Anda di halaman 1dari 183

EFEKTIVITAS INTRADIALITYC EXERCISE AEROBIC

TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA : A
SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALYSIS

Tesis

Reski Ika Sah Putri


215119004

PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL
ACHMAD YANI CIMAHI
2020
EFEKTIVITAS INTRADIALITYC EXERCISE AEROBIC
TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN GAGAL GINJAL
KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA : A
SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALYSIS

Tesis

Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan Program Studi


Keperawatan Stikes Jendral A. Yani Cimahi

Reski Ika Sah Putri


215119004

PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL
ACHMAD YANI CIMAHI
2020
i
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Thesis yang berjudul “Efektivitas Intradialytic

exercise aerobic terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis tahun 2020 ” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian

didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari dtemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini.

Cimahi, 29 Maret 2021

Yang membuat pernyataan

Reski Ika Sah Putri

ii
PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN (S2)
SEKOLAH ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI TAHUN
2020

RESKI IKA SAH PUTRI


EFEKTIVITAS INTRADIALITYC EXERCISE AEROBIC TERHADAP KUALITAS
TIDUR PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA
: A SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW AND META- ANALISIS
xi + 158 halaman + 9 tabel + 5 gambar + 1 Bagan + 13 lampiran

ABSTRAK
Gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa meningkat 7% setiap tahunnya
dengan keluhan gangguan tidur dengan prevalensi 45% hingga 80% pada orang
dewasa. Intervensi exercise aerobic merupakan salah satu intervensi
keperawatan non farmakologi yang mampu mengatasi masalah tidur pada pasien
gagal ginjal kronis.Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengeksplorasi efektivitas
intradialityc exercise aerobic untuk mengatasi kualitas tidur pada pasien dengan
gagal ginjal yang menjalami hemodialisis.
Metode penelitian ini menggunakan pencarian literatur bersumber dari ProQuest,
PubMed, NCBI dan google schoolar dengan total 86 artikel dan 20 artikel yang
layak dianalisis, analisis dilakukan menggunakan Review Manager 5.4. dengan
tingkat kepercayaan 95%, Heterogenitas antar studi dinilai menggunakan uji
statistik dengan uji-chi, menggunakan random effect model.
Hasil penelitian benua asia memiliki nilai heterogenitas yang tinggi yaitu chi =
1109494.75 dengan pemberian saat 2 jam dialisis dengan durasi ≤ 60 menit,
karakteristik pasien ≥ 3 bulan menjalani HD, untuk mengukur kualitas tidur
menggunakan instrumen PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index).Hasil analisis
menunjukan intervensi dengan intradialityc exercise meningkatkan kualitas tidur
P value < 0.06 sehingga dapat disimpulkan Latihan intradialityc exercise aerobic
mampu menurunkan masalah tidur pada pasien hemodialisis.
Disarankan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi perawat di
ruangan hemodialisa untuk menerapkan intervensi intradialityc exercise aerobic
sesuai dengan standar operasional prosedur.

Kata kunci : Intradialytic exercie aerobic, kualitas tidur, gagal ginjal kronis
Daftar pustaka : 58 ( 2013-2020)

iii
STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCE (S2)

SCHOOL OF HEALTH SCIENCES JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2021

RESKI IKA SAH PUTRI


THE EFFECTIVENESS OF INTRADIALYTIC EXERCISE AEROBIC ON SLEEP
QUALITY OF CHRONIC RENAL FAILURE PATIENTS THROUGH
HEMODIALYSIS: A SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW AND META-
ANALYSIS
xi + 158 pages + 9 tables + 5 pictures + 1 charts + 13 appendix

ABSTRACT

The chronic renal failure undergoing hemodialysis increases 7% annually causing


sleep disorders is more prevalence in adults by 45% to 80%. Aerobic exercise
which is non-pharmacological nursing interventions is known as an approach to
overcome sleep disorder in chronic renal failure patients. The aim in this study is
to review the relevant studies in the effectiveness of intradialytic exercise aerobic
to address sleep quality in patients with renal failure undergoing hemodialysis.
This research method uses literature searches sourced from ProQuest, PubMed,
NCBI, and google scholar with a total of 86 articles and 20 articles that are worth
analyzing, the analysis was carried out using Review Manager 5.4. with a 95%
confidence level, heterogeneity between studies was assessed using a statistical
test with the chi-test, using a random-effects model.
The studies in the Asian continent showed that the treatment on patients (2 hours
of dialysis with a duration of ≤ 60 minutes) that have characteristics ≥ 3 months
undergone HD, resulted high heterogeneity value by chi = 1109494.75. The sleep
quality was measured by Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) instrument.
Moreover, the intradialytic exercise evidently improved sleep quality (p-Value
<0.06). It can be concluded that intradialytic exercise aerobic has a significant
impact in reducing sleep disorders in hemodialysis patients.
Therefore, the intradialytic exercise aerobic by standard operational procedures
can be refered as a routine intervention for nurses in the hemodialysis room.

Keywords : intradialytic exercise aerobic, sleep quality, chronic renal failure


Bibliography : 58 (2013 – 2020)

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa di limpahkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Efektivitas Intradialytic Exercise Aerobic Terhadap Kualitas Tidur

Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Tahun 2020” .

Adapun maksud dari pembuatan tesis ini untuk menyelesaikan

pendidikan program S2 Keperawatan di Stikes Jendral Achmad Yani Cimahi.

Terselesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh

berbagai pihak. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih

dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah

membantu jalannya penulisan ini khususnya keluarga tercinta yang telah

memberi dukungan dan doa dan juga penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Dr. Gunawan Irianto, M.kes (MARS) selaku ketua Stikes Jenderal Achmad

Yani cimahi

2. Dr. Iin Inayah, S.Kp., M.Kep selaku ketua program studi S2 ilmu

keperawatan

3. Dr. Linlin Lindayani, Phd selaku pembimbing satu yang telah sabar

memberikan bimbingan, arahan, saran, dan motivasi selama proses

pembuatan thesis

4. Fauziah Rudhiati, M.Kep., Ns. Sp.Kep.An selaku pembimbing dua yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, saran dalam

penyusunan thesis

5. Dr. Yayat Suryati., S.Kp., M.Kep selaku penguji pertama yang telah memberi

masukan dan membimbing

v
6. Murtiningsih.,Skp., M.Kep., Sp.Mat selaku penguji kedua yang telah memberi

masukan dan membimbing

7. Orang tua tercinta bapak abdul hakim dan ibu renny henda haryani, Amd.keb

yang telah memberikan dukungan, mendoakan, memotivasi, memberikan

semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini.

Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun

kekurangan yang ada pada tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca untuk menambah pengetahuan.

Cimahi, 29 Maret 2021

Reski Ika Sah Putri

vi
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.


PERNYATAAN .................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 9
1. Tujuan Umum ........................................................................................... 9
2. Tujuan khusus......................................................................................... 10
D. Manfat Penelitian ........................................................................................ 10
1. Teoritis .................................................................................................... 10
2. Praktis..................................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 12
A. Konsep Dasar Gagal Ginjal kronik............................................................... 12
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik ............................................................... 12
2. Klasfikasi Gagal Ginjal Kronis ................................................................. 13
3. Penyebab Gagal Ginjal Kronis ................................................................ 14
4. Komplikasi .............................................................................................. 18
5. Penatalaksanaan Gagal ginjal kronis ...................................................... 19
B. Konsep Hemodialisis ................................................................................... 20
1. Definisi hemodialisis................................................................................ 20
2. Tujuan Hemodialisis ................................................................................ 21
3. Komplikasi Hemodialisis ......................................................................... 22
C. Konsep Dasar Kualitas Tidur....................................................................... 23
1. Konsep Tidur .......................................................................................... 23

vii
a. Definisi Tidur ........................................................................................... 23
b. Fisiologi Tidur.......................................................................................... 24
c. Tahapan Tidur ......................................................................................... 25
d. Fungsi Tidur ............................................................................................ 27
e. Faktor – faktor yang mempengaruhi tidur ................................................ 28
2. Gangguan Tidur ...................................................................................... 30
3. Kualitas Tidur .......................................................................................... 32
4. Alat Ukur Kualitas Tidur .......................................................................... 35
5. Masalah Tidur Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa ................................................................................................ 37
D. Konsep Dasar Intradialityc .......................................................................... 39
1. Pengertian intradialityc ............................................................................ 39
2. Manfaat ................................................................................................... 40
3. Intradialytic exercise pada pasien hemodialisis ....................................... 40
4. Perubahan Fisiologis yang terjadi dengan intradialytic exercise .............. 41
5. Jenis Intradialytic Exercise Pada Pasien Hemodialisa ............................. 43
6. Proses Intradialytic Exercise ................................................................... 46
7. Durasi dan frekuensi exercise ................................................................. 48
8. Pengaruh exercise Aerobic terhadap kualitas tidur ................................. 49
9. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Intradialytic exercises aerobic
pada pasien hemodialisa ............................................................................ 50
E. Konsep Teori dan Model Keperawatan Dorothea E. Orem ......................... 51
1. Pengertian Self Care ............................................................................... 51
2. Dimensi Self-Care ................................................................................... 53
F. Kerangka Teori ............................................................................................ 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 63
A. Desain Penelitian ........................................................................................ 63
B. Variabel....................................................................................................... 63
C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi .......................................................................... 48
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 48
1. Identifikasi Masalah dan kata kunci ......................................................... 49
3. Strategi Pencarian Data .......................................................................... 50
4. Screening................................................................................................ 51

viii
5. Penilaian Kualitas ................................................................................... 51
6. Ekstraksi Data ......................................................................................... 52
E. Resiko Bias ................................................................................................. 53
F. Analisa Data ................................................................................................ 53
G. Etika Penelitian ........................................................................................... 54
1. Avoiding Redundant (Duplicate) Publication ........................................... 54
2. Avoiding Plagiarism................................................................................. 54
3. Ensuring Accuracy .................................................................................. 54
4. Transparency .......................................................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 56
A. Hasil Penelitian.............................................................................................. 56
1. Hasil Pencarian ........................................................................................... 56
2. Ekstraksi Data ............................................................................................. 59
3. Hasil Assesment Kualitas Studi ................................................................... 74
a. Figure Resiko Bias .................................................................................. 75
1) Bias Total Keseluruhan Studi ............................................................. 75
2) Deteksi Bias Berdasarkan Studi ......................................................... 76
4. Hasil Analisis Utama .................................................................................... 77
b. Efektifitas Intradilityc Exercise Aerobic Terhadap Kualitas Tidur ............. 79
c. Subgroup analisis .................................................................................... 81
B. PEMBAHASAN ........................................................................................... 87
C. IMPLIKASI PENELITIAN............................................................................. 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 94
A. Kesimpulan ................................................................................................. 94
B. Saran .......................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 97
LAMPIRAN ...................................................................................................... 102

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyebab Gagal Ginjal Kronis ............................................................. 14

Tabel 2. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis .................................................. 20

Tabel 3. Jenis-Jenis Exercise ............................................................................ 45

Tabel 4. Analisa PICO ....................................................................................... 49

Tabel 5. Ekstraksi Data ...................................................................................... 73

Tabel 6. Assesment Kualitas Studi..................................................................... 74

Tabel 7. Siklus Intradialityc ................................................................................ 77

Tabel 8. Lama Intervensi ................................................................................... 78

Tabel 9. Data Analisa......................................................................................... 83

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pathway gagal ginjal kronis .............................................................. 16

Gambar 2. Efek Intradialityc Exercise ................................................................ 50

Gambar 3. Hasil pengkajian resiko bias ............................................................. 75

Gambar 4. Deteksi Bias ..................................................................................... 76

Gambar 5. Plot Efek Intradialityc Exercise ......................................................... 79

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Prisma Flow Chart .............................................................................. 58

xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit ginjal adalah masalah kesehatan masyarakat global yang

mempengaruhi lebih dari 750 juta orang di seluruh dunia (Kassebaum, 2016

; Bikbov.et.al, 2018). Menurut WHO hampir 10% populasi didiagnosis

penyakit ginjal kronis di dunia. 10% dari pasien gagal ginjal menjalani

perawatan dialisis atau transplantasi agar bisa mempertahankan hidup.

Terdapat 30.869 jiwa yang terdiagnosis mengalami gagal ginjal dan 33.291

pasien yang terdiagnosa gagal ginjal dan menjalani terapi hemodialisis tahun

2016 (Jain et al, 2019). Sedangkan dari tingkat keparahan dan dampak dari

penyakit ginjal dibandingkan dengan negara maju, negara berkembang

memiliki dampak penyakit ginjal yang lebih besar terhadap kehidupan. Di

negara berkembang prevalensi penyakit ginjal kronis adalah 14,3% dan

36,1% berisiko tinggi (Ene-Iordache et al, 2016). Data menunjukkan bahwa

2,9 juta orang membutuhkan dialisis, ketersediaan dialisis kurang dari 66%

dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya (Bikbov et al.,

2020).

Gagal ginjal kronis di Indonesia sering terjadi pada usia ≥15 tahun

pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,0% dan meningkat pada tahun 2018

menjadi 3,8% dari jumlah penduduk di Indonesia (Kementerian

1
2

Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018). Hasil Riset

Kesehatan dasar angka kejadian yang menderita gagal ginjal sebanyak 2

per 1000 penduduk dan angka kejadian penderita batu ginjal sebesar 0,6%.

Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah yaitu 0,5% (Kemenkes, 2018). Gagal

ginjal mengalami peningkatan setiap tahunnya 70 persen dari penyakit ginjal

tersebut mengalami tingkatan stadium akhir hal ini didukung dengan

semakin meningkatnya prevalensi penyakit hipertensi dan diabetes melitus

setiap tahunnya dan menduduki angka kematian tertinggi didunia.

Berdasarkan data Fresenius Medical Care secara global jumlah pasien yang

mendapatkan perawatan dengan kasus gagal ginjal kronis sebanyak

3.010.000 pada akhir tahun 2017, jumlah ini akan terus meningkat 7% setiap

tahunnya. Gagal ginjal menempati urutan ke-18 dalam daftar penyakit

penyebab mortalitas dari sejumlah angka kematian global yaitu 16,3 per 100

ribu.

Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau gagal ginjal kronis

merupakan penyakit ginjal stadium akhir, fungsi ginjal penderita gagal ginjal

kronis biasanya tidak mencapai 10 persen dari fungsi normalnya (V. Nannan

Panday.et.al, 2017). gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal

yang progresif dan ireversibel dimana tubuh mengalami kegagalan untuk

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit,

sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan nitrogen lain dalam darah)

(Arianti, Rachmawati, Marfianti ,2020)

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik

adalah beberapa zat psikostimulan (sepertitaurin, amfetamin, kafein, ekstrak

ginseng) yang terdapat dalam minuman supelemen energi dapat


3

memperberat kerja ginjal. Zat-zat tersebut jika dikonsumsi dalam jangka

waktu yang lama dapat mempersempit pembuluh darah arteri ke ginjal

sehingga darah yang menuju ke ginjal berkurang. Selain itu zat-zat lain yang

terkandung dalam minuman suplemen energi seperti pemanis buatan (pada

umumnya menggunakan aspartam), pewarna buatan, dan bahan pengawet,

juga turut berperan merusak organ ginjal dan merokok merupakan faktor

resiko gagal ginjal kronis karena dapat meningkatkan pacuan simpatis yang

akan berakibat pada peningkatan tekanan darah, takikardi, dan penumpukan

katekolamin dalam sirkulasi, sehingga pada perokok akut sering diikuti

dengan peningkatan ketahanan pembuluh darah ginjal sehingga terjadi

penurunan laju filtrasi glomerulus dan fraksi filter (Ariyanto et al, 2018).

Berdasarkan data dalam Riskesdas, 2013 pasien berusia > 75 tahun

menduduki ranking teratas untuk kelompok pasien gagal ginjal kronis, yaitu

sebesar 0,6% lebih tinggi dari kelompok usia yang lansia. Sedangkan pada

kelompok menurut jenis kelamin, prevalensi pria penderita gagal ginjal kronis

di Indonesia sebesar 0,3 persen dimana angka ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan penderita gagal ginjal kronis pada wanita yaitu 0,2%

(Forwaty, Malini, Oktarina, 2019). Hal ini didukung oleh penelitian Arianti,

2020 faktor resiko yang menyebabkan gagal ginjal antara lain usia menjadi

salah satu faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronis, semakin tua usia

seseorang maka risiko terjadinya gagal ginjal kronis semakin besar, jenis

kelamin laki-laki sebesar 64,8% sedangkan wanita 35,2% hal ini didukung

oleh studi epidemiologi yang menunjukkan bahwa penurunan fungsi ginjal

yang berkaitan dengan usia berhubungan dengan hipertensi sistemik,

aktivitas merokok, dislipidemia, penyakit aterosklerosis, obesitas dan


4

hipertensi dan diabetes mellitus menjadi dua penyebab tertinggi (Arianti,

Rachmawati, Marfianti, 2020).

Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis sekitar 80 persen

mempertahankan hidup yang berdampak mengalami penurunan mortalitas

dan mordibitas bahkan mengalami penurunan kualitas hidup, depresi,

kualitas tidur, selain itu lamanya jam hemodialisis sekitar 12-18 jam

seminggu, hal ini menurunkan imobilisasi yang berpengaruh terhadap

penurunan aktivitas dan kelemahan otot (Wulandari, Imanuel Sri Mei, 2015).

Pasien gagal ginjal yang menjalani terapi harus menjaga keteraturannya

dalam melakukan hemodialisa (Nur, Johan, Hermaini, 2020).

Terapi hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis sering memiliki

keluhan seperti gangguan pernapasan yang berhubungan dengan kesulitan

tidur. Prevalensi gangguan tidur dari 50 % menjadi 28.5% diantara pasien

dengan gagal ginjal tahap akhir (Pius, Herlina, 2019). Berdasarkan

pengamatan di Rumah Sakit Stella Maris Makassar (periode Maret-April

2017) dari 60 pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa

yang terdeteksi mengalami gangguan tidur sekitar 50% (Natale et al, 2019).

Keluhan gangguan tidur menjadi umum dan sering dilaporkan oleh pasien

gagal ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisa, Tingkat prevalensi dari

setiap gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronis berkisar dari 45%

hingga 80% pada orang dewasa.

Gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa muncul karena beberapa faktor yaitu fisiologis dan psikologis

yang disebabkan oleh faktor kelemahan fisik, kelelahan dan gangguan

pernapasan, Selain itu, faktor psikologis dimana pasien dalam keadaan


5

kebingungan, depresi atau mengalami paranoid yang akan terjadi pada

dirinya, sedangkan faktor fisik yaitu pasien gagal ginjal akan mengalami

kelebihan cairan, peningkatan kadar ureum dan creatinin dalam darah,

penurunan kadar hemoglobin sehingga menghambat aktivitas dan sering

terjadi kelemahan, adanya faktor lingkungan yang dapat memicu munculnya

gangguan tidur (Wulandari, Imanuel Sri Mei, 2015). Pasien yang menjalani

hemodialisa biasanya menjalani dialisis dua atau tiga kali seminggu selama

tiga sampai empat jam per sesi yang akan mempengaruhi aktivitas sehari-

hari (zazzeroni et al, 2017). kualitas tidur yang buruk dihubungkan dengan

waktu dialisis menjadi yang faktor risiko penting untuk insomnia (Sabbatini

et al, 2018). Selain itu, prevalensi insomnia jauh lebih tinggi pada pasien usia

lanjut dengan gagal ginjal kronis dan pasien yang telah menjalani dialisis

untuk jangka waktu yang lebih lama (Elder et al, 2018).

Gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa selain menyebabkan kualitas tidur yang buruk, masalah tidur

juga memberikan dampak negatif pada fisik dan mental serta dapat

mengarah pada penurunan penampilan pasien seperti disfungsi kognitif dan

memori, mudah marah, penurunan konsentrasi (Safruddin, 2016). Selain itu,

dampak lainnya dari lamanya jangka hemodialisis akan mengakibatkan

terjadinya peningkatan hormon paratiroid, osteodistrofi renal, gangguan

nafas saat tidur dan kantuk di siang hari yang berlebihan. Penyakit ginjal

kronis salah satu penyakit yang dapat menyebabkan masalah fisik yang

menyebabkan kelelahan sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari,

menimbulkan perasaan khawatir yang dapat berpengaruh pada kualitas tidur

(Ningrum, Imardiani, Rahma, 2017).


6

Terdapat banyak jenis latihan fisik intradialityc yang aman dan efektif

bagi pasien gagal ginjal kronis yang mengalami masalah tidur, diantaranya

intradialityc yang biasa dilakukan atau yang diterapkan antara lain

intradialityc aerobic exercise, intradialityc increased physical activity

improves, intradialityc relaxation therapy dan intradialityc hypnotherapy

(Nurfianti, An , 2019). Menurut Mitchel et.al, 2015 intervensi potensial yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur dengan energi konservasi,

manajemen aktifitas yaitu dengan intradialytic exercise, Intradialytic exercise

didefinisikan sebagai pergerakan terencana, terstruktur yang dilakukan untuk

memperbaiki kebugaran fisik yang bermanfaat untuk mempertahankan dan

meningkatkan kesehatan. selain itu, Intradialytic exercise merupakan latihan

yang dilakukan pada saat menjalani hemodialisis. Pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Nefrologi di Canada dinyatakan bahwa intradialytic exercise

dapat meningkatkan aliran darah otot dan peningkatan jumlah area kapiler

pada otot yang sedang bekerja sehingga akan menghasilkan aliran urea dan

racun-racun yang lainnya dari jaringan ke area vaskuler yang dipindahkan

pada dialiser (Amanu, 2015).

Latihan intradialisis yang dilakukan dirumah maupun di pusat-pusat

dialisis memberikan manfaat bagi pasien yang menjalani hemodialisis

dikarenakan metode latihan yang aman, ekonomis, dapat diakses dan bisa

dilakukan untuk kelompok pasien dengan gagal ginjal , ada banyak jenis

latihan fisik intradialityc yang aman dan efektif bagi pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis, diantaranya intradialisis yang biasanya di

lakukan atau yang diterapkan antara lain intradialytic yang bermanfaat untuk

meningkatkan kualitas tidur pasien dengan gagal ginjal kronis yang


7

menjalani hemodialisis menurut beberapa sumber penelitian yaitu

intradialityc aerobic training , intradialityc Increased physical activity

improves , intradialityc relaxation therapy, meditation, hypnotherapy

(Nurfianti, An, 2019). latihan rutin aerobik akan meningkatkan aktivitas fisik

yang berkembang dengan baik dapat membawa banyak manfaat dalam

proses pencegahan atau rehabilitasi penyakit, memperkuat muskuloskeletal ,

sistem cardiorespira-tory pasien yang menderita penyakit ginjal kronis (M. J.

de D. Morais et al, 2019).

Masing – masing intradialytic tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangan pada setiap intervensinya baik dalam tingkat keamanan,

kemampuan dan dalam bidang ekonomi. Intervensi yang dilakukan pada

pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis efektif dalam mengatasi

kualitas tidur , hasil penelitian Strippoli GFM et al, 2019) menyebutkan hasil

bahwa hasil intervensi yang sangat rendah, teknik relaksasi memiliki efek

yang tidak terlalu signifikan pada kualitas dan durasi tidur, yang

berhubungan dengan kesehatan, depresi, kecemasan, dan kelelahan. Selain

itu tidak dirancang untuk mengevaluasi efek relaksasi pada latensi tidur atau

perawatan di rumah sakit sehingga latihan intradialityc ini memiliki efek pasti

pada kualitas tidur (Natale et al, 2019) , sedangkan pada latihan intradialytic

exercise aerobic dengan intensitas sedang sangat direkomendasikan

untuk pasien yang sedang menjalani hemodialisis karena dapat

menurunkan insomnia (Forwaty, Malini, Oktarina, 2019).

Salah satu metode terapi kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas

tidur adalah intradialityc exercise aerobic. exercise yang diberikan berupa

aerobic exercise yang terdiri dari gerakan flexibility atau stretching pada
8

ekstremitas bawah aerobik reguler yang terdiri dari 5 menit pemanasan dan

10 hingga 30 menit bersepeda dan 20 menit pendinginan, pasien yang

melakukan latihan aerobik dalam posisi telentang dengan gerakan

bersepeda pada tungkai bawah dan dengan lengan terlentang sepanjang

pinggul dan di sisi tubuh dan tahap pendinginan yang berlangsung selama

20 menit, di mana pasien diinstruksikan untuk tetap serileks mungkin

(Zazzeroni et al, 2017), intradialityc dilakukan selama dua jam pertama

setiap sesi dialisis (3 sesi per minggu). Kemudian hasil akhir pada pasien

gagal ginjal kronis yang mengalami keluhan gangguan tidur di ukur dengan

polisomnografi dan PSQI didapatkan hasil bahwa olahraga meningkatkan

kualitas tidur walaupun tidak secara signifikan (Clarkson et al, 2019).

Intradialityc exercise aerobic atau latihan pada ekstremitas bagian

anggota tubuh bagian atas dan bawah merupakan salah satu intervensi non

farmakologis yang sangat efisien dan relatif cukup aman karena tidak

melakukan tindakan invasif atau melukai jaringan tubuh pasien sehingga

dapat dilakukan oleh siapa saja, sesuai dengan standar operasional

prosedur (SOP) yang ada (Ambarsari, 2015). Namun terapi ini belum

diaplikasikan oleh tenaga medis di ruang hemodialisa di Rumah sakit. Saat

ini, perawat di ruang hemodialisa rumah sakit melaksanakan intervensi dan

perawatan standar. Terapi ini merupakan alternatif intervensi keperawatan

untuk perawat di ruang haemodilisa, karena perawat 24 jam berada di

samping pasien selama menjalani haemodialisa.

