Anda di halaman 1dari 18

Dialog Antar Agama

Oleh:
Zarah Lyntang Astity – 18/423600/FI/04458
Angela Merici Dyscidia C. H. – 18/429603/FI/04514
Pengantar Dialog Antar Umat
Beragama
• Pada level nasional
• Pada level regional dan internasional: intensitas globalisasi

Dialog antar umat beragama


• Pemberdayaan kaum moderat (kemiskinan, kesenjangan,
dan ketidakadilan)
Masalah Seputar Agama di
Indonesia

• Dampak modernisasi: pertumbuhan ekonomi, kearifan


lokal
• Sentralisasi kebijakan
• POSTMODERNISME - sekulerisme
• FUNDAMENTALISME AGAMA - paksaan dan
menoleransi kekerasan
• RADIKALISME - fanatik/keras
• SEKULERSIME - profan/duniawi
• RELATIVISME - toleransi = relatif
• MISTISISME -Serba mistis
• INKULTURASI ATAU SINKRETISME? (adaptasi
agama atau gabungan agama)
• NEW AGE
a. formulasi kepercayaan atas dasar pengalaman
pribadi
b. mikro + makro kosmos
• ATEISME 
Dialog

• KBBI -> percakapan (dalam sandiwara, cerita dan sebagainya)


1. Dialog - batin
2. Dialog – horizontal
3. Dialog - interaktif
4. Dialog - pemancing
5. Dialog - pribadi
6. Dialog - vertikal
7. Dialog - wisata
• Berdialog: bersoal jawab secara langsung; bercakap-cakap
• KOMUNIKASI
Komunikasi

• Communio “kesatuan”: • FAKTOR-FAKTOR:


untuk membangun 1. Persepsi 4. Pengetahuan
kesamaan makna antara 2. Budaya 5. Peran
pengirim dan penerima 3. Emosi 6. Tatanan Interaksi
pesan
• KOMPONEN • Komunikasi dengan diri sendiri
1. Komunikator • Komunikasi antar pribadi

2. Pesan • Komunikasi kelompok


• Komunikasi publik
3. Saluran
• Komunikasi Organisasi
4. Penerima • Komunikasi massa
5. Umpan balik
Prisnsip-Prinsip Komunikasi

• Menghargai orang
lain
• Empati
• Dapat dimengerti
• Kejelasan
• Rendah hati
Dialog Menurut Pendekatan
Gereja Katolik
• Prinsip dasar Gereja Katolik: perbedaan tidak serta merta
menjadi perlawanan karena akan merusak kesatuan, sehingga
perbedaan tersebut harus menjadi tonggak untuk
pengahayatan iman yang konkrit.
• Dialog yang secara khusus diarahkan kepada agama-agama
lain dikenal dengan ekumene.
• Kedua belah pihak yang berdialog ingin belajar dari pihak lain
dan rela mengubah pandangannya sendiri.
• Tujuan ekumene adalah wadah untuk saling pengertian dan
lebih mengenal diri sendiri sebagai orang beriman.
• Dialog merupakan suatu usaha untuk keluar dari gheto
institusionalisme.
• “Dialog merupakan hubungan antar agama yang positif dan
konstruktif dengan tujuan agar dapat saling memahami dan
saling memperkaya, dalam suasana saling menghormati dan
ketaatan pada kebenaran. Maka, dialog antaragama
membutuhkan sikap hormat, penuh persahabatan, ramah,
terbuka, suka mendengarkan orang lain” Dialog and Mission
(1984) dan Dialogue and Proclamation (1991).
• Konsili mengharapkan dialog yang terbuka mengajak semua
untuk dengan setia menyambut dorongan-dorongan Roh
serta mematuhinya dengan gembira (GS 92).
• Dalam dialog, semua orang baik yang Kristiani maupun yang
lain diajak agar memperdalam sikap iman di hadapan Allah.
• Oleh karena itu, dialog antaragama yang adalah dialog iman
tidak pernah dapat dilepaskan dari kasih dan pengharapan.
• Bentuk-bentuk dialog yang selama ini dipraktekkan dalam Gereja
Katolik terutama dalam hubungannya dengan agama-agama lain
yakni:
a. Dialog Kehidupan
Dialog ini tercipta karena adanya sharing kebahagiaan dan kesedihan,
persoalan-persoalan umum seperti kebutuhan air bersih, kebersihan,
pendidikan, dan lain-lain.
b. Dialog Iman/Pengalaman Religius
Dialog ini tercipta karena orang dengan kesadaran dan kemauan, serta
dengan dorongan-dorongan “sense of religiousity” membuka diri
untuk saling berbagi pengalaman iman, bukan untuk saling
memanipulasi tetapi lebih kepada saling menumbuhkembangkan iman
kepada Allah sesuai keyakinan masing-masing.
c. Dialog Teologis 
Dialog ini bertujuan untuk mendiskusikan pandangan-pandangan atau
ajaran-ajaran agama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial
kemasyarakatan.
d. Dialog Karya
Dialog ini lebih ke arah hal-hal konkrit, tindakan-
tindakan nyata yang dilakukan orang-orang
beragama dalam dunia sekitarnya seperti kepada
masalah-masalah kemanusiaan, karya-karya kasih
terhadap sesama dan dunia.
e. Dialog Refleksi/Analisis Berkaitan dengan
Masalah Kontekstual
Dialog ini lebih berkaitan erat dengan istilah politik
seperti aktivitas tukar ide guna membangun
masyarakat yang lebih baik.
Membangun Dialog antar Umat
Beragama dalam Perspektif Gereja Katolik

