MAHASISWA SEMESTER IV DIALOG INTRA DAN INTER RELIGIUS DI PERGURUAN TINGGI AGAMA KATOLIK SWASTA
DOSEN PENGANMPU DR. YANUARIUS SERAN Drs, M.HUM
SEKOLAH TINGGI PASTORAL SANTO PETRUS KEUSKUPAN
ATAMBUA 2022/2023 PENGANTAR Salah satu mata kuliah KKNI yang harus diajarkan di STP St. Petrus KA adalah DIALOG INTRA dan INTER RELIGIUS, mata kuliah ini dipersiapkan dengan “Dialog Intra dan Interreligius di Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta. Melalui mata kuliah ini mahasiswa dibimbing untuk memahami pentingnya dialog intra ke dalam agama sendiri, dengan tujuan agar semakin kokoh imannya, ketika hendak berdialog dengan agama-agama lain. Kuliah ini diawali dengan pengantar, bab 1: Dialog intrareligius, bab 2: Dialog Interreligius, bab 3: Mendalami Agama Islam wujud Konkret dialog interreligius, bab 4: Mendalami agama Katolik wujud konkret dialog intrareligius dan terakhir kesimpulan. BAB SATU DIALOG INTRA RELIGIUS A. Pengantar § Hampir semua agama yang dipeluk manusia di dunia, sadar dan percaya akan satu subyek yang disebutnya Tuhan dan dipahami sebagai satusatunya Yang Maha Berkuasa, Maha Bijak, Maha Kasih, Maha memberi dan segala ke- maha-an lainnya. § Semua sebutan ttg Tuhan ini, dimasudkan sebagai representasi kebaikan, ketenteraman, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup duniawi, dan manusia sebagai pelaku atau aktor utama dalam kehidupan di dunia ini. § Dengan demikian, semua agama dan ajaran Tuhan berkaitan dengan segala bentuk kebaikan dan kepentingan hidup semua manusia di dunia. B. Penafsiran terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kehebatan manusia adalah mampu menafsir apa yang dihadapinya, yakni Tuhan yang diimaninya, menurut caranya yang khas dan unik. Termasuk kehidupan surgawi yang diidealisasikan semua pemeluk agama, sebagai sesuatu yang otentik, hendaknya ditafsir sesuai pengalaman sosial dan historis, sehingga dapat menjadi formal dan eksklusif. Tuhan yang dipercayai semua agama itu, kemudian mengalami formalisasi sesuai pengalaman setiap penganut agama sebagai sesuatu yang khas dan unik. Dengan demikian: § Tuhan yang satu dengan ajaran-Nya itu, kemudian melahirkan beribu tafsir dan pemaknaan, di mana pemeluk semua agama lebih sering memaknai tafsirannya sendiri, sebagai yang paling benar dan sah. § Seorang pemeluk suatu agama lebih sering memakai tafsir-tafsir historis dan sosiologis dalam menjalani hidup keberagamaannya dari pada memakai makna otentik atau idealitasnya. § Sikap seperti itu tentu sah untuk setiap agama, namun bila tidak dilandasi sikap yang empatik dan tanpa kesadaran akan adanya makna otentik, klaim itu akan menimbulkan salah paham di antara pemeluk agama yang sama, tetapi juga yang berbeda-beda. C. Pentingnya Dialog Intrareligius Tidak bisa disangkal: § Mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi sangat membutuhkan dialog intrareligius dan interreligius. Maksudnya: dialog intra-religius dipahami sebagai dialog di dalam agama sendiri. Inter-religius dipahami sebagai dialog dengan agama lain. § Dengan demikian, setelah memahami agama/iman yang khas dan unik dalam agama sendiri dan mahasiswanya tentu sudah merasa kokoh dan kuat (intrareligius), maka dia bisa membangun dialog dengan umat beragama lain (interreligius). Dialog intrareligius sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk lebih mengenal agama lain secara mendalam. § Dialog ini merupakan prasyarat bagi terciptanya suatu perjumpaan agama-agama yang sejati. Berangkat dari dialog intrareligius, seseorang masuk ke dalam dialog interreligius, yakni berjumpa dengan penganut agama lain. § Dialog yang menyeberang seperti ini tentu tidaklah mudah, karena setiap agama memiliki benteng pertahanannya sendiri-sendiri. § Maka, menurut Panikkar, benteng-benteng itu, harus dirubah menjadi jembatan, agar melalui jembatan itu, relasi antaragama semakin mungkin, tanpa mengingkari iman yang dipeluknya sendiri. Kita tidak mungkin menghindari kemajemukan ras, budaya, etnis bahasa dan agama, apalagi masing-masing agama akan menafsir Tuhan menurut klaim kebenarannya sendiri, maka berpotensi memicu konflik antarumat beragama, bila masing-masing pihak tidak lagi menghargai perbedaan satu dengan yang lain. Bila potensi ini pecah menjadi konflik akan mendatangkan disharmoni yang merusak kerukunan. Atas dasar klaim kebenaran bahwa agamanya paling benar, lalu menolak kebenaran agama lain, dan terjadi konflik karena keragaman, maka sangat dibutuhkan dialog interreligius. Kita butuh antara lain dialog kemanusiaan, teologis, aksi dan dialog kehidupan. Diharapkan melalui kuliah ini mahasiswa semakin sadar untuk menjadi pemberhati dan pelopor dialog di tengah masyarakat, membina hubungan dengan umat beragama atau beriman lain, untuk menghilangkan perasaan curiga dan salah pemahaman serta klaim bahwa agama Katolik lebih benar dari agama yang lain, atau agama Islam lebih agung dari agama yang lain, atau mengatakan agama yang lain itu kafir dan seterusnya. BAB DUA DIALOG INTERRELIGIUS A. Pengertian Dialog Arti etimologis, dialog berasal dari bahasa Yunani Dialogus. Dialog berarti dwi-cakap, percakapan antara dua orang atau lebih. Dalam konteks hidup bersama, dialog merupakan suatu langkah iman; model hubungan manusiawi antaragama; cara baru beragama dan seterusnya. Dalam arti realis dialog antaragama adalah pertemuan hati dan pikiran dari pelbagai macam agama; komunikasi antar dua orang beragama. Dialog: jalan bersama menuju kebenaran. § Dialog juga bukan debat, sebaliknya dialog untuk saling memberi informasi ttg agama masing-masing, terkait dengan persamaan maupun perbedaannya. § Dialog bukan untuk mengajak orang lain pindah agama, atau § menjadikan semua agama satu, melainkan membina satu kerja sama di antara para pemeluk agama yang berbeda, untuk memerangi musuh bersama bangsa ini. Dialog merupakan suatu metode dan cara untuk berbagi pengetahuan dan meningkatkan pengayaan Bagi umat Kristiani, untuk berdialog dengan umat beragama lain, dia harus ditantang, bahkan berubah dan bersedia membiarkan diri mengalami transformasi sebagai dampak dari dialog itu. Itulah pengertian dialog dalam arti yang sebenarbenarnya, suatu pertemuan di mana semua pihak berbicara tanpa takut, tetapi juga mendengarkan tanpa takut. Dengan demikian: § dalam dialog setiap pasangan harus saling mendengarkan dengan simpatik dan penuh keterbukaan dan berusaha memahami setepat mungkin masingmasing pihak yang berdialog dari dalam, dari jiwa dan raga. § Maka, dialog bukan proses untuk mengurangi komitmen seseorang akan kebenaran agama yang diyakini dan dipegangnya selama ini, sebaliknya untuk lebih memperkuat dan memperkaya keyakinan seseorang akan agamanya. B. Tujuan Dialog Tujuan dialog bukan untuk menciptakan kesamaan pandangan, apalagi keseragaman antara dua penganut agama, karena kalau itu terjadi maka dialog mengkhianati tradisi suatu agama, sebaliknya tujuan dialog adalah mendapat titik-titik pertemuan secara teologis, antara kedua pihak yang berdialog. § Dalam membaca agama lain, dibutuhkan sikap adil, karena setiap agama memiliki sisi-sisi ideal secara filosofis dan terologis. Kedua sisi ini yang paling dibanggakan oleh penganut suatu agama dan yang membuat mereka tetap bertahan, bila mereka mulai mencari dasar rasional atas keimanan mereka Sebaliknya, agama juga memiliki sisi real, yakni bahwa setiap agama menyejarah dengan keagungannya atau kesalahan-kesalahan sejarahnya. § Itu sebabnya, suatu dialog selalu mengandaikan kerendahan hati untuk membandingkan konsep-konsep ideal suatu agama, dengan konsep-konsep ideal agama lain yang hendak dibandingkan, antara realitas suatu agama, baik yang agung maupun yang kurang baik dengan realitas agama lain yang agung dan luhur. § Kita bisa membaca agama kita dengan sisi-sisi ideal dan membandingkannya dengan sisi rfiil dari agama lain. Tujuan dialog tidak boleh hanya untuk membiarkan orang lain ada (koeksistensi) tetapi ikut juga mengadakan orang lain secara aktif (proeksistensi) Tujuan paling luhur dari dialog adalah untuk kerja sama, kerukunan dan untuk perdamaian. § Kata Hans Kung: “Tidak ada damai di antara bangsabangsa, selama tidak ada damai di antara agama-agama, dan tidak akan ada damai di antara agama- agama kalau tidak ada dialog antaragama. § Dialog lebih menutut sikap terbuka dan inovatif daripada sikap defensif bertahan, memiliki sikap rendah hati daripada merasa diri paling benar. Untuk Indonesia: § Tujuan dialog lebih diarahkan kepada terciptanya hidup rukun dan toleransi, serta untuk membudayakan iklim keterbukaan dan mengembangkan rasa saling menghormati secara iklas di antara penganut pelbagai agama; § Melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa, serta untuk menyukseskan pembangunan nasional, § Terutama memerangi musuh bersama bangsa, yakni kemanusiaan yang dimarginalkan dalam bentuk kebodohan, kemiskinan, korupsi, terorisme, radikalisme, intoleransi, hoaks, demo dsb. C. Tantangan-tantangan dalam Berdialog Tidak disangkal bahwa dialog antaragama secara nyata tidaklah mudah, bahkan berbahaya. Bila kita memahami dialog hanya sekedar bersikap manis dengan lawan bicara, sebaliknya dialog membutuhkan sebuah percakapan yang riil, yang tidak hanya berbicara tapi juga mendengar; § Tidak hanya mengajak yang lain memahami nilai dan kebenaran agama yang kita yakini, tapi bersedia diajak oleh teman dialog kita pada nilai-nilai dan kebenaran mereka. § Dalam keadaan seperti ini, dialog akan memunculkan sejumlah tuntutan yang sulit dan bereziko. Dialog antaragama dapat diartikan sebagai dialog dua arah antara orang yang berbeda agama dan keyakinan. Namun, dalam proses dialog terkadang muncul problem teologis, baik dalam pandangan Islam maupun Kristen. § Dalam pandangan Islam, dialog antaragama tidak diperlukan karena bagi mereka Islam itu sudah sempurna. Islam itu agama yang paling benar. § Bukan hanya Islam, agama-agama non-Muslim juga mengatakanagama atau teologinya paling benar, sehingga tertutup untuk mengadakan dialog antariman. Apalagi masing-masing agama memiliki misi dan dakwah yang berbeda dalam penyebaran agamanya. Salah satu kesulitan Islam adalah anggapan bahwa aktivitas dialog antaragama membahayakan akidah umat Islam, maka umat Islam tidak membutuhkan dialog antaragama. § Mengapa? sebab, aktivitas dialog antaragama bisa menghambat aktivitas dakwah, karena tujuan dakwah dan dialog antaragama berbeda. § Pada hal tujuan utama dialog adalah untuk kerja sama, kerukunan dan membangun perdamaian antaragama, sementara tujuan dakwah lebih ke arah revitalisasi ajaran Islam, juga bukan sebagai misi mengajak non-Muslim secara paksa untuk masuk Muslim. § Ternyata benturan antara aktivitas dialog dan aktivitas dakwah itu terjadi, kalau mitra dialog memiliki sikap dan klaim teologis bahwa agama saya yang paling benar. Jika hal ini dipahami secara harafiah, memang dialog antaragama tidak dibutuhkan. § Kendati ada problem, menurut Zainudin dalam buku “Merajut Perbedaan, Membangun Kebersamaan”, saat ini diperlukan ijtihad (usaha sungguh- sungguh), untuk mendefinisikan ulang makna dakwah sebagai restorasi pemahaman masa lalu dalam memahami konsep Islam. Pada tahun 2023 ini, dakwah tidak boleh dimaknai sebagai ketrampilan berorasi di mimbar atau kemampuan mengajak orang lain masuk Islam, § Sebaliknya, dimaknai sebagai aksi nyata untuk melakukan pembinaan internal umat Islam; penyadaran kembali nilai-nilai Islam; pemberdayaan komunitas Islam; atau pengorganisasian lembaga Islam secara tepat dan fungsional. § Jadi dekonstruksi (metode pembacaan teks) dakwah sekarang adalah merestorasi umat Islam menuju pergulatan kesejahteraan sosial Islam dan pemberdayaan masyarakat Islam. Dalam Islam dakwah bukan hal yang bertentangan dengan dialog, karena prinsip dialog antaragama adalah mencari kerja sama, kerukunan dan perdamaian antar pemeluk agama-agama. § Dalam dialog antaragama perspektif Islam lebih ditekankan pada posisi setara antarpemeluk agama, dengan tidak boleh mencederai agama lain. § Maka dialog antaragama dan aktivitas dakwah bukanlah dua hal yang saling bersaing dalam mencapai misinya, tetapi peran dan fungsinya saja yang berbeda dalam membangun perdamaian dengan umat beragama lain. Jadi kehadiran forum dialog merupakan cara yang tepat untuk meredam konflik dan membangun kerja sama. Sedangkan dakwah dilihat sebagai media pencerdasan kolektif internal umat Islam menuju khaira ummah, sehingga kehadiran forum dialog, tidak disalah-mengerti bahwa akan meretakkan relasi antarumat beragama. Tantangan yang sama ditemukan dalam konsep Kristiani tentang dialog antaragama. § Setiap umat Kristiani mengikatkan diri secara penuh dengan pribadi Yesus Kristus dan para rasul-Nya. Dalam Injil Yohanes Yesus berkata kepada rasul Tomas: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). § Untuk menafsir ayat ini, Scott M. Lewis menghubungkan 3 kata: Jalan, Kebenaran dan Hidup dengan pribadi Yesus Kristus, sebagai pernyataan Kristologis yang menegaskan keunikan Yesus yang sama sekali baru, dan ketidakmampuan setiap orang untuk datang kepada Bapa kalau tidak melalui Dia. § Jelas ini adalah sebuah pernyataan eksklusif dan sektarian, yang oleh Scott muncul dalam komunitas yang diasuh Yohanes ketika berhadapan dengan kelompok Sinagoga dan kelompok Kristen lain, yang tentu ditujukan untuk kelompok sinagoga waktu itu, bukan untuk kita yang hidup di abad 21 sekarang ini. § Menurut Scott, dari sudut pandang historis memang demikian, tetapi untuk konteks zaman ini, Yesus justru digambarkan sebagai “jalan, kebenaran dan hidup” oleh karena teladan pemberian diri-Nya, kasih dan pelayanan-Nya yang sempurna bagi umat manusia. § Dengan itu, Yesus adalah pintu menuju Bapa, dan melalui penghayatan akan jalan dan teladan spiritual Yesus inilah, setiap orang Kristiani dapat berhubungan dengan Allah tanpa pandang bulu. Selain itu, tantangan akan terus muncul kalau komunitas Kristiani, tetap mempertahankan keunikan dan eksklusivitas Kristen, yang telah berakar sejak komunitas Kristen purba. § Terkait dengan pewartaan keunikan Yesus, penginjIl Yohanes melukiskan Yesus sebagai logos, Sabda yang menjadi daging dan Ia dikisahkan pernah berkata: “Bapa ada dalam Aku dan Aku ada dalam Bapa” (bdk. Yoh 20:38) dan satu pernyataan lain yang menyatakan “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 17:22). § Sementara dlm Injil Matius, Yesus berkata “segala sesuatu telah diserahkan Bapa kepadaKu dan tidak ada seorangpun mengenal Bapa selain Putra dan orang yang kepadanya Putra berkenan mewahyukan Bapa” (bdk. Mat 28:18) Ternyata konsep Allah tentang komunitas Kristen purba di atas, sangat mengganggu pemikiran Raimundo Panikkar dan telah mengisolasi dunia Kristen dari agama-agama lain, karena beberapa alasan berikut: Pertama, adanya konsep keabsolutan dalam agama Kristen yang memandang Allah yang diimani dengan sebutan “Bapa” sebagai satu-satunya Allah yang benar, yang menjalin hubungan secara intim dengan dengan manusia melalui inkarnasi Putra. Kedua, Yesus dipandang sebagai puncak pewahyuan yang sempurna dan penuh, melampaui segala bentuk pewahyuan lainnya, dan hanya dalam Yesus kristus, janji-janji keselamatan Allah bagi manusia terpenuhi dan sejarah KS sudah berakhir. Ketiga, sikap eksklusif yang berlebihan dalam agama Kristen dan pemikiran bahwa kebenaran Kristiani memiliki sifat universal dan absolut terhadap yang lainnya. Bagi Panikkar, ketiga sikap tersebut mengakibatkan timbulnya sikap arogansi dan upaya menyepelekan berbagai kebenaran yang terdapat dalam kultur dan tradisi religius lain. Inilah absolutisme dan eksklusivisme dalam kekristenan yang menjadi tantangan tersendiri dalam membangun dialog dan kerja sama antar umat beragama di wilayah kita sekarang ini Untuk mengatasi paham absolutisme dan eksklusivisme demikian, J.B.Banawiratma menawarkan paradigma pluralis-dialogal, bukan apriori- konseptual, bukan pula komparatif-evaluatif. § Pendekatan pluralis dialogal: mengakui pluralisme dan menganggap dialog sebagai hal yang penting bahkan suatu keharusan. § Untuk mengamini paradigma pluralis-dialogal, J.B. Banawiratma lebih dahulu memperlihatkan tiga paradigma lainnya sebagai berikut: Pertama: Paradigma eksklusifis. Menurut pandangan ini, orang tidak akan diselamatkan, kecuali kalau dia mengakui iman yang saya akui atau memeluk agama yang saya peluk. Agama-agama lain mungkin mempunyai banyak hal yang baik, namun agama- agama yang lain tidak menjadi mediasi keselamatan. Jika paradigma ini dikenakan kepada agama Kristen, maka hanya dalam agama Kristen terdapat keselamatan. Di luar agama kristen atau Gereja tidak ada keselamatan. Paradigma ini kita tolak karena bersikap negatif dan merendahkan agama- agama lain. Kedua, Paradigma inklusifis, menerima kemungkinan adanya wahyu dalam agama-agama lain, yang juga menjadi mediasi keselamatan bagi mereka yang memeluknya. Tetapi keselamatan yang mereka terima itu harus melalui agama saya. Bila paradigma ini dikenakan pada agama Kristen, maka agama-agama lain juga diselamatkan melalui Yesus Kristus, termasuk mereka yang tidak menyadari hal itu. Paradigma ini memperlihatkan sikap simpatik terhadap yang lain, namun bersifat apriori-normatif terhadap agama lain. Ketiga, paradigma pluralis indiferen. Paradigma