BERAGAMA Indonesia dikenal sebagai negara plural baik dari segi suku, ras, agama, dan budaya. Keanekaragaman tersebut merupakan sebuah anugerah yang perlu disyukuri. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa keanekaragaman tersebut mampu menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Sehingga kita sebagai masyarakatnya harus hidup rukun. kerukunan ialah hidup damai dan tentram, ssaling toleransi antara masyarakat yang beragama sama maupun berbeda, kesediaan mereka untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain, membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakini oleh masing-masing masyarakat, dan kemampuan untuk menerima perbedaan. Kerukunan berarti sepakat dalam perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan-perbedaan itu sebagai titik tolak untuk membina kehidupan sosial yang saling pengertian serta menerima dengan ketulusan hati yang penuh ke ikhlasan. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan Dalam alam kebebasan itu manusia dapat menentukan imannya berdasarkan hati nuraninya yang bebas dari segala paksaan dan tekanan. Semua usaha manusia dalam mencari Allah yang diimaninya akan terwujud sebuah perdamaian jika diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama. Gereja Katolik menawarkan sebuah spiritualitas dialogal yang berlandasan pada persaudaraan dalam peziarahan iman menuju persatuan dengan Allah. 1. Spiritualitas Dialogal Spiritualitas dialogal adalah sebuah gerakan religius umat beriman dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan transformatif dengan sesama umat beriman lainnya menuju kedamaian dan kerukunan hidup yang sesungguhnya.
2. Beberapa pokok Spiritualitas dialogal antar iman
Spiritualitas dialogal, suatu bentuk hidup yang didasarkan kepada Roh Tuhan, suatu ikatan relasi kasih antara manusia dengan Allah. Dasar Spiritualitas dialogal itu didasarkan pada kisah penciptaan sendiri dan peristiwa penjelmaan-Inkarnasi dalam diri Yesus Kristus, Sang Sabda yang menjadi daging (Yoh. 1:1-3: 14), dan sebagai anugerah Paskah-Nya mencurahkan Roh-Nya atas para murid-Nya. Itulah landasan biblis bagi spiritualitas dialogal yang bermuara pada bersatunya manusia dari segala bangsa dengan Allah yang disebut dengan “Manunggaling kawula Gusti”. Spiritualitas dialogal, membutuhkan suatu penyadaran diri manusia bahwa kita diciptakan oleh Allah dengan Roh-Nya sesuai dengan gambaran dan rupa Allah sendiri dimana akhir perjalanan hidup manusia adalah persatuan Roh manusia dengan Allah itu sendiri (persatuan Atman dengan Paraatman dalam Hindhuisme). Lebih jauh dari pada itu, cinta kasih Allah kepada manusia tercurah melimpah dalam seluruh ciptaan alam semesta di dunia kosmos. Keselarasan satu kosmos itulah yang dalam dunia ketimuran menjadi akar dari seluruh kebersamaan hidup manusia di dunia, yang menurut tradisi kristiani sebagai kelimpahan cinta ilahi. Kelimpahan cinta ilahi itu memuncak dalam peristiwa Inkarnasi dari Allah yang menjadi manusia, dalam diri Yesus. Dengan pernyataan ini pula, manusia diajak untuk menjaga keselarasan alam semesta (lingkungan) dengan yang ilahi. Oleh karena itulah umat beriman sejati menyadari tanggungjawab yang mendesak untuk sekali lagi membangkitkan sikap tanggap sasmita mendengarkan suara alam beserta misterinya. Harmoni dengan alam semesta menghidupkan harmoni dalam hati dan menjalinkan harmoni antar pribadi sesama manusia. Spiritualitas dialogal pada intinya menciptakan hubungan anatara manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah. Maka spiritualitas dialogal mengungkapkan jawaban manusia terhadap panggilan Allah, terhadap sapaan ilahi dengan perantaraan Sang Sabda. Dalam dialog yang berlandaskan pada penciptaan itulah seluruh umat manusia atas kekuatan Roh Allah bergerak mendekati Allah satu-satunya. Sikap yang demikian memerlukan model kenosis (pengosongan diri), suatu kesadaran tak berdaya, pemurnian tiada hentinya dari kecenderungan pemusatan diri, egoisme, bertumbuh terbuka dalam dialog dengan umat beriman lainnya. Pada intinya kenosis terwujudkan dalam kematian menuju kebangkitan, mati bagi dirinya sendiri untuk memasuki hidup baru dalam kepenuhan hidup. Spiritualitas dialogal bersifat komuniter, berpusatkan pada ekaristi, saat semua umat beriman sadar dan sengaja menghayati “anamnesis”, yakni kenangan akan Yesus Kristus beserta misteri PaskahNya, hidup dalam Gereja dan berkarya melalui Gereja. Spiritualitas dialogal bersifat integral transformatif yaitu merubah hidup orang beriman melalui sharing pengalaman hidup religius guna mengentaskan keterpurukan krisis total menuju Indonesia baru. Tiap peserta dialog harus mencoba mengakukan pada dirinya sedapat mungkin intuisi dan pengalaman sesama digunakan untuk mencoba mengungkapkan dan mengkomunikasikan pengalaman religiusnya. Setiap peserta dialog antar umat beriman saling berbagai pengalaman religius kehidupan sehari-hari, saling memperkaya dan saling meneguhkan satu sama lain dalam membangun dunia yang rukun, damai dan sejahtera di bumi Indonesia. 3. Buah Spiritualitas dialogal antar umat beriman Iman peserta mengalami pengayaan lewat sharing-kesaksian peserta dialog. Dengan itu pula iman peserta diperluas dengan peluang untuk saling mendengarkan, menghalau segala praduga yang sudah mengakar, memperlebar pengertian yang sempit. Iman peserta dijernihkan berkat perjumpaan antar umat beriman untuk merevisi asumsi, pandangan yang keliru antar umat beragama. Meninggalkan masa lampau yakni pengalaman yang buruk dalam membangun kerukunan hidup beragama, saling mengampuni dan memulai babak baru yang makin baik menuju kerukunan yang sejati. Iman peserta diperdalam dengan saling mengenal dan menghargai berdasarkan landasan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh oleh sikap dan perilaku kelompok ekstrim. Spiritualitas dialog yang sejati dan mendalam akan merubah sikap hidup kita antar umat beriman dari dialog antar iman (interreligious dialogue–interfaith dialogue) menuju pertobatan (metanoia). Semua perserta dialog antar umat beriman menjadi tanda pertobatan yang mengantar umat manusia kepada Allah. Beberapa pokok pikiran tentang Spiritualitas dialogal secara konkrit dalam situasi pluri-agama dan pluri kepercayaan/kebatinan adalah sebagai berikut: 1. Kita hendaknya menyadari bahwa umat beragama dan umat kepercayaan/kebatinan lain adalah rekan-rekan seperjalanan dalam ziarah menuju Allah. 2. Kewajiban kita untuk menggalang kerekanan, kekerabatan dan persaudaraan (menyama braya) antar umat beragama dan umat kepercayaan/kebatinan yang ada di dalam masyarakat Indonesia, sebagai model bagi hubungan sosial. 3. Kekerabatan dan persaudaraan (menyama braya) itu akan menghasilkan kerukunan sebagai prinsip hubungan sosial. 4. Menjaga moralitas hidup yang baik, yang ditandai dengan kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai insani luhur dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup kemasyarakatan. 5. Mengusahakan kesejahteraan umum (bonum commune), yang adil makmur dan merata, terutama dalam opsi mengutamakan rakyat miskin dan tersingkir.