Anda di halaman 1dari 10

Kasus 1 :

Salah satu kasus yang pernah saya dapatkan adalah kecemburuan sosial masyarakat yang
tidak menerima bantuan PKH. Kasus Kecemburuan sosial tersebut terjadi di desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi tengah. Dalam kasus
kecemburuan sosial tersebut terjadi karena adanya masyarakat yang tidak mendapat bantuan
PKH merasa dirinya layak menerima bantuan PKH namun dalam kenyataannya masyarakat
tersebut tidak mendapatkan bantuan PKH. Masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan PKH
tersebut menanyakan mengapa mereka tidak termasuk dalam keluarga penerima bantuan
PKH sedangkan dalam keluarga mereka terdapat komponen yang di biayai oleh Program
Keluarga Harapan. Selain itu mereka menyayangkan mengapa mereka tidak termasuk dalam
penerima bantuan PKH sedangkan mereka juga adalah penerima kartu KKS dan juga kartu
KPS. Saya sebagai pendamping sosial yang mendampingi desa Toolon berusaha
memberikan penjelasan terkait kasus tersebut, dimana saya berusaha menjelaskan bagaimana
kriteria penerima bantuan PKH dan juga proses yang dilalui sehingga menjadi keluarga
penerima bantuan PKH. Selain itu, sebagai pendamping PKH saya juga memberikan
pemahaman kepada masyarakat di desa tersebut mengenai Program Keluarga Harapan
sehingga masyarakat bisa memahami tentang Program Keluarga Harapan dan tidak lagi
terjadi masalah yang sama di kemudian hari.
a. Penerapan Konsep
1. Dalam menyelesaiakan kasus diatas ada beberapa konsep-konsep relevan yang saya
gunakan agar kasus yang terjadi dapat terselesaikan dan masyarakat di Desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan bisa memahami serta menerima
penjelasan yang saya berikan. Adapun teori atau konsep-konsep yang digunakan
dalam menyelasikan kasus tersebut diantaranya adalah teori sosio kultural dan
situasional, teori pendekatan interaksi dan teori Pendekatan fenomenologis. Teori sosio
kultural dan situasional yaitu pendekatan ini di tekankan pada kondisi saat ini sebagai
penyebab timbulnya prasangka yang dapat di bagi dalam:
a. Mobilitas sosial artinya kelompok orang yang mengalami penurunan status
(mobilitas sosial ke bawah) akan selalu mencari alasan mengenai nasib buruknya
(kambinghitam) tidak mencari penyebab yang sesungguhnya
b. Konflik antar kelompok yaitu prasangka merupakan realitas dari dua kelompok
yang bersaing tidak selalu di sebabkann oleh kondisi ekonomi
c. Stigma perkantoran yaitu bahw ketidaksamaan atau ketidakpastian di kota di
sebabkan oleh noda yang di lakukan oleh kelompok tertentu
d. Sosialisasi yaitu prasangka dalam hal ini muncul sebagai hasil dari proses
pendidikan orang tua atau masyarakat sekitar melalui proses sosialisasi mulai kecil
hingga dewasa

Dalam teori pendekatan fenomenologis menyatakan bahwa prasangka dan


kecemburuan sosial dipengaruhi oleh bagaimana individu memandang masyarakat dan
lingkungannya, sehingga persepsilah yang menyebabkan prasangka dan kecemburuan
sosial. Menurut teori ini terjadinya pelapisan sosial, perbedaan kemampuan, dan
tindakan individu merupakan gejala-gejala yang bersifat fenomenal atau bersifat
umum. Teori pendekatan interaksi ini kita memperhatikan faktor-faktor individual dan
sosial, dimana individu dan masyarakat saling mempengaruhi dan hubungan timbal
balik antara individu dan masyarakat, ada hubungan interaksi antar individu dapat
mempengaruhi individu, pengaruh-pengaruh yang bersifat, dinamis dan kreatif. Antara
individu dan masyarakat itu mempunyai kekuatan saling membentuk, dan saling
menyempurnakan.
