Anda di halaman 1dari 12

2.

1 Surveilans Tempat-Tempat Umum

2.1.1 Menjamin Keadaan Lingkungan yang Memenuhi Syarat Kesehatan

A. Penyediaan Air Bersih


Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah
sebagai berikut :
 Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
 Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,
Kesadahan (maks 500 mg/l)
 Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia lebih cepat
meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Tubuh orang
dewasa terdiri dari 70 % air. Menurut WHO, di negara maju tiap orang
memerlukan air antara 60-120 liter perhari. Negara berkembang termasuk
Indonesia memerlukan air antara 30-60 l/h.

B. Pembuangan Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat
sebagai berikut:
1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata
air atau sumur
3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
6. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal
8. Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat
yang harus dikeluarkan dari dalam tubuhh ini berbentuk tinja (faeces), air seni
(urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan
9. Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan
dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya
disebut latrine, jamban atau kakus. Penyediaan sarana jamban merupakan
bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari
sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan
dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.
10. Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang,
kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.
11. Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban
sehat. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan :
a. Tidak mencemari air
b. Tidak mencemari tanah permukaan
c. Bebas dari serangga
d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
C. Pengelolaan Limbah Cair
Air Limbah adalah air buangan yang dihasilkan dari suatu proses pruduksi
industri maupun domestik (rumah tangga), yang terkadang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Dalam konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negative terhadap lingkungan tertutama kesehatan
manusia sehingga dilakukan penanganan terhadap limbah.Air kotor adalah air
bekas pakai yang sudah tidak memenuhi syarat kesehatan lagi dan harus
dibuang agar tidak menimbulkan wabah penyakit.
D. Pengelolaan Sampah
Pengertian Sampah Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008
tentang sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Sampah-Berdasarkan sifat fisik
dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi:
a. Sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti
Sampah sisa sayuran, Sampah sisa daging, Sampah daun dan Sampah
lain-lain;
b. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti Sampah plastik, Sampah
kertas, Sampah karet, Sampah logam, Sampah sisa bahan bangunan dan
Sampah lain-lain;
c. Sampah yang berupa debu/abu;
d. Sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal
dari Sampah industri dan Sampah rumah sakit yang mengandung zat-zat
kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai
sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah
dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang
biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara
menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu
tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak
mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1)
sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam
menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat
keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan,
penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2) Aspek Sosial Demografi
yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan
kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan
interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual
(upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian
sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan
lahan untuk tempat penampungan sampah, (5) finansial (keuangan),
(6) keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan (5) kordinasi
antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan
(sampah).
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping
kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan model
pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk memelihara lingkungan
yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain.
E. Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang
kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit
pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp
untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut
diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat
proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah
gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup)
tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa
pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit
kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing
dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi
perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare.
Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang
telah terinfeksi bakteri penyebab.
Cara pengendalian vektor
a. Usaha pencegahan (Prevention) : mencegah kontak dengan vektor.
Contoh : Pemberantasan nyamuk.
b. Usaha penekanan (supression) : menekan populasi vektor sehingga tidak
membahayakan kehidupan manusia.
c. Usaha pembasmian (eradication) : menghilangkan vektor sampai habis.
F. Kualitas Bangunan yang Terpelihara dengan Baik
Upaya peningkatan sanitasi lingkungan (environmental sanitation
improvement)
a. Pengendalian secara fisik-mekanik (physical-mechanical control) >>
modifikasi/manipulasi lingkungan >> landfilling, draining
b. Pengendalian secara biologis (biological control) >> memanfaatkan
musuh alamiah atau pemangsa/predator, fertilisasi
c. Pengendalian dengan pendekatan per-UU (legal control) >> karantina
d. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (chemical control)
e. kualitas bangunan yang terpelihara dengan baik
Konsep bangunan hijau (green building) adalah bangunan dimana dalam
perancangan, pembangunan, pengoperasian, serta dalam pemeliharaannya
memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan berdasarkan kaidah pembangunan
berkelanjutan. Pada prinsipnya tujuan dari green building adalah :
a. Meminimalkan/ mengurangi penggunaan sumber daya alam
b. Meminimalkan/ mengurangi dampak lingkungan
c. Meningkatkan kualitas udara ruangan menjadi lebih sehat
2.1.2 Memberikan Jaminan Psikologi Pada Masyarakat Pengunjung dan Masyarakat
Sekitarnya
A. Rasa Aman
Lingkungan yang Sehat untuk Anak-anak Alliance (HECA)
mempromosikan sejumlah sederhana, biaya rendah, efektif dan berkelanjutan
langkah-langkah untuk memerangi risiko lingkungan untuk anak-anak kita. di
bawah ini adalah contoh dari langkah-langkah sederhana yang dapat diambil di
rumah atau di sekolah-sekolah.
a. Penyimpanan air yang aman di rumah – dan perawatan air di rumah
ketika kualitas yang ragu-ragu – mengurangi pencemaran air dan
menyebabkan manfaat kesehatan terbukti.
b. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, sebelum
makan dan setelah buang air besar secara signifikan mengurangi risiko
penyakit diare.
c. Ikuti WHO Lima Kunci untuk Makanan yang lebih aman untuk mengurangi
risiko penyakit bawaan makanan: menjaga kebersihan; terpisah mentah
dan dimasak, masak dengan saksama; menyimpan makanan pada suhu
aman; dan penggunaan air bersih dan bahan baku.
