Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era digital merupakan sebuah masa atau zaman dimana hampir seluruh bidang
dalam tatanan kehidupan sudah dibantu dengan teknologi digital. Istilah ini juga bisa
di artikan sebagai munculnya teknologi digital yang menggantikan teknologi-
teknologi sebelumnya sudah digunakan (mekanik dan elektronik analog) oleh
manusia.
Salah satu contoh paling dekat dan pastinya semua orang tahu adalah
bagaimana internet telah mengubah banyak hal. Tidak hanya bagaimana cara kita
dalam berkomunikasi dan berinteraksi, namun juga berhasil mempengaruhi landcape
bisnis yang ada di Indonesia, bahkan juga dunia.
Era digital dimulai ketika terjadinya revolusi digital yang terjadi pada tahun
1980, lebih tepatnya pada masa peralihan dari mekanik dan analog ke teknologi
digital. Bisa dibilang hamper sebagian besar aktivitas mengalami perubahan dimulai
cara berkomunikasi, bekerja, sampai dengan mendapatkan informasi.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan yaitu antara usia 11 atau 12
tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda.
Menurut undang-undang kesejahteraan anak, pengertian remaja adalah
individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah dan dalam undang-
undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun
atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal.
Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam
menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara diri antara
lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan
kemampuannya.
Pada era digital seperti saat ini, remaja sulit dipisahkan dari yang namanya
media sosial. Sebagian mereka bahkan telah mengalami kecanduan yang
menjadikannya sebagai aktivitas personal yang tidak dapat dikontrol orang lain,
termasuk orang tua. Dalam perkembangannnya, bermedia sosial dapat dapat
mengubah perilaku remaja. Penggunaan internet atau media sosial secara berlebihan
yang ditandai dengan gejala-gejala klinis kecanduan, termasuk keasyikan dengan
objek pecandu yang lebih sering daripada yang diperlukan, tanpa memerhatikan
konsekuensi fisik serta psikologis dari penggunaan tersebut, dan sebagainya. Alih-alih
memajukan dan menjadi sarana bertukar informasi yang sehat, media sosial malah
menjadi pemicu penganiayaan dan perkelahian remaja. Kini media sosial seseorang
bisa berkomentar semaunya, seperti saling memaki, menghina dan tidak punya adab
dalam bermedia sosial. Akibat buruknya dapat berujung pada perkelahian di dunia
nyata. Dan beberapa diantara mereka bahkan sudah hilangnya akhlak mereka terhadap
orang lain, khususnya orang tua, akhlak remaja banyak yang sudah terpengaruh
dengan media sosial yang mana media sosial telah meracuni pikiran para remaja.
Maka dari itu, dibutuhkan upaya literasi media sosial bagi remaja. Literasi media
sosial dimaksudkan untuk mendidik

Anda mungkin juga menyukai