Literatur yang menjelaskan intradialityc exercise aerobic pada pasien

gagal ginjal yang menjalani hemodialisis sudah banyak di terapkan di luar

negeri khususnya negara maju baik di ruang hemodialisis ataupun dirumah,


9

Intervensi exercise aerobic bisa mengatasi masalah-masalah pada pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis salah satunya adalah

masalah kesulitan tidur (Ferrari et al, 2020). Berdasarkan dari penelitian

yang meneliti tentang intradialityc aerobic di dapatkan hasil yang baik

dengan latihan aerobic pada pasien hemodialisis tetapi dengan populasi

terbatas, pasien hemodialisis 50% hingga 80% pasien yang memiliki keluhan

tidur (dalam penelitian hanya 55%) (M. J. D. Morais et al, 2019). Selain itu,

terdapat perubahan yang signifikan sistem tubuh pada saraf, kardiovaskular,

pernapasan, muskuloskeletal dan endokrin / metabolik. Latihan fisik

mengarah pada peningkatan kapasitas fungsional, mengurangi risiko

penyakit kardiovaskular dan memperbaiki struktur psikologis, sehingga

pelaksanaan program exercise aerobic selama hemodialisis adalah

intervensi yang aman dan efisien yang membantu meningkatkan kinerja fisik,

status gizi, memperbaiki kualitas tidur, respons anabolik, dan kekuatan otot

(M. J. de D. Morais et al, 2019). Berdasarkan literature diatas peneliti tertarik

untuk mengembangkan intervensi intradialityc exercise aerobic.

B. Rumusan Masalah

Sehingga dapat disumpulkan berdasarkan latar belakang maka rumusan

masalah adalah pada systematic riview ini adalah apakah intradialityc

aerobic efektif untuk mengatasi kualitas tidur pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan sintesis hasil penelitian

kualitatif untuk mengeksplorasi efektivitas intradialityc exercise aerobic


10

untuk mengatasi kualitas tidur pada pasien dengan gagal ginjal kronis

yang menjalami hemodialisa

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain:

a. Menganalisis secara keseluruhan intervensi intradialityc exercise

aerobic terhadap kualitas tidur pasien dengan gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisa.

b. Menganalisis efektivitas dan manfaat pemberian intervensi

intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur pasien dengan

gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

c. Menganalisis intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur

pasien dengan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

D. Manfat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah keabsahan ilmu

keperawatan terutama pengembangan latihan intradialytic exercise

aerobic dijadikan dasar dalam mengembangkan intervensi

keperawatan khususnya keperawatan medical bedah dalam

memberikan latihan untuk memperbaiki kualitas tidur pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis

2. Praktis

a. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence based

praktik bagi tempat penelitian dalam memberikan manajemen non


11

farmakologis sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas tidur

pasien gagal ginjal kronis

b. Bagi Pendidikan Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat diharapkan sebagai pengembangan

pengetahuan dan dapat memberikan kontribusi serta pengetahuan

mahasiswa terhadap intervensi keperawatan dari intradialytic

exercise aerobic sebagai salah satu terapi komplementer yang

dapat meningkatkan kualitas tidur pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis.

c. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dan pemahaman bagi peneliti selanjutnya tentang intradialytic

exercise aerobic yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal

ginjal kronis.
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal kronik

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang

menahun mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak

reversible dan progresif. Adapun gagal ginjal kronis adalah fase terakhir

dari gagal ginjal kronik dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal

tersebut bisa dibedakan dengan tes klirens kreatinin (Herdiana, 2015)

Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis

dengan berbagai macam penyebab, akibat dari perubahan fungsi nefron

yang mengalami kerusakan secara terus menerus dalam waktu yang

lama hingga menjadi stadium akhir,ini merupakan keadaan dimana

lebih banyak nefron rusak secara progresif sampai ginjal tidak mampu

lagi berfungsi dengan semestinya (Sugiyono, 2016).

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan menurunnya

fungsi ginjal yang bersifat kronis akibat kerusakan progresif sehingga

terjadi uremis atau penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah

nitrogen di dalam darah (Priyanti & Farhana, 2016).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik

merupakan telah terjadi penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu

yang lama disertai tanpa gejala yang muncul sehingga terjadi

ketidakmampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah.


13

2. Klasfikasi Gagal Ginjal Kronis

Fungsi utama ginjal adalah untuk membuang produk sisa

metabolisme dan mengatur kadar elektrolit, asam basa, dan tekanan

darah dalam tubuh, memproduksi eritropoietin (hormon yang diperlukan

untuk memproduksi sel-sel darah merah) dan membantu untuk

memproduksi vitamin D. Saat terjadi penurunan fungsi ginjal, terjadi

penumpukan produk sisa metabolisme dan cairan di dalam tubuh,

menyebabkan gangguan fungsi tubuh -suatu kondisi kesehatan yang

dikenal sebagai gagal ginjal kronis. Berikut klasifikasi gagal ginjal kronis

yaitu :

a. Stadium I, Gangguan fungsi ginjal 51%-80% dari fungsi ginjal

normal, dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini

kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita

asimptomatik.Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan

test pemekatan kemih dan test Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

secara seksama.

b. Stadium II , dinamakan insufisiensi ginjal, pada stadium ini, 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak, LFG besarnya 25% dari

normal, kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari

normal, gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari

sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan).

c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia,

sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya

sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh dan nilai LFG hanya

10% dari keadaan normal.Gagal ginjal berat hanya 15%-25% dari


14

fungsi ginjal, saat pasien mengalami gagal ginjal stadium akhir

pasien akan membutuhkan perawatan dialisis atau transplatasi

ginjal untuk bertahan hidup (Kumar, 2016).

3. Penyebab Gagal Ginjal Kronis

Tabel 1. Penyebab Gagal Ginjal Kronis

No Penyebab Presentase

1 Penyakit ginjal hipertensi 35%

2 Nefropati diabetika 26%

3 Glomerulopati primer 12%

4 Nefropati obstruksi 8%

5 Pielonefritis kronik 7%

6 Nefropati asam urat 2%

7 Ginjal polikistik 1%

8 Nefropati lupus 1%

9 Sebab lain 6%

10 Tidak diketahui 2%

Dikutip dari : Indonesian renal registry

Penyebab utama gagal ginjal ginjal kronik sangat bervariasi

antara satu negara dengan negara lain. Penyebab utama gagal

ginjal kronik di Amerika Serikat diantaranya yaitu Diabetes Mellitus

(DM) tipe 2 merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik

sebesar 37% sedangkan tipe 1 7%. Hipertensi menempati urutan

kedua sebesar 27%. Urutan ketiga penyebab gagal ginjal kronik

adalah glomerulonefrtitis sebesar 10%, nefrtitis interstisialis 4%,

dilanjutkan dengan nefritis interstisialis, kista, neoplasma serta

penyakit lainnya yang masing-masing sebesar 2%. Perhimpunan


15

Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2014 menyebutkan bahwa

penyebab gagal ginjal di Indonesia diantaranya adalah

glomerulonefritis 46.39%, diabetes melitus 18.65% sedangkan

obstruksi dan infeksi sebesar 12.85% dan hipertensi 8.46%

sedangkan penyebab lainnya 13,65%. dikelompokkan pada sebab

lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat,

penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak

diketahui (Darmawan, 2019). Etiologi gagal ginjal kronik dapat

disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,

glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat

dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter seperti penyakit

ginjal polikistik (Brunner & Suddarth, 2008).


16

PATHWAY GAGAL GINJAL KRONIS

Penyakit ginjal: ( Penyakit dari luar ginjal: (DM,


glomerulonefritis, hipertensi, kolesterol,dyslipidemia
pyelonefritis,ureteritis,nefrolitia
sis, polcystis kidney, trauma
pada ginjal, obstruksi
(batu,tumor)

Gagal ginjal kronis

Retensi cairan, natrium aktivasi RAA Peningkatan


permeabilitas vaskular BUN dan kreatinin
meningkat

Penumpukan cairan/ cairan berlebih Filtrasi cairan


keintertisial Peradangan pada
mukosa saluran GI oleh
Respon asidosis metabolik & sindr urea yang berlebihan
om uremi pada RR: pernapasan Retensi sodium,
kussmaul, dyspnea, odema peningkatan volume
pulmonary, pleurisy, efusi pleura cairan ekstrasel, Pemecahan urea
hipernatremia, oleh bakteri

Ketidakrfektifan pola nafas Edema


Pe amonia

Kelebihan volume cairan

Penumpukkan kristal urea di Anoreksia,


kulit mual, muntah

Pluritus/gatal- gatal, kulit Ketidakseimbangan nutrisi


kering kurang dari kebutuhan
tubuh

Gangguan integritas
kulit Gambar 1.Pathway Gagal Ginjal Kronis

(Elizabeth, 2016)
17

Pasien gagal ginjal kronis stadium 1 sampai 3 dengan GFR ≥ 30

mL/menit/1,73 m2 memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini

masih belum ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya,

gejala-gejala tersebut dapat ditemukan pada gagal ginjal kronis stadium 4

dan 5 (dengan GFR < 30 mL/menit/1,73 m2) bersamaan dengan poliuria,

hematuria, dan edema. Selain itu, ditemukan juga uremia yang ditandai

dengan peningkatan nitrogen di dalam darah, gangguan keseimbangan

cairan elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang akan menyebabkan

gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh (Darmawan, 2019).

Manifestasi klinis gagal ginjal kronis tidak spesifik dari biasanya

ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, gagal ginjal

kronis biasanya asimtomatik Tanda dan gejala gagal ginjal kronis

melibatkan berbagai system organ, diantaranya (Tanto, 2014) :

a. Gangguan keseimbangan cairan seperti oedema perifer, efusi

pleura, hipertensi, asites. Gangguan elektrolit dan asam basa

ditandai dengan gejala hyperkalemia, asidosis metabolic (nafas

Kussmaul), hiperfosfatemiac.

b. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi seperti metallic taste, mual,

muntah, gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi. Kelainan kulit: kulit

terlihat pucat, kering, pruritus, ekimosise.

c. Gangguan metabolik endokrin yang biasa akan terjadi dislipidemia,

gangguan metabolik glukosa, gangguan hormon seks

d. Gangguan hematologi meliputi anemia (dapat mikrositik hipokrom

maupun normositik normokrom), gangguan hemostatis


18

4. Komplikasi

Komplikasi hematologis penyakit gagal ginjal kronik menurut

O’Callaghan adalah anemia. Anemia merupakan komplikasi yang

sering terjadi, bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi

lainnya dan pada hampir semua pasien gagal ginjal kronis. Anemia

sendiri juga dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas secara

bermakna dari gagal ginjal kronis. Anemia pada pasien dengan gagal

ginjal kronis sebagai prediktor risiko terjadinya kejadian kardiovaskular

dan prognosis dari penyakit ginjal sendiri. Menurut data dari the third

national health and examination survey (NHANES III) yang dikutip oleh

penelitian Ayu, 2010 bahwa kejadian anemia yang ditandai dengan

kadar hemoglobin < 11g/dl sebesar 80.000 pada pasien pradialisis

dengan LFG kurang dari 60ml/mnt/1,73 (gagal ginjal kronis stadium 3-5),

kejadian anemia dengan kadar hemoglobin kurang atau sama dengan

12 g/dl adalah sebesar 50%. Anemia pada gagal ginjal kronis ditandai

dengan morfologi normositer, setelah disingkirkan kemungkinan anemia

karena sebab lain seperti anemiakarena hemodialisis, kekurangan zat

besi, asam folat atau B12 dan keganasan, baik keganasan hematologi

maupun bukan hematologi (Pali, 2012).

Menurut Runtung, 2013 terjadinya anemia disebabkan karena

tidak ada atau berkurangnya eritropoietin. Derajat anemia juga berkaitan

dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga semakin rusak ginjal dan

semakin menurun fungsinya, maka hemoglobin (Hb) juga semakin

rendah.
19

Selain itu, anemia dapat disebabkan karena sindrom uremia.

Yang dapat menyebabkan inaktif eritropoietin terhadap eritropoietin dan

serum pada uremik dapat menghambat proliferasi pregnitor eritroid.

Setiap terjadi kenaikan urea dalam darah sebanyak 10 mmol/L akan

menyebabkan penurunan hemoglobin dalam darah sebanyak 2 g/dl

(Kemenkes, 2011).

5. Penatalaksanaan Gagal ginjal kronis

Menurut (Mettang, 2016) Penatalaksanaan pada pasien dengan gagal

ginjal kronis dibagi tiga yaitu :

a. Konservatif

1) Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin

2) Observasi balance cairan

3) Observasi adanya odema

4) Batasi cairan yang masuk

b. Dialysis

1) Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus

emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja

yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori

Peritonial Dialysis )

2) Hemodialisis yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif

di vena dengan menggunakan mesin.Pada awalnya hemodiliasis

dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah

maka dilakukan :

3) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


20

4) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke

jantung

c. Operasi

1) Pengambilan batu

2) transplantasi ginjal

Tatalaksana gagal ginjal kronis tergantung pada derajat atau stadium dari

penyakit tersebut.Tatalaksana sesuai derajatnya dapat dilihat pada tabel:

Tabel 2. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis

Derajat GFR (ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi


komorbid, evaluasiperburukan
(progression) fungsi ginjal,
danmeminimalisir risiko kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapikomplikasi

4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)

Dikutip dari :KDOQI clinical practice guidelines for chronic kidney disease

B. Konsep Hemodialisis

1. Definisi hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi

pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau

racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran

semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
21

buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Rendi,

2012).

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada

pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka

pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu) atau pada pasien

dengan gagal ginjal kronik stadium akhir yang memerlukan terapi jangka

panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel

menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter

bagi ginjal yang terganggu fungsinya (M. J. de D. Morais et al, 2019).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

hemodialisis adalah suatu terapi yang digunakan untuk menggantikan

fungsi ginjalyang rusak dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan

mesin hemodialisis, yang nantinya akan terjadi proses difusi, osmosis dan

ultrafiltrasi yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolesme dalam

tubuh.

2. Tujuan Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu terapi yang mempunyai beberapa

tujuan. Tujuan dari hemodialisis itu sendiri diantaranya adalah untuk

menggantikan fungsi kerja ginjal untuk proses ekskresi (membuang

produk sisa metabolisme dalam tubuh, misalnya ureum, kreatinin, dan

produk sisa metabolisme lainnya), fungsi lainnya seperti menggantikan

fungsi ginjal untuk mengeluarkan cairan tubuh yang pada saat ginjal

masih sehat cairan tersebut dikeluarkan berupa urin, meningkatkan

kualitas hidup pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal serta

mempunyai fungsi untuk menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu


22

pengobatan lainnya (Wolfman, 2013), selain itu menurut (Darmawan,

2019) tujuan hemodialisis teridiri dari :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang

sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan

sisa metabolisme yang lain.

b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan

fungsi ginjal.

d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan

yang lain

3. Komplikasi Hemodialisis

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut

yaitu: hipotensi yang terjadi selama terapi dialisis ketika cairan

dikeluarkan, emboli udara merupakan komplikasi yang jarang terjadi

tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien,

pruiritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika metabolism

meninggalkan kulit (Smeltzer & Bare, 2008; Knap, 2005). Kram otot pada

umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisis sampai

mendekati waktu berakhirnya hemodialisis. Penelitian Nekada, 2014

menunjukkan kejadian kram otot sebanyak 37,7 %. Kram otot seringkali

terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume

yang tinggi.
23

C. Konsep Dasar Kualitas Tidur

1. Konsep Tidur

a. Definisi Tidur

Tidur merupakan salah satu dari kebutuhan fisiologis dari

manusia. Kebutuhan ini dapat menghabiskan waktu sekitar sepertiga

dari kehidupan manusia. Walaupun fungsi tidur belum diketahui

secara pasti, tetapi tidur merupakan faktor penting keberlangsungan

hidup manusia dikarenakan kurangnya tidur dapat menyebabkan

menurunnya performa fisik, fungsi kognitif, fungsi sosial, kondisi

mental dan bahkan menyebabkan kematian.

Tidur dapat diartikan dengan suatu kondisi penurunan

kesadaran yang dapat dibangunkan dengan rangsang yang adekuat.

Hal ini tentunya berbeda dengan koma, yaitu kehilangan kesadaran

secara total dan tidak mampu dibangunkan oleh rangasang dari luar.

Tidur merupakan suatu proses aktif dari susunan saraf pusat yang

ditandai dengan gelombang - gelombang otak pada

elektroensefalogram, pergerakan mata pada elektrookulogram, dan

aktivitas elektrik otot pada elektromiogram. Walaupun fungsi dan

tujuan tidur belum jelas, namun beberapa sumber mengatakan tidur

dapat berkontribusi dalam penyembuhan dan konsolidasi memori

(Ustu, 2014).

Tidur adalah keadaan terjadinya perubahan kesadaran atau

ketidaksadaran parsial individu yang dapat dibangunkan. Tidur dapat

diartikan sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, tidur telah

dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan


24

posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang

menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2010).

Tidur telah dianggap sebagai perubahan status kesadaran yang di

dalamnya persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungannya

mengalami penurunan (Kozier, 2010).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidur merupakan suatu

kebutuhan fisiologis yang memiliki manfaat bagi tubuh dan

kesehatan, dimana dampak dari kurangnya tidur akan berdampak

terhadap fungsi sosial,mental bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Selain itu, tidur merupakan periode istirahat tubuh dari lingkungan

dan memperbaiki kosentrasi.

b. Fisiologi Tidur

Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan oleh pusat yang

terletak di bagian bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat

keadaan terjaga, sehingga menyebabkan tidur (Kozier, 2010). Sistem

yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular

activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR)

yang terletak pada batang otak (Agustin, 2012). RAS merupakan

sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf

pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam

mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi

rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat

menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi

dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan

melepaskan katekolamin seperti nor-epineprin.


25

Demikian juga pada saat tidur, adanya pelepasan serum

serotonin dari sel yang berada pada batang otak tengah yaitu BSR

(Agustin, 2012). Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh

sistem Ascending Reticulary Activity System (ARAS). Bila aktivitas

ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan sadar. Aktivitas

ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas

ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmiter seperti

sistem serotoninergik, noradrenergic dan kolinergik (Czeisler, 2010).

c. Tahapan Tidur

Terdapat dua jenis tidur, yakni tidur gelombang lambat atau

NREM dan tidur paradoksal atau REM. Tidur NREM secara umum

meliputi 80% dari seluruh waktu tidur, sedangkan tidur REM lebih

kurang 20%. Menurut Hobson dan Mc. Carley tidur NREM dan REM

merupakan siklus yang berlangsung selama periode tidur. Tidur

NREM disebabkan menurunnya aktivitas neuron monoaminergik

(noradrenergik dan serotonergik) yang aktif pada waktu bangun dan

menekan aktivitas neuron kolinergik. Tidur REM disebabkan

inaktivitas neuron monoaminergik sehingga memicu aktivitas neuron

kolinergik (Rachman, 2008).

1) Non Rapid Eye Movement (NREM) Seorang yang baru tertidur

memasuki stadium 1 yang ditandai oleh aktivitas

elektroensefalogram (EEG) frekuensi tinggi amplitudo rendah

dengan keadaan seseorang baru saja terlena. Seluruh otot

menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata, dan kedua bola

mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG tahap tidur


26

pertama ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan

gelombang-gelombang alfa yang makin menurun frekuensinya.

Stadium dua ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep

spindel). Terjadi letupan-letupan gelombang mirip alfa (10-14 Hz,

50 μV) yang berfrekuensi 14-18 siklus per detik. Dalam tahap

kedua ini kedua bola mata berhenti bergerak, tetapi tonus otot

masih terpelihara.

Stadium 3 ditandai dengan pola yang timbul berupa gelombang

dengan frekuensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pada

stadium dua dan amplitudo meningkat. EEG memperlihatkan

gelombang dasar yang lambat (1-2 siklus per detik) dengan

sekali-kali timbulnya sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap

ketiga ini adalah lemah lunglai, karena tonus otot sangat rendah.

Stadium empat ditandai dengan perlambatan maksimum dengan

gelombang-gelombang besar. Pada tahap tidur keempat hanya

gelombang lambat saja tanpa sleep spindles. Keadaan fisik pada

tahap keempat ini adalah lemah lunglai, karena tonus otot sangat

rendah.

2) Rapid Eye Movement (REM) REM ditandai dengan gerakan

mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan aktivitas saraf

otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari

tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini

disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan aktivitas

otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam

tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Rachman, 2008).


27

d. Fungsi Tidur

Berikut ini adalah beberapa fungsi dari tidur :

1) Memelihara fungsi jantung

Tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisilogis dan psikologis

(Putra, 2011). Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan

persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Selama tidur NREM,

fungsi biologis menurun. Laju denyut jantung normal pada orang

dewasa sehat sepanjang hari rata-rata 70 hingga 80 denyut

permenit atau lebih rendah jika individu berada pada denyut

jantung kondisi fisik yang sempurna. Namun selama tidurlaju

denyut jantung turun sampai 60 denyut permenit atau lebih

rendah. Hal ini berarti bahwa denyut jantung 10 hingga 20 kali

lebih sedikit dalam setiap menit selama tidur atau 60 hingga 120

kali lebih sedikit dalam setiap jam. Oleh karena itu tidur yang

nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi jantung (Potter &

Perry, 2010)

2) Pembaharuan sel

Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin.

Selama tidur gelombang rendah dalam NREM tahap 4, tubuh

melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki

dan memperbarui sel epitel dan khusus seperti otak (Putra, 2011).

Peran hormon pertumbuhan yang umum sbagai suatu promotor

sintesis protein adalah terbatas dikarenakan pelepasannya tidak

berhubungan dengan kadar glukosa darah dan asam amino.

Penelitian lain menunjukkan bahwa sistensis protein dan


28

pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit,

sumsung tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama

istirahat dan tidur. Tidur NREM menjadi sangat penting khususnya

pada anak-anak yang mengalami lebih banyak tidur tahap 4

(Potter & Perry, 2010).

3) Penyimpanan energi

Teori lain tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi

selama tidur. Otot skelet berelaksasi secara progresif dan tidak

adanya kontraksi otot menyimpan energi kimia untuk proses

seluler. Penurunan laju metabolik basal lebih jauh menyimpan

persediaan energi tubuh (Potter & Perry, 2010). Tidur REM

penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan

perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas

kortisol, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin.

Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan

pembelajaran. Selama tidur, otak menyaring informasi yang

disimpan tentang aktivitas hari tersebut (Potter & Perry, 2010).

e. Faktor – faktor yang mempengaruhi tidur

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut:

1) Cahaya

Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan irama sirkadian

dalam pengaturan siang dan malam. Keadaan terbangun berkaitan

dengan cahaya matahari atau kondisi yang terang (Indarwati, 2012).

Cahaya yang mempengaruhi tidur dan aktivitas otak selama

terbangun, sedangkan irama dan homeostasis mempengaruhi


29

regulasi tidur manusia (Indarwati, 2012). Cahaya mempengaruhi

produksi melatonin. Melatonin adalah hormon dalam setiap

organisme dengan tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan

paparan cahaya. Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak

manusia. Melatonin berperan besar dalam membantu kualitas tidur.

Mengatasi penyimpangan-penyimpangan, depresi dan system

kekebalan yang rendah. Penelitian menunjukkan bahwa hormon ini

membantu seseorang untuk tidur lebih nyenyak, mengurangi jumlah

bangun mendadak di malam hari serta meningkatkan kualitas tidur

(Indarwati, 2012).

2) Aktivitas Fisik

Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan

kebutuhan untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan sebelum tidur

membuat tubuh relaksasi. Individu yang mengalami kelelahan

biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama setelah bekerja

atau melakukan aktivitas yang menyenangkan (Potter & Perry, 2010).

3) Lingkungan

Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang untuk tidur dan tetap tidur. Lingkungan yang

tidak mendukung seperti terpapar banyak suara menyebabkan

seseorang kesulitan untuk memulai tidur. Lingkungan yang tidak

nyaman seperti lembab juga dapat mempengaruhi tidur (Kozier,

2010).
30

4) Umur

Umur menjadi salah satu faktor mempengaruhi tidur dan kebutuhan

tidur seseorang (Pemi, 2009). Kebutuhan tidur berkurang dengan

pertambahan usia. Kebutuhan tidur anak-anak berbeda dengan

kebuthan tidur dewasa. Kebutuhan tidur dewasa juga akan berbeda

dengan kebutuhan lansia.

5) Diet

Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan

waktu tidur total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih awal.

disisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan dengan

peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus,dan

bangun tidur lebih lambat (Kozier, 2010).

6) Stress emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu

tidur seseorang. Kecemasan menyebabkan seseorang menjadi

terjaga.Keadaan terjaga terus menerus inilah yang dapat

mengakibatkan gangguan tidur (Kozier, 2010).

2. Gangguan Tidur

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Insomnia

Insomnia adalah gangguan tidur yang kesulitan untuk tidur atau

mempertahankan tidur pada malam hari). Ini akan menjadi gangguan

jangka pendek jika berakhir hanya dalam waktu beberapa malam,

namun akan menjadi kronik jika sampai berbulan-bulan atau semakin

lama. Insomnia sementara dapat disebabkan oleh stress, perasaan


31

yang terlalu gembira, atau perubahan pola tidur selama melakukan

perjalanan. Pola tidur akan kembali normal ketika rutinitas kegiatan

kembali seperti biasanya. Insomnia kronik mungkin disebabkan karena

medikasi, perilaku atau masalah psikologi (Kozier, 2010)

b. Hiperinsomnia

Hipersomnia kebalikan dari insomnia, yaitu terjadi kelebihan waktu

tidur, terutama pada siang hari (Kozier, 2010). Hipersomnia dapat

disebabkan karena kondisi media, seperti adanya kerusakan pada

sistem saraf pusat, gangguan metabolik (asidosis diabetik dan

hipotiroidisme). Seseorang tertidur selama 8-12 jam dan mengalami

kesulitan untuk bangun di pagi hari (Agustin, 2012).

c. Deprivasi Tidur

Deprivasi tidur meliputi kurangnya tidur pada waktu tertentu atau

waktu tidur yang kurang optimal. Deprivasi tidur dapat disebabkan oleh

penyakit, stress emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan dan

keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.