ini mengatakan semua agama dengan caranya masing-masing dapat menempuh jalan menuju yang mutlak, the ULTIMATE, menuju ALLAH. Demikianlah Yesus Kristus adalah jalan keselamatan bagi orang-orang Kristen; Al-Qur,an bagi pemeluk agama Islam; Buddha bagi pemeluk agama Buddha; Krisna atau Rama bagi pemeluk agama Hindu dan sebagainya. Agama-agama tersebut melalui jalannya masing-masing toh sedang menuju ke Yang Mutlak, menuju ke Yang Sama. Keempat, sebagai yang terakhir J.B. Banawiratma memilih paradigma Pluralis Dialogal. Sebuah paradigma yang mengakui pluralisme iman dan agama. § Paradigma ini jelas menolak paradigma eksklusifis, tetapi berada di antara paradigma inklusifis dan pluralisme indiferen. Memang pluralisme ini pluralis, namun tidak indiferen. § Mengapa? karena penganut dari pluralisme ini mengatakan: “Saya meyakini bahwa agama dan iman saya sekarang ini adalah yang paling dapat saya pertanggungjawabkan dan karena itu saya anut dengan sepenuh hati”. § Dalam paradigma ini, kekhasan masing-masing agama dan iman diakui. Melalui dialog masing-masing pihak menyumbamngkan kekayaannya. § Berhadapan dengan umat beragama dan beriman lain, kita mendengarkan, membiarkan diri disapa oleh iman dan kehidupan mereka. § Kita berusaha mengerti dan memahami serta bersedia diperkaya oleh mereka. Secara jujur kita sanggup terbuka dan membagi kekayaan agama dan iman kita, sekaligus bersedia memperkaya agama dan iman lain. § Dalam dialog kita tidak membuat perbandingan dan tidak mengevaluasi mana yang benar dan mana yang salah. Kita justru menempatkan beragama dan beriman lain dari perspektif agama dan iman kita. Kita menghormati jati diri mereka, tanpa mereduksi mereka pada agama dan iman kita, tanpa melebur satu sama lain. Sejak KV II (1962-1965), Gereja Katolik dengan jelas menolak paradigma eksklusifis tersebut. Maka, pemahaman jati diri anggota Gereja juga tidak eksklusif. Paradigma pluralis dialogal yang ditawarkan J.B. Banawiratma ini, tidak hanya bermanfaat untuk kerukunan umat beragama dan beriman lain, tetapi juga untuk menjalankan aksi bersama. Melalui paradigma pluralis dialogis dapat diupayakan perjumpaan visi dan orientasi hidup di antara umat beragama, yang akan ditemukan dalam momen- momen dialog dan transformasi yang akan dikembangkan lagi melalui tulisan ini. D. Urgensi Dialog Antarumat Beragama Dialog antarumat beragama di perguruan tinggi khususnya STP St. Petrus Keuskupan Atambua dianggap sangat penting bahkan mendesak untuk dilakukan karena: 1.Dialog harus dimulai sejak munculnya kesadaran bahwa kita berbeda, kita plural dan tidak satu lagi. Pada titik ini, dialog menjadi penting dan menjadi kebutuhan yang tidak bisa tidak harus dibangun, dikembangkan dan dibudayakan. Dialog mesti sekarang dan bukan tunggu dulu, bukan nanti baru muncul sebagai pemadam kebakaran, tetapi justru mesti kita jaga supaya kebakaran tidak terjadi. 2. Sekarang ini sering terdengar, orang tidak percaya lagi pada dialog, sebab dianggap tidak membawa perubahan. § Keluhan demikian, terjadi barangkali karena dialogdialog yang terjadi selama ini masih cenderung artifisial, terlalu formal, di antara elit agama saja, diinisiatif penuh oleh pemerintah, § Apa lagi kalau dialog belum murni dilakukan untuk kepentingan bersama dan keadilan, atau tik untuk perdamaian, maka pasti saja dialog masih diragukan. § Namun, bila dialog menjadi cara yang matang dan dewasa untuk mengelola dan menyelesaikan konflik untuk kerukunan dan demi perdamaian tidak mungkin dialog ditolak. Dengan demikian: § segala keraguan mesti dirubah dan ditransformasi menjadi kejujuran yang tulus, § untuk mengakui dan menghormati perbedaan agar pemeluk agama sekaligus memiliki keberanian dan komitmen untuk membangun dialog dan kerja sama di antara pemeluk agama dalam hidup berbangsa dan bernegara. 3. Umat Islam, Kristiani dan umat lain hendaknya berlombalomba dalam menyebarkan ajaran agama sesuai nilai-nilai universal yang dikandungnya. § Dengan demikian, tentu tidak ada agama yang mentolerir permusuhan dan segala bentuk kekerasam, sebaliknya mengajarkan kehidupan yang rukun, hamonis dan penuh kedamaian bukannya intoleran dan menyebarkan hoaks. § Bila hal ini yang kita hehendaki bersama, maka dialog dan kerja sama antarpemeluk agama mutlak dilakukan dan tidak bisa dihindari lagi. 4. Keragaman agama di Indonesia yang hidup berdampingan secara rukun telah dirusak sejak rezim Orde Baru, demikian tandas Banawiratma. Itu sebabnya, sekarang ada upaya keras dari berbagai pihak untuk memperbaikinya. § Maka sangat dibutuhkan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia untuk menggalakkan gerakan dialog antarumat beragama. § Alasannya: karena bangsa ini masih terus berhadapan dengan barisan musuh bersama yakni masalah sosial, ekonomi, politik, kemiskinan, korupsi, kerusakan lingkungan hidup, sikap intoleransi, radikalisme, terorisme, hoaks, terutama kemanusiaan yang tersandra, yang terus saja mengguncang Indonesia. BAB TIGA MENDALAMI AGAM ISLAM SEBAGAI WUJUD KONKRET DIALOG INTERRELIGIUS A. Latar Belakang Akar sejarah Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari seorang nabi yakni Ibrahim/Abraham. Ketiganya disebut agama-agama Ibrahim/Abraham (Abrahamic Religions). Secara teologis agama-agama Ibrahim diciri/ditandai dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Monoteisme), meski ketiganya memiliki konsep monoteisme yang berbeda. Kendati demikian, monoteisme inilah yang menjadi titik temu agama-agama Ibrahim. § Agama Islam merupakan kelanjutan dari agama Kristen dan Yahudi. Islam tidak mengklaim dirinya sebagai agama baru. Ia hanya menegaskan apa yang telah dibawa agama Kristen dan Yahudi. § Islam mengakui kebenaran dan keabsahan agamaagama tersebut untuk mengantar umatnya kepada keselamatan. § Lebih tegas lagi Al-Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam tidak pernah membatalkan agama-agama sebelumnya. Agama Islam adalah salah satu agama besar di dunia, yang dianut oleh semua umat yang mengaku Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa dan Muhammad bin Abdullah sebagai Rasul Allah. Islam sebagai nama agama berdasarkan Wahyu Allah di dalam Kitab Suci AlQur’an yang mengatakan: “Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridhai Islam menjadi agama bagimu” (Q.S.V: 3). Kata Islam berasal dari akar kata s-l-m yang kemudian menurunkan kata-kata jadian sbb: Salim, salama yg berarti: tidak bercacat, tidak bercela; Salam: berdamai dengan; salam dan silm: kedamaian, kepatuhan kepada Tuhan; salamat keamanan, kesehatan, kebebasan dari kekurangan, kesejahteraan; aslama: berserah diri. Kemudian terjadilah kata jadian “Islam” artinya ketaatan, patuh, hal serah diri sepenuhnya, memasuki salam dan silm. Orang yang melakukan Islam atau yang meng-islam-kan dirinya disebut Muslim/jamak: Muslimun. Jadi, baik kata “Islam” maupun kata “Muslimun” berasal dari satu akar kata di mana Islam menunjuk pada pengertian “menyerahkan diri secara total kepada Allah”, sedangkan Muslimun menunjuk pada pengertian “orang yang menyerahkan diri kepada Allah” (pelaku Islam). Islam sebagai sebuah sistem keagamaan mengandung pengertian: § penyerahan diri kepada Allah yang penuh damai sejahtera, § yang berarti dengan penyerahan diri seperti itu atau § dengan mengislamkan diri, maka seorang Islam akan memperoleh kedamaian, kesejahteraan, kemenangan dan kesentosaan dari Allah. Hal ber-”islam” atau menjadi muslim tidak berarti meyakini Allah dan kuasaNya, melainkan berarti menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada Allah (islam) dgn jalan melaksanakan sepenuhnya, apa yang dikehendaki Allah di dalam perintah-perintahnya (Muslim). Kedua hal ini: Islam dan Muslim dilakukan dengan jalan mengerjakan secara iklas apa yang diperintahkan, atau melakukan apa yang disebut kebaikan dalam hidup ini, dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dilarang, atau menghindarkan diri dari kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar). Orang yang mengislamkan dirinya atau menjadi muslim adalah orang yang mendamaikan dirinya dengan sesama, dalam segala aspek dan ruang lingkup kehidupan. Dd, Islam bukan saja harus dimengerti sebagai sebuah sistem keagamaan belaka, melainkan sebagai sebuah sistem yang mengatur segala pola tingkah laku manusia secara lengkap dan utuh dalam segala dimensinya, baik dimensi duniawi (ukhrawi) maupun dimensi rohaninya (akhirat). Islam sebagai sistem - memberikan sejumlah rincian patokan normatif yg mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia. Dalam pengertian inilah terjabarkan pengertian-pengertian lanjutan seperti sistem religi Islam yaitu sistem kebudayaan Islam, sistem sosial Islam, sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam dst. Jadi Islam mengandung sekaligus pengertian Islam “as a religion” dan Islam “as a state”, yang di dalam bahasa teknisnya disebut sebagai “ad-din” dan sekaligus sebagai “ummah” (“din wa dawla”). Melalui uraian ini kita bisa mengerti kalau dikatakan Islam adalah sebuah sistem yang lengkap dan utuh. Dengan uraian di atas, kita tahu bahwa itulah keyakinan pokok kaum Muslimin/at. Siapakah mereka? Mereka adalah saudara/i kita. Dan kalau kita sebut kaum Muslimin adalah saudara/i kita, maka pengakuan ini bukanlah pengakuan akademis atau pengakuan keilmuan sebagai “obyek” studi belaka, melainkan sebuah pengakuan keagamaan dan iman yang bernuansa Kristiani. Jadi kita mengatakan bahwa kaum Muslimim adalah saudara/i kita, pengakuan bernuansa keagamaan dan iman ini didasarkan pada tiga pokok pertimbangan utama sebagai berikut: a. Menurut iman Kristen, Allah menciptakan manusia menurut “gambar dan rupa-Nya”. Itu berarti bahwa iman Kristen memiliki antropologi Kristen yang memandang semua manusia sebagai yang segambar dan serupa dengan Allah. Tidak seorang pun dari antara kita yang boleh dihambat/dilarang untuk memperoleh hak antropologisnya bahwa ia adalah gambar dan rupa Allah. Sesama kita dari latar belakang manapun ia berasal, dalam status apa pun ia berada, adalah saudara kita yang sesungguhnya. Maka, seluruh umat manusia adalah “satu keluarga” besar yang terdiri dari umat yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya. Maksudnya, agar manusia dapat hidup dan bekerja dengan mencerminkan kehendak Allah. Artinya karena manusia adalah gambar dan rupa Allah, maka ia harus mencerminkan kehendak penciptanya. Dd, semua manusia bersaudara, dalam arti bahwa hakikat persaudaraannya adalah dalam hal saling mendukung dan melengkapi dalam mewujudkan kehendak Allah Pencipta langit dan bumi dan segala isinya. b. Di dalam sejarah dan teologi pewahyuan, ketiga agama monoteis dunia: Yahudi, Kristen dan Islam, berada ada pada satu garis sejarah pewahyuan. Tokoh utama ketiga agama ini adalah Abraham (Ibrahim) yang dipercaya sebagai “Bapa orang beriman”. Karena itulah, dalam percakapan mengenai agama-agama dunia, ketiga agama dunia monoteis ini, disebut sebagai “pewaris iman Abrahamik”. Kalau begitu, bahwa kaum Muslim adalah saudara/i kita, harus kita pahami dalam konteks sebagai sesama pewaris iman Abrahamik. Mereka tidak jauh dari kita sebagai umat Kristen. Bahkan dalam bahasa Al- Qur’an, kedekatan itu diungkapkan secara jelas dalam Sura 5:82 yang memosisikan umat Kristen sebagai “yang terdekat kasih sayangnya” kepada kaum Muslimin. Terjemahan Sura tersebut adalah sebagai berikut: Dan sesungguhnya akan engkau akan dapati (pula) orang yang paling dekat kasih sayangnya terhadap orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang berkata, “sesungguhnya kami adalah orang Nasrani”. Dd, sangat tepat kalau kita saling mengakui sebagai umat beragama yang serambi imannya saling bersentuhan. Artinya kaum Muslimin/at adalah saudara-saudara kita yang berada di Serambi iman kita. c. Dalam kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa, persaudaraan “lintas agama” merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Di mana-mana dalam wilayah Nusantara ini, kita bertemu dengan bentuk-bentuk persaudaraan lintas iman yang sangat menggairahkan kehidupan masyarakat kita, sejauh bentuk persaudaraan seperti itu tidak dihinggapi oleh “virus kepentingan” terutama kepentingan politik, maka perdauraan litas agama dan iman itu, kami yakini sebagai yang sesungguhnya dapat memampukan kita, dalam usahausaha mencerminkan kehendak Allah seperti disinggung di atas. Bukankah salah satu syarat utama untuk dapat mewujudkan Kehendak Allah adalah suasana persaudaraan yang berkarakter perdamaian? Saudara/i Muslimin kita adalah saudara/i lintas agama dan iman yang sangat kita butuhkan untuk dapat menampakkan model kasih dan perdamaian Kristiani sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan Yesus seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Jadi semua hal yang dibicarakan dalam kuliah ini, supaya kita bisa mengenal saudara/i kita kaum Muslimin, secara baik dan proposinal dari segi isi kepercayaannya, yang ditandai oleh kebertetanggaan iman, karena memang serambi iman islam dan Kristen sangat berdekatan. Ini salah satu alasan kita belajar Islam. B. MEKKAH dan KA’ABAH 1.Kota Mekkah Sekitar 45 mil (kl 68 km) ke sebelah Timur kota pelabuhan Jeddah di tepi laut Merah ada sebuah kota suci bagi umat Islam yakni Mekkah. Kota ini terletak dalam sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan batu. Letaknya sangat strategis, sebagai penghubung Yaman, Jeddah di tepi Laut Merah dan jalan ke Palestina. Sejak zaman Praislam, Mekkah telah menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang yang melewati ketiga jalur ekonomi yakni Yaman, Jeddah dan Palestina. Dd lambat laun ia menjadi kota lalu lintas perdagangan darat yang ramai. § Di kota Mekkah terletak suatu bangunan suci yang disebut Ka’abah. Kota Mekkah adalah salah satu kota suci terpenting yang menjadi qiblat (arah sembahyang wajib dalam shalat) bagi umat Islam sedunia. Bersamasama dengan Madinah kedua kota ini merupakan “haramain” yaitu “dua tanah haram” atau dua kota suci. Terdapat ketentuan yang diberlakukan secara khusus di lingkungan tanah suci yang berhubungan dengan “kesucian ekologis”. Ketentuan tersebut adalah tidak boleh membunuh binatang buruan, menebang pohon tanpa ijin, dan membawa keluar tanah, batu dan pasir Agak sulit dipastikan, kapan Mekkah dibangun menjadi kota strategis. Namun tradisi, kota Mekkah dibangun oleh Ismael bersama ayahnya Abraham (Ibrahim), yang mulamula menjadikannya sebagai tempat tinggal dan kemudian berkembang menjadi sebuah kota penting. Mungkin sekali sebelum itu, sudah dijadikan sebagai pusat peribadatan. § Dicatat pula bahwa Mekkah selain menjadi pusat dan transito kegiatan perdagangan, Mekkah telah menjadi tempat suci bagi bangsa Arab sebelum Islam muncul. § Yang memegang peranan penting di Mekkah baik dalam bidang perdagangan maupun peribadatan adalah suku Quraisy, yang adalah suku asal Muhammad. Pada musim tertentu setiap tahun, yaitu pada musim zairah, diadakan sayembara pembacaan puisi (syair) dan berkotbah. Hal ini menunjukkan tanda-tanda peradaban yang tinggi pada zaman Arab Praislam. 