Deskripsi Diri *)
INSTRUMEN PORTOFOLIO
SERTIFIKASI TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL (TKS)
DESKRIPSI DIRI
PARJONO
PETUNJUK UMUM
Deskripsi diri dibuat berdasarkan kepada praktik pelayanan nyata yang anda sedang
atau telah lakukandalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial
Kasus/situasi/permasalahan yang disajikan merupakan kasus/situasi/permasalahan
nyata dan bukan hasil rekaan.
Kasus/situasi/permasalahan yang disajikan berbeda untuk setiap bagian.
Deskripsi dibuat dengan jelas sesuai dengan perintah pada setiap bagian.
Berdasarkan aturan atau syarat Peserta Program Keluarga Harapan Beliau sudah
tidak Layak lagi menerima Bantuan Program Keluarga Harapan karena salah satu
syarat Keluarga Penerima Manfaat yaitu Keluarga Miskin/Pra Sejahtera. Namun
beliau belum mau mengundurkan diri sebagai Peserta Program Keluarga Harapan
karena beliau merasa bahwa bantuan ini diberikan oleh pemerintah dan memang
untuk rakyat.
Saya sebagai pendamping Sosial Program Keluarga Harapan Di Desa Tersebut sejak
Tahun 2018 berusaha mengidentifikasi mengapa Beliau (Ibu Yuli) Tidak Mau
Mengundurkan diri sebagai peserta Program Keluarga Harapan padahal Keadaan
Sosial Ekonominya telah mengalami perubahan yang sangat Drastis. dari beberapa
kali kesempatan pertemuan kelompok di Rumah Beliau yang kebetulan beliau juga
Sebagai Ketua Kelompok Peserta Program Keluarga Harapan saya sebagai
Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan Selalu Mensosialisasikan tentang
Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan yaitu bahwa Bantuan Sosial Ini adalah
untuk Keluarga Miskin yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan Gizi
keluarga (anak) dan Kebutuhan Pendidikan bagi Anak yang bersekolah, Tujuannya
adalah agar Kebutuhan Gizi dapat tercukupi dan Anak mereka dapat bersekolah
atau meringankan beban pengeluaran Keluarga Miskin (Keluarga Penerima
Manfaat).
Dari beberapa kali kesempatan juga saya sampaikan secara personal ketika
berkunjung langsung ke rumah beliau untuk memotivasi dan mendorong beliau
untuk mengundurkan diri sebagai peserta program Keluarga harapan. Namun hati
beliau tetap belum terbuka dan termotivasi untuk mau mengundurkan diri. dalam
pertemuan berikutnya saya sampaikan dan Tegaskan kepada seluruh Keluarga
Penerima Manfaat saat Pertemuan Kelompok bahwa saat ini beberapa Peserta
Program Keluarga Harapan telah mengalami perubahan keadaan Sosial ekonomi,
sehingga seharusnya tidak Layak lagi menjadi Penerima Bantuan Sosial Keluarga
Harapan walaupun memiliki Komponen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesos. dari
Respon mereka yang Hadir sebagian besar mulai menyadari bahwa bantuan Sosial
ini adalah yang utama untuk Keluarga Miskin yang membutuhkan namun mereka
(yang mengalami perubahan sosial Ekonomi) tetap enggan untuk mengundurkan
diri dan untuk tidak lagi menerima Bantuan dari Pemerintah.
Sebagai Seorang Pendamping saya mulai berpikir strategi seperti apalagi yang harus
saya terapkan untuk mengguggah kesadaran Keluarga Penerima Manfaat Program
Keluarga Harapan yang telah mengalami perubahan atau peningkatan Keadaan
Sosial ekonominya, walaupun secara paksa sebagai seorang pendamping Sosial
Program Keluarga Harapan saya dapat meng-Graduasi-nya secara paksa. namun
sebagai seorang pendamping saya ingin membuka kesadaran para Penerima
Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan yang telah mengalami perubahan Status
Sosial ekonomi untuk dapat mengundurkan diri secara Sadar dan Sukarela.
Pada Suatu kesempatan, Sekira Bulan Apri/Mei yang Lalu pada saat Pemutkhiran
Program Keluarga Harapan Tahap 3 saya melakukan pertemuan Kelompok lagi, dari
Rumah sudah saya siapkan Foto Copy Surat Pernyataan yang harus ditanda tangani
Oleh Penerima Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan, yang isi pernyataan
tersebut "Saya adalah Keluarga sangat Miskin yang saat ini masih sangat
membutuhkan bantuan dari Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Pendidikan
dan Kesehatan Keluarga saya". saya bagikan kepada mereka dan saya minta mereka
untuk membacanya dengan seksama dan di resapi. dua hari setelah pertemuan
kelompok tersebut Alhamdulillah, Ibu Yuli Purwaningsih menghubungi saya Via
Telpon, yang intinya surat pernyataan yang saya berikan sangat bertentangan
dengan hati nuraninya. kemudian tidak berlama-lama saya langsung berkunjung ke
rumah beliau dan menjelaskan mengapa saya meminta Penerima Bantuan Sosial
Program Keluarga Harapan untuk membaca dan menandatangani surat Pernyataan
tersebut? "itu karena memang sebenarnya Bantuan ini diperuntukan untuk keluarga
Miskin, dan jika pernyataan itu bertentangan dengan Hati Ibu, saya Anjurkan ibu
untuk mengundurkan diri". kemudian beliau berpikir kembali dan membulatkan
hati untuk tidak lagi menerima bantuan dari pemerintah ini.
