Anda di halaman 1dari 14

ISSN : 1693-9883

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.2, Agustus 2004, 102 - 115

GAMBARAN PELAKSANAAN
STANDAR PELAYANAN FARMASI
DI APOTEK DKI JAKARTA TAHUN 2003
Angki Purwanti*, Harianto*, Sudibjo Supardi**
* Departemen Farmasi, FMIPA UI; ** Litbang Depkes RI Jakarta

ABSTRACT
The service orientation of clinical pharmacy and community have been changed
from focusing only managing the medicine as commodity to comprehensive service
based on pharmaceutical care. Refer to that basic, ISFI with the cooperation of Min-
istry of Health establish Standard of Pharmaceutical Service in Pharmacy. The stan-
dard is aimed to ensure the service quality and shall be implemented in all Pharma-
cies. The purpose of the study is to have an implementation overview Standard of
Pharmaceutical Service in Pharmacy and the results may used for establishing the
phase of implementation Standard of Pharmaceutical Service in Pharmacy.
This study is a descriptive study, the data were compiled by using a question-
naire, as respondents. Compiled data consist of pharmacy’s basic data, pharmacist’s
basic data, implementation of non prescription drug’s service (section I), KIE’s ser-
vice (section II), prescription drug’s service (section III) and management of medi-
cine (section IV).
The average score of implementation of section I is 60.18 (not good), section II
is 31.84 (worse), section III is 64.22 (not good) , section IV 87.84 (good) and the
overall average from section I to IV is 61.02 (not good)
Key words : pharmacy, score, non prescription drug’s service, prescription drug’s
service, KIE management of medicine.

PENDAHULUAN yang tidak profesional, melindungi


profesi dari tuntutan masyarakat
Standar pelayanan farmasi di yang tidak wajar, sebagai pedoman
apotek disusun atas kerjasama ISFI dalam pengawasan praktek apoteker
dengan Direktorat Bina Farmasi dan untuk pembinaan serta mening-
Komunitas dan Klinik Direktorat katkan mutu pelayanan farmasi di
Jenderal Pelayanan Farmasi Depar- apotek. Didalam standar tersebut
temen Kesehatan pada tahun 2003. pelaksanaan farmasi di apotek terdiri
Standar kompetensi apoteker di apo- dari pelayanan obat non resep
tek ini dimaksudkan untuk melin- (bidang I), pelayanan komunikasi –
dungi masyarakat dari pelayanan informasi – edukasi (bidang II),

102 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


pelayanan obat resep (bidang III) dan kepada dokter. Termasuk memberi
pengelolaan obat (bidang IV) (Direk- informasi tentang obat baru atau
torat Jenderal Pelayanan Farmasi, tentang produk obat yang sudah
2003). ditarik. Hendaknya aktif mencari
masukan tentang keluhan pasien
Pelayanan Obat Non Resep terhadap obat-obat yang dikonsumsi.
Pelayanan Obat Non Resep me- Apoteker mencatat reaksi atau
rupakan pelayanan kepada pasien keluhan pasien untuk dilaporkan ke
yang ingin melakukan pengobatan dokter, dengan cara demikian ikut
sendiri, dikenal dengan swamedikasi. berpartisipasi dalam pelaporan efek
Obat untuk swamedikasi meliputi samping obat (ISFI, 2003).
obat-obat yang dapat digunakan Konseling pasien merupakan
tanpa resep yang meliputi obat wajib bagian dari KIE. Kriteria pasien yang
apotek (OWA), obat bebas terbatas memerlukan pelayanan konseling
(OBT) dan obat bebas (OB). Obat diantaranya penderita penyakit
wajib apotek terdiri dari kelas terapi kronis seperti asma, diabetes, kardio-
oral kontrasepsi, obat saluran cerna, vaskular, penderita yang menerima
obat mulut serta tenggorokan, obat obat dengan indeks terapi sempit,
saluran nafas, obat yang mem- pasien lanjut usia, anak-anak, pen-
pengaruhi sistem neuromuskular, derita yang sering mengalami reaksi
anti parasit dan obat kulit topikal alergi pada penggunaan obat dan
(Dirjen POM, 1997) penderita yang tidak patuh dalam
Apoteker dalam melayani OWA meminum obat. Konseling hendak-
diwajibkan memenuhi ketentuan dan nya dilakukan di ruangan tersendiri
batasan tiap jenis obat per pasien yang dapat terhindar dari macam
yang tercantum dalam daftar OWA interupsi (Rantucci, 1997; ASHP,
1 dan OWA 2. Wajib pula membuat 1993). Pelayanan konseling dapat
catatan pasien serta obat yang di- dipermudah dengan menyediakan
serahkan. Apoteker hendaknya mem- leaflet atau booklet yang isinya
berikan informasi penting tentang meliputi patofisiologi penyakit dan
dosis, cara pakai, kontra indikasi, mekanisme kerja obat.
efek samping dan lain-lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien (Permenkes Pelayanan Obat Resep
No.347 tahun 1990; Permenkes Pelayanan resep sepenuhnya atas
No.924 tahun 1993). tanggung jawab apoteker pengelola
apotek. Apoteker tidak diizinkan
Pelayanan Komunikasi, Informasi untuk mengganti obat yang ditulis
dan Edukasi (KIE) dalam resep dengan obat lain. Dalam
Apoteker hendaknya mampu hal pasien tidak mampu menebus
menggalang komunikasi dengan obat yang ditulis dalam resep,
tenaga kesehatan lain, termasuk apoteker wajib berkonsultasi dengan