2. Ka’abah § Secara harafiah, kata Ka’abah berarti bangunan bersegi empat (muka’ab = persegi empat). Ka’abah merupakan sebuah bangunan suci, yang diyakini sebagai rumah ibadat (masjid) pertama di dunia, sesuai dengan isi S.3:96 yang diterjemahkan sebagai berikut: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) bagi manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah), yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Ka’abah disebut juga sbg. “bait al-atiq” yaitu “rumah suci yang tua” (S. 22:29), “bait al-haram” yaitu “rumah suci” (S.5:97), atau “baitika al-muharram” yaitu “rumah-Mu yang dihormati” (S.14: 39). § Secara historis tidak ada petunjuk sejak kapan dan oleh siapa Ka’abah dibangun? Baik Qur’an maupun Hadits tidak memberikan keterangan mengenai hal ini, kecuali bahwa Ibrahim dan Ismail pernah memperbaikinya sesuai dengan informasi S. 2: 127 yang mengatakan (terjemahkan): Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah beserta Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. § Selanjutnya berdasarkan informasi Qur’an, Ka’abah telah ada ketika Ibrahim membawa Ismail ke tanah Arab, seperti yang tertulis dalam Qur’an yaitu S.14:37 yang mengatakan (terjemahan): Ya Tuhan kami sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian turunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati. § Selain catatan historis dan informasi Qur’an di atas, menurut beberapa sumber dalam tradisi Islam, Ka’abah dibangun oleh Ibrahim dan Ismail, di atas fundasi yang telah ada sebelumnya. Bahkan ketika membangunnya, mereka dibantu oleh para malaikat. Sebagian tradisi Islam menganggap fundasi tersebut dibangun oleh Adam, ketika ia dan Hawa diturunkan dari surga. Bangunan ini (ka’abah) panjang 12 meter, lebarnya 11 meter dan tingginya 15 meter beratap datar. Di sekelilingnya ditutup dengan kain hitam, semacam kelambu (kiswah = pakaian), yang dihiasi dengan kaligrafi ayat-ayat Qur’an. Ke arah Ka’abah inilah arah sembahyang (qiblat) umat Islam sedunia diwajibkan. Pada salah satu sisi dinding bagian (tenggara) terdapat sebuah batu hitam (al-hajar al-aswad). Dari tempat inilah ibadah mengelilingi Ka’abah (thawaf) pada ritus haji dilakukan. Batu hitam itu, berdiameter kurang lebih 18 cm, dan untuk menjaga keutuhannya (karena telah berkeping-keping dimakan waktu) pinggiran batu ini disalut dengan perak. Menurut tradisi, batu ini diserahkan oleh malaikat Jibril kepada Ibrahim dalam rangka pembinaan ka’abah. Ka’abah ini dibangun dengan maksud sebagai pusat ibadat kepada Tuhan. Di dekat Ka’abah terdapat sebuah bangunan kecil yang disebut maqam Ibrahim, yaitu tempat di mana Abraham berdiri, ketika membangun Ka’abah S. 2: 125 mengatakan (terjemahan): Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang i’tikaf, yang ruku dan yang sujud”. Dalam perkembangannya, pada zaman Arab Jahiliyah, Ka’abah dijadikan tempat penyembahan berhala. Di sekeliling dan di bagian dalamnya, terdapat banyak sekali patung-patung berhala, semabahan bangsa Arab Praislam, yang berjumlah kurang lebih 360 buah. Sangat mungkin bahwa Allah sebagai dewa tertinggi dilambangkan oleh patung dewa Hubal yang terletak di depan ka’abah. Menurut S. 2: 125 seperti dikutip di atas Abraham dan Ismail diperintahkan oleh Allah untuk membersihkan Ka’abah dari segala macam berhala. Terhadap penyembahan berhala ini: Al-Qur’an menginformasikan adanya sejumlah nabi Arab Praislam (25 orang) yang diutus oleh Allah kepada bangsa Arab untuk menyerukan agar mereka meninggalkan berhala-berhala dan dewa-dewanya serta kembali menyembah Allah. Nabi-nabi tersebut al: Nabi Hud (keturunan Nuh dan anak Ham) untuk bani Ad di Selatan jazirah Arab; Nabi Saleh dari sebelah Timur jazirah Arab untuk kaum Tsamud; Nabi Syu’aib sebagai imam Jitro, yang diutus untuk kaum Madian di Hejaz. Semua nabi ini ditolak oleh bangsa Arab Menurut catatan sejarah, baik sebelum Muhammad maupun sesudahnya, ka’abah sudah beberapa kali terancam hancur baik oleh serangan musuh maupun berhala-berhala, maupun karena bencana alam. Ash Shiddieqi mencatat 11 kali pemugaran Ka’abah sejak pembangunannya yang dilakukan oleh malaikat. Pemugaran pertama oleh Adam, kedua oleh Syits Ibn Adam, ketiga oleh Ibrahim, keempat oleh orang-orang Amalikah, kelima oleh suku Jurhum, keenam oleh Qushayi, ketujuh oleh Abdul Muthalib, kedelapan suku Quraisy, kesembilan oleh Abdullah Ibnu Zubair, kesepuluh oleh Al Hajjaj Ibn Yusuf dan kesebelas oleh Sultan Murad Khan Al Utsmani pada tahun 1040 H. Sebelum Muhammad memulai misi kenabiannya, yaitu pada pemugaran Ka’abah yang kedelapan, (yang dilakukan oleh suku Quraisy karena rusak akibat banjir) Muhammad telah mendapat kesempatan untuk menampilkan kearifannya sebagai pemimpin umat. Pada saat selesai pemugaran, muncullah perselisihan yang berakibat pada pertumpahan darah. Perselisihan mengenai bagaimana menempatkan kembali al-Hajar alAswad (batu hitam) ke tempatnya dan siapa yang paling berhak melakukan hal itu. Dalam situasi perselisihan itu, sesepuh suku Quraisy (Abu Umayyah bin al- Mughirah al-Mahzumi) memberikan usul pemecahannya: “Barangsiapa yang mula-mula masuk Ka’abah pada besok pagi, dialah yang harus kita terima sebagai hakim” untuk memutuskan pokok perselisihan itu. Ternyata Muhammadlah yang masuk duluan dan ialah yang disepakati untuk menjadi hakim untuk memutuskan pokok perselisihan itu. Muhammad minta disediakan sehelai kain, dan meminta setiap sesepuh suku memegang eempat ujung kain tersebut. Muhammad mengangkat batu hitam itu dan meletakkannya di atas kain, dan mereka bersama-sama mengangkat batu itu, dan kemudian Muhammadlah yang meletakkan batu itu di tempatnya semula. Selain Ka’abah, tempat lain yang juga dianggap tempat suci adalah sumur “Zam-zam”. Riwayatnya seperti ini. Waktu Ismail dan ibunya Siti Hajar (Hagar) ditinggalkan oleh Ibrahim di lembah itu, mereka kehabisan persediaan air minum. Sang ibu pun sampai ke Shafa untuk mencari air, tetapi tidak ada. Karena itu ia pergi lagi ke bukit Marwah, tetapi juga tidak ada. Siti Hajar berlari-lari tujuh kali bolak balik dari Shafa ke Marwah, tetapi tidak berhasil menemukan air untuk anaknya Ismael yang hampir mati kehausan. Dan tiba-tiba ia mendengar satu suara, dan malaikat Jibril memukul tanah, yang akhirnya mengeluarkan air. Siti Hajar membendung air itu dengan tangannya dan berseru: “zam-zam, zam-zam”, karena ia kuatir jangan sampai air itu mengalir ke manamana. Maka air itu terbendung menjadi sumur sehingga dinamakan sumur zam-zam. Untuk memperingati kesabaran Siti Hajar inilah, maka dalam ibadah hajji, ada ritus S’iy (Sa’yu) yaitu para jemaah haji berlari-lari bolak balik tujuh kali antara Shafa dan Marwah. Jarak dua tempat ini 400-an meter. Ritus ini merupakan ibadah wajib dalam melakukan ibadah hajji sebagaimana dikatakan dalan S. 2: 158 terjemahannya); Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar-syiar Allah, maka barang siapa yang ke Baitullah atau rumah umrah, maka tidak salah baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Jadi, ka’abah telah menjadi pusat ibadah pada masa Praislam, yang sebenarnya harus dijadikan lambang pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Abraham (lih. S. 2: 125). Dalam hubungannya dengan yang terakhir inilah salah satu tugas Muhammad adalah mengembalikan fungsi Ka’abah tersebut. C. MUHAMMAD NABI DAN PEMIMPIN UMAT Untuk memahami Muhammad sebagai salah seorang pemimpin umat beragama yang termasyur di sepanjang sejarah umat manusia, ia tidak bisa dipahami dari satu aspek saja. Sebab Muhammad adalah seorang “Nabi” sekaligus “Pemimpin” umat, yang setara dengan kepala negara dan kepala pemerintahan” pada masanya. Fungsi ganda dari Muhammad ini menjadi salah satu tema pokok dalam doktrin Islam. Fungsi ganda ini dijabarkan ke dalam pokok-pokok ajaran lainnya seperti Islam sebagai agama dan kebudayaan dan Islam dalam hubungan antara agama dan negara. 1. Kelahirannya Kebanyakan sumber Islam menetapkan bahwa kelahiran Muhammad terjadi setelah ayahnya, Abdullah bin Abdul Mutalib meninggal dunia. Jadi dia lahir sebagai seorang anak yatim. Adullah bin Abdul Mutalib berasal dari bani Hasyim, Suku Quraisy yaitu suku bangsa yang berpengaruh di Mekkah dan sebagai penanggung jawab pemeliharaan Ka’abah. Begitu pula dengan ibunya, Aminah berasal dari golongan terkemuka di antara sukusuku bangsa Arab. Kelahiran Muhammad disambut dengan sangat gembira oleh kakeknya Abdul Mutalib, karena anaknya Abdullah meninggal dalam usia muda (kl. 24 tahun). Abdul Mutalib mewujudkan kegembiraannya, sesuai dengan tradisi Arab yang berlaku pada waktu itu, yakni membawa sang cucu ke Ka’abah dan memberinya nama Muhammad. Nama ini bukanlah nama yang umum di kalangan bangsa Arab pada masa itu, tetapi bukan pula suatu nama yang asing. Nama Muhammad sinonim dengan Ahmad atau Mahmud, berarti “yang terpuji”. Kebanyakan sumber Islam menyatakan bahwa nama Muhammad, telah terdapat pula di dalam Alkitab, sebagai nubuat tentang kedatangannya. Di bawah ini ada beberapa data yang “dianggap” menunjuk ke hal tersebut a. Perjanjian Lama, ada istilah makhmad – makmod yang berarti desirable = patut, layak, patut diingini. b. Perjanjian Baru, dalam Injil Yohanes 14: 16 mengenai janji Yesus Kristus tentang datangnya seorang penolong (penghibur) yang lain. Penolong di sini dimaksudkan sebagai Muhammad. Dalam tradisi Islam, terutama tradisi Tasawuf dikatakan bahwa yang mula-mula dijadikan Tuhan di dalam karya penciptaan-Nya adalah Nur Muhammad (Cahaya Muhammad). Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan berasal dari Nur Muhammad. Nur atau cahaya ini dianugerahkan kepada segala nabi sebagai tanda kenabiannya, dan pada akhirnya NUR ini dinyatakan dengan sempurna pada Muhammad sebagai nabi dan rasul Allah yang terakhir atau penutup segala nabi. Sebagaimana biasa terjadi di kalangan orang terkemuka bangsa Arab Muhammad juga diasuh oleh seorang inang/ibu pengasuh yang bernama Halimah binti Sa’adiyah (dari bani Sa’ad), atau Halimah binti Dhua’ib. Ia diasuh oleh Halimah selama 5 tahun. Menurut tradisi selama Muhammad diasuh oleh Halimah terjadi beberapa mukjizat yang mendatangkan berkat bagi Halimah. Antara lain: Pada waktu Muhammad berumur 2 tahun, Muhammad didatangi oleh 2 orang berbaju putih (malaikat) ketika ia dan kawan-kawannya sedang bermain-main di belakang rumahnya. Dengan disaksikan oleh kawan-kawan sepermainannya, kedua orang berbaju putih itu membelah dada Muhammad dan membersihkan jantungnya dan membolak balik tubuhnya. Oleh beberapa penafsir Islam, cerita ini dihubungkan dengan S. 94: 1-3 yang menyatakan (terjemahannya) Bukankah kami melapangkan dadamu (Muhammad), dan kami meringankan bebanmu yang berat, yang memberatkan punggungmu. Tetapi beberapa penafsir lain, mengatakan sejak Halimah mengasuh Muhammad, ia merasa diberkati secara ajaib oleh Tuhan. Ternak kambingnya menjadi tambun dan susunya pun bertambah terus, tidak pernah berkurang. Tuhan selalu memberkati semua yan ada padanya. Selanjutnya Muhammad diasuh oleh ibunya Aminah, namun sang ibu meninggal dunia ketika Muhammad pada umur 6 tahun. KI Muhammad berpindah tangan lagi ke kakeknya Abdul Mutalib, dan ketika Muhammad berumur 8 tahun sang kakek juga meninggal dunia, akhirnya ia dibesarkan oleh pamannya Abu Thalib, yang selanjutnya menjadi “pelindung” Muhammad. Tentang tanggal lahir Muhammad, kebanyakan ahli berpendapat bahwa ia dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ulawal (bulan keempat menurut penanggalan Arab), tahun Gajah yang bertepatan dengan tanggal 20 April 570. Departemen Agama RI mencatat 20 April 571 di dalam Mugaddimah Al-Qur’an dan terjemahannya (1970, hlm 64) Sumber lain mencatat Agustus 570. Hari lahirnya inilah yang diperingati oleh sebagaian besar umat Islam sebagai hari Raya Maulid (Maulud) Nabi. Yang dilakukan pada hari raya ini adalah, antara lain melafalkan tahlil (puji-pujian) untuk mengagungkan Mhammad, memperingati sejarah hidupnya, yang mengambil bagian dalam perkara-perkara surgawi, sebagai yang berkenan bagi Allah selaku nabi dan rasulnya. Pada perkembangan selanjutnya, tgl lahir Muhammad disamakan dgn tgl kematiannya (tgl kematian Muhammad yg diakui sec luas adalah 8 Juni 632). Terdapat kelompok dlm dunia Islam yg menantang perayaan Maulid Muhammad yakni kelompok yang dipelopori oleh aliran Wahabi dlm Arab Modern. 2. Masa mudanya Sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan informasi lengkap tentang sejarah hidup Muhammad sampai dengan berumur 40 tahun, sehingga kita juga tidak memiliki pengetahun memadai ttg perkembangan kejiwaan dan pertumbuhan intelektual Muhammad sebelum dia menjalankan tugas-tugas kenabiannya. Dari beberapa sumber yang ada, dicatat bahwa masa muda Muhammad yang dilaluinya kurang cerah, seperti suram. Dugaan itu diperkuat oleh catatan bahwa beberapa kali ia pindah tangan pengasuh: mulai dari Halimah inang pengasuh, kemudian ibunya Aminah (kl 1 tahun), lalu ke kakeknya Abdul Mutalib dan terakhir bersama pamannya Abu Talib. Selama bersama paman, ia menjaga ternak paman bahkan tetangga. Pada umur 12 thn, Muhammad diberi kesempatan oleh pamannya, ikutserta dalam perjalanan dagang ke Syria. Pada kesempatan inilah seorang rahib Kristen bernama Bahira (Buhaira) di Syria, bertemu dengan Muhammad, yang menyatakan bahwa pada diri remaja Muhammad terdapat tanda-tanda kenabian. Barangkali tidak berlebihan untuk menduga bhw pada kesempatan ini telah terjadi percakapan yg intensif ttg agama Kristen antara sang remaja Muhammad dgn penghuni biara yg terdapat di jalur perjalanan yg biasa dilalui para kafilah dagang Arab. Pada masa itu, biara rahib Kristen biasanya menjadi tempat persinggahan para kafilah dagang untuk beristirahat. Para kafilah biasanya dilayani oleh para rahip, yg hidup dgn tingkat kedisiplinan yg tinggi dan menunjukkan sikap-sikap yg terpuji. Kemudian, ketika Muhammad berusia sekitar 15 – 20 thn, dia memperoleh pengalaman penting saat terjadi Perang al-Fijar (perang yang melanggar tradisi bangsa Arab). Perang yang terjadi pd bulan suci bgs Arab yang seharusnya tidak boleh terjadi perselisihan apalagi perang. Perang al-Fijar adalah perang yang terjadi di antara suku-suku (termasuk Quraisy suku Muhammad) dan kafilah-kafilah dagang yg saling memperebutkan pengaruh ekonomi. Kejadian ini sangat penting artinya bagi Muhammad, krn sbg seorang pemuda Arab Quraisy, ia punya tanggung jawab untuk membela kehormatan sukunya. Dia bertugas sebagai pembawa anak panah. Perang selama 4 tahun. Pengalaman membawa anak panah tentu menjadi bekal sangat berharga bagi Muhammad ttg masalah-masalah kemiliteran khas bangsa Arab. Kehidupan rohani masa muda Muhammad, ditandai oleh pengenalannya akan bentuk-bentuk kepercayaan sbb: a. Penyembahan berhala di pusat Ka’abah. Ttg makna Ka’abah ia memperoleh informasi dari para hanifa, yaitu kelompok penduduk Mekkah yang tidak menyembah berhala, dan juga tidak memilih baik agama Yahudi maupun agama Kristen. Mereka adalah kelompok yang berpegang teguh pada keesaan Tuhan. b. Selain itu, Muhammad juga sering kali mendengarkan ahliahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Kristen yg mengkotbahkan kitab-kitab Musa dan kisah ttg Yesus Kristus, serta serangan terhadap kekafiran dan mengajak penduduk Mekkah untuk mengikuti kebenaran agamanya masingmasing. Masa muda Muhammad dilewatinya dengan tanpa cacat ditinjau dari segi moral jika dibandingkan dgn perjakaperjaka Arab sezamannya. Ia dikenal sebagai seorang pemuda yang cerdas, kendati ada kesimpangsiuran pendapat ttg pendidikan formal Muhammad. Ia juga seorang pemuda berjiwa luhur, dgn kepribadian yg terpuji, sehingga penduduk Mekkah menjulukinya sebagai alAmin, “yang dapat dipercaya” Melihat kepribadian Muhammad seperti itulah sehingga Khadijah binti Khuwaylid, seorang janda kaya raya dan wanita terpandang dan dihormati oleh penduduk Mekkah, menerima lamaran Abu Talib untuk mempekerjakan Muhammad sbg pengawal kafilah dagang khadijah ke Syria. Pada waktu itu, Muhammad berusia sekitar 25 tahun. Dalam perjalanan dagang inilah untuk kesekian kalinya, Muhammad memperoleh kesempatan untuk bertemu dgn beberapa rahib Kristen (Nestorian), yg menambah lagi beberapa pengetahuannya ttg agama Kristen, khususnya di sekitar perpecahan dan pertikaianpertikaian doktriner ttg Yesus Kristus 3. Perkawinannya Kepercayaan dan kekaguman Khdadijah terhadap peran Muhammad dlm melancarkan perdagangannya dilanjutkan dgn perkawinan mereka pd tahun 595. Perkawinan ini punya makna yg sangat strategis bagi Muhammad. Berkat perkawinan ini Muhammad dpt lolos dari berbagai kesulitan hidup yg dialami sebelumnya, yg kurang menunjang gagasannya untuk berusaha memperbaiki kehidupan moral bangsanya. Khadijah tidak saja berperan sebagai istri bagi Muhammad, tetapi terutama sebagai penasihatnya. Dari perkawinan ini Muhammad dan Khadijah memperoleh anak-anak sbb: a. Laki-laki: Al-Qasim dan Abdullah, kedua putra ini meninggal dunia ketika mereka masih kanak-kanak dan tidak ada catatan penting mengenai mereka berdua. b. Perempuan: Zainab, yg kemudian menikah dgn Abu’lAsh; Rukayya dan Umm Kalthum yg menikah dengan Uthman (yg kelak menjadi Kalifah III), dan Fatimah yg menikah dgn Ali bin Abu Talib (yg menjadi kalifah IV). Setelah Khadijah meninggal (di Mekkah), Muhammad menikah dgn Aisyah binti Abu Bakar (sahabat Muhammad yg kemudian menjadi kalifah I). Menurut beberapa sumber, Muhammad melamar Aisyah ketika ia berumur 7 atau 9 tahun, yg kemudian baru dinikahinya, ketika Aisyah berusia 9 atau 11 tahun. Selain Khadijah dan Aisyah, terdapat pula istri-istri Muhammad yg lainnya, antara lain: 1. Hafsa binti Umar (puteri Umar sahabatnya, yang kelak menjadi Kalifah II) 2. Sauda binti Sam’a, janda salah seorang pengikutnya yg meninggal dunia sekembalinya dari Abessinia, istri asSakran bin ‘Amt, salah seorang Muslim periode awal. Jadi mereka termasuk lingk yg disebut As-sabiqqunal awwaluna (= kaum Muslimin perdana). 3. Zainab binti Khuzaymah, salah seorang janda Perang Bdr thn 624 4. Umm Salamah binti al-Mughirah, janda Perang Uhud thn 625 5. Juwayriah, puteri salah seorang kepala suku yang ditawan dalam perang thn 627. Ia dinikahi oleh Muhammad setelah Jawayriah menyatakan diri untuk menjadi Muslimah 6.Mariyah Koptis, seorang gadis Koptik yg dipersembahkan kepada Muhammad oleh penguasa Mesir. Mariyah melahirkan bagi Muhammad seorang Putera bernama Ibrahim. 7. Umm Habibah binti Abu Sufyan. Umm Habibah adalah janda dari ‘Ubaydallah bin Jash, salah satu hijrah pertama ke Abesinia 8.Safiyah binti Huyayy, seorang Yahudi, yang ditawan di Khaybar dan kemudian menjadi Muslimah 9. Maymunah binti al-Harith, yang dinikahi Muhammad sekembali dari ziarah ibadah haji tahun 629. 10. Rayhanah binti Zayd, seorang Yahudi, janda yang suaminya (Bani Qarayzah) ditawan dalam satu serangan tahun 627. 