsul Lunak 200.000 IU • Kapsul Lunak 200.000 IU
12 Albendazol Albendazol Albendazol
Tablet 400 mg • Tablet 400 mg Tablet 400 mg
• Susp 200 mg/5ml
8
No Obat yang digunakan di Obat Formularium DOEN 2013
MTBS Nasional
untuk fasilitas Kesehatan
Tk 1
23 Artemether Artemether
80 mg/ml im 80 mg/ml im
24 Salbutamol Salbutamol Salbutamol
• Tablet 2 mg • Tablet 2 mg • Tablet 2 mg
• Tablet 4 mg • Tablet 4 mg • Tablet 4 mg
• Vial nebu 2,5 mg • Cairan inhalasi • Cairan inhalasi 0,1%
• Aerosol 100 mcg 0,1% • Ih/aerosol 100mcg/
dosis
• lar respirator untuk
nebulizer 2,5 mg/2,5 ml
NaCl
25 Epinefrin Epinefrin Epinefrin
Inj 0,1% sub kutan Inj 0,1% sub kutan Inj 0,1%
26 Oralit Oralit Oralit
Serbuk untuk 200 ml air Serbuk untuk 200 ml air Serbuk untuk 200 ml air
9
b. Persiapan alat dan bahan habis pakai
Alat Kesehatan
NO ITEM NO ITEM
1 Timbangan bayi 9 Pita LILA
2 Timbangan anak 10 Gelas
Sendok dan teko (tempat air
Pengukur Panjang Badan (Length
matang dan bersih) digunakan di
3 Board) 11
Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA/
Pojok Oralit)
Pengukur Tinggi Badan Tensimeter, manset anak, steteskop
4 12
neonatal dan steteskop anak
5 Pengukur Suhu Tubuh 13 Sungkup ukuran 0, 1 dan 2
Pipa lambung/Nasogastric Tube -
6 ARI Sound Timer 14
NGT no. 3,5 dan no. 5
Pulse Oximeter dengan sensor bayi
7 Senter 15
dan anak
8 Spatula lidah 16 Mikroskop
Bahan Habis Pakai
NO ITEM NO ITEM
1 Kasa/Kapas 5 Nasal Prong/Kateter Nasal bayi
Kateter urine untuk bayi no 6, untuk
2 Kertas serap/Tissue 6
balita no. 8 atau no. 10
RDT (Rapid Diagnostic Test) malaria
3 Semprit dan Jarum suntik 1cc 7 jika pemeriksaan mikroskopis tidak
tersedia
Infus set mikro dengan intra vena
4 kateter no. 24 atau wing needles 8 RDT (Rapid Diagnostic Test) HIV
no. 21G
10
c. Vaksin
Petugas imunisasi memperhitungkan kebutuhan vaksin baik jenis maupun
jumlahnya berdasarkan jumlah sasaran bayi dan balita di wilayahnya ditambah
dengan kebutuhan untuk memenuhi pelayanan imunisasi bagi bayi dan balita
diluar wilayah berdasarkan pencatatan laporan sebelumnya. Dipastikan bahwa
ketersediaan vaksin yang ada termasuk buffer stock mencukupi kebutuhan akan
pelayanan imunisasi di Puskesmas dan jaringannya. Hal ini penting agar bayi dan
balita tetap mendapatkan pelayanan imunisasi begitu akses ke Puskesmas
danjaringannya.
d. Pendukung Lainnya
Tabel 2.3 Pendukung Lainnya
URAIAN KETERANGAN
Tujuan media KIE untuk mempermudah pemahaman orangtua atau pengasuh balita
dan bayi muda dalam perawatan sehari-hari di rumah. hal ini penting mengingat
upaya promotif dalam rangka peningkatan pengetahuan dan ketrampilan keluarga
dan masyarakat terkait kesehatan bayi muda dan balita sakit menjadi bagian yang
tidak terpisahkan untuk keberhasilan MTBS.
URAIAN KETERANGAN
2. Biaya Operasional
Biaya operasional sangat dibutuhkan pada penerapan MTBS baik untuk kegiatan
dalam gedung maupun kegiatan di luar gedung. Alokasi dana dapat berasal dari
APBN, APBD, BLUD dan dana lain yang tidak menginkat
12
Tabel 2.5 Biaya Operasional
URAIAN KETERANGAN
3. Ruangan
Untuk pelayanan bayi muda sehat yang berkunjung ke Puskesmas dapat menggunakan
ruangan Kesehatan lbu dan Anak.
13
C. PENYESUAIAN ALUR PELAYANAN
Pada pelayanan dengan pendekatan MTBS, baik bayi muda maupun balita sakit akan
diperiksa secara teliti dan menyeluruh sehingga membutuhkan waktu lebih lama.
Semua petugas yang terlibat dalam alur pelayanan MTBS berperan dalam
mendukung pelayanan MTBS yang optimal.