Vol. I, No.2, Agustus 2004 103


dokter untuk pemilihan obat yang kepada pasien yang terintegrasi
lebih terjangkau (Permenkes No.24 dalam asuhan kefarmasian dan
tahun 1993). jaminan mutu pelayanan (ISFI, 2003).
Pelayanan resep didahului
proses skrining resep yang meliputi
pemeriksaan kelengkapan resep, METODE PENELITIAN
keabsahan dan tinjauan kerasionalan
obat. Resep yang lengkap harus ada Desain Penelitian
nama, alamat dan nomor ijin praktek Penelitian yang telah dilaksana-
dokter, tempat dan tanggal resep, kan merupakan penelitian yang
tanda R/ pada bagian kiri untuk tiap bersifat deskriptif, data primer di-
penulisan resep, nama obat dan kumpulkan secara potong lintang/
jumlahnya, kadang-kadang cara cross sectional dengan menggunakan
pembuatan atau keterangan lain (li- angket . Angket disebarkan kepada
ter, prn, cito) yang dibutuhkan, APA di lima wilayah DKI Jakarta
aturan pakai, nama pasien, serta pada awal bulan November 2003 dan
tanda tangan atau paraf dokter dikumpulkan kembali pada minggu
(Dewi, 1985). kedua sampai keempat bulan No-
Tinjauan kerasionalan obat me- vember 2003.
liputi pemeriksaan dosis, frekuensi
penberian, adanya medikasi rang- Populasi Dan Sampel
kap, interaksi obat, karakteristik 1. Populasi adalah seluruh apoteker
penderita atau kondisi penyakit yang berstatus APA di Jakarta.
menyebabkan pasien menjadi kontra 2. Sampel adalah apoteker yang
indikasi dengan obat yang diberikan berstatus APA di Jakarta yang
(WHO, 1987) bersedia mengisi angket (purpo-
sive sampling).
Pengelolaan Obat
Kompetensi penting yang harus Pengambilan Sampel
dimiliki apoteker dalam bidang Sampel diambil secara proporsif
pengelolaan obat meliputi kemam- dan jumlah sampel dihitung ber-
puan merancang, membuat, melaku- dasarkan rumus sebagai berikut
kan pengelolaan obat di apotek yang (Lwanga, 1991) :
efektif dan efesien. Penjabaran dari
kompetensi tersebut adalah dengan n Z21-d/2 P (1-P)/d2
=
melakukan seleksi, perencanaan, n =
Jumlah Sampel
penganggaran, pengadaan, produksi, Z =
Derajat Kemaknaan
penyimpanan, pengamanan perse- P =
Proporsi terjadinya ketidak-
diaan, perancangan dan melakukan sesuaian pelaksanaan dengan
dispensing serta evaluasi pengguna- standar
an obat dalam rangka pelayanan d = Presisi

104 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 1

Lokasi Populasi Jumlah sampel

Jakarta Barat 279 191 X 68 = 17 apotek


1123
Jakarta Pusat 191 249 X 68 = 12 apotek
1123
Jakarta Selatan 249 249 X 68 = 15 apotek
1123
Jakarta Timur 224 224 X 68 = 13 apotek
1123
Jakarta Utara 180 180 X 68 = 11 apotek
1123
Total 1.123 68

Jumlah sampel berdasarkan perhi- Cara pengumpulan data


tungan adalah 68 Data dikumpulkan dengan cara
N = (1,645)2 . 0,5 (1-0,5) / (0,1)2 = 68 mengunjungi apoteker di apotek
untuk mengisi angket. Data yang
Jumlah seluruh apotek di seluruh dikumpulkan meliputi data apotek:
Jakarta pada tahun 2003 adalah 1123 lokasi apotek, jenis kepemilikan
buah. Tersebar di Jakarta Barat seba- apotek, jumlah asisten apoteker, jam
nyak 279 apotek, Jakarta Pusat 191 buka apotek, jumlah dokter yang
apotek, Jakarta Selatan 249 apotek, praktek di apotek dan jumlah resep
Jakarta Timur 224 apotek dan Jakarta per hari. Data apoteker meliputi jenis
Utara 180 apotek (Dinkes DKI kelamin, usia, pengalaman sebagai
Jakarta, 2002). Jumlah apotek sampel APA, pekerjaan tetap APA, frekuensi
di tiap wilayah Jakarta lihat Tabel 1. kehadiran APA di apotek, ada atau
tidak adanya apoteker pendamping
Kriteria inklusi dan ekslusi dan jumlah pelatihan perapotekan
yang pernah diikuti APA.
1. Kriteria inklusi
Dikumpulkan pula data pelak-
Apoteker berstatus APA di
sanaan pelayanan obat non resep
Jakarta yang bersedia mengisi
(bidang I), pelaksanan pelayanan
angket.
komunikasi – informasi – edukasi
2. Kriteria eksklusi (bidang II), pelaksanaan pelayanan
Apoteker yang berstatus APA di obat resep (bidang III) dan pelaksa-
Jakarta yang lokasinya di pasar dan naan pelayanan pengelolaan obat
pertokoan. (bidang IV).

