Anda di halaman 1dari 10

REVIEW JURNAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas panum stase


Gerontik

Disusun Oleh:
1. Kusuma Azmil Fatihatin 2108158
2. Vera Murian Putri 2108190
3. Wilda Ayu Agustina 2108192
4. Silfa Dwiyana 2108183
5. Widya Milenia 2108191
6. Yuliana Sapuytri 2108194
7. Putri Setyan Nur Safitri 2108195
8. Didya Permata Nurin Nuha 2108197
9. Istiana 2108199

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS KARYA HUSADA SEMARANG

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit saraf stroke adalah kematian jaringan orak yang mendadak akibat
kurangnya supply oksigen. Keadaan ini bisa disebabkan karena otak kekurangan
darah akibat adanya sumbatan aliran darah (ischemic stokre) yang disebabkan oleh
adanya timbunan plaque dan kolesterol pada dinding pembuluh darah arteri sehingga
sifat elastisitasnya berkurang dan aliran darah pun ikut berkurang (Atherosclerosis).
Atau bisa juga disebabkan oleh adanya gumpalan darah akibat plaque yang tumbuh
membesar sehingga menyumbat lubang arteru (Trombus). Trombus ini dapat pecah
dan lepas, membentuk emlbulus yang mengalir dalam pembuluh darah yang sewaktu-
waktu akan menyumbat.Pertanyaan Klinik
Penyebab penyakit saraf stroke lainnya adalah pendarahan di dalam atau disekitar
jaringan otak yang disebabkan adanya tekanan atau trauma jaringan otak. Keadaan ini
biasa disebut dengan hemorrhagic stroke. Pendarahan dapat terjad dibawah selaput
otak maupun di dalam jaringan otak. Penyebab itamanya adalah tekanan darah yang
terlalu tinggi sehingga menyebabkan pembuluh darah kapiler dalam otak pecah dan
mengalir ke dalam jariingan otak. Faktor penyebab serangan stroke antara lain
penyakit jantung, hipertensi, kolesterol tinggi, kegemukan (obesitas), sering minum-
minuman beralkohol, merokok, lanjut usia  (manula), diabetes mellitus, pemakaian pil
kontrasepsi (KB), kurang olahraga, dan stress. Stroke dapat diklasifikasikan menjadi
tiga:
1. Stroke sementara atau transient ischemic attack (penderita pulih kembali dalam
waktu kurang dari 24 jam). Gejalanya antaa lain tiba-tiba sakit kepala, pusing,
bingung, pandangan mata kabur, atauu kehilangan ketajaman penglihatan,
kehilangan keseimbangan, lemah, dan kesemutann pada satu sisi tubuh.
2. Stroke ringan (penderita  pulih kembali dalam waktu 2 minggu). Gejalanya
antara lain beberapa atau semua gejala stroke sementara, ditambah dengan
kelemahan atau kelumpuhan kaki, serta bicara tak jelas.
3. Stroke berat (pemulihan terjadi sepenuhnya atauu hanya sebagian setelah
beberapa bulan atau tahun). Gejalanya antara lain semua gejala stroke sementara
dan ringan, ditambah dengan koma jangka pendek, kelemahan atau kelumpuhan
satu sisi tubuh, sukar menelan, kehilangan control terhadap  pengeluaran air seni
dan kotoran, sehingga konsentrasi serta perubahan perilaku.
Menurut penelitian, 60% faktor pemicu penyakit saraf stroke dapat dideteksi
sedangkan 40% lainnya tidak. Pemicu stroke pada dasarnya adalah suasana hati yang
tidak nyaman (marah-marah, hati bergejolak) makan minum terlalu banyak, minum
alkohol berlebihan, merokok dan sering mengonsumsi makanan berlemak.
Pemicu lain penyakit stroke adalah terlalu lelah dan terlalu banyak
mengeluarkan tenaga, terlalu banyak olahraga, perubahan cuaca yang terjadi pada
musim dingin, tekanan atmosfer tinggi, suhu udara rendah kelembapan udara tinggi,
serta  mendadak duduk dan beridir (bangun)  dari tempat tidur. Hampir 80% pemicu
stroke adalah penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) dan pengerasan pembuluh
arteri (arteriosclerosis). Menurut statistic, 93% pengidap penyakit thrombosis (darah
beku, dalam pembuluh darah, ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah
tinggi).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui penelitian terkait isu keperawtan gerontic
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi pada askep gerontic
BAB II
EVIDENCE-BASED PRACTICE