Seseorang yang bekerja dengan jadwal kerja yang panjang dan rotasi

jam kerja cenderung mengalami deprivasi tidur. Deprivasi tidur

melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta ketidak

konsistenan waktu tidur. Apabila pola tidur mengalami gangguan maka

terjadi perubahan siklus tidur normal. Deprivasi tidur mengakibatkan

daya ingat yang melemah, sulit membuat keputusan dan gangguan

emosional seperti respon interpersonal yang memburuk dan

meningkatnya sikap agresif (Kozier, 2010).


32

d. Parasomnia

Parasomnia sebagai suatu aktivitas yang normal di saat

seseorang terjaga tetapi akan menjadi abnormal jika aktivitas tersebut

muncul di saat seseorang sedang tertidur. Masalah tidur ini lebih

banyak terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa, aktivitas

tersebut meliputi somnambulisme (berjalan dalam tidur), terjaga malam,

mimpi buruk, enuresis nocturnal (mengompol), dan menggeratakkan

gigi (Indarwati, 2012).

e. Sleep Apne

Sleep apnea adalah kondisi dimana seseorang akan berhenti

napasnya dalam periode singkat selama tidur (Kozier, 2010). Ada tiga

tipe sleep apnea: obstruktif, sentral dan mixedcomplex. Apnea

obstruktif disebabkan oleh jaringan halus yang berelaksasi, dimana

membuat sebagian sampai seluruhnya tersumbat di saluran napas.

Sindrom sleep apnea obstruktif merupakan faktor resiko terjadinya

hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya. SzentkiráLyi, MadaráSz,

dan NováK, berpendapat bahwa kondisi somatik lainnya seperti

sindrom metabolik, diabetes dan penyakit ginjal kronik juga dikaitkan

dengan sleep apnea obstruktif. Apnea sentral terjadi karena kegagalan

otak untuk berkomunikasi dengan otot respiratori. Apnea mixed-

complex merupakan kombinasi dari apnea obstruktif dan apnea sentral.

(Kozier, 2010)

3. Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang sangat kompleks yang

melibatkan berbagai domain, antara lain penilaian terhadap lama waktu


33

tidur, gangguan tidur, masa laten tidur, disfungsi tidur pada siang hari,

efisiensi tidur, kualitas tidur, penggunaan obat tidur. Jadi apabila salah satu

dari ketujuh domain tersebut terganggu maka akan mengakibatkan

terjadinya penurunan kualitas tidur (Indarwati, 2012).

Pada penilaian terhadap lama waktu tidur yang dinilai adalah waktu

dari tidur yang sebenarnya yang dialami seseorang pada malam hari.

Penilaian ini dibedakan dengan waktu yang dihabiskan di ranjang. Pada

penilaian terhadap gangguan tidur dinilai apakah seseorang terbangun

tidur pada tengah malam atau bangun pagi terlalu cepat, bangun untuk

pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara nyaman, batuk atau

mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan, mengalami

mimpi buruk, merasa sakit, dan alasan lain yang mengganggu tidur

(Indarwati, 2012) .

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk

mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM

dan NREM yang sesuai (Khasanah, 2012). Kualitas tidur merupakan suatu

keadaan yang dijalani individu untuk mendapatkan kesegaran dan

kebugaran saat terbangun dari tidurnya. Kualitas tidur seseorang dikatakan

baik apabila tidak menunjukkantanda-tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami masalah dalam tidurnya (Hidayat, 2008).

Menurut Asmadi, 2012 kualitas tidur dapat dilihat melalui tujuh

komponen, yaitu :

1) Kualitas tidur subjektif : yaitu penilaian subjektif diri sendiri terhadap

kualitas tidur yang dimiliki, adanya perasaan terganggu dan tidak

nyaman pada diri sendiri berperan terhadap penilaian kualitas tidur.


34

2) Latensi tidur : yaitu berapa waktu yang dibutuhkan sehingga

seseorang bisa tertidur, ini berhubungan dengan gelombang tidur

sesorang.

3) Efisiensi tidur : yaitu didapatkan melalui presentase kebutuhan tidur

manusia, dengan menilai jam tidur seseorang dan durasi tidur

seseorang dan durasi tidur sehingga dapat disimpulkan apakah

sudah tercukupi atau tidak.

4) Penggunaan obat tidur dapat menandakan seberapa berat

gangguan tidur yang dialami, karena penggunaan obat tidur

diindikasikan apabila orang tersebut sudah sangat terganggu pola

tidurnya dan obat tidur dianggap perlu untuk membantu tidur.

5) Gangguan tidur : yaitu seperti adanya mengorok, gangguan

pergerakan sering terbangun dan mimpi buruk dapat

mempengaruhi proses tidur seseorang.

6) Durasi tidur : yaitu dinilai dari waktu mulai tidur sampai waktu

terbangun, waktu tidur yang tidak terpenuhi akan menyebabkan

kualitas tidur yang buruk.

7) Daytime disfunction atau adanya gangguan pada kegiatan sehari-

hari diakibatkan oleh perasaan mengantuk. Kualitas tidur berbeda

dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur adalah lama waktu tidur

berdasarkan jumlah jam tidur sedangkan kualitas tidur

mencerminkan keadaan tidur yang restoratif dan dapat

menyegarkan tubuh keesokan harinya (Asmadi,2008).

Kualitas tidur yang buruk berbeda dengan kuantitas tidur yang

buruk. Kuantitas tidur yang buruk mencakup durasi tidur pendek


35

sedangkan kualitas tidur yang buruk mencakup kesulitan untuk tidur

dan seringkali terbangun pada malam hari (Putra,2011). Tidur

dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi

berselang-seling empat sampai enam kali (Potter & Perry,2010).

Hidayat, 2011 menyatakan bahwa kualitas tidur seseorang dikatakan

baik apabila tidak menunjukkan tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami msalah tidur.

4. Alat Ukur Kualitas Tidur

Menurut Ni lulu putu, 2019 alat ukur kualitas tidur terbagi menjadi :

a. Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI)

Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) telah

dikembangkan oleh Contreraset et.al, 2014. Instrument ini telah baku

dan banyak digunakan dalam penelitian kualitas tidur seperti dalam

penelitian Majid, 2014). Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) terdiri dari 9 pertanyaan. Pada variabel ini menggunakan

skala ordinal dengan skor keseluruhan dari Pittsburgh Sleep Quality

Index (PSQI) adalah 0 sampai dengan nilai 21 yang diperoleh dari 7

komponen penilaian diantaranya kualitas tidur secara subyektif

(subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk memulai tidur

(sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep duration), efisiensi tidur

(habitual sleep efficiency), gangguan tidur yang sering dialami pada

malam hari (sleep disturbance) dan gangguan tidur yang sering

dialami pada siang hari (daytime disfunction).

Apabila semakin tinggi skor yang didapatkan, maka akan

semakin buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI ini


36

adalah memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun ada juga

kekurangan dari kuesioneir PSQI ini yaitu dalam pengisian

memerlukan pendamping untuk mengurangi kesulitan respoden saat

mengisi kuesioneir. Masing-masing komponen mempunyai rentang

skor 0–3 dengan 0= tidak pernah dalam sebulan terakhir, 1 = 1 kali

seminggu, 2 = 2 kali seminggu dan 3= lebih dari 3 kali seminggu.

Skor dari ketujuh komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu)

skor dengan kisaran nilai 0–21. interpretasi pada PSQI adalah

kualitas tidur baik jika skor <5 dan kualitas tidur buruk jika skor > 5.

b. Kuesioner index severirty insomnia

Instrumen untuk mendeteksi kasus gangguantidur pada

populasi menggunakan ISI.Dimensi yang dievaluasi adalah

keparahan tidur, pemeliharaan tidur dan masalah setelah bangun

tidur, ketidakpuasan tidur, gangguan kesulitan tidur dengan

gangguan fungsi siang hari, pendapat orang lain dari masalah tidur

yang dialami akibat kesulitan tidur. Terdapat 7 pertanyaan dengan

sistem penilaian (0 berarti tidak ada masalah dan 4 berarti ada

gangguan berat). Total skor yang didapatkan adalah 0-28.Total skor :

tidak ada Insomnia (0-7), Insomnia diambang batas (8-14), Insomnia

sedang (15-21) dan insomnia berat (22-28). Semakin tinggi nilai

menunjukkan semakin tinggi insomnia yang terjadi.

c. Kuesioner Epworth sleepiness scale

Kuesioner Epworth Sleep Scale memiliki pertanyaan yang

mencakup 7 komponen yang berkaitan dengan kualitas tidur yaitu

subyektif, latensi tidur, durasi tidur,efisiensi tidur, gangguan tidur,


37

penggunaan obat tidur dan disfungsi siang hari. kuesioner ini

diperoleh nilai yang berupa Sleep Index dan kemudian skor dari

Sleep Index inilah yang akan menentukan bagaimana kualitas tidur

dari sampel. Skor total <5 menunjukkan kualitas tidur yang baik,

sedangkan skor >5 menunjukkan kualitas tidur yang buruk. Epworth

Sleep Scale terdiri dari 8 komponen yang berhubungan dengan skala

mengantuk pada seseorang. Kuesioner ini merupakan skala yang

berfungsi untuk menilai tingkat mengantuk di siang hari (day time

sleepiness), sehingga dapat diketahui apakah seseorang

mendapatkan tidur yang cukup pada malam harinya atau mengalami

gangguan tidur sehingga mengantuk di siang hari.

5. Masalah Tidur Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani

Hemodialisa

Penyakit ginjal adalah masalah kesehatan masyarakat global yang

mempengaruhi lebih dari 750 juta orang di seluruh dunia (Bikbov dkk,

2018). Menurut WHO hampir 10% populasi didiagnosis penyakit ginjal

kronis di dunia. 10% dari pasien gagal ginjal menjalani perawatan

dialisis atau transplantasi agar bisa mempertahankan hidup. Terdapat

30.869 jiwa yang terdiagnosis mengalami gagal ginjal dan 33.291 pasien

yang menjalani terapi hemodialisi tahun 2016 (Ustu, 2014).

Kualitas tidur adalah mencakup aspek kuantitatif tidur seperti

durasi tidur, latensi tidur dan aspek subjektif, seperti tidur nyenyak dan

beristirahat (Wahyu, 2015). kualitas tidur yang baik ditandai dengan

mudahnya seseorang memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan


38

tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari,

dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah .

Menurut (Pius, Herlina, 2019) Adapun faktor- faktor yang menjadi

masalah tidur pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalni hemodialisa

antara lain :

a. Penyakit fisik

b. Obat-obatan dan substansic.

c. Gaya hidup

d. Pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada siang

hari (EDS)

e. Stres emosional

f. Lingkungan

g. Kelelahan

Dari hasil penelitan didapatkan hasil bahwa faktor yang

mendominasi pada masalah tidur pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa adalah kelelahan dimana diantaranya dari 11

responden dengan kelelahan berat sebanyak 11 responden (100%)

memiliki kualitas tidur tidak baik. dan dari segi faktor lain dari lingkungan

22 responden (91,7%) memiliki kualitas tidur tidak baik, Hemodialisis

merupakan proses terapi pengganti ginjal yang menggunakan selaput

membran semiperbeabel (dialiser) yang berfungsi seperti nefron yang

berguna untuk mengeluarkan sisa metabolisme serta mengkoreksi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien yang

mengalami penyakit gagal ginjal , tujuan dilakukan ini untuk menjaga

dan mempertahan keseimbangan cairan dan elektrolit. pada kasus


39

pasien hemodialisa yang mengalami gangguan tidur dikarenakan faktor

dialisis dan lama hemodialisa dapat menyebabkan terjadinya gangguan

pola tidur pada pasien gagal ginjal kronik, hal ini terjadi karena

progresifnya gejala dan penyakit yang menjalani terapi dan komplikasi

yang disebabkan oleh terapi hemodialisa jangka panjang atau gangguan

tidur seperti terjadinya peningkatan hormon paratiroid, osteodistrofi

renal, gangguan nafas saat tidur.

D. Konsep Dasar Intradialityc

1. Pengertian intradialityc

Intradialytic exercise diartikan sebagai latihan yang dilakukan

oleh pasien saat menjalani hemodialisa (Ustu,2014).Dalam hal ini

intradialytic exercise adalah aktifitas fisik yang dilakukan secara

terencana dan terstruktur dalam rangka untuk memperbaiki dan

memelihara kebugaran fisik (Orti, 2011). Intradialytic exercise memiliki

nilai yang besar dalam perbaikan kesehatan fisik dan peningkatan

kualitas hidup bagi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa.

Intradialytic exercise merupakan latihan yang dilakukan pada

saat menjalani hemodialisis. Pada pasien ginjal kronik penting untuk

melakukan latihan yang disesuaikan dengan kondisi secara teratur,

karena dengan intradialytic exercise yang tepat dan teratur akan

membuat seseorang menjadi lebih baik dan tidak mudah lelah.

Latihan dapat dimulai dengan kerjasama yang baik antara dokter,

perawat, dan pasien dengan terapi terbaik terhadap keluhan yang

ada.
40

2. Manfaat

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik intradialytic exercise

secara teratur memberikan manfaat yang besar. Menurut Nasution ,

2010, beberapa manfaat intradialytic exercise yaitu:

a. Menguatkan otot-otot pernafasan, mempermudah aliran udara masuk

dan keluar dari paru-paru.

b. Menguatkan dan memperbesar otot jantung, memperbaiki efisiensi

pompa jantung dan menurunkan denyut jantung saat istirahat

c. Menguatkan seluruh otot tubuh

d. Memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah

e. Meningkatkan jumlah sel darah merah, memfasilitasi transport

oksigen

f. Memperbaiki kesehatan mental, termasuk mengurangi stres,

menurunkan insiden depresi dan menurunkan tingkat fatigue.

Intradialytic exercise berpotensi untuk memperbaiki kerja fisik dan kualitas

hidup. Latihan yang kurang, atrofi otot, kemampuan kerja fisik dan fungsi

yang lemah, prevalensinya sangat tinggi pada pasien gagal ginjal kronis

dan potensial dapat diperbaiki dengan melakukan intradialytic exercise

(Nasution, 2010).

3. Intradialytic exercise pada pasien hemodialisis

Intradialytic exercise yang dilakukan pada saat hemodialisis dapat

meningkatkan aliran darah otot, memperbesar jumlah kapiler serta

memperbesar luas dan permukaan kapiler sehingga meningkatkan

perpindahan urea dan toksin dari jaringan ke vaskuler yang kemudian

dialirkan ke dializer atau mesin (Parson et al., 2006). Menurut Takhreem


41

,2008 intradialytic exercise dapat menunjukkan adanya perbaikan pada

kebugaran tubuh, fungsi fisiologis, ketangkasan dan meningkatkan

kekuatan otot ekstremitas bawah. Intradialytic exercise yang dilakukan

selama satu jam pertama hemodialisis dapat menjadi satu pilihan

rehabilitasi yang terbaik (Knap et al., 2005).

Exercise intradialisis berperan dalam memperbaiki kompensasi

tubuh dengan cara mengoptimalkan daya kembang vena dan

memperbaiki mobilisasi cairan tubuh melalui aktivasi pompa otot terutama

pada betis/kaki (ekstremitas bawah) sehingga dapat meningkatkan

pergerakan cairan edema pada eksremitas bawah serta mengurangi

beratnya edema pada saat ultrafiltasi intrahemodialisis. Hasil penelitian ini

mendukung penelitian yang disampaikan Madhavan, et al, 2009 yang

menyatakan bahwa adanya pergerakan otot terutama pada ekstremitas

bawah selama proses dialisis akan mengefektifkan fungsi ultrafiltrasi

sehingga pergerakan cairan keluar tubuh menjadi lebih optimal hingga 78

– 96% dari target pengeluaran cairan.

4. Perubahan Fisiologis yang terjadi dengan intradialytic exercise

sistem kardiovaskuler dan otot-otot yang digunakan akan

melakukan adaptasi terhadap latihan. Hasil adaptasi adalah peningkatan

efisiensi sistem kardiovaskuler dan otot-otot yang aktif. adaptasi akan

menunjukkan banyak perubahan pada saraf, fisik dan biokimia dalam

sistem kardiovaskuler dan otot.

Hasil dari perubahan-perubahan tersebut adalah peningkatan

performance. Perubahan dalam sistem kardiovaskuler dan sistem

pernafasan sama baiknya dengan perubahan pada metabolisme otot yang


42

terjadi dengan latihan. Perubahan-perubahan tersebut tidak dihasilkan dari

satu kali latihan akan tetapi perlu dilaksanakan secara teratur untuk

mencapai dan mempertahankan kebugaran (Ustu, 2014).

Perubahan fisiologis yang terjadi dengan intradialytic exercise:

a. Respon kardiovaskuler terhadap latihan

Stimulasi serat-serat otot pada otot rangka meliputi respon saraf

simpatik. Respon sistem saraf simpatis secara umum meliputi

vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan meningkatkan kontraktilitas

otot jantung. Intradialytic exercise dapat meningkatkan curah jantung dan

aliran darah. Maheswari, 2012 berpendapat peningkatan curah jantung

dan aliran darah pada ekstremitas bawah serta terbukanya permukaan

kapiler dapat meningkatkan pengeluaran toksin menuju komparteman

vaskuler sehingga dapat dibersihkan selama proses hemodialysis.

b. Respon pengeluaran toksin

Kefektifan pengeluaran atau pembersihan ureum darah sangat

dipengaruhi oleh proses hemodialisis tersebut yaitu difusi, filtrasi dan

ultrafiltasi. Exercise intradialisis berperan meningkatkan fungsi difusi,

filtrasi dan ultrafiltasi sehingga darah terbebas dari racun/toksin sisa

metabolisme tubuh seperti ureum. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh

Maheshwari, 2012, yang menyatakan bahwa intradialytic exercise

signifikan meningkatkan ekskresi toksin tubuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti, 2014 menunjukkan

bahwa intradialytic exercise mampu menurunkan level ureum. Intradialytic

exercise meningkatkan regangan otot sehingga cardiac output meningkat

sehingga terjadi stimulasi fungsi ekskresi yang meningkatkan


43

pengeluaran ureum dari darah selama proses hemodialisis (Jung & Park,

2011).

c. Respon pernafasan terhadap latihan

Perubahan yang terjadi adalah pernafasan yang cepat ,

peningkatan suhu tubuh, peningkatan kadar epineprin dan peningkatan

stimulasi reseptor sendi otot. Peningkatan aliran darah pada otot yang

bekerja akan menyediakan tanbahan oksigen. Perubahan yang terjadi

pada saat istirahat, termasuk volume paru yang lebih luas karena

perbaikan fungsi paru. Dengan latihan perubahan yang terjadi adalah

kapasitas difusi yang lebih luas dalam paru-paru karena volume paru

yang lebih luas dan area permukaan kapilary alveolar yang lebih besar.

Bernafas menjadi lebih dalam dan efisien.

Intradialytic exercise membuat tubuh kita mendapatkan input

oksigen yang adekuat, dimana oksigen memegang peranan penting

dalam sistem respirasi dan sirkulasi tubuh. Oksigen yang mengalir ke

dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan

sisa metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan

memproduksi energi. Jumlah oksigen yang masuk dan disuplai ke seluruh

jaringan secara maksimal dapat meningkatkan produksi energy.

5. Jenis Intradialytic Exercise Pada Pasien Hemodialisa

Menurut Jung & Park, 2011, ada 3 jenis intradialytic exercise

untuk pasien hemodialisis reguler yaitu flexibility exercise, strenghthening

exercise dan cardiovaskuler exercise. Cardiovaskuler exercise disebut

juga aerobik exercise yang berfungi meningkatkan kerja jantung, paru-


44

paru dan sirkulasi bekerja lebih efisien. Dilakukan dengan gerakan ritmik,

tetap dari lengan ataupun kaki.

Tujuan dari gerakan ini adalah memperbaiki ketahanan

(endurance). Jenis intradialytic exercise yang dilakukan adalah latihan

aerobik. Latihan aerobik adalah intradialytic exercise yang dapat memacu

jantung dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan dalam

jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan perbaikan

manfaat pada tubuh (Kozier, 2010).

Latihan aerobik memperbaiki penggunaan oksigen oleh tubuh.

Bentuk latihan aerobik secara umum dengan intensitas rendah sampai

moderat dalam jangka waktu yang lebih panjang. Pada awal melakukan

latihan aerobik, glikogen dipecah menjadi glukosa dan bereaksi dengan

O2 (oksigen), siklus Krebs menghasilkan CO2 (karbondioksida) dan H2O

(air) serta ATP (energi). Apabila karbohidrat jumlahnya tidak memenuhi

atau berkurang maka yang menjadi penggantinya adalah lemak (Hidayat,

2018).

Latihan aerobik memiliki keuntungan untuk memperbaiki

kesehatan otot. Latihan yang dilakukan akan merangsang pertumbuhan

pembuluh darah yang kecil (kapiler) dalam otot. Hal ini akan membantu

tubuh untuk lebih efisien menghantarkan oksigen ke otot, dapat

memperbaiki sirkulasi secara menyeluruh dan menurunkan tekanan

darah serta mengeluarkan hasil sampah metabolik seperti asam laktat

dari dalam otot (Sulistyaningsih, 2010).


45

a. Jenis- jenis, Kelemahan dan keuntungan intradialytic Exercise

Tabel 3. Jenis-Jenis exercise

No Jenis exercise Kelemahan Kelebihan

1 Intradialytic Hipertensi tidak terkontrol memperbaiki kesehatan


exercises (SBP > 200mmHg dan otot. Latihan yang
aerobic atau DBP >120 mmHg, gagal dilakukan akan
Cardiovaskuler jantung, Aritmia jantung merangsang
exercise yang memerlukan pertumbuhan pembuluh
perawatan, Unstable darah yang kecil
angina ,Hiperkalemia (kapiler) dalam otot. Hal
sebelum dialisis, Disesase ini akan membantu
tulang dengan resiko tubuh untuk lebih
fraktur efisien menghantarkan
oksigen ke otot, dapat
memperbaiki sirkulasi
secara menyeluruh dan
menurunkan tekanan
darah serta
mengeluarkan hasil
sampah metabolik
seperti asam laktat dari
dalam oto

2 flexibility Fleksibilitas tergantung Kemampuan


exercise pada struktur sendi,otot maksimum otot untuk
yang melewati sendi, usia, menggerakkan sendi
jenis kelamin,suhu dalam jangkauan gerak
tubuh,tonus otot,kekuatan sehingga merupakan
otot, kelelahan dan emosi unsur penting dari
kebugaran jasmani
yang terkait dengan
kesehatan.

3 strenghthening mengarah kepada output meningkatkan kinerja


exercise tenaga dari suatu otot, terjadinya
kontraksi otot dan secara peningkatan kekuatan
langsung berhubungan pada jaringan ikat
dengan jumlah (tendon,ligamendan
tensionyang dihasilkan jaringan ikat
oleh kontraksi otot, intramuskular),
dimana otot adalah kepadatan mineral
sebagai salah satu tulang menjadi lebih
komponen yang dapat besar atau
menghasilkan suatu demineralisasi tulang
gerakan dan merupakan kurang, penurunan
suatu jaringan yang stres selama aktivitas
terbesar dalam tubuhdan fisik, mengurangi risiko
46

otot mempunyai cedera jaringan lunak


kemampuan selama aktivitas fisik,
ekstensibilitas, elastisitas memungkinkan
dan kontraktilitas terjadinya peningkatan
kapasitas untuk
memperbaiki dan
menyembuhkan
jaringan lunak dari
kerusakan karena
dampak positif pada
proses perbaikan
jaringan, dapat
memungkinkan terjadi
peningkatan
keseimbangan
tubuh,meningkatkan
kinerja fisik dalam
kehidupan sehari-hari,
pekerjaan dan aktivitas
rekreasi, terjadi
perubahan positif

6. Proses Intradialytic Exercise

a. Tahap Latihan

Dalam melakukan latihan, dosis latihan ditentukan berdasarkan hasil

pengkajian sebelumnya. Menurut Purba, 2014 dalam pelaksanaan

latihan dibagi dalam 3 tahapan :

1) Pemanasan

Saat akan melakukan latihan fisik sebelum melakukan pemanasan

berdoa bersama atau sendiri-sendiri, lalu menghitung denyut nadi

untuk mengetahui jumlah denyutan nadi permenit sebelum

pemanasan. Manfaat dari pemanasan untuk mempersiapkan

tubuh baik fisik dan psikis dalam mengikuti latihan.

2) Latihan Inti

Latihan inti dilakukan setelah pemanasan dilakukan. Latihan


47

disesuaikan dengan kemampuan sesuai dengan umur, jenis

kelamin, kebiasaan latihan, penyakit dan taraf kesehatan masing-

masing. setelah melakukan latihan inti, langsung menghitung

denyut nadi masing-masing untuk mengetahui apakah beban

latihan tersebut cukup, kurang atau terlalu berat.

3) Pendinginan

Setelah melakukan latihan inti, dapat dilanjutkan dengan latihan

pendinginan, dengan cara melakukan peregangan. Manfaat dari

pendinginan adalah untuk memperlancarkan peredaran darah,

sehingga sampah-sampah hasil metabolisme dapat diangkut dari

otot-otot tubuh. Lama pendinginan 5- 10 menit, segera setelah

melakukan pendinginan, langsung dihitung denyut nadi, kemudian

diakhiri dengan doa.

Latihan kekuatan membuat otot lebih kuat dan bekerja lebih

keras dengan melawan gaya resistensi. Kekuatan otot dibutuhkan

dan merupakan dasar untuk melakukan kemampuan fisik yang

lain. Penelitian yang dilakukan de-Lima et al, 2013 melaporkan

dalam penelitiannya, streghthening exercise dapat meningkatkan

kekuatan otot pernapasan, kapasitas fungsional, dan kualitas

hidup pada pasien hemodialisis.