Vol. I, No.2, Agustus 2004 105


Analisis data hari. Dengan 28 apotek (41,2%)
Data yang dikumpulkan kemu- dibawah 2 juta, 24 apotek (35,5%)
dian dianalisis secara univariat. antara 2 sampai 6,5 juta dan 16 apotek
Perolehan skor untuk tiap apotek di (23,5%) lebih dari 6,5 juta rupiah per
hitung dengan cara seperti yang hari.
tertera pada lampiran perhitungan Rerata jumlah lembar resep per
skor. Tiap angket di hitung untuk hari adalah 50,5 lembar. Dengan
skor pelayanan bidang I, bidang II, 70,5% apotek melayani dibawah 40
bidang III, bidang IV dan rerata lembar resep per hari, 20,6% mela-
perolehan skor dari ke empat bidang yani 40 – 60 lembar dan 8,8% mela-
tersebut. yani diatas 60 lembar per hari.
Rerata jumlah asisten apoteker
per apotek 3 – 4 orang. Sebanyak
HASIL 52,9% di bawah 3 orang, 19,2% apo-
tek mempunyai 3 – 4 orang AA dan
Data apotek 27,9% diatas 4 orang.
Apotek yang disurvei meliputi 13 Rerata dokter yang praktek di
apotek (19,1%) di Jakarta Timur, 17 apotek 3 – 4 orang, dengan 61,8%
apotek (25%) di Jakarta Barat, 12 apotek memiliki dokter kurang dari
apotek (17,6%) di Jakarta Pusat, 11 3 orang, 20,6% apotek memiliki 3 - 4
apotek (16,2%) di Jakarta Utara dan dokter dan 17,6% memiliki lebih dari
15 apotek (22%) di Jakarta Selatan. 4 orang dokter.
Dari 68 buah apotek yang
disurvei 52 apotek (76,4%) milik PSA,
dengan 50 apotek (73,5%) merupakan Data apoteker
milik PSA perorangan dan 2 buah Terdapat 85,3% apotek dengan
(2,94%) milik kelompok (group). Ada apoteker wanita dengan 14,7% apo-
10 apotek (14,7%) yang merupakaan teker pria. Rerata umur apoteker
milik APA. Terdapat 2 apotek (2,94%) adalah 39,8 tahun dengan proporsi
yang dimiliki gabungan PSA – APA. 14,7% berumur dibawah 30 tahun,
Ada 2 apotek (2,94%) milik PT. Kimia 70,6% antara 30 – 50 tahun dan 14,7%
Farma dan 2 apotek (2,94%) milik diatas 50 tahun.
koperasi karyawan rumah sakit. Rerata pengalaman sebagai APA
Jam buka apotek per hari yang adalah 10 tahun, 20,5% mempunyai
terbanyak berkisar antara (94,1%) pengalaman dibawah 4 tahun, 56%
buka selama 10 – 14 jam sisanya atau antara 4 – 12 tahun dan 23,5% yang
5,9% buka 24 jam. Dalam 1 minggu mempunyai pengalaman diatas 12
50% apotek yang disurvei buka 6 hari tahun. Rerata jumlah pelatihan yang
dan 50% lagi buka 7 hari. pernah diikuti oleh APA sebanyak
Rerata omzet pada apotek yang 1,43 kali. Dengan 54,4% tidak pernah
disurvei adalah 8,3 juta rupiah per mengikuti pelatihan, 22,1% pernah