A. Penelitian-penelitian terkait isu keperawatan gerontik yg diangkat


1. Hubungan kadar kolesterol total dengan kejadian stroke pada pasien yang dirawat
di RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
Berdasarkan hasil penelitian dari 78 pasien stroke yang dirawat inap di Ruang
Rawat Inap Stroke RSUD dr. M. Yunus Bengkulu terdapat 30 (38,5%) orang
dengan stroke hemoragik dan 48 (61,5%) orang dengan stroke non hemoragik.
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke diruang rawat inap
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu adalah menderita stroke non hemoragik atau stroke
iskemik. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Soeharto (2010), yang
menyebutkan bahwa stroke yang terjadi lebih banyak dominan adalah stroke
iskemik, tetapi stroke karena pendarahan lebih berbahaya karena dapat langsung
menyebabkan kematian.
Berdasarkan penelitian pada 78 pasien stroke terdapat 30 (38,5%) orang
dengan stroke hemoragik. Selain itu dari hasil penelitian terdapat 48 (61,5%)
orang dengan stroke non hemoragik. Hal ini sesuai dengan teori menurut Gins. J
& Worp.B (2012), stroke iskemik disebabkan oleh bekuan darah, penyempitan
satu atau beberapa pembuluh arteri yang menuju ke otak.
Berdasarkan hasil penelitian dari 78 pasien stroke yang dirawat inap di Ruang
Rawat Inap Stroke RSUD M. Yunus Bengkulu terdapat 36 (46,2%) orang pasien
dengan kadar kolesterol tinggi, 31 (39,7%) orang pasien dengan kadar kolesterol
agak tinggi dan 11 (14,1%) orang pasien dengan kadar kolesterol normal. Hal ini
menunjukkan bahwa pada pasien stroke sebagian besar memiliki kadar kolesterol
yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
hiperkolesterolemia, seperti faktor gangguan metabolisme lemak.
Selain itu dari hasil penelitian terdapat 31 (39,7%) orang pasien dengan kadar
kolesterol agak tinggi, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol didalam darah seperti faktor
usia, obesitas, makanan dengan lemak tinggi dan pola hidup yang tidak baik.
Dari hasil penelitian tampak bahwa dari 30 pasien stroke hemoragik terdapat
20 orang dengan kadar kolesterol tinggi, 6 orang kadar kolesterolnya agak tinggi.
Kedua hasil ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, hal ini disebabkan pada kadar
kolesterol dalam darah dapat menyebabkan terjadinya pembentukan aterosklerosis
didalam pembuluh darah.
Selain itu dari 30 orang pasien dengan stroke hemoragik terdapat 4 orang
dengan kadar kolesterol normal. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain
yang menyebabkan terjadinya stroke hemoragik selain peningkatan kolesterol
dalam darah, yaitu hipertensi.
Dari 48 pasien stroke non hemoragik terdapat 16 orang dengan kadar
kolesterol tinggi, 25 orang kadar kolesterolnya agak tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kadar kolesterol tinggi tidak semuanya mengakibatkan stroke
hemoragik tetapi juga stroke non hemoragik, hal ini disebabkan endapan
kolesterol didalam pembuluh darah akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh
darah, sehingga aliran darah pada otak akan terganggu dan dapat menyebabkan
asupan oksigen dan nutrisi didalam otak akan menjadi berkurang dan dapat
menyebabkan terjadinya iskemik jaringan serebral dan dapat menyebabkan stroke
non hemoragik atau stroke iskemik.
Dari hasil penelitian 30 pasien stroke hemoragik terdapat 20 orang dengan
kadar kolesterol tinggi, 6 orang kadar kolesterolnya agak tinggi. Kedua hasil ini
menunjukkan bahwa kadar kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
stroke hemoragik, hal ini disebabkan pada kadar kolesterol dalam darah dapat
menyebabkan terjadinya pembentukan aterosklerosis didalam pembuluh darah.
Selain itu dari 30 orang pasien dengan stroke hemoragik terdapat 4 orang