Aerobic exercise terbukti dapat mengurangi gejala RLS. Hal

ini dilakukan oleh Mortazavi et al, 2013 . Pasien diberikan latihan

intradialitik berupa mengayuh sepeda statis 30–45 menit selama

empat sampai enam bulan. Latihan kekuatan merupakan salah


48

satu jenis latihan fisik yang dibutuhkan pasien hemodialisis regular

(da-Silva et al, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih, 2011,

menerapkan aerobik exercise dengan hasil dapat meningkatkan

kekuatan otot pada pasien hemodialisis. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Nekada, 2014 juga menggunakan aerobic exercise,

yaitu menggunakan gabungan teknik nafas dalam dan relaksasi

otot progresif yang berfungsi untuk mengurangi komplikasi pasien

hemodialisis. Tehnik nafas dalam dan relaksasi otot progresif

menurunkan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolic, serta

menurunkan komplikasi sakit kepala, kram otot, mual dan muntah.

7. Durasi dan frekuensi exercise

Olahraga intensitas tinggi dengan durasi yang pendek, dan

olahraga intensitas rendah dengan durasi yang panjang memberikan hasil

kebugaran yang sama asalkan batas ambang minimal frekuensi dan

intensitas olahraga telah tercapai. Sesi olahraga 10 menit yang berulang

akan menghasilkan hasil yang sama dengan satu sesi olahraga 30 menit.

Namun, olahraga dengan durasi yang lebih lama dengan intensitas

sedang lebih dianjurkan untuk orang dewasa karena olahraga intensitas

tinggi berhubungan dengan meningkatnya risiko kardiovaskuler dan

cedera. Maka batas ambang durasi olahraga adalah 20-30 menit tiap sesi

dengan intensitas sedang. Olahraga intensitas sedang digambarkan

dengan denyut jantung yang dicapai 50-70% dari denyut jantung

maksimal berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention

(CDC).
49

Peningkatan Vo2 max yang signifikan akan terjadi setelah

berolahraga minimal 3 hari dalam seminggu, dan dengan peningkatan

frekuensi sampai 5 hari per minggu dapat meningkatkan kapabilitas

aerobik. Namun. frekuensi olahraga lebih dari 5 hari dalam seminggu

dapat meningkatkan risiko cidera. Maka frekuensi olahraga terbaik untuk

meningkatkan kebugaran tubuh adalah 3-5 hari dalam seminggu.33 untuk

mencegah terjadinya dehidrasi saat olahraga dianjurkan meminum air

sebanyak 600-1200 ml.

8. Pengaruh exercise aerobic terhadap kualitas tidur

Menurut studi yang telah dilakukan, olahraga telah terbukti dapat

mempengaruhi beberapa mekanisme fisiologi, salah satunya adalah

masalah tidur. Intradialityc exercise aerobik telah diketahui dapat

meningkatkan level beta-endorphin perifer, untuk mempengaruhi sistem

serotoninergik, menurunkan aktivitas simpatetik, sehingga dapat

memperbaiki kualitas tidur. Terdapat hipotesis yang mengatakan olahraga

aerobik dapat meningkatkan ketersediaan amina biogenik seperti

serotonin dan norepinefrin melalui mekanisme neuroendokrinologi.

Selain itu, intradialityc exercise dapat menghasilkan perubahan

somatik seperti memperbaiki komposisi tubuh dan meningkatkan

kebugaran tubuh, mengatur laju metabolisme basal, fungsi jantung,

kontrol glikemik, dan penurunan aktivitas inflamasi yang merupakan faktor

untuk memperbaiki tidur. Olahraga juga dapat memperbaiki mood yang

juga dapat berpengaruh terhadap kualitas tidur.


50

Kelelahan,kelemahan otot

Terjadi perubahan kerja jantung

Penurunan fungsi fisik, mudah


lelah, masalah tidur

Intradialityc Exercise Perbaikan komposisi tubuh

Menigkatkan serotonin dan Meningkatkan kebugaran tubuh


norephineprin

Meningkatkan metabolisme
fungsi jantung dan menurunkan
inflamasi

memperbaiki kualitas tidur

Gambar 2. Efek Intradialityc Exercise

9. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Intradialytic exercises

aerobic pada pasien hemodialisa

Menurut penelitian yang dilakukan Kevaladandra, Nurmala, 2019

faktor yang mempengaruhi keberhasilan intradialytic exercise aerobic

pada pasien hemodialisa adalah :

a. Lama pemberian intradialytic exercise, untuk mening-katkan nilai

adekuasi dialisis dapat diketahui hasilnya minimal dua bulan dan

maksimal enam bulan


51

b. Range waktu pemberian exercise , waktu minimal dua bulan, agar

pemberian exercise intradialytic dapat efektif dan tepat sasaran

pada masalah-masalah pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialysis.

c. Penerapan waktu dilakukan exercise intradialytic. Waktu rata-rata

dilakukan saat dua jam pertama waktu dialysis. Selain itu tingkat

keberhasilan intradialytic exercises diukur dengan alat ukur

kualitas tidur.

E. Konsep Teori dan Model Keperawatan Dorothea E. Orem

1. Pengertian Self Care

Model konsep menurut Dorothea E. Orem yang dikenal dengan

model Self Care memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan

keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan

individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan

mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan

keadaan sehat dan sakit.

Model self Care ( perawatan Diri ) ini memiliki keyakinan dan nilai

yang ada dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan

berdasarkan tindakan atas kemampuan. perawatan diri didasarkan atas

kesengajaan serta dalam pengambilan keputusan dijadikan sebagai

pedoman dalam tindakan,setiap manusia menghendaki adanya

perawatan diri dan sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia,

seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam perawatan diri

sendiri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraan, perawatan diri

juga merupakan perubahan tingkah laku secara lambat dan terus


52

menerus didukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan

interpersonal, perawatan diri akan meningkatkan harga diri seseorang

dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri. Orem membagi

kebutuhan dasar orem membagi dalam kelompok kebutuhan dasar yang

terdiri dari pemeliharaan dalam pengambilan udara (oksigenasi),

pemeliharaan pengambilan air, pemeliharaan dalam pengambilan

makanan, pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi, pemeliharaan

keseimbangan aktivitas dan istirahat, pemeliharaan dalam keseimbangan

antara kesendirian dan interaksi sosial, kebutuhan akan pencegahan

pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat dan kebutuhan dalam

perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi, pengetahuan dan

keinginan manusia.

Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan

dan menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem

tentang Self Care Deficit of Nursing.

Keyakianan Orem's tentang empat konsep utama keperawatan adalah :

a. Klien : individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus

menerus memperthankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan

dari sakit atau trauma atu koping dan efeknya.

b. Sehat : kemampuan individu atau kelompoki memenuhi tuntutatn self

care yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan

integritas structural fungsi dan perkembangan.

c. Lingkungan : tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan

keperluan self care dan perawat termasuk didalamnya tetapi tidak

spesifik.
53

d. Keperawatan : pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan

yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok

masyarakat dalam mempertahankan self care yang mencakup

integritas struktural, fungsi dan perkembangan.

2. Dimensi Self-Care

Menurut Riegel, Jaarsma, & Strömberg, 2012 membagi perawatan diri ke

dalam 3 (tiga) dimensi yaitu:

a. Self care Maintenance

Aktivitas yang dinilai dalam self maintenance pasien dengan gagal

ginjal kronik meliputi: 1) terapi pengobatan sesuai indikasi, 2)

mengelola diit nutrisi, yang terdiri protein, kalium, natrium, fosfat, 3)

memonitor perubahan yang terjadi pada tubuh seperti hemodinamik &

perawatan kulit, 4) teratur dalam melaksanakan hemodialisa sesuai

dengan yang dianjurkan petugas kesehatan.

Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang sesuai

dengan kebutuhan. Pengertian keperawatan mandiri (self care)

menurut Orem's adalah : "Suatu pelaksanaan kegiatan yang dilakukan

oleh individu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna

mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai

dengan keadaan, baik sehat maupun sakit " (Orem's, 1980).

Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai

kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk

mendapatkan kebtuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh

seorang perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan


54

keadaan dan keberadaannya, keadaan kesehatan dan kesempurnaan.

Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang

dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan

kehidupannya. Terjadi hubungan antar self care dengan penerima self

care dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga kategori /

persyaratan self care yaitu :

1) Persyaratan universal (Universal self-care requisites)

Universal self-care requisites merupakan yang terdapat pada

manusia dan termasuk didalamnya adalah keseimbangan udara,

cairan, makanan, eliminasi, aktifitas dan istirahat dan menyendiri

dan interaksi sosial, pencegahan kecelakaan dan meningkatkan

fungsi individu. Universal requisite yang dimaksudkan adalah :

a) Pemeliaharaan kecukupan intake udara

b) Pemeliharaan kecukupan intake cairan

c) Pemeliaharaan kecukupan makanan

d) Pemeliharaan keseimabnagn antara aktifitas dan istirahat

e) Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan

dan kesejahteraan manusia

f) Persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses - proses

eliminasi.

g) Meningkatkan fungsi human fungtioning dan perkembangan

ke dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi seseorang,

keterbatasan seseorang dan keinginan seseorang untuk

menjadi normal.
55

h) Persyaratan pengembangan (Health deviation self care

requisite)

Kebutuhan perawatan diri sesuai dengan proses

perkembangan dan kematangan seseorang menuju fungsi optimal

untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat

perkembangan dan kematangan serta penyesuaian diri dengan

perkembangan tersebut. Contoh : penyesuaian diri terhadap

pertambahan usia dan perubahan bentuk tubuh.

b. Persyaratan kesehatan (Health deviation)

Health deviation (Penyimpangan kesehatan) seperti sakit, luka atau

kecelakaan dapat menurunkan kemampuan individu dalam

memenuhi kebutuhan self-carenya, baik secara permanen maupun

temporer. Kebutuhan ini meliputi:

1) Mencari pengobatan yang tepat dan aman

2) Menyadari dampak dari patologi penyakit

3) Memilih prosedur diagnostik, terapi dan rehabilitatif yang tepat

dan efektif.

4) Memahami dan menyadari dampak tidak nyaman dari program

pengobatan

5) Memodifikasi konsep diri untuk dapat menerima status

kesehatannya.

6) Belajar hidup dengan keterbatasan

c. c. Penekanan teori self care secara umum :

1) Pemeliharaan intake udara

2) Pemeliharaan intake air


56

3) Pemeliharaan intake makanan

4) Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan

eksresi

5) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat

6) Pemeliharaan keseimbangan interaksi sosial

7) Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan

manusia

Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam

kelompok sosial sesuai dengan potensinya.

3. Self Care Deficit

Teori ini merupakan inti dari teori Orem. Kurang perawatan diri

merupakan hubungan antara self-care agency dan therapeutic self-

care demand dimana self care agency tidak mampu untuk memenuhi

kebutuhan perawatan dirinya. Orem mengidentifikasi 5 metode untuk

memberikan bantuan keperawatan :

a. Memberikan pelayanan langsung dalam bentuk tindakan

keperawatan

b. Memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan klien dalam

memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

c. Memberikan dorongan secara fisik dan psikologik agar klien dapat

mengembangkan potensinya sehingga dapat melakukan

perawatan secara mandiri.

d. Memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung

perkembangan pribadi klien untuk meningkatkan kemandirian

dalam perawatannya.
57

e. Mengajarkan klien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan

agar klien dapat melakukan perawatan dirinya secara mandiri.

Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan

metode-metode ini dalam memberikan bantuan perawatan diri.

Untuk dapat memberikan bantuan yang tepat, maka perawat harus

mengkaji kondisi klien untuk menentukan metode yang tepat.

Orem mendefiniskan 5 area aktifitas praktek keperawatan :

1) Membina dan menjaga hubungan perawat-klien baik individu,

keluarga atau kelompok sampai klien pulang.

2) Menentukan kondisi klien yang memerlukan bantuan perawat.

3) Berespon terhadap permintaan, keinginan dan kebutuhan

klien akan kontak dan bantuan perawat.

4) Menetapkan, memberikan dan meregulasi bantuan secara

langsung pada klien.

5) Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan asuhan

keperawatan dengan kegiatan sehari-hari klien, perawatan

kesehatan lain, pemberian pelayanan sosial dan pendidikan

yang dibutuhkan atau yang sedang diterima..

4. Nursing system

Teori yang membahas bagaimana kebutuhan "Self Care" pasien

dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya.Nursing system

ditentukan / direncanakan berdasarkan kebutuhan "Self Care"dan

kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas "Self Care". Orem

mengidentifikasikan klasifikasi Nursing System :


58

a. The Wholly compensatory system

Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak

mampu mengontrol dan memantau lingkungannya dan berespon

terhadap rangsangan. Wholly compensatory system diberikan

kepada klien dengan tingkat ketergantungan yang tinggi :

1) Tidak mampu melakukan berbagai aktifitas misalnya pada klien

koma.

2) Dapat melakukan gerakan tetapi tidak boleh ada gerakkan

pada klien dengan fraktur.

3) Tidak mampu memberi alasan tindakan self care tapi mungkin

dapat ambulasi dan melakukan self care dengan

pengawasan dan bimbingan, misal pada klien dengan

retardasi mental.

b. The Partly compensantory system

Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami

keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.Perawat

mengambil alih beberapa aktifitas yang tidak dapat dilakukan oleh

klien dalam pemenuhan kebutuhan self-care nya, misalnya pada

klien lansia, klien dengan stroke.

c. The supportive - Educative system

Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang

memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan

perawatan mandiri. Pada sistem ini klien melakukan semua

kebutuhan self care nya. Klien membutuhkan bantuan untuk

pembuatan keputusan, mengendalikan perilakunya dan


59

mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Peran perawat

adalah meningkatkan self care agency dari klien, misalnya klien

dengan diabetes diajarkan untuk menyuntik sendiri dan lain-lain

perawat membantu klien dengan menggunakan system dan

melalui empat metode bantuan yang meliputi :

1) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien

2) Mengajarkan klien

3) Mengarahkan klien

4) Mensupport klien

5) Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan

berkembang.

d. Self Care Management

Self care management meliputi upaya untuk mempertahankan

kesehatan atau gaya hidup sehat. Aktivitas yang dapat dilakukan

dalam dimensi ini meliputi;

1) meningkatnya kepatuhan dalam pengaturan diit

2) kemampuan mengenal dan mengevaluasi perubahan status nutrisi

yang terjadi

3) meningkatnya pengetahuan dengan dapat mengambil keputusan

untuk penanganan dan mengevaluasi respon tindakan serta

mampu mendapatkan akses informasi secara mandiri

4) mempunyai rasa percaya diri pada kemampuan untuk

menggunakan support services.


62

F. Kerangka Teori

Gagal Ginjal Kronis

Hemodialisis

Intradialytic
Dampak : exercise aerobic
gangguan kualitas Selama
1. Penurunan tidur Hemodialisis
Fungsi Fisik
2. kelelahan

Manfaat Latihan Fisik :

1. Menguatkan otot pernafasan


2. Menguatkan otot tubuh Meningkatkan Meningkatkan
3. Memperbaiki sirkulasi dan masa otot kualitas tidur
menurunkan tekanan darah
4. Meningkatkan sel darah
merah
5. Memperbaiki fungsi fisik
6. Memperbaiki kualitas tidur

Bagan 2.3 Kerangka Teori

(Rosidah , 2018)
63

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian ini merupakan penelitian Systematic Literature

Reviews dan Meta-analisis atau penelitian kepustakaan dengan desain

Systematic Literature Reviews (SLR), yakni sebuah sintesis dari studi

literatur yang bersifat sitematik, jelas, menyeluruh, dengan

mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi melalui pengumpulan data-

data yang sudah ada dengan metode pencarian yang eksplisit dan

melibatkan proses telaah kritis dalam pemilihan studi (Zed, 2014). Tujuan

dari metode ini adalah untuk membantu peneliti lebih memahami latar

belakang dari penelitian yang menjadi subyek topik yang dicari serta

memahami kenapa dan bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga

dapat menjadi acuan untuk penelitian baru. Pada penelitian ini, peneliti

menganalisis dan membandingkan beberapa penelitian terkait dengan

pengaruh intradialytic exercise aerobik terhadap kualitas tidur pasien

gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

B. Variabel

Variabel adalah suatu objek yang akan diteliti dan mempunyai

variasi nilai (Budiman, 2011). Adapun variabel yang menjadi tema dalam

penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen.


1. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang tidak

tergantung pada variabel lainnya atau menjadi variabel penyebab

(Budiman, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini intradialytic

exercise aerobic.

2. Variabel terikat (dependen), yaitu suatu variabel yang tergantung

atau dipengaruhi pada variabel lainnya (Budiman, 2011). Variabel

terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kualitas tidur.

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria inklusi dalam kajian literature ini adalah :

a. Pasien dewasa yang di diagnosa gagal ginjal kronis dan mengalami

kesulitan Tidur

b. Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis

c. Metode intervensi mengguan Intradialytic Exercise aerobik

d. Randomized Controlled Trial

e. Bahasa Indonesia dan Inggris

2. Kriteria eksklusinya adalah :

a. pasien gagal ginjal yang belum gagal ginjal kronis

b. pasien gagal ginjal yang tidak mengalami masalah tidur

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan

studi kepustakaan teknik dokumentasi dengan jenis data sekunder yang

didapatkan dari data-data hasil temuan artikel atau jurnal (Budiman,

2011). Terdapat beberapa tahapan penelitian pada metode Systematic

Literature Review (SLR) yang harus dilakukan sehingga hasil dari studi
49

literatur tersebut dapat diakui kredibilitasnya, diantaranya yaitu identifikasi

masalah, pencarian data, screening, penilaian kualitas, ekstraksi data

dan analisa data (Siswanto, 2010).

1. Identifikasi Masalah dan kata kunci

Tabel 4 Analisa PICO

Analisis Jabaran Kata Kunci

Populasi pada “Hemodialysis” OR


penelitian ini adalah “Dialysis OR
pasien gagal ginjal hemodialisafiltration”
P ( POPULASI) kronis dewasa yang OR ‘ CKD OR Chronic
menjalani Failure OR ESRD OR
hemodialisa Chronic Disease OR
Chronical or chonically
‘Intradialytic’ OR’
Exercise ’OR’ sports’
Exercise Aerobic ‘OR’
Intradialityc exercise
I (INTERVENSI) Exercise Cycling ‘OR
Aerobic
Intradialityc Aerobic
‘OR’ Intradialityc
Cycling ‘ OR’ Therapy

Tidak ada
C (COMPARASION)
perbandingan

Hasil yang “sleep quality ‘OR’


diharapkan pada insomnia ‘OR’ sleep
penelitian ini adalah disorders’ OR ‘Sleep
adanya pengaruh quality or poor sleep
intradialytic Exercise
O (OUTCOME) Aerobic terhadap
kualitas tidur pada
pasien gagal ginjal
yang menjalani
hemodialisa

Identifikasi masalah adalah proses pengenalan atau

inventarisasi masalah. Masalah penelitian (research problem)

merupakan sesuatu yang penting di antara proses yang lain,

dikarenakan hal tersebut menentukan kualitas suatu penelitian.


50

Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji permasalahan melalui

jurnal-jurnal penelitian nasional dan internasional yang berasal dari

laporan hasil-hasil penelitian. Masalah penelitian ini adalah judul

penelitian “ efektivitas intradialytic exercise aerobic terhadap kualitas

tidur pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis “.

3. Strategi Pencarian Data

Pencarian literatur yang akan dilakukan pada bulan Mei –

November 2020. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung,

akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang didapat

berupa artikel jurnal bereputasi baik nasional maupun internasional

dengan tema yang sudah ditentukan.

Pencarian data yang digunakan adalah bersumber dari

PubMed, NCBI dan google schoolar sebagai basis data yang lebih

besar dilakukan dengan menggunakan kombinasi kata kunci berikut

Pencarian literatur dalam systematic review ini menggunakan

database yaitu populasi: Hemodialysis” OR “Dialysis OR

hemodialisafiltration” OR ‘ CKD OR Chronic Failure OR ESRD OR

Chronic Disease OR Chronical or chonically, intervensi : ‘Intradialytic’

OR’ Exercise ’OR’ sports’ Exercise Aerobic ‘OR’ Exercise Cycling

‘OR Intradialityc Aerobic ‘OR’ Intradialityc Cycling ‘ OR’ Therapy ,

outcome : “sleep quality ‘OR’ insomnia ‘OR’ sleep disorders’ OR

‘Sleep quality or poor sleep


51

4. Screening

Screening adalah penyaringan atau pemilihan data yang

bertujuan untuk memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topik

yang diteliti. Adapun topik yang akan diteliti dalam penelitian ini

adalah efektivitas Intradialytic exercise aerobik terhadap kualitas tidur

pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. data jurnal

yang diakses dalam proses penelitian ini di screening berdasarkan

pada kriteria.

Pada penelitian ini pemilihan data akan dilakukan secara

independen oleh satu orang pendamping dan penulis. Pada proses

screening menggunakan metode Preferred Reporting Items for

Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA) dengan sistem

lembar checklist , terdapat 5 tahapan dari screening menggunakan

prisma sebagai berikut:

a. Mendefinisikan kriteria kelayakan studi

b. Mendefinisikan sumber informasi

c. Pemilihan literatur

d. Pengumpulan data

e. Pemilihan data

5. Penilaian Kualitas

Penilaian kualitas pada metode Systematic Literature Review

(SLR) penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman critical

appraisal skills programe tools (CASP) Randomized Controlled Trial

(RCT) yang terdiri dari 10 pertanyaan dan didapatkan hasil dari 77

artikel yang layak dilakukan analisis sebanyak 20 artikel (lampiran).


52

6. Ekstraksi Data

Ekstraksi data yaitu proses pemilihan data. Ekstraksi data

dapat dilakukan jika semua data yang telah memenuhi syarat telah

diklasifikasikan untuk semua data yang ada. Setelah proses

screening dilakukan maka hasil dari ekstraksi data ini akan dapat

diketahui pasti dari jumlah awal data yang dimiliki berapa yang masih

memenuhi syarat untuk selanjutnya di analisa lebih jauh.

Karakteristik yang terkait dengan gagal ginjal yang mengalami

kelemahan otot meliputi jenis kelamin dan usia, dampak dari

hemodialisis meliputi perubahan fisik yang berdampak terhadap

kualitas tidur pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis

yang disebabkan oeh kelelahan, kelemahan otot dan menerima

intradialityc exercise aerobic, sehingga didapatkan hasil adanya

efektifitas Intradialytic exrcises aerobic terhadap kualitas tidur.

Metode yang digunakan untuk mengekstraksi menggunakan

formulir pengumpulan data. data diekstraksi secara independen oleh

lebih dari satu penulis. pemilihan data akan dilakukan oleh penulis

meliputi kesamaan desain, tahun publish, metode, intervensi serta

outcome yang akan dinilai. ekstraksi data dirancang untuk memandu

informasi dari catatan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang

diekstraksi pada setiap studi yang inklusi meliputi: penulis, tahun,

populasi, desain studi, tujuan penelitian, metode dan intervensi yang

digunakan dan waktu follow up serta outcome yang dihasilkan dari

tiap studi tersebut


53

E. Resiko Bias

Resiko bias adalah kesalahan sistematis atau penyimpangan dari

kebenaran studi dalam hasil kesimpulan. pada studi ini resiko bias akan

dinilai dengan menggunakan Review manager 5.4. Dengan demikian

RCT diklasifikasikan memiliki risiko bias rendah, sedang dan tinggi

dengan simbol ? ( unclear) , + ( low risk bias) , - ( high risk bias).

F. Analisa Data

Dalam penelitian ini setelah melewati tahapan screening sampai

dengan ekstraksi data maka dianalisa dengan menggabungkan semua

data akan diukur menggunakan menggukan statistik dan juga dilakukan uji

T untuk mengetahui siginifikansi dan untuk mengetahui nilai p value ( p <

0,005) dianggap signifikan secara statistik kemudian dievaluasi dengan

plot.

Analisis Statistik menggunakan Meta-analisis yang dilakukan

mengunakan Review Manager 5.4. Rasio peluang gabungan OR dengan

tingkat kepercayaan 95%, Heterogenitas antar studi dinilai menggunakan

uji statistik dengan uji-chi. Jika hasil analisis menunjukan data yang

hetegogen (I2= 75%) (Review Manager 5.4.), maka penentuan effect size

akan menggunakan random effect model. Untuk mengindentifikasi

sumber hetergonitas, dilakukan subgroup analisis. Forest Plot digunakan

untuk menyajikan hasil meta-analisis dan signifikansi statistik ditetapkan

pada P < 0,05. Analisis digunakan untuk memperkirakan pengaruh studi

secara keseluruhan.
54

G. Etika Penelitian

Pada pembuatan kajian literatur ini, penulis tidak menggunakan

pengambilan data dari responden atau partisipan. Penyusunan Literature

review ini didapatkan dari hasil evaluasi dan analisa dari berbagai literatur

yang didapatkan dari berbagai database. Maka dari itu, dalam

penyusunan literature riview ini membutuhkan standar etik atau etika

penelitian.

Standar etik yang akan penulis gunakan untuk melakukan

literature review dalam penelitian ini merujuk pada Wager & Wiffen, 2011

yaitu terdapat beberapa standar etik ketika melakukan kajian literatur,

diantaranya:

1. Avoiding Redundant (Duplicate) Publication

Menghindari duplikat publikasi dengan cara menyeleksi

artikel yang sama pada setiap database yang digunakan agar tidak

terjadi double counting. Penulis akan mencantumkan kajian literatur

pada judul untuk menunjukkan penelitian yang dilakukan adalah

kajian literatur.

