Anda di halaman 1dari 115

LAPORAN KEGIATAN

USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F1 – F6

Disusun oleh :
dr. Nabila Ulfiani

Pendamping :
dr. Galih Fatoni
NIP : 19850518 201001 1 014

UPTD Puskesmas Rawa Bening


Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan
Program Dokter Internsip Periode November 2021 – November 2022
F.1. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik : Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Pondok Pesantren Al-Falah

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi
departemen kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan milenium
2015 melalui rumusan visi dan misi Indonesia sehat. Setiap individu
mempunyai hak untuk hidup sehat, kondisi yang sehat hanya dapat
dicapai dengan kemauan dan keinginan yang tinggi untuk sehat serta
merubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku hidup sehat.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan perilaku yang


dilakukan setiap individu dengan kesadaran diri sendiri untuk
meningkatkan kesehatannya dan berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan yang sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat harus
diterapkan kapan saja dan dimana saja, termasuk di dalam lingkungan
rumah tangga dan tempat tinggal. Perilaku merupakan respon individu
terhadap stimulasi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan
seorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan
dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam Indonesia Sehat dan
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan
masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota


rumah tangga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
di masyarakat. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai
“rumah tangga sehat”. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang
melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu :
a. persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
b. memberi bayi asi eksklusif
c. menimbang bayi dan balita
d. menggunakan air bersih
e. mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
f. menggunakan jambat sehat
g. memberantas jentik di rumah
h. makan buah dan sayur setiap hari
i. melakukan aktivitas fisik setiap hari
j. tidak merokok di dalam rumah
Permasalahan Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan
Langkah yang baik dalam upaya pencegahan penyakit. Namun, dalam
kehidupan sehari - hari, penerapan PHBS yang kesannya sederhana
tidak selalu mudah dilakukan. Terutama bagi masyarakat yang belum
terbiasa menerapkan PHBS. Saat ini banyak penyebaran penyakit
yang timbul akibat sulitnya penerapan PHBS dimasyarakat.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Indonesia, termasuk di kab. Ogan


Komering Ulu Timur, masih tergolong rendah. Menerapkan 10
perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga, dapat
memperoleh berbagai manfaat, baik dalam lingkup rumah tangga
maupun dalam masyarakat. Manfaat bagi Rumah Tangga :
1. Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak mudah sakit
2. Anak tumbuh sehat dan cerdas
3. Anggota keluarga giat bekerja
Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi
keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan
keluarga.

Manfaat bagi Masyarakat :


1. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat
2. Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah
kesehatan
3. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
4. Masyarakat mampu mengembangkan UKBM (Upaya Kesehatan
Bersumber Masyarakat)
Perencanaan dan Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka
Pemilihan diadakan penyuluhan kesehatan dengan materi Perilaku Hidup Bersih
Intervensi dan Sehat di Rumah Tangga. Adapun materi yang disampaikan pada
penyuluhan ini, meliputi : pengertian, tata cara, tujuan, dampak positif
dan negatif penerapan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS).
Pelaksanaan Penyuluhan PHBS, dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Desember 2022
di Pondok Pesantren Al-Falah Desa Sumber Mulyo Kab. OKU Timur.
Penyuluhan ini diikuti oleh para santri, guru – guru dan beberapa staf
pondok pesantren. Penyuluhan ini dibawakan dengan metode
penyampaian lisan materi "Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di rumah tangga" dan diskusi dalam bentuk tanya jawab kepada
peserta penyuluhan, disertai pengobatan kesehatan untuk para santri.
Peserta terlihat antusias selama penyuluhan, pengobatan dan sesi
diskusi dilakukan.
Monitoring dan Penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah
Evaluasi Tangga yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Falah Desa
Sumber Mulyo Kab. OKU Timur berjalan dengan baik dan lancar.
Peserta terlihat antusias dan memberi respon baik terhadap pemaparan
materi. Tetapi berdasarkan data hasil pengobatan kesehatan para santri
,diperoleh hasil berupa status kesehatan dan kebersihan para santri
yang masih kurang. Hal ini berarti bahwa puskesmas sebagai tempat
pelayanan primer dimana fungsi promotif dan preventif terhadap
penyakit masih harus ditingkatkan. Penyuluhan harus tetap dilakukan,
mulai dari petugas kesehatan di puskesmas, kader-kader yang ada
dilapangan, serta seluruh masyarakat harus turut aktif dalam
mewujudkan 10 perilaku hidup bersih dan sehat secara benar,
khususnya dimulai dan dibiasakan sejak usia dini.

Saran :
Untuk dapat mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, diperlukan
kerja sama dari berbagai pihak baik itu oleh kader – kader kesehatan,
pemerintah, maupun masyarakat. Peran yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran mengenai PHBS adalah :
1. Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah, lurah dan tokoh
masyarakat untuk memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS
2. Sosialisasi PHBS ke seluruh sekolah yang berada dalam wilayah
kerja puskesmas
3. Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS
4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya
PHBS sejak dini
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.1. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik : Imunisasi

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan obat vaksin ke dalam tubuh, agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Manfaat
imunisasi :
1. Bagi anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Bagi keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukkan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman.
3. Bagi negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Lima jenis vaksin imunisasi yang wajib diberikan pada setiap bayi dan
balita di Indonesia adalah :
1. BCG : Imunisasi BCG adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah penyakit TBC berat. TBC berat contohnya TBC pada
selaput otak, TBC milier pada seluruh lapang paru, atau TBC
tulang. - Pemberiannya adalah 1 kali pada bayi usia 0-2 bulan,
diberikan secara intradermal.
2. Hepatitis B : Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. - Pemberian dilakukan
3 dosis melalui intramuscular.
3. Polio - Imunisasi polio merupakan imunisasi untuk mencegah
penyakit polio atau lumpuh layu. - Imunisasi polio dapat diberikan
secara oral atau suntikan intramuscular. Pemberiannya sebanyak 4
dosis.
4. DPT : Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit difteri, pertussis,
dan tetanus. - Frekuensi pemberian DPT adalah 3 dosis secara
intramuscular.
5. Campak - Imunisasi campak adalah imunisasi untuk mencegah
infeksi campak. - Pemberiannya secara intramuskuler, sebanyak 1
dosis pada anak usia di atas 9 bulan.
Permasalahan Beberapa masalah dan isu yang salah tentang pemberian imunisasi :
1. Beredar isu bahwa vaksin imunisasi mengandung lemak babi.
Pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 - 20 tahun
lalu, proses panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan
tripsin pancreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari
persemaiannya. Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa
vaksin tersebut dapat dipakai, selama belum ada penggantinya.
2. Orang tua khawatirakan efek samping imunisasi berupa demam,
bengkak, nyeri, dan kemerahan. Demam, nyeri, kemerahan,
bengkak, gatal di bekas suntikkan adalah reaksi wajar setelah
vaksin masuk ke dalam tubuh. Umumnya keluhan tersebut akan
hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi obat turun panas dan
dikompres. Bila perlu dapat dilakukan konsultasi kepada petugas
kesehatan yang telah memberikan imunisasi untuk mendapat
penjelasan, pertolongan atau pengobatan.
3. Pendapat bahwa ada cara lain yang dapat menggantikan imunisasi
untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap penyakit. ASI,
nutrisi, suplemen herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat
pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk
kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya.
Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan spesifik
(antibodi) terhadap kuman, virus atau racun kuman tertentu.
Setelah antibody terbentuk, vaksin akan bekerja lebih cepat,
efektif, dan efisien untuk mencegah penularan penyakit yang
berbahaya.
Perencanaan dan Dalam upaya promosi kesehatan, yaitu melakukan intervensi dalam
Pemilihan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
Intervensi pentingnya imunisasi pada balita, dilakukan rencana pemberian
edukasi. Sasaran peserta adalah ibu yang mempunyai bayi dan balita.
Edukasi dilakukan dengan memberikan pengarahan tentang
pentingnya imunisasi bagi bayi dan balita, serta bahayanya bila tidak
melakukan imunisasi. Setelah pemberian edukasi direncanakanakan
dilakukan diskusi.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada ibu yang memiliki balita dan sedang
berobat di poli pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi tentang
Imunisasi, meliputi :
1. Pengertian imunisasi
2. Manfaat imunisasi
3. Bahaya bila tidak melakukan imunisasi
4. Efek samping imunisasi dan cara mengatasinya
Monitoring dan Edukasi mengenai imunisasi balita untuk pada Ibu yang mempunyai
Evaluasi bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan
baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik penjelasan tentang
imunisasi dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.1. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik : Pemberian oralit pada pasien diare

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Secara global dari semua penyebab kematian pada anak, diare
menyumbang 15% atau 1.600 kematian setiap harinya pada
anak usia di bawah lima tahun. Diare adalah masalah kesehatan
yang penting di negara berpenghasilan rendah dan menengah,
termasuk Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
pada tahun 2016 dan Riset Kesehatan Dasar, dari tahun ke tahun diare
masih menjadi penyebab utama kematian anak prasekolah di
Indonesia. Prevalensi tertinggi diare terdeteksi pada anak usia 1-4
tahun (16,7%) dan merupakan penyebab tertinggi kematian anak pada
usia 12-59 bulan (25,2%) (Kementrian Kesehatan RI, 2017).

Program Pemerintah untuk mengatasi diare salah satunya dengan


mengadakan (lintas diare) Lima Langkah Tuntas Diare, yang terdiri
dari pemberian oralit osmolaritas rendah untuk mencegah terjadinya
dehidrasi, pemberian zinc untuk mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, pemberian ASI yang bertujuan untuk memberikan
makanan yang kaya nutrisi pada anak dengan diare cair agar
mendapatkan kembali nafsu makan anak setelah dehidrasi diperbaiki,
pemberian antibiotika hanya atas indikasi, pemberian nasihat kepada
ibu atau keluarga sangat diperlukan (Kemenkes RI, 2017).

Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat


muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah.
Oleh karena itu keberhasilan menurunkan serangan diare sangat
tergantung dari setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan
pemakaian larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini
upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat
luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit)
dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena
diare (maryunani, 2015).

Garam Rehidrasi Oral (ORS) adalah minuman khusus yang terdiri


dari kombinasi garam kering. Ketika dicampur dengan air matang
dengan benar, maka minuman oralit dapat membantu rehydrate tubuh
ketika kehilangan banyak cairan karena diare (Zareen, 2016).
Permasalahan Masih tingginya angka diare pada anak anak balita dan kurangnya
pengetahuan ibu mengenai pemberian terapi cairan pada anak anak
dengan diare. Selain itu program pemerintah yang menggalakkan lima
lintas diare yang salah satunya adalah dengan pemberian cairan oralit
pada anak anak dengan diare sehingga orang tua dapat memberikan
terapi awal pada anak anak dengan diare sehingga tidak terjdi
dehidrasi.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi edukasi secara lisan yang berisi
Pemilihan definisi , penyebab, tanda dan gejala, kriteria, pencegahan,
Intervensi penatalaksanaan dan komplikasi dari diare. Dilanjutkan dengan sesi
tanya jawab dan pemberian oralit sachet untuk anak anak sebagai
langkah penanganan awal dirumah.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada pasien diare dan sedang berobat di poli
pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi tentang Diare, meliputi :
1. Definisi diare
2. Penyebab diare
3. Tanda dan gejala diare
4. Kriteria diare
5. Pencegahan dan penatalaksanaan diare
6. Komplikasi diare
Monitoring dan Edukasi mengenai diare untuk pasien diare di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan tentang diare dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.1. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik : Edukasi Diabetes Melitus

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk Diabetes, saat ini telah
menjadi ancaman serius kesehatan global. Dikutip dari data WHO
2016, 70% dari total kematian di dunia dan lebih dari setengah beban
penyakit. 90-95% dari kasus Diabetes adalah Diabetes Tipe 2 yang
sebagian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang
tidak sehat. Indonesia juga menghadapi situasi ancaman diabetes
serupa dengan dunia.International Diabetes Federation (IDF) Atlas
2017 melaporkan bahwa epidemi Diabetes di Indonesia masih
menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara
peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat,
Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20-79
tahun sekitar 10,3 juta orang.

Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


memperlihatkan peningkatan angka prevalensi Diabetes yang cukup
signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018;
sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia mencapai lebih dari
16 juta orang yang kemudian berisiko terkena penyakit lain, seperti:
serangan jantung, stroke, kebutaan dan gagal ginjal bahkan dapat
menyebabkan kelumpuhan dan kematian.

Diabetes merupakan masalah epidemi global yang bila tidak segera


ditangani secara serius akan mengakibatkan peningkatan dampak
kerugian ekonomi yang signifikan khususnya bagi negara berkembang
di kawasan Asia dan Afrika. Data IDF juga menunjukkan bahwa
biaya langsung penanganan Diabetes mencapai lebih dari 727 Milyar
USD per-tahun atau sekitar 12% dari pembiayaan kesehatan global.
Data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga menunjukkan
peningkatan jumlah kasus dan pembiayaan pelayanan Diabetes di
Indonesia dari 135.322 kasus dengan pembiayaan Rp 700,29 Milyar
di tahun 2014 menjadi 322.820 kasus dengan pembiayaan Rp 1,877
Trilliun di tahun 2017.

Menurut Menteri Kesehatan RI, upaya efektif untuk mencegah dan


mengendalikan diabetes harus difokuskan pada faktor-faktor risiko
disertai dengan pemantauan yang teratur dan berkelanjutan dari
perkembangannya karena faktor risiko umum PTM di Indonesia
relatif masih tinggi, yaitu 33,5% tidak melakukan aktivitas fisik, 95%
tidak mengonsumsi buah dan sayuran, dan 33,8% populasi usia di atas
15 tahun merupakan perokok berat. Pencegahan dan pengendalian
diabetes jelas membutuhkan perhatian semua orang dan juga
kebijakan nasional dengan pendekatan revolusioner.