dengan kadar kolesterol normal. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain
yang menyebabkan terjadinya stroke hemoragik selain peningkatan kolesterol
dalam darah, yaitu pada Ny. K, Tn. W, Tn. A dan Tn, C yang mengalami
hipertensi.
Didukung oleh penelitian yang dilakukan Pusparani (2009) yang melakukan
penelitian tentang hubungan antara hipertensi dan stroke hemoragik pada
pemeriksaan CT-Scan kepala di Instalasi Radiologi RSUD Dr. moewardi
Surakarta, dengan hasil didapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dan
stroke hemoragik pada pemeriksaan CT-Scan kepala di Instalasi Radiologi RSUD
Dr. moewardi Surakarta.
Dari 48 pasien stroke non hemoragik terdapat 16 orang dengan kadar
kolesterol tinggi, 25 orang kadar kolesterolnya agak tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kadar kolesterol tinggi tidak semuanya mengakibatkan stroke
hemoragik tetapi juga stroke non hemoragik, hal ini disebabkan endapan
kolesterol didalam pembuluh darah akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh
darah, sehingga aliran darah pada otak akan terganggu dan dapat menyebabkan
asupan oksigen dan nutrisi didalam otak akan menjadi berkurang dan dapat
menyebabkan terjadinya iskemik jaringan serebral dan dapat menyebabkan stroke
non hemoragik atau stroke iskemik.
Selain itu dari 48 pasien stroke non hemoragik terdapat 7 orang dengan kadar
kolesterol normal. Hal ini menunjukan bahwa terdapat faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik selain peningkatan kadar
kolesterol. Seperti pada Tn.L dan Ny.K yang mengalami hipertensi, Ny. P yang
mengalami diabetes melitus, Tn. R, Tn. H dan Tn. G yang memiliki riwayat
merokok, Tn. F dengan obesitas. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut
Maulidiyah (2014), yang melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stroke iskemik pada pasien Rawat Inap Di RSUD
Soedarso Pontianak. Didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara umur, hipertensi, diabetes melitus, merokok dan obesitas dengan kejadian
stroke iskemik pada pasien Rawat Inap Di RSUD Soedarso Pontianak.
Hasil uji statistik Pearson Chi- Square didapat hubungan yang signifikan
antara kadar kolesterol total dengan kejadian stroke pada pasien yang dirawat di
Ruang Rawat Inap Stroke RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. Hasil ini sejalan dengan
teori menurut Samiadi (2016), yang menyebutkan bahwa kolesterol yang tinggi
telah terbukti dapat meningkatkan risiko stroke. Studi terkini yang dipublikasikan
dalam jurnal Atherosclerosis melaporkan bahwa pria dan wanita yang memiliki
kadar trigliserida yang tinggi cenderung rentan terhadap gejala stroke. Artikel
penelitian lain yang dipublikasikan Desember 2014 mengenai isu International
Geriatriks dan Gerontologi mengemukakan bahwa orang dengan kadar kolesterol
total yang tinggi dalam jangka waktu lama dapat memperburuk penyembuhan
stroke.
Hasil uji Contingency Coefficient didapat kategori hubungan sedang, hal ini
sejalan dengan teori menurut Sarini (2011), bahwa peningkatan kadar kolesterol
total dalam darah akan menyebabkan terbentuknya plak pada pembuluh darah
yang dapat memicu stroke. Risiko stroke akan meningkat pada kondisi dimana
terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang diikuti dengan penurunan kadar
kolesterol baik. Pada kondisi tersebut, kolesterol total akan naik sehingga dapat
memicu terbentuknya aterosklerosis dan meningkatkan stroke. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pinzon, dkk (2015), yang
melakukan penelitian tentang hubungan kadar kolesterol saat masuk rumah sakit
dengan stroke di RS Bethesda Yogyakarta, didapatkan kesimpulan bahwa terdapat
hubungan kadar kolesterol saat masuk rumah sakit dengan stroke