106 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


mengikuti sebanyak 1 – 2 kali dan kukan oleh asisten apoteker (AA).
23,5% pernah mengikuti lebih dari 2 Hanya ada 19,1% apoteker yang ber-
kali. peran dalam pelayanan OWA, 73,5%
APA yang berkerja tidak penuh pelayanan OWA dilakukan oleh AA.
wahtu (kurang dari 40 jam per ming- Terdapat 76,5% apotek yang
gu) ada sebanyak 52 orang (76,5%), disurvei melakukan penyerahan OBT
47 orang (69,1%) tidak memiliki sesuai ketentuan dan jumlah. Sedang-
apoteker pendamping dan hanya 5 kan 23,5% tidak sesuai dengan per-
apotek (7,4%) yang mempunyai aturan. Sebagian besar apotek yang
apoteker pendamping. Apotek yang disurvei 94,1% tidak melakukan
apotekernya bekerja penuh terdapat dokumentasi pelayanan swamedi-
16 apotek (23,5%). kasi, hanya 5,9% yang melakukan
Frekuensi kehadiran apoteker dokumentasi.
yang tidak bekerja penuh ada 6 Proses investigasi sederhana
orang (12,8%) yang datang 2 kali per dalam pelayanan swamedikasi yang
minggu, 27 orang (57,4%) hadir 1 kali meliputi interpretasi gejala penyakit,
per minggu, 1 orang (2,1%) hadir 2 pengalaman menggunakan obat dan
kali per bulan, 11 orang (23,4%) hadir pemilihan obat, 95% dilakukan oleh
1 kali per bulan dan sisanya sebanyak AA, hanya sekitar 5% apoteker yang
2 orang (4,3%) hadir hadir 1 kali per ikut berperan dalam proses inter-
dua bulan. pretasi penyakit dan pemilihan alter-
Pekerjaan APA yang bekerja natif obat.
tidak penuh selain apotek adalah Informasi obat untuk pelayanan
sebagai PNS Depkes sebanyak 19 swamedikasi yang meliputi informasi
orang (36,5%), PNS non Depkes ada tentang indikasi, rute penggunaan,
10 orang ( 19,2%), pegawai swasta 15 dosis dan frekuensi penggunaan,
orang (28,8%), TNI/Polri ada 4 lamanya obat diminum, efek sam-
orang (7,7%) dan yang tidak bekerja ping, interaksi, dan pantangan se-
sebanyak 4 orang (7,7%). lama menggunakan obat hampir 90%
dilakukan ole AA. Hanya sekitar 10%
apoteker yang ikut aktif dalam
Pelaksanaan pelayanan obat non informasi pelayanan obat bebas.
resep Dari apotek yang disurvei 64,7%
Pelayanan ini diperuntukan bagi apoteker dapat menjamin tidak ada
masyarakat yang ingin melakukan penjualan obat keras selain OWA
pengobatan sendiri (swamedikasi). untuk swamedikasi, tetapi 35,5%
Dari seluruh apotek yang disurvei apoteker tidak menjamin hal tersebut.
semuanya melakukan pelayanan Obat Tidak ada penjualan psikotropik dan
Bebas (OB), obat bebas terbatas narkotik untuk swamedikasi di
(OBT) dan obat wajib apotek (OWA). seluruh apotek yang disurvei.
Pelayanan OB dan OBT 100% dila-

Vol. I, No.2, Agustus 2004 107


Pelaksanaan pelayanan untuk dibaca pasien.
komunikasi – informasi – edukasi Komunikasi dengan dokter yang
Baru 1,5% dari apotek yang di- menyangkut obat pasien dilakukan
survei yang menyediakan ruang dan oleh semua apotek yang disurvei.
mencantumkan waktu konsultasi Hanya saja 89,7% apoteker mendele-
bagi masyarakat. Terdapat 7,4% gasikan masalah komunikasi dengan
apotek yang melaksanakan konsul- dokter kepada AA.
tasi pasien TBC, 4,4% apotek melak-
sanakan konsultasi pasien asma dan Pelaksanaan pelayanan obat resep
15% untuk konsultasi obat KB. Semua apotek yang disurvei
Layanan konsultasi TBC dan asma melakukan skrining keabsahan dan
dilakukan oleh apoteker sedangkan kelengkapan resep yang seluruhnya
pada 93,3% apotek yang disurvei, dilakukan oleh AA. Adapun menge-
pelayanan konsultan KB diberikan nai tinjauan kerasionalan resep
oleh AA. Dari apotek yang disurvei dilakukan oleh 58,9% dari seluruh
belum ada yang melayani konsultasi apotek yang disurvei. Dari seluruh
untuk penyakit kardiovaskular dan apotek yang melakukan tinjauan ke-
diabetes. rasionalan resep, 75% pekerjaan
Dari seluruh apotek yang di- tersebut dilakukan oleh AA. Sedang-
survei belum ada pengisian catatan kan 41,1% dari apotek yang disurvei
medik pasien yang dikonsultasi, tidak melakukan tinjauan kerasio-
belum dilakukan monitor hasil kon- nalan resep.
sultasi pasien, belum menyediakan Bila ada resep dengan dosis
materi lkhusus untuk konsultasi diatas atau dibawah dosis terapi,
pasien dan belum ada kegiatan 88,2% dari apotek yang disurvei me-
pengumpulan data untuk diisi di lakukan komunikasi dengan dokter,
formulir MESO. terdapat 11,8% apotek yang tidak
Ada 88,2% yang menyediakan melakukan komunikasi dengan
brosur/booklet yang bertemakan dokter menyangkut dosis yang me-
kesehatan. Sebagian besar diperoleh ragukan, 92% apoteker mendelegasi-
dari industri obat, jamu dan makanan kan masalah tersebut ke AA. Seluruh
kesehatan. Sebanyak 95,6% apotek apotek yang disurvei melakukan
yang disurvei ikut aktif dalam komunikasi dengan dokter untuk
promosi kesehatan nasional dengan penulisan resep yang tidak jelas dan
cara memasang poster atau spanduk pada seluruh apotek yang disurvei
tentang bahaya merokok, bahaya pekerjaan tersebut dilakukan oleh
penggunaan narkoba, promosi KB, AA. Hanya ada 14,7% apotek yang
masalah HIV & AIDS dan tema lain melakukan komunikasi dengan
yang berhubungan dengan promosi dokter bila bila ditemukan duplikasi
kesehatan. Seluruh apotek yang di- pengobatan, dari apotek yang di-
survei mempunyai bacaan kesehatan survei seluruhnya dilakukan oleh