Penyelesaian masalah diabetes terkait dengan perubahan perilaku dan


membangun sinergi positif antar K/L untuk menumbuhkan iklim yang
kondusif pada aspek pencegahan dan perubahan perilaku pada tingkat
individu, keluarga dan masyarakat serta institusi seperti tempat kerja.
3 (tiga) hal utama perlu dilakukan yakni (1) perubahan perilaku yang
terkait makanan sehat dan berimbang, aktivitas fisik, menghindarkan
diri dari rokok dan alkohol; (2) melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala; dan (3) perbaikan tatalaksana penanganan penderita
dengan memperkuat pelayanan kesehatan primer, akan menjadi
prioritas dalam beberapa tahun ke depan.
Permasalahan Jumlah penderita diabetes di Indonesia semakin meningkat. Indonesia
berada di urutan ke – 6 di dunia dengan penyandang Diabetes
terbanyak. Selain itu beberapa pasien dengan diabetes melitus belum
mengetahui mengenai penyakitnya yang akan berdampak kepada
komplikasi diabetes melitus itu sendiri.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi secara lisan yang berisi materi
Pemilihan tentang diabetes melitus dimulai dari definisi, penyebab, tanda dan
Intervensi gejala, jenis – jenis diabetes, diagnosis, pencegahan, penatalaksanaan
dan komplikasi dari diabetes melitus. Setelah dilakukan penyampaian
materi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada pasien yang menderita diabetes melitus dan
sedang berobat di poli pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi
tentang Diabetes Melitus, meliputi :
1. Definisi diabetes melitus
2. Penyebab diabetes melitus
3. Tanda dan gejala serta jenis – jenis diabetes melitus
4. Diagnosis diabetes melitus
5. Penatalaksanaan dan pencegahan diabetes melitus
6. Komplikasi diabetes melitus
Monitoring dan Edukasi mengenai diabetes melitus untuk pasien penderita diabetes
Evaluasi melitus di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan
lancar. Peserta menyimak dengan baik penjelasan dan berperan aktif
pada diskusi. Pasien yang memiliki diabetes melitus diharapakan
untuk menjaga pola makan, olahraga dan minum obat secara rutin.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.1. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Topik : Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
ISPA merupakan infeksi yang berawal dari saluran pernapasan
hidung, tenggorokan, laring, trakea, bronchi dan alveoli. Maka
pengertian ISPA dapat dikatakan sebagai penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Untuk mendapatkan pengertian ISPA secara menyeluruh dapat


dilakukan dengan mengkaitkan hal penting dari penyakit ini, yaitu
infeksi akut dan saluran pernapasan. Infeksi akut yang selama ini kita
kenal adalah suatu serangan vector penyakit (virus, bakteri, parasit,
jamur, dll) selama 14 hari lebih dan jika dibiarkan dapat menjadi
kronis, sedangkan saluran pernapasan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah organ-organ yang terlibat dalam pernapasan.

Penyakit ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh


seseorang. Pada sebagian besar kasus ISPA, mereka yang terinfeksi
adalah anak – anak dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang mereka
punya menurun atau memang masih rendah dibandingkan orang
dewasa, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA
sangat tinggi bagi anak-anak dan balita. Serangan di saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak bisa menimbulkan kecacatan
hingga dewasa.

Kematian dari penyakit ISPA yang dapat ditimbulkan cukup tinggi


(20-30%), dan perlu dicatat bahwa penyakit ISPA merupakan masalah
kesehatan tidak boleh diabaikan karena menyebabkan kematian bayi
dan balita yang tinggi dengan rasio 1 diantara 4 bayi. Jadi kita dapat
memperkirakan episode ISPA dapat terjadi 3-6 kasus kematian setiap
tahun. Angka tersebut dibuktikan pada kunjungan pasien ke
puskesmas yang cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu rata-rata
lebih dari 25% terutama pada usia balita.

Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernapasan yang


mengandung kuman yang dihirup orang sehat lewat saluran
pernapasan. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin,
udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.

ISPA yang tidak ditangani secara lanjut apalagi dianggap sepele dapat
berkembang menjadi pneumonia (khususnya menyerang anak kecil
dan balita apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan
keadaan lingkungan yang tidak bersih).
Permasalahan Promosi mengenai Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak perlu
dilakukan karena :
1. Semakin tingginya jumlah penderita ISPA pada anak, dibuktikan
pada kunjungan pasien ke puskesmas yang cukup tinggi untuk
penyakit ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia
balita.
2. Semakin tingginya angka kematian anak dan bayi yang disebabkan
karena ISPA, dengan rasio 1 diantara 4 anak.
3. Kurangnya pemahaman orang tua mengenai ISPA, terutama
mengenai bahaya dan komplikasinya jika tidak ditatalaksana
dengan baik.
4. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penularan dan faktor
risiko penularan ISPA yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan
dan kebersihan perseorangan (PHBS).
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi secara lisan yang berisi materi
Pemilihan tentang ISPA, dimulai dari definisi, penyebab, tanda dan gejala, cara
Intervensi penularan, diagnosis, pencegahan, penatalaksanaan dan komplikasi
dari ISPA. Setelah dilakukan penyampaian materi dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada pasien anak yang menderita ISPA dan
sedang berobat di poli pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi
tentang ISPA, meliputi :
1. Definisi ISPA
2. Penyebab ISPA
3. Tanda dan gejala ISPA
4. Diagnosis ISPA
5. Penatalaksanaan , pencegahan
6. Komplikasi ISPA
Monitoring dan Edukasi mengenai ISPA untuk pasien penderita ISPA di wilayah kerja
Evaluasi Palembang berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.2. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : Edukasi Enam Langkah Cuci Tangan

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Mencuci tangan merupakan langkah yang cukup penting untuk
mencegah penyebaran penyakit. Tangan merupakan salah satu jalur
penularan berbagai penyakit seperti penyakit gangguan pencernaan
(diare, muntah) dan berbagai penyakit lainnya.

Tangan merupakan salah satu media penghantar utama masuknya


kuman penyakit ke tubuh manusia. Kontak dengan kuman dapat
terjadi di mana saja, melalui meja, gagang pintu, sendok, dan
sebagainya. Penelitian bahkan menyebutkan bahwa keyboard
komputer di perkantoran, gagang telepon mengandung lebih banyak
kuman dibandingkan di toilet.

Fakta saat ini menunjukkan masih rendahnya kebiasaan mencuci


tangan pakai sabun. Saat penting mencuci tangan yaitu sebelum
makan 14,3%, sesudah buang air besar 11,7%, setelah membersihkan
kotoran bayi 8,9%, sebelum menyuapi anak 7,4% dan sebelum
menyiapkan makanan hanya 6%. Hal ini membuktikan masih belum
adanya kesadaran mencuci tangan guna mencegah penyebaran
penyakit.

Berdasarkan penelitian Rabie dan Curtis (2005) Cuci Tangan Pakai


Sabun (CTPS) dapat menurunkan CTPS menurunkan insiden diare,
menurunkan transmisi ISPA 30% selain itu menurut UNICEF: CTPS
menurunkan 50% insiden Avian. Bersadarkan hal tersebut maka
pentingnya perilaku mencuci tangan pakai sabun dengan baik dan
benar.
Anak – anak merupakan usia yang rentan, termasuk dalam hal
penularan beragam penyakit infeksi. Daya imunitas yang masih
kurang, aktivitas yang lagi banyak, dan banyak hal lainnya membuat
kebugaran fisik mereka masih baik, namun masih rentan. Sehingga
mudah terjangkit beragam penyakit infeksi. Penyakit infeksi paling
banyak ditularkan melalui tangan yang tidak higienis. Peningkatan
kesadaran mengenai metode cuci tangan dan kebiasaannya diharapkan
menjadi langkah sederhana namun bermanfaat yang dapat menambah
kesadaran akan hygiene diri dan akhirnya meningkatkan derajat
kesehatan anak – anak.
Permasalahan Banyak masyarakat, terutama anak – anak yang tidak memahami
bahwa mencuci tangan yang tepat untuk mencegah penularan penyakit
adalah dengan menggunakan sabun, dan masih banyak pula orang
yang belum memahami 6 langkah cuci tangan yang tepat sesuai
dengan anjuran WHO (World Health Organisation). Selain itu,
kesadaran masyarakat untuk menjadikan cuci tangan sebagai bagian
dari kebiasaan dan gaya hidup masih harus ditingkatkan. Untuk itulah
perlu adanya pemberian edukasi bagi masyarakat untuk memahami 6
langkah cuci tangan yang tepat, serta membiasakan diri untuk
melakukannya dalam hidup sehari-hari.
Perencanaan dan Pemberian edukasi dilakukan secara terencana dan dilakukan secara
Pemilihan bersamaan dengan kegiatan vaksinasi Covid-19. Metode yang
Intervensi digunakan adalah penyuluhan aktif, di mana tenaga kesehatan
mendatangi langsung sekolah yang menjadi tempat vaksinasi,
memberikan penyuluhan.
Pelaksanaan Penyuluhan dilaksanakan pada setiap pelaksanaan vaksinasi yang
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening. Para peserta
vaksin diajak untuk mengikuti prosedur 6 langkah cuci tangan yang
dicontohkan sesuai program yang ada. Sebelum penyuluhan
dilaksanakan, dilakukan pendataan pra vaksinasi, skrinning vaksinasi.
Setelah penyuluhan dilaksanakan sesi tanya jawab dilanjutkan dengan
kegiatan vaksinasi.
Monitoring dan Proses penyuluhan berjalan lancar dan diikuti oleh para peserta
Evaluasi dengan sangat antusias. Terbukti dengan saat diminta mengulang
gerakan yang telah dicontohkan, mereka dapat melakukan dengan
baik, serta memahami hal-hal apa saja yang diperlukan untuk
membuat kegiatan mencuci tangan dilakukan secara optimal. Selain
itu, mereka dapat saling melengkapi dan memberi contoh pada
momen – momen apa saja mereka harus mencuci tangan dan dapat
diaplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.2. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : Edukasi 5M pada DBD

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang tersebar luas dirumah-
rumah dan tempat umum diseluruh wilayah Indonesia, kecuali yang
ketinggiannya lebih 1000 meter diatas permukaan laut (Dinkes, Kab.
Karanganyar,2010). Penyakit ini terutama menyerang anak yang
ditandai dengan panas tinggi, perdarahan dan dapat mengakibatkan
kematian serta menimbulkan wabah.

Data dari Depkes RI tahun 2013, hingga pertengahan tahun ini, kasus
demam berdarah terjadi di 31 provinsi dengan penderita 48.905 orang,
376 diantaranya meninggal dunia. Jumlah penderita demam berdarah
pada semester pertama tahun ini menunjukkan kenaikan dibanding
tahun lalu. Sepanjang 2012, Kemenkes mencatat 90.245 penderita.
Tahun 2010 angka kematian mencapai 0,87 persen, pada tahun 2011
meningkat menjadi 0,91 oersen dan sempat menurun tahun 2012
menjadi 0,90 persen dengan total kasus tahun 2012 sebanyak 90.245
penderita, dengan jumlah kematian 816 penderita.
.
Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan masalah
penting pada kesehatan masyarakat di daerah tropis di dunia yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). Satu
nyamuk dapat menjangkiti beberapa orang dalam waktu singkat dan
lebih dari 1 kali. DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di
Surabaya pada tahun 1958 dimana saat itu sebanyak 58 orang
terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia. Mulai saat itu,
penyakit ini pun menyebar luas ke seluruh penjuru Indonesia. Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita Demam Berdarah
di tiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization(WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di
Asia Tenggara. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut, sekitar 95%
terjadi pada anak di bawah 15 tahun 13 Kejadian Luar Biasa terjadi
pada tahun 1998, dimana Departemen Kesehatan RI mencatat
sebanyak 2.133 korban terjangkit penyakit ini dengan jumlah korban
meninggal 1.414 jiwa.

Pencegahan Pengendalian untuk mencegah terjadinya DBD dapat


dilakukan dengan 5M yaitu Menguras tempat-tempat (wadah)
penampungan air, sekurang-kurangnya seminggu sekali, Membunuh
jentik-jentik nyamuk dengan menaburkan pasir, (memasukkan pasir)
Abate ke tempat-tempat penampunan air bersih, Mengganti air pada
vas bunga, dan tanaman, Menutup wadah air minum rapat-rapat, dan
Menimbun barangbarang bekas, sehingga tidak dijadikan sarang
nyamuk.
Permasalahan Adanya peningkatan kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Rawa
Bening dikarenakan bertepatan dengan musim penghujan. Masalah ini
menjadi salah satu hal penting mengingat penyebaran nyamuk aedes
agyepti yang cepat disaat banyak genangan air (terutama saat musim
penghujan). Dengan munculnya kasus DBD, maka dilakukan peberian
edukasi sebagai salah satu upaya pencegahan. Edukasi ini difokuskan
kepada masyarakat yang diwilayah rumah nya terdapat kasus DBD.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi secara lisan yang berisi materi
Pemilihan definisi , penyebab, tanda dan gejala, kriteria, penatalaksanaan dan
Intervensi komplikasi dari DBD setelah itu difokuskan dengan 5M (Menguras,
Mengubur, Menutup, Mengganti, Membunuh). Dilanjutkan dengan
sesi tanya jawab.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli
pelayanan puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi
tentang 5M pada DBD, meliputi :
1. Definisi DBD
2. Penyebab DBD
3. Tanda dan gejala DBD
4. Kriteria DBD
5. Penatalaksanaan DBD
6. Komplikasi DBD
7. 5M
Monitoring dan Edukasi mengenai 5M pada DBD untuk masyarakat di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan tentang 5M dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.2. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : Edukasi bahaya merokok

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dimanapun tempat selalu ditemukan
orang yang merokok baik laki-laki, perempuan, anak kecil, anak
muda, orang tua, status sosial kaya, miskin tanpa terkecuali. Padahal
sebagian besar masyarakat sudah mengetahui bahaya dari merokok
namun pada kenyataannya merokok telah menjadi kebudayaan.

Menurut world Health Organization (WHO), tembakau membunuh


lebih dari 5 juta orang per tahun dan diproyeksikan akan membunuh
10 juta orang sampai tahun 2020. Dari jumlah itu 70% korban berasal
dari negara berkembang yang didominasi kaum laki-laki sebesar 700
juta terutama di Asia. WHO memperkirakan 1,1 miliar perokok dunia
berumumr 15 tahun keatas yaitu sepertiga dari total penduduk dunia.
Indonesia menduduki peringkat ke 5 dalam konsumsi rokok di dunia
setelah China, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia.

Rata-rata perilaku merokok di Indonesia saat ini sebesar (29,3%).