2. Tekanan darah pada penderita stroke non hemoragi dengan terapi music
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah terhadap responden didapatkan
penurunan tekanan darah sistolik yang didapat adalah sebanyak 12 poin
sedangkan untuk tekanan darah diastolik terjadi penurunan tekanan darah
sebanyak 8 poin. Berdasarkan hasil uji hubungan atau korelasi tekanan darah
dengan terapi musik dapat diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
terapi musik yang disukai terhadap tekanan darah sistolik pada pasien stroke non
hemorragik. Hasil analisa bivariat menggunakan rumus uji t test dependen pada
tekanan darah sistolik, didapatkan p value 0,004 dengan derajat kesalahan 5%,
dapat disimpulkan p-value ≤ nilai 􏰀 (0,05) maka terdapat perbedaan tekanan
darah sebelum dan sesudah diberikan terapi musik pada penderita stroke non
hemorragik.
Berdasarkan hasil analisis data bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan terapi musik. Hal tersebut
menurut peneliti dapat terjadi dikarenakan karena adanya relaksasi yang
ditimbulkan saat mendengarkan musik sehingga mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah. Pendapat ini didukung oleh pendapat Guytom & Hall (2008) dan
Masud (1989) yang menyatakan rangsangan yang dikirim ke pusat vasodilatasi
pembuluh darah sehingga tahanan perifer total menurun yang berpengaruh
menurunkan tekanan darah. Sesuai pendapat dari Djohan (2006) dalam Safira dan
Saputra (2009) menyatakan bahwa terapi musik sangat efektif dalam
tiga bidang pengobatan, yaitu: 1) Sakit, kecemasan, dan depresi, 2) Cacat mental,
emosi, dan fisik, 3) Gangguan neurologis.
Menurut Association For Profesional Musik Therapist In Great Britain, terapi
musik adalah bentuk rawatan dengan hubungan timbal balik antara pasien dengan
terapis yang memungkinkan terjadinya perubahan dalam kondisi pasien selama
terapi berlangsung. Terapi musik juga akan mendukung proses kreatif menuju
keutuhan dalam fisik, emosional, mental, dan spiritual seperti kemandirian,
kebebasan untuk berubah, kemampuan untuk beradaptasi, keseimbangan dan
kemampuan untuk berintegrasi (Safaria dan Saputra, 2009).
Analisis perubahan tekanan darah diastolik dengan menggunakan uji t test
dependen, didapatkan p value 0,263 dengan derajat kesalahan 5% dapat
disimpulkan nilai p value > nilai 􏰀 maka tidak terdapat perbedaan tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik pada penderita stroke non hemoragik.
Berdasarkan hasil analisis data bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada tekanan darah diastolik setelah diberikan terapi musik hal tersebut didukung
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Saloma Klementina Saing di
Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian terapi musik terhadap
tekanan darah pada tahun 2007 yang menyatakan pemberian terapi musik selama
1 jam tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan hasil p value= 0,06 pada
tekanan sitolik dan pada tekanan diastol dengan hasil p value = 0,07.
Dalam penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa penurunan tekanan darah
yang terjadi dalam penelitian ini karena peneliti melakukan pemilihan lagu yang
disukai dan melakukan observasi pemilih waktu pemberian terapi musik yaitu
waktu sebelum responden istirahat dan dalam durasi musik yang diberikan adalah
1 jam. Disamping itu pada usia dewasa yang lebih tua akan terjadi penurunan
elastis arteri sehingga dapat meningkatkan resisten perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah. Dengan posisi selama pengukuran tekanan adalah
supinasi karena menurut Tambunan dan Kasim (2011) mengatakan tekanan darah
cenderung mengalami penurunan ketika pada posisi supine atau prone.
Selain itu peneliti juga berpendapat bahwa dalam penelitian ini juga harus
mempertimbangkan usia responden yang akan diberikan terapi, karena semakin
lanjut usia yang mengalami masalah degenerasi maka akan mempengaruhi
masalah pendengaran, elastisitas pembuluh darah, dan masalah neurologis.
Sehingga efek terapi musik yang diberikan akan kurang maksimal. Dalam
pemilihan musik hendaknya yang sederhana, menenangkan dan mempunyai
tempo yang teratur. Musik jazz yang rumit, heavy rock, dan musik klasik yang
menggelora bukan merupakan pilihan yang cocok. Musik yang terbaik untuk
terapi adalah musik instrumental, musik alam sekitar, atau musik meditatif (Mucci
& Mucci, 2002).
Penghambatan simpatis akan menurunkan tekanan pada tiap volume arteri dan
vena. Kemudian terjadi penurunan kimia darah seperti rendahnya kadar oksigen,
meningkatnya kadar karbon dioksida dan hidrogen atau menurunnya PH. Keadaan
ini akan merangsang reseptor kimia yang terdapat di sinus carotikus, sehingga
reseptornya mengirim rangsang yang berjalan didalam Hering’s nerve dan saraf
vagus ke pusat vasomotor di area vasokonstriktor, yang pada bagian ini terdapat
pusat cardioaccelerator yang dapat mengeluarkan rangsang yang berjalan disaraf
simpatis menuju ke jantung dan area vasokonstriktor mengirim rangsang ke
pembuluh darah sehingga menyebabkan pengecilan diameter pembuluh darah
yang berpengaruh meningkatkan tekanan darah. (Guyton & Hall, 2008; Masud,
1989).
B. Review Jurnal
No. KOMPONEN Uraikan Isi Jurnal
1. Peneliti dan Tahun Siswanto,Malikhaturrofi’ah Al Mahfudhoh, Evy Tri
Susanti