d. Ventilasi yang baik di rumah, bersih dan ditingkatkan bahan bakar kompor
memasak polusi udara dalam ruangan menurun dan memburuknya dan
pengembangan infeksi pernafasan akut.
e. Sebagai anak-anak biasanya pergi tidur lebih awal daripada orang
dewasa pada saat nyamuk menjadi aktif, penggunaan insektisida kelambu
yang diobati dan pemutaran jendela, pintu dan atap menyediakan sarana
yang sangat efektif untuk melindungi mereka terhadap penyakit malaria.
f. Pastikan aman penyimpanan, pengemasan, penggunaan dan penandaan
yang jelas pembersih, bahan bakar, pelarut, pestisida dan bahan kimia
lainnya yang digunakan di rumah dan di sekolah-sekolah.
B. Rasa Nyaman
Misi ini ditujukan untuk menciptakan suasana kota yang bersih, sehat,
layak huni dan inspiratif, sebagaimana yang diinginkan oleh warga Jakarta. Pola
hidup masyarakat Jakarta yang berkualitas sangat ditentukan oleh ketersediaan
layanan pendidikan dan kesehatan yang berstandar tinggi dan luas
jangkauannya. Di bidang pendidikan, fokusnya adalah penyediaan fasilitas ruang
kelas, perpustakaan dan laboratorium yang memenuhi standar pendidikan
modern. Kualitas dan dedikasi pendidik/guru terus ditingkatkan;
kesejahteraannya terus dijamin. Di bidang kesehatan, selain dari apa yang telah
dikemukakan pada bagian pertama misi ini, terus dilakukan pula gerakan untuk
memperluas kesadaran masyarakat tentang pola hidup bersih dan
sehat. Gerakan ini sejalan dengan kebijakan penataan pemukiman dan ruang
terbuka hijau yang pada gilirannya menciptakan kehidupan yang harmonis dalam
masyarakat multi-etnik dan beragam agama yang menjadi ciri
masyarakat Jakarta. Kenyamanan dan kesejahteraan yang berkelanjutan hanya
bisa terwujud jika masyarakat terbebas dari segala bentuk diskriminasi.
C. Rasa Santai
Kampung Sama Bahari memang paling sering dikunjungi wisatawan,
terutama turis asing peneliti.Kabarnya, perkampungan itu jauh lebih teratur
dibandingkan perkampungan Bajo lainnya.Merapat di dermaga kecil, pengunjung
memasuki jalan umum yang sesungguhnya jembatan.Walau sebagian besar
masih ditopang batang kayu gelondong, sebagian jembatan beralas kayu
tersebut sudah menggunakan pancang beton.
Suku Bajo di Sama Bahari mengandalkan mata pencarian dari mengelola
hasil laut. Selain nelayan, mereka juga mulai mengenal tambak terapung.
Beberapa di antara mereka juga bertani rumput laut. Ikan hasil tangkapan dan
panenan rumput laut dijual ke Kota Wanci, Pulau Wangi-wangi. Tetapi umumnya,
nelayan menjual ikan ke kapal pengumpul ikan yang datang.
Kebanyakan suku Bajo nelayan tradisional. Mereka menangkap ikan
dengan menggunakan jaring, bagan apung, dan pancing. Konon dulu orang Bajo
biasa menangkap ikan dengan tombak. Kini seiring peradaban modern,
kebiasaan itu mulai hilang.Bahkan ada warga Sama Bahari yang sudah menjadi
bandar ikan. Pendapatannya bisa mencapai ratusan ribu rupiah hingga jutaan
sekalimelaut.Di tengah perkampungan, suku Bajo membangun sebidang
lapangan, tempat anak-anak sering bermain bola. Tak jauh dari lapangan, ada
semacam balai-balai tempat berkumpul, atau menonton siaran televisi. Berkat
antena parabola, mereka dapat menyaksikan siaran televisi luar negeri. Untuk
sumber listrik, mereka menggunakan generator.
Menurut Outreach & Community Development Coordinator WWF
Indonesia Veda Santiadji, perkampungan Bajo di Sama Bahari relatif cukup
modern. Mereka sudah memiliki sejumlah fasilitas umum seperti sekolah,
madrasah, musala, tempat pelelangan dan penyimpanan ikan.
D. Terlindungi
Mencermati tema nasional Hari Kesehatan se Dunia ke-62 tahun 2010
mengingatkan kita bahwa masyarakat yang hidup diperkotaan harus punya
peran dan kesadaran/kepedulian yang tinggi. Berperan dalam hal ini harus
bertindak terhadap permasalahan yang ada dilingkungannya. Sedangkan
kesadaran disini kita harus peduli mengantisipasi bilamana lingkungan sekitar
kurang mendukung atau perilaku kesehatan yang menyimpang.Masalah kota
sehat pada dasarnya merupakan pendekatan kesehatan masyarakat yang
bertumpu pada kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat (dunia usaha,
akademisi, profesi, media massa, LSM dan organisasi masyarakat lainnya)
dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan perkotaan yang berkaitan erat
dengan masalah lingkungan fisik dan lingkungan social kota.
Untuk mewujudkan kota sehat diperlukan proses keterlibatan warga kota
yang telah memenuhi tatanan kesehatan dengan berbagai sector terkait seperti
bidang pertanian, pariwisata dan perhubungan. Karena untuk mewujudkan kota
sehat, model yang biasa dilakukan dengan gerakan-gerakan masyarakat.
Barangkali gerakan masyarakat itu perlu diimbangi dengan ketegasan
penegakan peraturan yang telah ada harus diatasi dengan pemberlakuan aturan
dan pengawasan serta pemberian sangsi bila terjadi pelanggaran, misalnya
sangsi denda uang atau penjara bila terjadi pelanggaran atau kelalaian yang
kemungkinan dapat merubah perilaku , seperti halnya warga kota.Andaikan
semua ini dapat kita implementasikan tentunya kwalitas hidup masyarakat
tercapai, niscaya lambat laun kota sehat warga sehat akan terwujud.
E. Privasi
Organisasi Buruh Internasional makin menegaskan pandangan tersebut
dengan melansir laporan bahwa penambahan jumlah orang miskin pada masa
krisis finansial ketika mereka secara tiba-tibaharuskehilanganpekerjaannya.
Indonesia boleh berbangga menjadi anggota G-20 dan tahan diterpa krisis
finansial 2008- 2009, tetapi harus disadari posisi Indonesia dalam pencapaian
MDGs juga belum memuaskan.
Berkali-kali, dalam Progress Report MDGs kawasan Asia dan Pasifik,
Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam
mencapai MDGs pada tahun 2015. Sumber kelambanannya ditunjukkan dari
masih tingginya angka kematian ibu melahirkan, belum teratasinya laju
penularan HIV-AIDS, makin meluasnya laju deforestasi, rendahnya tingkat
pemenuhan air minum dan sanitasi yang buruk serta beban utang luar negeri
yang terus menggunung (MDGs Progres Report in Asia and the Pacific,
UNESCAP, 2010).
Fakta muram ini juga diperkuat dengan makin merosotnya kualitas hidup
manusia Indonesia sebagaimana yang dilaporkan di Human Development Index
(Indeks Pembangunan Manusia/IPM). Jika pada tahun 2006 berada di posisi ke-
107 dan tahun 2008 di posisi ke-109, pada tahun 2009 makin melorot di posisi
ke-111. (Overcoming Barriers: Human Mobility and Development, UNDP, 2009).
Kondisi ini menjadi tantangan berat Indonesia untuk menuntaskan lima tahun
terakhir dari target MDGs pada 2015. Oleh karena itu, harus ada perubahan
mendasar dalam menilai keberhasilan pembiayaan negara, bukan hanya pada
tingkat penyerapan anggaran tetapi juga pada dampak penggunaan anggaran
pada pencapaian target MDGs dan indikator IPM yang terukur. Titik lemah lain
dalam upaya pencapaian MDGs di Indonesia adalah tidak adanya pengakuan
inisiatif masyarakat (baik organisasi masyarakat sipil maupun sektor swasta)
yang selama ini punya peran dalam upaya pencapaian MDGs di Indonesia.
Pemerintah Indonesia tidak pernah mendorong rasa kepemilikan bersama
(ownership) MDGs ini kepada seluruh rakyatnya.
Setidaknya dalam empat kali laporan yang disusun oleh Pemerintah
Indonesia sangat kuat kesan bahwa pencapaian MDGs identik dengan
pelaksanaan program pemerintah. Padahal kita tahu, ada banyak inisiatif dan
kreativitas masyarakat muncul dalam menjawab masalah kemiskinan. Ironisnya,
pemerintah tak pernah mengakuinya dalam laporan MDGs. Pemerintah lebih
asyik menyajikan laporan pencapaian MDGs dalam grafik-grafik statistik yang tak
bisa mengukur wajah kemiskinan yang berbeda konteks dan pengalaman
kesejarahannya.
2.2 Surveilans Kualitas Air Bersih