Untuk memperlancar pelayanan MTBS dan mengurangi waktu tunggu perlu dilakukan
penyesuaian alur pelayanan. Alur pelayanan harus terinformasikan dan mudah
diakses oleh pengunjung baik secara lisan dari petugas maupun tertulis. Alur
pelayanan meliputi:
14
1. Petugas pendaftaran memanggil dan menyapa balita
2. Petugas menanyakan identitas balita
3. Petugas menanyakan tujuan kunjungan
4. Petugas pendaftaran menginput data balita ke puskesmas online
5. Petugas rekam medik membuatkan buku rekam medik untuk balita baru atau
mencari rekam medik bagi balita lama
6. Petugas pendaftaran mengarahkan balita sakit ke ruang tunggu MTBS dan bayi
muda sehat ke pelayanan KIA
7. Petugas kesehatan menyerahkan buku rekam medik balita ke ruang MTBS atau KIA
8. Petugas ruang MTBS melengkapi buku rekam medik dengan formulir pencatatan
balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun atau formulir pencatatan bayi muda kurang
dari 2 bulan
9. Petugas memanggil nama balita dan menanyakan buku KIA pada orang
tua/pengantar
10. Petugas memeriksa balita dengan standar MTBS/MTBM
11. Petugas mengarahkan orang tua/pengantar ke pelayanan kefarmasian atau rujukan
internal sesuai klasifikasi yang ditemukan
12. Petugas menginformasikan kepada orang tua/pengantar balita yang memerlukan
rujukan eksternal sesuai prosedur rujukan yang berlaku
13. Petugas mengarahkan orang tua/pengantar untuk mengisi survei kepuasan
pelanggan dan atau mengisi kotak saran
Penyesuaian alur
pelayanan MTBS
dapat dilaksanakan
mengikuti bagan
berikut:
15
1. Bagian pendaftaran
− Setelah menanyakan dan mencatat identitas pasien, petugas menanyakan
buku KIA pada ibu atau pengasuh, untuk disertakan bersama dengan
rekam medis pasien ke petugas pemberi layanan. Selain mencatat tanggal
kunjungan di buku KIA, petugas juga mengingatkan agar setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan balita berobat ke fasilitas kesehatan tidak lupa
membawa kartu dan buku KIA.
− Petugas pendaftaran harus menyampaikan kepada orang tua/pengasuh bahwa
pasien anak akan dilayani dengan pendekatan MTBS yang memeriksa anak
secara lengkap sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dari
biasa, untuk itu dimohon kesabaran ibu/pengasuh pada saat menunggu atau
pada saat anak mendapatkan pelayan kesehatan.
− Petugas mengarahkan untuk menunggu di ruang tunggu pelayanan MTBS.
Petugas rekam medik di Puskesmas agar membuat berkas tertata rapi sehingga
memudahkan pada saat pencarian berkas dari pasien dan memasikan bahwa
yang tercatat telah lengkap dan benar sehingga memenuhi kebutuhan pencatatan
pelaporan termasuk untuk keperluan pelaporan Jaminan Kesehatan Nasional
atau sistem asuransi kesehatan lainnya.
16
3. Petugas MTBS
Semua perawat/bidan yang bertugas memberi pelayanan bayi muda dan balita
sakit melakukan pendekatan MTBS, hal ini tidak menutup kemungkinan setelah
dilakukan klasifikasi ditindaklanjuti dengan meminta pasien dibawa ke petugas
gizi/sanitarian/ imunisasi untuk mendapatkan KIE atau pelayanan imunisasi
sesuai anjuran. Perawat dan bidan juga memberi KIE bagaimana merawat anak di
rumah, mencegah anak sakit dan cidera pada anak serta kapan harus kembali
bilamana diperlukan.
Untuk daerah tertentu yang memiliki kebijakan bahwa semua pasien harus
dilayani oleh dokter, maka setelah penilaian dan klasifikasi MTBS oleh perawat
atau bidan semua pasien bayi muda dan balita sakit diserahkan ke dokter untuk
tindak lanjutnya. Semua pasien dengan klasifikasi merah di rujuk, bisa pada
dokter di Puskesmas/ fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya atau ke RS
tergantung pada kasusnya.
4. Petugas Laboratorium
17
5. Petugas Imunisasi
6. Petugas Gizi
Dalam pelayanan MTBS, petugas gizi berperan dalam; 1) penentuan status gizi
balita sebelum dilakukan pelayanan oleh perawat dan bidan, 2) menerima rujukan
anak dengan masalah gizi atau masalah pemberian ASI atau pemberian makan.
Untuk mempermudah pemahaman dari orang tua/pengasuh KIE diberikan dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, menggunakan Buku KIA dan food
model serta bilamana perlu dengan praktik (cara menyusui yang benar).
Petugas gizi juga melakukan upaya promotif di dalam dan di luar gedung. Namun
KIE ini juga bisa dilaksanakan oleh perawat/bidan yang memberi pelayanan
bilamana pada saat yang sama petugas gizi idak berada di tempat.
8.Petugas obat
− Petugas obat mengklarifikasi nama pasien dengan nama yang tercantum pada
kertas resep.
− Menyiapkan obat baik jenis, takaran dan kemasan sesuai dengan resep yang
diterima dan mengklarifikasi apakah nama anak sesuai dengan obat yang
diberikan, hal ini untuk menghindari salah pemberian obat.
− Memberi penjelasan kepada orang tua/pengasuh cara pemberian, dosis dan
lama pemberian serta memastikan mereka memahami dengan meminta
mengulang apa yang tadi disampaikan.
− Menghitung kebutuhan obat terkait pelayanan MTBS, melakukan analisis
pemakaian obat MTBS dan melaporkannya jika ditemukan peningkatan
penggunaannya.
18
BAB III
PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Seluruh balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun dan bayi muda umur kurang 2
bulan harus dilayani dengan pendekatan MTBS. Hal ini sejalan dengan
Permenkes Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, dan Standar
Pelayanan Minimal.