Akhirnya beliau mau mengundurkan diri secara sukarela dan sadar tanpa paksaan.
Teori Fungsional – Struktural Secara garis besar fakta social yang menjadi
pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan
pranata social. Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan
pranata sosial tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas
bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam
keseimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini
( fungsional – structural ) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan
konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya
adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang
lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau
hilang dengan sendirinya. Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis
menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan
suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat
masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas
tersendiri
Ibu NN (28 Tahun) Ibu rumah tangga peserta Program Keluarga Harapan
Desa Sinar Ogan, saat ini dia tinggal bersama orang tuanya. Dia menikah
sejak Tahun 2013, berdasarkan keterangan dari Ibu NN awalnya kehidupan
Rumah Tangganya Baik-baik saja di Tahun pertama pernikahannya
walaupun belum dikaruniai Seorang Anak. Suaminya SGN (32 Tahun)
bekerja sebagai buruh Bangunan di daerah Palembang dan pulang setiap 3
Bulan Sekali. Menginjak hampir dua Tahun pernikahannya Ibu NN akhirnya
Hamil, suaminya SGN pun sangat bahagia. Sejak usia kandungan baru dua
Bulan SGN selalu memberikan perhatian lebih melalui Komunikasi Via
Telpon. Menginjak hari mendekati kelahiran Anak pertamanya SGN sangat
bahagia dan dia memutuskan untuk menunggu anaknya hingga Lahir dan
tidak merantau untuk sementara. Sebulan kemudian Ibu NN melahirkan dan
betapa bahagianya SGN dan Ibu NN dengan kehadiran Putra Pertamanya.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, seminggu kemudian setelah
putra SGN dan NN di bawa pulang ke rumah, SGN memperhatikan
putranya memiliki kelainan (Down Sindrome). Melihat anaknya yang
memiliki kelainan tersebut SGN bahkan tidak mau melihat anaknya karena
dia merasa malu memiliki anak yang menderita kelainan (Down Sindrome).
Ibu NN sangat sedih dan terpukul melihat respon dari suaminya tersebut.
Dua Minggu setelah Kelahiran Anak mereka SGN berpamitan untuk
berangkat Bekerja lagi di Palembang (Sekira Tahun 2016). Sejak saat itu SGN
tidak pernah lagi berkomunikasi dengan NN dan tidak pernah memberikan
Nafkah kepada NN.
Teknik Wawancara
Pada awalnya sebenarnya saya sebagai pendamping sama sekali tidak
mengetahui jika Ibu NN memiliki permasalahan seperti kasus di atas. Saat itu
saya berkunjung ke rumah Orang Tua Ibu NN (karena Ibu NN tinggal
bersama dengan orang Tuanya) untuk melihat keadaan anaknya yang
menyandang masalah Disabilitas (Down Sindrome). Ketika saya bertanya
tentang anaknya yang mengidap Down Sindrome tersebut Ibu NN bercerita
tentang suaminya. Kemudian saya menerapkan Teknik Terapi Kursi
Kosong saya berusha memandu Ibu NN untuk mengeksplor permasalahan
beliau dengan suaminya (SGN) menceritakan dari perjalanan awal sejak
pertama kali mereka menikah. Saya dapatkan lah kasus Ibu NN ini, dari cara
beliau menceritakan Permasalahan pribadinya beliau sangat kecewa dengan
suaminya yang tidak dapat menerima kekurangan dari Buah hatinya dan
sejak ia ditinggalkan suaminya dari Tahun 2016 Ibu NN tidak memiliki
tempat untuk mengeksplor/menceritakan permasalahan beliau dengan total,
sehingga beliau selalu merasa tidak ada orang lain di sekitarnya, saya sebagai
pendamping berusaha untuk terus mendengarkan cerita Ibu NN tanpa
memotong kalimatnya sedikit pun. Setelah Ibu NN selesai bercerita,
kemudian saya bertanya: “Apakah Ibu Sudah Lega?” Ibu NN Menjawab:
“Sangat Lega Pak”. Kemudian saya memberikan masukan kepada Ibu NN:
“Apa yang anak ibu alami (Down Sindrome) itu hampir di setiap Desa Pasti
Ada, namun permasalahan ibu dengan suami Ibu ada yang sama seperti ibu
dan ada juga yang bisa menerimanya, yang perlu ibu sadari ialah Anak ibu
adalah Titipan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada Ibu, Kenapa
anak Ibu memiliki kekurangan? Karena Tuhan Percaya ibu Bisa mampu
mengasuhnya.