2. Avoiding Plagiarism

Menghindari plagiat dengan cara mengutip hasil penelitian

orang lain. Penulis akan menggunakan turnitin untuk mencegah

plagiarisme dengan tingkat plagiarsm sebesar 25%.

3. Ensuring Accuracy

Memastikan data yang akan dipublikasikan telah diekstraksi

secara akurat dan tidak adanya indikasi untuk mencoba

mencondongkan data ke arah tertentu.


55

4. Transparency

Transparansi dengan cara peneliti akan memaparkan segala

sesuatu yang terjadi selama penelitian dengan jelas dan terbuka

dalam hal pendanaan artikel satu dibanding yang lainnya.


56

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Pencarian

Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan kata kunci

Hemodialysis” OR “Dialysis OR hemodialisafiltration” OR ‘ CKD OR

Chronic Failure OR ESRD OR Chronic Disease OR Chronical or

chonically OR ‘Intradialytic’ OR’ Exercise ’OR’ sports’ Exercise

Aerobic ‘OR’ Exercise Cycling ‘OR Intradialityc Aerobic ‘OR’

Intradialityc Cycling ‘ OR’ Therapy’ OR “sleep quality ‘OR’ insomnia

‘OR’ sleep disorders’ OR ‘Sleep quality or poor sleep. di database

pubmed didapatkan jumlah artikel sebanyak 60 sedangkan

didatabase google scholar didapatkan hasil 6 artikel dan didatabase

NCBI didapatkan 20 artikel. Secara keseluruhan jumlah artikel yang

didapatkan dari pencarian seluruh database yaitu 86 artikel, terdapat

2 artikel yang merupakan duplikasi sehingga didelete didalam list

artikel yang akan dilakukan skrining lebih lanjut. Dari total artikel

dikurangi duplikasi terdapat 84 artikel yang dilakukan skrining

pertama dengan melakukan filtering yaitu tahun 2014 sampai dengan

tahun 2020, terdapat 7 artikel yang tidak termasuk dengan alasan

hasil abstrak tidak memenuhi kriteria. Kemudian didapatkan artikel

dengan total 77 artikel untuk skrining tahap kedua. Hasil skrining

tahap dua, didapatkan total artikel 77 dikarenakan sebanyak 57

artikel dikeluarkan dengan alasan 19 artikel memiliki jumlah populasi

artikel yang tidak spesifik, 17 artikel tidak membahas intradialityc


57

exercise dan 21 artikel tidak menggunakan metode RCT. Selanjutnya

dilakukan tahap pengkajian eligibility artikel berdasarkan kriteria

inklusi, sehingga total artikel yang lolos skrining eligibilitas sebanyak

77 artikel dan 20 artikel yang layak dilakukan meta analisis.


58

PRISMA FLOW DIAGRAM

artikel yang teridentifikasi dari


berbagai database pubmed, NCBI Artikel yang tidak bisa di pakai
dan geoogle Schoolar (N = 86 karena duplikat (N= 2 Artikel)
identification

artikel)

Artikel keseluruhan yang


layak (N= 84 Artikel)
Screening

Artikel keseluruhan yang Artikel dikecualikan Artikel


layak (N= 84 Artikel) yang tidak dipakai setelah
screening dari Abstrak
(n =7 artikel)

Artikel teks lengkap dinilai Artikel teks lengkap


eligibility

kelayakannya dikecualikan, dengan alasan


(n =77 artikel) (n =57artikel)

1. Populasi tidak target


khusus: (n= 19 artikel)
Studi termasuk dalam 2. Tidak membahas
sintesis kualitatif intradialityc exercise :
(N= 20 Artikel) (n=17 artikel)
include

3. Metode tidak
menggunakan RCT :
(n=21 artikel)
Studi termasuk dalam
sintesis kuantitatif (meta-
analisis)
(N= 20 Artikel)

Bagan 1. Prisma Flow Chart

From: Moher D, Liberati A, Tetzlaff J, Altman DG, The PRISMA Group (2009).
Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses
59

2. Ekstraksi Data
PENULIS,
JENIS
TAHUN DAN SAMPEL INTERVENSI
PENELITIAN INSTRUMEN OUTCOME KESIMPULAN
NEGARA

Kaixiang RCT 24 responden , Selama 2 kali Kuesioner ISI Kelompok intevensi Adanya peningkatan
Sheng, dkk rentang usia ≥ 18 seminggu (insomnia Sebelum kualitas tidur setelah
(2014), China tahun, ESRD yang latihan aerobik severity index) Mean : 5.2 diberikan intervensi
menjalani HD lebih bersepeda 30 Mean diffren: 8.51 ,sedangkan pada
“Intradialytic dari 3 bulan menit intensitas Effect size : CI 0.78– kelompok kontrol tidak
Exercise in sedang selama 10.28 mengalami perubahan
Hemodialysis 8 minggu. Tidak Level sinificant :P 0.11
Patients: A ada nya follow Sesudah
Systematic up setelah Mean : 6.2
Review and pemberian Mean diffren : 59.1
Meta- intervensi. Effect size : 95% CI 0.01–
Analysis” 0.53
Level sinificant : P 0.001
Kelompok kontrol
Mean : 7.9
Mean diffren : 59.1 (8.51
9.68) Effect size : P 0.15
Level sinificant :P < 0.05

Iuliana RCT 41 respondenDilkakukan Kuesioner Kelompok intervensi Tidak ada perubahan


Hartescu, berusia ≥ 40 tahunselama 4 insomnia severity Sebelum terhadap kualitas tidur
dkk (2015), yang menjalani minggu, index Mean : .3.35 setelah diberikan
Loughboroug MHD selama seminggu 2 kali Mean diffren : -1.42± intervensi
h minimal 3 bulan bersepeda 30 3.42
60

“Increased menit dengan Effect size : 0.78 (0.10 to


physical intensitas 1.45)
activity sedang, setelah Level sinificant : p < 0.21
improves intervensi Sesudah
sleep and adanya follow Mean : 0.85
mood up 6 bulan Mean diffren : 671 (0.33–
outcomesin 6.4)
inactive Effect size : 0.78 (0.10 to
people with 1.45)
insomnia: a Level sinificant : P=0.06
randomized Kelompok kontrol
controlled Mean : 5.2
trial” Mean diffren : - 0.16 ± 63
(17
Effect size : 0.49 (0.17 to
1.15)
Level sinificant: p< 0.18
Level sinificant : p 0.18
Franklin C. RCT 44 responden latihan Epworth Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Barcellos , dewasa (≥18 peregangan ( Sleepiness Scale Sebelum kualitas tidur setelah
dkk (2015), tahun) yang ROM) selama 2 (ESS) Mean : 5.5 diberikan intervensi
Brazil menjalani MHD bulan Mean diffren : 9.04±0.59 ,sedangka npada
selama minimal 3 dilanjutkan Effect size : 95% kelompok kontrol tidak
“Effects bulan dengan CI−0.54–0.00) mengalami perubahan
exercise of intradialitik Level sinificant : p <
chronic selama 50 menit 0.0001
kidney saat HD selama Sesudah
disease: a 2 bulan Mean : 0.21
systematic Mean diffren : 22.2 ± 36.6
review” latihan Effect size : 19.8
intradialitik dua Level sinificant : P < 0.01
61

sampai tiga kali Kelompok kontrol


seminggu. Tidak Mean : 6.5
ada nya follow Mean diffren : 0.16±0.74,
up setelah Effect size : 8.3 ± 5.1 to
pemberian 19.7 ± 6.7 Level sinificant:
intervensi. = p < 0.009
Level sinificant : P <
0.01
Stephanie RCT 110 responden Dilakukan Epworth Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Thompson pasien HD selama 12 Sleepiness Scale Sebelum kualitas tidur setelah
,dkk (2016), penyakit ginjal minggu, (ESS) Mean : 2.5 diberikan intervensi
New york, stadium akhir pemanasan 5 Mean diffren : −1.2 (−8.4, ,sedangka npada
USA dewasa. (≥ 30 menit dan 6.0) kelompok kontrol tidak
tahun) yang pendinginan 9- Effect size : 1.7 (0.2 to 3.3 mengalami perubahan
menjalani MHD 11 menit. Level sinificant : P <
selama minimal 3 bersepeda 15 0.007
“aerobic and bulan Sesudah
menit bersepeda
resistanceex dengan waktu Mean : 0.11
ercise in bertambah 2,5 Mean diffren : 4.3
haemodialysi menit setiap (−2.3±10.7)
s patients” minggu . Tidak Effect size : 0.23 (−6.0 to
ada nya follow 6.5)
up setelah Level sinificant : P <
pemberian 0.001
intervensi. Kelompok kontrol
Mean : 3.2
Mean diffren : 4.3 (−2.8,
11.5)
Effect size : 1.6 (0.05 to
3.2)
Level sinificant : P < 0.03
62

Level sinificant :
p <0.005
ohn Wiley, RCT 60 responden latihan Pittsburgh Sleep Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2016), usia diatas 18 peregangan Quality Index Sebelum kualitas tidur setelah
Oxford tahun dengan dilakukan (PSQI), Epworth Mean : 0.53 diberikan intervensi
CKD tahap 3 selama 6 bulan, Sleepiness Scale Mean diffren : 1.5 (−8.4 ,sedangka npada
sampai 5 , yang 20 menit hingga (ESS) ±6.0) kelompok kontrol tidak
menjalani MHD 60 menit. Tidak Effect size : -4.97 [ -7.94, mengalami perubahan
“Interventions selama ≥ 3 bulan ada nya follow -2.00 ]
for chronic up setelah Level sinificant :P < 0.05
kidney pemberian Sesudah
disease- intervensi. Mean : 13.12
associated Mean diffren : -0.55 [ -
restless legs 6.41 to 5.31]
syndrome” Effect size : 1.8 (0.05 to
3.2)
Level sinificant :P < 0.02
Kelompok kontrol
Mean : 15.8
Mean diffren : 4.4
(2.4±10.7)
Effect size : -11.98 [ -
19.59, -4.37 ]
Level sinificant :P < 0.025
Level sinificant :P < 0.05
Schantel RCT 29 responden Bersepeda actigraphy Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Williams, dkk (usia 18 sampai selama sesi Sebelum kualitas tidur setelah
( 2017), New 75 tahun) kriteria dialisis, 30 menit Mean : 4.6 diberikan intervensi
york, USA responden HD 3 per hari, 5 hari Mean diffren : - 1.16 ± 63 ,sedangka npada
kali seminggu dalam (17 kelompok kontrol tidak
“Physical dan Menjalani seminggu. Effect size : 1.2 (–8.3 to mengalami perubahan
63

Activity and hemodialisa lebih Selama 8 10.8)


Sleep dari 3 bulan minggu. Tidak Level sinificant: p > 0.25
Patterns in dengan rentang ada nya follow Sesudah
Hemodialysis up setelah Mean : 6.5
Patients” pemberian Mean diffren : 59.1 (8.51
intervensi. 9.68)
Effect size : 40.1 (–16.9
to 97.2)
Level sinificant : p < 0.05
Kelompok kontrol
Mean : 9.3
Mean diffren : - 2.16 ±
52.17
Effect size : 0.4 (–0.7 to
1.4)
Level sinificant : p>0.03
Level sinificant: p <
0.001
Jiang Pu, dkk RCT Jumlah sampel Dilakukan Pittsburgh Sleep Kelompok intervensi Adanya peningkatan
(2017), china 651 pasien selama dua kali Quality Index Sebelum kualitas tidur setelah
dewasa yang seminggu (PSQI) Mean : 83.3 diberikan intervensi
“Efficacy and menjalani MHD selama 4 Mean diffren : 1.43 ± 3.45 ,sedangka npada
safety of selama minimal 3 minggu, selama Effect size : 1 .05, 95% CI kelompok kontrol tidak
intradialytic bulan 30 menit saat −1.47 to 7.57 mengalami perubahan
exercise in HD Dengan Level sinificant: p=0.19
haemodialysi metode Sesudah
s patients” bersepeda Mean : 13.9
selama HD. Mean diffren : 4.00 ( -
Tidak ada nya 2.80, 10.80)
follow up setelah Effect size : 0.07, 95% CI
pemberian 0.01 to 0.12
64

intervensi. Level sinificant : P= <0.05


Kelompok kontrol
Mean : 20.2
Mean diffren : 2.42± 3.43
Effect size : 95% CI 0.55
to 36.89
Level sinificant : p=0.16
Level sinificant: p=0.005
Ji-Hyung RCT 57 responden pemanasan 5 Akselerometer Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Cho, dkk ( dengan Kriteria menit dan wActiSleep-BT Sebelum kualitas tidur setelah
2017) , South inklusi: periode (ActiGraph, Mean : 83.3 diberikan intervensi
Korea 1. usia ≥ 20 pendinginan 5 Pensacola, FL) Mean diffren : 47.6 ± 79.2 ,sedangkan pada
tahun menit dalam 2 digunakan Effect size : 95% CI 0.01 kelompok kontrol tidak
“Effect of 2. MHD jam pertama sebagai to 0.12 mengalami perubahan
intradialytic vintage ≥ 6 setiap sesi memantau Level sinificant: P = 0.04
exercise on bulan Hemodialisa aktivitas fisik dan Sesudah
daily physical 3. pengobatan selama 12 status tidur. Mean : 3.2
activity and MHD, tiga minggu. pada Mean diffren : 51.4 ± 8.0
sleep quality kali intensitas 11-13 Effect size : 29.4
in seminggu dari 20 menit . Level sinificant : P = 0.01
maintenance 4. tidak ada latihan dilakukan Kelompok kontrol
hemodialysis amputasi di selama 8 Mean : 7.9
patients” ekstremitas minggu. Tidak Mean diffren : 0.01 ± 0.04
atas dan ada nya follow Effect size : 95% CI 2.94
bawah up setelah to 5.27,
5. kapasitas pemberian Level sinificant : P = 0.02
kognitif yang intervensi Level sinificant: P = 0.05
memadai selama 12
untuk minggu. Tidak
komunikasi ada nya follow
6. mampu up setelah
65

berjalan pemberian
intervensi.

Yuan-yuan RCT 15 studi dengan Seminggu 3-4 Pittsburgh Sleep Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Song, dkk total responden kali dilakukan Quality Index Sebelum kualitas tidur setelah
(2017), China 683 penderita dalam 2 jam (PSQI) Mean : 83.3 diberikan intervensi
penyakit ginjal pertama Mean diffren : 10.8 ± 0.5 ,sedangka npada
“Effects of stadium akhir perawatan Effect size : -1.28, 95% kelompok kontrol tidak
exercise yang menjalani dialisis CI: -1.66 to -0.9 mengalami perubahan
training on hemodialisis lebih bersepeda 30 Level sinificant: P=0.32
restless legs dari 3 bulan dan menit, satu Sesudah
syndrome, berusia di atas 18 adalah antara Mean : -1.79
depression, tahun jam 2 dan 3, Mean diffren : -1.25 (-2.54
sleep quality satu dalam 2 0.04)
andfatigue jam terakhir. Effect size : 1.28, 95% CI:
among latihan dilakukan -1.66 to -0.9
hemodialysis selama 10 Level sinificant : P
patients: A minggu. Tidak <0.001)
systematic ada nya follow Kelompok kontrol
review and up setelah Mean : 22.3
meta- pemberian Mean diffren : 35.7 ± 14.9
analysis” intervensi. Effect size : 95% CI: -2.21
to -1.37
Level sinificant : P<0.53
Level sinificant: p =
0.001
Gordon Mc RCT 64 responden Latihan Akselerometer Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Gregor, dkk Inklusi tergantung dilakukan wActiSleep-BT Sebelum kualitas tidur setelah
(2018), Italy pada usia > 18 selama 10 (ActiGraph, dan Mean : 13.42 diberikan intervensi
tahun, yang minggu, insomnia severity Mean diffren : 56.3±6.7 ,sedangka npada
“effect menjalani MHD bersepeda Effect size : 95%CI,1.4 to kelompok kontrol tidak
66

intradialytic selama minimal 3 minimal 50 index. 3.0 mengalami perubahan


low- bulan menit. Tidak ada Level sinificant: p = 0.02
frequency nya follow up Sesudah
electrical setelah Mean : 13.42
muscle pemberian Mean diffren : 60.0±0.1
stimulation intervensi. Effect size : +94
and cycle [95%CI,35.6 to 152.3
training” Level sinificant : P= 0.002
Kelompok kontrol
Mean : 18.57
Mean diffren : 93.0±0.1
Effect size : 95%CI,7.2 to
25.2
Level sinificant : p= 0.13
Level sinificant:
p= 0.002
Maycon M. RCT 28 responden aerobik Pittsburgh Sleep Kelompok intervensi Adanya peningkatan
Reboredo, pasien dewasa intradialitik Quality Index Sebelum kualitas tidur setelah
dkk (2018), yang menjalani intensitas (PSQI) Mean : 4.3 diberikan intervensi
Brazil MHD selama sedang 3 kali Mean diffren : 97.4±75.6 ,sedangka npada
minimal 3 bulan per minggu Effect size : 95% CI 0.55 kelompok kontrol tidak
“Effects of selama 12 to 36.89 mengalami perubahan
IntradialyticA minggu. Level sinificant: p=0.95
erobic Intervensi Sesudah
Training in bersepeda Mean : 0.11
Mildly selama 50 menit Mean diffren : 269 to 334
Impaired saat HD. Tidak Effect size : 21.4
Patients With ada nya follow Level sinificant :P= 0.001
End- up setelah Kelompok kontrol
StageRenal pemberian Mean : 5.6
Disease: A Mean diffren : 121±1.3
67

Randomized intervensi. Effect size : 0.01, 95% CI


Controlled −0.29 to 0.31
Trial” Level sinificant : p=0.16
Level sinificant: P= 0.01
LingzhiLi , RCT 286 responden Dilakukan total waktu tidur Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2018), dewasa yang selama 12 (TST), dan skor Sebelum kualitas tidur setelah
Polandia menjalani MHD minggu, 3 hari / berdasarkan Mean : 15.2 diberikan intervensi
selama minimal 3 minggu selama kuesioner tidur Mean diffren : 99.6±90 ,sedangka npada
“Effect of bulan 30 menit saat Effect size : 95%CI,- kelompok kontrol tidak
nocturnal HD dengan 22.72to-13.78 mengalami perubahan
hemodialysis metode range of Level sinificant: p = 0.006
on sleep motion. Tidak Sesudah
parameters ada nya follow Mean : 14.8
in patients up setelah Mean diffren : -14.90
with end- pemberian Effect size :-0.36,95%CI,-
stage renal intervensi. 0.67 to-0.04
disease” Level sinificant : P <0.05
Kelompok kontrol
Mean : 17.43
Mean diffren : 19±17
Effect size : 95%CI,-
21.84to-2.65
Level sinificant :p= 0.007
Level sinificant: P =
0.05
Karsten Van RCT 133 responden 12 minggu , 3 kuesioner Kelompok intervensi Adanya peningkatan
den Kriteria inklusi: hari / minggu Pittsburgh Sleep Sebelum kualitas tidur setelah
Wyngaert, dewasa > 18 dilakukan Quality Index Mean : 29.4 diberikan intervensi
dkk (2018), tahun, CKD yang selama 20 menit (PSQI) Mean diffren : 29.4±11.2 ,sedangka npada
Belgium menjalani dengan metode Effect size : 3.60 (-4.07 to kelompok kontrol tidak
hemodialisa strechig. Tidak 11.27) mengalami perubahan
68

“The effects besar dari 3 bulan ada nya follow Level sinificant: p= 0.007
of aerobic up setelah Sesudah
exercise one pemberian Mean : 11.05
GFR,blood intervensi Mean diffren : 1.70
pressure and (0.65.2.74)
quality sleep Effect size : 14.3
patients with Level sinificant : p < 0.05
chronic Kelompok kontrol
kidney” Mean : 28.43
Mean diffren : 50.8±7.7
Effect size : 3.60 ( -5.90 to
12.90)
Level sinificant : p = 0.16
Level sinificant: p= 0.05

Siti Yartin, RCT 70 responden bersepeda tiga Kuesioner Kelompok intervensi Tidak ada perubahan
dkk (2019), yang menjalani kali per minggu Pittsburgh Sleep Sebelum terhadap kualitas tidur
makassar hemodialisis >3 selama 30 menit Quality Index Mean : 76.1 setelah diberikan
bulan, usia >18 untuk setiap sesi (PSQI) Mean diffren : 180 ± 45 intervensi
“Intradialysis tahun dan <85 selama dialisis 8 Effect size : 6.60 (11.52
Exercise In tahun. minggu. Tidak to 1.68)
Hemodialysis ada nya follow Level sinificant: p = 0.004
Patients: A up setelah Sesudah
Systematic pemberian Mean : 11.15
Review” intervensi. Mean diffren : 5.4 (-3.10,
13.9)
Effect size : 14.3
Level sinificant :P= 0.06
Kelompok kontrol
69

Mean : 28.42
Mean diffren : 152 ± 46,
Effect size : 2.10 (0.05 to
4.15)
Level sinificant : p = 0.006
Level sinificant: P= 0.09
Špela RCT 14 responden 8 minggu. Kuesioner Kelompok intervensi Tidak ada perubahan
Bogataj, dkk dengan Kriteria Periode Pittsburgh Sleep Sebelum terhadap kualitas tidur
(2019), inklusi : pasien intervensi yang Quality Index Mean : 75.2 setelah diberikan
Slovenia HD penyakit paling umum (PSQI) Mean diffren : 15.9 ± 4.1 intervensi
ginjal stadium adalah 12 Effect size : 95% CI −1.07
“Exercise- akhir dewasa. minggu. Jenis to 0.19
Based yang menjalani olahraga yang Level sinificant: p = 0.169
Interventions MHD selama paling sering Sesudah
exercise minimal 3 bulan dilakukan Mean : 13,9
aerobic in adalah senam Mean diffren : -2.43 ±
Hemodialysis aerobik. durasi 0.65
Patients” latihan tunggal Effect size :95% CI −0.85
berkisar dari 13 to 0.13
menit hingga 90 Level sinificant : P ≤0.05
menit.Tidak ada Kelompok kontrol
nya follow up Mean : 22.2
setelah Mean diffren : 141 ± 14
pemberian Effect size : 1.70 (7.47 to
intervensi. 4.07)
Level sinificant : p = 0.006
Level sinificant: p 0.09

Nada Salhab, RCT 32 responden 3 sesi / minggu, Pittsburgh Sleep Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2019), kriteria inklusi, Latihan aerobik Quality Index Sebelum kualitas tidur setelah
70

Italy dewasa (> 18 15 menit hingga (PSQI) Mean : 9.3 diberikan intervensi
tahun) , ESRD, 55 menit. Mean diffren : 6.1 ,sedangka npada
“Effects of yang menjalani Selama 6 bulan. Effect size : 0.60 (3.76 to kelompok kontrol tidak
intradialytic MHD selama ≥ 3 Tidak ada nya 4.96) mengalami perubahan
aerobic bulan follow up setelah Level sinificant: p =0.56
exercise on pemberian Sesudah
hemodialysis intervensi. Mean : 6.1
patients” Mean diffren : -1.25 (-2.54
,0.04)
Effect size : 2.07
Level sinificant : P < 0.01
Kelompok kontrol
Mean : 8.9
Mean diffren : 3.1
Effect size : 17.00 (40.89
to 6.89)
Level sinificant : p > 0.07
Level sinificant: P = 0.06
Qingli Ren, RCT 22 responden bersepeda Epworth Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2019), Kriteria inklusi: selama 15 Sleepiness Scale Sebelum kualitas tidur setelah
China pasien usia lanjut sampai 30 menit (ESS) Mean : 11.5 diberikan intervensi
≥ 60 tahun selama 6 bulan, Mean diffren : 47.5 (17.5) ,sedangka npada
“Quality of dengan ESRD , dilakukan saat 2 Effect size : 1.40 (5.18 to kelompok kontrol tidak
life, yang menjalani jam dialisis, 2.38) mengalami perubahan
symptoms, MHD selama dilakukan Level sinificant: p = 0.008
and sleep minimal 3 bulan selama 12 Sesudah
qualityof minggu. Tidak Mean : 9.3
elderly with ada nya follow Mean diffren : 12.4 (4.09 -
end-stage up setelah 20.70)
renal disease pemberian Effect size : 11.0
receiving Level sinificant :P= <0.05
71

conservative intervensi. Kelompok kontrol


management Mean : 29.1
” Mean diffren : 3.5 ± 2.9
Effect size : 5.40 (3.44 to
14.24)
Level sinificant : p = 0.03
Level sinificant: p =0.05
Filipe Ferrari, RCT 103 responden , menggunakan Kuesioner Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2019), pasien dewasa (≥ protokol dengan Epworth Sebelum kualitas tidur setelah
Italy 18 tahun) pasien rotasi, fleksi dan Sleepiness Scale Mean : 9.3 diberikan intervensi
ESRD yang ekstensi (ESS) Mean diffren : 118 ± 13 ,sedangka npada
“Intradialytic menjalani HD ≥ 3 pergelangan Effect size : 95% CI − kelompok kontrol tidak
training in bulan kaki dan 8.83 to − 2.70 mengalami perubahan
patients with pergelangan Level sinificant: p =
end-stage tangan, yang 0.0002
renal kami anggap Sesudah
disease” sebagai latihan Mean : 3.2
aerobik Mean diffren : -5.9
intensitas Effect size : 0.08 to 0.10
sangat rendah Level sinificant :P < 0.01
dilakukan Kelompok kontrol
selama 6 Mean :22.8
minggu. Tidak Mean diffren : 19.2 ± 5.3
ada nya follow Effect size : 5.4 (-3.10 to
up setelah 13.9)
pemberian Level sinificant : p = 0.07
intervensi. Level sinificant: P =
0.01
Mei Huang, RCT 44 responden pemanasan 5 Epworth Kelompok intervensi Adanya peningkatan
dkk (2020), rentang usia ≥ 18 menit, Sleepiness Scale Sebelum kualitas tidur setelah
tahun , ESRD pendinginan, Mean : 13.5 diberikan intervensi
72

China yang menjalani dan bersepeda (ESS) Mean diffren : 97.4 ± 75.6 ,sedangka npada
hemodialisa lebih 30 menit. Setiap Effect size : 95% CI 0.00 kelompok kontrol tidak
“The effect of dari 3 bulan 4 minggu, to 0.1 mengalami perubahan
intradialytic latihan aerobik Level sinificant: p =0.18
exercise 20 menit dan Sesudah
aerobic on latihan resistensi Mean : 12.6
hemodialysis 10 menit . Tidak Mean diffren : 441.38 ±
efficiency in ada nya follow 48.88
end-stage up setelah Effect size : 3.15
renal disease pemberian Level sinificant : P <
patients” intervensi. 0.001
Kelompok kontrol
Mean : 19.06
Mean diffren : 4.4 ± 18.3
Effect size : 3.07 (1.29
to 7.45)
Level sinificant : p = 0.006
Level sinificant: p =
0.005
Hugo Luca RCT 65 responden selama 12 Akselerometer Kelompok intervensi Adanya peningkatan
corrêa , DKK usia ≥ 50 ( minggu digunakan di Sebelum kualitas tidur setelah
(2020), Brazil prevalensi berlangsung pergelangan Mean : 7.5 diberikan intervensi
gangguan tidur dalam 2 jam tangan untuk Mean diffren : 4.1 ± 0.5 ,sedangka npada
“Resistance saat CKD), pertama dialisis menilai kualitas Effect size : 95% CI 4.03– kelompok kontrol tidak
training menjalani dengan metode tidur. 6.79 mengalami perubahan
improves hemodialisis bersepeda Level sinificant: p =0.18
sleep quality, setidaknya selama 50 menit Sesudah
maintenance selama 3 bulan saat HD di awali Mean : 5.2
hemodialysis dengan Mean diffren : 55.0 ± 11.8
patients” pemanasan dan Effect size : 32.3
di akhiri dengan Level sinificant : p < 0.05
73

pendinginan. Kelompok kontrol


Tidak ada nya Mean : 17.8
follow up setelah Mean diffren : 55.0 ± 11.8
pemberian Effect size : 95% CI −
intervensi. 4.52 to − 1.97,
Level sinificant : p = 0.09
Level sinificant: p = 0.05
Tabel 5. Ekstraksi Data
3. Hasil Assesment Kualitas Studi

Karakteristik studi yang disertakan mencakup berbagai

kelompok penduduk dan wilayah geografis. Estimasi prevalensi

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa saat ini

diperoleh dari 20 penelitian yang dipublikasikan dari tahun 2014

hingga 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 1.072, Umur berkisar ≥

18 tahun sampai ≤ 85 tahun. studi yang digunakan menggunakan

Random Clinical Trial (RCT) .

