F1 – F6
Disusun oleh :
dr. Nabila Ulfiani
Pendamping :
dr. Galih Fatoni
NIP : 19850518 201001 1 014
PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan
masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Saran :
Untuk dapat mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, diperlukan
kerja sama dari berbagai pihak baik itu oleh kader – kader kesehatan,
pemerintah, maupun masyarakat. Peran yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran mengenai PHBS adalah :
1. Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah, lurah dan tokoh
masyarakat untuk memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS
2. Sosialisasi PHBS ke seluruh sekolah yang berada dalam wilayah
kerja puskesmas
3. Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS
4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya
PHBS sejak dini
Komentar / saran pendamping :
ISPA yang tidak ditangani secara lanjut apalagi dianggap sepele dapat
berkembang menjadi pneumonia (khususnya menyerang anak kecil
dan balita apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan
keadaan lingkungan yang tidak bersih).
Permasalahan Promosi mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak perlu
dilakukan karena :
1. Semakin tingginya jumlah penderita ISPA pada anak, dibuktikan
pada kunjungan pasien ke puskesmas yang cukup tinggi untuk
penyakit ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia
balita.
2. Semakin tingginya angka kematian anak dan bayi yang disebabkan
karena ISPA, dengan rasio 1 diantara 4 anak.
3. Kurangnya pemahaman orang tua mengenai ISPA, terutama
mengenai bahaya dan komplikasinya jika tidak ditatalaksana
dengan baik.
4. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penularan dan faktor
risiko penularan ISPA yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
dan kebersihan perseorangan (PHBS).
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi secara lisan yang berisi materi
Pemilihan tentang ISPA, dimulai dari definisi, penyebab, tanda dan gejala, cara
Intervensi penularan, diagnosis, pencegahan, penatalaksanaan dan komplikasi
dari ISPA. Setelah dilakukan penyampaian materi dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada pasien anak yang menderita ISPA dan
sedang berobat di poli pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi
tentang ISPA, meliputi :
1. Definisi ISPA
2. Penyebab ISPA
3. Tanda dan gejala ISPA
4. Diagnosis ISPA
5. Penatalaksanaan , pencegahan
6. Komplikasi ISPA
Monitoring dan Edukasi mengenai ISPA untuk pasien penderita ISPA di wilayah kerja
Evaluasi Palembang berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :
Data dari Depkes RI tahun 2013, hingga pertengahan tahun ini, kasus
demam berdarah terjadi di 31 provinsi dengan penderita 48.905 orang,
376 diantaranya meninggal dunia. Jumlah penderita demam berdarah
pada semester pertama tahun ini menunjukkan kenaikan dibanding
tahun lalu. Sepanjang 2012, Kemenkes mencatat 90.245 penderita.
Tahun 2010 angka kematian mencapai 0,87 persen, pada tahun 2011
meningkat menjadi 0,91 oersen dan sempat menurun tahun 2012
menjadi 0,90 persen dengan total kasus tahun 2012 sebanyak 90.245
penderita, dengan jumlah kematian 816 penderita.
.
Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan masalah
penting pada kesehatan masyarakat di daerah tropis di dunia yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). Satu
nyamuk dapat menjangkiti beberapa orang dalam waktu singkat dan
lebih dari 1 kali. DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di
Surabaya pada tahun 1958 dimana saat itu sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia. Mulai saat itu,
penyakit ini pun menyebar luas ke seluruh penjuru Indonesia. Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita Demam Berdarah
di tiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization(WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di
Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95%
terjadi pada anak di bawah 15 tahun 13 Kejadian Luar Biasa terjadi
pada tahun 1998, dimana Departemen Kesehatan RI mencatat
sebanyak 2.133 korban terjangkit penyakit ini dengan jumlah korban
meninggal 1.414 jiwa.
Keadaan akan semakin diperparah jika ibu hamil masih berada pada
usia muda yakni hamil di usia kurang dari 20 tahun. Begitu banyak
bahaya yang mungkin akan timbul dikarenakan wanita yang hamil
diusia kurang dari 20 tahun masih berada dalam masa pertumbuhan
sehingga antara janin dan ibunya sendiri dapat terjadi kompetisi
makanan, hal tersebut bisa memicu terjadinya Kekurangan Energi
Kronik (KEK), anemia, kelahiran prematur serta prematur. Untuk
mencegah hal tersebut kunjungan ANC harus dilakukan secara rutin
guna mendeteksi sedari dini kelainan dimasa kehamilan yang dapat
berbahaya bagi kesehatan serta keselamatan ibu dan janin dalam
kandungannya.