108 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


apoteker. Terdapat 5,9% apotek yang obat diserahkan, 60% dilakukan oleh
melakukan komunikasi masalah AA dan 40% oleh apoteker. Infor-
interaksi obat, seluruhnya dilakukan masi penyimpanan obat diutarakan
oleh apoteker. Masalah inkom- oleh 58,5% apotek, 75% disampaikan
pabilitas obat di komunikasikan ke oleh AA dan 25% oleh apoteker.
dokter oleh 66,2% apotek yang Informasi dosis dan pemakaian di-
disurvei, 88,9% dilakukan oleh AA. berikan oleh semua apotek yang
Pasien tidak mampu diusulkan diberi disurvei, 85,3% dilakukan oleh AA
obat generik oleh 5,9% apotek yang sedangkan 14,7% oleh apoteker. Ter-
disurvei, seluruhnya dikomunikasi- dapat 14,7% apotek yang memberi
kan oleh apoteker. penjelasan tetang kemungkinan efek
Hanya ada 29,4% apotek yang samping dan cara penanggulangan-
disurvei menandatangani salinan nya, informasi tersebut 100% disam-
resep. Selebihnya salinan resep tidak paikan oleh apoteker.
ditandatangani oleh apoteker. Ter-
laksananya HTKP (harga, timbang, Pelaksanaan pengelolaan obat
kemas, penyerahan) mencapai 91,2% Pelaksanaan bidang pengelolaan
dari apotek yang disurvei. obat (bidang IV) meliputi proses
Untuk penyiapan obat tanpa pengadaan dan proses penyimpanan.
racikan, semua apotek yang disurvei Seluruh apotek yang disurvei mem-
menyajikan obat sesuai resep, mem- punyai buku defekta, buku pesanan
perhatikan mutu fisik obat dan me- obat dan melakukan pembelian obat
lakukan pengetiketan dengan jelas dari sumber resmi. Sebanyak 73,5%
dan lengkap seluruh proses tersebut apotek yang disurvei mempunyai
dilaksanakan oleh AA. administrasi penyimpanan faktur
Proses penyerahan obat kepada dan 26,5% tidak mempunyai admi-
pasien meliputi kontrol kesesuaian nistrasi penyimpanan faktur.
resep dengan obat yang akan di- Terdapat 96% apotek yang
serahkan dan penyampaian informasi disurvei mempunyai kartu stok dan
obat. Kontrol kesesuaian antara resep 22% apotek tidak mengontrol obat-
dan obat dilakukan oleh 10% apotek obat dengan kartu stelling, 91,2%
yang disurvei, 85,3% yang melaku- apotek melakukan verifikasi mutu
kannya adalah AA sedangkan apo- dan jumlah secara berkala. Ada
teker yang melaksanakan Kontrol penyimpanan obat secara berke-
tersebut ada 14,7%. lompok berdasarkan jenis, bentuk
Semua apotek yang disurvei dan kondisi yang ditentukan pada
mengemukakan informasi cara peng- 95,6% apotek yang disurvei. Seba-
gunaan, 85,3% dilakukan oleh AA nyak 95,6% apotek yang disurvei
dan 14,7% oleh apoteker. Informasi mengatur tempat penyimpanan
tentang khasiat obat ada 36,8% yang berdasarkan azas FIFO. Dilakukan
menyampaikan pada pasien ketika pencatatan khusus obat yang mem-