2. Dalam menyelesaikan kasus kecemburuan sosial yang terjadi di desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah, Saya
sebagai pendamping PKH menggunakan beberapa teori antara lain teori sosio kultural
dan situasional, teori Pendekatan fenomenologis dan teori Pendekatan interaksi. Dalam
penggunaan teori pendekatan sosio kultural dan situasional serta pendekatan
fenomenologis saya sebagai pendamping PKH di desa tersebut berusaha mencari tau
apa yang menjadi penyebab terjadinya kecemburuan sosial antara masyarakat yang
tidak mendapatkan bantuan PKH dengan masyarakat yang mendapatkan bantuan PKH.
Setelah saya menyelidiki penyebab utama terjadinya kecemburuan sosial ialah adanya
keinginan dari masyarakat yang tidak menerima bantuan PKH agar mereka juga bisa
mendapatkan bantuan tersebut, karena menurut mereka bahwa mereka juga layak
menerima bantuan ini karena mereka juga memiliki komponen seperti anak sekolah,
balita dan juga lansia seperti para penerima bantuan PKH. Selain itu, ada masyarakat
yang beranggapan bahwa dalam penentuan siapa yang menjadi penerima bantuan PKH
ditentukan oleh pendamping PKH atas asas ketidak adilan. Setelah saya mengetahui
penyebab utama dari kasus tersebut saya berusaha mendekati dan melalukan interaksi
dengan masyarakat yang memiliki rasa cemburu terhadap masyarakat lainnya yang
menerima bantuan PKH sesuai dengan teori pendekatan interaksi. Sebagai
pendamping PKH saya berusaha menjelaskan mengenai kriteria penerima bantuan
PKH dan juga menjelaskan proses sehingga masyarakat menjadi anggota penerima
bantuan PKH. Dalam interaksi yang saya lakukan dengan masyarakat yang tidak
menerima bantuan PKH saya sebagai pendamping PKH menjelaskan alur sehingga
masyarakat memperoleh bantuan PKH yakni dalam menentukan keanggotaan dalam
PKH data yang diambil adalah melalui Basis Data Terpadu (BDT) yang sebenarnya
asalnya dari desa itu sendiri yang diusulkan melalui Dinas Sosial setempat dan di
usulkan ke Kementrian Sosial. Melalui penjelasan yang saya berikan kepada
masyarakat non-PKH alhasil mereka dapat memahami mengenai program PKH dan
juga mereka tidak lagi memusuhi para penerima bantuan PKH. Namun dalam diskusi
bersama masyarakat non-PKH mereka mengutarakan harapan mereka agar
kedepannya dalam menjalankan program PKH khususnya dalam penentuan
keanggotaan PKH supaya keluarga yang menerima bantuan PKH adalah keluarga yang
memang layak menerima bantuan tersebut dan juga dalam pemanfaatan bantuan
tersebut bisa digunakan sebaik-baiknya.
3. Dalam menyelesaikan kasus kecemburuan sosial yang terjadi di Desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah ada
beberapa dasar pertimbangan saya menggunakan tiga teori yakni teori sosio kultural
dan situasional, teori Pendekatan fenomenologis dan teori pendekatan interaksi. Dasar
pertimbangan saya adalah dalam menyelsaikan kasus kecemburuan sosial seperti ini di
masyarakat kita sebagai pendamping PKH yang memahami tentang prosedur
pelaksanaan program PKH perlu melakukan pendekatan secara emosional kepada
masyarakat dengan mempelajari mengenai kehidupan sosial mereka dan juga budaya
mereka di tempat tersebut. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kondisi mengenai
tempat tersebut dan bagaimana kebiasaan mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan cara inilah kita sebagai pendamping PKH disaat ada permasalahan yang
terjadi di masyarakat kita bisa dengan cepat mengidentifikasi akar dari masalah yang
terjadi sehingga dengan mengetahui akar dari masalah kita bisa dengan mudah mencari
solusi yang terbaik untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Apabila kita sebagai pendamping PKH tidak mengenal lingkungan tempat kita maka
apabila ada masalah yang datang kita akan kesulitan untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Oleh karena sangatlah penting kita sebagai pendamping PKH untuk
mengenali lingkungan kerja kita baik kehidupan sosial masyarakat dan juga budaya
masyarakat tersebut untuk membangun hubungan yang erat dengan masyarakat
setempat demi berhasilnya program PKH.
