Tugas Kep. Kritis Engga

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HEMATOTHORAX

OLEH:
NI LUH VENY WIDHI UDAYANI
16089142049

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Hematothoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada
rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi
predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa
diserap oleh lapisan pleura. (Arif Muttaqin, 2008, hal. 150)
Hematothoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura, sunber mungkin
darah dinding dada, parenkim paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi
biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
mungkin merupakan komplikasu dari beberapa penyakit. (Puponegoro, 1995)
Hemathoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal. (Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran; 2000,
hal. 295)
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga
intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari
arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian Bedah Thoraks
Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan, 2000).
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin
berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar
(Mancini, 2011).

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka penderita
hematothorax selama 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan, dari 177 juta
penduduk dunia yang menderita Hematothorak, sekitar 76% diantaranya berada di
negara berkembang, dan 62 % disebabkan karena trauma. Pada tahun 2006
penduduk Amerika Serikat yang menderita hematothorax sebanyak 7,8 juta orang.
Di Asia, prevalensi penduduk Cina, angka penderita hematothorax sebanyak
1,5%, di Hongkong 4,3% dan untuk Cina Singapura sebanyak 6,2%. Pada tahun
2000 penderita hematothorax di Indonesia mencapai 1,6 juta adapun prevalensi
kejadian hematothorax ini tersebar di berbagai kota di Indonesia.

3. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal (Mancini, 2011).
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain
a. Penetrasi pada dada
b. Trauma tumpul pada dada
c. Laserasi jaringan paru
d. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
e. Laserasi arteri mammaria interna

4. PATOFISIOLOGI
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru
atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti
pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya membran serosa
yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini
memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat
menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra
Alveoler, kolaps terjadi pendarahan. arteri dan kapiler, kapiler kecil , sehingga
takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun. Vs :T ,S , N. Hb
menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia.

5. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

6. MANIFESTASI KLINIS
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri.
Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala
yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat,
agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di
ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo,
1997).
Respon tubuh dengan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi.
Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat
muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus
trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika
terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar
dapat menimbulkan dispnea. (Mancini, 2011)

7. PEMERIKSAAN FISIK
a. Airway
1) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring,
fraktur, trakea
2) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor
3) feel
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit,
memar, deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
c. Ciculation
1) Tingkat kesadaran
2) Warna kulit
3) Tanda-tanda laserasi
4) Perlukaan eksternal
d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Respon pupil
3) Tanda-tanda lateralisasi
4) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan
yang cukup hangat.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sinar X dada
 Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura
 Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b. AGD
 Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
 PaCO2 mungkin normal atau menurun
 Saturasi oksigen biasanya menurun
c. Torachosentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
d. Full blood count
 Hb menurun
 Hematokrit menurun

9. KRITERIA DIAGNOSIS
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.

10. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN


Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
a. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah
dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat
dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan
dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD)
b. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest
tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan
dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam WSD
antara lain:
 WSD aktif
continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
 WSD pasif
gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
c. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
1) Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar
penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
2) Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus.
3) Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam
dalam waktu 2 – 4 jam.
4) Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau
luka di daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan
kemungkinan diperlukannya torakotomi karena kemungkinan melukai
pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi
tamponade jantung
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama
penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest
tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan
pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri / vena) bukan merupakan
indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi.
Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris
torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari
belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara
(anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan
antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan
memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah
12.7 cm hingga 25 cm

11. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa  :
a. Kegagalan pernafasan
b. Kematian
c. Fibrosis atau parut dari membran pleura
d. Syok
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma
(otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan
kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps.
Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi
dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kehancuran (disebut
pneumotoraks).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. B1 (Breathing)
1) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris
(lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan
sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
2) Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.
3) Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hiposonor. Batas jantung terdorong ke
arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
4) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
b. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular
yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan
pengisian kapiler/CRT.
c. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan cuping
hidung, pernapasan bibir, penggunan otot aksesorius untuk bernapas.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen
cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis,
laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari
nyeri.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot ditandai
dengan pasien tidak mampu menggerakkan bagian yang mengalami
fraktur, pasien mengeluh nyeri saat menggeser bagian yang fraktur.
5) Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan
dengan kontraktur otot ditandai dengan pasien tidak mampu memegang
alat mandi, pasien tidak mampu menggunakan pakaian sendiri, pasien
minta dibantu untuk makan dan eliminasi.
6) PK: Perdarahan
7) PK: Anemia
8) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat tindakan
pemasangan WSD

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
ditandai dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea,
pernapasan cuping hidung, pernapasan bibir, penggunan otot
aksesorius untuk bernapas.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
napas efektif dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory status: ventilation, Respiratory status:
Airway patency
1. Kedalaman pernapasan normal
2. Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan
3. Tidak tampak retraksi dinding dada
4. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/menit)
Intervensi:
NIC Label >> Airway management
1. Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan
Rasional: Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan
atau penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman
pernapasan
2. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding
dada
Rasional: Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
3. Berikan posisi semifowler
Rasional: Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi
tubuh untuk inspirasi dan ekspirasi
4. Pantau status pernapasan dan oksigen
Rasional: Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat
menentukan indikasi terapi
5. Berikan dan pertahankan masukan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk
mempertahankan masukan O2 saat mengalami perubahan status
respirasi
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen
cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien tampak meringis,
laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan posisi untuk
menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Pain Control
 Pasien mengenali onset nyeri.
 Pasien dapat mendeskripsikan faktor penyebab.
 Pasien menerapkan teknik manajemen nyeri non farmakologis.
 Pasien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.
NOC Label >> Pain Level
 Pasien tidak melaporkan adanya nyeri
 Ekspresi wajah terhadap nyeri
 Diaphoresis
 RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)
 Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)
 Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
Intervensi :
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas,
faktor pencetus, dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat
menentukan jenis tindakan selanjutnya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk
nyeri, dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan
intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian
analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
tidak mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat
mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya
nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided
imagery, terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri
timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan
nyeri sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan
rasa percaya terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
klien tidak mengalami gejala kekurangan volume cairan, dengan kriteria
hasil :
NOC Label >>Fluid balance
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal,
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
NOC Label >>Hydration
a) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NOC Label >>Nutritional Status : Food and Fluid Intake
a) Intake oral dan intravena adekuat
Intervensi:
NIC Label >> Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Rasional: Agar dapat mengetahui kebutuhan cairan klien, sehingga
dapat memberikan intervensi yang sesuai
2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
Rasional: Status hidrasi diobservasi untuk mengetahui lebih awal
daripada tanda-tanda terjadinya dehidrasi
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt,
osmolalitas urin, albumin, total protein)
Rasional: Pemeriksaan laboratorium digunakan sebagai pedoman
dalam pemberian cairan, agar mencegah terjadinya ketidakseimbangan
dan kelebihan cairan
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
Rasional: Vital sign sebagai pedoman untuk penggantian cairan
sekaligus untuk mengkaji respons kardiovaskuler pasien
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
Rasional: Jika pemberian cairan tidak dapat dilakukan, maka dapat
dikolaborasikan dengan memberikan cairan IV
6. Monitor status nutrisi
Rasional: Status nutrisi sedikit tidak akan berhubungan juga dengan
status hidrasi
7. Berikan cairan oral
Rasional: Cairan oral akan membantu memebuhi kekurangan cairan
dalam tubuh
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
Rasional: Penggantian cairan sesuai output dilakukan untuk mencegah
terjadinya kelebihan cairan
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Rasional: Keluarga sebagai orang terdekat pasien
10. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Rasional: Memonitor intake dan output cairan setiap 8 jam dilakukan
untuk mengevaluasi dan merencanakan kembali jika terdapat
kekeliruan dalam pemberian cairan, agar segera diperbaiki
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot
ditandai dengan pasien tidak mampu menggerakkan bagian yang
mengalami fraktur, pasien mengeluh nyeri saat menggeser bagian
yang fraktur.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan ... x … jam, diharapkan kekakuan
otot tidak terjadi dengan kriteria hasil:
 Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan
 Otot tidak mengalami atropi
 Otot tidak mengalami kontraktur
Intervensi:
NOC Label >> Bed Rest care
1. Jelaskan pada pasien tentang kemungkinan untuk bed rest selama
beberapa waktu.
Rasional: Memberitahukan kemungkinan yang terjadi bila pasien tidak
mampu bergerak dalam waktu lama sehingga tidak menimbulkan
kecemasan bagi pasien dank lien dapat turut berperan dalam proses
penyembuhannya.
2. Jaga agar linen tetap bersih dan kering.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya infeksi dan dekubitus pada
pasien.
3. Bantu pasien dalam melakukan ADL.
Rasional: Pasien yang mengalami imobilisasi/bed rest tidak dapat
melakukan ADL, maka perawat harus membantu pasien.
4. Bersama pasien batasi gerak bagian tubuh tubuh yang mengalami
fraktur.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan tulang belakang dan
mencegah kerusakan yang berkepanjangan dari medulla spinalis.
NOC Label >> Exercise promotion
1. Beritahukan pasien mengenai manfaat, prosedur dari latihan untuk
kesembuhan ekstremitasnya.
Rasional: Penjelasan yang diberikan dapat menjawab ketikdak tahuan
pasien mengenai segala intervensi yang akan diberikan, dengan
demikian pasien akan dapat mengikuti intervensi yang diberikan
dengan baik dan mematuhi peraturan.
2. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas dan fungsi
persendian, otot dan kekuatan otot pasien.
Rasional: Pengkajian dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan motorik pasien dan hasilnya dapat disesuaikan antara
intervensi yang akan diberikan dengan kondisi pasien.
3. Ajarkan pasien untuk melatih pesendian dan otot (misalnya: gerakan
ekstensi dan fleksi, memutar kemudian relaks dan mengkontrasikan
otot).
Rasional: Latihan pasif tersebut dapat membantu dalam mengurangi
kekakuan otot dan sendi serta dapat memperlanjar peredaran darah
sehingga mempercepat penyembuhan.
4. Observasi hasil dari latihan yang dilakukan (misalnya : pernafasan,
nadi, nyeri)
Rasional: Gejala seperti berkurangnya frekuensi nafas, nadi cepat,
pucat, pusing, dan nyeri pada persendian dan otot saat latihan
merupakan tanda-tanda yang harus diantisipasi yang dapat