Vol. I, No.2, Agustus 2004 109


punyai masa kadaluwarsa pada 73,5% dilakukan dalam proses swamedi-
apotek yang disurvei, sedangkan kasi. Selain itu juga dengan mengu-
100% melakukan penyimpanan kur peningkatan jumlah kunjungan
psikotropika dan narkotika dalam masyarakat yang ingin melakukan
lemari khusus. pengobatan sendiri (ISFI, 2003). Dari
seluruh apotek yang disurvei hanya
Perolehan skor 5,9% yang melakukan dokumentasi.
Perolehan skor pelaksanaan Dalam swamedikasi masyarakat
standar pelayanan farmasi di apotek sangat membutuhkan informasi obat
yang disurvei adalah sebagai berikut: yang tidak memihak. Umumnya
- Rerata skor bidang I adalah masyarakat tidak mengetahui nama
60,18 (kurang baik). bahan aktif obat yang digunakan.
Hal ini menyebabkan rentannya
- Rerata skor bidang II adalah
masyarakat terhadap informasi
31,84 (buruk).
komersil, sehingga dikhawatirkan
- Rerata skor bidang III adalah penggunaan obat untuk swamedikai
64,22 (kurang baik). lebih banyak karena mengikuti klaim
- Rerata skor bidang IV adalah promosi (Kuman C. Rallapalli,1994).
87,84 (baik). Dari urutan diatas dapat terlihat
- Rerata skor dari keempat benang merah antara kurang mema-
bidang adalah 61,02 (kurang dainya bekal pengetahuan masya-
baik). rakat untuk swamedikasi dan tidak
imbangnya informasi objektif dan
netral. Hasil survei menggambarkan
PEMBAHASAN peran apoteker belum optimal dalam
membantu masyarakat melakukan
Pelaksanaan pelayanan obat non pengobatan sendiri. Peran dan
resep wewenangnya masih banyak yang
Dari hasil survei menggambar- mendelegasikan ke asisten apoteker.
kan peran apoteker belum optimal
dalam membantu masyarakat mela- Pelaksanaan pelayanan
kukan pengobatan sendiri. Peran komunikasi – informasi – edukasi
tersebut banyak dilaksankan oleh BPP ISFI dari mulai tahun 1989
asisten apoteker. Menurut Badan telah menghimbau agar APA mema-
Pusat Statistik 1998, terdapat 62,17% sang jam konsultsi di apotek masing-
penduduk Indonesia melakukan masing. Di dalam buku Kompetensi
swamedikasi. Ada 88,15% yang Farmasi Indonesia tahun 2003 dinya-
melakukan swamedikasi dengan obat takan bahwa kegiatan konsultasi
modern dan tradisional. meliputi persiapan sarana (materi
Evaluasi dilakukan pula dengan konsultasi), tempat serta prosedur
menilai dokumentasi kegiatan yang tetap pelaksanaan konsultasi. Far-

110 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


masis harus mudah ditemui, menye- (2003) monitoring efek samping obat
diakan waktu dan dapat menjaga tercantum sebagai salah satu kom-
privasi dan kerahasiaan pasien. petensi apoteker di apotek.
Ruangan konseling sebaiknya Farmasis dapat ikut serta dalam
ruangan tersendiri yang dapat memi- pelayanan kesehatan melalui promosi
nimalkan segala bentuk interupsi. kesehatan baik lokal maupun nasio-
Fasilitas konseling berupa buku-buku nal melalui topik-topik kesehatan
khusus yang membahas obat dan lainnya (WHO, 1988). Seluruh apotek
penyakit yang masuk dalam kriteria yang disurvei telah ikut aktif dalam
konseling. Ada kartu pasien yang kegiatan tersebut, dalam bentuk
berisi indentitas pasien, kepatuhan kegiatan antara lain pemasangan
pasien, diagnosa, nama dan cara poster, spanduk dan tersedianya
penggunaan obat, keluhan selama bacaan kesehatan untuk pasien.
minum obat, reaksi alergi, efek Dari hasil survei hanya 1,5%
samping dan hal-hal lain yang perlu apotek yang mempunyai ruangan
disampaikan ke dokter (ASHP,1986). untuk konsultasi dilengkapi dengan
Kartu pasien / catatan medik meru- perangkat komputer dan buku-buku
pakan dokumen untuk mengevaluasi yang diperlukan. Pada sebagian
layanan konsultasi (ISFI, 2003). besar apotek, APA belum mengada-
Konsultasi sebaiknya dilakukan kan persiapan-persiapan kearah akan
apoteker secara profesional yang dilaksanakannya kegiatan konseling.
manfaatnya adalah untuk meningkat- Belum ada pula apotek yang
kan kepatuhan pasien terhadap regi- melaksanakan pengumpulan data-
men pengobatan. Juga berguna untuk data atau keluhan pasien tentang
mengindentifikasi dan menyelesai- permasalahan obat untuk ikut serta
kan permasalahan yang berkaitan dalam pengisian formulir MESO.
dengan terapi obat (Rantucci, M., J., Masalah dokumentasi kegiatan KIE
1997). belum ada yang melaksanakan, oleh
Memonitor pasien hasil konsul- sebab itu perolehan skor bidang KIE
tasi merupakan bagian dari proses sangat rendah dan diperlukan ber-
konsultasi dan ini dapat dilakukan bagai usaha untuk meningkatkannya.
per telepon. Hal ini sangat berguna Adapun kegiatam KIE yang sudah
terutama untuk penyakit kronis yang berjalan adalah ikut sertanya apotek
mudah menular seperti TBC karena dalam promosi kesehatan nasional.
kepatuhan penggunaan obat merupa- Kegiatannya berupa pemasangan
kan faktor paling penting untuk poster / spanduk yang bertemakan
penyembuhan serta dapat menang- program pemerintah tentang obat
gulangi penyebaran penyakit (Dirjen dan kesehatan dan menyediakan
POM, 2001). brosur, leaflet, booklet dan majalah
Dalam buku Kompetensi Farmasi kesehatan yang dapat dibaca masya-
Indonesia yang disusun oleh ISFI rakat.