11. Zainab binti Yahsy, janda yg diceraikan oleh Zaid bin Haritha, anak angkat Muhammad yg adalah bekas budaknya (bekas anak mantu). Zainab adalah sdr sepupu Muhammad, puteri bibi Muhammad, Ummaimah, cucu Abdul Mutalib (kakek Muhammad), yg tentu saja sepupu Ali bin Abu Talib. Perkawinan Muhammad dgn Zainab menimbulkan silang pendapat yg cukup luas, krn “banyak orang-orang munafikin yg mencela pernikahan itu, krn dipandang sbg menikahi bekas istri anaknya sendiri”. Karena itulah Muhammad sendiri menjadi “bimbang” mengenai hal ini. Kebimbangan Muhammad inilah yang menjadi sebab turunnya S. 33: 37 yg diterj. sbb; Dan (ingatlah) ketika engkau berkata kpd orang yg Allah telah memberi nikmat kpd-nya, “Tuhanlah istrimu dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yg Allah akan menyatakannya dan engkau takut kepada manusia, sedang Allah lebih berhak engkau takuti. Maka, tatkala telah selesai hubungan Zaid dgn isterinya, Kami kawinkan engkau dgn dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin, untuk (mengawini) isteri- isteri anak angkat mereka, apabila telah selesai hubungannya dgn mereka. Dan adalah ketetapan Allah berlaku. Perkawinan ini kemudian menjadi salah satu hukum normatif dalam mengawini janda anak angkat. Dengan mencatat bahwa Muhammad kawin dengan begitu banyak perempuan, dapat saja menimbulkan tanggapan seolah-olah Muhammad berubah sikapnya terhadap perempuan, sejak beliau menjadi mapan di Madinah, karena selama di Mekkah, beliau hanya beristerikan Khadijah. Namun tanggapan ini tidak perlu terjadi, karena sebenarnya perkawinan-perkawinan itu punya tujuan-tujuan kemanusiaan yang strategis: a. Memperkuat hubungan antara beliau dengan para sahabatnya, yang kelak menjadi penggantinya (para kalifah) Abu Bakar dan Umar. b. Mengangkat derajad perempuan yang menjadi korban perang. Setelah Perang Bdr (624) dan Perang Uhud (625) banyak janda para pejuang (syuhada) yang mati syahid, yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Di sekitar hukum perkawinan, antara lain S. 4:3 yang menyatakan (terjemahannya): Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu sukai, dua, tiga atau empat, tetapi jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. c. Pada prinsipnya Muhammad mengutamakan asas perkawinan yang monogamis, seperti tertuang dalam S.4: 3 di atas, dan ayat 129 dari S.4 yang mengatakan (terjemahannya): Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara perempuan-perempuan (isteri- isterimu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, maka janganlah kamu terlalu cenderung (kepada peremuan yang engkau cintai sehingga engkau biarkan (perempuan yang lain) seperti tergantung (terlupakan). Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari sebab-sebab perselisihan) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 4. Nabi di Mekkah Sejak masa muda, Muhammad sudah kritis terhadap kehidupan rohani dan moralitas bangsanya. Di antara sekaian banyak kegiatan keagamaan yang dilakukannya, ada dua hal yang dilakukannya dengan setia: Pertama, adalah sikapnya yang konsisten terhadap Ka’abah (antara l a i n : d g n i k u t s e r t a d l m r e s t o r a s i d a n pemeliharaannnya).Yang kedua, adalah kebiasaannya untuk bersamadi. Pada masa itu memang sudah ada kebiasaan di kalangan suku bangsa Arab tertentu, untuk menjauhkan diri sejenak dari segala kesibukan kerja, dgn memusatkan diri pada niat mendekatkan diri pada Allah (dan dewa- dewa), agar memperoleh berkat tertentu. Kebiasaan itu disebut tahannuf dan tahannuth: Tahannuf mungkin berasal dari akar kata hanif: tidak menyukai kepercayaan palsu; menganut agama yang benar. Sedangkan tahannuth mungkin berasal dari akar kata hith yang berarti pelanggaran, dosa. Jadi mungkin sekali berarti “menjauhkan diri dari dosa dan pelanggaran”. Muhammad melakukan kebiasaan-kebiasaan tersebut dengan selalu bertanya tentang kondisi umatnya, baik dari aspek rohani maupun aspek moral. Ia sudah banyak mendengar tentang agama Yahudi dengan Musa sebagai nabi besarnya, dan Torah (Taurat) sbg Kitab Sucinya. Begitu pula dengan agama Nasrani, dengan Yesus sebagai nabinya dan Injil sebagai Kitab Sucinya. Selain itu, Muhammad telah mendengar secara langsung mengenai pokok-pokok pemberitaan kedua agama ini yang sangat menarik, yang tentu saja sangat berbeda dari yang disuarakan para Sya’ir dan kahin Arab. Pokok-pokok yang diberitakan adalah menyangkut kebangkitan, penghukuman terakhir (akhirat, kiamat), surga neraka dll. Sedangkan bangsanya sendiri, sama sekali tidak mempunyai nabi, kitab suci, apalagi pokok-pokok pemberitaan seperti yang disampaikan oleh kaum Yahudi dan Nasrani. Pd saat itu bangsanya sungguh-sungguh sedang berada pada puncak kekafirannya. Mungkinkah Tuhan akan mengutus nabi bagi bangsanya, dan sekaligus memberikan kepada mereka kitab sucinya sendiri? Kalau mungkin lalu siapa gerangan yang akan diutus Tuhan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi pokok-pokok permenungan di dalam kegiatan samadinya selama bertahun-tahun. Dd. kita dpt menyimpulkan bahwa memang Muhammad mempunyai kecenderungan yang cukup atau bahkan sangat tinggi untuk memperoleh kebenaran keagamaan bagi bangsanya. Tempat yang selalu dipakai untuk melakukan samadinya adalah sebuah gua bernama Gua Hira, yang terletak di bukit yang bernama Jabal Nur (Bukit Cahaya), kira-kira 13 km ke arah Utara Mekkah. Kebiasaan ini berlangsung sampai ia berusia 40 tahun (tahun 610), di mana terjadi peristiwa penting yang kemudian, memiliki arti sangat penting bagi dunia Islam dan bahkan dunia pada umumnya. Pada waktu beliau sementara tidur di Gua Hira setelah cukup lelah bersemadi, datanglah kepadanya malaikat Jibril dengan membawa sehelai lembran, dan memerintahkan kepadanya: Bacalah (Iqra). Tetapi dengan terkejut ia menjawab: “saya tidak dapat membaca”. Dan setelah didesak untuk melakukannya, maka Muhammad bertanya, “Apa yang saya harus baca?” Maka turunlah Sura yang pertama diwahyukan Allah yaitu Sura 96:1-5 yang terjemahannya demikian: • Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan • Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah • Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah • Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Kalam • Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya Saat turunnya ayat-ayat yang pertama inilah yang terkenal dengan sebutan Lailat al-Qadar yaitu “Malam Kemuliaan”, malam kebesaran. Mengenai jawaban Muhammad sebagaimana dicatat di atas, menjadi salah satu isu teologis yg menarik utk diperhatikan. Di dlm S. 7:157 terdapat ungkapan ar- rasul an-nabiyy al ummiyy yang artinya “Rasul nabi yang ummi”. Ungkapan ini dpt berarti “rasul nabi awam, nabi universal, nabi buta huruf, nabi asli, nabi orang kafir”. Ttg mana yang sebenarnya sesuai dgn konteks Muhammad, cukup sulit untuk ditentukan. Memang kata ummi dpt dipandang sbg yg berasal dari akar tradisi Yudaisme, yg menyebut bangsa-bangsa dunia dgn ungkapan ummoth ha olam. Jika anggapan ini dapat diterima, maka ungkapan an-nabi al- ummiy bisa berarti “nabi di luar Israel”. Di dlm Al-Qur’an bgs-bgs bukan Yahudi memang disebut pula sbg “ummi” seperti dpt dibaca dalam S. 3: 20, yang terjemahannya berbunyi: Dan katakanlah kepd orang-orang yg telah diberi Alkitab (wa qui lil ladzina utu ‘l-kitaba) dan orang-orang yg ummi (wa ‘lummiyyina): “Sudahkah kamu masuk Islam?” (‘aslamtum). Atau bisa juga ungkapan tersebut berarti “nabi bagi umat tanpa Kitab Suci”. Namun ada pula yang berpendapat lain, yang juga berpengaruh cukup luas (kalangan orthodoks), yang mengatakan bahwa ungkapan itu memang tidak mempunyai kemampuan literer (buta huruf?). Pandangan ini hendak menekankan keaslian wahyu yang diterima Muhammad (Al-Qur’an), yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh kemampuan baca tulis Muhammad. Pandangan ini didukung pula oleh informasi dari Al-Qur’an yg secara eksplisit menyatakan bahwa Muhammad tidak menulis Al-Qur’an, dalam arti bahwa bukan beliaulah yang mengarangnya. Yang menulis Al-Qur’an adalah para pengikutnya, yang setia menghafal ayat-ayat yang diturunkan Allah kepada Muhammad. Turunnya wahyu yang pertama ini sempat membuat Muhammad bingung dan cemas, bahkan Muhammad sempat menduga bahwa suara itu adalah suara jin yang menyesatkan. Namun sekembalinya di rumah ia ditenteramkan oleh Khadijah isterinya, yg memang memiliki peranan cukup penting dalam proses pertumbuhan kesadaran kenabian Muhammad. Apa yg dilakukan Khadijah ini diperkuat oleh nasihat Waraqah bin Naufal, saudara sepupu Khadijah, yang oleh Khadijah diminta tolong untuk memberikan nasihat kepada Muhammad mengenai arti pengalaman dan penglihatannya. Siapa Waraqah? Waraqah adalah seorang tokoh legendaris yang mempunyai banyak warna. Menurut beberapa sumber ia adalah seorang Kristen Arab yang telah menerjemahkan sebagian Kitab Injil ke dalam bahasa Arab, dan secara khusus dpt dicatat bahwa ia telah menerjemahkan secara lengkap Doa Bapa Kami ke dalam bahasa Arab. Mengenai bagaimana isi nasihat Waraqah kepada Muhammad terdapat beberapa pendapat. Ada yg mengatakan Waraqah mengatakan kepada Muhammad bahwa ia telah menerima wahyu dari Allah berupa Kitab Suci baru yang berbeda dari yang sebelumnya. Namun ada pula yang berpendapat lain yang mengatakan bahwa sebenarnya Waraqah menunjuk pada Namus, yaitu kata Arab yang menunjuk pada Nomos, terj Yunani untuk kata Torah. Di dalam hadits al-Bukhairi ditemukan informasi bahwa Waraqah mengatakan “ini tidak lain dari Namus itu”. Di dalam bahasa Indonesia, kata Namus diterjemahkan sbg Undang-Undang Besar, Namus Akbar. Atas dasar ini maka Noldeke berpendapat bahwa Waraqah adalah seorang Yahudi karena menurutnya, hanya seorang Yahudi sajalah yang dapat mengemukakan nasihat seperti itu. Namun, informasi ini sama sekali tidak dapat dijadikan referensi bahwa Muhammad telah mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai Alkitab dan isinya. Bahkan ada yang menegaskan bahwa Muhammad sama sekali tidak mempunyai pengetahuan langsung tentang Alkitab, selain kisah tentangnya, yang diperoleh Muhammad secara lisan. Wahyu pertama itu disusul oleh peringatan dalam wahyu berikutnya (wahyu kedua) sebagaimana tercatat dalam S.74: 1-7 dengan terjemahannya sbb; • Hai orang yang berkemul (berselimut) • Bangunlah, lalu berilah peringatan. • Dan Tuhanmu hendaklah kamu agungkan • Dan pakaianmu hendaklah kamu bersihkan • Dan perbuatan dosa hendaklah kamu tinggalkan • Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak • Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu hendaklah kamu bersabar Sesudah peristiwa ini wahyu terputus sejenak, ada yang mengatakan 6 bulan tetapi ada yang mengataka 2,5 tahun atau 3 tahun. Namun itu tidak berarti bahwa Muhammad berdiam diri saja. Sebaliknya, Beliau memulai kegiatankegiatan dakwahnya yang pertama dengan menyerukan untuk menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan berhala yg sangat dimurkai Allah. Pokok-pokok pemberitaan Muhammad pada periode pertama ini adalah di sekitar masalah-masalah keimanan, al ttg Hari Pembalasan/Hari Kiamat yaitu Hari Penghukuman terakhir; ttg nabi-nabi terdahulu sbg contoh dan teladan; celaan terhadap dosa penduduk Mekkah yang menyembah berhala; ttg surga dan kenikmatannya; dan ttg neraka dan kengeriannya. Para pengikut Muhammad yg pertama masih sangat terbatas pd anggota keluarganya sendiri (Khadijah, Ali bin Abu Talib saudara sepupunya, Said bin Haritha budaknya, Abu Bakar dan Umar sahabatnya). Namun dengan bantuan mereka pulalah, kegiatan dakwah Muhammad meluas ke tengahtengah penduduk Mekkah. Dakwah Muhammad menimbulkan perlawanan dari suku Quraisy. Yang terutama dikuatirkan oleh kaum Quraisy adalah serangan Muhammad terhadap penyembahan berhala. Alasan pertama adalah bahwa penyembahan berhala itu merupakan warisan nenek moyang turun temurun. Namun alasan lain yang tidak kalah pentingya adalah masalah ekonomi dan pengaruh sosial. Sebab serangan terhadap berhala-berhala warisan nenek moyang akan mengganggu stabilitas kewibawaan dan kekuasaan kaum Quraisy, yang selama ini dijunjung tinggi oleh penduduk Mekkah, sbg yg menguasai tata kehidupan di Mekkah dan sekaligus sbg pewaris Ka’abah. Dgn menyerang penyembahan berhala berarti pula menyerang Ka’abah dan bisa menyebabkan diruntuhkannya Ka’abah sebagai pusat penyembahan dan ziarah penduduk Arab. Jika Ka’abah ditinggalkan sbg pusat penyembahan berhala, maka itu berati pusat kegiatan perekonomian, akan pula sangat terganggu, krn kaum Quraisy sebagai pewaris Ka’abah adalah pula penyelenggara kegiatankegiatan yang berhubungan dengan musim ziarah. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat perekonomian kaum Quraisy, sebab pada musim ziarah tingkat kegiatan perekonomian menanjak dengan tajam. Jika Mekkah diserang oleh dakwah Muhammad, maka berarti pula pindah kegiatan perdagangan. Ki, maka kepala-kepala suku kaum Quraisy bersepakat untuk mengancam Muhammad agar menghentikan kegiatan dakwahnya. Pendengar dakwah Muhammad dan para pengikutnya banyak yang mengalami penganiayaan oleh pemimpin kaum Quraisy. Menghadapi tantangan ini, menasihatkan para pengikutnya, yang memang semakin hari semakin bertambah banyak untuk berhijrah sementara ke Habsyi (Abessinia), sebuah kerajaan Kristen di Selatan Arab. Penduduk dan raja Habsyi, yang beragama Kristen menyambut baik kedatangan para penduduk Mekkah, yg menurut beberapa sumber bermukim di sana selama kurang lebih 3 bulan. Periode I dari misi Muhammad memang ditandai tantangantantangan yang semakin berat dari kaum Quraisy, teristimewa setelah Umar bin Khattab menjadi pengikut Muhammad, yg justru sebelumnya jadi musuh Muhammad (lawan jadi kawan). Perlawanan dilakukan oleh kaum Quraisy dgn jalan mengadakan blokade ekonomi dan sosial terhadap Muhammad dan kaum keluarganya (bani Hasyim dan bani Muttalib) serta para pengikutnya. Blokade terjadi dengan sebutan kisah Gharaniq bahwa ketika Muhammad melafalkan yang diturunkan S. 53: 19, 20 di Ka’abah memberi konsesi dengan para dewi kaum Quraisy, pada hal Muhammad tidak melakukan hal tersebut. Lebih keras lagi blokade ekonomi dan sosial yang dialami Muhammad bukan saja memutuskan hub perdagangan dgn keluarga dekatnya, atau hub perkawinan, tapi juga tidak terjadi percakapan di antara Muhammad dgn keluarga serta para pengikutnya. Singkatnya, seluruh sanak keluarga dan pengikut Muhammad diboikot dari segala macam bentuk pergaulan sosial dan ekonomi. Piagam yg berisi keputusan blokade digantung di Ka’abah untuk menunjuk bahwa tindakan para pemimpin kaum Quraisy itu sah dan benar sesuai aturan. Lebih dari itu, Muhammad dituduh sebagai seorang Kahin, yaitu juru tenung yg fasih lidah dalam propagandanya. Menghadapi tantangan yang sangat keras dari kaumnya Quraisy, Muhammad dan para pengikutnya memutuskan untuk keluar dari Mekkah dan hidup di tengah-tengah penduduk kaum Badui (Badawi). Keputusan ini tidak terlalu merugikan Muhammad dan misinya, krn justru dgn jalan itu, Islam dapat tersiar ke luar Mekkah, yg dgn sendirinya akan mempercepat pula penyebaran Islam ke sebagian besar jazirah Arab. Keadaan ini berlangsung selama kurang lebih 3 tahun. Tantangan-tantangan dari kaum Quraisy sama sekali tidak menyurutkan semangat Muhammad untuk menjalankan kegiatan dakwahnya. Boikot itu akhirnya dihentikan stelah beberapa orang terkemuka dari kaum Quraisy yg masih punya pertalian keluarga dgn Muhammad, memelopori pembatalan piagam yg digantung di Ka’abah tsb. Tokoh pelopor tsb adalah Hasym Ibn Amr dan Zuhair bin Abi Umayya. Menurut info dari beberapa sumber tradisional Islam, pd waktu piagam (sahifah) tsb hendak disobek, ternyata tulisan lainnya telah dimakan semut kecuali ungkapan Bismika Allahumma = Di dalam nama-Mu ya Allah kami. Selanjutnya ada pula yg menambahkan bhw kata Muhammad juga tidak termakan semut, dan memang Muhammad sendiri telah meramalkan sebelumnya (M.Humidullah). Ternyata pembatalan boikot itu tidak menghentikan perlawanan kaum Quraisy, bahkan kekerasan semakin meningkat terhadap Muhammad dan para pengikutnya, namun Muhammad sudah diperbolehkan untuk masuk kembali ke Mekkah dan boleh melanjutkan dakwahnya. Situasi pahit ini semakin bertambah dgn kematian berturutturut dua orang yg paling dekat dgn Muhammad yang selama masa sulit menjadi andalan utamanya. Yg pertama adalah pamannya Abu Talib yg meninggal dunia pada usia 87 tahun dan bahkan sampai akhir hayatnya tidak sempat mengislamkan dirinya. Yg kedua adalah kematian sang isteri tercinta, Khadijah. Kedua peristiwa yang tragis ini terjadi pada tahun 619 Masehi. Sekali lagi Muhammad memutuskan untuk meninggalkan Mekkah dan pergi ke Tha’if, (sebuah kota kecil yang terkenal sebagai pusat penyembahan dewi al- Lat), dengan harapan bahwa mungkin di sini ia lebih didengar dp di Mekkah. Namun yg terjadi justru sebaliknya. Di Thaif, Muhammad semakin diejek dan bahkan dilempari batu. Di dalam situasi yang semakin runyam ini, Muhammad memperoleh pengalaman rohani yg sangat istimewa, yg kemudian dikenal dengan sebutan Isra Mi ‘raj. Pengalaman itu adalah perjalanan semalam dari Mekkah ke Bait l- Maqdis di Yerusalem, dengan mengendarai kendaraan surgawi, yaitu seekor burung ajaib bernama Buraq, kemudian dilanjutkan dengan memakai tangga, untuk naik ke hadirat Allah untuk menerima langsung perintah menjalankan sembahyang wajib (Shalat) 5 kali sehari. Pengalaman istimewa Isra’ Mi‘raj ini sama sekali tidak diterima oleh penduduk Mekkah, khususnya kaum Quraisy yang sngat membencinya. Muhammad dituduh sbg “org yg tidak waras”, krn menurut mereka ia menceritakan hal-hal yang aneh. Bahkan di kalangan pengikut Muhammad, terapat pula beberapa orang yang tidak bisa memahami cerita tersebut dan mereka kembali ke penyembahan berhala. Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini, tiba-tiba muncullah titik-titik terang dari arah Utara Mekkah. Beberapa orang penduduk kota Yathrib yang datang ke Mekkah pd musim ziarah mendengarkan kotbah Muhammad, dan kemudian memutuskan untuk mengikuti Muhammad serta menjadi Muslimin. Mula-mula hanya sekitar 6 orang, dan kemudian mereka menyebarkan Islam di Yathrib. Dari dakwah mereka, dalam tempo yang singkat kl 70 orang menjadi Muslim. Mereka itu dari suku-suku Aus dan khasraj, golongan penyembah berhala. Keadaan ini tidak disia-siakan oleh Muhammad. Ia segera mengadakan perjanjian dengan mereka yg telah menerima Islam. Perjanjian itu berlangsung di Aqaba, sebuah bukit di pinggir kota Mekkah. Perjanjian ini punya dua makna, yaitu sbg sumpah setia (bai’at) kepada Muhammad; dan juag sebagai suatu pakta persekutuan untuk saling menolong dlm keadaan salah satu pihak terancam bahaya. Perjanjian ini dilakukan dua kali. Perjanjian Aqaba I, penduduk Yathrib yang menjadi Muslim b e r s u m p a h s e t i a b a h w a m e r e k a t i d a k a k a n mempersekutukan Tuhan dan pula meninggalkan kekafiran mereka. Sedangkan perjan Aqaba II, mereka bersumpah setia untuk mengikuti Muhammad dan ajarannya. Perjanjian ini semakin memperuncing pertentangan kaum Quraisy dgn Muhammad, dan bahkan telah menjadi sangat kritis dengan ancaman untuk membunuh Muhammad. Pada akhirnya, Muhammad memutuskan untuk berpindah, hijrah ke Yathrib. Hijrah pertama berlangsung tanggal 16 Juli 622, yang terdiri dari para pengikut Muhammad dan kemudian Muhammad menyusul. Hijrah berakhir pada bulan September 622. 5. Nabi dan Pemimpin umat di Madinah Sebagaimana dikatakan di atas, hijrah yg dilakukan Muhammad sangatlah dimungkinkan oleh para pengikutnya di Yathrib, yang dikenal dengan sebutan alAnsar (para penolong). Sedangkan kaum Muslimin dari Mekkah yang hijrah ke Yathrib disebut Muhajirin. Setelah Muhammad berdiam di Yathrib, maka nama kota ini diubah menjadi Madinat ‘n-nabiy (kota nabi) yang selanjutnya disingkat menjadi Madinah. Di Madinah, Muhammad memulai konsolidasi para pengikutnya. Ia mulai dengan melakukan pembinaan persaudaraan masyarakat Islam yang pertama, terutama di antara kaum Ansar dan kaum Mujahirin. Dalam bidang peribadatan Muhammad mendirikan Masjid di Quba, yang merupakan Masjid pertama di dalam sejarah Islam. Masjid ini didirikan tatkala Muhammad sedang istirahat kl selama 40 hari sebelum ia memasuki kota Yathrib, setelah menempuh perjalanan yg cukup melelahkan, bahkan nyaris kehilangan nyawa ketika dikejar kaum Quraisy. Konsolidasi di antara kedua kelompok Muslim di atas, Ansar dan Mujahirin, sangatlah penting karena mereka merupakan kekuatan utama Islam dalam perkembangan selanjutnya. Para Mujahirin mula-mula menggantungkan hidupnya pada harta milik bawaanya dari Mekkah. Namun tentu saja hal ini tidak bisa bertahan lama. Sedangkan pada pihak lain, kaum Ansar sebagai penduduk asli Madinah tentu saja punya harta milik sendiri. Melihat hal ini Muhammad berusaha mengintegrasikan kedua kaum ini, dengan antara lain menjadikan mereka saling berkerabat melalui jalur kawin-mawin. Selanjutnya perlu dicatat pula bahwa di Madinah terdapat sejumlah besar kaum Yahudi yang setia menjalankan tradisi Yudaismenya, dan bahkan sebagaimana biasanya, mereka punya pengaruh besar pula di bidang sosial ekonomi. Mereka menerima dengan baik kehadiran Muhammad dengan para pengikutnya, tetapi tentu saja dengan alasan kepentingannya sendiri. Yang dimaksud terakhir ini adalah bahwa kaum Yahudi melihat adanya kemungkinan baru untuk membendung arus pengaruh kaum Nasrani, jika Muhammad dan pengikutnya diajak bersatu untuk maksud yang sama. Kaum Yahudi berpendapat demikian, karena mereka melihat adanya tanda- tanda bahwa Muhammad mendirikan agama baru yang tidak terlalu berbeda dari agama Yahudi, terutama mengenai ajaran di sekitar keesaan Tuhan. Muhammad sendiri menganjurkan para pengikutnya untuk menjalankan pula tradisi agama Yahudi, seperti arah qiblat ke Bait l-Maqdis (Bait Suci) di Yerusalem, berpuasa menjelang hari raya Perdamaian (Grafirat Agung). Hubungan baik ini kemudian dikukuhkan lewat suatu perjanjian tertulis yang diadakan antara Muhammad dengan para pengikutnya di satu pihak dan kaum Yahudi di pihak lain. Perjanjian ini mengatur hak masing-masing pihak, termasuk di dalamnya hak dan kewajiban untuk menjaga ketertiban kota Madinah. Perjanjian tersebut sebenarnya lebih merupakan perjanjian antara Muhammad dgn penduduk Madinah pada umumnya yg kemudian dikenal dgn sebutan Konstitusi Madinah. Situasi yg aman dan bersahabat seperti ini, memberikan peluang yg baik sekali bagi Muhammad untuk menata dgn baik masyarakat Islam yg baru ini, dgn sejumlah peraturan mengenai masalah-masalah kemasyarakatan dan keagamaan. Dasar-dasar pembinaan Islam dimulai Muhammad dengan baik sekali dalam tahun-tahun pertamanya di Madinah. Di sini Muhammad bukan saja sbg pemimpin keagamaan, tapi juga sbg pemimpin pemerintahan dan pemegang hukum. Demikianlah masy Islam yg masih muda ini berkembang dgn mempedomani wahyu-wahyu yang diterima Muhammad. Selain itu, masy Islam ini juga menjadikan tingkah laku dan tutur kata Muhammad sbg pedoman hidupnya Hubungan baik dgn kaum Yahudi ternyata tidak langgeng. Kaum Yahudi mulai mempersoalkan keabsyahan kenabian Muhammad. Pertanyaan ini dilatarbelakangi oleh doktrin Yudaisme, ttg kenabian di mana dipercayai bahwa hak kenabian merupakan hak istimewa bangsa Israel. Selain itu teologi Yudaisme ttg kenabian menegaskan bahwa masa para nabi sbg pembawa wahyu dari Allah telah diakhiri bersamaan dengan ditetapkannya Kanon PL pada sekitar abad-abad pertama Masehi. Maka pecahlah konflik antara Muhammad dan kaum Yahudi. Akibatnya Muhammad pun memutuskan hubungannya dgn kaum Yahudi terutama dlm masalah keagamaan. Pada bulan Februari 624 Muhammad mengubah arah qiblat dari Yerusalem ke Mekkah dan bulan puasa ditetapkan pada bulan Ramadhan, yaitu bulan suci Arab Praislam, selama sebulan penuh, sedangkan puasa tradisi Yahudi tetap dipertahankan sbg ketentuan masa puasa sukarela (sunnah) Pada waktu konflik sedang terjadi dgn kaum Yahudi, maka kaum Kristen dari (Najran, Yaman) bermaksud mengadakan pendekatan terhadap Muhammad dengan tujuan agar pertentangan dgn kaum Yahudi semakin besar dan kalau boleh kaum Yahudi disingkirkan. Menangapi keinginan kaum Kristen, maka Muhammad menawarkan suatu kompromi, agar umat Kristen dan Islam menyepakati bersama ttg penyembahan kepada Allah. Ternyata ajakan ini ditolak oleh kaum Kristen, sehingga Muhammad akhirnya mengusulkan suatu solusi khas Arab yaitu masing-masing pihak berdoa kepada Tuhan, agar Tuhan mengutuki siapa yg sesat (agamanya). Tanding doa ini dikenal dlm bahasa Arab dgn sebutan Mubahalah. Ajakan ini ditolak pula oleh kaum Kristen. Dd, Muhammad sungguh berdiri sendiri dalam mengembangkan ajarannya, setelah ia mendapatkan masukan yg memperjelas ajarannya, baik dari agama Yahudi maupun dari agama Kristen. Muhammad bukan saja mendapat tantangan dan rongrongan dari kaum Yahudi dan Kriten, tetapi juga dari kalangan keluarganya sendiri yang telah ditinggalkannya di Mekkah. Di dalam usaha untuk menanggapi tantangan ini, semakin jelaslah bahwa ternyata Muhammad bukan saja seorang pemimpin agama yang sukses, tapi juga seorang ahli strategi perang yg ulung, bahkan pula seorang politikus yg berhasil. Hal ini tampak dalam catatan-catatan mengenai tiga peperangan penting di bawah ini: a.Perang Badr. Perang ini berlangsung pada Maret 624. Badr adalah sebuah pangkalan air yang terletak di sebelah Barat Daya Madinah, pd jalur kafilah dagang antara Mekkah dan Madinah di pintu Laut Merah. Perang ini bermula dari upaya para Muhajirin dan Ansar yang mencegat seorang pedagang Mekkah dan kafilahnya, Abu Sufyan yg baru kembali dari Syria. Penduduk Mekkah terutama kaum Quraisy, tidak tinggal diam, mereka bangkit melawan para Mujahirin dan Ansar. Menurut beberapa sumber, kekuatan perang kaum Quraisy sekitar 950 personil militer dengan kendaraan perang berjumlah 700 ekor unta dan 100 ekor kuda. Kekuatan perang kaum Quraisy jauh lebih besar, jika dibandingkan dgn kekuatan kaum Muslimin yg hanya sekitar 340 personil militer dan 70 ekor unta. Namun karena kemahiran Muhammad dalam hal strategi perang, dan teristimewa karena doa Muhammad, kaum Quraisy dpt dikalahkan. Perang ini sangat penting artinya bagi Muhammad dan bagi perkembangan Islam selanjutnya. Dari perang ini kaum Muslimin mendapat jarahan perang yang sangat banyak, yang kemudian menyebabkan turunnya wahyu mengenai pengaturan harta milik akibat perang. b. Perang Uhud Perang ini berlangsung setahun kemudian, yaitu pada Maret 625. Uhud adalah sebuah gunung yang terletak di sebelah Utara Madinah. Berdasarkan pengalaman dalam perang setahun sebelumnya, maka kaum Quraisy mempersiapkan diri untuk mengadakan serangan balasan terhadap Muhammad dan kaum Muslimin. Dgn kekuatan perang 3000 personil, 3000 unta dan 200 kuda serta 700 personil berpakaian baju ziarah, kaum Quraisy menghadapi Muhammad yang hanya berkekuatan 700 orang. Perang ini berakhir dengan kekalahan besar di pihak Muhammad. Dalam situasi ini turunlah wahyu yang menenangkan Muhammad, bahwa kekalahan itu adalah ujian dan cobaan dari Allah. c. Perang Khandaq (Parit) Perang ini berlangsung tahun 626. Pasukan Quraisy yang menyerbu ke Madinah merup pasukan gabungan dari semua kelompok di Mekkah, termasuk dari kelompok kaum Yahudi. Pasukan ini berkekuatan kurang lebi 10.000 personil militer dengan ribuan kendaraan unta dan kuda, di bawah pimpinan salah seorang ahli perang pada waktu itu, yani Abu Sufyan. Jumlah ini tentu saja mengejutkan kaum Muslimin di Madinah. Sebab untuk menghadapi kekuatan musuh sebesar itu, tentu saja sangat mustahil. Atas usul Salaman al-Farisi (dari Persia), Panglima Perang Muhammad, digalilah parit sebagai brikade terhadap pasukan lawan. Siasat ini ternyata cukup ampuh. Pasukan lawan terkecoh, dan yang sangat terburuk saat perang adalah cuaca yang sangat buruk dengan angin dingin yang sangat kencang. Akibatnya, pasukan Quraisy ditarik mundur ke Mekkah. Perang ini berakhir dengan kelegaan di pihak Muhammad, karena terhindar dari mara bahaya yang mendapat dukungan Tuhan, sebagaimana nyata dari ayat-ayat yg turun ttg perang ini. Ketiga perang yg digambarkan secara singkat di atas, merupakan catatan sejarah yg monumental dalam sejarah Islam. Selama peperangan ini berlangsung, wahyu-wahyu Allah terus diturunkan terutama yang berhubungan dengan perang dan segala akibatnya, termasuk di dalamnya wahyu yang melegalkan peperangan sebagai bagian dari mempertahankan agama dan dakwahnya. Sejak hijrah tahun 622, selama 6 tahun Muhammad dan kaum Muslimin, tidak pernah ke Mekkah untuk berziarah. Karena itu di musim ziarah tahun 628, berangkatlah Muhammad dan para pengikutnya ke Mekkah dengan tujuan untuk melakukan ziarah. Namun, mereka tidak jadi memasuki kota Mekkah karena dicegat oleh kaum Quraisy. Di dalam menghadapi tantangan kaum Quraisy ini, kita melihat bagaimana Muhammad memperlihatkan kemampuan politiknya yang sangat cepat. Muhammad mengadakan perjanjian dgn kaum Quraisy, yg dikenal dgn nama Perjanjian Hudaybiyah pada Maret 628 yang berisi dua hal pokok: a. Genjatan senjata selama 10 tahun; b. Muhammad diperbolehkan untuk berziarah ke Mekkah dan menyiarkan Islam di Musim ziarah tahun berikutnya. Kesempatan tersebut, dimanfaatkan dengan baik sekali oleh Muhammad, untuk lebih lanjut menata masyarakat Islam, terutama karena sudah banyak waktu yang dihabiskan untuk sekian banyak peperangan. Selanjutnya Muhammad mengirimkan utusannya kepada para pemimpin bangsa-bangsa di sekitar Arab dengan seruan agar mereka mau menerima Islam sebagai agama yang benar di hadapan Allah. Muhammad mengirim utusannya antara lain ke Kaisar Heraklius di Roma, Kisra raja Persia, dan juga ke Yaman, Mesir dan Abessinia. Dalam ekspedisi ekspansi Islam pertama, yang dimaksudkan untuk membalas penolakan dan penghinaan seorang gubernur dalam kekaisaran Romawi, Amr Ghassan, yg diajak Muhammad untuk menganut Islam, maka pecahlah perang yg dikenal dgn nama Perang Mut’ah. Di dalam perang ini pasukan Islam menderita kekalahan, di mana para panglima andalan Muhammad, gugur dalam pertempuran yakni: anak angkat Muhammad Zaid b. Harithah, Jafar b. Abu Talib dan Abdullah b. Rawahah Tahun 630 ternyata kaum Quraisy melanggar perjanjian Hadaybiyah ketika mereka menyerang salah satu suku yg berada di bawah perlindungan Muhammad. Terhadap hal ini Muhammad melakukan reaksi balik yang tegas. Ia menghimpun kekuatan pasukannya yg besar untuk menaklukkan Mekkah. Melalui perang inilah Muhammad mengalahkan sisa-sisa penentangnya, di mana hanya orang yang menyerahkan dirinya untuk menjadi Muslim saja yg dibiarkan hidup dan diberikan amnesti umum oleh Muhammad. Keberhasilan Muhammad ini memang terutama disebabkan oleh kecemerlangan strategi yg digunakannya yaitu dgn mengepung kota Mekkah dari 4 penjuru sekaligus. Setelah berhasil menaklukkan Mekkah pada Januari 630, Muhammad pun membersihkan Ka’abah dari segala berhala dan penduduk Mekkah dinyatakan 100% sebagai Muslim. Setelah menguasai Mekkah, pasukan Muhammad melanjutkan upaya penaklukan kota Ta’if lewat peperangan di lembah Hunayn, yg kemudian diteruskan dgn upaya penaklukan Oman, Bahrain dan sekitarnya. Muhammad juga merencanakan untuk menaklukkan kekaisaran Byzantium melalui ekspedisi Tabuk pd bulan-bulan terakhir tahun 630, tetapi mengalami kegagalan yg total. Berdasarkan berbagai catatan di atas, kita dpt berkesimpulan bahwa dalam tempo 10 tahun, seluruh jazirah Arab telah di “islam”kan oleh Muhammad. Daerah koloni Yahudi seperti Khaibar di Utara Madinah, juga telah dikosongkan dengan mengusir kaum Yahudi keluar dari wilayah pemukimannya selama berabad-abad, kecuali mereka yang tidak menyebarkan permusuhan dgn Muhammad dan agama Islam, misalnya kaum Yahudi di Yaman Selatan. Dalam hubungannya dengan ekspedisi-ekspedisi ekspansif Islam ini, baiklah diperhatikan bahwa Al-Qur’an mencelah mereka yg enggan untuk ikut berperang, sebagaimana yang dpt dibaca di dalam S. 9: 44-49. Sesudah kemenangan-kemenangan tersebut, kaum Muslimin diajak untuk melakukan ziarah ke Mekkah (Ibadah Haji) setiap tahun, di mana pada musim haji tahun 630 dan 631 Masehi Muhammad tidak turut serta. Sejak saat itu hanya kaum Muslimin saja yang diperkenankan untuk berziarah ke Mekkah. Pada bulan Maret tahun 632, Muhammad melakukan perjalanan haji terakhir ke Mekkah dan menyampaikan kotbah perpisahannya. Sekembalinya dari ziarah ini, kesehatan Muhammad semakin memburuk dan akhirnya pada 8 Juni 632, Muhammad menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas pangkuan isterinya Aisyah. Palate “Hebat Muhammad”, 21 Febr 2021 D. AL-QUR’AN Al-Qur’an adalah Kitab Suci Agama Islam. Dgn mengenal KS agama Islam, mudah-mudahan makin mendorong kita untuk semakin memahami kepercayaan mereka, yang pada saatnya mendorong kita, untuk bersama-sama menyelenggarakan suasana kehidupan yang semakin manusiawi, karena kita memahami secara proporsional apa yang diimani sesama saudara kita yang beragama Islam. 1. Pengertian Kata Al-Qur’an terdiri dari dua kata, yaitu kata sandang tertentu “al” dan kata qur’an. Kata “qur’an” berasal dari kata kerja qara’a, yang berarti “membaca”. Sebagai kata benda, “qur’an” berarti “bacaan”. Dengan tambahan kata sandang tertentu “al”, maka secara harafiah “Al-Qur’an” berarti “bacaan itu”. Dari segi maknanya, Al-Qur’an berarti “yang harus dibaca”, “bacaan utama”, “bacaan suci”. Dd, Al-Qur’an adalah bacaan utama sbg Firman Allah yang diturunkan oleh Allah sbg wahyu Allah yang diterima oleh Muhammad. Dalam pengertian inilah umat Islam meyakini bahwa AlQur’an adalah Kitab Suci yg diturunkan oleh Allah sebagai pegangan atau pedoman bagi manusia, untuk mendapat perkenanan (ridha) dari Allah. Cara mempedomani Al-Qur’an sbg KS adalah dengan jalan membacanya (mengaji) secara berulang-ulang. Hal membacanya berulang 2 merupakan Ibadah wajib. Menurut ajaran Islam, Al-Qur’an adalah Firman Allah dalam keutuhannya, artinya baik isi, corak, bentuk dan bahasanya, yakni keseluruhannya secara tertulis adalah Firman Allah. Dogmatika Islam menegaskan bahwa keistimewaan Al-Qur’an dari kitab-kitab suci lainnya, yang telah diturunkan Allah sebelumnya adalah bahwa hal membaca Al-Qur’an merupakan ibadah wajib, sedangkan membaca kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat-Musa, Zabur- Daud dan Injil-Yesus) tidak dipandang sebagai ibadah wajib. Al-Qur’an mempunyai 4 nama lainnya yaitu Al-Kitab, AlFurgan, Adz Dzikr dan Umm al-Kitab. § Al-Kitab merupakan sebutan yang sinonim dgn al-Qur’an sebagaimana nampak di dalam beberapa Surah antara lain S.2: 2 terjemahannya: Al-Kitab ini (al-Qur’an) tidak ada keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk bagi orangorang yang bertaqwa. § Al-Furgan artinya “sang pembeda” yaitu yang menjadi petunjuk atau pedoman untuk membedakan antara yang benar dgn yg tidak benar seperti nampak dalam S.25:1 terjemahannya: Mahaberkat Allah yg menurunkan AlFurgan kepada hamban-Nya supaya Dia memberi peringatan bagi alam semesta. § Sedangkan Adz Dzikr artinya “peringatan” yaitu sbg Firman Allah yg memberikan peringatan dan penjelasan kepada manusia dilihat dalam S. 16: 44 yg menyatakan (terjemahan): Dan Kami menurunkan Adz Dzikr (al-Qur’an) kepadamu supaya engkau menjelaskan kepada manusia apa-apa yg diturunkan kepada mereka, supaya mereka berpikir. § Yang terakhir, Umm Al-Kitab artinya “induk Al-Kitab” yang merupakan “bentuk asli dari semua kitab” yang tersimpan di surga. 