b. Implikasi Konsep
1. Dari hasil penyelesaian masalah kecemburuan sosial yang terjadi di Desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan dengan menggunakan teori sosio
kultural dan situasional, teori Pendekatan fenomenologis dan teori Pendekatan
interaksi dapat dikatakan bahwa ketiga teori tersebut sangat membantu saya dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal itu dapat dilihat dari hasil yang diperoleh
bahwa masyarakat yang awalnya ngotot untuk mendapatkan bantuan sosial PKH
karena beranggapan layak mendapatkan bantuan tersebut dapat memahami penjelasan
yg saya berikan serta mereka merasa puas dengan semua penjelasan yang di
kemukakan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat saya simpulkan bahwa teori sosio
kultural dan situasional, teori Pendekatan fenomenologis dan teori Pendekatan
interaksi sangatlah mumpuni dalam menyelesaikan masalah kecemburuan sosial yang
terjadi di Desa Toolon Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan.
2. Dalam menyelesaikan masalah kecemburuan sosial yang terjadi di Desa Toolon
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan memang sangatlah membutuhkan
pengetahuan yang dimiliki. Hal ini dimaksudkan agara kita dapat menangani masalah-
masalah serta dapat menyelesaikannya. Berdasarkan hasil yang diperoleh saat saya
menggunakan pengetahuan sudah sangat membuktikan bahwa dalam penyelesaian
sebuah masalah harus menggunakan pengetahuan. Dengan adanya pengetahuan yang
saya miliki melalui penerapan teori sosio kultural dan situasional, teori Pendekatan
fenomenologis dan teori Pendekatan interaksi saya selaku pendamping PKH yang
menangani desa Toolon dapat mengatasi masalah yang terjadi sehingga masalahnya
tidak berlanjut terus menerus dan dapat di atasi. Apabila dalam penyelesaian masalah
kecemburuan sosial yang terjadi di Desa Toolon Kecamatan Bulagi Kabupaten
Banggai Kepulauan saya tidak menggunakan pengetahuan maka saya yakin dan
percaya proses penyelesaian masalah tersebut akan susah di selesaikan serta
membutuhkan waktu yang sangat lama. Hal tersebut bisa berimbas kepada kehidupan
masyarakat di desa Toolon yang menjadikan masyarakat selalu bermusuhan antara
penerima bantuan PKH dengan masyarakat yang tidak menerima bantuan PKH. Oleh
karna itu, saya menyimpulkan bahwa dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat sangatlah diperlukan pengetahuan agar kita dapat
menyelesaikan masalah tersebut.
Kasus 2 :
Kasus kedua yang terjadi dan telah selesai saya tangani adalah kasus yang terjadi di desa
dampingan saya yaitu mengenai penanganan anak peserta Program Keluarga Harapan yang
hampir putus sekolah. Kasus ini terjadi tepatnya di desa Kayubet Kecamatan Bulagi
Kabupaten Banggai Kepulauan. Kasus ini dialami oleh KPM yang bernama ibu Usmina
Yangga dimana anaknya yang bernama Weldin Weti yang masih duduk di bangku Sekolah
Dasar (SD) kelas 6 sudah kurang lebih 2 bulan tidak lagi pergi ke sekolah. Awalnya kasus
tersebut tidak saya ketahui oleh karena sebelumnya pada saat saya kesekolah tempat anak itu
menimba ilmu untuk melakukan verifikasi tepatnya untuk verifikasi tahap 4 tahun 2018 anak
tersebut masih bersekolah namun setelah saya melakukan verifikasi anak tersebut tidak lagi
bersekolah namun dari pihak keluarga menutupi kasus tersebut. Seiring berjalannya waktu
memasuki verifikasi tahap 1 tahun 2019 saya mengunjungi kembali sekolah tempat dimana
anak itu bersekolah yakni di SDN Inpres Kayubet anak tersebut tidak bersekolah lagi dan
saya bercerita bersama dengan wali kelas dari anak tersebut dan ia menceritakan bahwa
Weldin nama panggilan ank tersebut dalam 2 bulan terakhir sudah jarang datang kesekolah.