A. Hubungan Gereja Katolik dengan Umat Yahudi


•  Permasalahan dialog antar Gereja Katolik dan umat Yahudi yang
pertama terkait dengan supersessionisme. 
•  Permasalahan lain terkait dengan paham tentang “perjanjian antara
Allah dan manusia” dan “keselamatan”.
•  Terlepas dari itu, perkembangan hubungan dengan umat Yahudi
tampak dengan dibentuknya kesekretariatan bersama pada tahun 1971
dan dokumen Debru Emet (Nyalakan Kebenaran) pada tahun 2000
seputar relasi antara pengikut Kristus dan Yahudi.
•  Dalam rangka pemahaman timbal balik, pada tahun 2002 beberapa
pimpinan Yahudi juga mengajak Gereja untuk merenungkan imannya
dalam beberapa pernyataan.
•  Dialog antara Gereja Katolik dan umat Yahudi terkadang harus bergulat
dengan persoalan-persoalan non-teologis seperti sikap anti semitisme.
B. Hubungan Gereja Katolik dengan Umat Hindu 
• Pada tahun 1966 didirikan The Pontificial Council for
Interreligious Dialogue (PCID).
• Langkah pertama yang dilakukan PCID upaya untuk
memahami seluk beluk ajaran, keyakinan, dan praktek ritual
mereka.
• Pertukaran pengalaman juga terjadi lewat kesempatan yang
ditawarkan bagi beberapa mahasiswa Hindu untuk belajar di
Roma (1992) dan kegiatan-kegiatan lain yang terselenggara
di benua Eropa serta Amerika di sekitar tahun 2000-an.
• Mengirim surat tahunan berisi ucapan selamat hari raya
Diwali.
• Salah satu kendala yang dihadapi adalah pandangan
teologis.
B. Hubungan Gereja Katolik dengan Umat Buddha 
• Dalam bidang dialog kehidupan terjadilah perjumpaan yang
dilandasi oleh semangat keterbukaan sebagai tetangga.
• Ketegangan yang muncul akibat mentalitas gheto dan persoalan
seputar minoritas-mayoritas dengan demikian dapat menjadi cair
salah satunya dengan pengiriman surat yang berisi pesan dan
ucapan selamat hari raya Waisak.
• Persoalan yang muncul dalam upaya dialog yang melibatkan umat
Hindu-Buddha juga bersifat non-teologis seperti diskriminasi kasta,
masalah politik dan praktek proselitisme.
• Keberadaan umat Kristiani dan kegiatan misionaris dipandang
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan imperialisme dan
kolonialisme Barat.
• Konflik pun muncul.
• Dialog harus dipahami sebagai sarana olah pengalaman, refleksi,
dan bahkan kesulitan-kesulitan yang ada.
C. Hubungan Gereja Katolik dengan Umat Muslim
• Berkat dekrit-dekrit Konsili Vatikan II, dokumen-dokumen, dan ensiklik-
ensiklik selanjutnya memunculkan aneka gerakan dialog.
• Dukungan dari pemimpin Gereja Katolik salah satunya lewat kunjungan
mereka ke beberapa negara Islam.