19
2. Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan serta Kepatuhan Terhadap Standar.
MTBS dilaksanakan oleh perawat, bidan dan dokter (sebagai penerima rujukan
dan supervisor) dengan dukungan petugas lain sesuai dengan kompetensi dan
wewenangnya. Kepala Puskesmas dan dokter memastikan bahwa perawat dan
bidan yang memberi pelayanan balita sakit, bayi muda dan kunjungan neonatal
memiliki kemampuan dan patuh pada standar MTBS, demikian pula petugas
lainnya seperi petugas gizi, obat, dan petugas imunisasi. Untuk itu perlu dipasikan
bahwa semua petugas yang terlibat dalam pelayanan MTBS selalu terupdate
pengetahuan dan kompetensinya.
Kegiatan KIE ini juga harus dilaksanakan pada setiap kunjungan balita sakit dan
kunjungan bayi muda (termasuk kunjungan neonatal) yang pada kesempatan itu
juga diberikan contoh langsung atau dengan menggunakan media seperi buku
KIA, lembar balik, leaflet, dan video. Dalam berkomunikasi hendaknya menggunakan
20
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami orang tua atau pengasuh. Yang
paling penting disini adalah memberi kesempatan pada orang tua dan pengasuh
untuk bertanya hal-hal yang perlu diketahui oleh mereka terkait dengan bayi
muda dan balita sakit yang dilayani. Sediakan waktu untuk mengklarifikasi
pemahaman dari orang tua/ pengasuh agar tidak terjadi salah pengertian dan
mereka bisa menindaklanjuti setelah sesampainya di rumah.
Berikut hal-hal yang dilakukan atau disampaikan pelayanan MTBS, antara lain:
1. cara memberikan obat oral di rumah.
2. cara mengobati infeksi lokal di rumah.
3. cara memberikan cairan di rumah.
4. masalah pemberian ASI dan makanan anak.
5. kapan harus kembali untuk kunjungan ulang
6. manfaat kunjungan ulang dan alasan mengapa perlu kunjungan ulang
7. kapan atau kondisi bagaimana harus segera membawa anak ke puskesmas
8. KIE tentang pencegahan cidera pada anak.
21
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
Pencatatan dan pelaporan pada rangkaian kegiatan MTBS mengikuti sistem pencatatan
dan pelaporan yang sudah berjalan dan berpedoman pada Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Pencatatan dan pelaporan MTBS
mendukung kebutuhan data kohort, buku KIA, LB1, LB3, LPLPO, laporan program
terkait dengan pelayanan MTBS dan kebutuhan laporan lainnya.
A. PENCATATAN MTBS
Langkah pelayanan MTBS sesuai dengan alur bagan MTBS. Hasil pelayanan
dicatat dengan lengkap pada formulir pencatatan bayi muda umur kurang 2 bulan
atau fomulir pencatatan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun, diparaf dan
dicantumkan nama petugas pemberi pelayanan karena merupakan bukti pelayanan
yang diberikan. Hasil pemeriksaan berupa klasifikasi yang nantinya dikonversi menjadi
diagnosis berdasarkan ICD 10 dicatat pada register rawat jalan bayi muda umur
kurang dari 2 bulan atau register rawat jalan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 Tahun
yang sudah dimodifikasi mengakomodir langkah penilaian klasifikasi MTBS. Pada
register ini juga tersedia kolom untuk diagnosis penyakit diluar klasifikasi MTBS.
Pemberi pelayanan atau petugas yang telah ditunjuk harus mengisi semua kolom
yang ada di register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan atau register
rawat jalan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun. Dari register ini akan diperoleh
informasi mengenai status gizi, data imunisasi, data kesakitan yang dikonversi ke ICD
10, pengobatan/tindakan dan KIE yang disampaikan serta jumlah kasus yang perlu
dirujuk. Tidak menutup kemungkinan pencatatan klasifikasi atau klasifikasi yang telah
dikonversi ke ICD 10 dan pengobatan yang diberikan dicatat ulang pada rekam medik
pasien.
22
Untuk pencatatan pelayanan MTBS, terdapat pilihan yang dapat digunakan sesuai
kondisi puskesmas, yaitu:
1. Mengggunakan formulir pencatatan bayi muda umur kurang 2 bulan atau fomulir
pencatatan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun. Formulir pencatatan bayi
muda umur kurang 2 bulan juga digunakan oleh petugas kesehatan pada saat
memberikan pelayanan kunjungan neonatal (KN), dilanjutkan dengan pencatatan
pada register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan atau register rawat
jalan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.
2. Puskesmas yang sudah memiliki fasilitas, dapat menggunakan sistem komputer
untuk pencatatan rekam medik elektronik. Artinya formulir pencatatan bayi muda
umur kurang 2 bulan dan formulir pencatatan balita sakit umur 2 bulan sampai 5
tahun serta register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan dan register
rawat jalan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun dilakukan secara
komputerisasi.
1. Buku KIA: Status Gizi, imunisasi yang diberikan, hasil kunjungan neonatal dan
catatan kesehatan anak
2. Kartu Bayi
3. Register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan dan register rawat jalan
balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun
4. Kartu rekam medik
5. Kohort Bayi dan Kohort Anak Balita dan Pra Sekolah
Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi terkait dengan pencatatan di atas agar akurat dan tepat waktu. Mereka juga
meminta penanggung jawab MTBS menindaklanjuti bila dilihat dari hasil analisa data
ditemukan masalah agar terjadi kesinambungan pelayanan MTBS yang berkualitas.