mengindikasikan ketidakstabilan kondisi pasien dan latihan harus
dihentikan.
5. Ajarkan pada pasien cara-cara dalam melakukan perubahan posisi
(misalnya: dengan menggeser keseluruhan ekstremitas secara
bersamaan dan tidak mengangkat ekstremitas tanpa penopang).
Rasional: Pada pasien dengan gangguan pada komposisi tulang tidak
boleh melakuakan melakuakan perubahan posisi tanpa arahan karena
dapat memperburuk kondisi penyusunan kembali komponen tulang.
6. Dampingi pasien dalam melakukan pergerakan (misalnya : duduk,
berdiri, berjalan pada jarak tertentu dan berbaring).
Rasional: Pasien akan merasa lebih aman dan nyaman saat didampingi
sewaktu melakukan terapi mobilisasi, sehingga pasien dapat mengikuti
terapi dengan baik.
7. Dampingi pasien saat melakukan latihan pasif/aktif pergerakan sendi
Rasional: Dapat membantu agar pasien dapat melakukan latihan secara
optimal
8. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan ROM
Rasional: ROM merupakan aktivitas yang dilakukan untuk melatih
kemampuan otot dan persendian, sehingga dengan ROM dapat
mengurangi kekakuan otot dan sendi serta dapat mempercepat
pemulihan serta mencegah atropi otot.
9. Monitoring posisi kesejajaran tubuh
Rasional: Perubahan posisi pasien dapat mempengaruhi perubahan
pada gaya tarik pada traksi dan mempengaruhi posisi tulang yang
sudah direposisi, posisi pasien yang tidak sejajar dapat menimbulkan
deformitas.
10. Monitoring posisi tempat tidur dan ketinggian tempat tidur pasien
Responsi: Tempat tidur pasien sudah diatur sesuai dengan jenis traksi
yang digunakan pasien, sehingga perubahan posisi dan ketinggian
tempat tidur dapat mempengaruhi komponen pada traksi.
11. Monitoring fiksasi eksternal pasien
Rasional: Fiksasi yang lama, terlalu ketat dan lain-lain dapat
mempengaruhi keutuhan kulit dan kestabilan pada saraf dan pembuluh
darah pada ekstremitas pasien, sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan kemampuan mobilitas pasien.
12. Konsultasikan pada physical therapy untuk merencanakan aktivitas
ambulasi pasien.
Rasional: Physical therapy akan dapat membantu tugas perawat dalam
merencanakan intervensi untuk pemberian ambulasi yang tepat untuk
pasien sesuai dengan kondisi pasien.
5) PK: Perdarahan
Setelah di berikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapakan
komplikasi perdarahan dapat dicegah dengan kriteria hasil:
NOC label >> Blood Loss Severity
 Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata
 Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik
 Tidak terjadi penurunan tekanan darah diastolic
 Tidak terjadi peningkatan nadi apical
 Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
 Tidak terjadi penurunan kognisi
 Tidak terjadi penurunan hemoglobin
 Tidak terjadi penurunan hematocrit
Intervensi
NIC Label >> Shock management
1. Monitor vital sign, tekanan darah orthostatic, mental status, dan
haluaran urin.
2. Monitor pemeriksaan labolatorium yang terkain perfusi jaringan
(peningkatan asam laktat , penurnan PH arteri)
3. Administrasikan crystalloid IV sesuai indikasi
4. Administrasikan medikasi vasoaktif sesuai indikasi
5. Beri terapi oksigen dan mekanikal ventilasi jika diperlukan
6. Monitor parameter hemodinamic ( central venous pressure. Pulmonary
capilary)
7. Monitor nadi untuk bradikardi (<110kali/menit) atau taki kardia (>160
kali/menit) hingga 10 menit terkahir sesuai indikasi
8. Pertahankan patensi akses IV
9. Catat takikardia/bradikardia, penurunan tekanan darah, tekanan nadi
perifer, pucat, sianosis, dan diaphoresis
10. Pertahankan ekspektasi realistik pada pasien dan keluarga
NIC Label >> Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor pasien dengan teliti pada hemoragi
3. Monitor kehilangan darah
4. Catat hemoglobin dan hemotocrite setelah kehilangan darah sesuai
indikasi
5. Monitor parameter hemodinamik PT, PTT, fibrinogen, dan platelet
6. Monitor hantaran oksigen pada jaringan PaO2, SaO2, hemoglobin, dan
cardiac output.
7. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai perdarahan yang terjadi
dan tindakan yang akan dilakukan.
8. Lakukan transfusi darah jika diperlukan.
9. Pertahankan akses IV.
10. Administrasikan produk darah (platelets, frozen plasma, dan lain-lain).
11. Aplikasikan pressure dressing jika diperlukan.
6) PK: Anemia
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, perawat dapat
meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Vital Signs
- Tekanan darah dalam batas normal (110/70-130/90 mmHg) atau
terkontrol
- Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)
- RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C)
NOC Label >> Tissue Perfussion: Peripheral
- CRT < 3 detik
- Akral hangat
- Pasien tidak pucat
- Konjungtiva berwarna merah muda
NOC Label >> Blood Loss Severity