Pihak sekolah sudah beberapa kali datang berkunjung kerumahnya namun anak tersebut tetap
tidak mau untuk bersekolah kembali. Setelah mendapatkan informasi tersebut saya langsung
mengunjungi rumah ketua kelompok desa Kayubet ibu Aspince Sangande untuk menanyakan
mengenai kasus tersebut. Setelah mendapatkan penjelasan dari ibu Aspince saya memintanya
untuk menemani saya kerumah ibu Usmina untuk mengecek anaknya Weldin. Sesampainya
di rumah ibu Usmina kamipun berbincang dan saya menanyakan mengenai masalah yang
menyebabkan anaknya Weldin tidak lagi mau untuk bersekolah. Dari penjelasan yang
diberikan ibu Usmina saya mengetahui bahwa anak tersebut menjadi malas kesekolah
dikarenakan ada salah satu guru disekolah tersebut yang sangat ia takuti karena menurutnya
guru tersebut sangat ganas. Selain itu, masalah umur dari anak tersebut yang terpaut cukup
jauh dari teman sekelasnya turut menjadi alsan ia enggan kembali bersekolah. Dimana yang
seharusnya dengan umurnya yang sekarang ia sudah harus berada di bangku SMP namun
karna pernah tidak naik kelas sehingga mengharuskan masih duduk di bangku SD kelas 6.
Setelah mengetahui duduk permasalahannya saya kembali kerumah dan memikirkan jalan
keluar agar supaya anak tersebut dapat kembali bersekolah dan menyelesaikan pendidikannya
di bangku SD. Tiga hari kemudian z kembali berkunjung ke rumah ibu Usmina untuk
bertemu dengan anak tersebut untuk membujuknya kembali bersekolah. Sesampainya di sana
saya menjumpai ibu usmina bersama anaknya lagi duduk bersama di rumahnya dan kamipun
bercerita bertiga dan saya berusaha menceritakan hal yang menarik mengenai sekolah untuk
menarik kembali minat anak tersebut untuk kembali bersekolah. Pada kunjungan saya hari itu
saya membawakan beberapa buah buku tulis dan juga pulpen untuk saya berikan kepada
weldin serta mengejaknya bercerita agar supaya anak tersebut bisa merasa nyaman bercerita
dengan saya. Saya mencoba memberikan beberapa pandangan kepada anak tersebut dan juga
kepada ibu Usmina agar mereka memahami bahwa betapa pentingnya pendidikan bagi semua
orang untuk masa sekarang dan masa akan datang. Setelah beberapa jam kami bercerita
sayapun berpamitan untuk pulang namun sebelum pulang saya berkunjung kembali kesekolah
tempat Weldin bersekolah dan berkoordinasi dengan wali kelas serta kepala sekolahnya. Dari
koordinasi tersebut pihak sekolah juga menyambut baik maksud saya untuk mengupayakan
Weldin kembali bersekolah dan pihak sekolah pun langsung mengambil langkah untuk
mengunjungi kembali rumah ibu Usmina untuk memanggil kembali Weldin bersekolah. Pada
minggu selanjutnya saya kembali berkunjung melihat perkembangan anak tersebut namun
sesampainya di sana anak tersebut belum juga bersekolah. Hal itu tidak menyurutkan
semangat saya untuk kembali mebujuknya dari memberikan pengarahan agar ia dapat
kembali bersekolah karena dengan latar belakang pendidikan saya sebagai seorang pendidik
saya pun terus berupaya untuk mengupayakan agar anak tersebut kembali bersekolah agar
menjadi anak yang pintar dan menjadi salah satu generasi emas di tahun 2045. Setelah
beberapa minggu berjalan dengan serangkaian upaya bersama pihak sekolah serta orang tua,
anak tersebut kembali mau bersekolah dan tidak takut lagi kepada guru-guru serta tidak lagi
merasa malu dengan umurnya yang berbeda dengan teman sekelasnya. Setelah melihat anak
tersebut kembali bersekolah sayapun sebagai pendamping PKH sangat senang bisa membantu
ibu Usmina untuk mengupayakan anaknya Weldin kembali bersekolah. Kini Weldin sudah
lulus dari bangku SD dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP di sekolah SMP Satap
Komba-Komba yang terletak di desa Komba-Komba Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai
Kepulauan.