Hasil pelayanan MTBS dilaporkan secara berkala melalui mekanisme yang ada.
Laporan hasil kunjungan balita sakit dan kunjungan bayi muda dilakukan setiap
bulan. Data yang ada pada register rawat jalan bayi muda umur kurang dari 2 bulan
dan register rawat jalan balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun selanjutnya diolah,
dikelompokkan dan dijumlahkan sesuai klasifikasi atau klasifikasi yang telah
dikonversi ke dalam kode ICD 10. Data yang telah diolah tersebut kemudian
dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.
23
Instrumen pelaporan yang digunakan dalam kegiatan MTBS adalah:
Pada saat Lokakarya mini di Puskesmas dan saat pertemuan tiga bulanan dengan
lintas sektor serta kader perlu disampaikan hal penting hasil pelayanan MTBS dan
hal-hal yang perlu ditindaklanjuti. Hal yang sama juga dilakukan pada kegiatan di
tingkat Kabupaten/Kota.
Kementerian
Kesehatan
RI
Dinas Kesehatan
Provinsi
Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Puskesma
s
24
KONVERSI KLASIFIKASI MTBS KE DALAM KODE DIAGNOSIS (ICD 10)
NO DIAGNOSA ICD 10
KODE DIAGNOSIS KETERANGAN
I TANDA BAHAYA UMUM
Penyakit Sangat Berat R 56.0 Kejang Demam Penetapan diagnosa
A 35 Tetanus disesuaikan dengan tanda /
G. 03.9 Meningitis, tidak spesifik gejala dan Pemeriksaan
G 04 Ensefalitis fisiknya
A 36.9 Diptheri
III DIARE
1. Diare Dehidrasi Berat A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
2. Diare Dehidrasi A 09 Gastroenteritis dan
Ringan/Sedang Kolitis, tidak spesifik
3. Diare Tanpa Dehidrasi A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
4. Diare Persisten Berat A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
5. Diare Persisten A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
6. Disentri A 06 Ambesiasis
IV DEMAM
1. Penyakit Berat dengan B 50 Malaria falciparum Jika hasil pemeriksaan,
Demam B 51 Malaria vivax positif malaria
B 52 Malaria malariae
B 53 Malaria ovale
B 54 Malaria tidak spesifik Jika hasil pemeriksaaan
negatif malaria atau tidak
dilakukan pemeriksaan
Mikroscopis/RDT
2. Malaria B 50 Malaria falciparum
B 51 Malaria vivax
B 52 Malaria malariae
B 53 Malaria ovale
6. Demam Bukan Malaria B 50 Demam yang tidak Jika ditemukan penyebab lain
25
NO DIAGNOSA ICD 10
KODE DIAGNOSIS KETERANGAN
diketahui penyebabnya dari demam, tentukan
diagnosa ICD 10 yang sesuai
7. Campak dengan B 05.1 Campak dengan
Komplikasi Berat Meningitis
B 05.2 Campak dengan
Pneumonia
8. Campak dengan B 05.8 Campak dengan
Komplikasi Mata atau Komplikasi Mata atau
Mulut Mulut
9. Campak B 05.9 Campak tanpa Jika ada riwayat campak
Komplikasi dalam bulan terakhir
Z 86 Riwayat penyakit infeksi
parasit
11. Demam Berdarah A 91 Demam Berdarah
Dengue (DBD) Dengue
12. Mungkin DBD A 90 Demam Dengue
13. Demam Mungkin R 50 Demam yang tidak Jika ditemukan penyebab lain
Bukan DBD diketahui penyebabnya dari demam, tentukan
diagnosa ICD 10 yang sesuai
A 01 Demam tifoid dan
paratiroid
V MASALAH TELINGA
1. Mastoiditis H 70 Mastoiditis
2. Infeksi Telinga Akut H 60 Otitis Eksterna
H 65.0 Otitis Media Akut
Serosa
H 66.0 Otitis Media Akut
Supuratifa
3. Infeksi Telinga Kronis H 66.3 Otitis Media Supurata
Kronik, tidak spesifik
4. Tidak Ada infeksi -
Telinga
VI STATUS GIZI
1. Gizi Buruk dengan E 40 Kwashiorkor Khusus
Komplikasi E 42 Marasmus Kondisi Stunting dengan
2. Gizi Buruk Tanpa E 43 Gizi Buruk Tanpa Kode E 45
Komplikasi Komplikasi
3. Gizi Kurang E 63.9 Gizi kurang, tidak
spesifik
4. Normal -
VII ANEMIA
1. Anemia Berat D 64.9 Anemia tidak spesifik
26
NO DIAGNOSA ICD 10
KODE DIAGNOSIS KETERANGAN
3. Tidak Anemia -
ICD 10
NO DIAGNOSA
KODE DIAGNOSIS KETERANGAN
I KEMUNGKINAN PENYAKIT
SANGAT BERAT ATAU INFEKSI
BAKTERI
1. Penyakit Sangat Berat atau R 56.0 Kejang Demam Penetapan
infeksi sangat berat diagnosa
A 33 Tetanus Neonatorum disesuaikan dengan
G. 03.9 Meningitis, tidak tanda / gejala dan