Beliau tersenyum kecil merasakan kelegaan yang luar biasa setelah
menceritakan kisahnya.
Setelah pendamping amati dari ekspresi wajah setelah ibu NN bercerita, ibu
NN merasakan kelegaan yang luar biasa, di sini pendamping menyimpulkan
bahwa sebenarnya Ibu NN Membutuhkan tempat untuk menceritakan beban
yang dia bawa sendiri kepada orang lain.
Teknik Wawancara
Pada awalnya sebenarnya saya sebagai pendamping sama sekali tidak
mengetahui jika Ibu NN memiliki permasalahan seperti kasus di atas. Saat itu
saya berkunjung ke rumah Orang Tua Ibu NN (karena Ibu NN tinggal
bersama dengan orang Tuanya) untuk melihat keadaan anaknya yang
menyandang masalah Disabilitas (Down Sindrome). Ketika saya bertanya
tentang anaknya yang mengidap Down Sindrome tersebut Ibu NN bercerita
tentang suaminya. Kemudian saya menerapkan Teknik Terapi Kursi Kosong
saya berusaha memandu Ibu NN untuk mengeksplor permasalahan beliau
dengan suaminya (SGN) menceritakan dari perjalanan awal sejak pertama
kali mereka menikah. Saya dapatkan lah kasus Ibu NN ini, dari cara beliau
menceritakan Permasalahan pribadinya beliau sangat kecewa dengan
suaminya yang tidak dapat menerima kekurangan dari Buah hatinya dan
sejak ia ditinggalkan suaminya dari Tahun 2016 Ibu NN tidak memiliki
tempat untuk mengeksplor/menceritakan permasalahan beliau dengan total,
sehingga beliau selalu merasa tidak ada orang lain di sekitarnya, saya sebagai
pendamping berusaha untuk terus mendengarkan cerita Ibu NN tanpa
memotong kalimatnya sedikit pun. Setelah Ibu NN selesai bercerita,
kemudian saya bertanya: “Apakah Ibu Sudah Lega?” Ibu NN Menjawab:
“Sangat Lega Pak”. Kemudian saya memberikan masukan kepada Ibu NN:
“Apa yang anak ibu alami (Down Sindrome) itu hampir di setiap Desa Pasti
Ada, namun permasalahan ibu dengan suami Ibu ada yang sama seperti ibu
dan ada juga yang bisa menerimanya, yang perlu ibu sadari ialah Anak ibu
adalah Titipan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada Ibu, Kenapa
anak Ibu memiliki kekurangan? Karena Tuhan Percaya ibu Bisa mampu
mengasuhnya.
Beliau tersenyum kecil merasakan kelegaan yang luar biasa setelah
menceritakan kisahnya.
Setelah pendamping amati dari ekspresi wajah setelah ibu NN bercerita, ibu
NN merasakan kelegaan yang luar biasa, di sini pendamping menyimpulkan
bahwa sebenarnya Ibu NN Membutuhkan tempat untuk menceritakan beban
yang dia bawa sendiri kepada orang lain.
Observasi
JN (35 Tahun) warga Dusun Sinar Jaya Desa Budi Lestari Kecamatan Tanjung
Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Keluarganya tercata sebagai Penerima
Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan sejak Tahun 2011 Lalu. Kehidupannya
sangat sederhana dia bekerja sebagai Buruh Tani di Desanya dan Istrinya membuka
Usaha Warung Kecil (jajanan anak).
Pada penyaluran tahap II bulan April 2019 terjadi pengurangan Kuota Bantuan
Pangan non Tunai yang mengakibatkan beberapa Kartu Keluarga Sejahtera yang
merupakan ATM dan Buku rekening Keluarga Penerima Manfaat di Blokir dan
mengakibatkan Dana Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan tidak dapat
ditarik/diambil. pemblokiran itu didasarkan pada Data Terpadu Penanganan Fakir
Miskin di Pusdatin yaitu Keluarga Penerima Manfaat yang terindikasi Mampu
berdasarkan Data Terpadu atau kategori Desil 4/4+. Total seluruh Keluarga
Penerima Manfaat yang Buku Rekening dan ATM nya di Blokir di Desa Budi Lestari
ada sekitar 57 Kartu/Buku Rekening.
Hal ini yang menyebabkan JN Protes dan tidak terima akan pemblokiran Kartu
Keluarga Sejahtera yang dimilikinya, JN merasa bahwa dia masih sangat
membutuhkan bantuan itu dan JN merasa pemblokiran ini tidak berdasarkan pada
keadaan yang sebenarnya di lapangan.