- Hb pasien dalam batas normal (12-16 g/dL)
- HCT dalam batas normal (45-55%)
- Mukosa bibir lembab
- Pasien tidak mengalami lemas dan lesu
Intervensi:
1. Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.
Rasional: memantau gejala anemia pasien penting dilakukan agar tidak
terjadi komplikasi yang lebih lanjut.
2. Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional: perubahan tanda vital menunujukkan perubahan pada
kondisi pasien.
3. Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak
zat besi dan vit B12.
Rasional: Makanan yang mengandung vitamin B12 dan asam folat
dapat menstimulasi pembentukan Hemoglobin.
4. Minimalkan prosedur yang bisa menyebabkan perdarahan.
Rasional: Dapat memperparah kondisi pasien yang mengalami anemia.
5. Pantau nilai PT dan PTT
Rasional: Untuk mengkaji apakah terjadi perpanjangan waktu
pembekuan darah
6. Pantau hasil lab Hb dan HCT
Rasional: Penurunan Hb dan perubahan nilai HCT menunjukkan
terjadi anemia pada pasien
NIC Label >> Blood Products Administration
7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional: transfusi darah diperlukan jika kondisi anemia pasien buruk
untuk menambah jumlah darah dalam tubuh.
7) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif akibat tindakan
pemasangan WSD
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .....x … jam diharapkan
tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :
NOC Label >> Infection Severity
- Tidak ada kemerahan
- Tidak terjadi hipertermia
- Tidak ada nyeri
- Tidak ada pembengkakan
- Tidak ada drainase purulen
- WBC dalam batas normal
NOC Label >> Vital Signs
- Suhu dalam batas normal (36,5o – 37oC)
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
- Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt)
- RR dalam batas normal (12-20 x/mnt)
NOC Label >> Risk Control
- Pasien mampu menyebutkan faktor-faktor risiko penyebab infeksi
- Pasien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi
- Pasien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi
- Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan
- Keluarga Pasien mampu memonitor efek pengobatan terapeutik
Intervensi
NIC Label >> Infection Control
1. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak terpapar lingkungan dengan
cara menutup dengan kasa steril.
Rasional: Mengurangi paparan dari lingkungan.
2. Batasi jumlah pengunjung.
Rasional: Mengurangi organisme patogen masuk ke tubuh pasien.
3. Ajarkan pasien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dari mikroorganisme yang ada
di tangan.
4. Gunakan sabun anti mikrobial untuk mencuci tangan.
Rasional: Mencuci tangan menggunakan sabun lebih efektif untuk
membunuh bakteri.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Rasional: Mencegah infeksi nosokomial.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
Rasional: infeksi lebih lanjut dapat memperburuk risiko infeksi pada
pasien.
7. Ajarkan pada pasien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
Rasional: agar dapat melaporkan kepada petugas lebih cepat, sehingga
penangan lebih efisien.
8. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
Rasional: untuk mempercepat perbaikan kondisi pasien
NIC Label >> Infection Protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik/lokal
Rasional: Memudahkan pengambilan intervensi
2. Monitor hitung granulosit, WBC
Rasional: sebagai monitor adanya reaksi infeksi.
3. Berikan perawatan kulit.
Rasional: kulit merupakan pertahanan pertama dari bakteri.
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan
drainase
Rasional: merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi.
NIC Label >> Wound care
1. Monitor karakteristik luka, meliputi warna, ukuran, bau dan
pengeluaran pada luka
Rasional : memonitor karakteristik luka dapat membantu perawat
dalam menentukan perawatan luka dan penangan yang sesuai untuk
pasien
2. Bersihkan luka dengan normal salin
Rasional : normal salin adalah cairan fisologis yang mirip dengan
cairan tubuh sehingga aman digunakan untuk membersihkan dan
merawat luka.
3. Lakukan pembalutan pada luka sesuai dengan kondisi luka
Rasional: permbalutan luka dilakukan untuk mempercepat proses
penutupan luka. Pemilihan bahan dan cara balutan disesuaikan dengan
jenis luka pasien.
4. Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka pasien
Rasional: perawatan luka dengan tetap menjaga kesterilan dapat
menghindarkan pasien dari infeksi.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang sudah
dilakukan
5. EVALUASI
a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan
dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
b. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir
keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai