Anda di halaman 1dari 58

BAHAN AJAR

PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU & KELUARGA(CASE WORK)

A. PENDAHULUAN.
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memberikan pertolongan kepada orang-orang
yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Berkaitan dengan
hal tersebut Walter A. Friedlander (Syarif Muhidin), mengartikan pekerjaan sosial sebagai
“suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan
dalam relasi kemanusiaan, yang bertujuan membantu baik perorangan, keluarga maupun
kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial”.
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa pekerjaan sosial sebagai profesi yang memberikan
pertolongan kepada klien baik individu, kelompok maupun masyarakat didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan keterampilan, dalam hal ini adalah menggunakan metode, keterampilan,
dan teknik-teknik pekerjaan sosial.
Bekerja dengan individu dan keluarga dalam pekerjaan sosial dikenal dengan sebutan
Social Casework, yang merupakan metode dalam pekerjaan sosial yang digunakan oleh
pekerja sosial dalam berbagai pelayanan sosial dan institusi. Metode ini bertujuan untuk
membantu individu-individu secara perorangan, untuk mengatasi masalah-masalah personal
dan sosial. Metode ini dilakukan dengan didasari oleh suatu proses relasi yang bersifat
individual, tatap muka. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari casework
diterapkan secara luas dalam beberapa metode pekerjaan sosial. Di dalam masyarakat yang
mengalami perubahan cepat, casework mengurangi pengaruh bagi individu yang merasakan
penurunan kualitas dan atribut kemanusiaan.
Menurut Richmond (1922), bahwa sosial casework terdiri dari proses yang
mengembangkan kepribadian melalui penyesuaian secara sadar individu-individu, diantara
orang-orang dan lingkungan sosialnya. Casework mengembangkan perhatiannya dalam
bidang keluarga, dinamika keluarga dan interaksi anggota keluarga dengan hasil bahwa
keluarga merupakan lembaga yang potensial untuk digunakan dalam melakukan intervensi
terhadap individu. Dengan demikian tujuan praktek pekerjaan sosial adalah mencegah atau
menyembuhkan gangguan relasi diantara individu dengan keluarganya atau fihak lain di
lingkungannya. Pekerja sosial membantu orang-orang untuk mengidentifikasi dan
1
memecahkan masalah dalam relasinya untuk meminimalisir dampaknya. Pekerjaan sosial
memperkuat potensi individu, kelompok dan masyarakat secara maksimum.
Sosial casework ditujukan untuk menyelesaikan masalah yang yang menghalangi atau
mengurangi efektivitas individu dalam berbagai peranan yang ditampilkannya. Masalah-
masalah dalam keluarga yang berhubungan dengan kewajiban sosial dan ekonomi yang
mengganggu komunikasi dan kebebasan berekspresi keluarga dapat ditangani oleh pekerja
sosial. Pekerja sosial seringkali dihadapkan pada situasi dimana keluarga tidak dapat
menerima dan menggunakan pelayanan sosial.
Pada umumnya, pekerja sosial lebih memusatkan perhatian untuk bekerja atau
menangani permasalahan individu, baik penanganan di dalam lembaga/ badan-badan sosial,
badan privat maupun praktek privat. Sosial casework bertujuan untuk membatu individu-
individu berdasarkan pada orang per orang guna memenuhi kebutuhan dan memecahkan
permasalahan yang mereka alami. Pelayanan sosial casework diberikan melalui lembaga-
lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, yaitu lembaga yang memberikan pelayanan secara
langsung kepada orang. Aktivitas pelayanan sosial casework cukup luas dan bervariasi,
seperti memberikan konseling kepada para remaja yang tidak betah tinggal di rumah,
membantu orang yang tidak punya pekerjaan/menggangur dengan cara memberikan latihan-
latihan ketrampilan dan kemudian menyalurkannya kelapangan pekerjaan,memberiakn
konseling kepada orang-orang yang ingin bunuh diri, membantu menempatkan bayi-bayi
yang akan di adopsi dan memilih orang tua asuh yang baik, memberikan perlindungan
kepada anak-anak terlantar, mencarikan pengasuh/perawat yang baik untuk melayani orang-
orang yang menderita sakit, memberikan koseling kepada individu-individu yang mengalami
disfungsi seksualitas, membantu para pecandu alcohol dalam mengatasi permasalahannya,
memberikan konseling kepada orangyang menderita sakit parah, memberikan pelayanan
sebagai seorang petugas serta memberikan pelayanan terhadap orang-orang tua yang
sendirian (single parent).
Pada dasarnya permasalahan yang kita alami sebagian besar tidak dapat dipecahkan
oleh diri kita sendiri. Kita membutuhkan bantuan dari anggota keluarga yang lain, kenalan,
teman maupun siapa saja yang dapat membantu kita. Pada kesempatan lain, kita juga banyak
memerlukan lebih banyak ketrampilan untuk membantu menggali dan memanfatkan sumber
mengatasi masalah–masalah perkawinan dan mengatasi konflik-konflik keluarga,mengatasi
2
permasalahan yang dialami di sekolah maupun di tempat kerja, serta mengurangi
penderitaan-penderitaan yang berkaitan dengan kesehatan. Ketrampilan yang lengkap dapat
membantu sosial casework melaksanakan semua tugasnya dengan baik.

B. KERANGKA KONSEPTUAL PEKERJAAN SOSIAL

Sebelum membahas secara lebih mendalam tentang pekerjaan sosial dengan individu
dan keluarga, terlebih dahulu perlu diulas secara singkat tentang kerangka referensi pekerjaan
sosial. Ulasan ini tidak dimaksudkan untuk menganalisis secara konseptual serta mendalam
tentang pekerjaan sosial, akan tetapi dipandang perlu untuk membentuk pemahaman secara
komprehensif dan dapat memerankan diri sebagai landasan pikir bagi pengembangan
pemahaman lebih luas tentang pekerjaan sosial dengan individu.
Pekerjaan sosial dalam kajian ini ditelaah berdasarkan pemahaman yang
dikembangkan oleh National Association of Sosial Workers /NASW tahun 1973 (Morales,
1983) yang mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial merupakan aktivitas professional yang
bertujuan dalam membantu individu, kelompok atau masyarakat untuk memperkuat
kemampuannya sendiri dalam keberfungsian sosial serta menciptakan kondisi-kondisi
kemasyarakatan yang menunjang tujuan tersebut.
Kalimat pertama dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan sosial
merupakan suatu aktivitas professional. Sebagai aktivitas preofesional, maka pelayanan yang
diberikan oleh seorang pekerja sosial dapat didefinisikan secara tegas melalui pengetahuan,
nilai-nilai serta keterampilan secara spesifik. Kalimat pertama dari definisi tersebut juga
menunjukkan bahwa pekerja sosial melakukan praktik pertolongannya pada berbagai tipe
klien, baik individu, kelompok, maupun masyarakat. Definisi di atas juga menekankan
bahwa fokus perhatian pekerja sosial adalah keberfungsian sosial yang meliputi interkasi
antara manusia dengan lingkungan sosialnya.
Definisi di atas juga menunjukkan bahwa fokus perhati pekerjaan sosial adalah
keberfungsian sosial yang meliputi interaksi antara manusia dengan lingkungan sosialnya.
Siporin (1975), Johson (1989) Zastrow (1992), maupun Morales (1983) menjelaskan bahwa
keberfungsian sosial mengacu pada berbagai fokus yang cukup luas yang meliputi :

3
 kemampuan menghadapi atau memecahkan masalah yang dihadapinya sesuai
dengan situasi dan kondisi, serta lingkungannya.
 Kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya, baik
dalam pendidikannya, pekerjaan, keluarga, kelompok, masyarakat dan sebagainya secara
konstuktir.
 Pelaksanaan tugas-tugas serta peran-peran dalam kehidupannya sesuai dengan
usianya, status, serta tanggung jawab yang disandangnya.
 Berperilaku secara memadai dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
 Keberfungsian sosial menunjukkan suatu kondisi pertukaran yang seimbang, dalam
kebaikan, serta adaptasi timbale balik, antara manusia sebagai individu dengan
lingkungannya.
 Dengan demikian, keberfungsia sosial merupakan hasil sistematik dari sebuah
pertukaran yang saling mengisi antara kebutuhan, sumber daya yang tersedia,
harapan/motivasi dengan kemampuan seseorang untuk memenuhinya, antara tuntutan,
harapan serta kesempatan dengan kemampuan lingkungan untuk memenuhinya.

Selain definisi tersebut, pekerjaan sosial melaukan praktek pertolongannya secara


langsung (direct services), yaitu meningkatkan serta memperbaiki kemampuan
orang/kelompok sasaran dalam mencapai keberfungsian sosial, serta secara tidak langsung
(indirect services) yang berupaya untuk mengubah, memperbaiki, serta membangun kondisi
kemasyarakatan yang berkaitan erat dengan keberfungsian sosial orang.
Selanjutnya, Betty L. Baer dan Ronald Federico (Morales, 1983) mengidentifikasi 10
(sepuluh) kompetensi awal dari seorang pekerja sosial :

1. mengidentifikasi dan melakukan assessment terhadap situasi dimana hubungan


antara orang dengan institusi sosial perlu dirintis, diperkuat, diperbaiki, atau perlu
diakhiri.
2. mengembangkan serta mengimpelementasikan suatu rencana yang bertujuan untuk
kesejahteraan individu yang berlandaskan pada assessment masalah, eksplorasi tujuan
serta pengembangan alternative pemecahan.
3. mengembangkan atau memperbaiki kemampauan orang dalam menghadapi,
memecahkan masalah, serta kemampuan pengembangan diri klien.

4
4. menghubungkan orang dengan sistem yang dapat memberikan sumber pelayanan,
maupun kesempatan.
5. memberikan intervensi secara efektif dengan mengutamakan populasi sasaran yang
paling rentan, atau terkena diskriminasi.
6. mengembangkan efektivitas pelayanan serta meningkatkan kemanusiaan kinerja
sistem yang memberikan pelayanan, sumber, maupun kesempatan.
7. secara aktif berperan serta dengan pihak lain untuk menciptakan, memodifikasi,
serta meningkatkan sistem pelayanan yang ada agar lebih responsive terhadap kebutuhan
klien.
8. melakukan evaluasi sample seberapa jauh tujuan yang telah direncanakan dapat
tercapai.
9. secara terus menerus melakukan evalualsi atas pengembangan profesionalisme
melalui assessment atas perilaku maupun keterampulan prakteknya.
10. memberikan kontribuasi pada peningkatan mutu pelayanan dnegan cara
mengembangkan landasan pengetahuan profesionalnya serta menjunjung tinggi standar
atau etika profesi

Selanjutnya Louise C. Johnson (Johnson, 1989:47) menjelaskan bahwa pekerjaan


sosial merupakan suatu kombinasi antara nilai, pengetahuan serta keterampilan atau teknik
yang tersusun sedemikian rupa sehingga menjadu suatu kesatuan yang unik atau spesifik.
Kombinasi ini kemudian dijelaskannya sebagai suatu kombinasi yang kreatif, yang berbeda
atau lebih bermakna daripada sekedar penjumlahan antara komponen pengetahuan, nilain
dan keterampilan. Perspektif ini terutama berkaitan dengan “bagaimana” pekerjaan sosial
dilakkan sesuai dengan setting, tingkatan atau tipe kliennya, serta karakteristik situasi
masalah yang dihadapi yang dipandu oleh serangkaian etika.
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan oleh komisi kerja yang diketuai oleh
William Gordon dan Harriet Barlett (Johnson, 1989 :47) dijelaskan bahwa praktek pekerjaan
sosial berlandaskan pada “Body of knowledge” (cara untuk memahami), serta “Body of
Value” (sikap,penilaian, pilihan tentang orang) yang dioperainonalisasikan dalam
serangkaian keterampilan, teknik, serta proses interventif (Body of Skill). Konstelasi antara
pengetahuan, nilai, dan keterampilan ini akan memberikan substansi-substansinya ke dalam

5
konsep-konsep tentang kepedulian dan kebutuhan, yang dengan demikian juga memberikan
substansi pula terhadap pengembangan keberfungsian sosial yang dihadapinya.
Konstelasi ini menjadi suatu perpektif yang sangat penting dari hakikat praktek
pekerjaan sosial. Pada tahap tertentu, pengetahuan, nilai, dan keterampilan ini erat kaitannya
dengan cara berpikir dari suatu praktek. Nilai merupakan komponen abstrak yang berperan
sebagai dasar untuk memilih, atau menentukan pilihan tentang manusia, tentang lingkungan,
serta kondisi. Sedangkan keterampilan merupakan komponen aksi atau pelaksanaan suatu
praktek pekerjaan sosial, dengan demikian keterampilan ini merupakan komponen perilaku.
Penting bagi pekerja sosial untuk memahami hakikat dan isi dari masing-masing
komponen. Pemahaman ini penting dalam menganalisis bagaimana ketiga komponen ini
digunakan bersama dalam praktek. Konstelasi inilah yang kemudian akan memunculkan isu
apakah pekerjaan sosial merupakan suatu ilmu (science) atau seni (art). Pemahaman atas
ketiga komponen ini juga melahirkan suatu anggapan bahwa pekerjaan sosial merupakan
suatu profesi yang terbangun dari kombinasi atau percampuran ketiga komponen ini secara
kreatif.

C. KOMPONEN PENGETAHUAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL DENGAN


INDIVIDU DAN KELUARGA

Barlett (Johnson, 1989 :56) mengatakan bahwa pekerjaan sosial dibimbing dan
berbasiskan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini merupakan konsep yang memiliki
arti yang sangat luas dan bervariasi. Gordon mendefinisikan pengetahuan ini sebagai suatu
gambaran yang dimiliki oleh manusia tentang dunianya atau tempat berada. Selanjutnya
Siporin (1975:91) memiliki pandangan yang sejalan dengan pandangan Gordon ini. Siporin
menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan konten kognitif mental (keyakinan-keyakinan
dan ide-ide) yang berkenaan dengan realita yang diakui kebenarannya (diterima
kebenarannya dan didasari oleh bukti-bukti yang kuat) atau memiliki probabilitas kebenaran
yang tinggi.
Pekerjaan sosial menempatkan pengetahuan-pengetahuannya sebagai suatu
pengetahuan ilmiah (scientific) yang berbeda dengan keyakinan-keyakinan yang tak dapat
dibantah. Paul Reinolds (Johnson, 1989 :48) mengatakan bahwa “Body pf Knowledge” yang

6
ilmiah sebagai sesuai yang dirancang untuk menggambarkan sesuatu, atau untuk
menggambarkan mengapa sesuai kejadian muncul. Dia mengatakan bahwa pengetahuan ini
akan memberikan metode dalam mengorganisir atau mengkateorisasikan sesuatu,
memprediksikan kejadian-kejadian yang akan mucul di masa yang akan dating, menjelaskan
kejadian-kejadian di masa lalu, serta berguna untuk memahami apa yang menjadi penyebab
munculnya suatu peristiwa.
Selanjutnya Reinolds menjelaskan bahwa suatu pengetahuan dianggap ilmiah jika
memiliki atribut-atribut sebagai berikut :
1. Abstractness : independent terhadap ruang dan waktu
2. Intersubjectivity :
a. Explicitness : dideskripsikan secara detail menggunakan istilah-istilah berpikir yang
memberikan jaminan bahwa audiens sependapat dengan arti dari konsep-konsepnya.
b. Regorousness : menggunakan sistem-sistem yang logis yang diperoleh dan diterima
oleh ilmuwan-ilmuwan yang relevan dengan tujuan untuk menjamin kesepakatan
dalam prediksi dan penjelasan suatu teori.
3. Empirical Relevance : Selalu terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk dievaluasi ulang
berdasarkan penelitian empiris.

Ahli-ahli sosiologi telah banyak menjelaskan tentang bagaimana masyarakat


menentukan makna serta isi dari suatu ide, bagaimana nilai-nilai sosial menentukan
fenomena yang dipelajari serta memberikan warna terhadap interpretasi atas fenomena
tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa walaupun suatu pengetahuan dapat diuji,
dikembangkan secara ilmiah, tetapi isi pengetahuan yang dikembangkan serti diuji tersebut
sangat dipengaruhi oleh konteks dimana praktek pekerjaan sosial tersebut dilakukan.
Misalnya nilai-nilai kemasyarakatakan tentang manusia yang telah dipengaruhi oleh
perkembangan pengetahuan yang menekankan pada kebutuhan-kebutuhan manusia itu
sendiri.
Pengetahuan pekerjaan sosial adalah apa yang diketahuinya tentang manusia dan
sistem sosialnya. Hal ini bersifat relatif dan sesuai denga situasi di mana pengatahuan
tersebut dikembangkan. Pengetahuan tersebut merupakan deskripsi fenomena tentang
manusia di dalam situasinya, dan jug menjelaskan tentang keberfungsian individu dan sistem

7
sosialnya. Pengetahuan ini digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang manusia di
dalam sistem sosialnya yang lebih besar yang berguna sebagai panduan bagi aktivitas pekerja
sosial dalam meningkatkan keberfungsian sosial individu.
Pengetahuan pekerjaan sosial, terutama pengetahuan-pengetahuan dasar, digunakan
untuk membangun pemahaman bagi pekerja sosial, dipinjam dari berbagai disiplin ilmu
lainnya, terutama sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, serta berbagai ilmu sosial
lainnya. Pengetahuan-pengetahaun yang digunakan oleh pekerjaan sosial dapat dikatakan
bersifat eklektik (eclectic), interdisciplinary, tentatif, dan kompleks. Pekerjaan sosial secara
terus menerus melakukan penelitian untuk menerima konsep-konsep umum, kerangka
referensi umum, serta menguji hipotesis-hipotesis mengenai hakikat praktek pertolongan.
Dalam melaksanakan prakteknya, pekerja sosial harus mendasarinya dengan
pengetahuan yang luas, dengan demikian dia harus memiliki kemampuan untuk
mengevaluasi pengetahuan-pengetahuan yang ada, memiliki kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang akan diterapkan pada suatu situasi
terntentu, serta mamiliki keterbukaan pemikiran mengenai tentativitas suatu pengetahuan.
Jika disesuaikan dengan bidang praktek pekerjaan sosial dengan individu maka pekerja sosial
haru memiliki kemampuan untuk menilai, mengevalualsi serta memilih berbagai
pengetahuan yang relevan dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, pekerja sosial harus
memiliki pengetahuan untuk berpikir secara sistematis, teoritis, kritis, metodologis, serta
kreatif.
Sumber pengetahuan yang dibutuhkan oleh pekerja sosial sangatlah luas dan bervariasi
yang berasalah dari berbagai disiplin ilmu. Kondisi kehidupan manusia sangatlah kompleks,
demikian pula kondisi kehidupan yang dihadapi oleh individu, yang begitu kompleks, berat,
sulit dan sangat bervariasi. Dengan demikian, kondisi ini perlu dipahami dari berbagai
macam sudut pandang. Secara umum, pengetahuan yang diperlukan oleh seorang pekerja
sosial yang melakukan praktek pada setting individu dapat tergolong menjadi 4 (empat)
golongan besar :

1. Landasan pengetahuan pekerjaan sosial secara umum

2. Landasan pengetahuan pekerjaan sosial tentang bidang praktek spesifik.

8
3. Landasan pengetahuan pekerjaan sosial tentang lembaga, organisasi pelayanan yang
spesifik.

4. Landasan pengetahuan pekerjaan sosial tentang klien secara spesifik.

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, terlihat bahwa pekerja sosial yang satu
akan memerlukan pengetahuan yang relatif berbeda dengan pekerja sosial lainnya, tergantung
dari situasi dan kondisi yang dihadapi. Dari pengelompokkan tersebut dapat pula dirumuskan
secara lebih rinci bagaimana isi dari masing-masing kelompok pengetahuan tersebut.

1. Landasan Pengetahuan Pekerjaan Sosial secara Umum


Pekerja sosial professional harus memiliki landasan pengetahuan yang diperlukan
bagi pekerjaan sosial yang diperlukan dalam mengkaji berbagai situasi yang dihadapi.
Pengetahuan yang tergolong sebagai landasan pengetahuan ini dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu :

a. Perilaku manusia dalam Lingkungan Sosial (Human Behaviour in the Sosial


Environment/HBSE).

Pengetahuan ini meliputi pengetahuan-pengetahuan yang berkenan dengan perilaku


manusia dengan berbagai komponen, proses, budaya, pengelompokan, masalah yang
dihadapi, serta keberfungsian sosialnya, baik secara individual, kelompok, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang berada dalam gugus HBSE ini sangat luas dan
mencakup kehidupan sosial manusia, kekuatan atau potensi yang dimiliki, situasi
lingkungan sosial yang melingkupinya, serta masalah-masalah yang dihadapinya.

b. Kebijakan dan Pelayanan Kesejahteraan Sosial


Pengetahuan ini meliputi pengetahuan-pengetahuan yang berkenan dengan masalah-
masalah sosial, program-program pelayanan, serta institusi-institusi dalam bidang
kesejahteraan sosial. Selain itu juga pengetahuan yang berkenaan dengan upaya-upaya
untuk mengatasi, mencegah masalah, serta bagaimana metode untuk terlibat aktif
dalam mengubah, memperbaiki, serta meningkatkan keberfungsian kebijakan, program
serta pelayanan yang ada.

9
c. Proses serta Metode dalam Praktek Pekerjaan Sosial
Pengetahuan ini berkenaan dengan pengetahuan yang tergolong dalam teori praktek
(Practice theory) yang meliputi berbagai metode dan teknik yang dimaksud adalah
metode-metode dan teknik yang diterima, diyakini serta dipahami oleh pekerja sosial
serta proses-proses yang digunakan dalam upaya pemecahan masalah atau upaya
perubahan berencana dalam pekerjaan sosial. Metode dan teknik ini juga mencakup
metode dan teknik untuk melakukan penelitian serta evaluasi proses pelayanan. Yang
dimaksud dengan proses tersebut meliputi suatu rangkaian tahapan kerja yang dimulai
dari kontak awal, assessment masalah dan kebutuhan, peynusunan rencana atau rencana
kerja, pelaksanaan rencana, evaluasi, serta pengakhiran hubungan kerja.

2. Landasan Pengetahuan Pekerjaan Sosial tentang Bidang Praktek Secara Spesifik


Pengetahuan dalam kelompok ini sudah lebih mengarah pada bidang praktek
tertentu, dalam hal ini adalah bidang pelayanan sosial terhadap individu. Sesuai dengan
bidang praktek individu secara khusus, pekerja sosial harus memahami bagaimana situasi
dan kondisi yang dihadapi oleh individu. Untuk mencapai tujuan tersbut, pekerja sosial
perlu memiliki pengetahuan tentang teori-teori yang berkenaan dengan :
a. Teori konstitusional maupun biologis dari konflik, kecemasan, frustasi, serta ancaman.
b. Teori psikogenik tentang konflik, kecemasan, frustasi, ancaman yang berpengaruh
terhadap kepribadian, serta relasi seseorang dengan kelompoknya, keluarganya,
maupun masyarakat sehubungan dengan situasi dan kondisi individu.
c. Teori-teori sosiologi yang berkenaan dengan factor-faktor yang mendorong maupun
yang mempengaruhi orang atau kelompok sehubungan dengan konflik, kecemasan,
frustasi pada individu.
d. Pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan pelayanan sosial yang sesuai dengan
situasi dan kondisi individu. Pengetahuan tentang pelayanan sosial ini mencakup
filosofis, prosedur, serta proses-proses yang mencakup dalam pelayanan sosial ini.

3. Landasan Pengetahuan Pekerjaan Sosial tentang Lembaga, Organisasi Pelayanan


secara Spesifik.

10
Pengetahuan ini sangat dibutuhkan oleh seorang pekerja sosial karena sangat terkait
dengan kemampuannya dengan menggunakan lembaga-lembaga tersebut dalam
menghadapi permasalah pada individu. Pengetahuan ini antara lain :
a. Pengetahuan tentang proses pemanfaatan pelayanan lembaga yang terkait.
b. Model pelayanan yang diterapkan oleh lembaga-lembaga yang terkait
c. Pelayanan khusus yang diberikan oleh lembaga-lemabga yang tekait, dsb.

4. Landasan Pengetahuan Pekerjaan Sosial tentang Klien secara Spesifik


Pengetahuan serta pemahaman ini sangat penting dimiliki oleh pekerja sosial, karena
dengan pemahaman inilah pekerja sosial atau pemberi pelayanan mampu mengetahui apa
yang dibutuhkan oleh individu atau masalah apa yang dihadapi oleh individu. Secara lebih
spesifik, pengetahuan ini terutama berkisar pada :
a. Pengetahuan tentang masalah yang dialami oleh individu
b. Pengetahuan tentan latar belakang kehidupan seseorang
c. Pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan spesifiknya
d. Pengetahuan tentang persepsi serta sikap yang dimiliki individu dan keluarga terhadap
masalah yang dihadapi
e. Pengetahuan tentang kekuatan-kekuatan yang dimiliki, dsb.

Selain perincian pengetahuan menjadi empat kategori seperti yang telah kita bahas tadi,
pekerja sosial juga harus memiliki berbagai pengetahuan, yaitu :
a. Pengetahuan tentang proses-proses perkembangan manusia dengan kebutuhannya.
b. Pengetahuan tentang proses-proses sosial maupun institusional yang terjadi dalam
kehidupan sosial
c. Pengetahuan tentang dinamika kehidupan interaksional (personal, kelompok, maupun
organisasi).
d. Pengetahuan tentang berbagai paradigm teoritik yang erat kaitannya dengan praktek
pekerjaan sosial, seperti psikodinamika, sosiologi dan psikologi humanistic, teori-teori
perilaku, teori sistem, dsb.
e. Pengetahuan tentang berbagai metode dan proses pertolongan, yang biasa disebut
practice theory
11
f. Pengetahuan tentang nilai dan etika pekerjaan sosial
g. Pengetahuan tentang proses-proses kemasyarakatan.

D. PEMAHAMAN TENTANG PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN


KELUARGA

1. Sejarah Perkembangan Social Casework

Konsep : AICP (Asosiasi untuk COS (1877) memberikan


Workhouse memperbaiki orang miskin) dorongan terhadap
Th.1843, melalui : individu utk perbaikan
- mengunjungi orang miskin fungsi :
- memberikan konseling, - intelektual,
- membantu memperoleh - fisik,
kesempatan pekerjaan - moral

Casework :
- penyelidikan calon klien
- pendaftaran,
- pemberian bantuan

Berkembang sekolah Peksos


Dekade Casework sbg metode penyembuhan : Abad peralihan : Keluarga mendapat
- penanganan kecemasan latihan dari Peksos ;
- membantu klien menolong dirinya - metode
- menggunakan bantuan sebagai alat - diagnosis
penyembuhan, melalui : - penyembuhan
1) penekanan ; perasaan, konflik, dan emosi
yang merupakan bagian integral dari
metode dan pemahaman casework
2) perhatian kepada keluarga sebagai
penyembuhan individu
3) identitas Casework mulai muncul

12
Perubahan dalam kajian penekanan masalah : Perkembangan awal abad 20
dari masalah sosiologis kepada sikap-sikap Penempatan anggota keluarga
individu, pada tingkatan kesadaran melalui : yang mengalami masalah :
psikologi dinamika (dorongan biopsikologis) - menempatkan anak ke sekolah
yang diperankan oleh represi dan - anak terlantar
ketidaksadaran - dll

2. Beberapa Definisi Social Casework

a. Mary Richmond :
“Social Casework terdiri dari proses-proses untuk mengembangkan kepribadian melalui
penyesuaian yang dipengaruhi secara sadar, individu per individu, antara manusia dan
lingkungan sosial mereka”

b. Jeanette Regensburg :
“Social Casework merupakan suatu metode untuk mengukur terhadap realita kapasitas
klien untuk menghadapi masalahnya, sedangkan pekerja sosial membantu klien untuk
menjelaskan apa masalahnya dan memungkinkan klien memikirkan cara-cara yang
berbeda untuk mengatasinya”.

c. Swithun Bowers :
“Social Casework adalah suatu seni dimana pengetahuan tentang ilmu hubungan manusia
dan keterampilan-keterampilan yang digunakan untuk memobilisasi kapasitas-kapasitas
dalam diri individu dan sumber-sumber dalam masyarakat yang merupakan bagian dari
lingkungan secara keseluruhan”.

d. Gordon Hamilton :
“Social Casework ditandai oleh tujuan untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan praktis
dan memberikan konseling sebagai suatu cara untuk menumbuhkan dan memelihara
enerji psikologis klien secara aktif untuk melibatkannya dalam penggunaan pelayanan ke
arah pemecahan masalahnya”.

e. Smalley :

13
“Social Casework” adalah suatu metode di dalam Pekerjaan Sosial untuk melibatkan
individu melalui proses relasi. Pada dasarnya orang per orang dalam menggunakan
pelayanan sosial ke arah kesejahteraan sosial dirinya dan secara umum”.

f. Helen Harris Perlman :


“Social Casework adalah suatu metode dalam pekerjaan sosial melalui mana bantuan
diberikan terhadap individu dan keluarga, kasus per kasus untuk mengurangi,
memecahkan, dan mencegah masalah-masalah yang mengganggu klien serta
keberfungsian hidup mereka sehari-hari”.

Beberapa unsur dari definisi Social Casework :


• Sosial Casework merupakan metode untuk menolong orang berdasarkan pada pengetahuan,
pemahaman, dan penggunaan teknik-teknik secara terampil yang diterapkan untuk
menolong orang mengatasi masalahnya.

• Sosial Casework ditujukan untuk membantu individu dan keluarga yang mengalami
masalah eksternal dan lingkungan, selain masalah di dalam diri individu itu sendiri.

• Sosial Casework menggabungkan unsur-unsur psikologis dan sosial.


• Dalam pelaksanaan praktek pekerjaan sosial dengan individu dan keluarga (Sosial
Casework), terdapat 2 (dua) keterampilan utama yang diperlukan, yaitu wawancara
(interview) dan konseling (counseling)

3. Beberapa Pengertian tentang Keluarga dan Rumah Tangga

a. Pengertian Keluarga
• Murdock dalam Hutter (1981) :
Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)
mempunyai tempat tinggal bersama, 2) mengatur ekonomi bersama, 3) melakukan
reproduksi, 4) di dalamnya terdapat orang-orang dewasa dari kedua jenis kelamin,
paling sedikit dua orang, 5) memelihara hubungan seksual yang dibenarkan secara

14
sosial, dan 6) memiliki satu atau lebih anak, baik anak sendiri maupun mengadopsi,
pasangan seksual yang hidup bersama sebagai suami istri.

• Mattessich & Hill (1995) :


Keluarga merupakan kelompok-kelompok yang dihubungkan oleh pertalian keakraban,
tempat tinggal, atau hubungan-hubungan emosional yang dekat dan mereka
memperlihatkan empat sistemik yang berorientasi ke masa depan, yakni
interdependensi/saling ketergantungan yang intim, memelihara batas-batas selektif,
kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan memelihara identitas sepanjang
waktu, serta melaksanakan tugas-tugas keluarga.

• Zastrow (1982) :
Keluarga secara lebih ringkas, yaitu suatu kelompok sosial yang memiliki karakteristik
hubungan kekeluargaan (darah dan perkawinan) di antara anggota-anggotanya

• Zastrow (2000) :
Merumuskan pengertian keluarga secara lebih sederhana, yaitu sekelompok orang yang
memiliki hubungan perkawinan, keturunan, atau adopsi, dan tinggal bersama-sama
dalam rumah tangga yang sama. Definisi keluarga tersebut mengabaikan tempat tinggal
bersama dan pengaturan ekonomi bersama. Hal ini cukup beralasan karena dalam
beberapa kasus ada keluarga-keluarga yang tidak tinggal bersama untuk beberapa waktu
dan mengatur ekonomi sendiri-sendiri.

• UU no 10 tahun 1992 :
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami
istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

b. Rumahtangga (household):

Rumahtangga biasanya terdiri dari anggota keluarga yang memiliki ikatan darah atau
perkawinan, tetapi adakalanya dibesarkan oleh mereka yang tidak punya hubungan (Zeitlin
et al, 1995:38).

15
Karakteristik rumahtangga:
• Merupakan unit yang memiliki sumber-daya yang akan digunakan untuk mencapai
kesejahteraan, sumberdaya ini harus dibagikan ke semua anggota,

• Harus memiliki alternatif cara memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan, ini yang
disebut pilihan.

c. Keberfungsian Keluarga (Hodges dalam Dubowitz dan DePanfilis, 2000) : CARE

1) Connections
• Koneksi adalah akses keluarga terhadap sumberdaya-sumberdaya dan dukungan-
dukungan dari luar rumahtangga.

• Semua keluarga membutuhkan sumberdaya di luar unit keluarga agar berfungsi


optimal.

• Sumberdaya di luar rumahtangga mencakup anggota-anggota extended family,


tetangga dan kawan-kawan, sekolah, tempat bekerja, pelayanan kesehatan dan
kesehatan mental, institusi-institusi religius, kegiatan-kegiatan rekreasi dan
kelompok-kelompok serta organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.

2) Assets
Unsur ini fokus pada keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang
memungkinkan keluarga-keluarga dapat berfungsi dengan sehat, misalnya keterampilan
mengasuh (parenting skills), pengetahuan tentang perkembangan anak, dan harapan-
harapan anak yang sesuai dengan usianya, serta kemampuan-kemampuan memecahkan
masalah.

3) Relationships
Unsur ini menilai hubungan-hubungan dengan anggota-anggota rumahtangga lainnya,
pola-pola komunikasi dan peran-peran, serta efeknya terhadap hubungan-hubungan di

16
antara anggota-anggota keluarga. Hakekat dan kualitas hubungan-hubungan dengan
anggota keluarga merupakan faktor kunci dalam menilai keberfungsian keluarga.

4) Environment
Unsur ini mencakup kecukupan sumberdaya-sumberdaya lingkungan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari anggota keluarga. Misalnya sumberdaya
ekonomi, seperti sumber penghasilan, stabilitas penghasilan, dan memadainya
penghasilan.
Sumberdaya lingkungan juga terdiri dari keamanan rumah, pengaturan hidup yang
memadai, ruangan yang memadai, perlengkapan dasar rumah (perabotan, toilet, kamar
mandi, alat memasak, dan perlengkapan tidur), pengelolaan tugas-tugas rumahtangga
serta makanan yang teratur dan memadai.

d. Fungsi-fungsi Keluarga (Zastrow: 2006)

Keluarga dalam masyarakat industri memiliki fungsi-fungsi penting yang akan membantu
memelihara keberlangsungan dan stabilitas masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah :

1) Replacement of the population. Setiap masyarakat memiliki beberapa sistem untuk


pergantian anggotanya. Didalam prakteknya, semua masyarakat menganggap bahwa
keluarga sebagai suatu unit untuk memproduksi anak-anak. Masyarakat memberikan
hak dan kewajiban kepada pasangan-pasangan untuk melakukan reproduksi didalam
unit keluarga. Hak dan kewajiban ini membantu memelihara stabilitas masyarakat
walaupun mereka mendefinisikannya dalam bentuk yang berbeda.

2) Care of the young. Anak-anak memerlukan perawatan dan perlindungan setidaknya


sampai usia pubertas. Keluarga merupakan institusi utama untuk pengasuhan anak-
anaknya. Masyarakat modern telah mengembangkan institusi pendukung untuk
membantu dalam merawat anak-anak, seperti pelayanan medis, daycare centers,
program pelatihan bagi orang tua dan residential treatment centers.

3) Socialization of new members. Untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif,


anak-anak harus disosialisasikan pada budaya. Anak-anak harus diperkenalkan pada

17
bahasa, mempelajari nilai-nilai sosial dan adat istiadat, cara berpakaian dan berperilaku
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga memainkan peranan
utama didalam proses sosialisasi ini. Dalam masyarakat modern, beberapa kelompok
lain dan sumber-sumber dilibatkan dalam proses sosialisasi ini, seperti sekolah, mas
media, peer groups, polisi, bioskop dan buku serta materi tertulis lainnya yang
berpengaruh sangat penting.

4) Regulation of sexual behavior. Kegagalan dalam mengatur perilaku seksual akan


menghasilkan pertentangan di antara individu-individu yang disebabkan oleh
kecemburuan dan eksploitasi. Setiap masyarakat memiliki peraturan yang mengatur
perilaku seksual didalam unit keluarga, misalnya tabu untuk melakukan incest dan
hubungan seksual diluar pernikahan.

5) Source of affection. Kebutuhan akan rasa sayang, dukungan emosional dan


penghargaan yang positif dari orang lain, seperti senyuman, penguatan dan dorongan
untuk mencapai prestasi. Keluarga merupakan sumber penting untuk mendapatkan rasa
sayang dan pengakuan karena anggota keluarga akan saling menghargai satu sama
lainnya dan memperoleh kepuasan emosional dan sosial dari hubungan yang terjalin
diantara keluarga.

e. Masalah-masalah yang Dialami Keluarga (konflik dalam keluarga).

Konflik adalah sebuah keadaan atau tindakan bertentangan yang meliputi ide-ide atau
minat-minat yang berlainan. Hal ini mengindikasikan bahwa konflik tidak dapat terelakkan
dalam setiap kelompok dan dalam beberapa waktu tertentu konflik adalah hal yang positif
dan diinginkan. Keluarga terdiri dari individu yang unik dimana masing-masing memiliki
opini dan ide yang berbeda. Konflik dapat mencerminkan keterbukaan dalam berbagi ide
dan dapat menjadi mekanisme untuk meningkatkan komunikasi, hubungan yang lebih erat,
dan bekerja untuk menanggulangi ketidakpuasan.
Walaupun masing-masing keluarga memiliki keunikan, namun konflik dan masalah
dalam keluarga cenderung diklasifikasikan dalam empat kategori utama, yaitu :
1) masalah perkawinan diantara suami dan isteri,
2) kesulitan hidup antara orang tua dan anak,
18
3) masalah personal individu anggota keluarga, dan
4) tekanan keluarga yang disebabkan oleh lingkungan eksternal.

ad. 1) Kesulitan dalam Kehidupan Perkawinan


Kesulitan dalam berkomunikasi merupakan penyebab utama konflik dalam hubungan
perkawinan. Sumber utama konflik lainnya adalah ketidaksepahaman apa yang akan
dilakukan pada anak, masalah-masalah seksual, konflik akan waktu dan biaya
rekreasi, serta perselingkuhan. Studi tentang hal ini memberikan isyarat bagi praktisi
dalam melakukan asesmen tentang hubungan pasangan perkawinan dalam keluarga.

ad. 2) Kesulitan hubungan diantara orang tua – anak


Masalah yang muncul dalam hal hubungan diantara orang tua dan anak, termasuk
didalamnya kesulitan orang tua dalam mengawasi anak-anaknya, terutama anak yang
beranjak remaja adalah masalah komunikasi.

ad.3) Masalah Personal Individu Anggota Keluarga


Seringkali keluarga datang kepada pekerja sosial untuk meminta bantuan dan
mengidentifikasi seorang anggota keluarga yang menjadi penyebab masalah. Prinsip
dasar terapi keluarga adalah bahwa keluarga secara keseluruhan memiliki masalah
yang dialami keluarga. Seringkali seorang anggota keluarga menjadi kambing hitam
bagi kesalahan fungsi sistem keluarga secara keseluruhan. Kambinghitam merupakan
seseorang yang dipersalahkan untuk beberapa masalah yang terjadi dalam keluarga.
Pekerja sosial bertanggungjawab untuk membantu keluarga menemukan masalah
sebagai masalah kelompok ketimbang menyalahkan individu dan tujuan intervensi
lebih diarahkan pada menstruktur ulang berbagai hubungan keluarga.

ad.4) Tekanan dari lingkungan eksternal


Masalah keluarga muncul biasanya disebabkan oleh faktor diluar keluarga. Masalah-
masalah dalam kategori ini adalah pendapatan yang tidak memadai, pengangguran,
rumah tidak layak huni, akses terhadap transportasi dan tempat rekreasi yang tidak
memadai dan kesenjangan akan kesempatan kerja. Masalah potensial yang mungkin
19
dialami adalah kesehatan yang buruk, sekolah yang tidak memadai dan memiliki
lingkungan ketetanggaan yang membahayakan.

Lebih rinci lagi, beberapa masalah yang seringkali dialami oleh individu anggota keluarga
maupun keluarga sebagai suatu sistem interaksi, adalah :
• Perceraian
• Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
• Kehamilan yang tidak dikehendaki
• Kemiskinan
• Penyakit kronis
• Kematian
• Masalah-masalah emosional yang dialami anggota keluarga X
• Masalah-masalah perilaku yang dialami anggota keluarga
• Penelantaran anak
• Kekerasan terhadap anak
• Kekerasan terhadap pasangan
• Penelantaran orang tua X
• Pengangguran pencari nafkah
• Kesulitan mengelola keuanganX
• Luka akibat kecelakaan kendaraan X
• Ketidakmampuan kognitif anak
• Keterlibatan anak dalam kenakalan dan tindak kejahatan
• Anak remaja yang lari dari rumah
• Disfungsi seksual anggota keluarga

I. Anak remaja lari dari rumah (v)


II. Keterlibatan anak dalam kenakalan dan tindak kejahatan (v)
20
III. Masalah-masalah emosional yang dialami anggota keluarga
IV. Kematian anggota keluarga
V. Penelantaran orang tua
VI. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
VII. Perceraian
VIII. Ketidakmampuan kognitif anak
IX. Kekerasan terhadap anak (v)
X. Disfungsi seksual anggota keluarga
XI. Kehamilan yang tidak dikehendaki
XII. Kemiskinan
XIII. Kekerasan terhadap pasangan
XIV. Penelantaran anak (v)

4. Bidang Cakupan Casework.


Sosial casework bertujuan untuk membantu individu-individu berdasarkan pada orang
per orang guna memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan yang mereka alami.
Pelayanan sosial casework dilakukan melalui lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan
sosial, yaitu lembaga yang memberikan pelayanan secara langsung kepada individu dan
keluarga. Pelayanan casework juga dapat dilakukan secara privat oleh pekerja sosial.

Aktivitas pelayanan sosial casework cukup luas dan bervariasi, seperti :


a. Memberikan konseling kepada individu remaja yang tidak betah tinggal di rumah,

b. Membantu orang yang tidak mempunyai pekerjaan dengan cara memberikan berbagai
pelatihan keterampilan, dan kemudian membantu menyalurkannya ke lapangan
pekerjaan.

c. Memberikan konseling kepada orang yang stress dan berniat bunuh diri

d. Membantu menempatkan bayi-bayi yang akan diadopsi dan memilih orang tua asuh
yang tepat
21
e. Memberikan perlindungan kepada anak-anak terlantar

f. Mencarikan pengasuh/perawat yang baik untuk melayani orang-orang yang menderita


sakit

g. Memberikan konseling kepada individu dalam keluarga yang mengalami disfungsi


seksual

h. Membantu para pecandu alkohol dalam mengatasi masalahnya

i. Memberikan konseling kepada orang yang menderita sakit parah

j. Memberikan pelayanan terhadap orang tua yang sendirian (single parent)

k. Memberikan bantuan pelayanan terhadap keluarga-keluarga yang mengalami masalah.

5. Peranan Caseworker.
Peran caseworker dalam memberikan pelayanan kepada individu dan keluarga
kadang-kadang berbeda. Pada suatu saat mereka berperan sebagai broker (perantara), yaitu
caseworker dapat mengkaitkan seseorang (klien) dengan lembaga-lembaga kesejahteraan
sosial, sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Pada kesempatan lain seorang
caseworker dapat menampilkan peranan sebagai public education (pendidik masyarakat),
yakni caseworker berusaha memberikan informasi-informasi kepada individu, keluarga
dan kelompok-kelompok masyarakat tentang permasalahan yang sedang terjadi dewasa ini,
dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mengatasinya, serta dimana mereka dapat
memperoleh pelayanan-pelayanan tersebut.
Peranan lain seorang caseworker yaitu sebagai advocate (pembela) bagi klien untuk
memberikan pembelaan dan perlindungan, agar klien mendapatkan pelayanan yang mereka
butuhkan dengan adil, terutama pada saat pelayanan yang ada kurang siap atau tidak bisa
dimanfaatkan. Peranan yang lain adalah sebagai outreach (pemberi kemungkinan/jalan
keluar) dan sebagai teacher (guru) di dalam memberikan keterampilan-keterampilan dan
informasi-informasi baru. Disamping itu, seorang caseworker dapat berperan sebagai
behavioral specialist dan sebagai counsultan. Masih banyak lagi peran yang dapat
ditampilkan oleh seorang caseworker sesuai dengan perkembangan masyarakat, namun

22
pada dasarnya keterampilan dan peranan seorang caseworker yang utama adalah
memberikan konseling, karena konseling merupakan inti dari praktek pekerjaan sosial
dengan individu dan keluarga.

E. BEBERAPA MODEL DALAM PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN


KELUARGA
Menurut Skidmore at al. (1991), dalam bekerja dengan individu dan keluarga
menggunakan beberapa model, yaitu : psychososial, functional, problem-solving, behavior
modification, family group treatment, crisis-oriented brief treatment, adult sosialization dan
task-oriented casework. Pekerja sosial dalam melakukan prakteknya didasarkan pada teori
tentang model, cara yang mengkombinasikan prinsip-prinsip dari beberapa teori dan gaya
masing-masing. Teori-teori dan model-model baru dalam praktek berkembang dalam
merespon pengalaman dari para praktisi pada berbagai situasi.

1. Psychososial Model
Merupakan model yang pertama dikembangkan dan diterapkan pada praktek sosial
casework. Konsep model psikososial didasarkan pada kerja awal yang dilakukan oleh
Gordon Hamilton yang dikenal dengan pendekatan organismik. Penyebab dan dampak
relasi diidentifikasi diantara individu dan lingkungannya. Psikologi ego dan ilmu perilaku
merupakan dasar penting bagi praktek. Model ini didasarkan pada teori Freud dan
diadaptasi untuk digunakan dalam praktek.

2. Functional Model
Model ini dikembangkan pada tahun 1930 di Sekolah Pekerjaan Sosial Pennsylvania.
Penekanannya pada relasi, dinamika penggunaan waktu, dan penggunaan fungsi lembaga.
Hal yang menjadi perhatian model ini adalah bagaimana konsep individualitas dan
keunikannya diletakkan pada berbagai klasifikasi.

3. Problem Solving Model


Model ini dikembangkan tahun 1957 oleh Perlman di Chicago School. Beberapa
karakteristik dari model problem-solving adalah identifikasi masalah oleh klien, aspek-

23
aspek subyektif dari klien dalam situasi bermasalah, pemusatan pada klien dan
masalahnya, pencarian solusi masalah, pembuatan keputusan dan tindakan. Tujuan dari
proses ini adalah membebaskan klien untuk menyimpan tugas yang berhubungan dengan
solusi masalah, melibatkan ego klien dalam bekerja untuk menghadapi masalah dan
memobilisasi kekuatan dalam dan luar pelayanan untuk kepuasan penampilan peranan.
c

4. Behavior Modification Model


Model ini dikembangkan pada tahun 1960an yang didasarkan pada teori Pavlov dan
Skinner. Penerapan praktek model ini didasarkan penelitian tentang pengubahan perilaku
yang dapat diamati. Para Behaviorist sepakat bahwa perilaku manusia dapat berupa
perilaku respondent dan perilaku operant. Perilaku dapat dipelajari melalui proses
kondisioning dan muncul dalam cara yang sama sebagai perilaku yang “normal”. Perilaku
tersebut dapat diubah melalui penerapan apa yang telah diketahui tentang belajar dan
modifikasi.

5. Task-Centered Casework
Model ini dikenal dengan “general service model” yang dikembangkan tahun 1970an di
University of Chicago. Dirancang untuk memecahkan masalah psikososial khusus yang
dialami individu atau keluarga dan memiliki waktu yang singkat untuk praktek. Secara
bersama-sama, pekerja sosial dan klien mencapai kesepakatan tentang masalah utama yang
akan ditangani dan juga kemungkinan durasi treatment. Pengorganisasian tindakan
pemecahan masalah dikembangkan secara kolaboratif oleh pekerja sosial dan klien, dan
tugas-tugas diarahkan untuk tindakan klien. Melalui pemusatan pekerja sosial pada upaya
membantu klien mengikuti kegiatan, pekerja sosial menggunakan berbagai intervensi.

6. Crisis Intervention
Menurut Tilbury (1991), krisis dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu : a. sebagai dampak
dari bencana eksternal, seperti pengangguran, penyakit, kematian, terkena penggusuran
rumah; b. sebagai dampak dari pembagian ulang peranan, misalnya kehilangan anggota
24
keluarga atau memperoleh anggota keluarga; c. sebagai dampak dari transisi peranan,
misalnya mulai sekolah, bolos sekolah, remaja, pernikahan, menjadi orang tua, berpindah
pekerjaan, promosi, menopause, menjadi kakek atau nenek, pensiun dsb. Didalam
pekerjaan sosial, terdapat beberapa keadaan yang dapat digunakan untuk membantu
individu dan keluarga yang mengalami krisis, misalnya rumah sakit, panti untuk lansia;
tempat yang menyediakan situasi keluarga dan pernikahan; bekerja dengan orang-orang di
daerah kumuh atau penyedia rumah baru; bekerja dengan orang tua yang melahirkan anak
cacat atau premature; bekerja dengan remaja; dalam bidang adopsi dsb. Tujuan intervensi
krisis ini adalah untuk melepaskan kecemasan yang dihadapi klien, untuk memobilisasi
sumber-sumber internal dan eksternal, dan untuk penyembuhan kearah yang lebih sehat.

7. Family Therapy
Terapi keluarga merupakan cara kerja dengan orang-orang yang memandang bahwa
interaksi diantara anggota keluarga sebagai kontribusi kepada dan mengatur disfungsi
individu dan keluarga. Perlakuan salah terhadap anak merupakan salah satu tanda disfungsi
pada keluarga. Perlakuan salah terjadi karena anggota keluarga tidak memiliki kemampuan
untuk mengatur lingkungan diantara dirinya, negosiasi dalam menangani tahap
perkembangan baru atau mengatasi tuntutan dari luar (kehilangan pekerjaan, kondisi
perumahan yang padat, dsb). Terapi keluarga yang didasarkan atas pendekatan sistem
mempertimbangkan anak dan anggota keluarga lainnya yang terkait, dengan perilaku setiap
anggota keluarga yang mempengaruhi setiap orang dalam keluarga. Dalam konteks ini,
maka assessment terhadap keluarga secara keseluruhan merupakan hal penting dalam
memahami pengalaman anak. Yang juga penting adalah bahwa intervensi harus dirancang
dengan melibatkan seluruh anggota keluarga.
Menurut Greif (dalam Dubowitz dan DePanfilis, 2000:479), pendekatan yang dapat
dilakukan sehubungan dengan terapi keluarga adalah :
a. Positive reinforcement. Terapis secara aktif memperkuat perilaku yang ada untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam proses ini Pekerja Sosial membangun self-esteem
keluarga.

b. Insight. Anggota keluarga dibantu untuk memahami perilaku masing-masing dan


bagaimana perilaku ini menuntun pada kesulitan dalam keluarga.
25
c. Parent education. Keluarga belajar metode alternatif mengenai interaksi dan harapan
akan perkembangan anak.

d. Appropriate boundaries. Penekanan Terapis pada saat orang tua dan anak memiliki
hubungan yang terlalu dekat atau terlalu jauh.

e. Reframe. Keluarga memikirkan cara baru untuk memikirkan situasi mereka yang akan
menuntun pada pilihan lain untuk berperilaku. Keluarga seringkali memulai treatment
dengan pandangan yang tetap tentang dirinya dan keuntungannya manakala pandangan
ini dirubah.

f. The therapeutic relationship. Terapis berhubungan dengan keluarga. Tidak ada intervensi
yang berhasil kecuali ditangani secara professional yang dilakukan melalui hubungan
kerja dengan anggota keluarga.

F. TAHAP-TAHAP/PROSES PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU


DAN KELUARGA

Praktek pekerjaan sosial merupakan proses yang terdiri dari tahap-tahap intake, asesmen,
penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi dan supervisi.

1. Engagement, Intake, dan Contract ; suatu tahap awal dalam praktek pertolongan, yaitu
kontak pendahuluan antara pekerja sosial dengan pemerlu pelayanan sosial, yang berakhir
pada kesepakatan untuk terlibat dalam keseluruhan proses.

2. Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assessment) ; adalah proses mengidentifikasi


dan menganalisis masalah yang dialami oleh para pemerlu pelayanan sosial.

3. Rencana Intervensi adalah penyusunan rencana pemecahan masalah yang sudah


dianalisis.

4. Pelaksanaan intervensi didasarkan pada rencana yang telah disusun, merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan berencana dalam diri pemerlu
pelayanan dan situasinya.

5. Evaluasi adalah penilaian terhadap proses maupun hasil intervensi.

26
6. Terminasi ; tahap ini dilakukan bila tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam kontrak
telah dicapai, dan mungkin sudah tidak dicapai kemajuan-kemajuan yang berarti dalam
pemecahan masalah.

Sementara itu Tilbury (1977) mengidentifikasi empat fase, yaitu Intake and Orientation,
Exploration and Testing, Problem Solving dan Termination. Keberlangsungan setiap fase
dalam proses ini tergantung pada masalah, klien, lembaga dan pekerja sosial.

1. Intake and Orientation


Merupakan fase permulaan dimana akan tercapai melalui beberapa kali interview dengan
klien dan dapat berlanjut dengan kontrak. Permulaan fase ini tidak hanya tergantung
kepada pekerja sosial (melalui simpati, reassurance, ventilation, penyediaan bantuan,
pembatasan masalah dan penyediaan solusi), akan tetapi juga keterlibatan klien. Kontrak
terjadi melalui relasi yang terjalin, penggalian bersama akan apa yang menjadi masalah,
indikasi bagaimana lembaga akan membantu, kompetensi pekerja sosial dan melibatkan
pikiran dan tindakan klien.
Fase permulaan ini terdiri dari isi dan cara.
Isi dalam fase pertama ini terdiri dari :
a. hakekat masalah yang dirasakan saat ini;
b. keberartian masalah;
c. penyebab masalah;
d. upaya pemecahan masalah yang dilakukan klien; dan e. apa yang klien cari dalam upaya
solusi dan hubungannya dengan bantuan yang disediakan lembaga dan pekerja sosial.

Sementara cara yang dilakukan dalam fase permulaan ini adalah :


a. hal-hal yang berhubungan dengan pemahaman klien (perhatian, rasa hormat,
penerimaan, sensitivitas) dan kompetensi (kesiapan, tujuan, pengetahuan,
keterampilan);
b. membantu klien mengutarakan masalahnya;
c. memfokuskan pada masalah; dan
d. membantu klien untuk dapat bekerja dengan lembaga.

27
2. Exploration and Testing
Pada fase ini pekerja sosial menggali batasan-batasan situasi yang dihadapi oleh klien.
Hal-hal yang menjadi perhatian pekerja sosial adalah perasaan-perasaan, perilaku dan
tindakan-tindakan yang buruk dari klien yang muncul dalam relasinya dengan lingkungan.
Testing dilakukan oleh pekerja sosial terhadap penerimaan, berbagai aspek yang
berhubungan dengan otoritas, kerahasiaan dan kepeduliaan.

3. Problem Solving
Beberapa masalah sosial dapat dipecahkan sebelum sampai pada fase ini, dimana
melibatkan dinamika dari situasi dan kedalaman pada diskusi yang dilakukan. Pemecahan
masalah berhubungan erta dengan mekanisme pertahanan diri klien. Beberapa mekanisme
pertahanan diri yang dapat muncul adalah :
a. projection;
b. sublimation;
c. reaction formation;
d. repression;
e. inhibition;
f. compensation;
g. regression;
h. manic defence;
i. avoidance;
j. denial;
k. displacement;
l. rationalitation;
m. fixation.

4. Termination
Merupakan akhir dari proses perubahan. Satu kasus dengan kasus lainnya memiliki waktu
penyelesaian yang berbeda tergantung pada kerumitan tujuan dan kesulitan yang dihadapi
dalam pencapaiannya. Pada saat pengakhiran, pekerja sosial harus menyimpulkan situasi
terakhir yang dihadapi klien dan memberikan informasi tersebut kepada klien.
28
G. TEKNIK-TEKNIK DALAM PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVDU DAN
KELUARGA.

Naomi Brill menyatakan bahwa terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan oleh
pekerja sosial dalam menangani klien individu dan keluarga. Teknik-teknik tersebut adalah :

1. Small Talk
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial pada saat kontak permulaan dengan klien. Tujuan
utama small talk adalah terciptanya suatu suasana yang dapat memberikan kemudahan
bagi keduanya untuk melakukan pembicaraan sehingga hubungan selanjutnya dalam
proses intervensi akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Biasanya small talk
dimulai oleh pekerja sosial untuk membuka agar klien dapat berbicara.

2. Ventilation
Teknik ini digunakan oleh pekerja sosial untuk membawa ke permukaan perasaan-
perasaan dan sikap-sikap yang diperlukan, sehingga perasaan-perasaan dan sikap-sikap
tersebut dapat mengurangi masalah yang dihadapi klien. Pekerja sosial dituntut untuk
dapat menyediakan kemudahan bagi klien dalam mengungkapkan emosinya secara
terbuka. Tujuan ventilation adalah untuk menjernihkan emosi yang tertekan karena dapat
menjadi penghalang bagi gerakan positif klien. Dengan membantu klien menyatakan
perasaan-perasaannya, maka pekerja sosial akan lebih siap melaksanakan tindakan
pemecahan masalah serta dapat memusatkan perhatiannya pada perubahan pada diri klien.

3. Support
Teknik ini mengandung arti memberikan semangat, menyokong dan mendorong aspek-
aspek dari fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan internalnya, cara berperilaku dan
hubungannya dengan orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan dan pekerja
sosial memberikan dukungan terhadap perilaku atau kegiatan-kegiatan positif dari klien.
Pekerja sosial harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan dan sebaliknya
lebih mendorong klien apabila berhasil. Sebaiknya pekerja sosial menyatakan terlebih

29
dahulu aspek-aspek yang positif sebelum menyatakan aspek-aspek negatif dari situasi
yang dialami klien.

4. Reassurance
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi yang
diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan klien mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalahnya. Reassurance harus dibuat realistic dan tidak dapat
dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar. Pekerja sosial harus memberikan
reassurance dalam waktu yang tepat dan memberikan kesempatan kepada klien untuk
menyatakan perhatian dan kegagalannya secara wajar, oleh karena itu reassurance
dilaksanakan dengan kesadaran bahwa penyesuaian dapat dilakukan dalam setiap situasi.
Reassurance digunakan dengan menghargai kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan
dan pencapaian-pencapaian klien.

5. Confrontation
Teknik ini digunakan pada saat klien menghadapi situasi sulit yang bertentangan dengan
kenyataan. Pekerja sosial harus mengetahui bagaimana keadaan klien, mendinginkan
perasaan-perasaan sakit sehingga klien dapat keluar dari situasi yang menyakitkan.
Confrontation sering digunakan dalam kegiatan terapi dengan tujuan agar klien dapat
menerima perilaku dan dapat menyadari sikap-sikap dan perasaan-perasaannya. Pekerja
sosial dapat mengembangkan beberapa pandangannya yang dapat memberikan motivasi
kepada klien untuk mengubah perilakunya.

6. Conflict
Konflik merupakan tipe stress yang terjadi manakala klien termotivasi oleh dua atau lebih
kebuutuhan dimana yang satu terpuaskan sementara kebutuhan yang lainnya tidak. Konflik
merupakan bagian dari hidup dan tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Klien membutuhkan pengetahuan bagaimana mengatasinya apabila terjadi perbedaan
30
perasaan yang cenderung meningkat. Pekerja sosial harus menyadari faktor-faktor emosi
dan memberikan tempat untuk diungkapkan dan mempergunakan kekuatan-kekuatan
untuk kompromi dan menerima pemecahan masalah untuk mencapai perubahan yang lebih
baik.

7. Manipulation
Teknik ini merupakan keterampilan pekerja sosial dalam mengelola kegiatan, orang-orang
dan sumber-sumber yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah klien. Pekerja sosial
harus memperhatikan : kebutuhan dan hak-hak klien untuk terikat dalam tindakan dan
pengambilan keputusan; kemampuan klien untuk berpartisipasi; dan membedakan antara
kegiatan-kegiatan untuk kepentingan pekerja sosial dengan kegiatan-kegiatan untuk
kepentingan klien.

8. Universalization
Teknik ini digunakan melalui penerapan pengalaman-pengalaman dan kekuatan-kekuatan
manusia dengan situasi yang dihadapi oleh klien. Tujuan teknik ini adalah : memberikan
pengaruh kepada klien yang mengalami situasi emosional yang berlebihan agar menyadari
bahwa situasi yang sama juga dihadapi orang lain; menyumbang dan membandingkan
pengetahuan tentang cara-cara pemecahannya kepada klien; dan memperkuat hal-hal
lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien.

9. Advice Giving and Counseling


Teknik ini berhubungan dengan upaya memberikan pendapat yang didasarkan pada
pengalaman pribadi atau hasil pengamatan pekerja sosial dan upaya meningkatkan suatu
gagasan yang didasarkan pada pendapat-pendapat atau digambarkan dari pengetahuan
professional. Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh kemampuan klien
mempergunakannya dan kemampuan pekerja sosial membuat assessment yang valid.

31
10. Activities and Programs
Teknik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi
kesulitan yang dihadapi klien melalui suatu sarana tertentu. Klien diberi kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan-perasaan tentang kesulitannya dan membawa keluar atau
mengatasi secara langsung kebutuhan dan masalah tersebut pada tingkat non verbal atau
situasi permainan. Musik, tarian, permainan, drama, kerajinan tangan, merupakan media
untuk menggambarkan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi klien. Pekerja sosial harus
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu memilih media
terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan dan situasi-situasi klien.

11. Logical Discussion


Teknik ini digunakan untuk memberikan kemampuan berpikir dan bernalar, untuk
memahami dan menilai fakta dari suatu masalah, untuk melihat kemungkinan alternative
pemecahannya dan untuk mengantisipasi serta melihat konsekuensi-konsekuensi dalam
mengevaluasi hasilnya.

12. Reward and Punishment


Reward diberikan untuk perilaku yang baik dan punishment (hukuman) diberikan untuk
perilaku yang buruk. Teknik ini digunakan dengan tujuan mengubah perilaku klien dan
pekerja sosial harus memiliki keterampilan khusus untuk mengetahui motif-motif perilaku
dan metode penguatan (enforcement).

13. Role Rehearsal and Demonstration


Teknik ini digunakan apabila cara-cara belajar perilaku baru diperlukan. Pekerja sosial
dapat meningkatkan fungsi sosial klien melalui latihan penampilan peranan baik melalui
diskusi atau permainan peranan atau kedua-duanya. Sebagai pengganti permaianan
peranan, pekerja sosial dapat juga mendemonstrasikan bagaimana tindakan-tindakan
tertentu dilakukan.

14. Group Dynamics Exercise, Group Games, Literary and Audiovisual Materials

32
Teknik-teknik ini berupa latihan dinamika kelompok, permainan-permainan kelompok,
kepustakaan sederhana dan penggunaan alat-alat audio visual. Penggunaan teknik ini dapat
meningkatkan partisipasi klien dalam berbagai kegiatan dalam upaya pemecahan masalah.
Pekerja sosial harus mengetahui kapan dan bagaimana menggunakan teknik-teknik ini.

15. Andragogy
Teknik ini dilukiskan sebagai seni dan ilmu pengetahuan untuk membantu klien dewasa
belajar. Melalui andragogy, pekerja sosial dapat meningkatkan keberfungsian sosial klien
melalui pengungkapan kebutuhan, merumuskan tujuan dan merumuskan pengalaman
belajar serta mengevaluasi program klien.

16. Counciousness Raising


Teknik ini berhubungan dengan tugas membangunkan secara positif konsep diri klien yang
berkaitan dengan lingkungan dan masyarakatnya. Pekerja sosial dapat menggunakan teknik
ini dalam bekerja dengan kelompok klien yang mengalami depresi.

17. Konseling
Konseling adalah inti dari praktek sosial casework. Pelayanan konseling diberikan untuk
terapi masalah-masalah emosional dan interpersonal individu dan keluarga. Terdapat tiga
tahap dalam konseling, yaitu: (a) tahap membangun relasi, (b) tahap mengeksplorasi
masalah secara mendalam; dan (c) tahap mengeksplorasi alternatif-alternatif solusinya.
Konseling bagi individu dan keluarga tepat diberikan untuk mengatasi masalah-masalah
sosial-emosional, seperti masalah posttraumatic stress disorder.

18. Intervensi krisis


Intervensi krisis bertujuan untuk memberikan sebanyak mungkin dukungan dan bantuan
kepada individu dan keluarganya, dalam rangka memungkinkan orang yang ditolong
mendapatkan kembali keseimbangan psikologis secepat mungkin. Komponen intervensi
krisis:
33
a. fokus pada penyembuhan spesifik dan dibatasi waktu, dan perhatian pada mereduksi
ketegangan dan memecahkan masalah adaptasi;
b. klarifikasi dan asesmen akurat terhadap sumber stress dan makna stress bagi individu,
dan diikuti dengan restrukturisasi kognitif secara langsung;
c. membantu individu dan keluarga mengembangkan mekanisme pemecahan masalah
adaptif;
d. berorientasi realitas, mengklarifikasi persepsi kognitif, mengkonfrontasi penolakan dan
distorsi, serta memberikan dukungan emosional.

19. Terapi Kelompok.


Terapi kelompok bertujuan untuk memudahkan penyesuaian diri secara sosial dan
emosional (sosial-emotional adjustment) bagi individu-individu melalui proses kelompok.
Partisipan biasanya memiliki kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan diri. Terapi ini
dioperasikan dengan membentuk tipe-tipe kelompok sesuai kebutuhan atau permasalahan
yang dihadapi. Beberapa tipe kelompok yang kemungkinan relevan untuk masalah-
masalah yang dialami oleh individu dan keluarga adalah : (a) kelompok rekreasi yang
bertujuan untuk memberikan kesenangan, (b) kelompok rekreasi-keterampilan, yaitu tipe
kelompok yang bertujuan selain memberikan kesenangan juga mengembangkan
keterampilan-keterampilan; (c) kelompok penyembuhan, yaitu kelompok yang dibentuk
untuk menyembuhkan masalah-masalah sosial-emosional; (d) kelompok sosialisasi, yaitu
tipe kelompok yang bertujuan untuk mengajarkan bagaimana seharusnya berperilaku
sehingga tercapai penyesuaian diri; (e) kelompok pelatihan kepekaan, yaitu tipe kelompok
yang bertujuan untuk melatih orang-orang yang tidak peka menjadi peka.

20. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan teknik yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran individu dan
keluarga terhadap suatu masalah dan bagaimana cara mengatasinya. Sasaran penyuluhan
adalah peningkatan kemampuan kognitif dengan memberikan informasi-informasi yang
dibutuhkan. Bagian-bagian penting dari setiap perubahan yang terjadi dalam keberfungsian
sosial orang diakibatkan oleh perubahan-perubahan kognitif. Perubahan kognitif sering
diikuti dengan perubahan-perubahan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, untuk mengubah
perilaku dapat dilakukan dengan mengubah kognitifnya.
34
21. Mediasi
Mediasi adalah suatu teknik untuk menghubungkan individu dan keluarga dengan sistem
sumber. Setiap pemecahan masalah memerlukan sistem sumber. Sistem sumber kadang-
kadang tidak responsif terhadap masalah dan kebutuhan pemerlu pelayanan. Oleh karena
itu, mediasi diperlukan untuk menghubungkan individu dan keluarga dengan sumberdaya-
sumberdaya yang terdapat di lingkungan.

H. KONSELING DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL DENGAN INDIVIDU


DAN KELUARGA

1. Proses Konseling
Konseling merupakan inti dari praktek casework. Proses konseling pada prinsipnya
dapat dikonseptualisasikan ke dalam tiga tahap, yaitu :
a. Building a relationship (menciptakan suatu hubungan)
b. Exploring problems in depth (mengeksplorasi permasalahan secara lebih mendalam).
c. Exploring alternative solultion (mengeksplorasi alternatif-
alternatif pemecahan masalah).

Proses konseling dapat juga dikonseptualisasikan dari persepsi klien. Hal ini perlu
dilakukan agar konseling dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, klien harus mau
menceritakan permasalahan yang dialaminya dengan cara menyatakan sendiri.
Pernyataan pribadi (menyatakan sendiri) merupakan langkah yang baik dalam proses
konseling. Pembagian tahap-tahap proses konseling berdasarkan persepsi klien adalah
sebagai berikut :

a. Problem awareness (kesadaran akan aanya masalah/kesadaran mempunyai


masalah)

35
Pada awal tahap ini, klien harus menyatakan tentang diri mereka sendiri,
seperti :”saya mempunyai suatu masalah, saya perlu mengatasi atau melaksanakan
sesuatu untuk mengatai permasalahan tersebut”. Jika orang yang punya masalah
tersebut menolak untuk mengakui bawa mereka mempunyai masalah, maka mereka
nantinya akan sulit untuk dimotivasi agar mau melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan bagi terciptanya perubahan. Hal itu dapat dicontohkan dengan penanganan
pekerja social kepada para pemabuk. Pekerja social kadang-kadang mengalami
kesulitan dalam menangani permasalahan yang dialami oleh orang-orang yang tidak
atau belum menyadari kalau dirinya bermasalah, maka perubahan-perubahan yang
konstruktif bagi dirinya tidak akan pernah terjadi, kecuali jika konselor menemukan
suatu cara untuk meyakinkan mereka (klien). Bilamana klien tidak menyadari atau
mengingkari dirinya sedang mempunyai masalah, maka konseling harus difokuskan
kepada masalah ketidaksadaran atau pengingkaran tersebut dengan cara
mengeksplorasi apa sebabnya klien percaya bahwa dirinya tidak bermasalah dan
dengan cara mengumpulkan bahan-bahan atau dokumen-dokumen tentang
permasalahan yang ada untuk kemudian diperlihatkan/ditunjukkan kepada klien agara
mereka percaya bahwa dirinya memang bermasalah.

b. Relationship to Counselor (Menjalin hubungan baik dengan konselor)


Tahap selanjutnya dari proses konseling adalah ingin mengetahui sampai
dimana klien menyadari bahwa dirinya bermasalah, dan kesadaran tersebut
ditanyakan kepada dirinya sendiri, seperti :”saya berpendapat bahwa konselor akan
membantu”. Namun sebaliknya jika klien berpendapat “konselor tidak akan dapat
membantu, saya tidak memerlukannya, saya tidak percaya terhadap konselot,” maka
konseling akan mengalami kegagalan.