Permasalahan Di Masa pandemi COVID-19 ini, ibu hamil sangat rentan untuk
terkena infeksi dikarenakan selama kehamilan akan terjadi penurunan
imunitas dalam melawan penyakit. Selain itu, angka kematian ibu
juga mengalami peningkatan sehingga ANC ini harus tetap dilakukan
untuk memantau kelainan dan deteksi dini selama kehamilan dengan
tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Perencanaan dan Akan dilakukan ANC pada ibu hamil dengan melakukan pengukuran
Pemilihan berat badan, tinggi badan, LILA, tekanan darah. setelah dilakukan
Intervensi pengukuran tersebut maka pasien akan dilakukan pemeriksaan
leopold. Setelah dilakukan pemeriksaan, jika terdapat permasalahan
maka akan dilanjutkan dengan konsultasi.
Pelaksanaan Kegiatan diawali dengan pengukuran BB, TB, LILA, tekanan darah
setelah itu dilakukan pemeriksaan leopold dan dilanjutkan dengan
konsultasi terutama jika pasien memiliki permasalahan dalam
kehamilannya. Setelah selesai pasien diberikan makanan tambahan
berupa susu ibu hamil dan biskuit. Kegiatan berjalan dengan lancar
dan baik. Partisipasi peserta juga tinggi dalam mengikuti kegiatan ini.
Monitoring dan Dalam kegiatan ini ibu hamil harus selalu melakukan ANC minimal 4
Evaluasi kali dalam kehamilannya (1 kali pada trisemester 1, 1 kali pada
trisemester 2 dan 2 kali pada trimester 3) sehingga deteksi
permasalahan dalam kehamilan dapat diketahui sesegera mungkin.
Komentar / saran pendamping :
Malnutrisi pada anak dan remaja menjadi masalah yang global, baik
di negara maju maupun negara berkembang. Masalah utama
kesehatan masyarakat pada golongan usia remaja yaitu defisiensi
gizi, pertumbuhan linier yang tidak optimal, serta kelebihan berat
badan. Begitu pula dengan Indonesia, yang juga mengalami
double burden malnutrition (masalah gizi ganda) dalam beberapa
dekade terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas di Indonesia
meningkat dalam dua dekade terakhir, tidak hanya pada orang
dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Kejadian obesitas
lebih banyak terjadi pada anak laki - laki dibandingkan perempuan,
tetapi terjadi sebaliknya pada kelompok remaja dan dewasa.
Prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi pada daerah perkotaan
dengan pendidikan dan pendapatan yang tinggi. Proporsi overweight
dan obesitas pada remaja mengalami peningkatan berturut - turut
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, 2013, dan 2018.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 31,8%
wanita usia subur berusia 15-49 tahun di Indonesia berisiko
mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas
(LILA) kurang dari 23,5 cm.
Masalah gizi pada anak dan remaja dapat berpengaruh pada status gizi
di masa dewasa apabila tidak teratasi dengan baik .Kekurangan gizi
pada masa anak dan remaja dikaitkan dengan risiko terjadinya
penyakit tidak menular pada masa dewasa, seperti kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan
diabetes. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 41 Tahun 2014 mengenai
Pedoman Gizi Seimbang untuk mencegah berbagai masalah gizi di
Indonesia. Adapun Pedoman Gizi Seimbang meliputi panduan
makan, beraktivitas fisik, hidup bersih, dan memantau berat badan
secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal.
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat gizi
dibanding anak balita. Diperlukan tambahan energi, protein, kalsium,
fluor, zat besi, sebab pertumbuhan sedang pesat dan aktivitas kian
bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, anak
seusia ini membutuhkan 5 kali waktu makan, yaitu makan pagi
(sarapan), makan siang, makan malam, dan 2 kali makan selingan.