a. Metode 1
1. Dalam meyelesaikan kasus anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa Kayubet
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan memrlukan metode atau teknik
dalam penyelesaiannya dimana salah satu metode awal yang saya gunakan adalah
metode pengumpulan data. Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara
yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga
dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes,
dkoumentasi dan sebagainya. Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat
berupa lembar cek list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara,
kamera photo dan lainnya. Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa
digunakan adalah angket, observasi dan wawancara.
1. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan
responden untuk dijawabnya.
2. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya
mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan
untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini
digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara
sumber atau sumber data.
Dalam menangani kasus anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa Kayubet
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan saya menggunakan metode
wawancara untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus tersebut.
2. Dalam menangani berbagai kasus sangatlah perlu menggunakan metode atau teknik
dalam menyelesaikannya, seperti kasus anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa
Kayubet Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan. Dimana dalam
menyelesaikan kasus yang terjadi saya sebagai pendamping PKH di desa Kayubet
menggunakan metode wawancara untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus
tersebut. Dengan menggunakan metode wawancara yang saya lakukan baik
wawancara dengan ketua kelompok PKH Desa Kayubet ibu Aspince Sangande, ibu
Usmina Yangga serta Weldin Weti yang merupakan anak dari ibu Usmina yang
hampir putus sekolah. Penggunaan metode wawancara untuk mengetahui duduk
permasalahan dari anak yang hampir putus sekolah tersebut sangatlah membantu saya
dalam mengetahui semua akar permasalahan yang menyebabkan Weldin yang masih
duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 6 hampir tidak melanjutkan sekolahnya tersebut.
Dimana dengan metode wawancara saya mengetahui bahwa sang anak tidak mau lagi
bersekolah keran takut terhadap salah satu guru disekolahnya yang menurutnya sangat
galak serta faktor usianya yang terpaut cukup jauh diatas usia teman-teman sekelasnya
membuat ia minder untuk bersekolah lagi. Dari pencapaian tersebut dapat saya
simpulkan bahwa penerapan metode wawancara tersebut sangatlah membantu dan
menjadi salah satu faktor penentu dalam menyelesaikan kasus anak hampir putus
sekolah yang terjadi di desa Kayubet Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai
Kepulauan.
b. Metode 2
1. Metode selanjutnya yang digunakan dalam melakukan identifikasi masalah dalam
menyelesaikan kasus anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa Kayubet
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan adalah metode diskusi. Diskusi
adalah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu “discussus” yang mempunyai arti
memeriksa dan menyelidiki. Dalam pengertian umum diskusi adalah suatu proses yang
melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara varbal dan saling
berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar
menukar infomasi, mempertahankan pendapat dan memecahkan masalah. Pada proses
penyelesaian kasus yang terjadi saya melakukan diskusi dengan beberapa pihak terkait
seperti pihak sekolah tempat anak tersebut bersekolah dalam hal ini saya melakukan
diskusi dengan wali kelas dari Weldin dan juga Kepala Sekolahnya. Selain itu, saya
melakukan diskusi bersama dengan ketua kelompok PKH desa Kayubet ibu Aspince
Sangande. Dari diskusi yang saya lakukan untuk mengetahui pokok masalah dari kasus
ini saya mendapat informasi bahwa penyebab utama anak tersebut tidak lagi mau
bersekolah karena takut terhadap salah satu guru disekolahnya yang menurutnya
sangat galak serta faktor usianya yang terpaut cukup jauh diatas usia teman-teman
sekelasnya membuat ia minder untuk bersekolah lagi.
2. Proses identifikasi sumber dan potensi yang terkait dengan pemecahan kasus anak
hampir putus sekolah yang terjadi di desa Kayubet Kecamatan Bulagi Kabupaten
Banggai Kepulauan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah suatu
penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu
organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Mengadakan studi kasus dengan cara meneliti
suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Data yang
dikumpulkan bukan hanya tentang saat ini saja tetapi juga kejadian / peristiwa / proses
yang terjadi masa lalu yang mungkin berkaitan dengan saat saat ini. Proses sistematik
yang ditujukan untuk mengembangkan temuan-temuan yang didasarkan atas bukti
yang tidak diragukan menjadi sesuatu hasil akhir kejadian atau hasil-hasil akhir yang
saling berkaitan yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena. Metode ini sangat
berkaitan erat dengan metode wawancara dan juga metode diskusi dalam mencari
informasi mengenai kasus yang terjadi pada anak Weldin di Desa Kayubet. Dengan
metode studi kasus tersebut saya dapat mengetahui duduk permasalahan dari kasus
yang terjadi sehingga mempermudah dalam proses penyelesaian kasus yang terjadi.