spesifik Pemeriksaan
A 36.9 Diptheri fisiknya
J 18.9 Pneumonia, tidak
spesifik
2. Infeksi Bakteri Lokal A 48 Penyakit bakteri lain
yang tidak terklasifikasi
3. Mungkin Bukan Infeksi -
II IKTERUS
1. Ikterus Berat P 59.9 Ikterus bayi baru lahir
tidak spesifik
2. Ikterus P 59.9 Ikterus bayi baru lahir
tidak spesifik
3. Tidak ada Ikterus -
III DIARE
1. Diare Dehidrasi Berat A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
2. Diare Dehidrasi Ringan / Sedang A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
3. Diare tanpa Dehidrasi A 09 Gastroenteritis dan
Kolitis, tidak spesifik
IV STATUS HIV
1. Terkonfirmasi HIV B 20 Penyakit HIV
27
ICD 10
NO DIAGNOSA
KODE DIAGNOSIS KETERANGAN
2. Terpajan HIV Z 20.6 Kontak dan suspek
terinfeksi HIV
3. Kemungkinan bukan Terinfeksi -
HIV
28
Tabel 4.3 Penyakit lain yang sering ditemui pada balita
Diluar klasifikasi MTBS*
29
SISTEM INTEGUMEN
31 Varisela tanpa komplikasi B01 VARICELLA (CHICKEN POX)
32 Sifilis Kongenital A50 SYPHILIS CONGENITAL
33 Tinea kapitis B35 DERMATOPHYTOSIS
34 Skabies B86 SCABIES
35 Napkin Eczema L22 DIAPER (NAPKIN)
DERMATTITIS
36 Miliaria L30 OTHER DERMATITIS
37 Urtikaria Akut L50 URTICARIA
SISTEM SARAF
38 Rabies A82.9 RABIES
39 Epilepsi G40.9 EPILEPSY
30
BAB V
PEMANTAUAN DAN PEMBINAAN PENERAPAN MTBS
Supervisi fasilitatif merupakan bagian dari pemantauan dan pembinaan yang bersifat
langsung, kegiatan sistematik untuk memastikan secara detail penerapan MTBS,
apakah pemberi pelayanan melaksanakan MTBS sesuai standar, bagaimana
penerapan MTBS di Puskesmas dan di tingkat Kabupaten/Kota.
31
Pelaksana supervisi fasilitatif MTBS
1. Kepala Puskesmas dan dokter Puskesmas dibantu bidan koordinator terhadap
tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan MTBS di Puskesmas dan
jaringannya.
2. Penanggung jawab program terkait MTBS Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (KIA,
P2M, Gizi, Imunisasi, Perkesmas, Surveilans, Penanggung Jawab Obat dan
Penanggung Jawab Sarana Prasarana dan Alat) dan profesi (IDI, IBI dan PPNI).
32
JENJANG PELAKSANA KOMPONEN PERANGKAT WAKTU
SU-
PERVISI
PUSKESMAS Tim MTBS Penyediaan sa- Aplikasi Sarana dan
Kabupaten/ rana prasarana, prasarana Alat Kes-
Kota atau ehatan (ASPAK)
Pen- anggung dan LPLPO
jawab
Sumber daya Analisis Beban Kerja,
Manusia jumlah dan
kompe- tensi SDM
di pe- layanan
kesehatan primer
Pembiayaan Daftar Penerima Ban-
dan tuan Iuran (PBI) dan
jaminan Non PBI
kesehatan Kuesioner wawancara
Kebutuhan tindak lanjut terhadap
pelayanan (de- keluarga balita, waw-
mand ancara penerima
Kuesioner wawancara
Kesinambung tindak lanjut di tem-
an pelayanan pat rujukan
Instrumen kepatu-
Kualitas pe- han pemberi layanan
layanan MTBS (menggunakan
instrumen
Dalam penerapan MTBS selain dilakukan supervisi fasilitatif juga dilakukan monitoring
evaluasi.
Monitoring bisa dilakukan secara:
1. Internal
Dilakukan oleh Kepala Puskesmas, dokter Puskesmas dan bidan koordinator
Instrumen yang digunakan: Daftar tilik monev penerapan MTBS di Puskesmas
2. Eksternal
Dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab/Provinsi
Instrumen yang digunakan: Daftar tilik Monev penerapan MTBS di Kabupaten
33
Dalam monitoring dilakukan penilaian:
Apakah besaran anggaran dan pelaksanaan supervisi fasilitatif sesuai dengan yang
direncanakan?
EVALUASI
34
2. Tingkat Kabupaten
• Kesinambungan ketersediaan SDM, faktor pendukung, dan biaya operasional
penerapan MTBS (termasuk supervisi fasilitatif)
• Relevansi antara penemuan kasus dengan penurunan kematian
• Relevansi antara kasus utama dengan fokus intervensi terpilih dikaitkan dengan
perencanaan dan implementasi
• Kolaborasi antara Dinas kesehatan dengan fasilitas rujukan
• Peran dari organisasi profesi dalam peningkatan penerapan MTBS
35
KASUS MTBS
Petunjuk:
1. Lakukan role play dan simulasi cara tata laksana balita sakit dengan pendekatan
MTBS.