c. Motivation (motivasi)
Klien harus berani menyatakan dirinya, seperti :”saya berpendapat bahwa saya
dapat memperbaiki situasi yang saya alami. Saya ingin diri saya semakin baik”.
Tanpa motivasi perubahan dari klien, maka perubahan yang konstruktif tidak akan
terjadi. Membantu orang (klien) atar termotivasi untuk memperbaiki situasi yang
dialami merupakan kunci konseling yang efektif.
36
d. Conceptualizing the problem (mengkonseptualisasikan masasalah)
Agar konseling dapat efektif, makaklien perlu mengakui sebagai berikut
“Masalah yang saya alami tidak terlalu parah dan ada komponen-komponen atau
bagian-bagian yang dapat diperbaiki”. Beberapa klien cenderung memandang situasi
mereka sebagai situasi yang kompleks, sehingga mereka mempunyai atau mengalami
kecemasan dan emosional yang tinggi serta kurang mampu melihat bahwa masalah
yang mereka alami dapat diubah/dipecahkan secara bertahap. Contohnya pada tiga
tahun yang lalu, penulis memberikan konsultasi kepada seorang gadis yang terlambat
menstruasi selama tiga bulan. Gadis itu mempunyai perasaan yang sangat takut kalau
dirinya hamil, sehingga ia tidak mampu mencari jalan keluar/pemecahanya sendiri
sebagai langkah pertamanya, yaitu melaukan pengetesan kehamilan. Untuk
membantu klien mengkonseptualisasi masalahnya, maka konselor perlu bekerja sama
dengan klien mengeksplorasi permasalahan yang ada secara lebih mendalam.

e. Exploration of relation strategies (mengeksplorasi strategi-strategi


pemecahan masalah).
Salah satu langkah proses konseling adalah kerjasama antara konselor dengan
klien dalam mengeksplorasi strategi-strategi pemecahan masalah. Setiap klien adalah
unik. Demikian juga dengan masalah yang mereka alami. Apa yang baik atau berhasil
dilaksanakan untuk membantu seorang klien belum tentu akan berhasil jika
diterapkan kepada klien yang lain. Suatu contoh adalah pengguguran kandungan.
Pengguguran kandungan dapat sesuai dengan nilai-nilai dan keadaan seorang klien,
namun mungkin kurang diinginkan oleh wanita-wanita hamil di luar nikah yang
lainnya, karena diantara mereka mempunyai perbedaan-perbedaan nilai dan tujuan
hidup. Konseling akan efektif jika klien berkata di dalam hatinya :”saya melihat ada
beberapa kegiatan yang dapat saya coba untuk mengatasi situasi yang saya alami”.
Tanpa adanya realisasi dari beberapa strategi pemecahan masalah tersebut, maka
konseling akan mengalami kegagalan.

f. Selection of a strategy (penyeleksian suatu strategi)


Konselor dan klien perlu mendiskusikan efek-efek dan konsekuensi-
konsekuensi dari strategi pemecahan masalah yang dipilih/diterapkannya. Jika
37
menginginkan konseling berjalan dengan baik/sukses, maka klien harus mempunyai
keyakinan bahwa “saya yakin pendekatan tersebut akan membantu, dan oleh sebab itu
saya akan mencoba/memprakteknya”. Jika klien tidak dapat mengambil keputusan
dan bingung dalam membuat suatu komitmen untuk melakukan kegiatan, maka
perubahan yang konstruktif bagi dirinya tidak akan pernah terjadi. Contohnya adalah
jika klien mengatakan minuman-minuman keras/mabuk-mabukan, tetapi saya tidak
dapat melakukan suatu kegiatan untuk mengatasi masalah tersebut”. Hal ini akan
menyebabkan konsultasi tidak akan berhasil dengan baik.

g. Implementation of the strategy (implementasi strategi pemecahan


masalah)
Konseling hanya akan sukses jika klien mengikuti/melaksanakan komitmen
dan berkeyakinan bahwa “pendekatan itu merupakan langkah awal yang dapat
menggolongkan saya”. Jika klien melaksanakan komitmen, tetapi tidak mempunyai
keyakinan,: saya tidak percaya bahwa pendekatan tersebut akan dapat menolong,”
maka konseling akan mengalami kegagalan. Bilamana hal ini terjadi, maka penyebab-
penyebab kegagalan perlu diteliti, dan barangkali ada strategi pemecahan masalah
lain yang perlu dicoba.

2. Konseling Keluarga
Untuk melakukan konseling keluarga diperlukan adanya pemahaman tentang
dinamika keluarga, sehingga seorang pekerja social mempunyai pengertian mengenai
hubungan proses yang saling berhubungan (a group of interactive processes) yang ada
kaitannya dengan keluhan klien. Oleh karena itu, seorang pekerja social yang melakukan
kegiatan konseling keluarga harus pandai-pandai memperluas definisi permasalahan.
Caranya, yaitu dengan melakukan pertanyaan sirkular kepada setiap anggota keluarga,
sehingga konselor mempunyai perspektif permasalahan dari setiap anggota keluarga.
Untuk melaksanakan tugasnya seorang konselor keluarga harus menguasai
beberapa keterampilan, sebagai berikut :

a. Joining

38
Joining merupakan suatu proses interpersonal antara konselor dan setiap anggota
keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga merasa diterima, didengarkan,
dan dihargai.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam joining adalah :
1) Pembentukan RapportI : klien merasa diterima
dan bukan dibenarkan atau disalahkan saja. Perasaan diterima akan menentukan
apakah pendekatan selanjutnya cukup efektif.
2) Paraphrasing : menjadi pendengar yang baik
untuk menyukseskan joining.
3) Memperhatikan Family Rules : yang berlaku
dalam setian anggota keluarga.

b. Structuring; adalah pengaturan hubungan.


Ada beberapa tindakan dalam structuring :
1) Time Limits, antara lain : hari ini kita akan
bertemu selama satu jam kita usahakan dalam waktu satu jam kita memperoleh
hasil yang sebanyak-banyaknya.
2) Role Limits , antara lain : klien diikutsertakan
dalam melihat dan menelaah persolaan serta keprihatinan keluarga sehingga dapat
ditemukan penyelesaian yang memuaskan.
3) Proses Limits, antara lain : saya akan
menunjukkan dan membantu anda melihat permasalahan yang menurut
pandangan saya menghambat dalam proses penyelesaian masalah.
4) Action Limits, antara lain : melakukan tugas-tugas
tertentu dah hasilnya harus dilaporkan kepada pekerja social.

c. Mengumpulkan Informasi
Informasi akan lebih kita peroleh jika pertanyaan-pertanyaan bersifat terbuka. Contoh
: “coba ceritakan lebih lanjut…….”, “saya kurang jelas……Maksud
Bapak/Ibu……….”

d. Blocking

39
Artinya keterampilan untuk mem-blok/menghalangi informasi yang belum kita
butuhkan. Contoh : jika seorang konselor keluarga sedang menanyakan sesuatu
kepada anggota keluarga dan dipotong oleh anggota keluarga yang lain, maka
konselor keluarga harus dapat blocking, sehingga arus informasi dari anggota
keluarga tersebut tidak terhenti.

e. Reframing
Yaitu usaha konselor untuk membantu klien agar dapat melihat permasalahan dari
sudut yang lain/sudut pandang yang baru. Sudut pandang yang baru terhadap
permasalahan dapat melepaskan keluarga tersebut dari belenggu persepsi mereka
yang lama mengenai masalah yang tidak membuahkan penyelesaian.

f. Melakukan Refleksi
Refleksi dilakukan agar :
- Klien merasa bahwa konselor memahami mereka
- Sebagai sarana bagi konselor untuk mengecek apakan persepsinya
mengenai masalah klien benar.
Ada tiga tahapan dalam melakukan refleksi isi :
- Elistasi : dengan berbagai pertanyaan terbuka, “Joko, mengapa
setiap kali anda berbicara dengan ayah anda, Joko selalu menatap lantai?”
- Identifikasi :melalui suatu komentar yang menunjukkan pada
relasi. Misalnya :”setiap kali kita menyinggung masalah ini…..saya lihat/saya
perhatikan tidak ada seorangpun yang membicarakannya. Bahkan ibu selalu
menyela dan mencoba dan mengganti topic pembicaraan”.
- Refleksi : merupakan inti pembicaraan dan sekaligus sebagarai
sarana untuk menguji kebenaran persepsi konselor. “saya menangkap bahwa anda
mempunyai masalah dalam hal bagaimana mengasuh Budi yang baik. Ini diakui
oleh Budi dan nampaknya dia juga kebingunan”.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor dalam melakukan refleksi
afeksi :
 Ekspresi klien : konselor harus
memperhatikan perasaan yang diungkapkan secara verbal maupun non verbal.

40
Contoh : tangan/bibir gemetar, gemeretak gigi, posisi badan yang tertutup,
merupakan ekspresi bermuatan afeksi, yang sangat penting.
 Timing, kapan konselor harus melakukan
refleksi jangan sampai menggangu afeksi.
 Refleksi, ungkapan-ungkapan
menggunakakan bahasa afeksi untuk menyatakan kembali perasaan klien.
Contoh :
Klien : “saya tidak dapat berbicara secara terbuka seperti ini dengan ayah”.
Konselor dapat melakukan refleksi dengan mengatakan : “Anda selalu merasa
takut berbicara mengenai persoalan ini dengan ayah anda”.

g. Konfrontasi
Jika konselor melihat/mendengar hal-hal yang saling bertentangan. Missal : Ayah
mengatakan bahwa dia menyayangi anaknya tetapi kenyataannya berbeda. Tugas
konselor dalam hal ini adalah membantu klien untuk melihat hal seperti itu.

h. Membuka Diri (Self Disclousure)


Jika konselor mencerikan dirinya sendiri dalam teori konseling, dipandang
controversial.
- tidak berlebihan
- sesuai dengan kultur setempat

i. Perubahan Perilaku
Dalam konseling keluarga, perubahan perilaku dicapai dengan mengubah pola
hubungan antar anggota suatu system. Contoh :
- Seorang ayah yang peranannya hilang, diberikan hirarki lagi.
- Sebagai anak dikembalikan lagi kebutuhan semosionalnya, sebagai
anak terpenuhi,
Strategi perubahan perilaku dalam konseling keluarga ada beberapa macam :
- Masalah harus jelas bagi konseling keluarga dan klien
- Tujuan dalam perubahan perilaku harus realistic

41
- Kriteria keberhasilan harus sama-sama dimengerti oleh klien dan
konselor

j. Penutup
“Apakah kita sudah melakukan semua yang dapat kita lakukan?”
“Apakah ada perubahan-perubabahan yang terjadi yang bisa dikembangkan sendiri
oleh keluarga tersebut

I. KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DALAM PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL


DENGAN INDIVIDU DAN KELUARGA.

Allen Pincus & Anne Minahan (1973) mengemukakan area keterampilan dalam praktek
pekerjaan sosial termasuk dalam pekerjaan sosial dengan individu dan keluarga, yaitu sebagai
berikut :

1. Keterampilan Melakukan Kontak Awal.


Keterampilan pekerja sosial dalam melakukan kontak awal dengan individu dan keluarga
merupakan bagian sangat penting dalam proses pertolongan. Kontak awal dimulai ketika
pekerja sosial untuk pertama kalinya bertemu dengan klien (individu atau keluarga). Dalam
hal ini ada isyarat untuk membuka percakapan, biasanya melalui apa yang disebut dengan
“small talk”. Penampilan yang rileks dari pekerja sosial, dapat mendorong individu dan
keluarga mengemukakan apa yang mendorongnya datang kepada pekerja sosial. Bagi
sebuah keluarga, seberapa jauh kesiapannya, apakah mereka datang sudah mempunyai
pemahaman terhadap masalahnya atau belum ?
Pada fase ini kemungkinan terjadi apa yang disebut dengan Resistensi, yaitu berkaitan
dengan penolakan keluarga untuk berubah ; apakah mereka sudah benar-benar siap atau
masih ada perasaan menolak. Resistensi sangat bergantung pada kondisi masing-masing
individu keluarga.

Ada 2 alasan terjadinya resistensi, yaitu : (a) Jika seseorang minta bantuan pada pihak lain,
oleh suatu kebudayaan dianggap menunjukkan/ membuktikan kelemahan, (b) Ada
kecenderungan untuk menolak perubahan terhadap gaya hidup yang sudah melekat pada
diri seseorang. Dalam hal ini diperlukan keterampilan pekerja sosial untuk membentuk

42
Rapport (skill form Rapport). Rapport digunakan untuk menunjukkan kadar relasi yang
ditandai oleh adanya keakraban atau keharmonisan antara pekerja sosial dengan pemerlu
pelayanan. Elemen-elemen di dalam rapport :

a. Pekerja sosial mampu bersikap bersahabat atau ‘hangat’ serta memberikan perhatian
penuh terhadap individu keluarga.

b. Pekerja sosial dapat menerima semua gagasan dan sikap yang ditunjukkan oleh
individu keluarga.

c. Pekerja sosial dapat menerima individu keluarga sebagai teman yang memiliki derajat
yang sama selama wawancara berlangsung

2. Keterampilan Melakukan Pengumpulan Data.


Pengumpulan data tentang diri individu dalam keluarga dilakukan melalui :

a. Wawancara.
Wawancara (interview) adalah suatu alat atau keterampilan untuk mengumpulkan data
dan informasai tentang masalah, kebutuhan dan potensi masing-masing individu
keluarga. Dalam konseling, keterampilan wawancara sangat penting untuk
mengeksplorasi masalah yang dialami individu dan keluarga secara mendalam.
Wawancara-konseling selain digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi, juga
merupakan proses penyembuhan, paling tidak memperoleh katarsis mental.

Dalam melakukan wawancara diperlukan keterampilan mendengarkan (listening skills).


Mendengarkan berbeda dengan mendengar. Mendengar (hearing) merupakan respon
fisik terhadap masuknya stimulus ; proses masuknya suara ke telinga. Sedangkan
mendengarkan (listening) merupakan proses memaknai, memahami dan merespon
terhadap suara yang masuk (mendengar aktif). Guna mendengar secara aktif, maka
pekerja sosial dianjurkan untuk : jangan menyela pembicaraan, memberikan empati
terhadap pembicara, mempertahankan keterlibatan, menunda evaluasi, mengorganisasi
pesan, menunjukkan perhatian, dan memberikan umpan balik.

b. Keterampilan Menggunakan Pertanyaan.

43
Dalam melakukan wawancara, diperlukan pula keterampilan menggunakan pertanyaan.
Pertanyaan bukan semata-mata bertujuan untuk memperoleh jawaban, tetapi pertanyaan
merupakan prosedur teknis yang dipergunakan secara ajeg dalam berbagai bentuk.
Pertanyaan yang hanya dapat menimbulkan jawaban “ya” atau “tidak” pada dasarnya
menunjukkan adanya kekurang-terampilan dan teknik yang jelek. Bentuk pertanyaan
“mengapa” merupakan usaha untuk membantu melalui pemahaman yang lebih
mendalam terhadap motivasi pemerlu pelayanan, dan “Apa” merupakan bentuk
pertanyaan yang dapat menimbulkan penjelasan dan gambaran atau deskripsi.

c. Observasi.
Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan dalam proses pengumpulan
data dan informasi dengan menggunakan panca indra. Data dan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang dialami individu dan keluarga
diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, rasa, dan lain sebagainya, sesuai
dengan kemampuan panca indra.

d. Pencatatan (Recording).
Recording adalah keterampilan dalam melakukan pencatatan dan pelaporan kasus yang
ditangani oleh pekerja sosial. Recording mendeskripsikan tentang apa, mengapa, untuk
siapa, kapan, dimana, dan bagaimana caranya suatu pelayanan diberikan. Recording
berfungsi sebagai dokumen, untuk kontinuitas pelayanan, untuk komunikasi antar pekerja
sosial dan antar disiplin ilmu

3. Keterampilan Melakukan Asesmen.


Asesmen adalah suatu upaya pengungkapan dan pemahaman masalah. Asesmen juga
merupakan proses dan produk pemahaman terhadap dasar-dasar tindakan pertolongan.
Asesmen merupakan keterampilan analitik dan interaksional. Dalam pekerjaan sosial,
asesmen disebut juga sebagai studi sosial, yaitu mengidentifikasi, menguji, dan
mengindividualisasikan pemahaman tentang masalah-masalah psikososial individu
keluarga, lingkungan ekologinya, formulasi analitik terpadu, dan rencana intervensi.

4. Keterampilan Melakukan Negosiasi Kontrak.

44
Negosiasi kontrak antara pekerja sosial dengan individu dan keluarga harus dibicarakan
sebelum proses pertolongan berlangsung. Penyusunan struktur pertolongan pada dasarnya
adalah menetapkan hakikat, batas-batas, dan tujuan-tujuan pertolongan. Tanggung jawab
dan komitmen yang mungkin terjadi antara pekerja sosial dengan individu dan keluarga
dirumuskan, baik mengenai struktur waktu (harus dinyatakan secara jelas) maupun struktur
proses (individu/keluarga dan pekerja sosial terlibat secara aktif dalam proses mencapai
tujuan yang mereka tetapkan. Selanjutnya dibuat “kontrak formal” (individu/keluarga dan
pekerja sosial bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu yang mereka sepakati).

5. Keterampilan Membentuk Sistem Kegiatan.

Pembentukan sistem kegiatan merupakan pelaksanaan kegiatan untuk membantu mengatasi


masalah-masalah yang dihadapi oleh individu dan keluarga atau melakukan upaya
perubahan agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Dalam hal ini pekerja sosial
bersama-sama dengan individu keluarga menetapkan alternatif kegiatan. Prosedur
operasional dalam menentukan sistem kegiatan tersebut didasarkan pada : (a) Penggunaan
waktu pelaksanaan kegiatan, (b) setting tempat untuk berinteraksi antara individu keluarga
dengan pekerja sosial, (c) norma-norma dalam berinteraksi dan pengambilan keputusan.

6. Keterampilan Memelihara dan Mengkoordinasikan Sistem Kegiatan.

Pekerja sosial berusaha untuk menjaga agar relasi dengan individu dan keluarga selama
kegiatan pertolongan tetap berlangsung dengan baik, serta meningkatkan keterampilan
individu keluarga dalam mengatasi masalahnya.

7. Keterampilan Memberikan Pengaruh/Mempengaruhi.


Selama kegiatan pertolongan berlangsung, pekerja sosial harus senantiasa dapat
memberikan pengaruh yang kuat atau positif agar individu dan keluarga memiliki motivasi
yang tinggi untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

8. Keterampilan Melakukan Terminasi (Terminating the Change Effort)

45
Dalam tahap terminasi (pengakhiran) semua langkah dan tujuan yang telah dicapai
hendaknya dilakukan evaluasi dan disimpulkan. Jika ada tujuan-tujuan yang belum
tercapai, hendaknya dicari sebab-sebabnya.

9. Keterampilan Melakukan Bimbingan Lanjut


Bimbingan lanjut perlu dilakukan antara lain untuk mengetahui sejauh mana individu dan
keluarga mencapai kemajuan, dan untuk mendiskusikan masalah-masalah baru yang muncul
dan berkembang dalam kehidupan individu keluarga. Pekerja sosial berusaha untuk lebih
memantapkan kemandirian individu keluarga, terutama terhadap mereka yang karena
berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan mencegah mereka agar tidak kembali
menjadi klien.

J. INTERVENSI TERHADAP INDIVIDU DAN KELUARGA

1. Asesmen Keluarga
Terdapat berbagai cara untuk membuat asesmen keluarga. Apabila melihat pada riwayat
sosial keluarga dan anggotanya, maka sangat luas pendekatan yang dapat digunakan.
Teknik yang lebih dipertimbangkan oleh pekerja sosial dalam mengungkap permasalahan
yang dialami oleh keluaga adalah Eco-Maps dan Genogram.

a. Eco-Map
Merupakan alat asesmen paper-and pencil yang digunakan untuk mengasesmen
masalah-masalah khusus dan rencana intervensi untuk klien. Eco-map menggambarkan
klien keluarga dan lingkungan sosialnya dan biasanya digambarkan bersama oleh
pekerja sosial dan klien. Gambaran tentang masalah khusus keluarga membantu secara
holistik apa yang telah dicapai atau pandangan ekologikal tentang hidup klien keluarga
serta hakekat hubungan keluarga dengan kelompok, asosiasi, organisasi dan keluarga
serta orang lain. Eco-map telah digunakan dalam berbagai situasi termasuk studi
tentang perkawinan dan konseling keluarga, adopsi dan foster-care home. Juga telah
digunakan untuk melengkapi riwayat sosial tradisional dan catatan kasus. Eco-map
merupakan metoda tulisan tangan singkat untuk mencatat informasi sosial dasar.

46
Teknik ini membantu pekerja sosial dan klien memperoleh pemahaman akan masala
klien melalui ”snapshot view” tentang interaksi penting pada saat tertentu.
Tipe eco-map terdiri dari diagram yang ditunjukkan melalui sekumpulan
lingkaran dan garis yang digunakan untuk menjelaskan keluarga didalam konteks
sebuah lingkungan. Gambar yang ditampilkan dalam eco-map biasanya menggunakan
simbol berbentuk bulatan, kotak, segitiga dan garis serta tanda panah.

b. Genogram
Genogram merupakan sebuah grafik yang menggambarkan silsilah klien keluarga
tentang permasalahan yang dialami keluarga yang berisi gambaran keluarga sedikitnya
tiga generasi. Biasanya klien bersama-sama dengan pekerja sosial membuat genogram
keluarga yang menyerupai sebuah pohon. Genogram membantu pekerja sosial dan
anggota keluarga menguji masalah – masalah yang berhubungan dengan aspek emosi
dan pola-pola perilaku didalam konteks antar generasi. Pola memiliki kecenderungan
untuk melihat pengulangan apa yang telah terjadi dalam satu generasi sering terjadi
pada generasi selanjutnya. Genogram membantu anggota keluarga mengidentifikasi dan
memahami pola-pola hubungan keluarga.
Secara umum genogram menggambarkan sedikitnya tiga generasi dalam bentuk
pohon keluarga yang meliputi : nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan, urutan
saudara kandung dan sebagainya. Bilamana dianggap relevan, ditambahkan informasi
yang berhubungan dengan hambatan emosional, masalah-masalah perilaku, kelompok
keagamaan yang diikuti, suku bangsa, lokasi geografi, pekerjaan, status sosial ekonomi,
dan peristiwa hidup yang berarti.
Lebih jauh Weltner dalam Kilpatrick dan Holland (2003) menjelaskan mengenai
Asesmen Keluarga dan bagaimana intervensinya melalui tabel sebagai berikut :

LEVEL ISU STRATEGI TEKNIK


INTERVENSI INTERVENSI

I  Kapasitas yang cukup  Fokus pada kekuatan,  Pemeliharaan


untuk mengelola semua bukan pada masalah keluarga
kebutuhan dasar  Survey dan mobilisasi  Case management
47
 Makanan, perumahan, dukungan yang tersedia  Menyusun
perlindungan, pelayanan untuk mendukung kekuatan dari :
kesehatan, minimal kapasitas Keluarga Inti,
nurturance  Membangun daya Keluarga Luas dan
 Daya tahan dari indvidu tahan keluarga Masyarakat
dan keluarga  Respon positif pada  Profesionalitas
stress sebagai
Penyelenggara
Pertemuan,
Advocate, Guru,
Model Peran
II  Adakah otoritas yang  Fokus pada kekuatan  Parental
cukup untuk  Mengembangkan Coalitions
menyediakan struktur, koalisi pada tuntutan  Menyusun batasan
batasan dan keamanan terhadap pengawasan  Komunikasi yang
minimal? kebutuhan jelas
 Meningkatkan  Keterampilan
kejelasan harapan belajar sosial :
menulis kontrak,
penguatan
perilaku,
menyusun tugas
III  Adakah batasan yang  Fokus pada masalah  Mempertahankan
jelas dan tepat tentang  Klarifikasi struktur batasan keluarga
Keluarga Individu dan keluarga yang ”ideal” dan individu
Generasi? dalam hubungannya  Balance triangles
dengan etnis atau  Membangun
harapan keluarga kembali aliansi
 Kejelasan generasi  Mengembangkan
batasan generasi
 Keterampilan

48
komunikasi
IV  Adakah masalah tentang  Fokus pada masalah  Intervensi naratif
konflik didalam  Klarifikasi dan resolusi  Family Sculpture
keluarga atau masalah tentang warisan dan  Tujuan
dengan keeratan riwayat trauma sehubungan dg
keluarga?  Pemahaman intervensi
 Apakah anggota  Fokus pada hasrat dan  Resolusi pd isu-
keluarga mencapai kebutuhan spiritual isu dari 3 generasi
aktualisasi diri? • Pertumbuhan
spiritual

2. Terapi Keluarga

Terapi Keluarga sering juga dikatakan sebagai Konseling Keluarga, merupakan


bagian dari terapi kelompok yang betujuan untuk membantu keluarga dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah-masalah interaksi, perilaku dan emosional
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari keluarga. Teknik-teknik pada terapi kelompok
keluarga hampir sama dengan terapi kelompok dan model keluarga diklasifikasikan dalam
kelompok demokratis. Tiga macam aplikasi metode kelompok pada treatment keluarga
adalah : Multiple Family Group Therapy, Multiple Impact Therapy dan Network Therapy.

a. Multiple-Family Group Therapy


Terapi dengan teknik ini melibatkan empat sampai enam anggota keluarga bersama-
sama dalam setiap minggunya dengan waktu sekitar sembilan puluh menit setiap
sesinya. Bentuk terapi hampir sama dengan terapi kelompok tradisional hanya
ditambah dengan kelompok encounter dan teknik psikodrama. Latihan terstruktur
digunakan untuk meningkatkan derajat interaksi dan intensitas perasaan dan keluarga
seolah-olah seperti ”coterapi” untuk membantu mengkonfrontasitkan anggota keluarga
pada keluarga yang lain dari posisi personal yang biasanya diambil oleh terapis.

b. Multiple Impact Therapy

49
Anggota tim bertemu dengan berbagai kombinasi anggota kelompok dan bergabung
dalam kelompok besar untuk membuat rekomendasi.

c. Network Therapy
Terapi jenis ini dikembangkan untuk membantu keluarga dalam situasi krisis melalui
menggabungkan mereka dalam jaringankerja sosial, seperti keluarga, teman, tetangga
kedalam situasi kebersamaan dengan jumlah kurang lebih lima puluh orang. Terapis
terdiri dari tim dan penekanannya pada memecahkan pola-pola yang mengganggu relasi
dan mobilisasi dukungan untuk beberapa pilihan yang baru. Tim terapis bertemu
dengan kelompok sebanyak tiga sampai enam kali dan setiap kali bertemu memerlukan
waktu sekitar dua sampai empat jam.

2. Copyng Strategies
Coping strategies merupakan upaya penanggulangan masalah yang dilakukan oleh
perorangan, kelompok atau komunitas melalui mekanisme tertentu agar dapat mencapai
keadaan menyenangkan atau lebih baik. Awalnya, konsep coping sering dipergunakan
sebagai strategi bertahan hidup keluarga atau rumah tangga di pedesaan terutama
menghadapi peristiwa darurat seperti bencana alam, kegagalan panen, banjir atau
kekeringan dan berbagai bentuk peristiwa tak terduga lainnya. Namun dewasa ini, konsep
coping juga banyak dipergunakan oleh keluarga di perkotaan yang mempunyai
kompleksitas permasalahan (Sumarti, 2004). Lebih jauh Lazarus (1976) berpendapat
bahwa coping merupakan kemampuan seseorang dalam mempersepsi situasi-situasi yang
menimbulkan stres dengan memberikan reaksi atau tindakan. Sedangkan Levine
mendefinisikan coping sebagai proses aktif yang terjadi karena usaha menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan yang banyak mengandung stres.
Coping yang dilakukan seseorang dalam mengatasi permasalahannya, dapat
diwujudkan dalam berbagai cara tergantung kepada kemampuan, aksesibilitas terhadap
sumber, dan dukungan lainnya. Folkman dan Lazarus, 1984 dalam Rahayuningsih
(2005:23) memperkenalkan 2 tipe umum coping yaitu :

a. Problem Fokused Coping (PFC).

50
Seseorang cenderung mengatasi masalah dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi
bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi, biasanya dilakukan orang dewasa.
Problem Fokused Coping (PFC) ditujukan untuk pemecahan masalah atau menentukan
sumber tekanan. Cara ini cenderung lebih menonjol pada saat orang merasa bahwa harus
ada sesuatu yang dibangun. Problem Fokused Coping (PFC) terbagi menjadi beberapa
bentuk yaitu :

1) Active coping, merupakan proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mencoba


memindahkan atau menghindari tekanan atau memperbaiki dampaknya. Cara ini
melibatkan pengambilan tindakan langsung, peningkatan upaya seseorang dan
mencoba untuk melaksanakan cara coping yang bijaksana.

