Anda di halaman 1dari 24

Revolusi Industri

Produksi industri saat ini didorong oleh persaingan global dan


kebutuhan akan adaptasi produksi yang cepat terhadap permintaan
pasar yang selalu berubah. Persyaratan ini hanya dapat dipenuhi oleh
kemajuan radikal dalam teknologi manufaktur saat ini. Industri 4.0
adalah pendekatan yang menjanjikan berdasarkan integrasi bisnis dan
proses manufaktur, serta integrasi semua aktor dalam rantai nilai
perusahaan (pemasok dan pelanggan). Aspek teknis dari persyaratan
ini ditangani oleh penerapan konsep generik Cyber-Physical Systems
(CPS) dan industri Internet of Things (IoT) ke sistem produksi
industri. Revolusi industri 4.0 karena itu sistem eksekusi didasarkan
pada koneksi blok bangunan CPS. Blok-blok ini adalah sistem
tertanam dengan kontrol terdesentralisasi dan konektivitas canggih
yang mengumpulkan dan bertukar informasi real-time dengan tujuan
mengidentifikasi, mencari, melacak, memantau dan mengoptimalkan
proses produksi. Selain itu, dukungan perangkat lunak yang luas
berdasarkan versi desentralisasi dan adaptasi Sistem Eksekusi
Manufaktur (MES) dan Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP)
diperlukan untuk integrasi proses manufaktur dan bisnis yang lancar.
Aspek penting ketiga adalah penanganan sejumlah besar data yang
dikumpulkan dari proses, mesin dan produk. Biasanya data disimpan
dalam penyimpanan cloud. Data ini memerlukan analisis ekstensif
yang mengarah dari data ‘mentah’ ke informasi yang bermanfaat dan,
akhirnya pada tindakan nyata yang mendukung proses produksi
industri yang adaptif dan terus-menerus mengoptimalkan diri sendiri.

Secara simpel, pengertian dari revolusi industri adalah perubahan besar dan radikal


terhadap cara manusia memproduksi barang. Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi
tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami revolusi industri yang keempat. Setiap
perubahan besar ini selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang ekonomi,
politik, bahkan militer dan budaya. Sudah pasti ada jutaan pekerjaan lama
menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang muncul.
Munculnya pabrik sebagai tanda revolusi Industri. (dok. Ant Rosetzky on Unsplash)
Revolusi industri menghasilkan penurunan, malah terkadang menghilangkan beberapa
kelangkaan tersebut, sehingga waktu, tenaga, dan uang yang semula digunakan untuk
mengatasi kelangkaan-kelangkaan tersebut mendadak jadi bebas. Jadi, bisa digunakan
untuk hal lain untuk mengatasi kelangkaan yang lain. Hilangnya atau
berkurangnya sebuah kelangkaan otomatis mengubah banyak aspek dalam kehidupan
bermasyarakat. 

Revolusi industri terjadi pada tahun 1770-an akhir pada revolusi industri 1.0 hingga
4.0 di sekitar tahun

Revolusi Industri 1.0

Revolusi industri muncul pertama kali di negara Inggris pada akhir 1770-an dan
menyebar ke seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, pada tahun 1830-an dan 40-an.
Jadi bisa dibilang negara Eropa yang pertama kali melaksanakan revolusi industri
adalah Inggris. Diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya seperti Belgia, Prancis, dan
Jerman. Secara spesifik ada 3 faktor utama yang mendorong 1.0 yaitu: Revolusi
Pertanian, peningkatan populasi, dan keunggulan Inggris Raya. 

Revolusi Industri menganggap era waktu yang penting karena teknik pertanian yang
lebih baik, pertumbuhan populasi, dan keunggulan Inggris Raya yang memengaruhi
negara-negara di seluruh dunia. Era revolusi industri 1.0 dimulai di Inggris dengan
ditemukannya mesin uap lalu digunakan dalam proses produksi barang. Penemuan ini
penting sekali, karena sebelum adanya mesin uap, manusia cuma bisa mengandalkan
tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun.

Dan masalahnya, tenaga otot amat terbatas. Misalnya, manusia, kuda, sapi dan tenaga-
tenaga otot lainnya tidak mungkin bisa mengangkat barang yang amat berat, bahkan
dengan bantuan katrol sekalipun. 
Butuh istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga tersebut, sehingga proses
produksi kalau mau berjalan 24 jam sehari membutuhkan tenaga. Selain dengan otot,
tenaga lain yang sering digunakan adalah tenaga air dan tenaga angin. Biasanya ini
digunakan di penggilingan.  Untuk memutar penggilingan yang begitu berat,
seringkali manusia menggunakan kincir air atau kincir angin. Masalah utama dari dua
tenaga ini adalah, manusia tak bisa menggunakannya di mana saja. Manusia cuma bisa
menggunakannya di dekat air terjun dan di daerah yang berangin. Untuk tenaga angin,
masalah tambahan adalah tenaga angin tak bisa diandalkan 24 jam sehari. Ada
kalanya benar-benar tak ada angin yang bisa digunakan untuk memutar kincir.
Masalah ini juga muncul ketika tenaga angin menjadi andalan transportasi
internasional, yaitu transportasi laut.

Sebagai gambaran, di era VOC, butuh waktu sekitar 6 bulan untuk kapal dari Belanda
untuk mencapai Indonesia, lalu 6 bulan lagi untuk berlayar dari Indonesia ke
Belanda. Artinya, kalau mau berlayar bolak balik Batavia-Amsterdam-Batavia, butuh
waktu setahun! Maklum, terkadang ada kalanya benar-benar tak ada angin di laut,
terkadang ada angin tetapi berlawanan dengan arah yang diinginkan. Penemuan mesin
uap yang jauh lebih efisien dan murah dibandingkan mesin uap sebelumnya oleh
James Watt di tahun 1776 mengubah semua itu. Kini tak ada lagi batasan waktu untuk
menggerakkan mesin. Asal dipasang mesin uap rancangan James Watt ini, sebuah
penggilingan bisa didirikan di mana saja, tak perlu dekat air terjun atau daerah
berangin. Sebuah kapal bahkan bisa berlayar 24 jam, selama mesin uapnya dipasok
dengan kayu atau batu bara. Ini berdampak langsung dalam waktu perjalanan dari
Belanda ke Indonesia terpangkas jauh, hitungannya bukan setahun lagi, tapi jadi cuma
sekitar 2 bulan.