Perlu ditekankan pentingnya sarapan supaya dapat berpikir dengan
baik dan menghindari hipoglikemi. Bila jajan harus diperhatikan
kebersihan makanan supaya tidak tertular penyakit tifoid, disentri, dan
lain - lain.
Hypertension).
Oleh karena itu, perlu segera dilakukan intervensi tidak hanya dari sisi
penerapan protokol kesehatan namun juga diperlukan intervensi lain
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit
melalui upaya pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan upaya
kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah
beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya
peranan imunisasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari
kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat Pelayanan imunisasi
COVID-19 dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan
yaitu dengan menerapkan upaya Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter, sesuai dengan
Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi COVID-
19. Untuk itu. petugas kesehatan yang akan melakukan imunisasi
COVID-19 diharapkan dapat melakukan kegiatan pelayanan imunisasi
COVID-19 yang berkualitas dan dapat mencapai target cakupan yang
diharapkan.
Permasalahan 1. Tingginya angka kejadian COVID-19 di Indonesia terutama pada
tenaga kesehatan.
2. Tingginya kontak tenaga kesehatan dengan para penderita COVID-
19
3. Cepatnya penularan COVID-19 di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi dengan melaksanakan protokol kesehatan saja
Perencanaan dan Melakukan vaksinasi COVID-19 tahap ke-3 kepada seluruh tenaga
Pemilihan kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening
Intervensi yang telah mengikuti vaksinasi kedua pada 3 bulan sebelumnya.
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi COVID-19 dilakukan kepada seluruh tenaga
kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening
dengan hasil skrining vaksin “Dapat dilakukan Vaksinasi”
Vaksinasi tahap ke-3 pada tenaga kesehatan dilakukan pada tanggal
28 Desember 2021 dengan peserta vaksin sebanyak 10 orang.
Monitoring dan 1. Memantau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada setiap
Evaluasi peserta Vaksinasi COVID-19.
2. Meningkatkan cakupan angka vaksin di Puskesmas Rawa Bening
Komentar / saran pendamping :
Pelaksanaan Pada kegiatan ini, semua warga dan kader yang datang diberikan
materi tentang pengertian skabies, penyebab penyakit skabies, gejala
dan tanda manusia yang tertular penyakit skabies, cara penularan
penyakit skabies dan pencegahan dan pengobatan penyakit skabies,
kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.
Pada edukasi disampaikan cara pencegahan dengan merendam semua
pakaian dan seprei menggunakan air bersuhu tinggi atau hangat.
Tujuannya agar parasit penyebab skabies langsung mati dan mandi 2x
sehari dengan menggunakan sabun antiseptik. Pasien disarankan
untuk menjemur kasur tepat di bawah sinar matahari, serta
membersihkan seluruh bagian rumah mulai dari lantai, karpet, lemari,
dan lain-lain dengan menggunakan cairan pembersih yang
mengandung desinfektan.
Monitoring dan Penyuluhan tentang Penyakit Skabies yang dilaksanakan di Pondok
Evaluasi Pesantren Al-Falah Desa Sumber Mulyo Kab. OKU Timur berjalan
dengan baik dan lancar. Peserta terlihat antusias dan memberi respon
baik terhadap pemaparan materi. Penyuluhan ini diharapkan dapat
dilakukan pencegahan penyebaran penyakit tersebut.
Pelaksanaan Pemeriksaan dilakukan terhadap pasien suspek yang didapat dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Monitoring dan Pemeriksaan sputum untuk pasien yang dicurigai di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan dengan baik dan lancar. Pasien
dapat mengumpulkan sputum dengan benar dan bersedia menunggu
hasil pemeriksaan keluar.
Oleh karena itu, perlu segera dilakukan intervensi tidak hanya dari sisi
penerapan protokol kesehatan namun juga diperlukan intervensi lain
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit
melalui upaya pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan upaya
kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah
beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya
peranan imunisasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari
kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat Pelayanan imunisasi
COVID-19 dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan
yaitu dengan menerapkan upaya Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter, sesuai dengan
Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi COVID-
19. Untuk itu. petugas kesehatan yang akan melakukan imunisasi
COVID-19 diharapkan dapat melakukan kegiatan pelayanan imunisasi
COVID-19 yang berkualitas dan dapat mencapai target cakupan yang
diharapkan.