Vol. I, No.2, Agustus 2004 111


Pelaksanaan pelayanan obat resep telah melaksanakan HTKP dan
Pada penelitian ini skrining obat menyiapkan obat dengan baik, obat
meliputi kelengkapan dan keabsahan disajikan sesuai resep serta melaku-
resep dilaksanakan oleh semua kan pengetiketan dengan jelas dan
apotek yang disurvei. Hanya 58,9% lengkap. Adalah penting untuk me-
yang melakukan tinjauan kerasio- mastikan setiap tahap proses dis-
nalan resep dan 75% dilakukan oleh pending dilakukan mengikuti pro-
asisten apoteker. Dengan pening- sedur tetap yang disepakati. Hanya
katan peran APA untuk tinjauan 29,4% apotek yang salinan resepnya
kerasionalan resep, diharapkan ditanda tangani APA. Menurut
dapat berperan serta melindungi Permenkes nomor 922 tahun 1993
masyarakat khususnya dari pere- salinan resep harus ditanda tangani
sepan yang tidak rasional. oleh apoteker.
Pada penelitian ini ditemukan Disebagian besar apotek yang
pula bahwa sebagian besar APA disurvei (85%) penyerahan obat di-
mendelegasikan masalah komunikasi lakukan oleh asistan apoteker.
dengan dokter kepada asisten apo- Informasi yang diberikan berkisar
teker. Termasuk komunikasi yang tentang cara penggunaan, dosis dan
menyangkut ketidak sesuaian dosis, frekuensi penggunaan. Untuk pela-
duplikasi pengobatan, interaksi obat, yanan resep, apoteker harus dapat
inkompabilitas dan masalah-masalah menjelaskan kepada pasien bagai-
penting lainnya. mana obat digunakan, reaksi sam-
Menjalin komunikasi dengan ping atau interaksi obat yang mung-
tenaga kesehatan lain merupakan kin terjadi, stabilitas obat dalam
salah satu kompetensi yang harus berbagai kondisi dan rute pemakaian
dimiliki farmasis di apotek. Apoteker obat (Remington, 1995).
hendaknya mampu memantapkan Dari data perolehan skor terlihat
hubungan profesional dengan tenaga bahwa perolehan skor yang paling
kesehatan lain dalam rangka men- rendah adalah pada bidang pela-
capai keluaran terapi yang optimal yanan komunikasi, informasi dan
khususnya dalam aspek obat. Salah edukasi. Untuk memberikan pela-
satu tujuannya adalah meningkatkan yanan di bidang ini dengan baik
kualitas keputusan farmakoterapi memerlukan kemampuan dan ke-
yang tercermin dalam penulisan siapan apoteker. Apoteker perlu
resep yang rasional dan evaluasi mempersiapkan materi untuk kon-
efektivitas pengobatan. Adapun salah sultasi pasien, hal ini memerlukan
satu evaluasinya adalah menilai pengetahuan yang baik dalam hal
jumlah informasi yang diberikan farmakoterapi, keterampilan berko-
kepada profesi kesehatan lain baik munikasi dan mendokumentasikan
pasif maupun aktif (ISFI, 2003). semua proses konsultasi. Demikian
Sebagian besar apotek (91,2%) pula pada pelayanan obat non resep,

112 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


fungsi apoteker yang terpenting hun, pengalaman kerja rata-rata 10
adalah dalam hal menentukan diag- tahun jumlah pelatihan rata-rata
nosa dan memilihkan terapi yang yang pernah diikuti berkisar
cocok. Skor yang diperoleh bidang antara 1-2 kali. APA yang bekerja
ini pun masih masuk dalam kategori kurang dari 40 jam per minggu
kurang baik. Pada pelayanan obat dan tanpa pendamping terdapat
resep fungsi utama apoteker dalam 69,1%. Sebagian besar (69,1%)
skrining kerasionalan resep hampir APA bekerja kurang dari 40 jam
tidak banyak, demikian pula fungsi- per minggu dan tanpa pendam-
nya dalam memberikan konsultasi ping. APA yang bekerja penuh
dan informasi obat ketika menye- hanya 23,5%. Frekuensi kehadiran
rahkan obat pada pasien. Ketiga APA yang bekerja tidak penuh
bidang tersebut tidak dapat dilak- kebanyakan (57,4%) adalah 1 kali
sanakan dengan sempurna bila apo- per minggu. Pekerjaan APA selain
teker tidak ada di tempat saat apotek di apotek 64,4% sebagai PNS
buka. Sebaliknya bidang pengelolaan Depkes/PNS non Depkes/TNI/
obat memperoleh skor yang tinggi Polri.
pada hampir seluruh apotek yang di 3. Gambaran pelaksanaan Standar
disurvei. Pelayanan Farmasi di Apotek
pada tahun 2003 di Jakarta adalah:
76,5% apotek tidak memenuhi
KESIMPULAN standar pelayanan obat non
resep, 98,5% apotek tidak meme-
1. Dari data dasar apotek diperoleh nuhi standar pelayanan KIE,
gambaran bahwa sebagian besar 67,6% apotek tidak memenuhi
(73,5%) apotek milik PSA. Jam standar pelayanan obat resep dan
buka umumnya (94,1%) adalah 10 5,8% apotek tidak memenuhi
– 14 jam per minggu, 50% apotek standar pengelolaan obat di
memiliki jumlah hari buka per apotek. Rerata skor pelaksanaan
minggu selama 6 hari dan 50% dari keempat bidang tersebut
lainnya selama 7 hari. Jumlah rata- adalah 61,02 (masuk dalam kate-
rata omzet per hari adalah 8,3 juta gori kurang baik
rupiah, jumlah rata-rata resep per
hari 50 lembar, jumlah asisten
apoteker per apotek 3 – 4 orang
dan jumlah dokter yang praktek DAFTAR ACUAN
di apotek sekitar 3 – 4 orang.
2. Dari data dasar apoteker diper- American Society of Hospital Phar-
oleh gambaran bahwa sebagian macist, ASHP Statement on
besar apoteker (85,3%) adalah Pharmaceutical Care, Am J. Hosp.
wanita, umur rata-rata 39,8 ta- Pharm., 1993.