Ini yang jarang dibahas di buku-buku sejarah, yaitu mengenai revolusi industri
memungkinkan bangsa Eropa mengirim kapal perang mereka ke seluruh penjuru
dunia dalam waktu jauh lebih singkat. Tidak ada lagi cerita tentara-tentara Eropa
kelelahan saat menyerang benteng milik Kerajaan Asia. Semua daerah yang bisa
terjangkau oleh kapal laut, sudah pasti terjangkau oleh kekuatan imperialis
Eropa. Negara-negara Imperialis di Eropa ini rame–rame ngegas menjajah kerajaan-
kerajaan di Afrika dan Asia. Ingat, di akhir 1800an inilah Belanda akhirnya
menaklukkan daerah-daerah terakhir di Indonesia seperti Aceh dan Bali, yang belum
ditaklukkan.
Revolusi Industri pertama mengubah peta geopolitik Afrika di abad IX
Jadi, karena kini tenaga mesin tidak dibatasi oleh otot, angin, dan air terjun, terjadilah
penghematan biaya dalam jumlah luar biasa di bidang produksi, transportasi, bahkan
militer. Barang-barang yang diproduksi menjadi jauh lebih banyak, lebih murah, dan
lebih mudah didapat. Uang yang semula dipakai untuk memproduksi dan membeli
barang-barang mahal tersebut kini bisa dipakai untuk hal lain, sehingga barang-barang
yang tak diproduksi menggunakan mesin uap pun menjadi jauh lebih laku.

Revolusi industri 1.0 ini juga mengubah masyarakat dunia, dari masyarakat agraris di
mana mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, menjadi masyarakat industri.
Intinya, kelangkaan tenaga yang semula mendominasi kesukaran manusia dalam
berlayar, dalam memproduksi, mendadak lenyap. Tenaga tidak lagi dipasok cuma oleh
otot, angin, dan air terjun, tapi juga oleh mesin uap yang jauh lebih kuat, lebih
fleksibel, dan lebih awet. Terakhir, kelangkaan yang dikurangi adalah kelangkaan
tenaga kerja. Semula begitu banyak manusia dibutuhkan untuk menjalankan mesin-
mesin produksi. Kini mendadak semua tenaga itu digantikan mesin uap.

Artinya, mendadak semua tenaga manusia tersebut jadi bebas, mereka bisa
dipekerjakan di bidang lain. Perubahan-perubahan ini amat penting sebab perubahan
ini berarti menghilangkan keistimewaan para bangsawan. Berkat mesin uap, produksi
kini bisa berlangsung di mana saja. Berkat mesin uap, produksi besar-besaran bukan
cuma monopoli para tuan tanah yang memiliki ladang/sawah berhektar-hektar. Kini
orang-orang kaya yang memiliki mesin-mesin uap bisa memproduksi barang padahal
tanah mereka tak seberapa dibanding tanahnya para bangsawan ini. Orang-orang biasa
juga bisa memproduksi barang tanpa memiliki tanah pertanian. Dan orang-orang bisa
jadi kaya tanpa gelar bangsawan. Dominasi kaum bangsawan yang berlangsung atas
kaum non-bangsawan selama ribuan tahun terpatahkan sudah.
Penampakan mesin uap Watt, yang menjadi pijakan untuk revolusi industri pertama.
Namun, dampak negatif revolusi industri 1.0 ini, selain pencemaran lingkungan akibat
asap mesin uap dan limbah-limbah pabrik lainnya yang sudah elo pelajari di buku teks
sekolah adalah penjajahan di seluruh dunia. Tanpa mesin uap, Imperialis Eropa takkan
bisa menaklukkan Asia dan Afrika secepat dan semudah ini.  Perkembangan revolusi
industri 1.0 tidak berhenti sampai di situ saja, prosesnya terus berkembang hingga
pada tahap revolusi industri 2.0.

Lalu apa perbedaan antara keduanya?

Revolusi Industri 2.0

Revolusi industri pertama memang penting dan mengubah banyak hal, namun yang
tak banyak dipelajari adalah revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20. Saat
itu, produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh
mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun, proses
produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam hal
transportasi. 

Pabrik mobil Ford model T sebelum revolusi industri 2.0. (dok. The Henry Ford.org)
Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi secara massal. Namun, di pabrik mobil,
setiap mobil dirakit dari awal hingga akhir di titik yang sama. Semua komponen mobil
harus dibawa ke si tukang-perakit. Seorang tukang-perakit memproses barang tersebut
dari nol hingga produk jadi. Perhatikan foto di atas, yang merupakan foto sebuah
pabrik mobil sebelum industri 2.0. Setiap mobil akan dirakit oleh seorang tukang yang
“Generalis” yang memproses mobil tersebut dari awal hingga selesai, dari merakit
ban, pintu, setir, lampu, dst., sampai lengkap. Proses produksi ini memiliki kelemahan
besar yaitu perakitan dilakukan secara paralel. 

Artinya, untuk merakit banyak mobil, proses perakitan harus dilakukan


oleh banyak tukang secara bersamaan. Ini membuat setiap tukang harus diajari banyak
hal seperti memasang ban, memasang setir, memasang rem dll. Seandainya ada
masalah dalam proses perakitan, mobil yang belum jadi harus “digeser” dan si tukang
harus meminta mobil baru sehingga proses produksi mobil bisa berjalan terus. Butuh
waktu untuk memindahkan mobil bermasalah ini dan butuh waktu mendapatkan mobil
baru, dan proses perakitan harus mulai dari 0 lagi. Karena itu, proses perakitan mobil
seperti ini akan memakan waktu sangat banyak. Ketika perusahaan mobil Ford di
Amerika Serikat meluncurkan mobil murah pertama di dunia, bernama “Ford Model
T”, mereka kebanjiran pesanan.  Namun, demand yang tinggi tidak didukung dengan
sumber daya yang tinggi pula hingga Ford akhirnya tidak bisa memenuhi keinginan
pasar. Dibutuhkan waktu sekitar 12 jam 30 menit buat seorang tukang untuk merakit
Ford Model T. Di tahun 1912, Ford cuma bisa memproduksi 68.773 mobil dalam
setahun. Artinya, sistem “Satu perakit, satu mobil” tak bisa dipertahankan. Sistem
produksi harus direvolusi.

Tanda dimulainya revolusi industri 2.0 adalah dengan terciptanya “Lini Produksi”
atau Assembly Line yang menggunakan “Ban Berjalan” atau conveyor belt di tahun
1913. Hasil dari penemuan terkait dengan roda berjalan untuk meningkatkan output
barang yang diproduksi oleh pabrik.

Selain itu, perubahan sistem pada pekerja juga dilakukan untuk mempercepat proses
produksi. Yaitu dengan tidak ada lagi satu tukang yang menyelesaikan satu mobil dari
awal hingga akhir. Para tukang yang tadinya mengerjakan banyak tugas diorganisir
untuk menjadi spesialis dan cuma mengurus satu bagian saja, memasang ban
misalnya. Produksi Ford Model T dipecah menjadi 45 pos, mobil-mobil tersebut kini
dipindahkan ke setiap pos dengan conveyor belt, lalu dirakit secara serial. 