2. Lakukan pencatatan dengan menggunakan formulir pencatatan balita sakit yang
secara tidak langsung memberi petunjuk langkah-langkah yang seharusnya
dilaksanakan selama pelaksanaan role play dan simulasi
KASUS I
Kalisa seorang anak perempuan umur 11 bulan. Berat badannya 8 kg. Panjang
badannya 79 cm. Suhu badannya 37°C. Ibunya berkata bahwa Kalisa batuk kering
selama 2 minggu terakhir.
Kalisa tidak mempunyai satupun tanda bahaya umum. Petugas kesehatan menilai
batuknya. Dia batuk selama 21 hari. Dia menghitung napasnya 41 kali per menit.
Petugas tidak melihat ada tarikan dinding dada. Tidak ada stridor, ketika anak tenang.
Kalisa tidak diare. Dia tidak demam selama sakit ini. Dia tidak mempunyai masalah
telinga. Petugas memeriksa Kalisa untuk status gizi dan anemianya. Telapak tangannya
sangat pucat. Tidak ada pembengkakan pada kedua kaki.
KASUS II
Rita umur 3 tahun Berat badannya 13 kg dan tinggi badan……cm. Suhu badannya 38°C.
Ibunya datang ke klinik hari ini karena Rita teraba panas selama 3 hari terakhir. Dia
menangis tadi malam dan mengeluh telinganya sakit. Petugas kesehatan memeriksa
dan tidak menemukan tanda bahaya umum.
Rita tidak batuk atau sukar bernapas. Dia tidak diare. Risiko malaria di daerahnya tinggi.
Selanjutnya petugas menanyakan masalah telinga. Ibunya merasa yakin bahwa Rita sakit
telinga. Anak itu menangis hampir sepanjang malam karena nyeri telinga. Ada cairan
keluar dari telinga Rita yang kadang sembuh selama 1 tahun, kata ibunya. Petugas tidak
melihat nanah dari telinga anak itu. Dia meraba bagian belakang telinga dan merasakan
ada pembengkakan yang nyeri di belakang satu telinga.
KASUS III
Winda umur 8 bulan. Berat badannya 6 kg. Panjang badan……. cm. Suhu badannya
39°C. Ayahnya mengatakan pada petugas kesehatan, “Winda batuk sudah 3 hari. Dia
sukar bernapas dan lemah”. Petugas berkata, “Bagus sekali bapak membawa Winda
kemari hari ini. Saya akan memeriksanya sekarang”. Petugas memeriksa tanda bahaya
umum. Ibunya berkata, “Winda tidak mau menyusu. Dia sama sekali tidak mau minum
minuman lain.
36
Winda tidak memuntahkan semuanya dan tidak kejang. Winda letargis. Dia tidak
melihat ke petugas maupun ke orang tuanya ketika mereka berbicara.
Petugas menghitung frekuensi napas Winda, ternyata 55 kali per menit. Petugas
melihat ada tarikan dinding dada dan mendengar ada stridor karena terdengar suara
kasar saat Winda menarik napas.
KASUS IV
Kardi umur 5 bulan. Berat badannya 5.2 kg. Suhu aksilarnya 37.5°C.
Ibu berkata bahwa Kardi sulit makan dan teraba panas. Anak ini: bisa minum, tidak
muntah, tidak kejang, sadar dan tidak letargis, tidak batuk dan tidak diare.
Berhubung suhu badan Kardi 37.5°C dan teraba panas, petugas menilai Kardi lebih
lanjut untuk tanda yang berhubungan dengan demam. Tinggal di daerah risiko
malaria tinggi dan belum pernah mendapatkan obat anti malaria
Kardi demam sudah 2 hari. RDT positif, tidak menderita campak dalam 3 bulan
terakhir, tidak ada kaku kuduk, tidak pilek dan tidak mempunyai tanda yang mengarah
DBD
KASUS V
Dina seorang anak perempuan umur 18 bulan. Berat badannya 7 kg. Panjang badan
76 cm. Suhu badannya 38.5°C. Ibunya membawa ke klinik hari ini karena Dina teraba
panas dan mempunyai ruam. Petugas kesehatan melihat bahwa Dina terlihat seperti
tulang berbalut kulit.
Petugas kesehatan memeriksa tanda bahaya umum: Dina bisa minum, tidak muntah,
tidak kejang, sadar dan tidak letargis, tidak batuk atau sukar bernapas dan tidak
diare.
Petugas kesehatan menilai untuk demamnya. Dina tinggal di daerah risiko tinggi
malaria. Hasil pemeriksaan RDT positif falsiparum. Demam berlangsung selama 5
hari, ada ruam kemerahan yang menyeluruh dan matanya merah, tidak kaku kuduk dan
tidak pilek.
Petugas kesehatan kemudian menilai tanda untuk komplikasi campak: tidak ada luka
di mulut, mata tidak bernanah, tidak ada kekeruhan kornea, tidak mempunyai
masalah telinga dan tidak ada tanda yang mengarah DBD.
Hasil pemeriksaan status gizi didapatkan telapak tangannya agak pucat dan tidak
ada edema pada kedua punggung kaki.
KASUS VI
Narti berada di klinik hari ini karena dia diare selama 4 hari. Dia berumur 25 bulan
dan berat badannya 9 kg. Suhu badannya 37.0°C. Narti tidak mempunyai tanda
bahaya umum. Dia tidak batuk atau sukar bernapas. Petugas kesehatan menanyakan
kepada ibu: “Ketika Narti diare, apakah ada darah dalam tinjanya?” Ibu menjawab:
“Tidak.” Petugas kesehatan memeriksa tanda dehidrasi: sadar dan tidak letargis, tidak
rewel/gelisah atau mudah marah, matanya tidak cekung, minum dengan lahap ketika
37
diberi minum dan cubitan kulit perut kembali dengan segera.
