Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fira Putri Wulandari

Prodi : Kimia Militer


NIM : 320210303013

TUGAS AGAMA KATOLIK KERUKUNAN UMAT


BERAGAMA
Indonesia dikenal sebagai negara plural baik dari segi suku, ras, agama, dan
budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan sebuah anugerah yang perlu
disyukuri. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa keanekaragaman tersebut
mampu menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Sehingga kita sebagai
masyarakatnya harus hidup rukun. kerukunan ialah hidup damai dan tentram,
ssaling toleransi antara masyarakat yang beragama sama maupun berbeda,
kesediaan mereka untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang
atau kelompok lain, membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang
diyakini oleh masing-masing masyarakat, dan kemampuan untuk menerima
perbedaan. Kerukunan berarti sepakat dalam perbedaan-perbedaan yang ada dan
menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai titik tolak untuk membina kehidupan
sosial yang saling pengertian serta menerima dengan ketulusan hati yang penuh ke
ikhlasan. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh
sikap saling menerima saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai,
serta sikap saling memaknai kebersamaan
Dalam alam kebebasan itu manusia dapat menentukan imannya berdasarkan
hati nuraninya yang bebas dari segala paksaan dan tekanan. Semua usaha manusia
dalam mencari Allah yang diimaninya akan terwujud sebuah perdamaian jika
diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama.
Gereja Katolik menawarkan sebuah spiritualitas dialogal yang berlandasan pada
persaudaraan dalam peziarahan iman menuju persatuan dengan Allah.
1. Spiritualitas Dialogal
Spiritualitas dialogal adalah sebuah gerakan religius umat beriman
dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan
melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan
transformatif dengan sesama umat beriman lainnya menuju kedamaian dan
kerukunan hidup yang sesungguhnya.