2. Pewahyuan al-Qur’an Al-Qur’an mulai diturunkan pada tahun 610, tahun di mana Muhammad memulai misi kenabiannya di Mekkah. Pewahyuan ini berlangsung selama masa kenabian dan kepemimpinan Muhammad sampai dengan ia meninggal dunia tahun 632. Kebanyakan sumber Islam mencatat bahwa pewahyuan itu berlangsung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, sehingga digenapkan menjadi 23 tahun. Itu berarti Allah menurunkan wahyunya secara berangsurangsur, yang disesuaikan dgn situasi dan kebutuhan yang dihadapi Muhammad dan umatnya. Ada pun maksud dari diturunkan secara berangsur-angsur adalah sebagai a. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan b. Memudahkan penghafalan (proses pembacaannya) c. Dalam batas-batas tertentu, bacaan yang diturunkan merupakan jawaban atas persoalan-persoalan yang sedang dihadapi Muhammad d. Dalam arti yg sama dgn butir c di atas, bacaan yang diturunkan dimaksudkan untuk membatalkan pernyataan yang diturunkan sebelumnya. Misalnya, S. 2:142 “dibatalkan” oleh S. 2: 144 yang menetapkan qiblat ke arah Mekkah. Terjemahannya sbb: S.2: 142, Orang-orang bodoh di antara manusia akan berkata” apakah gerangan (sebabnya) mereka (orang Islam) beralih dari kiblat mereka semula (dari Batul Muqdis ke Masjidil Haram)?” Katakanlah Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia memberi petunjuk kepd siapa yg dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. S.2: 144, Sesungguhnya kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh kami palingkan engkau (ke arah) kiblat yg engkau menyukainya. Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang2 yg diberi Alkitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa (berkiblat ke Masjidil Haram) adalah benar dari Tuhan mereka, dan Allah tidak lalai dari apa yg mereka kerjakan Bagaimana caranya Allah menurunkan bacaan-bacaan itu kepada Muhammad? Cara yang paling jelas adalah dgn jalan mendiktekan secara langsung kepada Muhammad. Di dlm S. 2: 52 dikatakan bahwa Allah berbicara atau memberikan wahyuNya tanpa dilihat oleh si penerimanya, atau Allah memberikan wahyu- Nya melalui seorang Malaikat (terj.): Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dgn dia kecuali dgn perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Allah memberikan inspirasi kepada Muhammad mengenai perintah-Nya. Selain dengan jalan mendiktekan, baik secara langsung maupun tidak langsung, pewahyuan terjadi pula lewat pengalaman-pengalaman unik yg dialami Muhammad. Namun cukup sulit untuk membedakan mana bacaan yang diturunkan secara langsung dan mana yang diturunkan secara tidak langsung. 3. Kodifikasi Al-Qur’an Sudah dicatat di depan bahwa Muhammad tidak menjalani pendidikan formal yg pasti, karena itu ia tidak punya kemampuan membaca dan menulis dan ini hampir dapat dipastikan kebenarannya. Maka Muhammad tidak pernah menulis sendiri wahyu-wahyu yg diterimanya. Bacaan-bacaan yang diterima Muhammad sbg wahyu dari Allah dicatat oleh para sekretarisnya, yang diketuai oleh Zaid Ibn Tsabit. Maulana M. Ali menyebutkan daftar nama orang-orang yg ditugaskan Muhammad untuk menulis ayat-ayat yang diterimanya selain Zaid Ibn Tsabit adalah: Abu Bakr, Umar, Uthman, Ali, Zubair, Ubbayy, Hanzala, Abdullah bin Sa’d, Abdullah bin Arqam, Abdullah bin Rawahah, Syarbubail, Khalid, Aban bin Sa’id dan Mu’aiqab. Bahkan Khadijah, isteri Muhammad disebut pula sebagai salah seorang yg diberi tugas untuk menuliskan ayat-ayat tersebut. Para sekretaris inilah yang mencatat wahyu yg diterima Muhammad, yg kemudian dibacakan oleh para qarra’ (pembaca Qur’an) secara rutin di hadapan para pengikutnya. Di antara para pengikut tersebut terdapat sejumlah orang yg bertindak sbg “penghafal” bacaanbacaan tersebut (hafiz; jamak, huffaz). Merekalah yg dengan setia dan rajin menghafalkan ayatayat yg telah diterima Muhammad sbg wahyu. Untuk menjaga ketepatan penghafalan dan penulisan maka pada setiap bulan Ramadhan, hafalan dan naskah ayatayat itu dibacakan di depan Muhammad. Menurut beberapa sumber Islam Malaikat Jibril (Jibrail, Gabriel) sendiri mendiktekan kembali ayat-ayat yang telah diturunkan itu sekali setahun bagi Muhammad. Pada tahun terakhir menjelang wafatnya, Malaikat Jibril mendiktekan ulang seluruh ayat yang telah diturunkan itu sebanyak 2 kali. Dengan demikian sepeninggal Muhammad, seluruh bacaan Al-Qur’an telah lengkap, baik dalam bentuk yg tertulis maupun dalam bentuk hafalan. Bagaimanakah hafalan dan tulisan-tulisan itu terkumpul, sehingga dapat menjadi sebuah kitab setelah Muhammad wafat? Untuk menjaga agar bacaan2 tertulis itu tidak hilang, maka Khalifah I Abu Bakr, mengumpulkan para huffas dan tim penulis ayat-ayat Al-Qur’an untuk melakukan upaya kodifikasi resmi. Untuk maksud ini, Zaid Ibn Tsabit ditunjuk sbg koordinator kodifikasi dan disusunlah sebuah naskah pertama dari bacaan- bacaan itu yg disebut Mushhaf, yang berarti “kumpulan lembaran-lembaran tertulis”. Sesudah Abu Bakr meninggal, naskah itu diserahkan kepada Khalifah berikutnya yakni Umar Ibn Khattab, yg selanjutnya diamankan oleh Hafsah salah seorang janda Di samping mushhaf resmi tersebut, masih terdapat pula berbagai-bagai naskah yang beredar di kalangan kaum Muslimin. Hal ini mengakibatkan terjadinya pertikaian mengenai naskah siapa yg paling benar dan bahkan sampai kepada persoalan ejaan siapa yg paling benar. Pertikaian ini mencapai puncaknya pada masa Uthman, khalifah III (thn. 644-656). Salah seorang panglima Umar, Huzaifah bin Yamman, bahkan menjumpai pertikaian tersebut di daerah-daerah Islam yg baru diduduki. Karena itu, Uthman memutuskan untuk menyusun mushhaf yg dpt dipakai sbg standar di seluruh wilayah Islam sebagai pegangan resmi umat Islam tahun 656. Al-Qur’an yg sekarang paling umum dipakai adalah teks hafs an Asim Uthman menunjuk Zaid Ibn Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash dan Abdur-Rahman bin Harith untuk menjadi pelaksana kegiatan penyalinan dari mushhaf yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakr dan ditentukanlah bahwa logat bahasa Arab yg dipakai sebagai ejaan resmi adalah logat Quraisy. Dari kegiatan penyalinan ini diperoleh tujuh musahif, yg kemudian dikirimkan ke pusat-pusat Islam: Mekkah, Basra, Damaskus, Kufah untuk dijadikan sebagai pegangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi ejaannya. Lalu bagaimana dgn naskah-naskah lain yg begitu banyak beredar? Untuk menjaga berbagai kemungkinan penyelewengan, naskah-naskah tersebut dimusnahkan atas perintah Uthman. Jadi kodifikasi di masa pemerintahan Uthman bin Affan itulah yg menjadi mushhaf resmi, yang kelak dipakai sbg naskah panutan utama di dalam menerbitkan AlQur’an. Kanon resmi ini menetapkan pula beberapa hal yg bersifat mengikat yaitu: a. Kesatuan ejaan dan cara penulisan yg dijamin otentisitasnya, krn didasarkan pada satu naskah awal yg bersifat mengikat b. Susunan fasal atau yg disebut Surah dan ayat-ayat yg resmi dan seragam c. Tidak boleh terjadi interpolasi (penyisipan) atau pengurangan agar terhidar dari bahaya-bahaya seperti yg terjadi pada KS-KS sebelumnya 4. Struktur Al-Qur’an Al-Qur’an yg kita kenal sekarang ini adalah kumpulan bac-bac yg disusun dari Surah yg memiliki ayat-ayat terpanjang sampai ke yg terpendek, dan bukan berdasarkan kronologi diturunkannya ayat-ayat tsb. Kecuali Surah I, Al-Fatihah, yg punya tempat istimewa dlm hukum ibadah Islam, khususnya dlm ibadah shalat, yg terdiri dari tujuh ayat dgn kalimat-kalimat pendek. Sementara surah- surah selanjutnya, tersusun mulai surah terpanjang. Surah Al-baqarah (Sapi Betina) 286 ayat dgn kalimat2 panjang sd surah terpendek, yaitu surah An Nas (Manusia) yg terdiri dari 6 ayat masing-masing dgn kalimatkalimat pendek. Untuk memudahkan penghafalan dan cara membaca, Al-Qur’an dibagi dalam 30 juz, yaitu 30 bagian yg sama panjangnya, 60 hizb dan 554 ruku dgn nama masing- Ayat-ayat yg turun sesuai dengan masalah yg terjadi pada waktu itu. Begitu Muhammad menerima wahyu, dia menyampaikan kepada para pengikutnya untuk ditulis dan dihafalkan Pengumpulan ayat di dalam surat-surat Al-Qur’an, tidak berdasarkan waktu turunnya ayat, tetapi sesuai petunjuk Muhammad Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 23 tahun. Selama 13 tahun ayat-ayatnya di turunkan di Mekkah yang disebut ayat-ayat Makkiyah sebanyak 4780 ayat. Sedangkan ayat-ayat yang turun di Madinah selama Seluruh Al-Qur’an berjumlah 114 surah, dgn 6236 ayat, yg dpt dibagi ke dalam dua golongan, sesuai tempat di mana surah itu diturunkan. Yang pertama adalah Surah Makkiyah, yaitu ayat-ayat yg diturunkan di Mekkah, sebanyak 86 surah. Yang kedua adalah surah Madaniyyah yaitu ayat-ayat yg diturunkan di Madinah, sebanyak 28 surah. Surah Makkiyyah pada umumnya adalah surah yg pendek dengan tekanan utama pada masalah-masalah keimanan, Tauhid, Peradilan di Hari Akhirat. Sedangkan Surah Madaniyyah, pada umumnya berkalimat panjang, dengan tekanan utama pada masalah-masalah kemasyarakatan, hukum, kenegaraan dan perekonomian dst. (Lih 114 surah pda buku Serambi 5. Isi al-Qur’an Doktrin Islam mengajarkan bahwa al-Qur’an sama seperti kitab-kitab suci (Kitabullah) lainnya yang telah “diturunkan sebelumnya” mengandung dua ajaran utama: a. Ajaran tentang Tauhid, yaitu bahwa manusia diwajibkan untuk menyembah Allah – tidak kepada “apa”dan “siapa” yang lain – dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan perintah-Nya. b. Ajaran tentang hubungan antarmanusia dan antara manusia dgn makluk lainnya. Kedua ajaran utama ini dapat dirinci lagi sbg berikut: a. Rukun Iman: beriman kepada Allah, malaikat dan kitabkitab suci yang diturunkan Allah, rasul-rasul dan nabinabi, akhirat (Hari pengadilan Terakhir) dan Takdir (qadha dan qadar). b. Rukun Ibadat (Syari’at): ibadat khusus (Rukun Islam) yang terdiri dari 5 rukun yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, menjalankan shalat, berpuasa pada bulan Ramadhan, memberikan zakat dan ibadah haji. Selanjutnya ibadat umum adalah segala sesuatu yg diatur di dlm Syari’at Islam, yang terkait seluruh lapangan kehidupan, perekonomian, perkawinan, c. Janji pahala bagi yg saleh dan yg melakukan perbuatan2 baik, serta ancaman hukuman bagi yg berbuat dosa d. Sejarah atau kisah tentang para nabi dan bangsa2 yang kepadanya, Allah mengutus para nabi-Nya e. Ilmu pengetahuan, seperti ilmu ketuhanan, ilmu agama dan hal2 yg menyangkut manusia, masyarakat dan yg berhubungan dgn alam Selanjutnya, al-Qur’an diyakini umat Islam sbg Kitab Suci yg paling lengkap dan sempurna, sesuai dgn sifat dan kedudukannya di dlm doktrin Islam sbg wahyu Allah yg “terakhir” diturunkan untuk umat manusia. Dgn sifat dan Ad. Rukun iman terdiri dari 6 ajaran a. Percaya kpd adanya Tuhan yang Maha Esa. Dalam konteks ini Al-Qur’an S. Al-Ikhlas 112 berkata: “Katakanlah: Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yg bergantung kpd-Nya sesagala sesuatu. Dia tidak beranak dan diperanakkan. Dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai Dia. b. Percaya kepada malaikat-malaikat. Tugas para malaikat: Jibril: menyampaikan wahyu Allah kepada Rasul dan Mikhail: mengatur rezeki bagi para makluk Israfil: mengurus masalah pencabutan nyawa Munkar dan nakir: memeriksa orang yg wafat di dalam kubur Ragib dan Atied: jaga manusia dan Ridwan: menjaga surga dan Malik: menjaga neraka
Ad. Rukun Islam
Rukun islam adalah 5 tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim. Semua rukun itu terdapat di dalam hadiths Jibril. Rukun ini terdiri dari 5 perkara; a. Syahadat: “menyatakan kalimat tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, RasulNya. b. Shalat: Ibadah/sembahyang 5 waktu sehari (sejak tahun 621 M) 5 waktu itu adalah subuh (jam 04.30-05.46), zuhur (jam 11.52), ashar (jam 15.04), magrib (jam 17.57), Isya (jam 19.05). Setiap kali sembahyang umat Islam membacakan: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang, yang merajai hari perhitungan. Hanya Engkaulah yg kami sembah dan hanya Engkaulah kami memohon pertolongan, pimpinlah kami ke jalan yg lurus, yaitu jalan orangorang yg telah engkau anugerahi Ni’mat, bukan jalan mereka yg c. Zakat. Pemberian wajib, setahun sekali 1/40 (2,5%) dari kekayaan dalam setahun, yang diberikan kepada orang miskin, untuk pembinaan iman, untuk menebus budak belian, untuk pengembangan agama Islam. Zakat fitrah adalah zakat yg harus dibayar pada hari puasa terakhir. Sedekah, berbeda dgn zakat karena sedekah adalah pemberian sukarela, bantuan, pertolongan, atau dana sosial di luar zakat dan zakat fitrah. d. Puasa. Puasa pada bulan Ramadhan: tidak makan, tidak minum mulai pada saat akan matahari terbit dan sampai saat terbenamnya. e. Haji. Ibadah ke Mekkah pada bulan Zulhijah, diteruskan ke Madinah untuk berziarah ke makam Muhammad. c. Percaya kepada kitab-kitab Allah: Taurat, Zabur, Injil dan Al- Qur’an § Dipercaya bahwa Al-Qur’an yg diturunkan kepada Nabi Muhammad itu merupakan kutipan dari Kitab Induk Surgawi (Lauh al-Mahfuds) § Kitab-kitab itu diartikan sbg wahyu Allah yg diturunkan kpd para nabi, termasuk yg tidak tertulis. Maka secara konkret diartikan sebagai keputusan atau aturan Allah § Jumlah kitab yg harus diimani secara pasti dalam Al-Qur’an, tidak pernah disebut secara pasti. Biasanya di samping AlQur’an sendiri disebut Taurat Musa dan Injil Isa, yg sesungguhnya merup ulangan dari wahyu yg disampaikan kpd Ibrahim, tetapi yg kemudian diselewengkan oleh orang d. Percaya kepada Rasul-rasul Allah § Rasul Allah terdiri dari Adam, Idris, nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yahya, Isa dan Muhammad. Perlu diperhatikan bahwa Muhammad adalah Rasul (Utusan) Allah dan penutup dari semua nabi. § Umat Islam percaya kpd Rasul-rasul Allah, yakni manusia yg ditunjuk Allah sebagai wakil-Nya atau utusan-Nya kepada setiap umat. Sebagaimana di dalam Al-Qur’an dikatakan: ‘sesungguhnya Kami mengutus kamu dgn membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan tidak suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan’ (S. 35: 24) § Dd, Umat Islam bukan saja percaya kepd Nabi Muhammat SAW sbg Rasul Allah, tapi juga kpd nabi-nabi lain, yg telah § Tidak semua nabi yg menjadi Rasul Allah itu diceritakan dlm AlQur’an sebaliknya yang disebutkan hanya 25 nabi yaitu: Adam, Nuh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, Musa, Harun, Idris, Daud, Soleman, Yunus, Syu’aib, Dzukkifli, Hud, Ayub, Ilyas, Iliyasa, Zakaria, Saleh, Yahya, Isa (Yesus) dan terakhir Muhammad. e. Percaya kepada hari kiamat. Percaya bahwa dunia ini akan dihancurkan, tetapi manusia akan dibangkitkan dan diadili. Kapan dapatng hari yg terakhir hanya Allah yg tahu. Umat Islam percaya akan datangnya hari akhir atau kiamat sebagaimana dlm al- Qur’an dikatakan: Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan ttg itu (S: 40:59). Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kami di hari kiamat, yg tidak ada keraguannya (S.4:87). Jadi yg dimaksud dgn hari kiamat adalah hari berakhirnya kehidupan semua makluk. Tuhan akan mengadili manusia sesuai perbuatannya selama hidupnya di atas f. Percaya kepada takdir: semua yang terjadi dan akan terjadi sudah diketahui Allah SWT. Umat Islam percaya kepada qadar/takdir yaitu ukuran dan ketetapan Allah SWT. Di dalam al-Qur’an dikatakan: “sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (S. 54:49). “Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dgn sebaik-baiknya (S.25:2). Percaya kpd takdir tidak berarti menghilangkan kewajiban berikhtiar dan berusaha, sebaliknya berusaha sedemikian rupa untuk menyerahkan hasil usaha kita sbg manusia kepada takdir Ilahi. Oki dalam al-Quran dikatakan: E. HADITS Al-Qur’an merupakan sumber yang terutama bagi pelaksanaan hukum keagamaan dan hukum-hukum kehidupan lainnya. Sbg sumber terutama Al- Qur’an berisi petunjuk-petunjuk yg ringkas, yg hrs dijelaskan dlm bentuknya yg konkret dan praktis. Perincian dan penjelasan untuk hal yang terakhir ini, diperoleh di dalam praktik Muhammad sbg nabi, baik praktik di bidang keagamaan, maupun praktik di bidang hukum kemasyarakatan dan kenegaraan. Yang dimaksud dgn “praktik” Muhammad sbg nabi adalah dlm bentuk kata- katanya (sunnah qauliyah), perbuatannya (sunnah fi’iliyah) dan segala tingkah laku dan sikap hidup Muhammad sbg nabi, termasuk apa yg disebut sunnah taqririayah, yaitu pengakuan terhadap sesuatu dgn cara tidak memberi komentar (taqrir). Sementara ahli hadits mengatakan bahwa istilah hadits hanya khusus dikenakan pada sunnah qauliyah, sedangkan sunnah fi’iliyah dan sunnah taqririyah tidak disebut hadits tetapi sunnah. Jadi dlm pandangan ini, sunnah lebih umum dari hadits. Sunnah meliputi perkataan, perbuatan dan taqrir Muhammad, sedangkan hadits hanya perkataannya saja. Semua yang dilakukan, dikatakan, sikap dan tindakan Muhammad menjadi ukuran normatif bagi setiap Muslim dalam memahami dan menjalankan kehidupan keberagamaannya secara utuh, di dalam setiap aspek kehidupan sosial, politik, kebudayaan, keagamaan dll. Hanya Muhammad sajalah yg telah menampilkan perilaku kehidupan yang paling sesuai dgn hukum2 Allah. Sbg al-Amin Muhammad memiliki kepribadian dan budi pekerti yg paling Perilaku dan sikap hidup Muhammad sbg nabi ini, kemudian menjadi sistem “tradisi” yg mengikat bagi umat Islam, dan inilah yg dimaksud dgn sunnah nabi. Pada masa Praislam setiap suku di tanah Arab punya sunnah yaitu adat-istiadat dari para leluhur yg dilanjutkan sbg aturan “hukum panutan”. Di dlm Al-Qur’an ditemui pernyataan yg menegaskan bhw sunnah Allah itu kekal dan tidak berubah seraya mencela sunnah orang Mekkah, yang hanya berasal dari para leluhurnya. Sunnah Allah dimaksud tidak terdapat secara tertulis di dalam Al- Qur’an, melainkan di dalam praktik hidup Muhammad yg telah diwariskannya bagi umatnya. Umat Islam memegang teguh pengertian sunnah sebagaimana dijelaskan di atas disebut kaum ahl alsunnah wa al-jamaah atau yg biasa disingkat dgn sebutan kaum Sunni. Sementara kaum Muslimin yg menyeleweng dari sunnah disebut sbg bid’ah. Sebagian besar umat Islam di Indonesia adalah kaum Sunni. Sunnah Muhammad yg diwariskan bagi kaum Muslimin, disampaikan dalam bentuk riwayat-riwayat pendek yang diterangkan oleh para sahabat misalnya: Diriwayatkan oleh Makhul dari Abdurahman b. Ghunm ia menyatakan bahwa sepuluh orang sahabat nabi s.a.w meriwayatkan sebuah hadits kepadaku yg artinya: pada suatu hari kami sedang membahas dan mempelajari suatu ilmu, tiba-tiba Rasulullah s.a.w datang kepada kami dan bersabda: “belajarlah sesukamu hatimu, tetapi allah tidak akan memberi pahala sebelum engkau mengamalkannya” (Ad Darimi-Mauquf-Hasan). Dengan contoh di atas, nayatalah bahwa hadits merupakan pernyataan atau statement, yang menjadi alat penyampaian sunnah (ucapan) nabi. Jadi hadits adalah “alat pengantar sunnah”; alat untuk meriwayatkan sunnah nabi. Isi hadits tersebut (yg tercetak kursif) dinamakan Sebagai sebuah tradisi lisan yg diriwayatkan kembali, tentu saja terdapat kemungkinan kekeliruan dan bahkan penyelewengan periwayatan dgn berbagai latar belakang. Untuk memperkecil terjadinya kemungkinan tersebut, maka di samping penghafalan sec lisan, terdapat pula beberapa naskah tertulis yg dipakai sbg alat bantu untuk mengecek kebenaran hafalan tsb. Setelah Muhammad meninggal, maka para perawi hadits, yaitu para pemberi riwayat hadits, menyampaikan rumusan-rumusan hadits itu dlm bentuk pernyataan yg didahului dengan sejumlah tokoh yg disebut sanad, yang dideretkan sampai ke tokoh sumber yg asli. Proses mengurutkan sanad ini disebut Misalnya: Al Bukhari (salah seorang pengumpul hadits yg terpercaya) mengatakan, guru saya Ibn Hanbal telah berkata, saya sudah mendengar guru saya Abd-ar-Razzaq mengatakan, guru saya Ma’mar Ibn Rasyid telah memberi tahu saya, saya telah mendengar guru saya Hamman Ibn Munabbih telah memberi tahu saya, guru saya abu Hurairah telah memberi tahu saya, saya telah mendengar nabi mengatakan: “......... “. Dari contoh di atas kita melihat suatu urutan tokoh-tokoh yang akhirnya sampai kepada Abu Hurairah yang adalah sahabat Muhammad. Prinsip dan proses isnad ini menjadi salah satu cabang ilmu yg berdiri sendiri dalam kerangka Dalam ilmu hadits dipelajari antara lain: a. Keterangan-keterangan yg cukup dpt dipercaya mengenai riwayat hidup para perawi dgn tekanan terpenting pada iktikad dan hubungan antara para perawi segenerasi. b. Keterangan-keterangan tersebut diterbitkan dalam bentuk Kamus Riwayat Hidup Para Perawi. Sifat, akhlak, ketulusan hati dan kekuatan menghafal dari para perawi, dipelajari dalam salah satu cabang teologi Islam yg dikenal dengan Ilmu Jarhi wa’tta’dl. Dengan metode ini, dapat ditemukan hadits mana yg punya jangkauan kebenaran yang luas dan mana yang jangkauan kebenarannya sempit. Penggologan ini dibagi dlm tiga kategori besar yaitu: a.Hadits sahih, yg punya jangkauan kebenaran yang luas dgn deretan sanadnya yg sehat krn rangkaian tokoh2nya terpercaya serta punya riwayat hidup yg jelas dan dpt dipelajari. b.Hadits hasan,yaitu hadits yg sanadnya agak lemah, tapi ada salinan lain, yg turut menguatkan riwayatnya dgn isi hadits yg indah (hasan) c.Hadits da’if, yg sanadnya sangat lemah dan tanpa dukungan salinan yang lain. Penggolongan di atas masih dpt diperluas lagi dgn pembagian Di dalam perkembangannya hadits tidak saja berisi riwayat mengenai sikap hidup, tingkah laku dan tutur kata Muhammad sbg nabi, tetapi juga memuat pertumbuhan dan perkembangan Islam pasca-Muhammad. Bahkan ada pula beberapa pertentangan yg kuat sekali mengenai beberapa pokok iman dan ibadat di dalam Islam; antara lain nampak dgn adanya hadits-hadits khusus kaum Syi’ah yaitu yg hanya mengakui hadits yg berasal dari Ali dan pengikut- pengikutnya, serta menolak hadits dari kaum Sunni. Ensiklopedi Islam Indonesia mencatat 3 peranan hadits di samping Al-Qur’an sebagaimana dijelaskan di bawah ini: Pertama, hadits yang berperan mengukuhkan hukum-hukum yg telah disebutkan dalam al-Qur’an. Dd ada beberapa hukum keagamaan yg bersumber pada keduanya yakni Al-Quran dan Hadits. Misalnya: ketentuan mengenai shalat, zakat, puasa Ramadhan, ibadah haji, larangan untuk menyekutukan Allah, larangan untuk tidak mendurhakai orang tua. Semuanya telah disebutkan di dalam Al-Qur’an, namun ditegaskan lagi di dalam hadits. Kedua, hadits sbg penjelasan terhadap isi Al-Qur’an. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Al-Quran memberikan ketentuan-ketentuan yg sifatnya umum dan tidak Misalnya: ketentuan ttg ibadat shalat yg oleh Al-Qur’an tidak dijelaskan berapa raka’atnya, begitu pula dgn syarat-syarat lainnya. Terhadap hal ini Muhammad memberikan rincian aturan dan ketentuan sehingga umat tidak mengalami kesulitan dalam melakukan ibadat shalat. Hal yg sama juga berlaku untuk ibadat-ibadat lainnya: puasa, zakat, haji. Dd dapat dikatakan bahwa tanpa sunnah Muhammad sbg nabi, maka umat Islam tidak dapat menyelenggarakan ketentuan-ketentuan yg ditetapkan di dalam al-Qur’an. Ketiga, sunnah Muhammad menjelaskan beberapa hukum, yg tidak disebutkan di dalam al-Qur’an. Misalnya alQur’an dalan S.4: 23, memberikan ketentuan yg mengharamkan mengawini ibu, anak perempuan, saudara perempuan ayah, saudara perempuan ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki maupun saudara perempuan, ibu-ibu yg menyusuinya, saudara-saudara perempuan sesusu, ibu mertua, anak-anak tiri, menantu, dua perempuan bersaudara kandung, namun tidak memberikan ketentuan yg melarang mempermadukan seorang isteri dgn bibinya. Hal yg terakhir inilah yg diberikanketentuannya sbg larangan oleh Muhammad Latar belakang dari larangan yg ditetapkan Muhammad adalah ‘illat atau motif hukum dari ketentuan yang terdapat di dalam Sura 4: 23, yaitu agar jangan merusak silaturahmi antara dua kerabat. Jadi larangan Muhammad untuk tidak mempermadukan seseorang dengan bibinya adalah agar jgn merusak hub silaturahmi antara kedua kerabat dekat tersebut. Demikianlah beberapa hal yang perlu diketahui mengenai hadits Muhammad sbg nabi yang diyakini oleh kaum Muslimin. Hadits dipandang sebagai sumber hukum terpenting setelah Al-Qur’an. SEJARAH RINGKAS ISLAM PASCA-MUHAMMAD 0.Pengantar Keadaan dunia sekitar abad 7 M merupakan faktor yg sangat penting bagi perkembangan Islam postMuhammad. Pada masa ini dua kerajaan besar yg menguasai peradaban dunia sedang mengalami kondisi jenuh akibat banyaknya peperangan antara keduanya, yakni kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) dan kekaisaran Persia. Selain itu, bangsa-bangsa jajahan kedua kerajaan ini pun sedang menantikan datangnya sang “ratu adil”, yang dpt membebaskan mereka dari belenggu penjajah. Keinginan untuk membebaskan diri dari penjajah terutama karena beratnya beban pajak yg harus dipikul bangsa-bangsa jajahan untuk membiayai Di samping itu, Gereja-gereja sempalan, saling melakukan penganiayaan yg keji dgn alasan membela kepercayaannya. Perbedaan2 doktriner antara Gereja sempalan yg satu dgn yang lain, hampir selalu diwarnai dgn saling menganiaya satu sama lain. Keadaan ini tentu membuat “citra” Gereja menjadi momok bagi sebagian bangsa jajahan kerajaan Romawi. Beberapa Gereja yg tidak terlibat dalam pertikaian seperti ini, antara lain, Gereja Katolik di Mesir dan sekitarnya, sangat membenci kerajaan Romawi karena membiarkan keadaan itu berlangsung tanpa berusaha untuk mencari jalan keluar. Demikian pula dgn agama resmi kerajaan Persia, Zoroasterisme, sedang mengalami degradasi yg hebat sekali akibat meluasnya perkembangan Gereja-gereja sempalan, terutama aliran nestorian Di dalam keadaan seperti inilah agama Islam muncul secara menakjubkan dan disambut dengan hangat oleh bangsa-bangsa di sekitar jazirah Arab, bahkan meluas sampai ke wilayah kerajaan Persia dan Romawi Timur. Ekspedisi tentara Islam mendapat sambutan di mana-mana. Untuk beberapa wilayah kedua kerajaan ini, tersiarnya agama Islam justru merupakan alternatif yang diharapkan. Di bawah ini kita mencatat secara singkat, perkembangan Islam pada periode awal post-Muhammad. 4.1 Khalifah yang berempat (Khulafa ar-Rasyidin): Para Khalifah Terpercaya Setelah Muhammad wafat, nyatalah para pengikutnya belum siap untuk menetapkan penggantinya, apalagi sudah disinggung di atas, Muhammad tidak meninggalkan seorang putra pun yg dpt dijadikan semacam “putra mahkota”. Hal ini menimbulkan pertengkaran yg cukup serius di sekitar siapa yg paling berhak menggantikan Muhammad. Bahkan pertengkaran ini sebenarnya telah dimulai sejak hari-hari terakhir menjelang kematian Muhammad. Muhajirin dan Angsar, malah di kalangan Muhajirin terdapat perbedaan pendapat yg sangat tajam, hal ini tampak pula dalam masa 4.1.1 Abu Bakr ash-Shhddiq (632-634) Perbedaan pendapat itu diselesaikan untuk sementara, ketika salah seorang sahabat Muhammad, Abu Bakr, yg selalu ditunjuk Muhammad untuk menjadi imam pada setiap shalat ketika kesehatannya mulai menurun, pada akhirnya terpilih sbg pengganti Muhammad. Abu Bakr adalah sahabat sekaligus mertua Muhammad. Keterpilihan Abu Bakr menunjukkan pula keunggulan kaum Mujahirin terhadap kaum Ansar. Pd masa kepemimpinan Abu Bakar, Islam bergerak maju dgn cukup meyakinkan. Semua suku-suku bgs di jazirah Arab, ditaklukkan melalui peperangan yg selalu dimenangkan oleh Abu Bakr. Abu Bakr berniat pula untuk memperluas wilayah 4.1.2 ‘Umar Ibn al-Khattap (634-644). Pada masa Umar, wilayah kekuasan Islam telah mencapai Syiria, Parsi dan Mesir. Panglimanya yg terkenal adalah Khlaid ibn al-Walid, yg dgn pasukan gagah beraninya menaklukkan Damsyik sepenuhnya pada 636 dan pada 638 Yerusalem diduduki sepenuhnya. Khalifah Umarlah yang mendirikan masjid di atas bekas reruntuhan Bait Allah (yg dihancurkan oleh Titus pada tahun 70. Masjid Umar ini tidak ada lagi sekarang. Sekarang terdapat dua tempat suci umat Islam di atas tempat yang merupakan bekas Bait Allah ini: a. Masjid As-Sakkra (Dome of the Rock) yg didirikan oleh Abdul Malik (tahun 691) di atas sebuah batu besar berukuran 13x17 meter (barang kali ini tempat mesbah Bait Allah). b. Masjid Al-Aqsha. Mungkin sekali masjid ini sebelumnya adalah gereja yang didirikan oleh Yustinianus, yg kemudian diubah oleh Abdul Malik menjadi masjid. Ada banyak sekali tradisi di sekitar Bait Allah ini. Menurut tradisi Islam tempat itulah yg merupakan tempat di mana Adam diturunkan dari surga dan tempat tinggal keturunannya, dan di tempat ini pula Kain, Habel, Nuh, Ibrahim, dan Daud membawa persembahannya. Di tempat ini pulalah kelak seluruh umat manusia akan Setelah Mesir ditaklukkan 641 oleh panglima perang Amr b. Al-”AS, tentara Islam masuk sampai ke Tripoli di Afrika Utara. Pd masa pemerintahannya, Umar memerintahkan seluruh penduduk Arab menjadi tentara Islam. Orang bukan Islam tidak diizinkan tinggal di jazirah Arab. Pasukan Islam yg telah berhasil menaklukkan suatu wilayah, oleh Umar dilarang untuk tinggal menetap di situ, karena mereka harus berjuang terus sampai seluruh dunia ditaklukkan di bawah panji Islam. Umar mengeluarkan perintah agar bahasa Arab menjadi bahasa resmi di seluruh wilayah pendudukan Islam, dgn menugaskan para pedagang untuk mengajarkan bahasa Para dhimmi, yaitu orang-orang non-Muslim yg bermukim di wilayah pendudukan Islam diwajibkan untuk membayar jizyah, yaitu “pajak kepala”sebagai jaminan imbalan keamanan bagi mereka. Semua tanah di wilayah yg diduduki oleh tentara Islam, diklaim sebagai milik tentara Islam. Para “pemilik” tanah yang asli diwajibkan untuk membayar khazraj, yaitu pajak tanah. Masa pemerintahan Umar diakhiri dengan peristikwa tragis yaitu pembunuhan terhadap dirinya oleh kelompok internal Islam sendiri. 4.1.3 Uthman b. Affad (644-656) Uthman adalah menantu Muhammad yang menjadi khalifah melalui pemilihan. Dia berasal dari suku Umayyah, yaitu suku yg sangat berpengaruh di Mekkah dan menjadi penentang utama Muhammad, namun suku ini kemudian ditaklukkan oleh Muhammad, pd waktu pendudukan Mekkah 630. Pd masa pemerintahan Abu Bakr dan Umar, Uthman menjadi sekretaris pemerintahan Islam. Pengangkatan Uthman sbg Khalifah III, sebenarnya tidak disetujui oleh kaum Ansar. Bani Umayyah menggunakan kesempatan ini, sbg upaya memperkuat posisinya dalam konstelasi politik dan militer Islam, dgn memegang jabatanjabatan gubernur di wilayah-wilayah pendudukan serta menjadi panglima perang. Hal ini memicu terjadinya keretakan di dalam tubuh Islam, sebab kaum Mujahirin juga tidak terlalu menyetujui semua sepak terjang bani Umayyah, khususnya dari pengikut Ali b. Abu Thalib. Kelompok Ali ini berpendapat bahwa hanya mereka yang punya hubungan darah secara langsung dgn Muhammad sajalah yg berhak atas kekhalifahan. Golongan inilah yg kemudian dikenal dgn golongan Syi’ah. Pertikaian ini diakhiri dgn terbunuhnya Uthman ketika sedang mengaji Al-Qur’an di dalam masjid. 4.1.4 Ali b. Abu Thalib (656-661) Setelah Uthman terbunuh, golongan Syi’ah melantik Ali menjadi Khalifah IV. Di samping Ali, sebenarnya terdapat pula calon lain yg didukung oleh Aisyah, salah seorang janda Muhammad yg cukup besar pengaruhnya. Setelah Ali dilantik, ia melakukan pembersihan dgn menyingkirkan semua gubernur (wali negeri) yg diangkat Uthman. Pertama, ia melakukan penyerangan dan berhasil membunuh Talha dan Zubair, dua calon yg didukung oleh Aisyah, di mana Aisyah turut serta di dalam pertempuran ini. Pertempuran ini dikenal dgn Perang Unta (waq’atul jamal). Kemudian Ali menyerang Mu’awiyah dari bani Umayyah, putera Abu Sufyan (sebelumnya penentang utama Muhammad) karena Mu’awiyyah menuntut darah Uthman yang terbunuh sebelumnya. Perang ini dikenal dgn sebutan Perang Shiffin. Ali memindahkan pusat khalifah dari Madinah ke Kufa di Iraq. Permusuhan antara Ali dgn para penantangnya berakhir, dgn dibunuhnya Ali secara licik oleh lawanlawannya. Sebelumnya pasukan Mu’awiyyah terancang kalah. Ki Mu’awiyyah mengatur siasat, dgn membentuk semacam “panitia abiter” (panitia wasit) untuk menetukan siapa yang paling berhak menjadi khalifah. Usul ini diterima oleh Ali, karena ia sangat yakin bahwa pasti hak kekhalifannya akan diakui. Namun persetujuan Ali ini justru menimbulkan masalah baru, karena kelompok ini menilai bahwa sikap Ali terlampau lemah yg menerima tawaran Mu’awiyyah. Kelompok sempalan inilah yg Khawarij, artinya “orang-orang yang memisahkan diri”. Kata ini merupakan bentuk jamak dari kata “kharij”, yang berarti seorang yg memisahkan diri. Panitia yg dibentuk oleh Mu’awiyyah, tidak berhasil menjalankan tugasnya, yg mungkin disengajakan. Akhirnya Ali terbunuh oleh kaum Khawarij. Walaupun Mu’awiyyah melanjutkan kekhalifahannya yang ia “rebut” dari Ali, yg sebenarnya telah dijalankannya sejak ia masih gubernur Damsyik. Kelompok Syi’ah tidak mengakui kekhalifan Mu’awiyyah dan mengangkat Husein, putera Ali sebagai khalifah. Husein akhirnya terbunuh oleh pasukan Umayyah, kemudian membangun sistem khalifah monarkhis. 