Sementara itu dari total remaja yang disurvey didapatkan 18,3%
remaja pengisap rokok selama 30 hari terakhir , sebanyak 33,9% pada
remaja laki-laki dan 2,5% pada perempuan. Pada tahun 2018,
prevalensi merokok di Provinsi Lampung pada penduduk umur >10
tahun mencapai 28,8%, prevalensi konsumsi tembakau (hisap dan
kunyah) pada penduduk >15 tahun adalah 62,9%. Prevalensi merokok
tahun 2018 pada populasi usia 10-18 tahun mencapai 9,1%. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok adalah tekanan


teman sebaya, berteman dengan perokok usia muda, status sosial
ekonomi rendah, mempunyai orang tua perokok, lingkungan sekolah
yang merokok. Penelitian di Indonesia yang dilakukan oelh Global
Tobacco Youth Survey (GTYS) menunjukkan perilaku merokok
remaja sebesar 66,5% karena lingkungan dan keluarga dan 93,2%
karena faktor media atau melihat iklan rokok di media. Hal ini sejalan
dengan penelitian Trihandini dan Wismanto (2003) menunjukkan
bahwa remaja yang merokok dipengaruhi oleh persepsinya terhadap
gaya hidup modern, gaya hidup moderen ini dipersepsikan oleh teman
teman sekelompoknya yang merasa lebih dewasa jika merokok.
Permasalahan Masalah merokok ini menjadi pekerjaan rumah (PR) untuk semua
masyarakat, secara khusus untuk pelajar. Saat ini jumlah perokok
pelajar sudah hampir 50% populasi Indonesia. Dari ini semua
menjelaskan bahwa banyak faktor yag berpengaruh. Merokok selain
bisa merusak generasi bangsa juga bisa menyebabkan sakit yang tidak
dikehendaki semisal penyakit paru kronis dan mungkin bisa
berkomplikasi sampai kanker paru paru.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian materi secara lisan yang berisikan ttentang
Pemilihan bahaya merokok, dampak lingkungan sekitar hingga komplikasi yang
Intervensi akan timbul di kemudian hari. Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab
kepada peserta.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat kegiatan vaksinasi.
Edukasi diberikan kepada masyarakat yang sedang mengikuti
kegiatan vaksinasi. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang
bahaya merokok, meliputi :
1. Bahaya merokok
2. Dampak lingkungan sekitar
3. Komplikasi dari merokok
Monitoring dan Edukasi mengenai bahaya merokok untuk masyarakat di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan tentang bahaya merokok dan berperan aktif
pada saat diskusi.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.2. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : Edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi
departemen kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan milenium
2015 melalui rumusan visi dan misi Indonesia sehat. Setiap individu
mempunyai hak untuk hidup sehat, kondisi yang sehat hanya dapat
dicapai dengan kemauan dan keinginan yang tinggi untuk sehat serta
merubah perilaku tidak sehat menjadi perilaku hidup sehat. Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan perilaku yang dilakukan
setiap individu dengan kesadaran diri sendiri untuk meningkatkan
kesehatannya dan berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan yang
sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat harus diterapkan kapan saja dan
dimana saja, termasuk di dalam lingkungan sekolah.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah adalah


sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan
masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan
lingkungan sehat. PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam
Indonesia Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
beban negara dan masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.

Pandemi COVID-19 masih belum berakhir, namun kebutuhan untuk


melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas sangat diperlukan,
sehingga kekhawatiran terjadinya learning loss bisa dihindari.
Pembelajaran tatap muka terbatas sebaiknya dilakukan dengan
penerapan protokol kesehatan yang ketat, salah satunya dengan
menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah.
Munculnya sebagian penyakit yang sering menyerang anak usia
sekolah, ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Pembiasaan
perilaku hidup bersih dan sehat menjadi kunci keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas. Oleh karena itu,
penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak.
10 PHBS di Sekolah yaitu :
a. Mencuci Tangan Pakai Sabun
b. Memakai Masker
c. Menjaga Jarak
d. Membuang sampah pada tempatnya
e. Menggunakan Jamban Sehat
f. Menggosok gigi dengan benar
g. Menggunakan air bersih
h. Meminum obat cacing secara berkala
i. Melakukan aktivitas fisik
j. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang
Permasalahan Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan
Langkah yang baik dalam upaya pencegahan penyakit. Namun, dalam
kehidupan sehari - hari, penerapan PHBS yang kesannya sederhana
tidak selalu mudah dilakukan. Saat ini banyak penyebaran penyakit
yang timbul akibat sulitnya penerapan PHBS terutama pada anak-
anak.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai Perilaku Hidup Bersih
Pemilihan dan Sehat di tatanan Rumah Tangga. Adapun materi yang
Intervensi disampaikan, meliputi : pengertian, tata cara, tujuan, dampak positif
dan negatif penerapan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) serta
apa saja yang termasuk dalam pola hidup bersih dan sehat di tatanan
Rumah Tangga.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat poli pelayanan. Edukasi
diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli pelayanan
puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang PHBS,
meliputi :
1. Pengertian PHBS
2. Tata cara PHBS
3. Tujuan PHBS
4. Dampak positif dan negatif PHBS
5. Penerapan PHBS
6. Apa saja yang termasuk PHBS dalam tatanan Rumah Tangga
Monitoring dan Edukasi mengenai PHBS dalam tatanan Rumah Tangga untuk
Evaluasi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan baik
dan lancar. Peserta menyimak dengan baik penjelasan tentang PHBS
dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.2. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Lingkungan
Topik : Edukasi Jamban Sehat

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada jamban
keluarga merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan
prioritas. Fasilitas jamban keluarga dimasyarakat terutama dalam
pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta
masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan
perilaku,tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab


utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita,
penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80%
dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi
kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001).

Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat


darisemakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang
berkaitan dengan masalah jamban keluarga yang masih rendah,
perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur
cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum
memenuhi syarat kesehatan, serta perilaku masyarakat yang belum
mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.

Para ahli kesehatan masyarakat sebetulnya sudah sangat sepakat


dengan kesimpulan H.L. Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi
terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang
berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang
lain.
Permasalahan Penerapan Hidup bersih dan sehat sangat penting untuk menciptakan
bangsa yang sehat. Oleh karena itu, perlunya penerapan pola hidup
bersih dan sehat sejak dini, termasuk penggunaan jamban yang tepat.
Mengingat di beberapa daerah di Indonesia masih banyak terdapat
keterbatasan, baik dalam hal; penyediaan jamban sehat, pemeliharaan
kebersihan jamban, maupun pemanfaatan jamban sehat oleh
masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat, maka perlu
dilakukan edukasi mengenai jamban sehat.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai Jamban Sehat. Adapun
Pemilihan materi yang disampaikan, meliputi : pengertian, kriteria, tujuan,
Intervensi dampak positif dan negatif, serta tata cara menjaga jamban sehat. .
Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat pelaksanaan vaksinasi.
Edukasi diberikan kepada guru sekolah yang membantu kegiatan
vaksinasi disekolah. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang
jamban sehat, meliputi :
1. Pengertian jamban sehat
2. Kriteria jamban sehat
3. Tujuan jamban sehat
4. Dampak positif dan negatif jamban sehat
5. Tata cara menjaga jamban sehat
Monitoring dan Edukasi mengenai Jamban Sehat untuk sekolah di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan tentang Jamban Sehat dan berperan aktif pada
diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.3. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Topik : Antenatal Care

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Antenatal Care (ANC) merupakan komponen pelayanan kesehatan ibu
hamil terpenting untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
Dengan ANC perkembangan kondisi ibu hamil setiap saat akan
terpantau dengan baik dan pengetahuan tentang persiapan melahirkan
akan bertambah. Cakupan ANC dipantau melalui ANC baru ibu hamil
ke-1 sampai kunjungan ke-4 dan pelayanan ANC sesuai standar
paling sedikit empat kali (K4).

Ketidakpatuhan dalam pemeriksaan ANC dapat menyebabkan tidak


dapat diketahuinya berbagai macam kehamilan risiko tinggi yang
dapat mempengaruhi keberlangsungan kehamilan atau komplikasi
hamil sehingga tidak segera dapat diatasi yang akan mengakibatkan
Angka Kematian Ibu (AKI) meningkat. AKI di Indonesia masih
tinggi, berdasarkan hasil laporan SDKI pada tahun 2012, terdapat 359
per 100.000 kelahiran hidup yang jauh dari target MDGs 2015 sebesar
102 per 100.000 kelahiran hidup.

Pelayanan antenatal ini bertujuan untuk mencegah adanya komplikasi


obstetri bila mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi
sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk.,
2002). Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu
hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post
partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental.

Saat ini pandemi COVID-19 sedang menguji ketahanan sistem


pelayanan kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia.
Kemampuan dalam merespons secara cepat dan tepat menjadi kunci
agar kita dapat melalui krisis ini dengan baik (Hasugian et al., 2021).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rentan terhadap risiko
terinfeksi COVID–19 dikarenakan pada masa kehamilan ini terjadinya
perubahan fisiologi yang mengakibatkan penurunan kekebalan parsial
dan dapat menyebabkan dampak yang serius bagi ibu hamil itu
sendiri. Dimasa pandemi Pemeriksaan kehamilan tentu akan
mengalami kendala, akan tetapi dapat dilakukan selama ibu hamil dan
petugas kesehatan menerapkan protokol kesehatan COVID–19 selama
asuhan pemeriksaan kehamilan (Pitale, 2020). Oleh karena itu, di
masa pandemi ini, ibu hamil perlu mengetahui cara melindungi diri
dengan benar.

Keadaan akan semakin diperparah jika ibu hamil masih berada pada
usia muda yakni hamil di usia kurang dari 20 tahun. Begitu banyak
bahaya yang mungkin akan timbul dikarenakan wanita yang hamil
diusia kurang dari 20 tahun masih berada dalam masa pertumbuhan
sehingga antara janin dan ibunya sendiri dapat terjadi kompetisi
makanan, hal tersebut bisa memicu terjadinya Kekurangan Energi
Kronik (KEK), anemia, kelahiran prematur serta prematur. Untuk
mencegah hal tersebut kunjungan ANC harus dilakukan secara rutin
guna mendeteksi sedari dini kelainan dimasa kehamilan yang dapat
berbahaya bagi kesehatan serta keselamatan ibu dan janin dalam
kandungannya.
Permasalahan Di Masa pandemi COVID-19 ini, ibu hamil sangat rentan untuk
terkena infeksi dikarenakan selama kehamilan akan terjadi penurunan
imunitas dalam melawan penyakit. Selain itu, angka kematian ibu
juga mengalami peningkatan sehingga ANC ini harus tetap dilakukan
untuk memantau kelainan dan deteksi dini selama kehamilan dengan
tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Perencanaan dan Akan dilakukan ANC pada ibu hamil dengan melakukan pengukuran
Pemilihan berat badan, tinggi badan, LILA, tekanan darah. setelah dilakukan
Intervensi pengukuran tersebut maka pasien akan dilakukan pemeriksaan
leopold. Setelah dilakukan pemeriksaan, jika terdapat permasalahan
maka akan dilanjutkan dengan konsultasi.
Pelaksanaan Kegiatan diawali dengan pengukuran BB, TB, LILA, tekanan darah
setelah itu dilakukan pemeriksaan leopold dan dilanjutkan dengan
konsultasi terutama jika pasien memiliki permasalahan dalam
kehamilannya. Setelah selesai pasien diberikan makanan tambahan
berupa susu ibu hamil dan biskuit. Kegiatan berjalan dengan lancar
dan baik. Partisipasi peserta juga tinggi dalam mengikuti kegiatan ini.
Monitoring dan Dalam kegiatan ini ibu hamil harus selalu melakukan ANC minimal 4
Evaluasi kali dalam kehamilannya (1 kali pada trisemester 1, 1 kali pada
trisemester 2 dan 2 kali pada trimester 3) sehingga deteksi
permasalahan dalam kehamilan dapat diketahui sesegera mungkin.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.3. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Topik : Screening Triple Eliminasi pada Ibu Hamil

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Penyakit menular seperti infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B adalah
penyakit yang dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi ke anaknya
selama kehamilan, persalinan, dan menyusui. Hal ini dapat
menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian, sehingga
berdampak buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak. Namun
demikian, hal ini dapat dicegah dengan intervensi sederhana dan
efektif berupa deteksi dini (skrining) pada saat pelayanan antenatal,
penanganan dini, dan imunisasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


52 Tahun 2017, infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak lebih
dari 90% tertular dari ibunya. Prevalensi infeksi HIV, Sifilis dan
Hepatitis B pada ibu hamil berturut-turut 0,3%, 1,7% dan 2,5%.
Risiko penularan dari ibu ke anak untuk HIV adalah 20%-45%, untuk
Sifilis adalah 69-80%, dan untuk Hepatitis B adalah lebih dari 90%.
Sedangkan jumlah kasus infeksi HIV/AIDS dan Sifilis di Provinsi
Lampung pada tahun 2015 sebanyak 187 kasus pada wanita dewasa
dan terdapat 23 kasus positif pada anak usia < 15 tahun.