38
KASUS MTBM
Petunjuk:
1. Lakukan role play dan simulasi cara tata laksana bayi muda dengan pendekatan
MTBM.
2. Lakukan pencatatan dengan menggunakan formulir pencatatan bayi muda yang secara
tidak langsung memberi petunjuk langkah-langkah yang seharusnya dilaksanakan
selama pelaksanaan role play dan simulasi
KASUS I
Sasha berusia 5 minggu. Beratnya 4 kg. Suhu aksilarnya 37°C. Ibu membawa Sasha ke
klinik karena dia memiliki bercak kemerahan. Petugas kesehatan menilai tanda untuk
penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat dan infeksi bakteri lokal pada Sasha.
Ibu mengatakan bahwa tidak ada kejang. Frekuensi napas Sasha 55 kali per menit.
Tidak ditemukan tarikan dinding dada ke dalam. Tali pusat normal. Petugas kesehatan
memeriksa keseluruhan tubuhnya dan menemukan bercak kemerahan dengan sedikit
pustula di daerah pantat. Sasha sadar dan gerakannya normal.
KASUS II
Henri adalah bayi muda berusia 3 minggu. Beratnya 3.6 kg. Suhu aksilarnya 36.5°C.
Dia dibawa ke klinik karena memiliki kesulitan bernapas. Petugas kesehatan
pertama-tama memeriksa tanda penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat dan
infeksi bakteri lokal pada bayi tersebut. Ibu mengatakan bahwa Henri tidak kejang.
Petugas kesehatan menghitung frekuensi napas Henri 74 kali per menit. Dia
melakukan penghitungan ulang dan mendapatkan hasil 70 kali per menit. Ia juga
menemukan bahwa Henri memiliki tarikan dinding dada ke dalam yang ringan. Tali
pusat normal, dan tidak ada pustul kulit. Henri tampak tenang, sadar dan gerakannya
normal.
KASUS III
Samira seorang bayi perempuan berumur 4 minggu. Berat badannya 3 kg. Ketika ditanya,
ibu Samira menjawab bahwa Samira meyusu ASI 3 kali sehari. Ia juga minum susu
formula menggunakan botol 3 kali sehari. Petugas kesehatan mengukur berat badan
Samira berdasarkan umurnya. Petugas kesehatan melihat ke dalam mulutnya dan tidak
melihat ada luka atau bercak putih di mulut. Berhubung Samira tidak mempunyai
indikasi untuk rujukan segera, petugas kesehatan memutuskan untuk menilai cara
menyusui. Samira belum minum selama beberapa jam. Ibunya setuju untuk
menyusuinya sekarang. Petugas kesehatan melihat dagu Samira tidak menempel
pada payudara ibu. Mulutnya tidak terbuka lebar dan bibirnya tertarik ke dalam. Areola
39
bagian atas dan bawah terlihat sama. Isapannya cepat dan tidak dalam.
KASUS IV
Asti umur 7 minggu. Berat badannya 3 kg. Suhu aksilanya 36,4°C. Ibu membawa Asti
ke klinik karena menderita diare selama 2 hari. Petugas kesehatan pertama-tama
memeriksa untuk tanda penyakit sangat berat atau infeksi bakteri. Ibunya mengatakan
bahwa Asti tidak memiliki kesulitan minum dan ia tidak pernah kejang. Frekuensi
napas Asti adalah 58 kali per menit. Dia tidur di gendongan ibunya tetapi terbangun
ketika ibunya melepaskannya. Dia memiliki tarikan dinding dada ringan. Tali pusatnya
tidak berwarna kemerahan dan tidak ditemukan nanah. Mata terlihat cekung dan
cubitan kulit perut kembali lambat. Ada kemerahan pada area popoknya tetapi tidak
ada pustul kulit. Dia menangis dan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.
KASUS V
Ruben umur 6 minggu. Beratnya 4.2 kg. Suhu aksilanya 36.5°C. Ibu membawanya ke
klinik karena ia diare dan terlihat sangat parah. Ibu bilang Ruben tidak minum dengan
baik sejak kemarin. Ketika petugas kesehatan menanyakan apakah Ruben pernah
kejang, ibunya berkata tidak. Petugas kesehatan menghitung napas Ruben 50 kali per
menit. Ruben memiliki tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat. Tali pusatnya
tidak merah atau bernanah. tidak ada pustul kulit dibadannya. Ruben tidak bergerak
ketika diperiksa dan hanya bergerak sedikit ketika dirangsang.
40
PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN
Jawaban:
Karena anak akan diperiksa dengan menggunakan prosedur pemeriksaan yang
lengkap dan terstandar agar dapat mendeteksi tanda dan gejala yang mengarah
kepada penyakit-penyakit berbahaya pada anak seperti pneumonia, diare,
malaria, campak dan malnutrisi serta pemantauan tumbuh kembangnya, sehingga
pengobatannya pun akan lebih sesuai dengan ketentuan. Tentu saja proses
tersebut memakan waktu yang sedikit lebih lama, namun orangtua akan merasa
lebih nyaman dan puas karena anaknya diperiksa secara menyeluruh.
2. Mengapa saat berobat batuk, petugas hanya menganjurkan pemberian jeruk nipis
dan kecap/madu?