Misalnya, setelah dipasang ban dan lampunya, barulah dipasang mesinnya seperti
gambar di bawah. Semua ini dilakukan biasanya dengan bantuan alat-alat yang
menggunakan tenaga listrik, yang jauh lebih mudah dan murah daripada tenaga uap.
Proses perakitan mobil Ford model T jauh lebih efisien dengan bantuan conveyor belt.
Penggunaan tenaga listrik, ban berjalan, dan lini produksi ini menurunkan waktu
produksi secara drastis, kini sebuah Ford Model T bisa dirakit cuma dalam 95 menit!

Akibatnya, produksi Ford Model T melonjak, dari 68 ribuan mobil di tahun 1912,
menjadi 170 ribuan mobil di tahun 1913, 200 ribuan mobil di tahun 1914, dan tumbuh
terus sampai akhirnya menembus 1 juta mobil per-tahunnya di tahun 1922. Dan nyaris
mencapai 2 juta mobil di puncak produksinya, di tahun 1925. Totalnya, hampir 15 juta
Ford Model T diproduksi sejak 1908 sampai akhir masa produksinya di tahun 1927.
Produksi mobil murah secara besar-besaran ini mengubah bukan cuma industri mobil
Amerika, bukan cuma industri mobil dunia, tapi juga budaya seluruh dunia. Loh, kok
bisa sejauh itu? Begini, produksi mobil murah secara massal seperti itu berarti
membuat mobil menjadi barang terjangkau.

Sejak Model T diproduksi massal, bukan cuma orang kaya yang membeli dan
menggunakan mobil, kelas menengah bisa membelinya, bahkan kelas miskin bisa
menyicilnya atau meminjamnya. Mendadak, ratusan ribu, bahkan jutaan orang jadi
punya mobil. Mendadak, transportasi dari rumah ke tempat kerja jadi jauh lebih
mudah, tidak tergantung jarak, tidak tergantung jadwal transportasi umum. Ini
menyebabkan munculnya daerah yang disebut “Suburb” atau “Pinggiran” yaitu
perumahan yang muncul di pinggir kota, bukannya di pusat kota. Akibat punya mobil,
jutaan orang ini butuh garasi, tempat parkir, bengkel ganti oli, bengkel ganti ban,
tukang cuci mobil, dan 1001 hal lain yang tidak terpikir sebelumnya.

Itu baru mobil, produksi menggunakan conveyor belt ini juga menurunkan waktu dan
biaya produksi di banyak bidang lainnya. Artinya, bertambahnya waktu, menyebabkan
berkurangnya kelangkaan waktu. Selain itu, conveyor belt juga digunakan untuk
mengangkut barang tambang dari tambang ke kapal lalu dari kapal ke pabrik. Sekali
lagi, menghemat waktu dan tenaga.
Masih belum cukup, penggunaan conveyor belt dan lini produksi juga menghemat luas
lahan yang diperlukan pabrik. Artinya, kelangkaan lahan perkotaan untuk produksi
juga berhasil dikurangi.

Conveyor Belt hasil dari revolusi Industri 2.0 (dok. Pixabay)


Revolusi industri kedua ini juga berdampak pada kondisi militer di Perang Dunia 2.
Meski bisa dikatakan bahwa peristiwa revolusi industri 2.0 sudah terjadi di Perang
Dunia 1, di Perang Dunia 2-lah efeknya benar-benar terasa. Ribuan tank, pesawat, dan
senjata-senjata tercipta dari pabrik-pabrik yang menggunakan lini produksi dan ban
berjalan. Ini semua terjadi karena adanya produksi massal (mass production).
Perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri boleh dibilang jadi
komplit. Nah, itu baru industri 2.0, revolusi apa lagi yang berikutnya?

Revolusi Industri 3.0

Setelah mengganti tenaga otot dengan uap, lalu produksi paralel dengan serial,
perubahan apa lagi yang bisa terjadi di dunia industri? Faktor berikutnya yang diganti
adalah manusianya. Revolusi industri 3.0 ditandai dengan adanya mesin yang
bergerak dan berpikir secara otomatis yaitu komputer dan robot. Karena hal inilah
revolusi 3.0 memiliki nama lain yaitu Revolusi Digital. Pada bagian ini, peristiwa
revolusi industri disebut perubahan karena lahirnya teknologi komputer menandakan
cikal-bakal kemudahan kerja untuk manusia. Bisa dibilang, abad informasi dipicu oleh
munculnya revolusi industri yang ke 3.

Pada bagian ini, peristiwa revolusi industri disebut perubahan karena lahirnya
teknologi komputer menandakan cikal-bakal kemudahan kerja untuk manusia.
Salah satu komputer pertama yang dikembangkan di era Perang Dunia 2 sebagai
mesin untuk memecahkan kode buatan Nazi Jerman, yaitu komputer yang bisa
diprogram pertama yang bernama Colossus adalah mesin raksasa sebesar sebuah
ruang tidur.

Colossus adalah komputer yang tidak punya RAM dan tidak bisa menerima perintah
dari manusia melalui keyboard, apalagi touchscreen, tapi melalui pita kertas.
Komputer purba ini juga membutuhkan listrik luar biasa besar yaitu 8500 watt.
Namun, kemampuannya nggak ada sepersejutanya smartphone yang ada di kantong
kebanyakan orang Indonesia saat ini.

Foto komputer Colossus yang menjadi pijakan awal revolusi industri 3.0 (dok.
Britannica.com)

Kemajuan teknologi komputer menjadi ngebut luar biasa setelah perang dunia kedua


selesai. Penemuan semikonduktor, disusul transistor, lalu integrated chip (IC)
membuat ukuran komputer semakin kecil, listrik yang dibutuhkan semakin sedikit,
sementara kemampuan berhitungnya terbang ke langit. Mengecilnya ukuran komputer
menjadi penting, sebab kini komputer bisa dipasang di mesin-mesin yang
mengoperasikan lini produksi. 

Kini, komputer menggantikan banyak manusia sebagai operator dan pengendali lini
produksi, sama seperti operator telepon di perusahaan telepon diganti
oleh relay sehingga kita tinggal menelpon nomor telepon untuk menghubungi teman
kita. Proses ini disebut “Otomatisasi” semuanya jadi otomatis, tidak memerlukan
manusia lagi. Artinya, sekali lagi terjadi penurunan kelangkaan sumber daya manusia,
terbebasnya ribuan tenaga kerja untuk pekerjaan – pekerjaan lain.