c. Status Gizi
BB : 57 kg, TB : 156 cm. BMI = 23,4 (Overweight)
d. Kulit
Ikterik (-), ekimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering
(-)
e. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan putih
f. Wajah
Simetris, eritema (-)
g. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-),
strabismus (-/-)
h. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi
pendengaran (-)
i. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-)
j. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat
(-), papil lidah atrofi (-)
k. Leher
JVP (5+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tifoid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-)
l. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-),
pernafasan abdominothorakal, sela iga melebar (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial,
epigastrium dan parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
-batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis
sinistra
-batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, 1 cm
medial linea medio clavicularis sinistra
-batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea
sternalis dextra
-batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea
sternalis dextra
-pinggang jantung : spatium intercostale III, linea
parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Pulmo Depan
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Pulmo Belakang
Inspeksi
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi
fremitus raba simetris
Perkusi
-Paru kanan sonor, paru kiri sonor.
-Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI.
-Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
-Penanjakan diafragma : 5 cm kanan sama dengan kiri
Auskultasi
Kanan: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
m. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-),
venektasi (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba
n. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
o. Ekstremitas
Normal
Perencanaan dan 1. DIAGNOSIS : Hipertensi Grade II
Pemilihan 2. PENATALAKSANAAN
Intervensi Tatalaksana pengendalian hipertensi dilakukan dengan
pendekatan:
a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi
lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta
dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor
risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi
faktor risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan
tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi
kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya
pengembangan manajemen kasus dan penanganan
kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan
melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan
pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian
hipertensi.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan
fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi
kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi,
pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai
tingkatan.
Pelaksanaan Tatalaksana Farmakologis
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa kerja yang
panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin
dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi.
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada
keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi, sebagai berikut :
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi
b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan
obat anti hipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien :
R/ Amlodipin 10 mg tab No. XXX
S 1 dd 1 tab (malam)
R/ Paracetamol 500 mg tab No. X
S 3 dd 1 p.r.n.
R/ Vit. B. Comp tab No. X
S 1 dd 1
Edukasi :
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi merupakan penyakit
yang tidak dapat sembuh namun dapat dikontrol dengan
modifikasi gaya hidup dan obat
b. Mengontrol faktor risiko, antara lain menurunkan kelebihan berat
badan, mengurangi asupan garam sehari-hari, menciptakan
keadaan rileks, melakukan olah raga teratur
c. Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat
habis
d. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan
primer belum dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan
atau dijumpai komplikasi penyakit lainnya akibat penyakit
hipertensi.
Tatalaksana Non – Farmakologis
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap
terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat
diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
d. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
tekanan darah pasien. Ditanyakan apakah obat masih ada atau tidak.
Jika tekanan darah masih belum memenuhi sasaran setelah beberapa
kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat atau ditemukan
komplikasi dari hipertensi, maka pasien perlu dirujuk ke dokter
spesialis.
Hal ini karena antibiotik merupakan obat andalan untuk terapi infeksi
bakteri. Namun, ketepatan dosis dan lama pemberian antibiotik adalah
sangat penting agar tidak terjadi resistensi bakteri dan infeksi berulang
(Cakrawardi et. al, 2009). Resistensi antibiotik di kalangan bakteri
enterik dapat menimbulkan implikasi buruk karena dapat mengancam
nyawa dan menyebabkan penyakit yang lebih serius (A Elmanama et
al., 2013).
Permasalahan 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 34 tahun
Alamat : Desa Karang Tengah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Periksa : 6 Januari 2022
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 6 Januari 2022 secara
autoanamnesis di Poli Puskesmas Rawa Bening.
A. Keluhan Utama
BAB Cair
B. Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 hari Sebelum ke puskesmas, pasien mengeluh BAB cair
berwarna kekuningan, berlendir, tidak berdarah, tidak berbau
busuk dan tidak berampas. BAB terus-menerus sebanyak lebih
dari 5 kali. Pasien juga mengeluh muntah sebanyak kurang
lebih 3 kali, muntahan berupa apa yang dimakan dan diminum.