2) Planning, memikirkan bagaimana mengatasi tekanan. Planning melibatkan berbagai


strategi tindakan, memikirkan tindakan yang akan dilakukan dan bagaimana
penanganan terbaik untuk memecahkan masalah.

3) Suppression of coping, penyempitan dalam wilayah bidang fenomena seseorang.


Seseorang bisa menahan diri untuk tidak terlibat dalam aktivitas-aktivitas kompetitif
atau menahan alur informasi yang bersifat kompetitif agar bisa berkonsentrasi penuh
pada tantangan atau ancaman yang dihadapi.

4) Restraint coping, merupakan latihan pengekangan diri, merupakan suatu respons


yang dianggap bermanfaat dan diperlukan untuk mengatasi tekanan.

5) Seeking Sosial Support for Instrumental Reasons, upaya menari dukungan sosial,
seperti minta nasihat, informasi dan bimbingan.

6) Seeking Sosial Support for Emotional Reasons, upaya mencari dukungan emosional,
seperti simpati, dukungan moral, atau sepemahaman.

b. Emotional Fokused Coping (EFC)


Model ini digunakan untuk mengatur respons emosional terhadap stres melalui perilaku
individu seperti penggunaan alkohol, bagaimana menghilangkan fakta-fakta tidak
menyenangkan melalui strategi kognitif. Jika individu tidak mampu mengubah kondisi

51
yang stressful, ia akan cenderung mengatur emosinya. Model ini ditujukan untuk
mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan dengan situasi yang
terjadi. Cara ini lebih sering muncul pada saat orang merasa bahwa tekanan dipandang
sesbagai sesuatu yang harus dijalani.
Tindakan yang dapat dikategorikan pada model EFC ini adalah :

1) Positif reinterpretation and growth, berpikir positif dan pertumbuhan. Merupakan


penanggulangan masalah yang ditujukan untuk mengatasi tekanan emosi daripada
tekanan itu sendiri.
2) Acceptance (penerimaan). Merupakan sebuah respons coping secara fungsional,
dengan dugaan bahwa orang menerima kenyataan yang penuh tekanan dipandang
sebagai orang yang berusaha menghadapi situasi yang terjadi. Acceptance
menggambarkan sikap menerima suatu tekanan sebagai suatu kenyataan dan sikap
menerima karena belum ada strategi aktif yang dapat dilakukan.

3) Denial (penolakan), merupakan respons coping dengan menolak atau mengkal suatu
realita.

4) Behavoiral disengagement (penyimpangan perilaku), adalah kecenderungan untuk


menurunkan upaya mengatasi tekanan, bahkan menyerah atau menghentikan upaya
mencapai tujuan. Paling banyak terjadi pada saat pesimistis atau orang tidak
mengharapkan hasil yang tidak terlalu baik.

5) Mental disengagement (penyimpangan mental). Terjadi melalui variasi aktivitas yang


luas yang memungkinkan terhambatnya seseorang untuk berpikir tentang dimensi
perilaku dan tujuan. Menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan
permasalahan, seperti melamun, tidur atau menonton televisi.

6) Turning the religion (kembali pada agama). Upaya yang dilakukan seseorang untuk
lebih mendekatkan diri pada agama (Tuhan) ketika berada pada tekanan. Agama
dapat berperan sebagai sumber dukungan moral, sarana berpikir positif.

7) Fokus on and venting emotion, upaya seseorang dengan cara mengekspresikan


perasaannya.

52
8) Alcohol drug disengagement (penyimpangan penggunaan alkohol), upaya seseorang
untuk menghilangkan tekanan dengan cara pemakaian alkohol (minuman keras) dan
obat-obatan.

3. Pola Nafkah Ganda (PNG)


Dalam melaksanakan aktivitas, keluarga cenderung melibatkan anggota keluarganya,
istri, anak-anak atau anggota kerabat lainnya yang tidak memerlukan pengupahan tinggi.
Aktivitas pelibatan seluruh anggota keluarga ditujukan untuk memperoleh penghasilan
tinggi atau dikenal pula dengan Pola Nafkah Ganda atau Pola Berpenghasilan Ganda. Pola
Penghasilan Ganda (part time farming) merupakan aktivitas yang dilakukan secara
menyeluruh diantara anggota rumah tangga baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak,
melibatkan diri dalam banyak kegiatan pencaharaian pendapatan (Sumarti, Syaukat, dan
Nuryana, 2004). Pola penghasilan ganda ini tidak terbatas pada individu atau rumah
tangga yang miskin saja, namun dilakukan pula oleh hampir semua golongan dalam upaya
mempertahankan tingkat pendapatan yang sudah diperoleh juga meningkatkan berbagai
peluang yang dpaat menghasilkan pendapatan tambahan.
Untuk menganalisis strategi pola nafkah ganda misalnya dalam rangka pengentasan
kemiskinan, dapat digunakan kerangka “asset/proses/aktivitas”. Kerangka ini dikenal
dengan Mata Pencaharian Berkelanjutan yang dapat diterapkan untuk menganalisis strategi
bertahan hidup di pedesaan maupun di perkotaan. Dalam kerangka “mata pencaharian”
yang berkelanjutan, mata pencaharian didefinisikan (Sumarti dan Nuryana, 2004) sebagai
aktivitas, asset, dan akses yang secara bersama-sama menentukan kehidupan yang
diperoleh oleh individu atau rumah tangga.
Pola nafkah ganda di pedesaan diartikan sebagai proses-proses dimana rumah
tangga membangun suatu kegiatan dan kapabilitas dukungan sosial yang beragam untuk
bertahan hidup dan untuk meningkatkan taraf hidupnya.Asset rumah tangga dapat
mencakup ;

a. Human capital, berupa pendidikan, keterampilan, dan kesehatan anggota rumah tangga.
b. Physical capital, berupa peralatan, mesin.
c. Sosial capital : jaringan sosial dan kelompok organisasi yang dimasuki.

53
d. Financial capital dan substitusinya (tabungan, kredit, asuransi) dan
e. Natural capital berupa sumberdaya alam.

Dalam melaksanakan strategi nafkah ganda, kemampuan seseorang mengakses asset atau
sistem sumber dan penggunaannya ditentukan oleh, Pertama, factor sosial, dapat berupa
hubungan sosial, kelembagaan dan organisasi. Kedua, keecenderungan ekonomi, dan
Ketiga, bencana alam maupun bencana sosial, seperti banjir, wabah penyakit (endemic).
Pada masyarakat agraris yang terdiferensiasi seperti di Jawa, individu atau rumah
tangga yang menempati berbagai posisi dalam struktur agraris akan melibatkan diri dalam
kegiatan non pertanian dengan dorongan yang berbeda dan dengan imbalan yang berbeda
pula. Beberapa jenis rumahtangga antara lain :
a. Rumah tangga yang mengusahakan lahan luas dan menguasai surplus produk pertanian di
atas kebutuhan hidup mereka.

b. Rumahtangga usahatani sedang, mungkin akan memasuki kegiatan non pertanian sebagai
sumber security

c. Rumahtangga usaha tani gurem atau tidak bertanah.

Pola Nafkah Ganda (PNG) mempunyai beberapa dimensi tergantung pada konteks. Pada
konteks pedesaan, dimensi pola nafkah ganda terdiri atas :
a. Keragaman aktivitas menurut lapisan. Kegiatan non pertanian di pedesaan, diwarnai
adanya pembagian kerja. Keterlibatan dalam kegiatan tertentumenjadi terbuka atau
mudah bagi individu tertentu, namun tertutup bagi individu lainnya. Factor yang turut
nenentukan antara lain modal, gender, umur, dan tingkat mobilitas seseorang.

b. Kemiskinan dan distribusi pendapatan. Kemampuan untuk melakukan pola nafkah


ganda lebih dibutuhkan oleh rumahtangga miskin. Adanya berbagai alternatif untuk
meningkatkan pendapatan bagi setiap rumahtangga mempunyai dampak berbeda
terhadap antar lapisan rumahtangga. Rumah tangga kaya adalah tipe yang mampu
melakukan diversifikasi dalam pasar tenaga kerja yang lebih menguntungkan daripada
rumahtangga miskin.

54
c. Pertanian. Meningkatnya output dan pendapatan di pertanian merupakan katalisator
untuk berbagai kegiatan non pertanian di pedesaan. Keberhasilan dan kegagalan di
pertanian berdmpak pada rumahtangga pada bergaia tingkat strategi pola nafkah ganda.

d. Lingkungan. Pertumbuhan sumber pendapatan non pertanian diharapkan dapat


menurunkan keinginan penduduk desa yang tidak bertanah untuk melakukan praktek
ekstraktif dalam lingkungan local untuk mempertahankan hidupnya.

e. Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai asset, akses terhadap sumberdaya yang
berbeda. Jarang dijumpai perempuan sebagai pemilik tanah, karena tingkat pendidikan
rendahsehingga terjadi diskriminasi akses dan alami subordinasi dalam hal akses
terhadap sumberdaya produktif maupun pengambilan keputusan. Karena itu,
diversifikasi berupa pola nafkah ganda dapat memperbaiki keamanan mata pencaharian
rumahtangga dan meningkatkan status perempuan.

Dampak Positif dan Negatif Pola Nafkah Ganda


Berbagai macam PNG dapat memberikan sumbangan bagi keberlanjutan mata
pencaharian sebuah komunitas, karena dapat meningkatkan ketahanan mereka dalam
menghadapi “bencana” yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Berkaitan dengan itu, mata
pencaharian individu atau keluarga membentuk pengelompokkan ekonomi dan sosial lebih
besar untuk mencapai tingkat ekonomi besar pula. Beberapa dampak yang menguntungkan
dari PNG ini antara lain dapat dilihat pada aspek :

a. Pendapatan. Penggunaan secara efektif-efisien berbagai sumber daya dan keterampilan


yang ada, akan memberikan keuntungan berupa peningkatan pendapatan.

b. Asset. Hasil yang diperoleh dari pola nafkah dapat digunakan untuk investasi,
memperbaiki kualitas dari asset, memperbaiki pengelolaan asset sehingga memberikan
manfaat lebih besar dan berkesinambungan bagi kelangsungan hidup.

c. Lingkungan. Keuntungan yang diperoleh dapat diinvestasikan bagi perbaikan


kualitas lingkungan alam yang menjamin kemampuan dan kesinambungan sumberdaya
alam dalam memberikan daya dukung bagi anggota lingkungannya.

55
d. Gender. PNG memberikan kesempatan yang lebih besar kepada perempuan untuk
memperoleh keadilan gender. PNG dapat memperbaiki kemampuan perempuan dalam
menciptakan pekerjaan yang variatif, memperbaiki kualitas gizi anak dan keluarga
karena sebagian besar pendapatan biasanya digunakan untuk kesejahteraan keluarga.

Selain itu, PNG dapat menimbulkan beberapa dampak yang kurang menguntungkan,
diantaranya ;

a. Distribusi pendapatan. Terjadi ketimpangan distribusi pendapatan antara golongan


miskin dan golongan kaya. Hal ini terjadi karena golongan kaya mampu melakukan
berbagai PNG yang lebih menguntungkan. Ini karena dengan akses dan kontrol terhadap
berbagai sumber daya.

b. Gender. Kesempatan laki-laki lebih dominan dalam memperoleh keuntungan dari PNG.
Sedangkan perempuan lebih banyak bergerak pada sektor domestik dan produksi
makanan.

4. Penguatan Kapasitas
Penguatan kapasitas individu dan keluarga, berkonsentrasi pada upaya meningkatkan
kemampuan untuk dapat mengatasi tindakan diskriminasi yang membatasii kesempatan
hidup mereka. Hal itu dapat dilakukan melalui upaya-upaya (Edge, 1997 dalam Tonny dan
Kolopaking, 2003) :

a. Mendorong keadilan gender melalui organisasi wanita, pengembangan


pengetahuan dan jaringan kerja.

b. Mendukung kapasitas etnik dan kebudayaan minoritas : mendukung hak azasi


manusia untuk bekerja, memperoleh pelayanan dan pendidikan, memperkuat identitas
budaya dan penengahan konflik.

c. Terhadap anak-anak: meningkatkan kesejahteraan fisik dan sosial, pendidikan,


organisasi sosial bagi anak jalanan, mengembangkan kapasitas anak jalanan, dan
menciptakan sistem pelayanan domestik bagi anak.

d. Mendukung kapasitas tokoh masyarakat untuk mengorganiasasikan perubahan,


lingkungan dan perumahan serta program bantuan darurat.
56
e. Mendukung kapasitas golongan tak mampu (disabilities), rehabilitasi berbasis
komunitas, pengembangan pendidikan, pelatihan dan keterampilan: membangun kerja
kelompok, dan pengembangan jaringan.

Daftar Kepustakaan
Du Bois. Brenda & Miley. (1992) Social Work An Empowering Profession. Allen and Bacon.

Friedlander, Walter A & Apte Robert Z.1982. Introduction to Sosial Welfare. New Delhi :
Prentice Hall of India Private Limeted.

Hutter, Mark. 1981. The Changing Family Comparative Perspectives. New York: John Wiley &
Son.

Kilpatrick, Allie C. & Holland, Thomas P. 2003. Working with Families: An Integrative Model
By Level of need. Boston: Allyn and Bacon.

Kottler, Jeffrey A. & Brown, Robert W. 2000. Introduction to Therapeutic Counseling: voices
from field. United States: Brooks/Cole – Thomson Learning.

Morales, Armando & B.W. Sheafor.1983. Sosial Work : A Profession of Many Faces. Boston :
Allyn and Bacon, Inc.

Nichols, M.P. 2006. Family Therapy. Concepts and Methods. Boston : Pearson Education, Inc.

Pincus, Allen & Anne Minahan.1973. Sosial Work Practice : Model and Method. Illionis :
Peacock Publishers, Inc.

Schneider, Robert L. & Lester, Lori. 2001. Sosial Work Advocacy: A New Framework for Action.
United States: Brooks/Cole Publishing Company.

Siporin, Max (1975). Introduction to Sosial Work Practice, New York: MacMillan.

Zastrow, Charles. 1982. Introduction to Sosial Welfare Institutions: Sosial Problems, Services,
and Current Issues. Illinois: The Dorsey Press.

57
Zastrow, Charles. 2000. Sosial Problems: Issues and Solutions. Canada: Wadsworth – Thomson
Learning.

Zeitlin, Marian et al. 1995. Strengthening the Family: Implication for International
Development. Tokyo: United Nations-University Press.

58

Anda mungkin juga menyukai