Jawaban:
Batuk pada anak itu merupakan gejala dari suatu penyakit, sehingga untuk
penatalaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan pemberian pelega tenggorokan
dan pereda batuk yang aman sampai dengan penggunaan obat-obatan sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan. Salah satu pelega tenggorokan dan pereda batuk
yang aman adalah pemberian kecap manis atau madu yang dicampur dengan air
jeruk nipis (madu tidak dianjurkan untuk anak umur kurang dari 1 tahun).
Jawaban:
Larutan Gula Garam (LGG) tidak lagi dianjurkan karena dikhawatirkan akan
terjadi kesalahan dalam pembuatannya, maka dianjurkan agar anak memperoleh
tambahan cairan lain seperti oralit, cairan makanan (kuah sayur dan air tajin) atau
air matang sebanyak anak mau. Jika anak masih menyusu, maka berikan ASI
lebih sering dan lebih lama setiap kali pemberian.
Jawaban:
Setiap obat yang diberikan di poli MTBS, telah melalui pertimbangan berdasarkan
keluhan dan klasifikasi penyakit yang terjadi pada balita. Beberapa obat
mempunyai indikasi dan manfaat tertentu untuk berbagai kondisi misalkan
parasetamol selain untuk penurun panas bisa juga diberikan untuk keluhan
nyeri. Orang tua dapat
43
meminta penjelasan lebih lanjut dari petugas terkait dengan indikasi dan efek
samping obat yang diberikan kepada balita yang sakit.
5. Apakah petugas MTBS (perawat atau bidan) boleh memberikan terapi MTBS?
Jawaban:
Setiap petugas poli MTBS telah diberikan pelatihan yang terstandarisasi
berdasarkan pedoman yang ada secara komprehensif sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI no.25 tahun 2014 tentang upaya kesehatan anak pasal 25
ayat 2 menyatakan bahwa MTBS sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
dilaksanakan oleh perawat/bidan terlatih. Oleh karena itu, perawat/bidan memiliki
kewenangan untuk melaksanakan tindakan sesuai dengan standar pelayanan
MTBS. Masyarakat tidak perlu ragu dengan pelayanan di poli MTBS karena setiap
tindakan dan pengobatan di poli MTBS terjaga kualitasnya dengan supervisi
secara berkala oleh dokter terlatih.
Jawaban:
Dokter mempunyai peran yakni: 1) memfasilitasi pelaksanaan pelayanan MTBS di
puskesmas dan jaringannya agar dapat berjalan dengan baik., 2) Supervisor
pelaksanaan pelayanan MTBS di puskesmas dan jaringannya., 3) Menerima
rujukan kasus hasil dari pelayanan MTBS yang dilakukan oleh petugas MTBS di
puskesmas dan
jaringannya.
7. Apakah masih diperlukan pencatatan lain selain formulir pada saat pelayanan
MTBS?
Jawaban:
Formulir pemeriksaan pelayanan MTBS merupakan suatu panduan bagi tenaga
kesehatan yang melaksanakan pelayanan MTBS agar dapat melakukan langkah-
langkah dalam melayani balita sakit yang berkunjung ke puskesmas dan jejaringnya
sesuai standar MTBS. Oleh karena itu formulir ini masih diperlukan dan dapat
bermanfaat juga sebagai rekam medis pasien.
Jawaban:
Proses pemeriksaan MTBS mengikuti pola yang ditentukan dengan tujuan agar
pemeriksaan bisa dilakukan secara efektif dan efisien. Jangan sampai ada pengkajian
tanda dan gejala yang terlewat, sehingga klasifikasi penyakit berat pada anak
tidak terdeteksi lebih awal yang berdampak terhadap kesehatan anak. Selain itu,
44
pada anak balita sering ditemukan lebih dari satu kasus dalam satu penyakit pada
periode yang sama.
45
9. Apakah bisa langsung fokus ke penyakit yang dikeluhkan oleh pasien?
Jawaban:
Bisa jika ditemukan tanda bahaya umum, maka pemeriksaan selanjutnya
dilakukan secara cepat sambil diberikan tindakan pra rujukan. Sedangkan jika
tidak ditemukan tanda bahaya umum, maka tatalaksana dilakukan tetap secara
bertahap dan sistematis tidak bisa fokus langsung ke keluhan pasien untuk menilai
pasien secara komprehensif.
Jawaban:
Kunjungan ulang sesuai jadwal merupakan bagian dari proses MTBS. Setiap
balita yang dijadwalkan kunjungan ulang seharusnya mengikuti anjuran
kunjungan ulang tersebut. Karena pada saat kunjungan ulang itu petugas akan
menilai ulang kondisi pasien dan obat yang telah diberikan dan mengambil
tindakan selanjutnya jika diperlukan. Apabila pasien tidak melakukan kunjungan
ulang, maka pasien harus dilakukan kunjungan rumah oleh petugas perkesmas.
46
DAFTAR SINGKATAN
ARV : Antiretrovirals
BOK : BantUan Operasional Kesehatan
HB : Hepatitis B
IU : International Uni t
IV : Intra Vena
KN : Jaminan Kesehatan Nasional
GB : Kelenjar Getah Bening
B : Laporan BUlanan
46
MDGs : Millenium Development Goals
SD : Standar Deviasi
SMZ : Sulfamethoxazole
TMP : Trimethorphan
47
48