c. Metode 3
1. Metode yang digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi terhadap kasus
anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa Kayubet Kecamatan Bulagi Kabupaten
Banggai Kepulauan adalah metode Layanan kunjungan rumah (Home visit). Layanan
kunjungan rumah ( Home visit ) adalah salah satu teknik pengumpul data dengan jalan
mengunjungi rumah siswa untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi
siswa dan untuk melengkapi data siswa yang sudah ada yang diperoleh dengan tehnik
lain. Kunjungan Rumah adalah upaya yang dilakukan Konselor untuk mendeteksi
kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan anak/individu agar mendapat
berbagai informasi yang dapat digunakan lebih efektif. Kegiatan kunjungan rumah
merupakan salah satu kegiatan pendukung yang diadakan untuk memahami diri siswa
yang bermasalah secara lebih lengkap di dalam proses pemberian bantuan melalui
jenis layanan bimbingan dan konseling. Penanganan permasalahan siswa seringkali
memerlukan pemahaman yang lebih lengkap tentang suasana rumah atau keluarga
siswa. Untuk itu perlu dilakukan kunjungan rumah , namun harus diingat bahwa
kunjungan rumah itu tidak perlu dilakukan untuk semua siswa. Bagi siswa yang
permasalahannya menyangkut peranan rumah tangga atau keluarga sajalah yang
diperlukan kunjungan rumah itu . Kemungkinan cara lain yang dapat ditempuh untuk
memperoleh data atau informasi tersebut ialah mewawancarai siswa secara langsung
atau meminta / mengundang orang tua ke sekolah untuk memberikan keterangan yang
dimaksud.
2. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada penjelasan pertama bahwa dalam
melakukan intervensi terhadap kasus anak hampir putus sekolah yang terjadi di desa
Kayubet Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan adalah metode Layanan
kunjungan rumah (Home visit). Selain itu, dalam penyelesaian masalah tersebut saya
juga menggunakan metode Social Case Work (Bimbingan sosial
individu/perseorangan) yang dipadukan dengan metode Layanan kunjungan rumah
(Home visit). Bimbingan sosial individu/perseorangan adalah suatu rangkaian
pendekatan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantu individu yang
mengalami masalah berdasarkan relasi antara pekerja sosial dengan seorang penerima
pelayanan secara tatap muka. Dengan dua metode yang saya gunakan tersebut dalam
penyelesaian masalah yang terjadi saya selalu mengdakan kunjungan kerumah ibu
Usmina untuk memberikan penguatan kepada ibu Usmina dan juga anaknya Weldin
mengenai pentingnya pendidikan bagi semua orang. Selain itu, saya memberikan
pandangan dan juga penjelasan dapat mereka pahami untuk membangkitkan semangat
dari Weldin untuk kembali bersekolah. Dengan berbagai upaya yang saya lakukan baik
melalui kunjungan kerumah mereka dan kerjasama dengan pihak sekolah yang juga
terus menerus berupaya mengunjungi dan memanggil Weldin untuk kembali
bersekolah akhirnya dengan keinginannya yang mulai tumbuh ia kembali bersekolah.
Weldin pun kembali bersekolah dan belajar bersama teman-temannya yang duduk di
bangku kelas 6 SD dengan penuh semangat dan kini ia telah menyelesaikan
pendidikannya di SD pada tahun 2019 ini lalu melanjutkan pendidikannya ke jenjang
SMP di SMP Negeri Satap Komba-Komba. Saya sebagai pendamping PKH di Desa
Kayubet pun turut senang dengan kembalinnya Weldin untuk bersekolah dan semoga
apa yang menjadi cita-citanya dapat tercapai.

