1
2
Pendahuluan
Hidrogen adalah salah satu energi alternatif yang sedang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan energi. Sekitar 95% hidrogen diperoleh dari bahan bakar fosil
sedangkan sekitar 5% lainnya berasal dari proses elektrolisis air (Reddy et al., 2014).
Namun proses tersebut memerlukan energi listrik lebih banyak dari pada energi kimia
yang dihasilkan sehingga belum seimbang secara ekonomis (Purnama et al., 2013).
Biohidrogen merupakan metode yang menjanjikan karena relatif efisien dan memiliki
kebutuhan energi yang rendah (Leung et al., 2010). Terdapat beberapa pendekatan
dalam menghasilkan gas hidrogen, yaitu biofotolisis, biofotolisis tak langsung,
fotofermentasi, dan fermentasi gelap (Yun et al., 2018). Diperlukan metode biohidrogen
dengan konversi kelimpahan yang besar untuk menjadi energi alternatif.
Sejak ditemukan tahun 1949 oleh Gest dan Kaman, Fotofermentasi telah
menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan hidrogen dengan kemurnian tinggi tanpa
aktivitas oxygen-evolving dengan memanfaatkan spektrum cahaya yang luas (Budiman
et al., 2017). Proses ini juga diketahui sebagai salah satu metode yang mampu
memanfaatkan limbah sebagai substrat pada temperatur dan tekanan ruang (Keskin et
al., 2018). Substrat organik dikonversi ke hidrogen menggunakan Purple Non-sulfur
Photosynthetic Bacteria (PNSB) seperti Rhodobacter sp. dan Rhodopseudomonas sp.
(Reungsang et al., 2018). Namun, produksi hidrogen dalam fotofermentasi menghadapi
beberapa persoalan, seperti efisiensi konversi cahaya, hidrogen yang dihasilkan, dan
biomassa yang digunakan (Wu et al., 2016). Dengan demikian, peningkatan terus
dilakukan untuk membuat metode ini lebih efisien dalam penerapannya.
Substrat organik untuk memproduksi hidrogen meliputi asam organik, gula,
limbah industri, limbah pertanian, limbah asam, atau sejenisnya (Reungsang et al.,
2018). Secara teori, gas hidrogen yang dihasilkan dari glukosa adalah 12 mol H2/mol
dan 4 mol H2/mol dari asam asetat (Budiman & Wu, 2018). Rhodobacter capsulatus
DSM 1710 menghasilkan 0.44 mL H2/L kultur dari substrat asam asetat dengan
konsentrasi optimum 50 mM (Demiriz et al., 2019). Garam asam organik seperti
natrium laktat juga dapat digunakan sebagai substrat oleh Rhodobacter capsulatus IR3
untuk menghasilkan hidrogen (Turon et al., 2018). Pada kondisi pH dan intensitas
cahaya optimum, Rhodobium marinum menghasilkan 1055.82 ml H2/L kultur dari
substrat glukosa (Azizah, 2016). Dengan membandingkan substrat yang digunakan
maka akan diketahui jenis limbah yang sesuai untuk diaplikasikan dalam biohidrogen.
Nitrogenase dan hidrogenase adalah 2 enzim yang bertugas untuk memproduksi
hidrogen pada PNSB (Koku et al., 2002). Kedua enzim tersebut mereduksi proton (H +)
menjadi gas hidrogen (H2) dibantu dengan energi dalam bentuk ATP dan elektron dari
feridoksin (Fd) (Chen et al., 2006). Namun hidrogenase dapat menangkap kembali gas
hidrogen dan mengoksidasi reversibel H2 menjadi proton (Basak & Das, 2007).
Terdapat tiga nitrogenase homolog, yaitu [MoFe]-nitrogenase, [VFe]-nitrogenase, dan
[FeFe]-nitrogenase, dimana [MoFe]-nitrogenase adalah gugus utama untuk
fotofermentatif (Reungsang et al., 2018). Pada hidrogenase, [NiFe]-hidrogenase,
[FeFe]-hidrogenase, dan [Fe]-hidrogenase adalah enzim homolog dengan [NiFe]-
hydrogenase sebagai jumlah terbesar pada PNSB (Budiman & Wu, 2018).
Metabomisme dan aktivitas enzim PNSB dapat dipengaruhi oleh jumlah logam-logam
dari lingkungan.
3