Tabel 6. Assesment Kualitas Studi

Jumlah Lama Jumlah


Negara % %
studi Hemodialisa studi
Korea 1 2,6% ≥ 3 bulan 8 53.4%
Amerika 2 2.9% ≤ 3 bulan 12 45.7%
Slovenia 1 0.8%
Polandia 1 2.3%
Loughborough 1 2.9%
China 5 13.7%
Makassar 1 3.2%
Italy 3 4.9%
Brazil 3 10.3%
Oxford 1 1.8%
Belgium 1 3.2%
Pemberian Jumlah % Alat Ukur Jumlah %
Intervensi Studi studi
Saat dialisis 13 1.13% Kuesioner 12 45.7%
2 jam dialisis 3 1.3% Observasi 3 4.9%
2 jam setelah 4 1.4% Kuesioner 5 1.5%
dialisis dan
observasi

74
a. Figure Resiko Bias

Gambar 3.Hasil pengkajian resiko bias

1) Bias Total Keseluruhan Studi

Berdasarkan pada gambar diatas didapatkan hasil dari 20

artikel yang diinclude, 12,5% melaporkan metode pengacakan

secara rinci dengan kategori low bias dan 25% dalam kategori

high bias, 75% menjelaskan alokasi secara rinci dengan kategori

low bias, 12.5% menjelaskan tentang participant intervensi

penelitian dengan kategori low bias sedangkan 12.5% high bias,

12,5% menjelaskan tentang hasil penelitian dengan kategori low

bias dan 12.5% high bias, 37,5% menjelaskan ketidak

seimbangan hasil ukur dari penelitian dengan kategori low bias

dan 75% menjelaskan protokol penelitian.

75
Gambar 4. Deteksi Bias

2) Deteksi Bias Berdasarkan Studi

Bias seleksi potensial dalam studi ini karena pasien

yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam penelitian

ini tidak semua pasien yang memenuhi kriteria setuju menjadi

responden dan berpartisipasi dalam penelitian ini, akhirnya,

ada ketidakseimbangan dasar dalam model dialisis antar

kelompok. Terdapat 6 studi yang memiliki risiko bias yang

tinggi karena inadequate blinding. Studi pertama (frankline,

2015) menyatakan bahwa risiko bias terjadi di karenakan tidak

adanya kepatuhan terhadap intervensi, studi kedua (Iuliana

Hartescu et al, 2015) menyatakan bahwa resiko bias terjadi

76
dikarenakan tidak ada kepatuhan terhadap hemodialisa dan

tidak ada keseriusan dalam intervensi. Studi ketiga (Nada

Salhab et al ,2019) terdapat bias tidak adanya keseriusan

dalam intervensi, studi keempat (Qingli Ren et al ,2019) resiko

bias terjadi dikarenakan tidak ada kepatuhan terhadap

hemodialisa, studi kelima (Siti Yartin et al ,2019) resiko bias

terjadi dikarenakan ditengah intervensi terjadi pengunduran

diri menjadi responden dan studi keenam (Špela Bogataj et al

,2019) resiko bias terjadi dikarenakan tidak ada kepatuhan

terhadap hemodialisa dan tidak ada keseriusan dalam

intervensi, sehingga menimbulkan beberapa bias. Sedangkan

20 studi dengan kategori low risk dan unclear.

4. Hasil Analisis Utama

Tinjauan sistematis ini hanya mencakup studi dengan pasien gagal

ginjal kronis. Pengaruh latihan aerobik terhadap kualitas tidur signifikan

pada pasien dalam kelompok intervensi. Adanya dropout dikarenakan

efek samping dari intervensi yaitu kelelahan,dalam meta-analisis hasil

menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara

kelompok intervensi dan kontrol (P <0,001). siklus intradialitik :

Tabel 7 Siklus Intradialityc exercise aercobic pada pasien gagal ginjal


kronis

12 minggu 7 studi
6 bulan 3 studi
8 minggu 3 studi
2 bulan 1 studi
4 minggu 3 studi
10 minggu 2 studi

77
studi yang menjelaskan lamanya intradialityc exercise n = 20 studi

intervensi bersepeda selama dialisis yang membedakan lamanya

intervensi :

Tabel 8. Lama Intervensi exercise aercobic pada pasien gagal ginjal


kronis

20 menit 2 studi Total 46.91,chi = 297.68, df = 19 (p


I30menit 10 studi < 0.0001), p = 94% yang bermakna
90 menit 1 studi dengan tingkat kepercayaan 95%
50 menit 4 studi didapatkan nilai heterogenity 297.68
55 menit 1 studi dengan nilai p value <0.0001 yang
60 menit 1 studi artinya adanya heterogenity yang
signifikan pada penelitian ini.

Indeks Kualitas Tidur Pittsburgh (PSQI), gangguan tidur (diukur

dengan skala analog visual, VAS) dan buku harian tidur / skala kantuk

Epworth (ESS/ insomnia severity index) digunakan untuk mengukur

hasil dari intradialityc.Peneliti menganalisis data yang diperoleh dari

studi yang telah dikumpulkan di RevMan dan terdapat enam studi yang

dalam kategori High Bias dikarenakan faktor dari responden yaitu

ketidakteraturan hemodialisis dan tidak ada keseriusan untuk melakukan

intervensi. Hasil utama dalam keseluruhan artikel penelitian adalah

Perubahan tidur pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa .

Insturmen menggunakan skala penilaian yang berbeda. Dua

studi (Ji-Hyung Cho et.al, 2017) , Gordon Mc Gregor et.al ,2018)

mengunakan Objective Meassure digunakan sebagai memantau

aktivitas fisik dan status tidur. Dua studi (Schantel Williams et.al, 2017),

Špela Bogataj et.al, 2019) .Kualitas tidur dinilai dan dilaporkan dalam

78
lima penelitian menggunakan PSQI. Hasil diukur pada titik waktu yang

berbeda dalam penelitian yang menyebabkan heterogenitas yang

signifikan yaitu Tau = 46.91; chi = 150.20,df=19 ( p < 0.0001). Semua

penelitian memiliki derajat diskor dasar. 12 minggu intervesi (n = 7

studi), 6 bulan (n = 3 studi), 8 minggu ( n= 3 studi). 2 bulan (n= 1 studi),

40 minggu ( n= 1 studi), 4 minggu (n = 3 studi), 10 minggu ( n = 2 studi)

Tidak ada hasil tindak lanjut jangka panjang yang menilai efek dari

intervensi ini.

b. Efektifitas Intradilityc Exercise Aerobic Terhadap


Kualitas Tidur

Gambar 5.Plot Efek Intradialityc Exercise

Dua puluh Studi yang melibatkan 1072 pasien hemodialisis teridiri dari

kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan hasil pengaruh intradialityc

exercise aerobic pada kualitas tidur. Ada heterogenitas yang tinggi yaitu 99.63,

79
chi = 297.68, df = 19, sehingga analisis subkelompok menunjukkan perbedaan

yang signifikan secara statistik antara kelompok intervensi dan kontrol -9.98 [-

14.70, -5.26]. Latihan intradialityc exercise aerobic mampu menurunkan masalah

tidur pada pasien hemodialisis (P <0,0001). Adanya pengaruh yang kuat

intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur pada pasien hemodialisa

80
c. Subgroup analisis

Outcome or Subgroup studi Participants Statistical Method Effect Estimate

BENUA
Asia 7 423 Mean Difference -283.47 [-1011.08 to
(IV, Random, 95% 444.14]
CI)

Amerika 5 284 Mean Difference -5.45 [-8.43 to -2.47]


(IV, Random, 95%
CI)

Eropa 8 365 Mean Difference -8.35 [-13.71 to -3.00]


(IV, Random, 95%
CI)

SAMPEL
≤ 50 10 470 Mean Difference -11.27 [-20.43 to -2.11]
(IV, Random, 95%
CI)

50 – 100 5 284 Mean Difference -9.36 [-16.49 to -2.23]


(IV, Random, 95%
CI)

>100 5 318 Mean Difference -10.10 [-18.08 to -2.12]

81
(IV, Random, 95%
CI)

Lama Hemodialisis

≥ 3 bulan 11 540 Mean Difference -10.71 [-15.31 to -6.12]


(IV, Random, 95%
CI)

≤ 3 bulan 9 532 Mean Difference -7.68 [-12.31 to -3.04]


(IV, Random, 95%
CI)

INSTRUMEN
insomnia severity index 2 93 Mean Difference -3.35 [-7.52 to 0.82]
(IV, Random, 95%
CI)

Epworth Sleepiness Scale 5 267 Mean Difference -10.67 [-17.05 to -4.29]


(ESS) (IV, Random, 95%
CI)

Pittsburgh Sleep Quality 8 466 Mean Difference -13.13 [-21.28 to -4.98]


Index (PSQI) (IV, Random, 95%
CI)

Objective meassure 5 246 Mean Difference -5.79 [-10.22 to -1.37]


(IV, Random, 95%
CI)

82
LAMA INTERVENSI
≥ 6 bulan 16 785 Mean Difference -10.51 [-15.95 to -5.08]
(IV, Random, 95%
CI)

≤ 6 bulan 4 287 Mean Difference -7.87 [-17.22 to 1.48]


(IV, Random, 95%
CI)

DURASI intervensi
≥ 60 menit 17 887 Mean Difference -9.85 [-15.19, -4.51]
(IV, Random, 95%
CI)

≤ 60 menit 3 185 Mean Difference -10.78 [-19.38, -2.18]


(IV, Random, 95%
CI)

Tabel 9.Data Analisa

83
84
1) Berdasakan Benua

Karakteristik Negara pada studi ini terdiri dari 3 benua yang didalamnya

terdapat 13 Negara berbeda dan memiliki nilai heterogenitas berbeda disetiap

negara, pada Benua Asia terdapat N = 7 studi ( 35,0%) dengan nilai heteroginity

964696,01, chi = 1109090,75,df = 6 ( P < 0.00001) , Benua Amerika N = 5 studi (

25,0%) 0.00, chi = 2.88, df = 4 ( 0.58) dan Benua Eropa N = 8 studi ( 40.0%)

45.35,chi = 44,96, df = 7 ( P < 0.0001). didapatkan hasil dari 3 benua dengan

nilai heterogenity chi = 1355424.69, df = 19, P = 100% dengan nilai P <0.0001

yang artinya dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai heterogenity

1355424.69 ( > 75%) dengan tingkat keragaman 100% didapatkan hasil P value

< 0.0001 yang artinya adanya heterogenity yang signifikan berdasarkan benua.

2) Berdasarkan Besaran Sampel

Berdasarkan besaran sampel setiap studi memiliki perbedaan diantara

nya besaran sampel ≤ 50 terdapat N = 10 studi ( 50.9%) dengan nilai

heterogenitas 178.48, chi = 234.14,df = 8 ( P < 0.0001) , ≥ 50 N= 5 studi (26.9%)

46.63, chi = 17.18,df = 4 ( P 0.002) dan ≥ 100 N = 5 studi ( 26.6%) 67.92, chi =

32.88,df = 4 ( P < 0.0001 ). Didapatkan hasil dari besaran sampel dengan nilai

heterogenity chi = 286.45, df = 18, P = 94% ( P < 0.0001) sehingga dapat

disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai heterogenity

286.45 ( > 75%) dengan tingkat keragaman 94% didapatkan hasil P value <

0.0001 yang artinya adanya heterogenity yang signifikan berdasarkan besaran

sampel.

85
3) Berdasarkan Karakteristik Responden

Karakteristik sampel pada studi ini memiliki kriteria yang diberikan

intervensi, kriteria responden yang menjalani hemodialisa ≥ 3 bulan (n= 11

artikel) dengan jumlah participant 624, responden yang menjalani hemodialisa ≤

tiga bulan (n= 9 artikel) dengan jumlah participant 448, didapatkan total Chi =

150.21, df = 19, p = 87% (p<0.0001), sehingga dapat disimpulkan dengan tingkat

kepercayaan 95% didapatkan nilai heterogenity 150.21 ( > 75%) dengan tingkat

keragaman 87% didapatkan hasil P value < 0.0001 yang artinya adanya

heterogenity yang signifikan berdasarkan karakteristik responden dengan

karakteristik responden ≥ 3 bulan dengan nilai heterogenity chi = 90.94, p = 89%

( p < 0.00001).

4) Berdasarkan Instrumen

Insturmen menggunakan skala penilaian yang berbeda. Dua studi

menggunakan ISI (insomnia severity index) 10.6%, lima studi ESS (Epworth

Sleepiness Scale) 26.8%, delapan studi PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index)

41.6% dan lima studi objective measure 21.0% dengan nilai heterogenity chi =

297,68 ,df = 19, p = 94% ( P < 0.0001), sehingga dapat disimpulkan dengan

tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai heterogenity 297,68 ( > 75%) dengan

tingkat keragaman 94% didapatkan hasil P value < 0.0001 yang artinya adanya

heterogenity yang signifikan berdasarkan instrumen.

5) Berdasarkan Lama Intervensi Efektifitas Intradialityc exercise Aerobic

Terhadap Kualitas Tidur

Berdasarkan 20 studi yang di dapatkan terdapat lamanya intervensi yang

berbeda setiap studi , lamanya intervensi ≤ 6 bulan 16 studi ( 79.9%) dengan nilai

P < 0.0001, sedangkan ≥ 6 bulan 4 studi (20.1%) dengan nilai P < 0.0001.

86
dengan nilai heterogenity Chi = 297.68, df = 19, p = 94% , sehingga dapat

disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai heterogenity

297.68 ( > 75%) dengan tingkat keragaman 94% didapatkan hasil P value <

0.0001 yang artinya adanya heterogenity yang signifikan berdasarkan lama

intervensi intradialityc exercise aerobic.

6) Durasi Intervensi Intradialityc exercise aerobic

Berdasarkan dari 20 studi intervensi bersepeda selama dialisis yang

membedakannya adalah durasi dari latihan, durasi ≤ 60 menit 17 studi ( 85.5%)

dengan nilai P < 0.0001, sedangkan durasi ≥ 60 menit 3 studi ( 14.5%) nilai P =

0.03 . dengan total heterogenity chi = 297.68, df = 19, p = 94% (P < 0.0001),

sehingga dapat disimpulkan dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai

heterogenity 297.68 ( > 75%) dengan tingkat keragaman 94% didapatkan hasil P

value < 0.0001 yang artinya adanya heterogenity yang signifikan berdasarkan

Durasi intervensi intradialityc exercise aerobic.

B. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat tiga benua yaitu asia , eropa dan amerika yang

terdiri dari 13 negara.Diantara 13 negara benua asia memiliki nilai heterogenitas

yang tinggi yaitu chi = 1109494.75 ( ≥ 75%) dan memiliki tingkat keragaman yang

beragam yaitu 100 % hal ini dikarenakan di negara asia penderita gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Intradialityc exercise aerobic lebih sering di aplikasikan di negara asia

khususnya negara china (Pu et al, 2019) hal ini disebabkan karena negara china

merupakan negara dengan prevalensi gagal ginjal kronik tertinggi nomor 3 di

dunia setiap tahun mengalami peningkatan mencapai 10,8%, Hal ini didukung

oleh penelitian dari Qingli, 2019 yang menjelaskan selain menempati urutan

87
ketiga dengan prevalensi gagal ginjal kronis tertinggi, intradalityc exrcise aerobic

rutin diterapkan pada saat hemodialisa dan perawat diruangan hemodialisa

memanajemen exercise untuk mencapai hasil yang optimal, selain iu, angka

terjaidnya drop out saat intervensi yang rendah dan harapan pasien yang tinggi

untuk meningkatkan masalah tidur.

Intradialityc exercise aerobic terdiri dari dua kategori intervensi yang

berbeda yaitu cycling dan ROM , 16 studi intervensi menggunakan cycling dan 4

studi menggunakan exercise peregangan dengan teknik Range of motion , pada

intervensi bersepeda pasien akan melakukan pemanasan 5 menit dan

pendinginan 9-11 menit, bersepeda 15 menit , sedangkan intervensi dengan

Range Of motion ( ROM) dimulai 30 menit setelah dialisis dimulai dan berakhir 2

jam sebelum dialisis selesai. Exercise terdiri dari 3 tahap yaitu pemanasan 5

menit, inti 20 menit dan pendinginan 5 menit. Range Of motion memiliki

kekurangan yaitu lamanya proses akhir latihan yaitu 2 jam sebelum dialisis

selesai hal ini akan mengakibatkan kelemahan dan dropout pada exercise

berlangsung, sedangkan pada proses bersepeda maksimal waktu exercise 30

menit (Forwaty, Malini, Oktarina, 2019), intervensi dengan bersepeda lebih

banyak digunakan dikarenakan dengan durasi ≤ 60 menit meminimalkan

kelelahan pada pasien hemodialisa (Wulandari, Imanuel Sri Mei, 2015).

Pemberian intradialityc exercise aerobic diberikan ada saat proses dialisis , 2

jam dialisis dan 2 jam setelah dialisis dengan karakteristik responden minimal 3

bulan menjalani hemodialisa (n = 8 penelitian, 54.3%), kurang dari 3 bulan

hemodialisa ( n = 12 penelitian, 45.7%) berdasarkan analisis di dapatkan hasil

adanya heterogenitas yang tinggi dengan pemberian intervensi intradialityc

exercise 2 jam dialisis dengan pasien ≥ 3 bulan menjalani hemodialisa, hal ini

88
disebabkan karena 2 jam dialisis pasien sudah beradaptasi dengan mesin

hemodialisa sudah bisa berkoordinasi dengan baik, sedangkan setelah dialisis

responden cenderung tidak aktif dikarenakan pasien lebih ingin beristirahat

(Ganik Sakirin, 2018).

Ketika membandingkan 20 artikel durasi latihan per sesi dialisis dan

intensitas program latihan durasi ≤ 60 menit dan ≥ 60 menit didapatkan hasil

durasi ≤ 60 menit menghasilkan perubahan yang signifikan (p < 0.0001) dengan

resistensi latihan pasien secara bertahap dan rutin selama hemodialisa akan

meningkatkan pembersihan urea dan zat racun.

Sedangkan pada karakteristik sampel ≥ 3 bulan hemodialisa dan ≤ 3 bulan

hemodialisa, pasien yang menjalani hemodialisa ≥ 3 bulan memiliki heterogenitas

yang tinggi chi = 90.94 (≥ 75%) dengan nilai signifikansi p < 0.001 yang artinya

pasien dengan hemodialisa lebih dari 3 bulan akan berdampak terhadap

pemberian intradialityc exercise karena semakin lama pasien menjalani

hemodialisa akan semakin patuh untuk menjalani hemodialisa dan akan

kooperatif saat pemberian intervensi (Ganu et al, 2018),

Pasien dengan gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa merupakan

suatu kebutuhan agar bisa tetap melakukan aktivitas sehari-hari dan memenuhi

kebutuhan istirahat/ tidur dikarenakan masalah tidur sering dialami pada pasien

hemodialisa (Ji-Hyung, 2017). Pada studi ini terdapat perbedaan dalam

penggunaan instrumen untuk mengkur kualitas tidur, dua studi menggunakan ISI

(insomnia severity index), lima studi ESS (Epworth Sleepiness Scale) , delapan

studi PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), dan lima studi menggunakan

Objective meassure, penggunaan instrumen PSQI (Pittsburgh Sleep Quality

Index) lebih akurat dibandingkan menggunakan Objective meassure.

89
Dikarenakan instrumen PSQI yang terdiri dari 9 item pertanyaan yang berisikan

kualitas tidur dibandingkan Objective meassure dikarenakan Objective meassure

tanpa observasi langsung dari peneliti (Kim et al, 2014).

Latihan intradialityc exercise aerobic mampu menurunkan masalah tidur

pada pasien hemodialisis dengan hasil analisis - 9.10,95% CI [-18.58 to 0.37] P

value <0.06 , hal ini dibandingkan dengan studi Yuan yuan song, 2017 yang

menyatakan bahwa intervensi intradialityc exercise dapat mengatasi kualitas

tidur dengan hasil meta analisis heterogenitas yang tinggi SMD -1.28,95% CI = -

1.66 to – 0.9 dengan P value 0.0001, hal ini menunjukkan adanya signifikan

pengaruh intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur menggunakan

metode intervensi bersepeda selama 30 menit dengan total durasi exercise 8

sampai 24 minggu (Song et al. 2018). pada intradialityc exercise aerobic terjadi

peningkatan energi dan laju metabolisme, merelaksasi sistem saraf pusat dan

meningkatkan mood serta meningkatkan kebugaran tubuh (Ji-Hyung, 2017).

Adapun kekurangan dari intradialityc exercise aerobic ini responden dengan

hipertensi tidak terkontrol (SBP > 200 mmHg dan DBP >120 mmHg, Gagal

jantung, aritmia jantung yang memerlukan perawatan, unstable angina

,hiperkalemia sebelum dialisis, disesase tulang dengan resiko fraktur pasien

dengan klasifikasi ini tidak diperbolehkan untuk melakukan intradialityc exercise

dikarenakan akan menimbulkan cedera dan efek samping (Sulistyaningsih,

2010).

Perbedaan wilayah, besaran sampel, karakteristik responden, instrumen,

lama intervensi dan durasi intervensi sehingga munculnya keterbatasan serta

tidak adanya tindak lanjut atau follow up terkait intervensi dan terdapat empat

studi yang hasilnya tidak signifikansi dikarenakan pada proses intradialityc

90
exercise pasien tidak bersunguh-sungguh dalam implementasi dan tidak

mengetahui berapa lama jam tidur nya, adapun keterbatasan pada penelitian ini

terdapat 6 studi yang memiliki bias dikarenakan kecenderungan peserta tidak

patuh dalam menjalani hemodialisa dan tidak adanya keseriusan dalam

melakukan intervensi serta adanya pasien yang dropout saat intervensi

berlangsung, sehingga data hasil tidak lengkap dan risk bias yang tinggi, adapun

kekuatan pada pada penelitian ini walaupun adanya perbedaan wilayah, besaran

sampel, karakteristik responden, instrumen, lama intervensi dan durasi intervensi

,artikel- artikel yang masuk sudah melalui tahap proses screening sehingga

artikel-artikel yang dilakukan analisis dalam kategori layak di lakukan analisis dan

adanya perbedaan intradialityc exercise bisa diterapkan di wilayah atau negara

yang berbeda.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pada saat proses searching artikel

hanya mengambil bahasa inggris dan Indonesia yang masuk dalam proses

screening sehingga potensi penelitian dengan bahasa lain tidak dikaji sehingga

dapat menyebakan publication bias. Selain itu pada studi yang include tidak

terfokus pada satu negara tetapi ada di tiga benua yaitu benua asia, amerika dan

eropa, terdiri dari 13 negara dan mayoritas di benua eropa dengan 8 negara ,

selain itu terdapat perbedaan pada besaran sampel, karakteristik responden,

instrumen kualitas tidur, lama intervensi intradialityc exercise aerobic dan durasi

intervensi setiap studi berbeda- beda sehingga studi yang diperoleh memiliki

tingkat keragaman yang tinggi.