Mengenai eliminasi penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke


anak maka diperlukan skrinning pada ibu hamil. Hal ini dilakukan
untuk upaya memutus rantai penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B
melalui eliminasi penularan. Upaya eliminasi penularan HIV, Sifilis
dan Hepatitis B dilakukan secara bersama-sama karena infeksi HIV,
Sifilis, dan Hepatitis B memiliki pola penularan yang relatif sama,
yaitu ditularkan melalui hubungan seksual, pertukaran/kontaminasi
darah, dan secara vertikal dari ibu ke anak. Eliminasi Penularan HIV,
Sifilis, dan Hepatitis B bersama- sama atau yang sering disebut “tripel
eliminasi” ini dilakukan untuk memastikan bahwa sekalipun ibu
terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B sedapat mungkin tidak
menular ke anaknya.
Permasalahan Penyakit menular seperti HIV, Sifilis serta Hepatitis B terkadang
sering tidak mempunyai gejala klinik (asimptomatik) sehingga jarang
pasien terutama ibu hamil datang ke pelayanan kesehatan unuk
memeriksakan kesehatannya. Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
pada anak dari Ibu yang terinfeksi berdampak pada kesakitan,
kecatatan, kematian dan memerlukan pelayanan kesehatan jangka
panjang dengan beban biaya yang besar.
Perencanaan dan Akan dilakukan kegiatan berupa pemberian edukasi tentang triple
Pemilihan eliminasi pada ibu hamil yaitu HIV, Sifilis serta Hepatitis B. Selain itu
Intervensi pasien juga akan dilakukan kadar hemoglobinnya. Setelah itu akan
dilanjutkan dengan ANC terpadu.
Pelaksanaan Kegiatan diawali dengan pengukuran BB, TB, LILA, tekanan darah
setelah itu dilakukan pemeriksaan leopold dan cek kadar
hemoglobinnya. Dilanjutkan dengan konsultasi terutama jika pasien
memiliki permasalahan dalam kehamilannya. Pasien diberikan
edukasi tentang triple eliminasi ibu hamil yaitu HIV, Sifilis serta
Hpeatitis B dari definisi hingga pencegahan. Kegiatan berjalan dengan
lancar dan baik.
Monitoring dan Edukasi mengenai triple eliminasi ibu hamil di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan tentang triple eliminasi dan berperan aktif
pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :
Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.3. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Topik : Kontrasepsi

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) adalah program pembatasan
jumlah anak yakni dua untuk setiap keluarga. Program tersebut
berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan
kehidupannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memungkinkan
wanita untuk merencanakan kehamilan sebagai hak reproduksi
sehingga dapat menghindari kehamilan pada umur atau jumlah
persalinan yang membawa bahaya tambahan dengan cara menurunkan
kesuburan.

Menurut WHO (World Health Organisation), KB adalah tindakan


yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertentu, untuk menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu
saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, menentukan
jumlah anak dalam keluarga. Menurut data WHO setiap tahun lebih
dari 600.000 wanita meninggal akibat komplikasi kehamilan saat
melahirkan, 99% kematian terjadi di negara berkembang. Pencegahan
dan penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu alasan
diperlukannya pelayanan keluarga berencana.

Penguatan pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu


upaya penting untuk mendukung percepatan penurunan angka
kematian ibu. Data menunjukkan bahwa cakupan kesertaan KB aktif
atau Contraceptive Prevalence Rate hanya meningkat 0,5% dari
57,4% (SDKI 2012) menjadi 57,9%, angka kehamilan pada remaja
atau Age Specific Fertility Rate 15-19 tahun masih tinggi, yaitu
48/1000 perempuan usia 15-19 tahun. Belum optimalnya indikator-
indikator yang tercapai tersebut berkontribusi pada stagnannya Total
Fertility Rate dan berdampak pada tingginya angka kematian ibu di
Indonesia.
Untuk meningkatkan pelayanan keluarga berencana tersebut
pemerintah membentuk suatu badan yang khusus menangani hal
tersebut yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Melalui badan inilah program-program keluarga
berencana dilaksanakan di tiap daerah-daerah di Indonesia baik di
pedesaan maupun di kota-kota di seluruh Indonesia yang kegiatannya
dilaksanakan oleh petugas-petugas kesehatan yang bekerjasama
dengan masyarakat (Hartanto, 2004).

Sebagai petugas kesehatan, dalam memberikan pelayanan keluarga


berencana kepada masyarakat tentu harus memperkenalkan atau
mempromosikan beberapa metode kontrasepsi. Komponen dalam
pelayanan KB yang dapat diberikan adalah KIE (Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi), konseling, pelayanan kontrasepsi (PK),
pelayanan infertilitas, pendidikan seks, konsultasi pra-perkawinan dan
konsultasi perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan, adopsi
(Hanafi Hartanto, 2004). Secara pendekatan sosioekonomi
pengontrolan kelahiran penting untuk meningkatkan kualitas hidup
dan memberi efek yang positif terhadap kebahagian keluarga juga
lingkungan sekitar (Cunningham, 2005).
Permasalahan Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia sudah diatas rata-rata
penggunaan kontrasepsi di ASEAN yaitu 61% dan pencapaian utama
berasal dari puskesmas sebesar 97,5%. Permasalahan yang muncul
adalah sebagian besar masyarakat hanya mengetahui metode
kontrasepsi berupa pil dan suntik. Masyarakat belum banyak
mengetahui informasi metode kontrasepsi lain.
Perencanaan dan Akan dilakukan kegiatan berupa pemberian edukasi tentang tujuan
Pemilihan dan fungsi KB, serta metode kontrasepsi apa saja yang dapat
Intervensi digunakan.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada pasien Ibu hamil yang ingin mengetahui
tentang kontrasepsi dan sedang berobat di poli pelayanan. Selanjutnya
dilakukan edukasi tentang Kontrasepsi, meliputi :
1. Tujuan dan fungsi KB
2. Jenis – jenis metode kontrasepsi yang dapat digunakan
Monitoring dan Edukasi mengenai kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Rawa
Evaluasi Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan tentang kontrasepsi dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.3. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Topik : Pentingnya konsumsi tablet Fe selama kehamilan

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu hamil disebabkan oleh
kehamilan, persalinan, nifas, dan bukan karena sebab lain misalnya
kecelakaan, terjatuh, dll untuk setiap 100.000 kelahiran hidup
(Kemenkes RI, 2015). Menurut SDKI (2012), Indonesia didalam
jumlah Kematian Ibu, 359 per 100.000 kelahiran hidup, hal
disebabkan oleh Penyebab langsung antara lain komplikasi
perdarahan yang bisa terjadi selama masa kehamilan, eklamsia,
infeksi, nifas, partus macet, emboli, dll, sedangkan untuk penyebab
tidak langsung antara lain yaitu gangguan pada masa kehamilan
contohnya seperti kekurangan energi protein, kekurangan energi
kronis, dan anemia (Depkes RI, 2013).

Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di


negara sedang berkembang. Menurut WHO pada tahun 2005, terdapat
anemia dalam kehamilan sebanyak 55% di seluruh dunia. Berdasarkan
Riskesdas 2013, terdapat37,1% ibu hamil anemia,yaitu ibuhamil
dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang
hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan
(37,8%). Di Indonesia, 63,5 % ibu hamil dengan anemia. Ibu hamil
dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3% berupa anemia defisiensi
besi (ADB) (WHO,2005).

Menurut Riskesdas 2013 sekitar 89,1% ibu mengkonsumsi zat


besiselama kehamilan namun hanya33,3% yang mendapatkan tablet
besi hingga lebih dari 90 tablet. Pemberian tablet besi ini diharapkan
dapat mencegah terjadinya anemia defisiensi besi pada ibu hamil,
mencegah terjadinya perdarahan pada saat persalinan, dapat
meningkatkan asupan nutrisi bagi janin dan dapat menurunkan angka
kematian ibu karena anemia ataupun perdarahan (Kemenkes,2013).
Permasalahan 1. Sebagian ibu hamil masih belum sadar tentang pentingnya
mengkonsumsi tablet FE selama kehamilan
2. Banyak keluhan dari efek samping tablet FE seperti mual sehingga
banyak ibu hamil yang enggan meminum.
3. Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya anemia pada ibu hamil
dan pentinya skrining awal anemia pada kehamilan.
Perencanaan dan Akan dilakukan kegiatan berupa pemberian edukasi tentang definisi
Pemilihan anemia, bahaya anemia pada saat kehamilan, pentingnya konsumsi
Intervensi tablet Fe pada saat kehamilan.

Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.


Edukasi diberikan kepada pasien Ibu hamil tentang pentingnya
konsumsi tablet Fe pada saat kehamilan dan sedang berobat di poli
pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi, meliputi :
1. Definisi anemia
2. Bahaya anemia pada saat kehamilan
3. Pentingnya konsumsi tablet Fe saat kehamilan
Monitoring dan Edukasi mengenai pentingnya konsumsi tablet Fe saat kehamilan di
Evaluasi wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar.
Peserta menyimak dengan baik penjelasan yang diberikan dan
berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022


Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.3. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Topik : Imunisasi pada Balita
dr. Nabila Ulfiani
Latar Belakang Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan obat vaksin ke dalam tubuh, agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Manfaat
imunisasi :
1. Bagi anak Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Bagi keluarga Menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukkan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa
kanak-kanak yang nyaman.
3. Bagi negara Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Lima jenis vaksin imunisasi yang wajib diberikan pada setiap bayi dan
balita di Indonesia adalah :
1. BCG : Imunisasi BCG adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah penyakit TBC berat. TBC berat contohnya TBC pada
selaput otak, TBC milier pada seluruh lapang paru, atau TBC
tulang. - Pemberiannya adalah 1 kali pada bayi usia 0-2 bulan,
diberikan secara intradermal.
2. Hepatitis B : Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. - Pemberian dilakukan
3 dosis melalui intramuscular.
3. Polio - Imunisasi polio merupakan imunisasi untuk mencegah
penyakit polio atau lumpuh layu. - Imunisasi polio dapat diberikan
secara oral atau suntikan intramuscular. Pemberiannya sebanyak 4
dosis.
4. DPT : Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit difteri, pertussis,
dan tetanus. - Frekuensi pemberian DPT adalah 3 dosis secara
intramuscular.
5. Campak - Imunisasi campak adalah imunisasi untuk mencegah
infeksi campak. - Pemberiannya secara intramuskuler, sebanyak 1
dosis pada anak usia di atas 9 bulan.
Permasalahan Beberapa masalah dan isu yang salah tentang pemberian imunisasi :
1. Beredar isu bahwa vaksin imunisasi mengandung lemak babi.
Pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 - 20 tahun
lalu, proses panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan
tripsin pancreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari
persemaiannya. Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa
vaksin tersebut dapat dipakai, selama belum ada penggantinya.
2. Orang tua khawatirakan efek samping imunisasi berupa demam,
bengkak, nyeri, dan kemerahan. Demam, nyeri, kemerahan,
bengkak, gatal di bekas suntikkan adalah reaksi wajar setelah
vaksin masuk ke dalam tubuh. Umumnya keluhan tersebut akan
hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi obat turun panas dan
dikompres. Bila perlu dapat dilakukan konsultasi kepada petugas
kesehatan yang telah memberikan imunisasi untuk mendapat
penjelasan, pertolongan atau pengobatan.
3. Pendapat bahwa ada cara lain yang dapat menggantikan imunisasi
untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap penyakit. ASI,
nutrisi, suplemen herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat
pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk
kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya.
Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan spesifik
(antibodi) terhadap kuman, virus atau racun kuman tertentu.
Setelah antibody terbentuk, vaksin akan bekerja lebih cepat,
efektif, dan efisien untuk mencegah penularan penyakit yang
berbahaya.
Perencanaan dan Dalam upaya promosi kesehatan, yaitu melakukan intervensi dalam
Pemilihan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
Intervensi pentingnya imunisasi pada balita, dilakukan rencana pemberian
edukasi. Sasaran peserta adalah ibu yang mempunyai bayi dan balita.
Edukasi dilakukan dengan memberikan pengarahan tentang
pentingnya imunisasi bagi bayi dan balita, serta bahayanya bila tidak
melakukan imunisasi. Setelah pemberian edukasi direncanakanakan
dilakukan diskusi.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada ibu yang memiliki balita dan sedang
berobat di poli pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi tentang
Imunisasi, meliputi :
1. Pengertian imunisasi
2. Manfaat imunisasi
3. Bahaya bila tidak melakukan imunisasi
4. Efek samping imunisasi dan cara mengatasinya
Monitoring dan Edukasi mengenai imunisasi balita untuk pada Ibu yang mempunyai
Evaluasi bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan
baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik penjelasan tentang
imunisasi dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.4. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik : Pengukuran BB dan TB pada Balita
dr. Nabila Ulfiani
Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan
tingkat kesehatan antara pertumbuhan fisik dan perkembangan mental
seseorang. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat
gizi optimal terpenuhi. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung, salah satunya pengukuran antropometri.
praktek-praktek yang tidak tepat merupakan hambatan yang signifikan
terhadap pencapaian gizi optimal. Masalah status gizi dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling memengaruhi secara kompleks.
Menurut teori Hl Blum derajat Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, genetik dan dari faktor layanan
Kesehatan.
Berdasarkan data UNICEF menunjukkan pada tahun 2012
diperkirakan 25% atau 162 juta anak-anak diseluruh dunia mengalami
malnutrisi, sedangkan di Indonesia terdapat 36% balita yang
mengalami malnutrisi. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk mulai
meningkat pada usia 6-11 bulan dan mencapai puncaknya pada usia
12-23 bulan dan 24-35 bulan.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan


Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pengembangan
kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh
kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem
pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti posyandu
dapat dilakukan secara efektif dan efisien, dan dapat menjangkau
semua sasaran yang membutuhkan pelayanan, salah satunya adalah
layanan tumbuh kembang anak.

Semua informasi atau data yang diperlukan untuk


pemantauan pertumbuhan balita, pada dasarnya bersumber dari
data berat badan hasil penimbangan balita bulanan yang diisikan ke
dalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidaknya (T). Tiga bagian
penting dalam pemantauan pertumbuhan adalah: ada kegiatan
penimbangan yang dilakukan terus menerus secara teratur, ada
kegiatan mengisikan data berat badan anak ke dalam KMS, serta ada
penilaian naik atau turunnya berat badan anak sesuai dengan arah
garis pertumbuhannya.

Prevalensi gizi buruk di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun ke tahun


terus mengalami penurunan, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2018
mengalami kenaikan dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2014
jumlah kasus gizi buruk di Sumatera Selatan sebanyak 276 orang,
turun menjadi 162 orang pada tahun 2015 lalu naik menjadi 248 orang
pada tahun 2016 dan naik kembali menjadi 277 orang pada tahun
2017 dan naik lagi menjadi 313 orang pada tahun 2018. Pada tahun
2018 jumlah kasus gizi buruk tertinggi terjadi di kabupaten OKU
Timur sebanyak 95 orang, kabupaten Muara Enim 30 orang dan
kabupaten Musi Rawas sebanyak 28 orang, sedangkan jumlah kasus
gizi buruk yang terendah terdapat di kota Palembang sebanyak 1
orang dan kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 2 orang dan kab.
OKU serta kota Lubuk Linggau masing-masing sebanyak 3 orang,
sedangkan di kabupaten Musi Rawas Utara tidak ada laporan kasus
gizi buruk (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2020)
Permasalahan Di era pandemi COVID-19 berisiko untuk menurunkan capaian
pelayanan anak balita di posyandu tahun 2022 dikarenakan adanya
aturan untuk mengurangi kegiatan berkumpul. Selain itu, masih ada
beberapa anak yang orang tuanya tidak mengikuti kegiatan posyandu
secara rutin.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai pentingnya kegiatan
Pemilihan posyandu rutin tiap bulannya untuk memantau pertumbuhan dan
Intervensi perkembangan balita , pertumbuhan dan perkembangan yang normal
pada bayi dan anak serta grafik pertumbuhan seperti apa yang
diharapkan dimiliki oleh setiap anak di Indonesia. Setelah itu akan
dilakukan pengukuran BB, TB, LILA serta lingkar kepala. Jika ada
indikator status gizi yang tidak normal maka akan dilakukan
konseling.

Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat poli pelayanan. Edukasi


diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli pelayanan
puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang Gizi,
meliputi :
1. Pentingnya mengikuti kegiatan posyandu
2. Gizi seimbang untuk balita
Monitoring dan Edukasi mengenai “pentingnya mengikuti posyandu” untuk
Evaluasi masyarakat yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Rawa
Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan yang diberikan dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.4. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik : Pengukuran BB dan TB pada Remaja

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Usia remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
sosioemosional yang penting. Pertumbuhan fisik terjadi secara cepat
pada usia remaja. Oleh karena itu, usia remaja merupakan waktu yang
tepat untuk mengejar pertmbuhan tinggi badan. Perbaikan status gizi
anak dan remaja dapat meningkatkan pertumbuhan mental dan
kognitif sehingga memiliki dampak yang luas tidak hanya untuk
meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga mempengaruhi
pertumbuhan dan produktivitas generasi yang akan datang.

Malnutrisi pada anak dan remaja menjadi masalah yang global, baik
di negara maju maupun negara berkembang. Masalah utama
kesehatan masyarakat pada golongan usia remaja yaitu defisiensi
gizi, pertumbuhan linier yang tidak optimal, serta kelebihan berat
badan. Begitu pula dengan Indonesia, yang juga mengalami
double burden malnutrition (masalah gizi ganda) dalam beberapa
dekade terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas di Indonesia
meningkat dalam dua dekade terakhir, tidak hanya pada orang
dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Kejadian obesitas
lebih banyak terjadi pada anak laki - laki dibandingkan perempuan,
tetapi terjadi sebaliknya pada kelompok remaja dan dewasa.
Prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi pada daerah perkotaan
dengan pendidikan dan pendapatan yang tinggi. Proporsi overweight
dan obesitas pada remaja mengalami peningkatan berturut - turut
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, 2013, dan 2018.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 31,8%
wanita usia subur berusia 15-49 tahun di Indonesia berisiko
mengalami Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas
(LILA) kurang dari 23,5 cm.

Masalah gizi pada anak dan remaja dapat berpengaruh pada status gizi
di masa dewasa apabila tidak teratasi dengan baik .Kekurangan gizi
pada masa anak dan remaja dikaitkan dengan risiko terjadinya
penyakit tidak menular pada masa dewasa, seperti kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan
diabetes. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 41 Tahun 2014 mengenai
Pedoman Gizi Seimbang untuk mencegah berbagai masalah gizi di
Indonesia. Adapun Pedoman Gizi Seimbang meliputi panduan
makan, beraktivitas fisik, hidup bersih, dan memantau berat badan
secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal.

Pemantauan status gizi remaja diperlukan dalam rangka


memertahankan status gizi normal untuk mencegah masalah gizi
pada masa dewasa. Pengukuran antropometri merupakan salah satu
cara metode pemantauan status gizi, dengan menggunakan
pengukuran berbagai dimensi tubuh manusia pada tingkat umur
dan gizi yang berbeda. Pengukuran antromometri merupakan cara
pemantauan status gizi yang sederhana dan relatif mudah
dilakukan, serta tidak membutuhkan tenaga yang benar-benar ahli.
Di samping itu, peralatan untuk pengukuran antropometri juga
murah. Dengan demikian, pengukuran status gizi antropometri
dapat dilakukan secara luas dengan pemberdayaan masyarakat
sehingga dapat dilakukan pemantauan status gizi secara mandiri.
Permasalahan Remaja sangat rentan terkena permasalahan gizi, baik gizi kurang
maupun gizi lebih sehingga dengan adanya kegiatan ini dapat
memantau pertumbuhan gizi remaja. Di era pandemi COVID-19 ini
segala aktivitas yang melibatkan perkumpulan sudah sangat dibatasi
hal tersebut menjadi kendala dalam melakukan pengukuran
antropometri pada remaja.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai status gizi terutama
Pemilihan pada remaja, cara mengukurnya serta kriteria-kriteria anak dengan
Intervensi statu gizi kurang, normal, overweight dan gizi lebih. setelah dilakukan
pemberian edukasi akan dilanjutkan dengan pengukuran TB, BB serta
LILA dan akan dinilai bagaimana status gizi anak tersebut. Setelah
itu, remaja dengan status gizi yang bermasalah akan dilakukan
konseling edukasi mengenai status gizi remaja tersebut.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat poli pelayanan. Edukasi
diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli pelayanan
puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang Gizi,
meliputi :
1. Pentingnya memperhatikan status gizi
2. Gizi seimbang untuk remaja
Monitoring dan Edukasi mengenai “pentingnya pemantauan status gizi remaja” di
Evaluasi wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar.
Peserta menyimak dengan baik penjelasan yang diberikan dan
berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.4. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik : Edukasi mengenai makanan gizi seimbang

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Pengertian ilmu gizi menurut Gutrie (2010) prinsip-prinsip Gizi Dasar
(basic principle Nutrition) adalah ilmu yang mempelajari makanan,
zat gizi,proses pencernaan, metabolisme dan penyerapan dalam tubuh,
fungsi serta akibat atau kelebihan zat gizi bagi tubuh. Definisi lengkap
Ilmu Gizi yang merupakan modifikasi dari National Academy of
Sciences (1994) oleh organisasi profesi yang berkaitan dengan gizi
pada Seminal pengembangan Ilmu Gizi pada tahun 2000, yaitu ilmu
yang bagi mempelajari zat-zat dari pangan yang bermanfaat bagi
kesehatan dan proses yang terjadi pada pangan sejak dikonsumsi,
dicerna, diserap, sampai dimanfaatkan tubuh serta dampaknya
terhadap pertumbuhan, perkembangan dam kelangsungan hidup
manusia serta faktor yang mempengaruhinya ( Hardiansyah dan
Victor dalam WKNPG VIII,2004).

Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat gizi
dibanding anak balita. Diperlukan tambahan energi, protein, kalsium,
fluor, zat besi, sebab pertumbuhan sedang pesat dan aktivitas kian
bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, anak
seusia ini membutuhkan 5 kali waktu makan, yaitu makan pagi
(sarapan), makan siang, makan malam, dan 2 kali makan selingan.
Perlu ditekankan pentingnya sarapan supaya dapat berpikir dengan
baik dan menghindari hipoglikemi. Bila jajan harus diperhatikan
kebersihan makanan supaya tidak tertular penyakit tifoid, disentri, dan
lain - lain.

Anak sekolah sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan


seorang anak oleh karena itu diperlukan asupan makanan yang
mengandung gizi seimbang, agar proses tersebut tidak terganggu.
Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah
juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana
yang dia sukai. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila
tubuh memperoleh cukup zatzat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi
mungkin. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Permasalahan Gizi menjadi masalah yang penting bagi anak sekolah, karena gizi
yang baik bisa membantu mencerdaskan anak. Anak yang kekurangan
gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang dapat menganggu
proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya pikir
anak juga akan kurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal.
Oleh karena itu, pengetahuan mengenai makanan gizi seimbang
sangat perlu diberikan kepada orang tua.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai pengertian makanan
Pemilihan gizi seimbang, jenis makanan gizi seimbang, contoh makanan gizi
Intervensi seimbang dan makanan berserat tinggi.

Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat poli pelayanan. Edukasi


diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli pelayanan
puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang Gizi,
meliputi :
1. Pengertian makanan gizi seimbang
2. Jenis makanan gizi seimbang
3. Contoh makanan gizi seimbang
4. Makanan berserat tinggi
Monitoring dan Edukasi mengenai “gizi seimbang” di wilayah kerja Puskesmas Rawa
Evaluasi Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan yang diberikan dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.4. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik : Edukasi mengenai pengaturan diet pada Hipertensi

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum
ditemukan dan merupakan penyebab utama dari morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia. Di dunia penyakit ini mempengaruhi
sekitar 20% populasi dewasa. Berdasarkan informasi dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, hipertensi masih
merupakan tantangan besar di Indonesia, dimana penyakit ini sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.Kriteria hipertensi yang
digunakan merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu
pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg.

Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan cara farmakologis dan


non farmakologis. Terapi farmakologis tentu saja dilakukan dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi. Sedangkan terapi non
farmakologis dapat dilakukan salah satunya dengan caramodifikasi
gaya hidup. Salah satu cara untuk melakukan modifikasi gaya hidup
pada penderita hipertensi adalah dengan pengaturan makan.Yang
banyak dianut adalah dengan diet DASH (Dietary Approaches to Stop

Hypertension). 

Diet DASH ini merekomendasikan pasien hipertensi banyak


mengkonsumsi buah-buahan, sayuran dan produk susu rendah
lemak.Diet ini kaya akan kalium, magnesium, kalsium dan serat serta
memiliki kadar lemak total, lemak jenuh dan kolesterol yang rendah.
Diet DASH mampu menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 5,5
mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 3 mmHg.
Permasalahan Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi hipertensi
di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun
adalah sebesar 25,8%. Sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di
masyarakat tidak terdiagnosis. Hipertensi juga sering dijuluki
sebagai silent disease karena secara visual penyakit ini tidak tampak
mengerikan namun dapat mengancam jiwa penderitanya atau paling
tidak mengurangi kualitas hidup penderita hipertensi. Kurangnya
pengetahuan masyarakat akan hipertensi menyebabkan masyarakat
jarang untuk memeriksakan tekanan darahnya serta tidak mengetahui
hal – hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mempertahankan dan
menurunkan tekanan darahnya. Masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui dan tidak mau untuk bertanya ataupun tidak waspada
terhadap komplikasi yang dapat disebabkan oleh hipertensi ini.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai pengaturan pola makan
Pemilihan pada pasien penderita hipertensi, meliputi makanan – makanan yang
Intervensi baik dikonsumsi maupun yang harus dihindari.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan saat poli pelayanan. Edukasi
diberikan kepada masyarakat dan sedang berobat di poli pelayanan
puskesmas. Selanjutnya dilakukan pemberian edukasi tentang Gizi,
meliputi :
1. Pengaturan pola makan
2. Makanan yang bisa dikonsumsi
3. Makanan yang harus dihindari
Monitoring dan Edukasi mengenai “pengaturan pola makan pada penderita hipertensi
Evaluasi (DASH)” di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan
lancar. Peserta menyimak dengan baik penjelasan yang diberikan dan
berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.4. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Topik : Edukasi mengenai pentingnya ASI eksklusif

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) ialah makanan pilihan utama untuk bayi dan
merupakan makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena
mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Perlu diketahui,
komposisi zat gizi di dalam ASI demikian sempurna untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi sesuai tahapan tumbuh kembang bayi, bahkan
untuk bayi yang lahir prematur sekalipun. Pemberian ASI merupakan
satu-satunya jalan yang paling baik untuk mengeratkan hubungan
antara ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan
bayi yang normal terutama pada bulan pertama kehidupannya.
Pemberian ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam bulan
disebut menyusui secara eksklusif.

UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia


dan 10 juta kematian anak Balita didunia pada tiap tahunnya, bisa
dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif
selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus
memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi.
UNICEF juga menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan
oleh Jurnal Pediatrik pada tahun 2006 ini, terungkap data bahwa bayi
yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan untuk meninggal
dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih
tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif.
Permasalahan Meskipun manfaat memberikan ASI Eksklusif dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas,
namun kesadaran ibu untuk memberikan ASI Eksklusif di Indonesia
baru sebesar 14% saja, itu pun diberikan hanya sampai bayi berusia 4
bulan, Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah
dua tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat
diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh sebab itu
sudah sewajarnya ASI eksklusif dijadikan sebagai prioritas program di
negara berkembang ini. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI,
cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara
agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor
penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua didalam
memberikan ASI eksklusif.
Perencanaan dan Akan dilakukan pemberian edukasi mengenai pengertian ASI
Pemilihan Eksklusif, pentingnya inisiasi menyusui dini, kandungan gizi pada
Intervensi ASI, bagaimana cara menyusui yang benar, manfaat ASI, waktu yang
tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI.
Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.
Edukasi diberikan kepada ibu yang memiliki balita dibawah 2 tahun,
ibu hamil dan sedang berobat di poli pelayanan. Selanjutnya
dilakukan edukasi tentang ASI eksklusif, meliputi :
1. Pengertian ASI eksklusif
2. Pentingnya inisiasi menyusui dini
3. Kandungan gizi pada ASI
4. Bagaimana menyusui yang benar
5. Manfaat ASI
6. Waktu yang tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI
Monitoring dan Edukasi mengenai “pentingnya ASI eksklusif” di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak
dengan baik penjelasan yang diberikan dan berperan aktif pada
diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.5. Usaha Kesehatan Masyarakat


Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Topik : Vaksinasi COVID-19 Dosis ke-3

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Pemerintah telah melakukan secara gencar langkah-langkah
pemutusan rantai penularan COVID-19 secara cepat, tepat, fokus,
terpadu, dan sinergis antar kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah. Upaya sosialisasi terkait pencegahan, promotif dan
penatalaksanaan COVID melalui penerapan Protokol Kesehatan
Penanganan COVID-19 yaitu memakai masker, mencuci tangan dan
menjaga jarak minimal 1 – 2 meter telah dilakukan secara massif.
Sementara itu, tingkat kerentanan masyarakat semakin meningkat
disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penerapan
protokol Kesehatan, sehingga tanpa intervensi kesehatan masyarakat
yang cepat dan tepat, diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus COVID-19
akan memerlukan perawatan di rumah sakit di Indonesia dengan
angka kematian yang diperkirakan mencapai 10% kematian. Pada
situasi ini, jutaan masyarakat sangat rentan tertular COVID-19.