Seiring dengan kemajuan komputer, kemajuan mesin-mesin yang bisa dikendalikan


komputer tersebut juga meningkat. Macam-macam mesin diciptakan dengan bentuk
dan fungsi yang menyerupai bentuk dan fungsi manusia. 
Peristiwa revolusi industri 3.0 ini menempatkan komputer sebagai otak dari sebuah
mesin, robot menjadi tangannya, pelan-pelan fungsi pekerja kasar dan pekerja manual
menghilang. Namun, ini bukan berarti tugas manusia di produksi bisa digantikan
sepenuhnya oleh robot. Pabrik-pabrik mobil semula berpikir revolusi industri 3.0 ini
akan seperti 2.0, di mana produksi paralel diganti total oleh lini produksi, robot akan
secara total diganti oleh manusia. Pabrik-pabrik mobil di tahun 1990an mencoba
mengganti semua pegawai mereka dengan robot, hasilnya adalah produktivitas malah
menurun. Elon Musk mencoba melakukannya lagi di tahun 2010an ini di pabrik mobil
Tesla-nya. 

Akhirnya, semua orang menemukan fakta bahwa untuk produksi mobil, kombinasi
manusia dan robot-komputer adalah yang terbaik. Munculnya robot dan komputer
menjadi penolong manusia, bukannya penggantinya.

Elon Musk Pendiri Tesla (dok. Pixabay)


Sekali lagi, peristiwa revolusi industri ini mengubah masyarakat. Negara-negara maju
seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat berubah dari mengandalkan
sektor manufaktur, menjadi mengandalkan sektor jasa seperti bank, studio film, TI,
dll. Mereka berubah dari ekonomi industri menjadi ekonomi informasi. Karena
kemajuan ini juga, terjadilah perubahan dari data analog menjadi data digital. 

Misalnya, dari merekam musik menggunakan kaset menjadi menggunakan CD, dari
menonton film di video player menjadi menggunakan DVD player; dst. Ini terjadi
karena komputer itu cuma bisa bekerja dengan data digital. Karena peristiwa revolusi
industri ini juga, video game menjadi sesuatu yang normal dalam kehidupan kita,
menjadi bisnis dengan nilai miliaran, bahkan triliunan Dolar.  Di sisi negatifnya,
digitalisasi, komputerisasi membuat kejahatan-kejahatan baru muncul contohnya
penipuan digital yang menggunakan komputer.
Oke, setelah pemasangan komputer dan robot dalam proses produksi, memangnya ada
kemajuan apa lagi? Memangnya kemajuan apa lagi sih yang bisa terjadi di dunia
industri sampai kita bisa menyentuh revolusi industri 4.0?

Revolusi Industri 4.0

Perhatikan deh, semua revolusi itu terjadi menggunakan revolusi sebelumnya sebagai
dasar. Industri 2.0 takkan muncul selama kita masih mengandalkan otot, angin, dan air
untuk produksi. Industri 3.0 intinya meng-upgrade lini produksi dengan komputer dan
robot. Sejatinya, revolusi industri dikatakan revolusi karena terjadi secara perlahan-
lahan dan mengalami perkembangan yang cukup signifikan.

Pada industri 4.0 pada dasarnya juga menggunakan komputer dan robot. Terus, kalo
gitu sebenernya kemajuan apa saja yang muncul sehingga membedakannya dari
revolusi sebelumnya?  Revolusi ini  adalah perpaduan kemajuan dalam kecerdasan
buatan (AI), robotika, Internet of Things (IoT), pencetakan 3D, rekayasa genetika,
komputasi kuantum, dan teknologi lainnya.

Yang pertama dari peristiwa revolusi industri 4.0 yang paling terasa adalah internet.
Semua komputer tersambung ke sebuah jaringan bersama. Komputer juga semakin
kecil sehingga bisa menjadi sebesar kepalan tangan kita, makanya kita jadi punya
smartphone.

Bukan cuma kita tersambung ke jaringan raksasa, orang-orang di dunia jadinya selalu
tersambung ke jaringan raksasa tersebut. Inilah bagian pertama dari revolusi industri
keempat yaitu “Internet of Things”.

Saat komputer-komputer yang ada di pabrik itu tersambung ke internet, saat setiap
masalah yang ada di lini produksi bisa langsung diketahui saat itu juga oleh pemilik
pabrik, di manapun si pemilik berada.
Ponsel pintar (smartphones) yang senantiasa membuat kita terhubung dengan dunia
luar adalah instrumen penting dalam revolusi industri 4.0. (dok. Pixabay)

Kedua, kemajuan teknologi juga menciptakan 1001 sensor baru, dan 1001 cara untuk
memanfaatkan informasi yang didapat dari sensor-sensor tersebut yang merekam
segalanya selama 24 jam sehari.  

Informasi ini bahkan menyangkut kinerja pegawai manusianya. Misalnya, kini


perusahaan bisa melacak gerakan semua dan setiap pegawainya selama berada di
dalam pabrik.

Fingerprint – bagian dari revolusi industri 4.0 (dok. Pexels)

Dari gerakan tersebut, bisa terlihat, misalnya, kalau pegawai-pegawai tersebut


menghabiskan waktu terlalu banyak di satu bagian, sehingga bagian tersebut perlu
diperbaiki. 

Masih ada 1001 informasi lainnya yang bisa didapat dari 1001 data yang berbeda,
sehingga masih ada 1001-1001 cara meningkatkan produktivitas pabrik yang semula
tak terpikirkan. Karena begitu banyaknya ragam maupun jumlah data baru ini, aspek
ini sering disebut Big Data.

Ketiga, berhubungan dengan yang pertama dan kedua, adalah Cloud Computing.


Perhitungan-perhitungan rumit tetap memerlukan komputer canggih yang besar, tapi
karena sudah terhubung dengan internet, karena ada banyak data yang bisa dikirim
melalui internet, semua perhitungan tersebut bisa dilakukan di tempat lain, bukannya
di pabrik.

Jadi, sebuah perusahaan yang punya 5 pabrik di 5 negara berbeda tinggal membeli
sebuah superkomputer untuk mengolah data yang diperlukan secara bersamaan untuk
kelima pabriknya. Tidak perlu lagi membeli 5 superkomputer untuk melakukannya
secara terpisah.

Keempat, ini yang sebetulnya paling besar yaitu adanya Machine learning. Mesin ini
adalah mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bisa sadar bahwa dirinya
melakukan kesalahan sehingga melakukan koreksi yang tepat untuk memperbaiki
hasil berikutnya. Ini bisa dilukiskan dengan cerita “AlphaZero AI”.

Sebelum Machine Learning, sebuah komputer melakukan tugasnya dengan


“Diperintahkan” atau “Diinstruksikan” oleh manusia. Untuk lebih detilnya, elo bisa
baca artikel mengenai Artificial Intelligence.