91
C. IMPLIKASI PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian terdapat implikasi yang dapat digunakan

untuk peningkatan intervensi dalam keperawatan khususnya terhadap

pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa. Studi ini menunjukkan

bahwa pasien hemodialisis dapat melakukan latihan untuk meningkatkan

kualitas tidur. direkomendasikan untuk melakukan latihan aerobik selama 60

menit / 2-3 hari dan latihan resistensi 2-3 / minggu dengan intensitas sedang

dengan tujuan Menguatkan otot-otot pernafasan, mempermudah aliran

udara masuk dan keluar dari paru-paru dan menurunkan denyut jantung saat

istirahat. Sedangkan, pasien dengan Hipertensi tidak terkontrol (SBP >

200mmHg dan DBP >120 mmHg) dan Gagal jantung tidak diperbolehkan

untuk melakukan intradialityc exercise. Tahapan intradialityc diawali dengan

pemanasan selama kuran lebih 5 menit kemudian berbaring pada kursi dan

letakkan kaki pada sandaran kaki dan letakkan lengan pada kursi

selanjutnya tekuk lutut dan perlahan gerakan kearah dada seperti bersepeda

dilakukan selama ≤ 60 menit dan tahap pendingan bertujuan untuk

memperlancarkan peredaran darah.

Intradialityc exercise aerobic bisa diterapkan di unit hemodialisa di

indonesia dengan memperhatikan standar prosedur operasional, indikasi

dan kontraindikasi dari intervensi, diperlukan adanya pelatihan terkait

intradialityc exercise aerobic terlebih dahulu untuk meningkatkan kompetensi

perawat hemodialisa dalam menggunakan alat exercise dan hal yang harus

diperhatikan selama proses intradialityc exercise dan evaluasi sebelum dan

sesudah intradialityc exercise, adapun alat exercise aeorobic khususnya

cycling belum tersedia di unit hemodialisa di indonesia sehingga bisa

92
digunakan pengganti cycling yaitu pedal sepeda yang di modifikasi seperti

alat cycling yang digunakan intradialityc exercise di luar negeri.

93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dua puluh studi efektivitas intradialityc

exercise aerobic terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa : A systematic review and meta – analisis sebagai

berikut:

1. Benua asia merupakan benua yang memiliki heterogenity yang tinggi

di bandingkan dengan benua yang lainnya dengan kategori sampel ≤

50 dengan kategori pasien hemodialisa kurang dari 3 bulan sangat

dianjurkan untuk melakukan intervensi intradialityc exercise tanpa

indikasi dengan durasi latihan ≤ 60 menit dan frekuensi latihan ≤ 6

bulan. Kualitas tidur di ukur dengan menggunakan PSQI (Pittsburgh

Sleep Quality Index) sebelum dan sesudah pemberian intervensi.

2. Latihan secara bertahap setiap hemodialisa akan mengatasi masalah

tidur pada pasien hemodialisa

3. Hasil meta-analisis intradialityc exercise aerobic memberikan efek

positif dan meningkatkan kualitas tidur pada pasien hemodialisis

dengan nilai chi = 297,68, p = 94% ( P < 0.00001). hal ini akan

berdampak terhadap kemampuan pasien dalam mengatasi masalah

tidur dan Tinjauan studi-studi ini juga dapat membantu dalam

merencanakan penelitian intradialityc exercise aerobic sebagai terapi

non-farmakologi.

94
B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi

perpustakaan dan sebagai acuan bagi mahasiswa mengenai efektivitas

Intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa

2. BagI Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, tentang intervensi

keperawatan efektivitas intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas

tidur pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. hasil

penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi dasar untuk

penelitian selanjutnya untuk mengembangkan kembali penelitian ini

dengan memperhatikan jumlah artikel, bahasa yang digunakan pada

artikel, negara, durasi latihan intradialityc exercise dan lamanya

intervensi intradialityc yang bertujuan untuk mengurangi bias pada studi.

3. Bagi Pengambilan Kebijakan

Dengan melihat hasil dari penelitian ini perlu adanya kembali penelitian

terkait efektivitas intradialityc exercise aerobic terhadap kualitas tidur

pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa , sehingga dapat

mengurangi publication bias.

4. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

masukan bagi perawat di ruangan hemodialisa untuk menerapkan

intervensi intradialityc exercise aerobic sesuai dengan standar

operasional prosedur dan direkomendasikan membeli alat exercise

95
cycling dari negara luar yang sudah menerapkan intradialityc exrcise

aerobic.

96
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Anisa Rachmawati, and Erlina Marfianti. 2020 . ‘Karakteristik Faktor


Resiko Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani
Hemodialisa Di RS X Madiun’ : Biomedika, 12.1 , 36–43

Ariyanto Ariyanto.2018. ‘Beberapa Faktor Risiko Kejadian Penyakit Ginjal Kronik


(PGK) Stadium V Pada Kelompok Usia Kurang Dari 50 Tahun (Studi Di
RSUD dr.H.Soewondo Kendal Dan RSUD dr.Adhyatma,MPH
Semarang)’ : Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas.

Arina Nurfianti and An An. 2019. NurseLine Journal, 4.1, 114–22


<https://doi.org/https://doi.org/10.19184/nlj.v4i2.13708>.

Azizah Khoiriyati Ganik Sakirin, Nurul Makiyah. 2018. ‘Intradialytic Exercise’,


Jurnal Keperawatan UMY, 2018, 1–17.

Alligood, M. R. 2014. Nursing theorists and their work. (8th ed.) : United States
of America: Elsevier Inc./ Mosby.

Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan.Bandung: Refika Aditama.

Brunner, & Suddarth’s. 2008. Text book of Medical Surgical Nursing. England:
Williams & Wilkins

V. Nannan Panday.et.al, 2017. ‘Disease And Kidney Transplantation In , Inc . All


Rights Reserved

D I Rs and Stella Maris. 2017, ‘Evaluasi Pemberian Terapi Akupresur Dalam


Meningkatkan Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Tahap Akhir Di Rs.
Stella Maris Makassar’ : Patria Artha Journal of Nursing Science, 1.2
<https://doi.org/10.33857/jns.v1i2.73>.

Dani Darmawan.2019. Journal of Chemical Information and Modeling, 53.9,


1689–99 : https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.

Erni Forwaty, Hema Malini, and Elvi Oktarina. (2019). Pengaruh Intradialytic
Range of Motion (ROM) Exercise Terhadap Depresi, Insomnia Dan
Asupan Nutrisi Pada Pasien Hemodialisis : Jurnal Kesehatan Andalas,
8.3, 529 <https://doi.org/10.25077/jka.v8i3.1038>.

Enggus Subarman Pius and Santi Herlina. 2019. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Tarakan Jakarta:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, 2002

97
Elizabet. 2019. pathway dan patofisiologi gagal ginjal kronis. Jakarta : Erlangga

Filipe Ferrari and others, ‘Intradialytic Training in Patients with End-Stage Renal
Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized
Clinical Trials Assessing the Effects of Five Different Training
Interventions’, Journal of Nephrology, 33.2 (2020), 251–66
<https://doi.org/10.1007/s40620-019-00687-y>.

G. C. Kosmadakis. 2010. Ginjal Kronik and Yang Menjalani, ‘Status Energi


Fungsi Fisik Dan Kualitas Tidur Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis : Physical Exercise in Patients with Severe Kidney
Disease’, Nephron - Clinical Practice, 115.1, 7–16
<https://doi.org/10.1159/000286344>12.2 (2020), 153–60.

Hannah M.L. Young. 2018. ‘Effects of Intradialytic Cycling Exercise on Exercise


Capacity, Quality of Life, Physical Function and Cardiovascular
Measures in Adult Haemodialysis Patients: A Systematic Review and
Meta-Analysis’, Nephrology Dialysis Transplantation, 33.8, 1436–45
<https://doi.org/10.1093/ndt/gfy045>.

Herdiana. 2015, ‘Kualitas Hidup Pasien GGK’, : Journal of Chemical Information


andModeling,53.9,168999<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.0
04>.

Nisrina Nur Aini and Arina Maliya. 2020 ‘Manajemen Insomnia Pada Pasien
Hemodialisa : Kajian Literatur’, 13.2 (2020), 93–99.

Jeanne Leerssen. 2020. ‘Internet-Guided Cognitive, Behavioral and


Chronobiological Interventions in Depression-Prone Insomnia Subtypes:
Protocol of a Randomized Controlled Prevention Trial’, BMC Psychiatry,
20.1, 1–11 <https://doi.org/10.1186/s12888-020-02554-8>.

Jung and Park 2011. Jurnal of chemical information and modelling :Hematologi

Jain, D., & Mandot, N. 2019. Impact of Demographic Factors on Investment


Decision of Investors in Rajasthan : Journal of Arts, Science &
Commerce, 2(3), 81–92

Jiang Pu and others, ‘Efficacy and Safety of Intradialytic Exercise in


Haemodialysis Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis’, BMJ
Open, 9.1 (2019) <https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020633>

Kassebaum, N. J., Fleming, T. D., et.al.2016. The Global Burden of Anemia :


Hematology/Oncology Clinics ofNorth America, 30(2), 247–308.
https://doi.org/10.1016/j.hoc.2015.11.002

98
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:
Kemenkes RI.

Kementrian kesehatan RI. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan,
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kusmana. 2007. Jurnal of chemical information and modelling :Hematologi

Kumar N ,Beddhu S, Pappas LM, Samo- re M. 2016 : Effects of body size and
body composi- tion on survival in hemodialysis patients : J Am Soc
Nephrol 2003; 14: 2366–2372

Kemenkes RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. 2010. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (edisi 7 vo). Jakarta: EGC

Kirsten P. Koh. 2009. ‘Intradialytic versus Home Based Exercise Training in


Hemodialysis Patients: A Randomised Controlled Trial’, BMC Nephrology,
10.1, 1–6 <https://doi.org/10.1186/1471-2369-10-2>.

Luca Zazzeroni.2017.‘Comparison of Quality of Life in Patients Undergoing


Hemodialysis and Peritoneal Dialysis : A Systematic Review and Meta-
Analysis’, Kidney and Blood Pressure Research, 42.4, 717–27
<https://doi.org/10.1159/000484115>.

L. Sachs B. A. & Wolfman.2013. Journal of Chemical Information and Modeling:


53.9 1689–99 <https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.

Linlin lindayani and others. 2020. High smoking prevalence among HIV-positive
individuals: A systematic review and meta-analysis.

M. Alchakim Amanu.2015. ’, Manajemen Pengembangan Bakat Minat Siswa : Di


Mts Al-Wathoniyyah Pedurungan Semarang, 2015, 2–3.

Mauro José de Deus Morais. 2019. ‘Is Aerobic Exercise Training during
Hemodialysis a Reliable Intervention for Autonomic Dysfunction in
Individuals with Chronic Kidney Disease : A Prospective Longitudinal
Clinical Trial’, Journal of Multidisciplinary Healthcare, 12, 711–18
<https://doi.org/10.2147/JMDH.S202889>.

Matthew J. Clarkson. 2019. ‘Exercise Interventions for Improving Objective


Physical Function in Patients with End-Stage Kidney Disease on
Dialysis: A Systematic Review and Meta-Analysis’, American Journal
of Physiology - Renal Physiology, 316.5, F856–72
<https://doi.org/10.1152/ajprenal.00317.2018>.

99
Nasution. 2010. Jurnal of chemical information and modelling intradialityc
exercise :Hematologi

Ningrum, Imardiani, and Rahma.2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Terapi
Hemodialisa : STIKes Muhammadiyah Palembang

Natale P, Ruospo M, Saglimbene VM, Palmer SC, Strippoli GF.2017.


Interventions for improving sleep quality in people with chronic kidney
disease : Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 4. [DOI:
10.1002/14651858.CD012625]

Nursalam.2020. Penulis Literature Review Dan Systematic Review : Pendidikan


Kesehatan

Potter, P., Perry, A., Stockert, P., & Hall, A. 2010. Fundamentals of Nursing(9th
ed.). St. Louis: Elsevier/Mosby.

Parsons TL, Toffelmire EB, King-VanVlack CE.2006. The effect of an exercise


program during hemodialysis on dialysis efficacy, blood pressure and
quality of life in end-stage renal disease (ESRD) patients : Clin Nephrol
61(4):261–274

Pius and Herlina.2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah
Sakit Tarakan Jakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Patrizia Natale. 2019.Interventions for Improving Sleep Quality in People with


Chronic Kidney Disease :Cochrane Database of Systematic Reviews,
2019.5 (2019) <https://doi.org/10.1002/14651858.CD012625.pub2>.

Pali .2012. Konsep gagal ginjal . Jurnal of chemical information and modelling :
Hematologi

Qingli Ren and others.2019. ‘Quality of Life , Symptoms , and Sleep Quality of
Elderly with End-Stage Renal Disease Receiving Conservative
Management : A Systematic Review’, 5 (2019), 1–9.

R Kumar.2016. ‘Cronic Renal Failure Indonesia’ : Jurnal Keperawatan, 5.2


(2016), 1–9 <https://doi.org/10.1002/pds.4212.4.>.

Runtung (2013) . Nasution. 2010. Jurnal of chemical information and modelling


intradialityc exercise :Hematologi

Rosidah.2018, ‘Insomnia Pada Lansia’, Journal of Chemical Information and


Modeling, 53.9 (2018), 8–24.

100
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013

Sari Fatimah Wulandari, Imanuel Sri Mei. 2015. ‘Hubungan Lamanya Menjalani
Hemodialisis Dengan Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Terminal Di
Rumah Sakit Advent Bandung’ : Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2015
<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.

Stacey J. Elder. 2008. ‘Sleep Quality Predicts Quality of Life and Mortality Risk in
Haemodialysis Patients: Results from the Dialysis Outcomes and
Practice Patterns Study (DOPPS)’, Nephrology Dialysis Transplantation,
23.3 (2008), 998–1004 <https://doi.org/10.1093/ndt/gfm630>.

Sugiyono.2016. ’, Journal of Chemical Information and Modeling : 53.9 1689–99


<https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004>.

Sulistyaningsih, Dwi Retno. 2011. ―Efektivitas Latihan Fisik Selama


Hemodialisis Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang : Universitas
Indonesia

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif : Aflabeta, Bandung.


Media Ilmu Kesehatan.

Thomas Mettang.2016. ‘Chronic Kidney Diseases’ : Pruritus, Second Edition,


241–51 <https://doi.org/10.1007/978-3-319-33142-3_33>.

Vincent J. Ganu.et.al. 2018. ‘Depression and Quality of Life in Patients on Long


Term Hemodialysis at a Nationalhospital in Ghana: A Cross-Sectional
Study’, Ghana Medical Journal, 52.1 (2018), 22–28
<https://doi.org/10.4314/gmj.v52i1.5>.

Yulia M Nur, Trimonarita Johan, and Lina Hermaini. 2020. ‘Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal
Kronik’ : Journal of Public Health, 1.1 (2020), 24–33.

Windy Astuti Cahya Ningrum, Imardiani, and Saidatur Rahma.2017. ‘Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Terapi Hemodialisa’ : Seminar Dan Workshop Nasional Keperawatan
‘Implikasi Perawatan Paliatif Pada Bidang Kesehatan’, 2017, 279–85.

101
LAMPIRAN

META ANALISIS SOB GROUP

1. Berdasarkan Benua

102
2. Berdasarkan Besaran Sampel

103
3. Berdasarkan Karakteristik Responden

104
4. Berdasarkan Instrumen

105
5. Berdasarkan Lama Intervensi Efektifitas Intradialityc exercise
Aerobic Terhadap Kualitas Tidur

106
6. Durasi Intervensi

107
Tabel Characteristics of included studies

Methods

Participants

Interventions

Outcomes

108
SEARCH STRATEGI

Database Search terms


Central 1. (kidney or renal) next disease
2. (CKD or CRF or CRD)
3. (Chronic disease or disease)
4. Chronical or chonically
5. Renal insufficiency, chronic or chronic renal
insufficiency
6. Sleep or sleeping
7. Sleep quality or poor sleep
8. Quality sleep or qualities sleep
9. Intradialityc or exercise
10. Aerobic or exercise aerobic
11. Exercise or exercise therapy
12. Exercise aerobic or cycling
13. #1 OR #6 OR #10
14. hemodialysis or hemodiafiltration or hemofiltration)
15. dialysis or filtration
16. #2 OR #7 OR #9#
17. #3 OR #8 OR #12 OR # 15
18. #5 OR #11 OR #7 OR #14
Medline 1. Renal Insufficiency, Chronic
2. CKD
3. End stage renal disease
4. Kidney renal
5. Choric disease
6. Sleep
7. Sleeping
8. Quality sleep
9. Poor sleep
10. Exercise
11. Exercise aerobic
12. Aerobic
13. Intradialityc
14. Exercise therapy
15. Intradialityc cycling
16. Dialysis
17. Hemodialisis
18. Hemodialifitration

Embase 1. kidney Disease


2. Chronic Kidney Disease
3. Kidney Failure
4. Chronic Kidney Failure
5. kidney disease or kidney failure or renal disease or
renal failure
6. Dialysis or hemodialysis or hemodiafiltration
7. Exercise or intradialityc or sport
8. Sleep or sleep quality

109
9. Sleep quality
10. Intradialityc exercise
11. Exercise aerobic

110
HASIL IDENTIFIKASI ARTIKEL

Jenis
Tahun Artikel Jumlah
Database Hasil Full text
2014-2020 Penelitian Artikel
(RCT)
Pubmed 200 140 100 60 60

NCBI 285 200 105 20 20

Geogle 45 23 15 6 6
Schoolar

PMC 30 18 - - -

Proquest 8 - - - -

Sinta 2 5 3 - - -

Total 86 Artikel

111
Reported
Section/topic # Checklist item
on page #
TITLE
Title 1 Identify the report as a systematic review, meta-analysis, or both.
ABSTRACT
Structured summary 2 Provide a structured summary including, as applicable: background; objectives; data sources; study eligibility
criteria, participants, and interventions; study appraisal and synthesis methods; results; limitations; conclusions
and implications of key findings; systematic review registration number.
INTRODUCTION
Rationale 3 Describe the rationale for the review in the context of what is already known.
Objectives 4 Provide an explicit statement of questions being addressed with reference to participants, interventions,
comparisons, outcomes, and study design (PICOS).
METHODS
Protocol and registration 5 Indicate if a review protocol exists, if and where it can be accessed (e.g., Web address), and, if available,
provide registration information including registration number.
Eligibility criteria 6 Specify study characteristics (e.g., PICOS, length of follow-up) and report characteristics (e.g., years
considered, language, publication status) used as criteria for eligibility, giving rationale.
Information sources 7 Describe all information sources (e.g., databases with dates of coverage, contact with study authors to identify
additional studies) in the search and date last searched.
Search 8 Present full electronic search strategy for at least one database, including any limits used, such that it could be
repeated.
Study selection 9 State the process for selecting studies (i.e., screening, eligibility, included in systematic review, and, if
applicable, included in the meta-analysis).

112
Data collection process 10 Describe method of data extraction from reports (e.g., piloted forms, independently, in duplicate) and any
processes for obtaining and confirming data from investigators.
Data items 11 List and define all variables for which data were sought (e.g., PICOS, funding sources) and any assumptions
and simplifications made.
Risk of bias in individual studies 12 Describe methods used for assessing risk of bias of individual studies (including specification of whether this
was done at the study or outcome level), and how this information is to be used in any data synthesis.
Summary measures 13 State the principal summary measures (e.g., risk ratio, difference in means).
Synthesis of results 14 Describe the methods of handling data and combining results of studies, if done, including measures of
consistency (e.g., I2) for each meta-analysis.

Page 1 of 2
Reported
Section/topic # Checklist item on page
#
Risk of bias across 15 Specify any assessment of risk of bias that may affect the cumulative evidence (e.g., publication bias, selective
studies reporting within studies).
Additional analyses 16 Describe methods of additional analyses (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-regression), if done,
indicating which were pre-specified.
RESULTS
Study selection 17 Give numbers of studies screened, assessed for eligibility, and included in the review, with reasons for
exclusions at each stage, ideally with a flow diagram.
Study characteristics 18 For each study, present characteristics for which data were extracted (e.g., study size, PICOS, follow-up
period) and provide the citations.
Risk of bias within 19 Present data on risk of bias of each study and, if available, any outcome level assessment (see item 12).
studies

113
Results of individual 20 For all outcomes considered (benefits or harms), present, for each study: (a) simple summary data for each
studies intervention group (b) effect estimates and confidence intervals, ideally with a forest plot.
Synthesis of results 21 Present results of each meta-analysis done, including confidence intervals and measures of consistency.
Risk of bias across 22 Present results of any assessment of risk of bias across studies (see Item 15).
studies
Additional analysis 23 Give results of additional analyses, if done (e.g., sensitivity or subgroup analyses, meta-regression [see Item
16]).
DISCUSSION
Summary of 24 Summarize the main findings including the strength of evidence for each main outcome; consider their
evidence relevance to key groups (e.g., healthcare providers, users, and policy makers).
Limitations 25 Discuss limitations at study and outcome level (e.g., risk of bias), and at review-level (e.g., incomplete retrieval
of identified research, reporting bias).
Conclusions 26 Provide a general interpretation of the results in the context of other evidence, and implications for future
research.
FUNDING
Funding 27 Describe sources of funding for the systematic review and other support (e.g., supply of data); role of funders
for the systematic review.

From: Moher D, Liberati A, Tetzlaff J, Altman DG, The PRISMA Group (2009). Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses: The PRISMA Statement. PLoS
Med 6(7): e1000097. doi:10.1371/journal.pmed1000097
For more information, visit: www.prisma-statement.org.
Page 2 of 2

114
115
LAMPIRAN HASILPENCARIAN

Hasil screening menggunakan prisma yang dikecualikan antara lain :

a. Populasi tidak target khusus: 19 Artikel


b. Tidak membahas intradialityc exercise : 17 Artikel
c. Metode tidak menggunakan RCT : 21 Artikel
d. Jurnal/ Artikel yang tidak bisa dipakai karena tidak termasuk dalam kriteria = 9 Artikel

Artikel Populasi Tidak Target Khusus: 19 Artikel


No Judul Alasan
1 The eVects of exercise training Dalam proses screening terdapat 19
on muscle atrophy in artikel yang dikecualikan dengan
haemodialysispatients alasan populasi , yang dimaksudkan
2 Effect of intradialytic exercise dengan populasi disini adalah dalam
on daily physical activity and 89 artikel terdapat 19 artikel yang
sleep quality in maintenance tidak spesifik dalam populasi ,
hemodialysis patient populasi pada penelitian ini adalah
3 Physical Exercise in Patients pasien gagal ginjal kronis yang
with Severe Kidney Disease menjalani hemodialisa, sedangkan di
4 Sleep quality predicts quality of 19 artikel ini hanya menyebutkan
life and mortality risk pasien yang menjalani hemodialisa
inhaemodialysis patients: tidak spesifik pasien gagal ginjal
Results from the Dialysis kronis yang menjalani hemodialisa
Outcomesand Practice Patterns
Study (DOPPS)
5 Physical activity levels in
patients on hemodialysis and
healthysedentary controls
6 Resistance Training Improves
Sleep Quality In Older Adults. A
Pilot Study
7 Heart Rate Variability
Correlates to Functional Aerobic
Impairment in Hemodialysis
Patients
8 Physical Activity and Sleep
Patterns in Hemodialysis
Patients in a Suburban
Environment
9 The Effect of Interdialytic
Combined Resistance and
Aerobic ExerciseTraining on
Health Related Outcomesin
Chronic Hemodialysis
Patients:The Tunisian
Randomized Controlled Study
10 Evaluating the effectiveness of
exercisetraining on elderly
patients who
116
requirehaemodialysis: study
protocol for asystematic review
and meta-analysis
11 Intradialytic Activities and
Health-Related Quality of Life
Among Hemodialysis Patients
12 Effects of exercise therapy
during dialysis for elderly
patients undergoing
maintenance dialysis
13 Efektifitas Intradialytic
Stretching Exerciseterhadap
Penurunan Gejala Restless Leg
Syndromedan Peningkatan
Sleep Qualitypada Pasien
Hemodialisis
14 Twelve-week intradialytic
cycling exercise improves
physical functional performance
with gain in muscle strength and
endurance: a randomized
controlled tria
15 Pengaruh Exercise Intradialytic
Terhadap Nilai Adekuasi
Hemodialysis
16 Sleep, circadian rhythms and
health
17 Comparison of Sleep Quality
and Dialysis Adequacy of
PatientsUndergoing
Hemodialysis
18 Ultrasound assessment of
muscle mass in response
toexercise training in chronic
kidney disease: acomparison
with MRI
19 Twelve-week combined
resistance and aerobic training
confers greaterbenefits than
aerobic training alone in
nondialysis CKD

Tidak Membahas Intradialityc Exercise : 17 Artikel

No Judul Alasan
1 Sleep disorders in patients with Dalam proses screening terdapat 17
end-stage renaldisease undergoing artikel yang dikecualikan dengan alasan
dialysis therapy tidak membahas intradialityc exercise ,
2 Comparison of Reported Sleep yang dimaksudkan adalah dalam 89
Disorders in Patients on Chronic

117
Hemodialysis and Continuous artikel terdapat 17 artikel yang tidak
Peritoneal Dialysis spesifik dalam membahas intradialityc
3 Exercise interventions for exercise hanya membahas sleep
improving objective physical disordernya saja , mengatasi uremia,
function in patientswith end-stage frekuensi hemodialisa. Sehingga tidak
kidney disease on dialysis: a
termasuk dalam proses analisa
systematic review and meta-
analysis
4 The effect of frequent hemodialysis
on self-reported sleepquality:
Frequent Hemodialysis Network
Trials
5 Sleep Disorders, Restless Legs
Syndrome, and Uremic Pruritus:
Diagnosis and Treatment of
Common Symptoms in Dialysis
Patients
6 Exercise interventions for
improving objective physical
function in patientswith end-stage
kidney disease on dialysis: a
systematic review and meta-
analysis
7 Sleep disorders and chronic kidney
disease
8 Hubungan Lamanya Menjalani
Hemodialisis Dengan kualitas Tidur
Pasien Gagal Ginjal Terminal di
Rumah Sakit Advent Bandung
9 Sleep Quality and Sleep Duration
with CKD are Associated with
Progression to ESKD
10 The Association of Sleep Duration
and Quality withCKD Progression
11 exploring sleep disorders in
patients with chronic kidney
disease