Oleh karena itu, perlu segera dilakukan intervensi tidak hanya dari sisi
penerapan protokol kesehatan namun juga diperlukan intervensi lain
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit
melalui upaya pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan upaya
kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah
beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya
peranan imunisasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari
kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat Pelayanan imunisasi
COVID-19 dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan
yaitu dengan menerapkan upaya Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter, sesuai dengan
Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi COVID-
19. Untuk itu. petugas kesehatan yang akan melakukan imunisasi
COVID-19 diharapkan dapat melakukan kegiatan pelayanan imunisasi
COVID-19 yang berkualitas dan dapat mencapai target cakupan yang
diharapkan.
Permasalahan 1. Tingginya angka kejadian COVID-19 di Indonesia terutama pada
tenaga kesehatan.
2. Tingginya kontak tenaga kesehatan dengan para penderita COVID-
19
3. Cepatnya penularan COVID-19 di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi dengan melaksanakan protokol kesehatan saja
Perencanaan dan Melakukan vaksinasi COVID-19 tahap ke-3 kepada seluruh tenaga
Pemilihan kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening
Intervensi yang telah mengikuti vaksinasi kedua pada 3 bulan sebelumnya.
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi COVID-19 dilakukan kepada seluruh tenaga
kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening
dengan hasil skrining vaksin “Dapat dilakukan Vaksinasi”
Vaksinasi tahap ke-3 pada tenaga kesehatan dilakukan pada tanggal
28 Desember 2021 dengan peserta vaksin sebanyak 10 orang.
Monitoring dan 1. Memantau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada setiap
Evaluasi peserta Vaksinasi COVID-19.
2. Meningkatkan cakupan angka vaksin di Puskesmas Rawa Bening
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping


(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)
F.5. Usaha Kesehatan Masyarakat
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Topik : Penyuluhan Skabies di Pondok Pesantren Al-Falah

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup banyak
kejadiannya dan menjadi isu penting terutama di daerah padat
penduduk. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan berbagai
kalangan sosial. Beberapa penyebab tingginya angka kejadian skabies
adalah penularan yang cepat, siklus hidup Sarcoptes scabiei yang
pendek, dan ketidakpatuhan pasien pada terapi.

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan telurnya.
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun
perempuan, di semua daerah, semua kelompok usia, ras, dan kelas
sosial. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin)
ataupun tak langsung (pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama).

Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan


masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara miskin. Angka
kejadian skabies tinggi di Negara dengan iklim panas dan tropis.
Skabies endemik terutama di lingkungan padat penduduk dan miskin.
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
higiene buruk, salah diagnosis, dan perkembangan dermografik serta
ekologi.
Permasalahan Skabies seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga
prioritas penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat
menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman karena
sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan
mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A
Streptococcus dan Staphylococcus aureus. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan social
ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan tersebut
memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena
itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan
dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi
seperti asrama, panti asuhan, dan penjara.

Prevalensi skabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data


dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6% - 12,95%.
Insiden dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia.
Scabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering (Azizah 2011).
Perencanaan dan Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka
Pemilihan diadakan penyuluhan tentang penyakit skabies pada hari Rabu, 29
Intervensi Desember 2021 di Pondok Pesantren Al-Falah Desa Sumber Mulyo
Kab. OKU Timur. Penyuluhan ini diikuti oleh para santri, guru – guru
dan beberapa staf pondok pesantren. Penyuluhan dilakukan agar dapat
dilakukan pencegahan penularan dan penatalaksanaan sedini mungkin
sehingga masyarakat dapat mengenal gejala dan tanda penyakit
skabies lebih dini.

Pelaksanaan Pada kegiatan ini, semua warga dan kader yang datang diberikan
materi tentang pengertian skabies, penyebab penyakit skabies, gejala
dan tanda manusia yang tertular penyakit skabies, cara penularan
penyakit skabies dan pencegahan dan pengobatan penyakit skabies,
kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.
Pada edukasi disampaikan cara pencegahan dengan merendam semua
pakaian dan seprei menggunakan air bersuhu tinggi atau hangat.
Tujuannya agar parasit penyebab skabies langsung mati dan mandi 2x
sehari dengan menggunakan sabun antiseptik. Pasien disarankan
untuk menjemur kasur tepat di bawah sinar matahari, serta
membersihkan seluruh bagian rumah mulai dari lantai, karpet, lemari,
dan lain-lain dengan menggunakan cairan pembersih yang
mengandung desinfektan.
Monitoring dan Penyuluhan tentang Penyakit Skabies yang dilaksanakan di Pondok
Evaluasi Pesantren Al-Falah Desa Sumber Mulyo Kab. OKU Timur berjalan
dengan baik dan lancar. Peserta terlihat antusias dan memberi respon
baik terhadap pemaparan materi. Penyuluhan ini diharapkan dapat
dilakukan pencegahan penyebaran penyakit tersebut.

Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan kegiatan


ini, ndiantaranya kendala dalam berbahasa, dimana terdapat beberapa
peserta yang tidak fasih dalam berbahasa Indonesia. Selain itu, masih
banyaknya paradigma warga yang berasumsi bahwa infeksi kutu
hanya terbatas terjadi pada daerah berambut saja dan masih sulit
menerima informasi baru tentang penyakit skabies. Diharapkan
kedepannya, masyarakat jadi lebih mengetahui tentang penyakit
skabies.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping


(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.5. Usaha Kesehatan Masyarakat


Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Topik : Pemeriksaan sputum pasien suspek TB

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan
olehinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini dapat
menyebar melalui droplet yangdikeluarkan oleh penderita TB lainnya
misalnya saat batuk atau bersin. TBterbagi atas TB paru dan ekstra
paru namun lebih banyak menginfeksi organ paru. Tuberkulosis bisa
diderita oleh semua kalangan umur termasuk anak-anak. TB pada
anak biasanya ditularkan oleh penderita TB dewasa dan dipengaruhi
oleh imunitas tubuh anak. Indonesia adalah satu dari delapan negara
yang menyumbang dua pertiga dari total global yaitu sebesar 8%
dengan jumlah penderita yang diperkirakan 57% terjadi pada laki-laki,
32% pada perempuan dan 11% terjadi pada anak-anak dibawah 15
tahun. Indonesia berada pada posisi ketiga setelah negara India dan
China.

Di Indonesia, jumlah penderita TB meningkat dari tahun 2017


berjumlah 425.089 kasus meningkat menjadi 566.623 kasus pada
tahun 2018. Kasus TB pada anak mengalami peningkatan proporsi
dari 8% di tahun 2013 menjadi 10,62% pada tahun 2018. Adanya
peningkatan temuan kasus TB anak dari tahun ke tahun berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia dimana berturut-turut dari tahun 2016-
2018 yaitu 31.818 kasus, 42.892 kasus dan 47.618 kasus pada tahun
2018 dengan jumlah anak laki-laki sebanyak 24.943 kasus dan jumlah
anak perempuan 22.675 kasus. Pada tahun 2007, IDAI bekerja sama
dengan Kemenkes RI dan di dukung WHO, membentuk kelompok
kerja TB anak (Pokja TB anak). Salah satu tugasnya adalah
mengembangkan sistem skoring yang baru untuk meningkatkan
sensitifitas dan spesifisitas diagnosis TB pada anak. Sistem skoring
dikembangkan terutama untuk penegakkan diagnosis TB anak pada
sarana kesehatan dengan fasilitas yang terbatas.

Untuk mendiagnosis TB disarana yang memadai, sistem skoring


hanya digunakan sebagai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang lainnya, seperti BTA, kultur M.tuberkulosis,
patologi anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-scan, funduskopi,
serta pemeriksaan radiologis untuk tulang dan sendi. Status gizi
merupakan satu diantara banyak faktor utama dalam menjaga imunitas
tubuh terhadap penularan TB. Jika seseorang dikatakan dalam
kategori terkena gizi buruk, maka akan terjadi penurunan imunitas
tubuh dan mengakibatkan fungsi dalam membentengi diri terhadap
infeksi menjadi menurun. Sebab lain yang dapat mengganggu status
gizi seseorang yaitu status sosial ekonomi. Penghasilan per kapita
pasien TB Paru merupakan satu di antara faktor yang erat kaitannya
dengan status gizi terhadap penderita TB Paru. Terdapat penelitian
yang mengatakan bahwa status gizi mempunyai hubungan erat dengan
terjadinya TB Paru.
Permasalahan Permasalahan TB paru masih menjadi permasalahan di Puskesmas
Rawa Bening.

Perencanaan dan Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan


Pemilihan sputum dengan menggunakan metode TCM. Pasien dijelaskan cara
Intervensi mengumpulkan sputum dengan benar. Pasien yang terkomfirmasi TB
langsung diberikan tatalaksana TB. Pasien yang didapatkan hasil
sputum negatif diberikan tatalaksana sesuai dengan keluhan.

Pelaksanaan Pemeriksaan dilakukan terhadap pasien suspek yang didapat dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Monitoring dan Pemeriksaan sputum untuk pasien yang dicurigai di wilayah kerja
Evaluasi Puskesmas Rawa Bening berjalan dengan baik dan lancar. Pasien
dapat mengumpulkan sputum dengan benar dan bersedia menunggu
hasil pemeriksaan keluar.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.5. Usaha Kesehatan Masyarakat
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Topik : Edukasi hipertensi pada lansia

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 60
tahun ke atas. Pada lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental,
dan sosial. Salah satu contoh kemunduran fisik pada lansia adalah
rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit degeneratif.
Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salah satunya adalah
hipertensi. Hipertensi kini menjadi masalah global karena
prevalensinya yang terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya
hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psikososial.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan
tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.

Menurut World Health Organization (WHO) dan The International


Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi
cenderung meningkat. Hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah
Tangga) tahun 1995-2015 menunjukkan penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan
sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi.

Hipertensi merupakan masalah besar dan serius di seluruh dunia


karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang
akan datang. Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan
masyarakat di dunia. Jumlah lansia yang menderita hipertensi terus
bertambah dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri hipertensi
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur.
Penatalaksanaan hipertensi seperti kepatuhan diet, kepatuhan minum
obat hipertensi, dan modifikasi lingkungan merupakan hal penting
yang dapat mengontrol hipertensi pada lansia yang selanjutnya dapat
mencegah terjadinya komplikasi. Dalam melaksanakan manajemen
hipertensi ini, dukungan dan motivasi kepada lansia penting dilakukan
oleh berbagai pihak mulai dari keluarga, petugas kesehatan hingga
masyarakat (kader posyandu lansia).

Promosi kesehatan memang selama ini lebih difokuskan pada


kelompok berisiko yang belum terkena penyakit Namun, bukan
berarti kelompok yang sudah menderita penyakit tidak mendapat
perhatian untuk diedukasi. Upaya untuk meningkatkan pemahaman
lansia mengenai penyakit hipertensi dan komplikasinya salah satunya
dapat dilakukan melalui kegiatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat
(PKM).
Permasalahan Kurangnya pengetahuan masyarakat akan hipertensi menyebabkan
masyarakat jarang untuk memeriksakan tekanan darahnya serta tidak
mengetahui hal – hal apa saja yang perlu dilakukan untuk
mempertahankan dan menurunkan tekanan darahnya. Masih banyak
pasien yang tidak mengetahui dan tidak mau untuk bertanya ataupun
tidak waspada terhadap komplikasi yang dapat disebabkan oleh
hipertensi ini.
Perencanaan dan Dalam upaya promosi kesehatan, yaitu melakukan intervensi dalam
Pemilihan upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
Intervensi hipertensi. Sasaran peserta adalah lansia yang mempunyai tekanan
darah tinggi. Edukasi dilakukan dengan memberikan definisi dari
hipertensi, penyebab, tanda dan gejala, kriteria hipertensi,
pencegahan, penatalaksanaan dan komplikasi dari hipertensi. Setelah
pemberian edukasi direncanakanakan dilakukan diskusi.

Pelaksanaan Edukasi dilakukan bersamaan dengan pada saat poli pelayanan.


Edukasi diberikan kepada lansia dan sedang berobat di poli
pelayanan. Selanjutnya dilakukan edukasi tentang Hipertensi, meliputi
:
1. Definisi hipertensi
2. Penyebab hipertensi
3. Tanda dan gejala hipertensi
4. Kriteria hipertensi
5. Pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi
6. Komplikasi hipertensi
Monitoring dan Edukasi mengenai hipertensi untuk lansia di wilayah kerja Puskesmas
Evaluasi Rawa Bening berjalan baik dan lancar. Peserta menyimak dengan baik
penjelasan tentang hipertensi dan berperan aktif pada diskusi.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.5. Usaha Kesehatan Masyarakat
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Topik : Vaksinasi COVID-19 Dosis ke-2 pada anak usia 6 – 11 tahun

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Pemerintah telah melakukan secara gencar langkah-langkah
pemutusan rantai penularan COVID-19 secara cepat, tepat, fokus,
terpadu, dan sinergis antar kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah. Upaya sosialisasi terkait pencegahan, promotif dan
penatalaksanaan COVID melalui penerapan Protokol Kesehatan
Penanganan COVID-19 yaitu memakai masker, mencuci tangan dan
menjaga jarak minimal 1 – 2 meter telah dilakukan secara massif.
Sementara itu, tingkat kerentanan masyarakat semakin meningkat
disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penerapan
protokol Kesehatan, sehingga tanpa intervensi kesehatan masyarakat
yang cepat dan tepat, diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus COVID-19
akan memerlukan perawatan di rumah sakit di Indonesia dengan
angka kematian yang diperkirakan mencapai 10% kematian. Pada
situasi ini, jutaan masyarakat sangat rentan tertular COVID-19.

Oleh karena itu, perlu segera dilakukan intervensi tidak hanya dari sisi
penerapan protokol kesehatan namun juga diperlukan intervensi lain
yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit
melalui upaya pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan upaya
kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah
beberapa penyakit berbahaya. Sejarah telah mencatat besarnya
peranan imunisasi dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari
kesakitan, kecacatan bahkan kematian akibat Pelayanan imunisasi
COVID-19 dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan
yaitu dengan menerapkan upaya Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter, sesuai dengan
Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi COVID-
19. Untuk itu. petugas kesehatan yang akan melakukan imunisasi
COVID-19 diharapkan dapat melakukan kegiatan pelayanan imunisasi
COVID-19 yang berkualitas dan dapat mencapai target cakupan yang
diharapkan.