Surveilans kualitas air adalah suatu upaya analisis yang dilakukan secara terus
menerus dan sistematis melalui pengumpulan data penyakit yang disebabkan oleh air,
jumlah sarana air minum dan sanitasi, data inspeksi sanitasi sarana air minum dan
sanitasi, dan parameter kualitas air minum seperti mikrobiologi, fisik, kimia, serta
penyebarluasan informasi hasil analisis kepada pihak yang berkepentingan dalam
rangka pengambilan keputusan, tindakan perbaikan dan atau pengembangan suatu
kebijakan.
Ruang lingkup surveilan kualitas air minum dan sanitasi dasar meliputi inspeksi
sanitasi, pengujian kualitas air minum, rekomendasi dan tindak lanjut serta pencatatan
dan pelaporan.
Inspeksi sanitasi sebagai salah satu rangkaian kegiatan surveilans kualitas air
minum dan sanitasi, pada dasarnya merupakan kegiatan penilaian sarana air bersih
seperti sumur gali, sumur pompa tangan, dan lainnya.. Kegiatan inspeksi sanitasi
dimulai dengan pemetaan Sarana Air Minum dan Sanitasi. Pemetaan ini bertujuan
untuk menggambarkan distribusi atau penyebaran sarana air minum dan sanitasi.
Pemetaan dilakukan oleh sanitarian atau petugas kesehatan lingkungan Puskesmas
beserta kader kesehatan dengan menggunakan metoda MPAPHAST. Sasaran
pemetaan adalah sarana air minum dan sanitasi yang telah ada di masyarakat dan
sekolah.
Beberapa data yang dikumpulkan pada kegiatan pemetaan sarana air minum dan air
bersih serta sanitasi meliputi :
1. Jenis sarana (sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air,
penampungan air hujan, kran umum/hidran umum, sambungan rumah, jamban,
sarana cuci tangan pakai sabun, dan lain-lainnya.
2. Jumlah KK pemakai air dari masing-masing jenis sarana air minum dan sanitasi
tersebut
3. Lokasi sarana air minum dan sanitasi di desa, dusun, RW, atau RT,
4. Kepemilikan sarana air minum dan sanitasi (umum atau pribadi)
2.2.1 Pelaksanaan Inspeksi Sanitasi