Akankah Robot Menguasai Kehidupan Manusia di Masa Depan?

Mengkombinasikan keempat hal ini artinya perhitungan yang rumit, luar biasa, dan
tidak terpikirkan tentang hal apapun bisa dilakukan oleh superkomputer dengan
kemampuan di luar batas kemampuan manusia. 

Kenyataannya tentu saja saat ini belum sekeren itu. Point keempat, yaitu AI


dan Machine Learning, masih amat terbatas untuk tugas-tugas tertentu.

Bukan cuma Indonesia, negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Amerika
Serikat saja masih terus menerus memperdebatkan konsekuensi dari revolusi industri
keempat ini, sebab revolusi ini masih berlangsung, atau bahkan baru dimulai.

Tantangannya masih banyak, misalnya koneksi internet yang belum universal dan
masih adanya beberapa daerah yang tidak memiliki koneksi internet, bahkan di
Amerika Serikat yang terkenal sebagai negara adidaya sekalipun.

Selain itu, koneksi internet berarti munculnya celah keamanan baru. Perusahaan
saingan pasti berusaha mengintip kinerja dan rancangan produksi lewat celah
keamanan komputer pengendali produksi yang kini bisa diakses dari internet.

Perkembangan Revolusi Industri Sampai Kapan?

Artificial Intelligence sebagai bagian dari revolusi industri (dok. Unsplash)


Nah, sekarang elo udah tau mengenai sejarah perkembangan revolusi industri 1.0
sampai 4.0.
Saat ini, revolusi industri 4.0 sedang dibicarakan, dipersiapkan, diperdebatkan, dan
dimulai. Melihat pola sejarah, akan terjadi perubahan besar di dunia.

Jutaan pekerjaan lama yang semula mapan, yang semula diandalkan oleh kakek-nenek
bahkan ayah-ibu elo kemungkinan akan menghilang. Dan jutaan pekerjaan baru yang
tak terpikirkan oleh elo mungkin akan muncul. 

Tahapan revolusi industri sebetulnya adalah tahapan yang rumit dengan pengaruh
yang luar biasa luas pada kehidupan masyarakat. 

Jadi, sebenarnya kita masih belum tahu sejauh mana revolusi industri 4.0 ini akan
memberikan dampak bagi peradaban manusia.

Nggak menutup kemungkinan akan muncul revolusi industri 5.0 dan seterusnya. 

Bisa elo lihat bahwa setiap revolusi industri, walaupun mengguncang ekonomi,
politik, bahkan budaya, dan meski memiliki banyak sekali sisi negatif dan masalah,
selalu membawa masyarakat ke arah yang lebih baik.

Revolusi industri 4.0 bisa jadi akan menggilas banyak orang, tetapi siapa bilang
orang-orang yang tergilas itu tidak bisa bangkit dan memanfaatkan roda penggilas
mereka?

Revolusi Industri adalah perubahan sistem sosial dan kebudayaan yang berlangsung
secara cepat serta berhubungan dengan perkenalan mesin uap (menggunakan bahan
bakar batu bara) dan ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Lantas,
bagaimanakah sejarah dan dampak dari adanya revolusi industri? Berikut
penjelasannya. Latar Belakang Revolusi Industri Menurut keterangan dalam jurnal
Historia: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah 8(1), disebutkan bahwa sebelum
abad 18, sistem perekonomian Eropa bergantung pada ekonomi agraris. Namun,
setelah memasuki abad ke-18, maka tenaga mesin mulai digunakan sebagai alat
produksi di pabrik menggantikan tenaga manusia.
Perubahan inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan revolusi industri. Istilah dari
revolusi industri kemudian dikenalkan oleh Fredriech Engles dan Louis Agueste
Balnqui di pertengahan abad-19. Sebelum dikenal dengan alat-alat mekanis dan
otomatis. Semenjak adanya revolusi industri, maka aktivitas ekonomi banyak
memanfaatkan mesin. Hal tersebut membuat terjadi penghematan dan perbedaan pola
hidup masyarakat pada saat itu.

Dalam jurnal tersebut juga disebutkan beberapa poin yang menjadi latar belakang
revolusi industri. Berikut penjelasannya. Keamanan Inggris pada abad ke-18
menjamin seluruh segi kehidupan masyarakat Inggris, termasuk sistem ekonomi.
Masyarakat inggris menjadi lebih tenang dan tidak takut dalam menjalankan roda
perekonomiannya, Mulai berkembang kegiatan kewirausahaan dan manufaktur.
Inggris memiliki kekayataan alam, khususnya batu bara dan biji besi yang membuat
Inggris bisa mengembangkan proses produksi. Memiliki banyak wilayah jajahan.
Terjadi revolusi agraris yang membuat masyarakat Inggris yang dilanda gejolak turut
melatarbelakang lahirnya revolusi industri di negara tersebut. Muncul paham ekonomi
liberal.

Sejarah Revolusi Industri Hingga kini, revolusi industri sudah berlangsung empat kali,
yaitu revolusi industri 1.0, revolusi industri 2.0, revolusi industri 3.0, dan revolusi
industri 4.0. Bagaiamana perkembangan sejarah revolusi industri tersebut? berikut
penjelasannya.

Revolusi Industri 1.0 Revolusi industri 1.0 terjadi sekitar tahun 1800 – 1900. Inggris
merupakan negara yang mempelopori lahirnya revolusi industri ini. Beberapa sektor
yang mengawali revolusi ini, antara lain: 1. Industri tesktil Di era industrialisasi dan
mekanisasi, inovasi di sektor industri tekstil mengalami perkembangan yang luas
biasa. Diawali dengan pembuatan keanisasi mesin pintal. Produksi tekstil yang
awalnya menggunakan tenaga manusia, berubah menggunakan tenaga mesin yang
membuat proses produksi lebih efisien dan efektif.

2. Industri besi dan basa Contoh revolusi industri yang juga terjadi saat revolusi
industri 1.0 yaitu perubahan yang terjadi pada industri besi dan baja. Sektor ini juga
mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesar. Adanya inovasi, membuat
proses pembuatan besi dan baja lebih murah. Biaya pembuatannya juga lebih murah.
3. Industri transportasi Sektor lain yang juga mengalami perubahan yaitu industri
transportasi. Sebelumnya, industri barang hasil produksi diangkut dengan
menggunakan tenaga hewan. Namun setelah ditemukannya mesin uap dan kapal uap,
proses pengiriman barang menggunakan kapal laut dan kereta api.