4.2 Dinasti Umayyah (661-750) Khalifah pertama dari dinasti ini adalah Mu’awiyyah 1, setelah ia memaklumkan dirinya di Yerusalem sebagai khalifah tandingan Ali, Mu’awiyyah memilih kota Kristen Damaskus sebagai pusat kekalifahannya. Terbunuhnya Ali memang sangat diharapkan oleh bani Umayyah karena Ali dan para pengikutnya dituduh sebagai yg bertanggung jawab atas terbunuhnya Uthman. Mu’awiyyah kurang berhasil dalam menanamkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Islam. Ia kemudian diganti oleh puteranya Yasid (680-683) namun Yasid sangat dibenci karena kelakukannya yg kurang senonoh antara lain dgn menyerang Ka’abah di Mekkah dan juga Madinah. Golongan Ali (Syi’ah) sangat membencinya, karena pada waktu kedua putera Ali terbunuh, Yasid tidak Khalifah yg sangat terkenal dari dinasti ini adalah Abdul Malik bin Marwan (685-705) dan Walid I (705-715). Pada masa pemerintahan keduanyalah Kerajaan Islam diperluas, bahkan hampir sampai ke pusat kekaisaran Byzantium (Konstantinopel). Selain keduanya, dapat dicatat pula Umar bin Abdul Aziz (717-720) yang pernah mengajak kaum Kristen dan Yahudi di wilayah pendudukan Islam untuk memeluk agama Islam. Dinasti Umayyah pd akhirnya dihancurkan oleh koalisi antara Syi’ah dengan Abdul Abbas (dari keturunan Abbas salah seorang paman Muhammad). Seluruh anggota dinasti Umayyah dimusnahkan, kecuali Abdurrahman yang lolos dan melarikan diri ke Spanyol, lalu mendirikan Catatan 2 sejarah ttg dinasti Umayyah (kl 13 khalifah) hampir seluruhnya dari sumber2 dinasti Abbasiyah, yg tentu saja sangat dipenuhi oleh prasangka terhadap dinasti Umayyah. Pd masa dinasti Umayyah terjadi beberapa hal penting: kemajuan di bidang militer, keamanan dan bahkan di bidang ilmu pengetahuan. Pd masa pemerintahan Al-Walid Ibn Abdul Malik (705-715) Islam menguasai Turki, Samargand, Hindustan sampai ke Tiongkok, Nepal dan Thailand. Yang tertenal adalah penyerbuan ke Spanyol yg dipimpin oleh Thariq Ibn Zayyad. Seluruh Spanyol dikuasai oleh Thariq, yg kemudian namanya diabadikan di sebuah tanjung yg disebut Jabal Tariq, yang sekarang kita kenal dgn nama Gibraltar. “Andaikata laju gerak pasukan Thariq tidak tertahan di Tours dan Poitiers (Perancis Selatan) oleh Charles Martel pd tahun 4.3 Dinasti Abbasyiah (750-1258) Khalifah pertama dinasti ini adalah Abdul Abbas as-Saffah (750754) yg telah disebutkan di atas. Kemudian ia diganti oleh Abu Ja’far al-Mansur (754-775) yang mendirikan kota Bagdad (=karunia Allah). Dd maka pusat Islam berpindah dari Damsyik ke Bagdad. Para khlifah dinasti Abbasyiah, sangat menghargai masalah2 keagamaan yg ditandai oleh adanya hubungan yg erat dgn para alim ulama. Pengajaran hukum dan dogmatika Islam berkembang pesat hampir di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Di dalam bidang kesenian nampak sekali pengaruh kebudayaan Persia. Pada masa ini agama Kristen (Nestorian) diberi kebebasan untuk berkembang dan bahkan beberapa dari warga Kristen ini menjadi orang-orang kepercayaan khalifah, sbg penerjemah karya2 filsafat, ilpeng dan Yang paling terkenal dari dinasti Abbasyiah adalah Harun ar-Rasyid (786-809) yg menjadi tokoh utama kemegahan dan kemewahan dalam hikayat 1001 malam. Harun arRasyid bersahabat dgn kaisar Perancis, Carles Agung. Selain Harun tercatat pula seorang khalifah terkenal yg menjadi pelindung perkemb ilmu pengetahuan, al-Ma’mun (813-833). Ia adalah seorang politikus yg senang filsafat, ki dia juga seorang intelektual. Pd masa pemerintahannya, karya2 dlm bhs-bhs Hindustan, Parsi, Syria, Yunani dan Latin dipelajari dan diterjemahkan ke dalam bhs Arab. Pd masa pemerintahan Al-Ma’mun muncullah persoalan teologis yg menarik ttg Al-Qur’an, yaitu apakah al-Qur’an Di dlm waktu satu abad kemudian, negara Islam yg luas itu terpecah belah menjadi beberapa negara kecil yaitu Parsi, Spanyol, Marokko, Tunisia dan Mesir yg masing2 diperintah oleh seorang yg sederajad “raja”, “sultan” dan “kaisar”. Para khalifah tidak lagi punya kekuasaan dan pemerintahan, mel hanya miliki kewenangan di bidang keagamaan belaka. Yg menguasai Bagdad adalah Buwaihid (dr Parsi), sedangkan Mesir diperintah oleh Fatimah dan keturunannya(dinasi Fatimi) yg mengangkat diri menjadi khalifah. Dinasti Fatimi berkuasa dlm kurun waktu 969-1171. Salah seorang di antara keturunan dinasti Fatimi mendirikan masjid di Kairo (972), yg kemudian menjadi Perguruan Tinggi Islam terkenal (oleh Al-Aziz). Ketika dinasti Fatimi mencapai puncak kejayaannya, mereka memperluas wilayahnya sampai ke Afrika Utara, Syiria dan Arabia barat. Kemudian pada 1171, sultan saladin dari Syria menyerang keturunan dinasti Fatimi dan selanjutnya memulihkan Islam Ortodox di Mesir. Al Azhar lalu dijadikan pusat pengajaran Islam Orthodox, yang berkembang sampai sekarang. Dinasti Abbasiyah kemudian dimusnahkan oleh bgs Mongol dari Sentral Asia di bawah pimpinan Jengis Khan. Selanjutnya, Hulagu salah seorang keturunan Jengis Khan mengalahkan bangsa Parsi dan menghancurkan Bagdad tahun 1256 serta membunuh khalifahnya. Namun salah seorang dari dinasti Abbasiyah berhasil melarikan diri ke Mesir, yg kemudian diangkat menjadi khalifah oleh Sultan Turki, Baibars, tanpa memiliki kuasa apa pun seperti para khalifah sebelumnya. Baibars kemudian mengalahkan bangsa Mongol tahun 1260 dan membangun dinasti baru, yg dikenal dgn nama Kesultanan Mamluk, yg berhasil mempertahankan diri Pada abad XV, salah satu suku bangsa Turki di bawah pimpinan Uthman membentuk kesultanan baru di Asia Kecil, yg dikena dengan nama Kesultanan Ottoman. Kesultanan inilah yg di kemudian hari mengalahkan pusat kekaisaran Romawi Timur, konstantinopel pada tahun 1453, yg kemudian diubah namanya menjadi Istambul di bawah pimpinan Sultan Muhammad XI. Ia kemudian memperluas wilayahnya, dan hampir menguasai Eropa ketika pasukannya menerobos masuk ke Wina (Austria). Selanjutnya Sultan Salim (Ottoman) menaklukkan kesultanan Mamluk di Mesir pd tahun 1517. Kesultanan Ottoman Turki bertahan sampai dengan Perang Dunia I. Catatan Perang Salib dimulai thn 1095 dan berlangsung kl 3 atau 4 abad. Di samping akibat2 negatif yg ditimbulkan Perang Salib, ternyata terdpt pula akibat2 positif yg justru sangat Melalui Perang Salib terbukalah kontak2 baru antara Timur dan Barat, baik kontak yg memperlancar arus transportasi antar wilayah, maupun kontak di bidang ilpeng dan kebudayaan. Akibat negatif yg paling terasa tentunya adalah kedua umat ini Islam dan Kristen, semakin berjauhan selama beberapa abad. Kita perlu mencatat bahwa selama masa pendudukan Islam di Spanyol (mulai abad X-XII) kontak2 antara umat Islam dan Kristen berlangsung sangat baik, di mana banyak kaum Kristen yg belajar pada beberapa universitas Islam di Spanyol. Sementara itu ada satu hal yang harus kita pahami adalah bahwa kebudayaan Hellenisme yang kemudian memberikan corak yang sangat kental pada Al-Ma’mun sendiri mendukung pendapat yg mengatakan bahwa Al- Qur’an diciptakan, yaitu pendapat yg dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah yg dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Aliran ini mendapat kesempatan berkembang yg cukup memadai pada masa2 awal dinasti Abbasyiah. Akan tetapi, al- Mutawakkil (847-861) kemudian menindas aliran ini dan menekankan pendapat yg menekankan bahwa Al-Qur’an tidak diciptakan, sebagaimana dikembangkan oleh aliran Ash’ariyah. Pendapat inilah yg kemudian dianut oleh kalangan Islam orthodox, termasuk kaum Sunni di Indonesia. BAB PENUTUP Sejak awal mula manusia diciptakan sebagai makluk dialogis. Untuk itu, dia selalu berdialog dengan diri, sesama dan alam lingkungan hidup, termasuk berdialog dengan masa lalu, bahkan bayangan masa depannya, dengan keluh kesah dan harapan serta sukacitanya. Indonesia adalah bangsa yang plural, yang kaya akan perbedaan dan kesamaan. Maka, bangsa ini perlu dikelola secara santun dan kreatif untuk menghantar bangsa ini kepada kemajuan, peradaban dan kesejahteraan masyarakatnya Dialog apa saja bisa dilakukan untuk meningkatkan relasi antarpenganut umat beragama, karena sadar bahwa kita tidak sendirian lagi, sebaliknya sudah plural, beragam dan majemuk Karena itu kita patut melakukan dialog ke dalam agama sendiri (intrareligius) atau juga dialog dengan penganut agama lain (interreligius). Dialog ke dalam dan keluar seperti ini perlu digalakkan dan diterapkan terutama kepada para mahasiswa S1, yang siap diterjunkan ke tengah masyarakat akar rumput. Tujuan dialog § bukan hanya sekadar untuk mencapai koeksistensi toleransi, tetapi haruslah menuju ke proeksistensi perdamaian. § Bagi bangsa Indonesia dialog bertujuan untuk memerangi musuh bersama yang memarginalkan martabat manusia antara lain: kemiskinan, kebodohan, korupsi, penumpulan nurani, intoleransi, radikalisme, terorisme, hoaks, kerusuhan, ujaran kebencian dst. § Bagi kita di Keuskupan Atambua: dialog untuk saling mengerti dan memahami agama masing-masing Tantangan paling besar dalam dialog antarumat beragama adalah a. Saling curiga antara penganut agama yang satu dengan yang lain b. Lebih suka menganut paham absolutisme dan eksklusivisme. Di sini terdapat klaim bahwa agamanya paling benar dan agama lain salah. Untuk mengatasi kedua sikap ini: J.B. Banawiratma menolak paradigma pluralis eksklusifis, pluralis inklusifis, pluralis indiferen dan menawarkan pluralis dialogal dengan berargumen bahwa: “agama dan iman saya sekarang ini adalah yang paling dapat dipertanggungjawabkan dan karena itu saya anut dengan sepenuh hati”. Melalui paradigma ini kekhasan masing-masing agama dan iman diakui, keduanya saling menyumbang dan memperkaya. Akhirnya, dialog dilakukan untuk memperkuat relasi pertemanan, persahabatan dan kekeluargaan. § Dialog untuk melatih semua pihak agar mampu keluar dari ego dan eksklusivitas keagamaan dan masuk ke “ruang bersama” tanpa saling mengaburkan, apalagi saling menghilangkan identitas keagamaan dan keyakinan masing-masing pihak. § Dialog menjadi jalan keluar bersama agama-agama dalam mengatasi persoalan masyarakat, bangsa dan negara. Selesai...............!!!!
PRESENTASI DAN DISKUSI DIALOG INTRA RELIGIUS
1. DIALOG ANTARAGAMA SEBAGAI MODEL PENERIMAAN PENGAKUAN TERHADAP KEBERAGAMAAN DALAM TERANG PEMIKIRAN PAUL KNITTER (Richard Kristian Sarang). 2. JIHAD DAN TERORISME (Mukharis). 3. ISLAM DAN PLURALISME DI INDONESIA (Abdurrahman). 4. RADIKALISME AGAMA (M. Aji Nugroho). 5. ETIKA DAN DIALOG ANTARAGAMA (M. Amin Abdullah). 6. BERSAMA SAUDARA/I BERIMAN LAIN PERSPEKTIF GEREJA KATOLIK (J.B. Banawiratma). 7. MEMAHAMI POSISI GEREJA KATOLIK TERHADAP ISLAM (Markus Solo Kewuta). 8. MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA AGAMA DI INDONESIA (Franz Magnis-Suseno). UAS DIALOG INTRARELIGIUS, MAHASISWA SEMESTER 4, 1.Jelaskan mengapa konsep monoteisme menjadi titik temu agama Yahudi, Kristen dan Islam? Jawab: Karena, akar sejarah tiga agama ini: Yahudi, Kristen dan Islam berasal dari seorang nabi yakni Abraham atau Ibrahim. Ketiganya justru disebut agama-agama Ibrahim/Abraham (Abrahamic Regiligions). Secara teologis, agama-agama Ibrahim dicirii atau ditandai dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (monotheisme), tetapi ketiganya memiliki konsep monoteisme yang berbeda. Bagi orang Yahudi Allah yang satu itu disebut Yahwe. Bagi orang Kristen ALLAH YANG SATU itu menyatakan diri dalam TRINITAS: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Selanjutnya, bagi orang Islam Allah yang satu itu adalah Allahu Akbar yang disebut Tauhid. Intinya, kendati konsep monoteisme ketiga 2. Ada tiga pokok pertimbangan dari orang Katolik untuk mengakui bahwa Katolik berada pada “serambi yang sangat tipis” dengan kaum Muslim, sehingga dapat dikatakan orang Katolik bersaudara dengan umat Muslim, antara lain: a. Menurut Iman Kristen, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Itu berarti iman Kristen memiliki antropologi Kristen yang memandang manusia sebagai yang segambar dan serupa dengan Allah. Tidak seorang pun dari antara kita yang boleh dihambat atau dilarang untuk memperoleh hak antropologisnya bahwa ia adalah gambar dan rupa Allah. Sesama kita dari latar belakang mana pun ia berasal, dalam status apa pun ia berada adalah saudara kita yang sesungguhnya. Maka seluruh umat manusia adalah “satu keluarga” besar yang terdiri dari umat yang diciptakan b. Di dalam sejarah dan teologi pewahyuan, ketiga agama monoteis dunia itu: Yahudi, Kristen dan Islam berada pada satu garis sejarah pewahyuan. Tokoh utama ketiga agama ini adalah Abraham/ibrahim yang dipercaya sebagai “Bapa orang beriman”. Ki dalam percakapan mengenai agama-agama dunia, ketiga agama dunia monoteis ini, disebut sebagai “Pewaris iman Abrahamik”. Maka, kaum Muslim adalah saudara/i kita yang berada di seramnbi yang sangat tipis, dapat dimengeri dalam konteks kita adalah “sesama pewaris Iman Abrahamik”. Islam tidak jauh dari kita sebagai umat Kristen. Bahkan dalam bahasa Al-Qur’an, kedekatan itu diungkapkan secara jelas dalam Sura 5: 82 yang memposisikan umat Kristen serbagai c. Dalam kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa, “persaudaraan lintas agama” merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Di mana-mana dalam wilayah nusantara ini, kita bertemu dengan bentuk-bentuk persaudaraan lintas iman yang sangat menggairahkan kehidupan masyarakat kita, sejauh bentuk persaudaraan seperti itu, tidak dihinggapi oleh “virus kepentingan”, terutama kepentingan politik, maka persaudaraan lintas agama dan iman itu, kami yakini sebagai yang sesungguhnya memampukan kita, untuk melaksanakan kehendak Allah dengan melakukan dialog, bila memang situasi dan hubungan antaragama menjadi beku. Jadi semua hal yang dibicarakan dalam kuliah ini, supaya kita bisa mengenal saudara/i kita kaum Muslim secara lebih baik dan proporsional dari segi kepercayaannya, yang ditandai oleh kebertetanggaan iman, karena memang serambi iman 4. Sejak kapan Muhammad bersama pengikutnya hijrah/berpindah dari Mekkah ke Yathrib/Madinah? Jawab: Karena Muhammad mengalami tantangan yang begitu hebat dari kaum Quraisy, yang semakin bertambah, teristimewa setelah Umar bin Khattab menjadi pengikut Muhammad (pada hal sebelumnya ia bermusuhan dengan Muhammad); blokade ekonomi dan sosial yang terjadi terhadap Muhammad, keluarga dan para sahabatnya; dan kematian berturut-turut dua orang paling dekat dan andalannya di masa-masa sulit yakni Abu Talib pamannya (87 thn) dan kematian istri tercinta Khadijah tahun 619 Masehi, bahkan Muhammad diancam untuk dibunuh, Muhammad akhirnya memutuskan untuk berpindah dari Mekkah ke Yathrib/Madinah. Hijrah pertama berlangsung tanggal 16 Juli 622 M yang terdiri dari para pengikutnya dan kemudian 5. Sejak kapan umat Islammelakukan shalat/ berdoa 5 x sehari dengan kiblatnya ke Bait L-Maqdis (Al-Aqsa) di Yerusalem dan sejak kapan Muhammad merubah kiblatnya ke Ka’abah di Mekkah? Jawab: Muhammad melakukan perjalanan Isra Miraj menuju langit ketujuh dari Mekkah ke Masjid Al-Aqsa/Bait L-Maqdis di Yerusalem (tempat kedudukan Allah SWT) untuk menerima perintah shalat 5 kali sehari dari Allah SWT pada tahun 621 M. Namun, karena doktrin Yudaisme mempersoalkan keabsahan kenabian Muhammad sbg pembawa wahyu Allah, sesuai penetapan kanon PL di abad-abad I M, maka pecahlah konflik antara Muhammad dgn kaum Yahudi. Akibatnya Muhammad pun putuskan hub dgn kaum Yahudi menyangkut masalah keagamaan. Itu sebabnya, pada bulan Februari 624 M, Muhammad mengubah arah kiblat dari Yerusalem ke Mekkah, dan bulan puasa ditetapkan pada bulan Ramadhan, yaitu bulan suci Arab Pra-Islam selama sebulan penuh. Sedangkan puasa tradisi Yahudi tetap dipertahankan sebagai ketentuan masa puasa sukarela (sunnah). 6. Siapakah nama ayah, ibu, kakek, paman dan ibu Inang Muhammad, Istri Muhammad di Mekkah, dan apa artinya Jabal Nur? Jawab: Muhammad lahir pada tanggal 20 April 571 dan meninggal tanggal 8 Juni tahun 632. Ayah: Abdullah bin Abdul Mutalib berasal dari bani Hasyim, suku Quraisy yakni suku bangsa yang berpengaruh di Mekkah dan bertangungjawab memelihara Ka’abah; Ibunya: Aminah berasal dari golongan terkemuka di antara suku-suku bangsa Arab; Kakeknya: Abdul Mutalib yang membawa Muhammad ke Ka’abah untuk diberi nama Muhammad yang sinonim dgn Ahmad/Mahmud berarti “yang terpuji”. Pamannya: bernama Abu Talib. Ibu Inangnya: Halimah binti Sa’adiyah. Istri Muhammad yang meninggah di Mekkah adalah Khadijah; 7. Bagaimana caranya Allah menurunkan/mewahyukan ayat Al- Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun 610 M. Jawab: canya mendiktekan secara langsung dan tidak langsung kepada Muhammad. Di dalam Sura 2: 52 dikatakan bahwa Allah berbicara atau memberikan wahyu-Nya tanpa dilihat oleh si penerimanya, atau Allah memberikan wahyunya melalui seorang malaikat dalam hal ini malaikat Jibril/Jibrail. Jadi Muhammad pasif. Kemudian dicatat oleh para sekretaris, para sahabatnya bahkan istrinya Khadijah. Selain itu, pewahyuan juga terjadi melalui pengalaman-pengalaman unik yang dialami Muhammad, seperti pengalaman Muhammad mengenai 8. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah disebut apa dan berapa jumlahnya dan di Madinah disebut apa dan berapa jumlahnya? Jawab: Seluruh Al-Qur’an berjumlah 114 surah/surah. Total ayatnya: 6236. Surah yang diturunkan di Mekkah 86 surah. Yang diturunkan di Madinah 28 surah. Ayatayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah disebut ayatayat Makkiyah sebanyak 4780 ayat, dan yang diturunkan di Madinah disebut Madanniyah sebanyak 1456 ayat. Ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 23 tahun. 13 tahun ayat Al-Qur’an diturunkan di Mekkah dan 10 tahun turun di Madinah. 9. Uraikan secara singkat Sejarah singkat dan peran para sahabat pascaNabi Muhammad SAW. Jawab: Islam sangat maju dan berkembang pasca-Nabi Muhammad SAW karena sekitar abad 7 Masehi, dua kerajaan besar yang menguasai peradaban dunia sedang mengalami kondisi jenuh akibat banyaknya peperangan antara keduanya yakni kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) dan kekaisaran Persia (Sassani). Selain itu bangsa-bangsa jajahan kedua kerajaan ini pun sedang menantikan “sang ratu adil” yang dapat membebaskan mereka dari belenggu penjajah, terutama dari beratnya beban pajak bagi daerah-daerah yang terjajah, untuk menanggung biaya perang. Selain itu, Gereja-gereja sempalan saling melakukan penganiayaan yang keji, membuat citra Gereja menjadi momok bagi sebagian jajahan bangsa Romawi. Akibatnya 4 sahabat Nabi punya peran sangat besar untuk menyebarkan Islam, hingga mencapai kejayaannya di masa Dinasti Umayyah (661-750) Dinasti Abbasyiah 7501258 M. Bahkan termasuk memelopori perang salib antara Islam dan Kristen, tahun 1095 sd 1400-an, sebuah perang yang berlangsung selama 3-4 abad, bahkan sampai mengalahkan Kerajaan Persia dan 10. Apa manfaat kuliah dialog interreligius bagi anda?Jawab: anda jawab sendiri ....!!!