Permasalahan
Menurut Dr. Neil Mcintyre dari Imperial College London, bumi terdiri dari 98
persen air asin dan 2 persen air segar yang layak dikonsumsi. Pada angka 2 persen
tersebut, 70 persennya adalah salju dan es, 30 persen air tanah, kurang dari 0,5 persen
air sungai dan danau, dan kurang dari 0,05 persennya lagi berasal dari atmosfer.
Sementara itu, satu-satunya sumber air bersih terjangkau yang bisa digunakan
hanyalah air tanah, sebab air tanah terletak di bawah daratan dangkal.
Berdasarkan data di atas, bisa dibayangkan betapa terbatasnya komoditas air bersih
yang tersedia. Pada saat yang sama, populasi manusia terus meningkat setiap harinya.
Praktis, angka 2 persen tadi akan menjadi rebutan lebih banyak orang. Ironisnya lagi,
pertumbuhan penduduk juga turut meningkatkan masalah pencemaran air. Kawasan
resapan air terus berkurang, dan kasus-kasus yang disebabkan oleh rendahnya
budaya peduli lingkungan terus bertambah. Masalah air bersih pun berkembang
menjadi konflik menakutkan di masa depan.
Salah satu faktor permasalahan di atas adalah pencemaran air. Problem ini
kerap muncul sebagai dampak dari pemukiman dan industri, atau penggunaan
teknologi yang kurang ramah terhadap lingkungan. Air pun terkontaminasi
mikroorganisme, termasuk senyawa polutan mikro mutagenik dan karsinogenik
(penyebab kanker), sehingga turut memberikan dampak buruk pada makhluk hidup.
Jika air tercemar itu dikonsumsi oleh masyarakat, penyakit-penyakit berbahaya akan
turut mengintai. Efeknya, perkara ekonomi untuk pengobatan menjadi lebih pelik
lagi. Yang lebih miris, hal ini lebih rawan terjadi pada negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia.
Permasalahan
Dengan masih adanya masyarakat di suatu wilayah yang BAB sembarangan, maka
wilayah tersebut terancam beberapa penyakit menular yang berbasis lingkungan
diantaranya: penyakit cacingan, kolera (muntaber), diare, tipus, disentri, paratypus,
polio, hepatitis B dan masih banyak penyakit lainnya. Selain itu dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika. Semakin besar
persentase yang BAB sembarangan maka ancaman penyakit itu semakin tinggi
intensitasnya. Keadaan ini sama halnya dengan fenomena bom waktu, yang bisa
terjadi ledakan penyakit pada suatu waktu cepat atau lambat. Sebaiknya semua orang
BAB di jamban yang memenuhi syarat, dengan demikian wilayahnya terbebas dari
ancaman penyakit-penyakit tersebut. Dengan BAB di jamban banyak penyakit
berbasis lingkungan yang dapat dicegah, tentunya jamban yang memenuhi syarat
kesehatan
Perencanaan dan pemilihan intervensi
Menurut Depkes RI, 2004 jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air bersih
2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijangkau serangga maupun tikus
3) Mudah dibersihkan dan aman penggunanya
4) Cukup penerangan
5) Lantai kedap air
6) Ventilasi cukup baik
7) Tersedia air dan tersedia alat pembersih
8) Dilengkapi dinding dan atap penutup
Sehingga dalam kunjungan ini perlu dilakukan penilaian terhadap jamban warga
apakah sudah memenuhi syarat tersebut atau belum.
Pelaksanaan
Tn. E/69 Th/D.i Panjaitan
Jamban yang dimiliki oleh keluarga Tn. E adalah Jamban dengan “angsa trine”,
jamban dimana leher lubang closet berbentuk lengkungan; dengan demikian akan
selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang
kecil. Jamban model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung
dan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic tank. Jamban model ini adalah
yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan. Selain itu keluarga ini
juga menggunakan wc jongkok.
Monitoring dan evaluasi
Keluarga Tn. E sudah memiliki jamban sehat yang direkomendasikan kemenkes.