Revolusi Industri 2.0 Pada periode ini, kemajuan industri terjadi sangat cepat di
negara Inggris, Jerman, Amerika, Prancis, dna Jepang. Revolusi industri 2.0 dikenal
dengan revolusi teknologi karena di waktu ini terjadi lompatan besar dan radikal
dalam perkembangan teknologi dan budaya masyarakat. Inovasi yang terjadi di era ini
merupakan kelanjutan dari revoluasi industri 1.0. Beberapa contoh revolusi industri
2.0, antara lain: Pengembangan sumber daya energi, seperti minyak bumi dan batu
bara sebagai sumber bahan bakar baru. Penemuan arus listrik AC dan DC yang
berfungsi untuk membuat motor listrik. Inovasi produksi besi dan baja dalam skala
besar. Produksi masal mobil dan pesawat sebagai alat transportasi. Penggunaan mesin
industri untuk menufaktur semakin meluas. Penggunaan telegraf untuk komunikasi
jarak jauh semakin meluas. Penggunaan teknologi listrik dalam bidang transportasi
dan telekomunikasi.

Revolusi Industri 3.0 Revolusi industri 3.0 diawali dengan kemunculan teknologi
informasi dan elektronik yang masuk ke dunia industri. Misalnya sistem otomatisasi
berbasis komputer dan robot. Peralatan industri sudah tidak dikendalikan oleh
manusia, namun diatur oleh komputer atau yang dikenal dengan istilah komputerisasi.
Di periode ini muncul invoasi pengembangan perangkat lunak untuk memanfaatkan
perangkat keras elektronik. Banyak penemuan dan pembuatan perangkat elektronik
yang tujuannya untuk otomatisasi operasional mesin menggantikan operator produksi.
Beberapa contoh revolusi industri 3.0, antara lain: Teknologi komputer. Akses
internet. Peralatan elektronik seperti smartphone. Sistem perangkat lunak atau
software. Pegembangan sumber energi baru.

Revolusi Industri 4.0 Kemunculan revolusi industri 4.0 ditandai dengan adanya
konektivitas manusia, data dan mesin dalam bentuk virtual atau cyber physical.
Perkembangan ini membawa perubahan sangat cepat yang tujuannya untuk
meningkatkan kualitas kehidupan.

Di era revolusi industri 4.0 memungkinkan otomatisasi di segala bidang untuk


mencapai produktivitas yang lebih efektif dan efisien. Penerapan sistem informasi
rantai pasokan digital ke segala unit kerja akan meminimalkan peran manusia sebagai
operator. Secara umum, era ini akan mengganti peran tenaga manusia dari operator
menjadi seorang ahli dengan kompetensi tinggi. Dampak Revolusi Industri Setiap
perubahan pasti menimbulkan dampak poritif maupun negatif. Hal ini juga berlaku
pada revolusi industri. Berdasarkan penjelasan di jurnal Historia: Jurnal Program
Studi Pendidikan Sejarah 8(1), berikut ini dampak positif dan negatif revolusi industri.

Dampak positif

1. Proses produksi semakin efektif dan efisien.


2. Teknologi dan pengetahuan semakin maju.
3. Akses informasi lebih mudah dan cepat karena adanya internet

Dampak negatif

1. Kurangnya tenaga kerja karena digantikan tenaga mesin.


2. Jumlah pengangguran bertambah.
3. Keadaan politik menjadi kurang stabil.

MATERI RESIKO PEMBISNIS


Pengertian Risiko Usaha
Seseorang atau kelompok wirausahawan perlu mengenali apa itu risiko usaha. Hal ini
penting untuk dilakukan karena dalam membangun usaha pasti akan ada risikonya.
Selain itu, risiko usaha tidak bisa dilepaskan dari yang namanya bisnis, mengapa
begitu? Karena dalam membangun suatu usaha akan ada transaksi jual beli, baik itu
dalam bentuk jasa atau barang.

Sementara itu, kata “risiko” diambil dari kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu
“risk”. Kata “risk” memiliki arti kegagalan, hambatan, kendala, bahaya atau kerugian.
Jadi, risiko usaha dapat diartikan sebagai suatu hal hambatan dan merugikan yang bisa
saja terjadi kapan saja ketika membangun usaha.

Darimana risiko usaha muncul? Risiko dalam membangun usaha biasanya akan
muncul dari berbagai macam hal, mulai dari hal terlihat sepele hingga hal yang terlihat
rumit. Hal-hal yang dimaksud, seperti permasalahan yang dialami oleh seorang
wirausahawan dengan karyawannya, sistem manajemen usaha yang berantakan, tidak
melakukan riset ketika membangun usaha, dan masih banyak lagi.

Namun, seorang wirausahawan bukan hanya mengerti tentang pengertian risiko usaha,
tetapi sebaiknya mengetahui jenis-jenis risiko usaha. Dengan melakukan hal ini,
seorang wirausaha akan mudah untuk mengelompokkan risiko usaha yang akan
dihadapi ketika membangun atau mendirikan usahanya.

Jenis-Jenis Risiko Usaha


Setelah membahas pengertian risiko usaha, maka pembahasan selanjutnya adalah
jenis-jenis risiko usaha. Setiap risiko usaha merupakan hal-hal yang diperlukan dalam
membangun usaha, mengapa begitu? Karena munculnya risiko usaha berkaitan
dengan hal-hal penting dalam membangun usaha.

Jenis-jenis risiko usaha yang perlu diketahui ada enam, yaitu risiko keuangan, risiko
permodalan, risiko perusahaan, risiko operasional, risiko teknik, dan risiko pasar.

1. Risiko Keuangan
Seperti yang kita tahu bahwa dalam membangun usaha membutuhkan uang. Terlebih
lagi, jika ingin mengembangkan usaha agar dikenal oleh banyak orang. Uang untuk
membanguan usaha bisa didapatkan dari modal awal dan keuntungan penjualan.

Sedangkan, untuk meningkatkan kondisi keuangan usaha dapat dilakukan dengan


mencari orang lain yang mau melakukan investasi dan meningkatkan penjualan.
Penjualan yang meningkat akan menambah keuntungan yang banyak dari keuntungan
itulah keuangan usaha akan bertambah.
Karena keuangan menjadi hal penting dalam membangun usaha, maka keuangan
termasuk ke dalam jenis risiko usaha. Risiko keuangan adalah risiko yang
berhubungan dengan menurunnya penjualan.

Penjualan yang terus menurun biasanya diakibatkan dari kondisi pasar yang tidak
menentu. Bahkan dalam situasi yang buruk, usaha akan mengalami kerugian yang
cukup besar. Jadi, penting bagi wirausahawan memikirkan bagaimana caranya
meningkatkan produk penjualan dan bagaimana mempertahankan tingkat penjualan
tersebut.