2. Beberapa pokok Spiritualitas dialogal antar iman


Spiritualitas dialogal, suatu bentuk hidup yang didasarkan kepada
Roh Tuhan, suatu ikatan relasi kasih antara manusia dengan Allah. Dasar
Spiritualitas dialogal itu didasarkan pada kisah penciptaan sendiri dan
peristiwa penjelmaan-Inkarnasi dalam diri Yesus Kristus, Sang Sabda
yang menjadi daging (Yoh. 1:1-3: 14), dan sebagai anugerah Paskah-Nya
mencurahkan Roh-Nya atas para murid-Nya. Itulah landasan biblis bagi
spiritualitas dialogal yang bermuara pada bersatunya manusia dari segala
bangsa dengan Allah yang disebut dengan “Manunggaling kawula Gusti”.
Spiritualitas dialogal, membutuhkan suatu penyadaran diri manusia
bahwa kita diciptakan oleh Allah dengan Roh-Nya sesuai dengan
gambaran dan rupa Allah sendiri dimana akhir perjalanan hidup manusia
adalah persatuan Roh manusia dengan Allah itu sendiri (persatuan Atman
dengan Paraatman dalam Hindhuisme). Lebih jauh dari pada itu, cinta
kasih Allah kepada manusia tercurah melimpah dalam seluruh ciptaan
alam semesta di dunia kosmos. Keselarasan satu kosmos itulah yang
dalam dunia ketimuran menjadi akar dari seluruh kebersamaan hidup
manusia di dunia, yang menurut tradisi kristiani sebagai kelimpahan cinta
ilahi. Kelimpahan cinta ilahi itu memuncak dalam peristiwa Inkarnasi dari
Allah yang menjadi manusia, dalam diri Yesus. Dengan pernyataan ini
pula, manusia diajak untuk menjaga keselarasan alam semesta
(lingkungan) dengan yang ilahi. Oleh karena itulah umat beriman sejati
menyadari tanggungjawab yang mendesak untuk sekali lagi
membangkitkan sikap tanggap sasmita mendengarkan suara alam beserta
misterinya. Harmoni dengan alam semesta menghidupkan harmoni dalam
hati dan menjalinkan harmoni antar pribadi sesama manusia. Spiritualitas
dialogal pada intinya menciptakan hubungan anatara manusia dengan
manusia dan manusia dengan Allah. Maka spiritualitas dialogal
mengungkapkan jawaban manusia terhadap panggilan Allah, terhadap
sapaan ilahi dengan perantaraan Sang Sabda. Dalam dialog yang
berlandaskan pada penciptaan itulah seluruh umat manusia atas kekuatan
Roh Allah bergerak mendekati Allah satu-satunya.
Sikap yang demikian memerlukan model kenosis (pengosongan
diri), suatu kesadaran tak berdaya, pemurnian tiada hentinya dari
kecenderungan pemusatan diri, egoisme, bertumbuh terbuka dalam dialog
dengan umat beriman lainnya. Pada intinya kenosis terwujudkan dalam
kematian menuju kebangkitan, mati bagi dirinya sendiri untuk memasuki
hidup baru dalam kepenuhan hidup. Spiritualitas
dialogal bersifat komuniter, berpusatkan pada ekaristi, saat semua umat
beriman sadar dan sengaja menghayati “anamnesis”, yakni kenangan akan
Yesus Kristus beserta misteri PaskahNya, hidup dalam Gereja dan
berkarya melalui Gereja. Spiritualitas dialogal bersifat integral
transformatif yaitu merubah hidup orang beriman melalui sharing
pengalaman hidup religius guna mengentaskan keterpurukan krisis total
menuju Indonesia baru. Tiap peserta dialog harus mencoba mengakukan
pada dirinya sedapat mungkin intuisi dan pengalaman sesama digunakan
untuk mencoba mengungkapkan dan mengkomunikasikan pengalaman
religiusnya. Setiap peserta dialog antar umat beriman saling berbagai
pengalaman religius kehidupan sehari-hari, saling memperkaya dan saling
meneguhkan satu sama lain dalam membangun dunia yang rukun, damai
dan sejahtera di bumi Indonesia.
3. Buah Spiritualitas dialogal antar umat beriman
Iman peserta mengalami pengayaan lewat sharing-kesaksian
peserta dialog. Dengan itu pula iman peserta diperluas dengan peluang
untuk saling mendengarkan, menghalau segala praduga yang sudah
mengakar, memperlebar pengertian yang sempit. Iman peserta dijernihkan
berkat perjumpaan antar umat beriman untuk merevisi asumsi, pandangan
yang keliru antar umat beragama. Meninggalkan masa lampau yakni
pengalaman yang buruk dalam membangun kerukunan hidup beragama,
saling mengampuni dan memulai babak baru yang makin baik menuju
kerukunan yang sejati. Iman peserta diperdalam dengan saling mengenal
dan menghargai berdasarkan landasan kebenaran dan keadilan tanpa
terpengaruh oleh sikap dan perilaku kelompok ekstrim. Spiritualitas dialog
yang sejati dan mendalam akan merubah sikap hidup kita antar umat
beriman dari dialog antar iman (interreligious dialogue–interfaith
dialogue) menuju pertobatan (metanoia). Semua perserta dialog antar
umat beriman menjadi tanda pertobatan yang mengantar umat manusia
kepada Allah. Beberapa pokok pikiran tentang Spiritualitas dialogal secara
konkrit dalam situasi pluri-agama dan pluri kepercayaan/kebatinan adalah
sebagai berikut:
1. Kita hendaknya menyadari bahwa umat beragama dan umat
kepercayaan/kebatinan lain adalah rekan-rekan seperjalanan
dalam ziarah menuju Allah.
2. Kewajiban kita untuk menggalang kerekanan, kekerabatan dan
persaudaraan (menyama braya) antar umat beragama dan umat
kepercayaan/kebatinan yang ada di dalam masyarakat
Indonesia, sebagai model bagi hubungan sosial.
3. Kekerabatan dan persaudaraan (menyama braya) itu akan
menghasilkan kerukunan sebagai prinsip hubungan sosial.
4. Menjaga moralitas hidup yang baik, yang ditandai dengan
kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai insani luhur dalam menghayati dan
mengamalkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup
kemasyarakatan.
5. Mengusahakan kesejahteraan umum (bonum commune), yang
adil makmur dan merata, terutama dalam opsi mengutamakan
rakyat miskin dan tersingkir.

Anda mungkin juga menyukai