Vol. I, No.2, Agustus 2004 113


Departemen Kesehatan, Sistem Kese- teker di Apotek di P. Jawa,
hatan Nasional, 1982. Cermin Dunia Farmasi, (10) : 16.
Dewi, M., 1985, Resep yang baik ialah Keputusan Menteri Kesehatan
……. , Varia Farmasi, (58) : 21. Nomor 374/MENKES/SK/VII/
Dinas Kesehatan Propinsi DKI 1990 tentang Daftar Obat Wajib
Jakarta, 2002, Pemetaan Sumber Apotek.
Daya Manusia dan Sarana Kese- Keputusan Menteri Kesehatan
hatan Apotek di Propinsi DKI Nomor 924/MENKES/PER/X/
Jakarta. 1993 tentang Daftar Obat Wajib
Direktorat Jenderal Pengawasan Apotek no. 2.
Obat dan Makanan Departemen Keputusan Menteri Kesehatan Re-
Kesehatan RI, Kumpulan Pelatihan publik Indonesia Nomor 1332/
Apoteker Pengelola Obat, Jakarta, MENKES/SK/X/2002 tentang
1998. Perubahan atas Peraturan Men-
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan teri No : 922/MENKES/PER/X/
Alat Kesehatan Departemen 1993 tentang Ketentuan dan Tata
Kesehatan RI, Kumpulan Pelatihan Cara Pemberian Izin Apotek.
Farmasi Klinik dan Komunitas, Knolton, C. H., The Practice of Com-
Jakarta, 2002. munity Pharmacy, Rhemington’s
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Pharmaceutical Sciences, Mack
dan Klinik Ditjen Yanfar dan Publishing Company, 19th Ed,
Alkes, Departemen Kesehatan Pensylvania, 1995.
RI, Standar Pelayanan Farmasi di Lwanga, S. K. and Lemeshow, S.,
Apotek, 2003. 1991, Sample Size Determination in
Feldman, E. G., 1990, Handbook of Non Health Studies, a Pratical Manual,
Prescription Drugs, Ed 9, Ameri- WHO, Geneve.
can Pharmaceutical Association, Peraturan Menteri No : 922/
USA. MENKES/PER/X/1993 tentang
Gennaro, A. R., 1985, Rhemington’s Ketentuan dan Tata Cara Pem-
Pharmaceutical Sciences, Ed 17, berian Izin Apotek.
Mack Publishing Comp,Easton Praktiknya, Ahmad, W., 1999, Dasar
Pensylvania. – Dasar Metodologi Penelitian
ISFI, 2003, Kompetensi Farmasis Indo- Kedokteran dan Kesehatan, PT Raja
nesia, Jakarta. Grafindo.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Rantucci, H., J., 1997, Pharmacist
2000, Standar Pelayanan Pengab- Talking With Patient : A Guide to
dian Profesi Apoteker di Apo- Patient Counseling, William and
tek, Kongres Nasional ISFI XVI, Wilkins, Baltimore, Maryland,
BPP ISFI, Jakarta. USA.
Kadarwati, U.,Syamsuhidayat, S. S., Sierralta, O. E., Scott, D. M., 1995,
Nurhadi, H., 1991, Profil Apo- Pharmacits as Nonprescription Drug

114 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Advisors, Am Pharm., N 835 (5) : Wade, A., Pharmaceutical Hand-
36 – 8. book, Pharmaceutical Society of
Singarimbun, Masri, 1989, Metode Great Britain, 1980.
Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta. WHO, 1988, The Role of the Pharma-
Strand, L. M., Cipolle, R. J., Morley, cist in the Health Care System, New
C. P., Pharmaceutical Care, an In- Delhi, 13 – 16 December 1988,
troduction, College of Pharmacy, India.
University of Minessota, Minne- WHO, 1997, Preparing The Future
apolis. Pharmacist ; Curricular Develop-
Van Mil, J. W. F, Mobach, M. P., ment, Vancouver, 27 – 29 August
Tromp, Th. F. J., 2002, The Pharm 1997, Canada.
Value Project, Quality Institute for WHO, 1998, The Role of the Pharma-
Pharmaceutical Care, Kampen, cist in Self – care and Self – medi-
The Netherlands. cation, The Hague, 26 – 28 Au-
gust 1998, The Netherlands.

Vol. I, No.2, Agustus 2004 115

Anda mungkin juga menyukai