2. Risiko Permodalan
Ketika membangun usaha pastinya akan membutuhkan yang namanya modal karena
modal bisa dikatakan sebagai langkah awal dalam membangun usaha setelah ide
usaha. Modal usaha bisa didapatkan dari diri sendiri atau melakukan kerja sama
dengan orang lain.

Dengan modal usaha tersebut, tingkat penjualan diharapkan dapat meningkat supaya
banyak keuntungan yang didapat sehingga balik modal akan cepat terjadi. Singkatnya,
usaha tersebut akan mengalami kemajuan.

Namun, modal usaha yang kamu miliki ternyata bisa memicu hadirnya risiko usaha.
Risiko permodalan adalah suatu risiko yang muncul karena penjualan tidak kunjung
meningkat sehingga menimbulkan kerugian.

Jika usaha yang dibangun terus menerus mengalami kerugian, maka akan sulit untuk
mengembalikan modal awal. Bahkan tidak menutup kemungkinan modal
wirausahawan akan habis. Oleh sebab itu, seorang wirausaha harus memerhatikan
risiko permodalan ini.

3. Risiko Perusahaan
Ketika membangun usaha, pastinya selalu berharap akan terus mengalami kemajuan
hingga menjadi sebuah perusahaan. Jika sudah menjadi perusahaan akan ada banyak
orang lain atau perusahaan lain yang ingin melakukan kerja sama. Dengan melakukan
kerja sama, perusahaan akan mengalami perkembangan.

Namun, dalam membangun perusahaan perlu memerhatikan kualitas produk yang


diperjual belikan. Kualitas produk tidak dijaga, maka kemungkinan besar konsumen
tidak ingin membeli produk-produk tersebut. Jika hal seperti ini sampai terjadi akan
memunculkan dampak buruk bagi perusahaan, seperti saham-saham menjadi anjlok.
Risiko usaha memberikan dampak buruk bagi perkembangan usaha disebut dengan
risiko perusahaan. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus menjaga kualitas dari
produk yang diperdagangkan. Kualitas yang baik membuat pembeli selalu ingin
membeli produk tersebut.

4. Risiko Operasional
Di dalam sebuah perusahaan ada yang namanya operasional perusahaan, seperti
Sumber daya Manusia (SDM), cara memproduksi, penerapan kebijakan, dan lain-lain.
Singkatnya operasional perusahaan adalah bagian-bagian yang dapat mengembangkan
usaha menjadi lebih maju.

Oleh sebab itu, operasional perusahaan menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam
membangun usaha. Setiap bagian operasional perusahaan akan menjalani fungsi dan
perannya masing-masing. Namun, jika operasional perusahaan tidak berjalan dengan
baik, maka akan memunculkan risiko usaha.

Risiko operasional adalah risiko yang muncul karena setiap bagian-bagian di usaha
tidak menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Terjadinya risiko operasional
disebabkan karena beberapa hal, seperti permasalahan SDM, tidak adanya inovasi dan
kualitas produk, salah mengambil keputusan, dan lain-lain.

Jadi, sebaiknya setiap perusahaan terutama pimpinannya harus memerhatikan setiap


bagian divisi perusahaan sudah berjalan dengan baik atau belum.

5. Risiko Teknik
Teknik khusus sangat diperlukan dalam membuat suatu produk. Dengan teknik khusus
tersebut produk-produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas sehingga unggul dari
produk dari perusahaan lain.

Dengan adanya teknik dalam menghasilkan suatu produk, maka penjualan dapat
dilakukan sehingga perusahaan bisa mendapatkan keuntungan. Biasanya teknik yang
dimiliki oleh perusahaan tidak akan disebarkan supaya perusahaan lain tidak
menggunakan teknik yang sama.

Teknik yang dimiliki perusahaan sangat berperan dalam mengembangkan perusahaan.


Namun, di sisi lain teknik tersebut bisa menjadi suatu risiko usaha yang bisa
merugikan perusahaan. Risiko usaha tersebut dinamakan risiko teknik.

Risiko teknik adalah risiko usaha yang terjadi karena teknik yang digunakan dalam
memproduksi barang tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pengecekan alat
produksi dan kualitas SDM harus terus ditingkatkan supaya risiko teknik tidak terjadi.
6. Risiko Pasar
“Pasar” dalam dunia usaha harus diperhatikan secara khusus karena dari “pasar” itulah
produk perusahaan akan dibeli oleh pembeli. Riset “pasar” bisa menentukan target
konsumen yang dituju. Selain itu riset “pasar” menjadi kunci supaya produk-produk
perusahaan laris.

Kondisi “pasar” akan selalu berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman. Jika
suatu perusahaan tidak mengikuti perkembangan zaman, maka perusahaan tersebut
akan tertinggal dengan perusahaan lainnya. Oleh karena itu, kondisi “pasar” yang
terus berubah-ubah termasuk ke dalam risiko usaha.

Risiko pasar adalah suatu risiko yang muncul akibat adanya perubahan zaman, baik
itu gaya hidup, pelanggan, dan adanya produk baru yang lebih unggul. Maka dari itu,
sudah seharusnya kalau setiap perusahaan terus melakukan inovasi supaya bisa
mengikuti kondisi “pasar” dan dapat bersaing dengan produk-produk dari perusahaan
lainnya.

Faktor-Faktor Risiko Usaha


Faktor-faktor risiko usaha perlu diketahui oleh wirausahawan dan perusahaan supaya
risiko usaha dapat diminimalisir. Simak faktor-faktor munculnya risiko usaha sebagai
berikut.

1. Keadaan Ekonomi Yang Tidak Pasti


Supaya perusahaan tidak mengalami kesulitan secara ekonomi, maka kondisi ekonomi
perusahaan perlu diberikan perhatian khusus. Kondisi  ekonomi yang baik membuat
perusahaan bisa berkembang lebih maju. Perusahaan yang mengalami perkembangan,
biasanya akan lebih dikenal oleh masyarakat banyak.

Bukan hanya kondisi ekonomi perusahaan saja yang perlu diperhatikan, tetapi kondisi
ekonomi di luar perusahaan juga harus diperhatikan. Kondisi ekonomi di luar
perusahaan, seperti harga-harga bahan utama pembuatan produk, nilai tukar mata
uang, kemampuan daya beli masyarakat, dan lain-lain.

Jadi, bagi para pengusaha perlu memerhatikan keadaan ekonomi yang sedang
berkembang, bai itu dari dalam perusahaan atau dari luar perusahaan. Hal ini penting
dilakukan supaya modal dan keuangan di perusahaan bisa disesuaikan.

2. Kondisi Alam Yang Tidak Menentu


Bagi beberapa perusahaan kondisi alam sangat memengaruhi perkembangan usaha
terutama dalam hal memproduksi suatu barang. Dengan kata lain, kondisi alam yang
baik, maka produk-produk yang dihasilkan baik juga. Produk yang baik ini membuat
para konsumen tertarik untuk membeli dan menggunakan produk tersebut sehingga
perusahaan akan mengalami keuntungan.