Permasalahan 1. Tingginya angka kejadian COVID-19 di Indonesia


2. Usia 6 – 11 tahun merupakan usia yang rentan terpapar Covid-19
3. Cepatnya penularan COVID-19 di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi dengan melaksanakan protokol kesehatan saja
Perencanaan dan Melakukan vaksinasi COVID-19 tahap ke-2 kepada seluruh anak yang
Pemilihan berusia 6 – 11 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rawa
Intervensi Bening yang telah mengikuti vaksinasi pertama pada 28 hari
sebelumnya.

Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi COVID-19 dilakukan kepada seluruh anak usia 6


– 11 tahun yang berada di wilayah kerja Puskesmas Rawa Bening
dengan hasil skrining vaksin “Dapat dilakukan Vaksinasi”
Vaksinasi tahap ke-2 pada anak usia 6 – 11 tahun dilakukan pada
tanggal 15 Februari 2022 sampai dengan 25 Februari 2022.
Monitoring dan 1. Memantau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pada setiap
Evaluasi peserta Vaksinasi COVID-19.
2. Meningkatkan cakupan angka vaksin di Puskesmas Rawa Bening
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping


(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.6. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Hipertensi Stage II

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Pembangunan dalam bidang kesehatan di Indonesia saat ini
dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena masih banyak
kasus belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang
semula dapat dikendalikan muncul kembali dengan penyebaran tidak
mengenal batas daerah maupun batas antar negara. Dilain pihak telah
terjadi peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang
merupakan penyakit akibat gaya hidup serta penyakit – penyakit
degeneratif.

Proporsi penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler tahun


1986, 1992, 1995 dan 2001 cenderung meningkat. Faktor risiko
penyakit Kardiovaskuler antara lain merokok, obesitas, diet rendah
serat tinggi lemak dengan akibat gangguan kadar lemak dalam darah,
serta kurangnya olahraga. Diperoleh data bahwa di Indonesia
terdapat 28 % perokok pada usia 10 tahun ke atas, kurang aktivitas
fisik merupakan proporsi terbanyak yaitu 92% dari penduduk usia 15
tahun ke atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk kelompok
perempuan. Overweight dan obesitas lebih tinggi prevalensinya pada
perempuan dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Angka penderita Hipertensi kian hari semakin mengkhawatirkan,
seperti yang dilansir oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta
(26%) orang dewasa di dunia menderita Hipertensi. Angka ini terus
meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita
hipertensi.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang
menyebabkan kematian dini, hipertensi berakibat terjadinya gagal
jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler. Penyakit ini
dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut
sebagai the killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau
dirinya mengidap hipertensi. Penderita datang berobat setelah timbul
kelainan organ akibat Hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai
heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang siapa saja
dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan
berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi
memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan angka
kesakitan hipertensi.
Permasalahan 1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 54 tahun
Alamat : Desa Tanjung Sari
Pekerjaan : PNS
Tanggal Periksa : 17 Maret 2022
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 17 Maret
2022
a. Keluhan Utama
Sakit kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing sejak ± 1 hari yll. Sakit
kepala dirasakan terus. Pasien juga mengeluh leher terasa
kencang sehingga pasien tidak bisa tidur. Pasien dalam
pengobatan hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, namun sempat
putus obat. Pasien Kembali rutin mengkonsumsi obat darah
tinggi sejak 3 bulan ini.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


-Riwayat hipertensi : (+) sejak 2 tahun yang lalu
-Riwayat DM : disangkal
-Riwayat sakit jantung : disangkal
-Riwayat asma/alergi : disangkal
d. Riwayat Kebiasaan
-Riwayat merokok : disangkal
-Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
-Riwayat hipertensi : disangkal
-Riwayat DM : disangkal
-Riwayat asma/alergi : disangkal
-Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat Gizi
Pasien sehari – hari makan tiga kali sehari dengan sayur dan
lauk pauk, jarang makan buah dan tidak minum kopi, the serta
susu.
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang PNS. Pasien tinggal bersama suami dan
anaknya. Saat ini, biaya perawatan pasien menggunakan BPJS
Kesehatan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Maret 2022
a. Keadaan Umum : Sakit ringan, compos mentis, gizi
kesan cukup
b. Tanda Vital
-Tekanan darah : 160/90 mmHg
-Nadi : 90x/menit, irama regular, isi dan
tegangan cukup
-Pernapasan : 16x/menit
-Suhu : 36,5 ⁰C

c. Status Gizi
BB : 57 kg, TB : 156 cm. BMI = 23,4 (Overweight)
d. Kulit
Ikterik (-), ekimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering
(-)
e. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan putih
f. Wajah
Simetris, eritema (-)
g. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-),
strabismus (-/-)
h. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi
pendengaran (-)
i. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-)
j. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat
(-), papil lidah atrofi (-)
k. Leher
JVP (5+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tifoid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-)
l. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-),
pernafasan abdominothorakal, sela iga melebar (-)

Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial,
epigastrium dan parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
-batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis
sinistra
-batas jantung kiri bawah : spatium intercostale V, 1 cm
medial linea medio clavicularis sinistra
-batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea
sternalis dextra
-batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea
sternalis dextra
-pinggang jantung : spatium intercostale III, linea
parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar

Pulmo Depan
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)

Pulmo Belakang
Inspeksi
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi
fremitus raba simetris
Perkusi
-Paru kanan sonor, paru kiri sonor.
-Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI.
-Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
-Penanjakan diafragma : 5 cm kanan sama dengan kiri
Auskultasi
Kanan: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
m. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-),
venektasi (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba
n. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
o. Ekstremitas
Normal
Perencanaan dan 1. DIAGNOSIS : Hipertensi Grade II
Pemilihan 2. PENATALAKSANAAN
Intervensi Tatalaksana pengendalian hipertensi dilakukan dengan
pendekatan:
a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi
lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta
dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor
risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi
faktor risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan
tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi
kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya
pengembangan manajemen kasus dan penanganan
kegawatdaruratan disemua tingkat pelayanan dengan
melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan
pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian
hipertensi.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan
fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi
kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi,
pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai
tingkatan.
Pelaksanaan Tatalaksana Farmakologis
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa kerja yang
panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin
dapat ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi.
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada
keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat anti hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi, sebagai berikut :
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab
hipertensi
b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan
obat anti hipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien :
R/ Amlodipin 10 mg tab No. XXX
S 1 dd 1 tab (malam)
R/ Paracetamol 500 mg tab No. X
S 3 dd 1 p.r.n.
R/ Vit. B. Comp tab No. X
S 1 dd 1
Edukasi :
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi merupakan penyakit
yang tidak dapat sembuh namun dapat dikontrol dengan
modifikasi gaya hidup dan obat
b. Mengontrol faktor risiko, antara lain menurunkan kelebihan berat
badan, mengurangi asupan garam sehari-hari, menciptakan
keadaan rileks, melakukan olah raga teratur
c. Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat
habis
d. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan
primer belum dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan
atau dijumpai komplikasi penyakit lainnya akibat penyakit
hipertensi.
Tatalaksana Non – Farmakologis
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap
terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat
diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
d. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
tekanan darah pasien. Ditanyakan apakah obat masih ada atau tidak.
Jika tekanan darah masih belum memenuhi sasaran setelah beberapa
kali pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat atau ditemukan
komplikasi dari hipertensi, maka pasien perlu dirujuk ke dokter
spesialis.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping


(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.6. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Gastroenteritis Akut

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Gastroenteritis atau penyakit diare adalah penyakit yang terjadi akibat
adanya peradangan pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
infeksi (Cakrawardi et. al,2009). Penyakit ini ditandai dengan
gejalanya terutama diare, muntah atau keduanya dan dapat juga
disertai dengan demam, nyeri abdomen dan anoreksia (Elliott J. E.,
2007). Secara global, setiap tahun diperkirakan dua juta kasus
gastroenteritis yang terjadi di kalangan anak berumur kurang dari lima
tahun. Walaupun penyakit ini seharusnya dapat diturunkan dengan
pencegahan, namun penyakit ini tetap menyerang anak terutamanya
yang berumur kurang dari dua tahun. Selain menyebabkan jumlah
kematian yang tinggi di kalangan anak, penyakit gastroenteritis juga
menimbulkan beban kepada ibu bapa dari segi biaya pengobatan dan
waktu. Penyakit ini terutama disebabkan oleh makanan dan minuman
yang terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk (Howidi et.
al, 2012).

Gastroenteritis atau penyakit diare masih merupakan masalah


kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia,
karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
(Depkes) dari tahun 2000 sehingga tahun 2010 terlihat kecenderungan
insidens naik. Pada tahun 2000 incidence rate penyakit diare 301/1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),
studi mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahawa diare masih menjadi penyebab utama kematian
balita di Indonesia. Penyebab utama kematian karena diare perlu
tatalaksana yang cepat dan tepat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia,2011).

Biasanya gastroenteritis dapat pulih sendiri tanpa terapi.


Penatalaksanaan kasus gastroenteritis mempunyai tujuan
mengembalikan cairan yang hilang akibat diare. Kegagalan dalam
pengobatan gastroenteritis dapat menyebabkan infeksi erulang atau
gejala berulang dan bahkan timbulnya resistensi. Untuk 3
menanggulangi masalah resistensi tersebut, WHO telah
merekomendasikan pengobatan gastroenteritis berdasarkan
penyebabnya. Terapi antibiotik diindikasikan untuk gastroenteritis
yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

Hal ini karena antibiotik merupakan obat andalan untuk terapi infeksi
bakteri. Namun, ketepatan dosis dan lama pemberian antibiotik adalah
sangat penting agar tidak terjadi resistensi bakteri dan infeksi berulang
(Cakrawardi et. al, 2009). Resistensi antibiotik di kalangan bakteri
enterik dapat menimbulkan implikasi buruk karena dapat mengancam
nyawa dan menyebabkan penyakit yang lebih serius (A Elmanama et
al., 2013).
Permasalahan 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 34 tahun
Alamat : Desa Karang Tengah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Periksa : 6 Januari 2022
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 6 Januari 2022 secara
autoanamnesis di Poli Puskesmas Rawa Bening.

A. Keluhan Utama
BAB Cair
B. Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 hari Sebelum ke puskesmas, pasien mengeluh BAB cair
berwarna kekuningan, berlendir, tidak berdarah, tidak berbau
busuk dan tidak berampas. BAB terus-menerus sebanyak lebih
dari 5 kali. Pasien juga mengeluh muntah sebanyak kurang
lebih 3 kali, muntahan berupa apa yang dimakan dan diminum.
Pasien merasakan nyeri perut seperti ditusuk-tusuk. Pasien juga
mengeluh demam dan sakit kepala.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat ditanggung oleh BPJS

G. Anamnesis Sistem
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), mengi
(-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak napas saat beraktifitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), sesak napas
sewaktu berbaring (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), nyeri perut
(+), konstipasi (-), nyeri ulu hati (+),
nafsu makan menurun (-), diare (+)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-),
BAK berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-),
berkeringat (-), palmar eritema (-),
gemetar (-).
Ekstremitas Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi
(-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan
(-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 87 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 38,5 0C (per axilla)
Status Internus
1. Kepala : Mesocephal
2. Mata : Cekung (+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(-/-), reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/
+), edem palpebral (-/-), pupil isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
3. Telinga : Serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : Kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
6. Leher : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
7. Thoraks :
a. Pulmo
Inspeksi : Normothoraks
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal
sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, bising jantung (-),
gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
SUPERIOR INFERIOR

Akral Dingin -/- -/-

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Gerak +/+ +/+

Capillary Refill -/- -/-

DIAGNOSIS UTAMA
Gastroenteritis Akut
DIAGNOSA BANDING
Demam Thypoid
Perencanaan dan Tatalaksana pengendalian gastroenteritis akut dilakukan dengan
Pemilihan pendekatan:
Intervensi e. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial,
diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup
sehat dalam pengendalian gastroenteritis akut.
f. Preventif dengan cara peningkatan gizi seimbang.
g. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan
yang diperlukan..
h. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk
Pelaksanaan - IVFD RL 20 tetes/menit
- Cotrimoxazole 480 mg 2 x 2 tab
- Metronidazole 500 mg 3 x 1 tab
- Newdiatabs 2 x 2 tab
- Paracetamol 3 x 1 tab
Dilakukan monitoring tanda – tanda vital dan perkembangan keadaan
pasien
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
keadaan pasien. Diberikan edukasi untuk selalu menjaga kebersihan
diri.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022


Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

F.6. Usaha Kesehatan Masyarakat


Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Tension Type Headache

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala
akibat kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk
(M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula). Etiologi
dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress,
depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama,
kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran
darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,
serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache


episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %.
Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien
wanita yaitu sebesar 71%sedangkan pada pria sebanyak 56 %.
Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan


Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik,
apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.
Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama
30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila
frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung
lebih dari 6 bulan.

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang


kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit,
(2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk
aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu
dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat
pada daerah kulitkepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan,
memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,
gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada
bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat
dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun.
TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT
scan kepala maupun MRI.

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing


untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed
rest,massage, dan/ atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi
adalah simpel analgesia dan/atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan
naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan
orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein
(dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah
efektifitas pengobatan.