• Terdapat beberapa tantangan dialog antara umat Katolik dan Muslim
seperti perang di Libanon atau Aljazair.
• Dialog juga terjadi di tingkat akademis.
• Upaya Gereja Katolik untuk membangun dialog kehidupan, dialog karya,
dialog teologis, dan dialog spiritual dengan umat Muslim juga
berkembang di Indonesia.
• Kelompok Muslim yang ada dan berkembang di Indonesia sangat
berwarna-warni.
• Sehingga “dialog” yang diupayakan tidak akan mampu “merangkul”
semua pihak.
• Gereja perlu mengetahui batas-batasnya dan tetap sadar akan
konsekuensi yang terkait dengan pilihan yang dibuatnya.
D. Sikap Pastoral
• Gereja perlu membangun pemahaman yang bertolak dari perspektif iman mitra dialog.
• Ada tuntutan untuk memahami suatu aspek atau dimensi iman tertentu dari dalam.
• Sikap mau memahami dari dalam diri itu sendiri tidak harus ditangkap sebagai bentuk
penerimaan atau pengakuan.
• Dalam agama-agama tertentu ada beberapa konsep yang sama namun isi
kandungannya belum tentu sama.
• Gerakan ekumene dan dialog tidak dimaksudkan untuk membangun pemahaman
teologis yang bersifat universal demi terciptanya kesatuan dan kesamaan.
• Dituntut kewaspadaan terhadap bahaya sinkretisme dan relativisme iman.
• Gerakan ekumene dan dialog penting bagi Gereja, seperti Kristus sendiri demikian pula
para murid-Nya harus mengenal orang-orang di antara siapa mereka hidup.
• Dalam konteks Asia (termasuk Indonesia) gerakan ini terasa semakin mendesak.
• Gereja perlu membangun gerakan yang bersifat transformatif.
• Implikasinya adalah sebagai kawanan kecil, Gereja di Asia (termasuk Indonesia) perlu
melakukan berbagai upaya dialog yang tidak dijiwai oleh semangat adigang, adigung,
adiguna.
Kesimpulan

Berbagai upaya telah dilakukan selama berabad-abad oleh


Gereja Katolik dalam mendukung gerakan ekumene dan dialog. Di
tengah dunia yang diwarnai oleh kemajemukan dalam berbagai
aspek, Gereja menyadari perlunya pembaharuan yang terus
menerus. Pembaharuan itu sendiri hanya mungkin terjadi lewat
sikap penghargaan akan perbedaan. Gereja ditantang untuk
memberi kesaksian akan imannya tentang Yesus Kristus dan untuk
membangun keterbukaan serta kerja sama dengan semua pihak
demi pembangunan dunia universal. Misi dan dialog bukanlah
sesuatu yang bertentangan melainkan sebuah kesatuan yang
mendasar. Konteks Asia dalam kedudukannya sebagai “kawanan
kecil”, Gereja ditantang untuk mengambil sikap mau belajar. Sikap
ini perlu dipegang oleh Gereja di Indonesia. Orientasi gerakan
ekumene dan dialog perlu diarahkan kepada praksis yang konkret.

Anda mungkin juga menyukai