Sayangnya, kondisi alam saat ini sering berubah sewaktu-waktu sehingga produk yang
dihasilkan perusahaan menjadi kurang maksimal. Jika terus seperti ini, perusahaan
perlahan-lahan akan mengalami kerugian karena produk-produknya tidak laris
dipasaran.

Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan atau wirausahawan dapat meminimalisirnya


dengan cara memperluas target pasar. Semakin orang mengenal produk suatu
perusahaan, maka peluang konsumen untuk membeli produk tersebut semakin besar.

3. Perubahan Gaya Hidup Manusia


Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan zaman akan memengaruhi perubahan
gaya hidup manusia, mulai dari gaya berpakaian hingga makanan yang dimakan.
Perubahan gaya hidup biasanya diikuti oleh trend saat ini. Dengan adanya perubahan
gaya hidup, setiap manusia akan selalu mencoba untuk beradaptasi.

Begitu pun, dengan perusahaan atau wirausahawan yang perlu mengikuti hal-hal yang
sedang trend saat ini. Jika tidak bisa beradaptasi dengan gaya hidup manusia, maka
sebuah perusahaan bisa mengalami kerugian. Jadi, bisa dikatakan bahwa perubahan
gaya hidup merupakan salah satu penyebab munculnya risiko usaha.

Untuk mengurangi terjadinya risiko usaha karena perubahan gaya hidup manusia,
sebaiknya perusahaan atau wirausahawan selalu berinovasi. Inovasi yang dilakukan
bisa berupa produk, strategi pemasaran, hingga SDM.

4. Strategi Pemasaran Yang Salah


Strategi pemasaran menjadi faktor penting dalam meningkatkan sebuah produk dan
mengembangkan perusahaan agar semakin maju. Biasanya strategi pemasaran yang
dilakukan oleh perusahaan atau wirausahawan adalah promosi. Terlebih lagi saat ini
untuk melakukan promosi sudah bisa menggunakan media sosial.

Di sisi lain, jika menggunakan strategi pemasaran yang salah akan memunculkan
risiko usaha yang akan berdampak pada perkembangan perusahaan dan produk-
produk yang dihasilkan perusahaan. Oleh karena itu, strategi pemasaran yang salah
menjadi salah satu pemicu hadirnya suatu risiko usaha.

Maka dari itu perusahaan atau wirausahawan perlu membuat tim khusus dalam
merancang strategi pemasaran. Dengan hadirnya tim khusus tersebut dapat
mengurangi terjadinya risiko usaha.
5. Persiapan Yang Kurang Matang
Dalam melakukan sesuatu sebaiknya dilakukan persiapan yang matang terlebih
dahulu. Begitu pun, dalam membangum suatu usaha, persiapan yang matang sangat
diperlukan. Hal-hal yang termasuk persiapan yang matang, seperti ide usaha, modal
usaha, target konsumen, riset “pasar”, dan masih banyak lagi.

Usaha yang kamu bangun pastinya selalu ingin mengalami peningkatan, salah satu
caranya dengan memiliki persiapan yang matang. Selain itu, dengan persiapan yang
matang, sama saja mengurangi risiko usaha.

Jika risiko usaha dapat diminimalisir, kemungkinan besar usaha yang akan dibangun
akan mengalami peningkatan secara perlahan. Jadi, untuk menjadi wirausahawan
harus melakukan persiapan yang matang!

Solusi Mengatasi Risiko Usaha


Bagaimana cara mengatasi terjadinya risiko usaha? Solusi mengatasi risiko usaha
dapat kamu simak ulasannya di bawah ini.

1. Mengenal Usaha Yang Sedang Dibangun


Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengatasi risiko usaha adalah mengenal
usaha yang sedang dibangun. Untuk mengenal usaha tersebut, dapat dimulai dari
mengetahui visi dan misi suatu usaha.

2. Mengukur Besar Kecilnya Kerugian Risiko Usaha


Buatlah daftar besar kecilnya kerugian dari risiko usaha yang terjadi. Solusi ini perlu
untuk dilakukan supaya dapat mengidentifikasi kerugian risiko usaha sehingga dapat
menentukan permasalahan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

3. Membuat Perencanaan Risiko Usaha


Setelah mengukur kerugian besar kecilnya risiko usaha, maka langkah selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah membuat rencana untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Perencanaan yang matang dalam mengatasi risiko usaha perlu dilakukan supaya
permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan.

4. Belajar Dari Kesalahan


Setelah melakukan ketiga hal tersebut, langkah terakhir dalam mengatasi risiko usaha
adalah jangan mengulangi permasalahan yang sama. Setiap masalah yang sudah
terjadi harus dipelajari dengan baik-baik supaya di kemudian hari dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang baru.

Contoh Risiko Usaha


Supaya lebih mudah untuk memahami apa yang dimaksud risiko usaha, maka artikel
ini akan memberikan contoh risiko usaha.

1. Teknologi Yang Semakin Berkembang


Seperti yang kita tahu bahwa teknologi akan selalu berkembang. Perkembangan
teknologi ini memiliki dua sisi, yaitu sisi yang dapat menguntungkan usaha dan sisi
yang dapat merugikan usaha.

Sisi menguntungkan berupa usaha yang dibangun dapat meningkatkan kualitas produk
usaha. Sedangkan, sisi yang merugikan berupa tidak dapat mengikuti atau beradaptasi
dengan teknologi yang berkembang pesat.

2. Konsumen Sudah Mulai Tidak Percaya


Kepercayaan konsumen pada suatu produk usaha dapat meningkatkan penjualan. Oleh
sebab itu, produk usaha harus dijaga kualitasnya, baik dari harga atau pengiriman. Jika
kualitas produk usaha tidak dijaga, maka kepercayaan konsumen akan hilang. Bahkan,
para konsumen bisa meninggalkan produk usaha tersebut.

3. Persaingan Antar Usaha


Persaingan antar usaha memang harus dihadapi oleh para pengusaha supaya
membuktikan produk mana yang paling baik. Namun, persaingan antar usaha yang
tidak sehat akan memunculkan risiko usaha yang sangat tinggi. Dalam keadaan
terburuk, pengusaha bisa mengalami kerugian yang cukup besar.

4. Peraturan Pemerintah Yang Berubah


Peraturan pemerintah yang berubah akan memunculkan risiko usaha. Hal ini bisa
terjadi karena perusahaan harus melakukan penyesuaian kembali, baik dari segi
produk, pemasaran, dan penjualan.

Anda mungkin juga menyukai