Pasien merasakan nyeri perut seperti ditusuk-tusuk. Pasien juga
mengeluh demam dan sakit kepala.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat ditanggung oleh BPJS
G. Anamnesis Sistem
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), mengi
(-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak napas saat beraktifitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), sesak napas
sewaktu berbaring (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nyeri perut
(+), konstipasi (-), nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun (-), diare (+)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-),
BAK berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-),
berkeringat (-), palmar eritema (-),
gemetar (-).
Ekstremitas Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi
(-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan
(-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 87 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 38,5 0C (per axilla)
Status Internus
1. Kepala : Mesocephal
2. Mata : Cekung (+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/
+), edem palpebral (-/-), pupil isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
3. Telinga : Serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : Kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
6. Leher : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
7. Thoraks :
a. Pulmo
Inspeksi : Normothoraks
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal
sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, bising jantung (-),
gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
SUPERIOR INFERIOR
DIAGNOSIS UTAMA
Gastroenteritis Akut
DIAGNOSA BANDING
Demam Thypoid
Perencanaan dan Tatalaksana pengendalian gastroenteritis akut dilakukan dengan
Pemilihan pendekatan:
Intervensi e. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial,
diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup
sehat dalam pengendalian gastroenteritis akut.
f. Preventif dengan cara peningkatan gizi seimbang.
g. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan
yang diperlukan..
h. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk
Pelaksanaan - IVFD RL 20 tetes/menit
- Cotrimoxazole 480 mg 2 x 2 tab
- Metronidazole 500 mg 3 x 1 tab
- Newdiatabs 2 x 2 tab
- Paracetamol 3 x 1 tab
Dilakukan monitoring tanda – tanda vital dan perkembangan keadaan
pasien
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
keadaan pasien. Diberikan edukasi untuk selalu menjaga kebersihan
diri.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat
pada daerah kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan,
memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,
gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada
bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat
dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun.
TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT
scan kepala maupun MRI.
10. Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
DIAGNOSIS UTAMA
Tension Type Headache (TTH)
Perencanaan dan Edukasi :
Pemilihan a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab,
Intervensi penatalaksanaan, dan prognosis tension type headache pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan
dengan stress pikiran maupun fisik dan kecemasan, bukan karena
ada kelainan di dalam kepala atau otak. Sehingga pengobatannya
pun didasarkan pada penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan
kepada pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya sehingga dapat menghilangkan rasa takut akan
adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu mengurangi beban
pikiran/kecemasan yang menjadi pencetus keluhan yang dirasakan
saat ini
2. Medikamentosa :
NSAIDs (Non Steroid Anti Iflamatory Drugs), Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen
Asam Hialuronat disebut Viscosupplement karena dapat
memperbaiki viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara
intraartikular dan berperan penting dalam pembentukan matriks
tulang rawan sendi melalui agregasi dengan proteoglikan.
Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi.
Kondroitin sulfat, merupakan bagian proteoglikan pada tulan
rawan sendi dan bermanfaat sebagai anti inflamasi, efek
metabolik terhadap sintesis hialuronat serta anti degradatif.
Vitamin C, dapat menhambat aktivitas enzim lisozim. 3. Terapi
Pembedahan Terapi ini diberikan jika terapi farmakologis tidak
berhasil untuk menurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang menggangu
aktivitas sehari-hari.
Pelaksanaan 1. Terapi non medikamentosa :
Pasien diberikan edukasi untuk menurunkan berat badan dan
mengurangi kerjaan yang mengangkat beban berat karena dapat
memperparah derajat OA. Pasien juga disarankan mengikuti
rehabilitasi fisik dan melakukan kontrol rutin untuk OA yan
dideritanya.
2. Terapi medikamentosa :
-Na Diklofenak 25 mg 3 x 1 tab
-Glukosamin 500 mg 3 x 1 tab
-Vitamin B complex 2 x 1 tab
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
keadaan pasien. Rujukan perlu dilakukan jika nyeri lutut tidak
membaik, setelah diberi obat pereda nyeri dan suplemen.
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
Dalam batas normal.
DIAGNOSA UTAMA
Asma Bronkial
Perencanaan dan Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
Pemilihan manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama,
Intervensi meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita
asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Global Initiative for Asthma (GINA, 2009) dan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2006) menganjurkan
untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol.
Terapi famakologis:
Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui
berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang
lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke
jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada.
Macam–macam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis
terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler
(DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri atas
pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).