Kasus 3:
Kasus ketiga yang pernah saya tangani adalah kasus indisipliner peserta PKH di desa Oluno
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan, dalam hal ini berhubungan dengan
penyaluran bantuan sosial PKH Tahap 2 tahun 2019. Seperti kebiasaan pada penerimaan
bantuan tahap-tahap sebelumnya ada jadwal yang sudah di sepakati bersama dengan pihak
bank untuk melaksanakan penyaluran bantuan sosial PKH di tiap kecamatan. Dimana dalam
jadwal penyaluran yang sudah disepakati bersama pihak bank untuk kecamatan bulagi tempat
saya melakukan pendampingan adalah pada tanggal 22 Mei tahun 2019. Namun sebelum
tanggal penyaluran yang sudah ditentukan sudah banyak Keluarga Penerima Manfaat yang
melakukan pencairan bantuan PKH di ATM dan BRI-Link terdekat tanpa sepengetahuan dari
saya sebagai pendamping di wilayah tersebut. Dari wilayah dampingan saya yang paling
banyak melakukan penarikan bantuan tanpa sepengetahuan saya adalah desa Oluno yang dari
30 KPM 26 diantaranya sudah melakukan penarikan bantuan di ATM dan BRI-Link terdekat.
Dalam kasus ini KPM telah melanggar kesepakatan yang sebelumnya sudah dibangun
bersama saya selaku pendamping di desa tersebut dalam hal ini KPM telah melakukan
tindakan tidak jujur dan tidak disiplin. Dari kasus ini saya selaku pendamping di desa Oluno
berupaya memberikan pemahaman agar KPM tidak mengulangi kembali kesalahan yang
sama dengan cara mengadakan pertemuan kelompok bersama semua KPM PKH di desa
Oluno. Dalam pertemuan kelompok bersama KPM di desa Oluno saya menjelaskan kembali
apa yang menjadi hak dan juga tanggung jawab dari KPM untuk memberi penguatan kembali
agar mereka sadar bahwa apa yang mereka sudah lakukan telah melanggar apa yang menjadi
ketentuan bersama. Selain itu, secara bersama-sama berdasarkan kesadaran dan kesepakatan
bersama pada pertemuan kelompok tersebut dihasilkan kesepakatan untuk tidak mengulangi
lagi kasus yang sama agar tidak ada pihak yang dirugikan. Namun semuanya tidak hanya
sampai di situ, saya pun terus mengontrol KPM dengan mengadakan kunjungan dan juga
diskusi bersama KPM di desa Oluno agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Dari
serangkaian proses yang dilakukan akhirnya memberikan hasil yang cukup memuaskan,
dimana hal itu terlihat pada penyaluran bantuan sosial PKH tahap 3 tahun 2019 tidak ada lagi
KPM PKH di desa Oluno yang melakukan penarikan bantuan sebelum tanggal yang
ditentukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pertemuan kelompok
dan juga kunjungan ke rumah KPM serta diskusi untuk memberikan pemahaman dapat
memberikan hasil yang positif dalam penyelesaian kasus yang terjadi di desa Oluno.
a. Penerapan Nilai untuk Klien
Kasus yang terjadi di desa Oluno Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan
merupakan salah satu kasus indisipliner peserta PKH pada penyaluran bantuan sosial PKH
Tahap 2 tahun 2019. Dari kasus yang terjadi tersebut nilai-nilai yang perlu diterapkan
adalah nilai kejujuran dan nilai disiplin agar KPM PKH tidak mengulangi kesalahan yang
sama di kemudian hari. Kejujuran adalah nilai kebaikan sebagai sifat positif yang akan
diterima oleh semua orang dimanapun dan kapanpun ia berada. Jadi, nilai kejujuran adalah
nilai kebaikan yang bersifat universal. Sedangkan nilai disiplin merupakan perasaan taat
dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya. Dengan kata
lain disiplin adalah patuh terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan
pengendalian. Pada kasus yang terjadi di desa Oluno KPM telah melanggar nilai kejujuran
dan nilai disiplin. Oleh karena itu saya sebagai pendamping berupaya menanamkan nilai
kejujuran dan disiplin kepada KPM di desa Oluno agar dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat mereka selalu jujur dan disiplin agar tercipta kehidupan yang harmonis dalam
masyarakat serta demi berhasilnya Program Keluarga Harapan (PKH).