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-


artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala
pasca punksi lumbal,migren klasik, migren komplikata, cluster
headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada
desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan
sakit kepala pada anemia.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun
dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika
penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh
dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati
sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang
baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.
Permasalahan 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 40 tahun
Alamat : Desa Berasan Mulya
Pekerjaan : IRT
Tanggal Periksa : 28 Desember 2021
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2021 secara
autoanamnesis di Poli Puskesmas Rawa Bening.
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala sejak ± 2 hari yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Rawa Bening dengan keluhan
nyeri kepala sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Nyeri
kepala dirasakan di seluruh kepala terutama bagian leher dan
kepala bagian belakang. Nyeri kepala terasa seperti diikat dan
terasa berat, namun tidak berdenyut. Keluhan dirasakan terus
menerus dan makin lama makin memberat hingga pasien juga
kesulitan untuk tidur. Mual (-), muntah (-), pandangan kabur
(-), mata dan hidung nrocos (-), pusing berbutar (-), demam (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : (+) sering kambuh – kambuhan
terutama jika sedang kelelahan dan banyak pikiran
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat ditanggung oleh BPJS
G. Anamnesis Sistem
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), mengi
(-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak napas saat beraktifitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), sesak napas
sewaktu berbaring (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),
konstipasi (-), nyeri ulu hati (-),
nafsu makan menurun (-), diare (-)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-),
BAK berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-),
berkeringat (-), palmar eritema (-),
gemetar (-).
Ekstremitas Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi
(-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan
(-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital :
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 22 x/menit
- Suhu : 36,7 ⁰C
Status Internus
1. Kepala : Mesocephal
2. Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/
+), edem palpebral (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm)
3. Telinga : Serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : Kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
6. Leher : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
7. Thoraks :
a. Pulmo
Inspeksi : Normothoraks
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal
sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, bising jantung (-),
gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
Dalam batas normal

10. Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal

DIAGNOSIS UTAMA
Tension Type Headache (TTH)
Perencanaan dan Edukasi :
Pemilihan a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab,
Intervensi penatalaksanaan, dan prognosis tension type headache pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan
dengan stress pikiran maupun fisik dan kecemasan, bukan karena
ada kelainan di dalam kepala atau otak. Sehingga pengobatannya
pun didasarkan pada penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan
kepada pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga
kepala atau otaknya sehingga dapat menghilangkan rasa takut akan
adanya tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu mengurangi beban
pikiran/kecemasan yang menjadi pencetus keluhan yang dirasakan
saat ini

Pelaksanaan -Natrium Diklofenak 50 mg 2 x 1 tab


-Diazepam 2 mg 1 x 1 tab p.r.n
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah Analgetik golongan
NSAID berupa Natrium Diklofenac dengan dosis 2x50 mg. Pasien
juga mengalami kesulitan tidur, bisa dipertimbangkan pemberian
Diazepam 2 mg malam hari sebelum tidur jika perlu. Alprazolam
menjadi pilihan akhir karena memiliki efek ketergantungan jika
dikonsumsi terus menerus.
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
keadaan pasien. Rujukan perlu dilakukan jika nyeri kepala tidak
membaik, setelah diberi obat pereda nyeri.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.6. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Osteoartritis (OA)

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan
progresif yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa
dimana rawan kartilago yang melindungi ujung tulang mulai rusak,
disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan tulang subkondral.
Penyakit ini merupakan jenis artritis yang paling sering terjadi dan
menimbulkan rasa sakit serta hilangnya kemampuan gerak.

Angka kejadian OA di dunia terbilang cukup tinggi. WHO


memperkirakan 25% orang berusia 65 tahun di dunia menderita OA.
Sementara di kawasan Asia Tenggara, jumlah penderita OA mencapai
24 juta jiwa. Prevalensi OA di Indonesia sampai saat ini belum ada
laporan yang jelas. Namun Handono dan Kusworini melaporkan
bahwa prevalensi OA di Malang pada usia antara 49-60 tahun cukup
tinggi, yaitu sebesar 21,7%.

Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan misalnya


pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-
sendi jari tangan, dan pergelangan kaki.

Hampir semua pasien OA lutut menderita setidaknya satu penyakit


penyerta. Adanya penyakit penyerta dan obesitas dikaitkan dengan
keterbatasan dalam kegiatan atau rasa sakit. Sementara dalam
penelitiannya terhadap penderita OA lutut, Keith T. Palmer
membuktikan bahwa aktivitas fisik (terutama berlutut, jongkok,
mengangkat, atau mendaki) dapat menyebabkan dan / atau
memperburuk OA lutut.
Permasalahan 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 60 tahun
Alamat : Desa Tanjung Mas
Pekerjaan : IRT
Tanggal Periksa : 29 November 2021
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 29 November 2021 secara
autoanamnesis di Poli Puskesmas Rawa Bening.
A. Keluhan Utama
Nyeri kepala sejak ± 2 hari yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan nyeri
kepala sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Nyeri kepala
dirasakan di seluruh kepala terutama bagian leher dan kepala
bagian belakang. Nyeri kepala terasa seperti diikat dan terasa
berat, namun tidak berdenyut. Keluhan dirasakan terus menerus
dan makin lama makin memberat hingga pasien juga kesulitan
untuk tidur. Mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-), mata
dan hidung nrocos (-), pusing berbutar (-), demam (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : (+) sering kambuh – kambuhan
terutama jika sedang kelelahan dan banyak pikiran
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat ditanggung oleh BPJS
G. Anamnesis Sistem
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), mengi
(-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak napas saat beraktifitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), sesak napas
sewaktu berbaring (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),
konstipasi (-), nyeri ulu hati (-),
nafsu makan menurun (-), diare (-)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-),
BAK berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-),
berkeringat (-), palmar eritema (-),
gemetar (-).
Ekstremitas Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi
(-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan
(-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital :
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 80 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 36,9 ⁰C
Status Internus
1. Kepala : Mesocephal
2. Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/
+), edem palpebral (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm)
3. Telinga : Serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : Kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
6. Leher : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
7. Thoraks :
a. Pulmo
Inspeksi : Normothoraks
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal
sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, bising jantung (-),
gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
Dalam batas normal.
Status Lokalis Genue Dextra et Sinistra :
- Look: rubor (-/-), oedem (-/-), alignment genue dex et sin
(baik)
- Feel: kalor (-/-), krepitasi (+/+)
- Move: ROM terbatas (+/+), nyeri (+/+)
10. Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal
DIAGNOSA UTAMA
Osteoartritis (OA)
Perencanaan dan Penatalaksanaan:
Pemilihan 1. Non medikamentosa :
Intervensi  Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar
pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang
dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah
semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai.
 Terapi fisik atau rehabilitasi. Pasien dapat mengalami kesulitan
berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih
pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien
untuk melindungi sendi yang sakit.
 Penurunan Berat Badan, karena berat badan yang berlebih
merupakan faktor yang memperberat OA.
 Kontrol secara teratur

2. Medikamentosa :
 NSAIDs (Non Steroid Anti Iflamatory Drugs), Inhibitor
Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen
 Asam Hialuronat disebut Viscosupplement karena dapat
memperbaiki viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara
intraartikular dan berperan penting dalam pembentukan matriks
tulang rawan sendi melalui agregasi dengan proteoglikan.
 Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi.
 Kondroitin sulfat, merupakan bagian proteoglikan pada tulan
rawan sendi dan bermanfaat sebagai anti inflamasi, efek
metabolik terhadap sintesis hialuronat serta anti degradatif.
 Vitamin C, dapat menhambat aktivitas enzim lisozim. 3. Terapi
Pembedahan Terapi ini diberikan jika terapi farmakologis tidak
berhasil untuk menurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan
koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang menggangu
aktivitas sehari-hari.
Pelaksanaan 1. Terapi non medikamentosa :
Pasien diberikan edukasi untuk menurunkan berat badan dan
mengurangi kerjaan yang mengangkat beban berat karena dapat
memperparah derajat OA. Pasien juga disarankan mengikuti
rehabilitasi fisik dan melakukan kontrol rutin untuk OA yan
dideritanya.
2. Terapi medikamentosa :
-Na Diklofenak 25 mg 3 x 1 tab
-Glukosamin 500 mg 3 x 1 tab
-Vitamin B complex 2 x 1 tab
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah
Evaluasi keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum. Memeriksa
keadaan pasien. Rujukan perlu dilakukan jika nyeri lutut tidak
membaik, setelah diberi obat pereda nyeri dan suplemen.

Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping

(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)


F.6. Usaha Kesehatan Masyarakat
Upaya Pengobatan Dasar
Topik : Asma Bronkial

dr. Nabila Ulfiani


Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan
dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik
lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu
penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit
asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang
ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma
terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di
negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik
baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat
asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan
Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di
rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap
tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma
yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global
Initiative for Asthma (GINA).

Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius


diseluruh dunia. Prevalensi asma menurut laporan Word Health
Organization (WHO) tahun 2013, saat ini sekitar 235 juta penduduk
dunia terkena penyakit asma bronkial yang berasal dari keturunan
maupun didapat. Behavioral Risk Factor Surveillance Survey
(BRFSS) tahun 2002 – 2007 melaporkan di Florida prevalensi asma
dewasa sebanyak 10,7%. Asma menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1986 menduduki urutan ke lima dari 10 penyebab
kesakitan. Penderita asma Indonesia sebesar 7,7% dengan rincian laki-
laki 9,2% dan perempuan 6,6%. Prevalensi kasus asma di Jawa
Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,42% mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 0,55% dan prevalensi
tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46%.

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting.


Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam
menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan,
salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana
sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi
serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma.
Permasalahan 1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AMD
Umur : 17 tahun
Alamat : Desa Sumber Harjo
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Periksa : 31 Maret 2022
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 31 Maret 2022 secara
autoanamnesis di Poli Puskesmas Rawa Bening.
A. Keluhan Utama
Sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang mulai dirasakan
4 jam yang lalu. Keluhan dirasakan terus menerus, tidak
berkurang dengan istirahat maupun perubahan posisi. Pasien
masih dapat berbicara dalam bentuk kalimat, masih dapat
berjalan sendiri. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk
mengatasi keluhannya. Biasanya pasien mengkonsumsi
salbutamol bila sesak timbul.

Pasien sudah merasakan keluhan tersebut sejak kecil. Keluhan


timbul bila terpapar cuaca/udara dingin. Sudah beberapa bulan
keluhan tidak timbul. Namun dalam satu bulan terakhir keluhan
beberapa kali timbul. Serangan dapat terjadi dua kali dalam satu
minggu, namun dalam satu hari hanya satu kali.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : (+)
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : alergi makanan laut
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : (+) ayah pasien menderita asma
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan konsumsi alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat ditanggung oleh BPJS
G. Anamnesis Sistem
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), mengi
(-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak napas saat beraktifitas (-),
nyeri dada (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), sesak napas
sewaktu berbaring (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),
konstipasi (-), nyeri ulu hati (-),
nafsu makan menurun (-), diare (-)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku
otot (-)
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat
kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-),
BAK berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak
(-), sakit sendi (-), panas (-),
berkeringat (-), palmar eritema (-),
gemetar (-).
Ekstremitas Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari
dingin (-), kesemutan (-), sakit sendi
(-), bengkak kedua kaki (-)
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan
(-), mengigau (-), emosi tidak stabil
(-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),
bercak merah kehitaman di bagian
dada, punggung, tangan dan kaki
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tanda Vital :
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi : 90 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36,9 ⁰C
Status Internus
1. Kepala : Mesocephal
2. Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
(-/-), reflek pupil direct (+/+), reflek pupil indirect (+/
+), edem palpebral (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm)
3. Telinga : Serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : Kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
6. Leher : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
7. Thoraks :
a. Pulmo
Inspeksi : Normothoraks
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP:, Rh-/-, Wh+/+
b. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal
sinistra
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, bising jantung (-),
gallop (-)

8. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+)
normal, nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba
9. Ekstremitas
Dalam batas normal.

DIAGNOSA UTAMA
Asma Bronkial
Perencanaan dan Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol
Pemilihan manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama,
Intervensi meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita
asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Global Initiative for Asthma (GINA, 2009) dan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2006) menganjurkan
untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol.

Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol


terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
1. Medikasi (non farmakologis dan farmakologis)
2. Pengobatan berdasarkan derajat
Pelaksanaan Terapi Non-farmakologis:
Terapi non farmakologis meliputi 2 komponen utama, yaitu:
- Kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan asma.
Berbagai pemicu serangan asma antara lain adalah debu, polusi,
merokok, olah raga, perubahan temperatur secara ekstrim, termasuk
penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi kejadian sama,
seperti rinitis, sinusitis, GERD, dan infeksi virus. Untuk
memastikan alergen pemicu serangan pasien, maka
direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta
uji alergi pada kulit (skin prick test).
- Edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal
tentang asma. Setelah jenis alergen telah diketahui, pasien perlu
diedukasi mengenai berbagai cara untuk mencegah dan mengatasi
saat terjadi serangan asma. Edukasi juga meliputi pengetahuan
tentang patogenesis asma, bagaimana mengenal pemicu asma dan
mengenal tanda-tanda awal keparahan asma, cara penggunaan obat
yang tepat, dam bagaimana memonitor fungsi paru nya. Selain itu
pasien diminta untuk melakukan fisioterapi napas (senam asma),
vibrasi dan atau perkusi toraks dan batuk yang efisien.

Terapi famakologis:
Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui
berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang
lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke
jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada.
Macam–macam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis
terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler
(DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri atas
pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk


asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma
tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol,
yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:
1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik
2. Leukotriene modifiers
3. Agonis β-2 kerja lama (inhalasi dan oral)
4. Metilsantin (teofilin)
5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)
Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk
cepat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala – gejala
asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas
melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi,
rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas
jalan napas. Pelega terdiri dari:
1. Agonis β-2 kerja singkat
2. Kortikosteroid sistemik
3. Antikolinergik (Ipratropium bromide)
4. Metilsantin
Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien :
R/ Metilprednisolon 8 mg tab No. X
S 2 dd 1 tab
R/ Salbutamol 2 mg tab No. X
S 3 dd 1 tab
R/ CTM 4 mg tab
S 2 dd 1 tab
Edukasi yang diberikan kepada pasien:
1. Menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan
asma, misalnya menghindari udara dingin.
2. Olah raga yang mampu melatih otot-otot pernapasan seperti
berenang dan senam secara rutin 1-2 kali/ minggu.
3. Istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang bergizi dan buah-
buahan.
4. Minum obat secara teratur dan kontrol secara rutin.
Segera datang ke IGD rumah sakit terdekat apabila keluhan sesak
nafas tidak berkurang/bertambah dengan pemberian obat.
Monitoring dan Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi dan follow
Evaluasi up mengenai keluhan yang dialami sudah berkurang atau belum.
Dilakukan pemeriksaan pada kedua lapang paru untuk menilai apakah
masih ada wheezing. Ditanyakan apakah obat masih ada atau tidak.
Pasien juga direncanakan untuk dirujuk ke rumah sakit untuk
melakukan pemeriksaan spirometri agar dapat mengetahui fungsi
paru, prognosis dan penatalaksaan selanjutnya.
Komentar / saran pendamping :

Rawa Bening, 2022

Peserta Internsip Pendamping


(dr. Nabila Ulfiani) (dr. Galih fatoni)

Anda mungkin juga menyukai