Inspeksi Sanitasi (IS) adalah pemeriksaan dan evaluasi terhadap kondisi


lingkungan, perlengkapan dan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum dan
sanitasi. Tujuan Inpeksi Sanitasi sarana air minum dan sanitasi antara lain :
1. Untuk mengetahui informasi risiko pencemaran
2. Merupakan salah satu tahapan sebelum melakukan pemeriksaan kualitas air
minum
3. Sebagai informasi untuk melakukan tindak lanjut dan perbaikan sarana air
minum dan sanitasi
4. Untuk memberikan rekomendasi tentang keadaan sarana air minum dan sanitasi

2.2.2 Proses Inspeksi Sanitasi

1. Petugas melaksanakan kegiatan IS terhadap jenis sarana pada hasil


2. Kegiatan IS tersebut meliputi pengamatan lapangan, pengamatan terhadap
komponen-komponen sarana, kelengkapan dan lingkungan sarana dengan
menggunakan formulir IS.
3. Formulir dibuat berdasarkan kebutuhan, untuk setiap jenis sarana dibuat formulir
tersendiri.
4. Dalam formulir terdapat dua pilihan jawaban, “YA” dan “TIDAK”.
Jawaban ”YA” menunjukkan bahwa sarana air minum mempunyai risiko
pencemaran yang dapat membahayakan pemakainya, sebaliknya
jawaban ”TIDAK” berarti sarana air tersebut tidak menimbulkan problem/risiko
pencemaran yang dapat membahayakan pemakainya.
5. Kemudian dihitung jumlah “YA” dan “TIDAK” yang dinyatakan dalam 4 kategori
yaitu (AT) Amat Tinggi, (T) Tinggi, (S) Sedang, (R) Rendah.
2.2.3 Analisis Data Hasil Inspeksi Sanitasi

Tindak lanjut dilakukan berdasarkan analisis hasil informasi risiko pencemaran, yaitu;

1. Risiko Tinggi (T) dan Amat Tinggi (AT), artinya sarana harus diperbaiki mengikuti
ketentuan kontruksi.
2. Risiko Sedang (S) dan Rendah (R), artinya pada sarana harus dilakukan
pengambilan sampel untuk mengidentifikasi parameter pencemar utama dalam
air.

Anda mungkin juga menyukai