b. Penerapan Nilai untuk Teman Sejawat
Seorang pekerja sosial seperti pendamping PKH dalam melakukan pekerjaannya
hendaknya berperilaku yang baik serta tidak merugikan teman sejawatnya. Sebagai
seorang pekerja sosial kita harus menanamkan nilai-nilai positif seperti menghargai, jujur,
menghormati, dan tanggung jawab dalam setiap kita bekerja bersama dengan teman
sejawat kita. Sikap menghargai, jujur, menghormati, serta tanggung jawab sangatlah
membantu kita dalam membangun kerjasama dengan teman sejawat kita dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Hal itupun yang saya lakukan dalam melaksanakan tugas
sebagai seorang pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang bertugas di
Kecamatan Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan untuk menciptakan suasana yang
menyenangkan dengan teman-teman pendamping PKH yang ada di Kabupaten Banggai
Kepulauan terlebih khusus dengan rekan pendamping saya di Kecamatan Bulagi bapak
Rikson Yatule. Dalam saya menjalankan tugas sebagai seorang pendamping PKH di
lapangan saya selalu berkoordinasi dengan rekan saya setiap kali saya melakukan sesuatu
yang berkaitan dengan pendampingan atau bahkan saat saya menemui kendala dalam
pekerjaan. Kami selalu melakukan diskusi bersama dalam memecahkan berbagai masalah
dalam pekerjaan pendampingan, bahkan apabila dalam memecahkan suatu masalah kami
mendapat jalan buntu saya selalu berkoordinasi dengan teman-teman pendamping PKH
lainya dan juga Koordinator Kabupaten untuk meminta saran mengenai pemecahan
masalah yang kami hadapi. Namun dalam melaksanakan koordinasi baik dengan rekan-
rekan pendamping maupun koordinator kabupaten saya selalu menerapkan nilai
menghargai, jujur, menghormati, serta tanggung jawab. Hal inilah yang menjadikan
koordinasi saya sampai saat ini berjalan baik dengan rekan-rekan pendamping maupun
koordinator kabupaten. Oleh karena itu, sebagai seorang pekerja sosial dalam hal ini
seorang pendamping PKH perlu menanamkan nilai menghargai, jujur, menghormati, serta
tanggung jawab dalam menjalin komunikasi dengan sesama rekan pendamping demi
kelangsungan program PKH dan demi kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia yang
kita cintai ini.
c. Penerapan untuk Tempat Kerja
Sebagai pekerja sosial dalam hal ini sebagai pendamping Program Keluarga Harapan
(PKH) haruslah menanamkan nilai-nilai seperti jujur, santun, loyalitas serta integritas
dalam menjalankan tugas. Sebagai seorang pendamping PKH sayapun menanamkan nilai
jujur, santun, loyalitas serta integritas dalam menjalankan setiap tugas dan tanggung jawab
yang diberikan. Contohnya dalam melakukan pendampingan bagi KPM PKH sering kali
ada permintaan data terkait kondisi KPM yang didampingi seperti pada pemutakhiran data
yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dalam melakukan pemutakhiran data peserta saya
selaku pendamping PKH menerapkan sikap jujur dalam memutakhirkan kondisi peserta
PKH dengan tidak mengurangi atau melebih-lebihkannya melainkan sesuai hasil
pemutakhiran yang nyata di lapangan. Hal ini saya lakukan agar semua data yang
dimintakan memiliki keakuratan yang baik serta membantu keberhasilan program ini.
Selain itu, contoh lain yaitu saat melakukan koordinasi baik dengan koordinator kabupaten
PKH, instansi-intansi terkait serta rekan-rekan pendamping PKH saya selalu menjunjung
tinggi nilai kesopanan dalam mengeluarkan pendapat ataupun saran agar terjalin
komunikasi yang baik antara semua komponen yang terlibat dalam PKH. Oleh karena itu,
penerapan nilai-nilai seperti jujur, santun, loyalitas serta integritas sangatlah dibutuhkan
oleh saya dalam menjalankan tugas sebagai pendamping PKH di Kecamatan Bulagi demi
mencapai keluarga Indonesia yang sejahtera dan madiri.
~~~Hidup PKH~~~
~~~Jaya PKH~~~

Anda mungkin juga menyukai