Tahun: 2018

2. Judul Tindakan Keperawatan Melatih Teknik Range Of


Motionpasif Untuk Menurunkan Hambatan
Mobilitas Fisik Pada Ny. S Dengan Stroke Non-
Hemoragik

3. Latar belakang/ alasan di a. Dilatar belakang sudah dicantumkan data


teliti atau masalah yang dilapangan.
b. Dilatar belakang dicantumkan
perbedaan penelitian dengan sebelumnya
c. Teori yang dituangkan hanya beberapa teori
saja.
4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
penerapan teknik Range Of Motion (ROM) dalam 
mengatasi hambatan mobilitas fisik pasien stroke
non hemoragik.
5. Tinjauan Pustaka Sudah lengkap dan sesuai topik penelitian
6. Motode Penelitian a. Jenis dan desain penelitian: Penelitian
deskriptif. Sampel  1 responden, Subyek adalah
Ny. S, umur 62 tahun,  mengalami kelemahan
pada lengan kanan dan kaki sebelah kanan sejak
1 hari.
b. Populasi, sempel & tehnik sampling: hanya
dicantumkan berupa sampel saja yang
terfokuskan 1 orang yang terdiagnosis SNH
c. Waktu dan tempat: Lokasi studi kasus ini
dilaksanakan di ruang Seruni RST Tk.
II 04.05.01 dr. Soedjono Magelang,
selama satu minggu dimulai dari tanggal
7 Juni 2018 sampai tanggal 9 Juni 2018
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung.
d. Variabel penelitian: sudah sesuai dengan
tujuan penelitian.
e. Instrumen penelitian: sudah sesuai seperti
yang dituliskan observasi, wawancara dan
serta studi dokumen berupa rekam medik
f. Tehnik pengumpulan data:sudah di jelaskan
seperti, Data ditampilkan secara tekstural
atau narasi disertai dengan ungkapan verbal
dan respon dari subjek studi kasus yang
merupakan data pendukung penelitian. Data
menerangkan beragam aspek dari pasien
kemudian dibandingkan dengan data normal
sesuai rujukan referensi. Hasil analisa data-
data ditampilkan dalam bentuk tabel.
g. Analisis/jenis uji:Tidak dijelaskan penelitian
tersebut menggunakan uji apa.
7. Hasil dan Kesimpulan Sudah dicantumkan hasil penelitian lengkap sesuai
dengan pembahasan dan kesimpulan sesuai
8. Saran Peneliti berharap bahwa tenaga perawat lebih
banyak lagi menerapkan intervensi Range Of
Motion(ROM) agar dilakukan secara rutin agar lebih
terlihat perbedaannya

.
BAB III

A. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


tekanan darah sistolik pada penderita Stroke Non Hemoragik sebelum diberikan
terapi musik rata-rata 153,67 dan tekanan darah diastolik rata-rata 96,33,
sedangkan tekanan darah sistolik sesudah diberikan terapi musik rata-rata
149,89 dan tekanan darah diastolik rata-rata 95,22. Hasil analisis lebih lanjut
menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sistolik
sebelum dan sesudah diberikan terapi music, tetapi tidak ada perbedaan yang
bermakna pada tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan terapi
musik pada penderita Stroke Non Hemoragik. Berdasarkan kesimpulan
tersebut maka peneliti mengharapkan agar terapi musik dapat diterapkan
menjadi alternatif kombinasi terapi dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita stroke non hemoragik.

Anda mungkin juga menyukai