12 Progressive Exercise for


Anabolism in Kidney
Disease(PEAK): A Randomized,
Controlled Trial of
ResistanceTraining during
Hemodialysis
13 Fatigue and Depression and Sleep
Problems among Hemodialysis
Patients in a Tertiary Care Center
14 Risk factors for mortality in elderly
haemodialysis patients: a
systematic reviewand meta-
analysis
15 Effects of Moderate-Intensity
118
Exercise on Polysomnographic and
Subjective Sleep Quality in Older
Adults With Mild to Moderate Sleep
Complaints
16 Sleep disorders in patients with
end-stage renaldisease undergoing
dialysis therapy
17 Diagnosis and Management of
Insomnia in Dialysis Patients

Metode Tidak Menggunakan RCT : 21 Artikel

No Judul Alasan
1 Exercise Training In Patients With Dalam proses screening terdapat 21
End-Stage Renal Disease artikel yang dikecualikan dengan alasan
Onhemodialysis: Comparison Of tidak menggunakan metode RCT yang
Three Rehabilitation Programs dimaksudkan adalah dalam 89 artikel
2 Aerobic Exercise Training and terdapat 21 artikel yang tidak
Nontraditional Cardiovascular Risk
menggunakan metode RCT dalam
Factors in Hemodialysis Patients:
Results from a Prospective
membahas intradialityc exercise, dalam
Randomized Trial 21 artikel menggunakan comparison.
3 Intradialysis Exercise In Tunisam RCS, prospective longitudinal,
Hemodialysis Patients: A Randomized Pilot Study, Enhance trial dan
Systematic Review multi-center study.
4 Effect of Interdialytic Combined
Resistance and Aerobic
ExerciseTraining on Health Related
Out comesin Chronic Hemodialysis
Patients:The Tunisian Randomized
Controlled Study
5 Effects of Intradialytic Aerobic
Training on Sleep Quality in
Hemodialysis Patients
6 Is aerobic exercise training during
hemodialysisa reliable intervention
for autonomicdysfunction in
individuals with chronic
kidneydisease? A prospective
longitudinal clinical trial
7 Aerobic Exercise Improves Signs
of Restless LegSyndrome in End
Stage Renal Disease Patients
SufferingChronic Hemodialysis
8 Evaluation of the effects of aerobic
training duringhemodialysis on
autonomic heart rate modulationin
patients with chronic renal disease
9 Effect of Intradialytic Versus Home-
Based Aerobic Exercise Training

119
onPhysical Function and Vascular
Parameters in Hemodialysis
Patients:A Randomized Pilot Study
10 Physical activity in chronic kidney
disease and the ExerCise
Introduction To Enhance trial
11 Physical Activity and Quality of
Sleep in Patients with End-
StageRenal Disease on
Hemodialysis: A Preliminary Report
12 Effect of intradialytic exercise on
daily physical activity and sleep
quality inmaintenance hemodialysis
patients
13 Effects of exercise training on
aerobic and functional capacityof
end-stage renal disease patients
14 Intradialytic aerobic cycling
exercise all eviates inflammation
and improves endothelial
progenitorcell count and bone
density in hemodialysis patients
15 Effect of intradialytic progressive
resistance exercise on physical
fitness and quality of life in
maintenance haemodialysis
patients
16 Preliminary study of an exercise
programme for reducing fatigue
and improving sleep among long-
term haemodialysis patients
17 Risk factors for mortality in elderly
haemodialysis patients: a
systematic reviewand meta-
analysis
18 The Association between
Intradialytic Hypertension and
Metabolic Disorders in End Stage
Renal Disease
19 A single-blind randomized
controlled trial to evaluate the
effectof 6 months of progressive
aerobic exercise training in
patientswith uraemic restless legs
syndrome
20 Physical activity and somatic
symptomsamong hemodialysis
patients: a multi-center study in
Zhejiang, China
21 Effect of Progressive Muscle
Relaxation and Aerobic Exercise
on Anxiety, Sleep Quality, and
120
Fatigue in Patients with Chronic
Renal Failure Undergoing
Hemodialysis

Jurnal/ Artikel Yang Tidak Bisa Dipakai Karena Tidak Termasuk Dalam
Kriteria = 9 Artikel

No Judul Alasan
1 Decreased Survival Among Dalam proses screening terdapat 9 artikel
Sedentary Patients Undergoing yang dikecualikan dengan alasan tidak
Dialysis: Results From the Dialysis termasuk dalam kriteria, maksud tidak
Morbidity and Mortality Study Wave masuk dalam kriteria adalah di artikel
2 tersebut membahas intradialitc tetapi tidak
2 Kinesiologist-guided functional
fokus pada judul dan tujuan, sehingga
exercise in addition to intradialytic
cycling program in end-stage tidak masuk dalam proses analisa
kidney disease patients: a
randomised controlled trial
3 Physiological Responses and
Swimming Technique During
Upper Limb Critical Stroke Rate
Training in Competitive Swimmers
4 Effect sof the inspiratory muscle
training and aerobic training on
respiratory and functional
parameters,inflammatory
biomarkers,redox status and
quality of life in hemodialysis
patients: A randomized clinical trial
5 pengaruh intradyalitic exercise
terhadap penurunan nyeripasien
hemodialisa rutin di unit
hemodialisa rsud dr.tjitrowardojo
purworejo
6 The effectiveness of intradialytic
leg ergometry exercise for
improvingsedentary life style and
fatigue among patients with chronic
kidneydisease: A randomized
clinical trial
7 Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kualitas tidur pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di rumah sakit tarakan
jakarta
8 comparison of intradialytic versus
home-based exercise programs on
physical functioning, physical
activity level, adherence, and
health-related quality of life: pilot
study
121
9 Non-pharmacological interventions
for improving sleep quality
inpatients on dialysis: systematic
review and meta-analysis

122
Section A: Is the basic study design valid for a randomised controlled trial?
1. Did the study address a clearly focused Yes No Can’t tell
research question?   
CONSIDER:
 Was the study designed to assess the
outcomes of an intervention?
 Is the research question ‘focused’ in terms
of:
• Population studied
• Intervention given
• Comparator chosen
• Outcomes measured?

2. Was the assignment of participants to Yes No Can’t tell


interventions randomised?   
CONSIDER:
• How was randomisation carried out? Was
the method appropriate?
• Was randomisation sufficient to eliminate
systematic bias?
• Was the allocation sequence concealed
from investigators and participants?

3. Were all participants who entered the study Yes No Can’t tell
accounted for at its conclusion?   
CONSIDER:
• Were losses to follow-up and exclusions
after randomisation accounted for?
• Were participants analysed in the study
groups to which they were randomised
(intention-to-treat analysis)?
• Was the study stopped early? If so, what
was the reason?

Section B: Was the study methodologically sound?

4. Yes No Can’t tell


 Were the participants ‘blind’ to
intervention they were given?   
 Were the investigators ‘blind’ to the   
intervention they were giving to
participants?
 Were the people assessing/analysing   
outcome/s ‘blinded’?

5. Were the study groups similar at the start of Yes No Can’t tell
the randomised controlled trial?   
CONSIDER:
 Were the baseline characteristics of each
study group (e.g. age, sex, socio-economic
group) clearly set out?
 Were there any differences between the
study groups that could affect the
outcome/s?

2
6. Apart from the experimental intervention, did Yes No Can’t tell
each study group receive the same level of   
care (that is, were they treated equally)?

CONSIDER:
 Was there a clearly defined study protocol?
 If any additional interventions were given
(e.g. tests or treatments), were they similar
between the study groups?
 Were the follow-up intervals the same for
each study group?

Section C: What are the results?

7. Were the effects of intervention reported Yes No Can’t tell


comprehensively?   
CONSIDER:
• Was a power calculation undertaken?
• What outcomes were measured, and were
they clearly specified?
• How were the results expressed? For
binary outcomes, were relative and
absolute effects reported?
• Were the results reported for each
outcome in each study group at each
follow-up interval?
• Was there any missing or incomplete
data?
• Was there differential drop-out between
the study groups that could affect the
results?
• Were potential sources of bias identified?
• Which statistical tests were used?
• Were p values reported?

8. Was the precision of the estimate of the Yes No Can’t tell


intervention or treatment effect reported?   
CONSIDER:
• Were confidence intervals (CIs) reported?

9. Do the benefits of the experimental Yes No Can’t tell


intervention outweigh the harms and costs?   
CONSIDER:
 What was the size of the intervention or
treatment effect?
 Were harms or unintended effects
reported for each study group?
 Was a cost-effectiveness analysis
undertaken? (Cost-effectiveness analysis
allows a comparison to be made between
different interventions used in the care of
the same condition or problem.)

3
Section D: Will the results help locally?

10. Can the results be applied to your local Yes No Can’t tell
population/in your context?   
CONSIDER:
• Are the study participants similar to the
people in your care?
• Would any differences between your
population and the study participants alter
the outcomes reported in the study?
• Are the outcomes important to your
population?
• Are there any outcomes you would have
wanted information on that have not been
studied or reported?
• Are there any limitations of the study that
would affect your decision?

11. Would the experimental intervention provide Yes No Can’t tell


greater value to the people in your care than   
any of the existing interventions?

CONSIDER:
 What resources are needed to introduce
this intervention taking into account time,
finances, and skills development or training
needs?
 Are you able to disinvest resources in one
or more existing interventions in order to
be able to re-invest in the new
intervention?
Hasil Penilaian Studi Systematic Literature Review dengan Critical Appraisal Skills Programme (CASP)

No Study Critical Appraisal Skills Programme

Did the study Was the Were all Were the Were the Were the Apart from the Were the
address a assignment of participants participants investigators study groups experimental effectsof
clearly focused participants who entered ‘blind’ ‘blind’ to the similar at the intervention, intervention
research tointerventions the study tointerventi intervention they start ofthe dideach study reported
question? randomised? accounted on they were giving to randomised group receive the comprehen
for at it were given? participants? controlled same level ofcare sively?
conclusion? trials ? (that is, were they
treated equally)?
1 Ji-Hyung Cho, √ √ √ √ √ √ √ √
2018
2 Schantel √ √ √ √ √ √ √ √
Williams, 2017
3 Špela Bogataj, √ √ √ √ √ √ √ √
2019
4 Stephanie √ √ √ √ √ √ √ √
Thompson,
2016
5 LingzhiLi,2018 √ √ √ √ √ √ √ √

6 Iuliana √ √ √ √ √ √ √ √
Hartescu, 2015
7 Jiang Pu, 2019 √ √ √ √ √ √ √ √
8 Siti Yartin, 2019 √ √ √ √ √ √ √ √

9 Qingli Ren, √ √ √ √ √ √ √ √
2019
10 Gordon Mc √ √ √ √ √ √ √ √
Gregor, 2018
11 Maycon M. √ √ √ √ √ √ √ √
Reboredo, 2018
12 Franklin C. √ √ √ √ √ √ √ √
Barcellos, 2015
13 Karsten Vanden √ √ √ √ √ √ √ √
Wyngaert,2018
14 Nada Salhab, √ √ √ √ √ √ √ √
2019
15 Filipe Ferrari, √ √ √ √ √ √ √ √
2020
16 Kaixiang Sheng, √ √ √ √ √ √ √ √
2014
17 Yuan-yuan √ √ √ √ √ √ √ √
Song,2017
18 Mei Huang, √ √ √ √ √ √ √ √
2019
19 Hugo Luca √ √ √ √ √ √ √ √
corrêa , 2020
20 ohn Wiley,2016 √ √ √ √ √ √ √ √

21 Evangelia √ √ √ - - √ - -
Kouidi, 2015
22 G.C. √ √ √ - - √ - -
Kosmadakis,
2014
23 Giovanni √ √ √ - - √ - -
Merlino, 2015
24 Jean L. Holley, √ √ √ - - √ - -
2015
25 Mark L. Unruh, √ √ √ - - √ - -
2016
26 Jennifer S. √ √ √ - - √ - -
Scherer, 2017
27 Matthew J. √ √ √ - - √ - -
Clarkson, 2019
28 Stephanie C √ √ √ - - √ - -
Maung, 2016
29 Imanuel Sri, √ √ √ - - √ - -
2017
30 Ryohei √ √ √ - - √ - -
Yamamoto,
2018
31 Ana C. Ricardo, √ √ √ - - √ - -
2017
32 Gaurav Nigam, √ √ √ - - √ - -
2018
33 Bobby √ √ √ - - √ - -
Cheema,2015
34 Bincy Joshwa, √ √ √ - - √ - -
2016
35 Abby C. King, √ √ √ - - √ - -
2016
36 Giovanni √ √ √ - - √ - -
Merlino, 2016
37 Marta Novak, √ √ √ - - √ - -
2017
38 Bo Yang,2015 √ - - - - √ √ -

39 Erasmia √ - - - - √ √ √
Konstantinidou,
2016
40 Viviana Rugolo √ - - - - √ √ -
Oliveira e
Silva,2019
41 Bechir Frih,2017 √ - - - - - √ -

42 Reza √ - - - - √ √ -
Afshar.2017
43 Mauro Jo séde √ - - - - - √ -
Deus Morais,
2019
44 Mojgan √ - - - - - √ √
Mortazavi,2014
45 Rodrigo D. √ - - - - - √ -
Raimundo, 2019
46 Kirsten P. √ - - - - - √ √
Koh,2016
47 Francesca √ - - - - - √ √
Mallamaci, 2020
48 Vasiliki √ - - - - - √ √
Theodorou,2020
49 Pelagia √ - - - - - √ -
Koufaki,2016
50 Min-Tser Liao, √ - - - - √ √ √
2016
51 Fan Zhang, √ - - - - √ √ -
2020
52 Radha Maniam, √ - - - - √ √ -
2014
53 Yu-Huan Song, √ - - - - - √ √
2020
54 Vaia D. Raikou, √ - - - - √ √ √
2018
55 Elham Amini, √ - - - - √ √ -
2016
56 Douglas W. √ - - - - - √ -
Gould, 2019
57 Banu Terzi, √ - - - - - - √

2019

58 Ann M, 2015 √ - - - - - - -

59 Lucía ortega, √ - - - - - - -
2020
60 Yuki Funai, √ - - - - - - √

2015
61 Marianne P. √ - - - - - - √
Da,2016
62 Pedro √ - √ - √ - √ -
Henrique,2018
63 Maggie Han, √ - - - - - - -
2017
64 Wiwit √ - - - - - - -
Sugiarti,2015
65 Yuanmay √ - √ - - - - √
Chang,2016
66 Enggus √ - √ - √ - √ -
SubarmanPius,
2015
67 Sulastini, 2016 √ - √ - √ - √ -

68 Christoforos D. √ - - √ - - - -
Giannaki, 2016
69 Austin G. Stack, √ - - √ √ - √ √
2015
70 Keika Hoshi, √ - - √ - - - √
2017
71 Hao Ying, 2018 √ - - √ - - - -

72 Ronald L. √ - - √ √ - √ √
Pisoni, 2017
73 André Barros √ - - √ - - - -
Nogueira, 2015
74 Kiyoshi √ - - √ √ - √ -
Kurokawa, 2016
75 João L. Viana, √ - - - - - - √
2018
76 Soteris √ - √ - √ - √ -
Xenophontos,
2016
77 Zohra Ben √ - √ - - - - √

Salah, 2017

No Study Critical Appraisal Skills Programme

Kriteria
Layak Tidak
layak
Was the precision of Do the benefits of the Can the results be Would the experimental
the estimate of experimentalinterventi applied to your intervention providegreater
theintervention or on outweigh the harms localpopulation/in value to the people in your
treatment effect and costs? your context? care than any of the existing
reported? interventions?
1 Ji-Hyung Cho, √ √ √ √ √
2018
2 Schantel √ √ √ √ √
Williams, 2017
3 Špela Bogataj, √ √ √ √ √
2019
4 Stephanie √ √ √ √ √
Thompson,
2016
5 LingzhiLi,2018 √ √ √ √ √

6 Iuliana √ √ √ √ √
Hartescu, 2015
7 Jiang Pu, 2019 √ √ √ √ √

8 Siti Yartin, 2019 √ √ √ √ √

9 Qingli Ren, √ √ √ √ √
2019
10 Gordon Mc √ √ √ √ √
Gregor, 2018
11 Maycon M. √ √ √ √ √
Reboredo, 2018
12 Franklin C. √ √ √ √ √
Barcellos, 2015
13 Karsten Vanden √ √ √ √ √
Wyngaert,2018
14 Nada Salhab, √ √ √ √ √
2019
15 Filipe Ferrari, √ √ √ √ √
2020
16 Kaixiang Sheng, √ √ √ √ √
2014
17 Yuan-yuan √ √ √ √ √
Song,2017
18 Mei Huang, √ √ √ √ √
2019
19 Hugo Luca √ √ √ √ √
corrêa , 2020
20 ohn Wiley,2016 √ √ √ √ √

21 Evangelia - - √ - √
Kouidi, 2015
22 G.C. √ - √ - √
Kosmadakis,
2014
23 Giovanni - - √ - √
Merlino, 2015
24 Jean L. Holley, - - - - √
2015
25 Mark L. Unruh, - - - - √
2016
26 Jennifer S. √ - - - √
Scherer, 2017
27 Matthew J. - - - - √
Clarkson, 2019
28 Stephanie C √ - √ - √
Maung, 2016
29 Imanuel Sri, √ - - √ √
2017
30 Ryohei √ - - √ √
Yamamoto,
2018
31 Ana C. Ricardo, - - √ - √
2017
32 Gaurav Nigam, - - √ - √
2018
33 Bobby - - - - √
Cheema,2015
34 Bincy Joshwa, - - √ - √
2016
35 Abby C. King, √ - - - √
2016
36 Giovanni - - √ - √
Merlino, 2016
37 Marta Novak, √ - √ - √
2017
38 Bo Yang,2015 - - - - √

39 Erasmia √ - - √ √
Konstantinidou,
2016
40 Viviana Rugolo - - - √ √
Oliveira e
Silva,2019
41 Bechir Frih,2017 √ - - √ √

42 Reza √ - - - √
Afshar.2017
43 Mauro Jo séde √ - - - √
Deus Morais,
2019
44 Mojgan - - - - √
Mortazavi,2014
45 Rodrigo D. - - - - √
Raimundo, 2019
46 Kirsten P. - - - - √
Koh,2016
47 Francesca - - √ √ √
Mallamaci, 2020
48 Vasiliki - - √ √ √
Theodorou,2020
49 Pelagia - - √ - √
Koufaki,2016
50 Min-Tser Liao, - - √ - √
2016
51 Fan Zhang, - - √ - √
2020
52 Radha Maniam, - - - - √
2014
53 Yu-Huan Song, √ - - - √
2020
54 Vaia D. Raikou, - - - √ √
2018
55 Elham Amini, √ - - - √
2016
56 Douglas W. √ - - √ √
Gould, 2019
57 Banu Terzi, - - - - √

2019
58 Ann M, 2015 - - - - √

59 Lucía ortega, - - - √ √
2020
60 Yuki Funai, - - - - √

2015

61 Marianne P. - - - - √
Da,2016
62 Pedro - - - √ √
Henrique,2018
63 Maggie Han, - - - √ √
2017
64 Wiwit - - √ - √
Sugiarti,2015
65 Yuanmay - - - - √
Chang,2016
66 Enggus - - - - √
SubarmanPius,
2015
67 Sulastini, 2016 - - √ - √

68 Christoforos D. √ - √ - √
Giannaki, 2016
69 Austin G. Stack, √ - - √ √
2015
70 Keika Hoshi, - - - √ √
2017
71 Hao Ying, 2018 √ - - - √

72 Ronald L. - - - - √
Pisoni, 2017
73 André Barros √ - √ - √
Nogueira, 2015
74 Kiyoshi - - - √ √
Kurokawa, 2016
75 João L. Viana, √ - - √ √
2018
76 Soteris - - √ - √
Xenophontos,
2016
77 Zohra Ben - - - √ √

Salah, 2017
PROSEDUR INTRADIALITYC EXERCISE AEROBIC SELAMA
HEMODIALISIS

A. Pengertian
Latihan fisik yang dilakukan pada 2 jam pertama saat
hemodialisis selama 30 – 45 menit.

B. Tujuan
1. Menguatkan otot-otot pernafasan, mempermudah aliran
udara masuk dan keluar dari paru-paru
2. Menguatkan dan memperbesar otot jantung,
memperbaiki efisiensi pompa jantung, dan menurunkan
denyut jantung saat istirahat
3. Menguatkan seluruh otot tubuh
4. Memperbaiki sirkulasi dan menurunkan tekanan darah
5. Meningkatkan jumlah sel darah merah, memfasilitasi
transport oksigen
6. Memperbaiki kesehatan mental, termasuk mengurangi
stress dan menurunkan insiden depresi
7. Mengurangi resiko diabetes
8. Memperbaiki fungsi fisik
9. Menurunkan resiko osteoporosis
10.Memperbaiki kemampuan sel otot untuk menggunakan lemak
ketika latihan jasmani, menghemat glikogen intramuskular

C. Kontra indikasi
1. Hipertensi tidak terkontrol (SBP > 200mmHg dan DBP >120
mmHg)
2. Gagal jantung terkompensasi
3. Aritmia jantung yang memerlukan perawatan
4. Unstable angina
5. Hiperkalemia sebelum dialisis
6. Penyakit katup jantung yang signifikan
7. Infark miokard dalam 6 bulan terakhir
8. Disesase tulang dengan resiko fraktur
9. Keterbatasan ortopedic atau muskuloskeletal

1
9
10. Perubahan yang signifikan pada echocardiography saat beristirahat
11. Stenosis aorta berat
12. Miokarditis aktif atau dicurigai atau perikarditis
13. Tromboflebitis atau trombus intrakardiak
14. Embolus sistemik atau paru
15. Infeksi akut

D. Persiapan
1. Alat
a. Sepeda statis
b. Spignomanometer
c. Jam
2. Pasien
a. Informed consent
b. Menjelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
c. Posisikan pasien senyaman mungkin
E. Pelaksanaan
1. Perawat mencuci tangan
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Menghitung dosis latihan
4. Mengobservasi pasien selama melakukan latihan fisik

F. Hal yang perlu diperhatikan


1. Apabila terdapat keluhan nyeri dada, sesak atau pasien
terlihat lemah dan pucat, latihan dihentikan
2. Apabila saat dilakukan observasi, pasien melebihi dosis
latihan, maka latihan dihentikan sementara, namun apabila
pasien ingin kembali melanjutkan latihan setelah tanda-
tanda vital sesuai dosis latihan maka dipersilakan
G. Prosedur Latihan
1. Pemanasan
a. berdoa bersama atau sendiri-sendiri
b. lalu menghitung denyut nadi untuk mengetahui jumlah denyutan
nadi permenit sebelum pemanasan
c. melakukan peregangan

2
0
1) Latihan peregangan
Peregangan leher
a) Posisi duduk atau berbaring di atas tempat tidur
b) Tundukkan kepala sampai dagu menyentuh dada.
c) Tolehkan kepala kearah telinga kiri dan kanan
bergantian.
d) Dengan perlahan gerakan kepala ke arah bahu kanan,
kembali tegak kemudian gerakan kepala kearah
bahu kiri
e) Setiap gerakan dilakukan 8 hitungan

d. Peregangan kaki bagian depan dan belakang, pergelangan kaki


1) Posisi duduk atau berbaring di atas tempat tidur dengan kaki
lurus
2) Dengan perlahan tekuk kedua atau salah satu telapak kaki
(bagian kaki yang tidak diakses) kearah badan, kemudian
luruskan kearah depan
3) Lakukan gerakan sebanyak 8 kali
2. Latihan Inti
a. Berbaring pada kursi dan letakkan kaki pada sandaran kaki
b. Letakkan lengan pada kursi
c. Tekuk lutut dan perlahan gerakan kearah dada seperti
bersepeda.

Gambar 1

2
1
3. Pendinginan
Setelah melakukan latihan inti, dapat dilanjutkan dengan latihan
pendinginan:
a. melakukan peregangan
2) Latihan peregangan
Peregangan leher
f) Posisi duduk atau berbaring di atas tempat tidur
g) Tundukkan kepala sampai dagu menyentuh dada.
h) Tolehkan kepala kearah telinga kiri dan kanan
bergantian.
i) Dengan perlahan gerakan kepala ke arah bahu kanan,
kembali tegak kemudian gerakan kepala kearah
bahu kiri
j) Setiap gerakan dilakukan 8 hitungan
3) Peregangan tangan /Lengan
a) Angkat tangan anda, luruskan sejajar dengan bahu.
b) Regangkan semua jari-jari tangan, kemudian ikuti
gerakan mengepal.
c) Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 kali
4) Peregangan Bahu, punggung atas dan dada (Gerakan
mengangkat bahu dan memutar bahu)
a) Angkat bahu kearah telinga dengan gerakan turun naik.
b) Putar bahu kanan kearah belakang kemudian kearah
depan. Ganti bahu sebelah kiri degan gerakan yang
sama.
c) Putar secara bersamaan kedua bahu kearah belakang
dan depan .
5) Peregangan dada dan punggung bagian atas (Bahu,
punggung atas dan dada).
a) Letakkan tangan di atas bahu dengan siku menekuk..
b) Gerakkan memutar siku. Pertama kedepan, kemudian
kebelakang.
c) Gerakkan memutar dengan gerakan memutar siku anda,
pertama kearah depan, lalu kebelakang.

2
2
d) Hentikan putaran dan sentuhkan kedua siku di depan
dada.
e) Buka kedua siku ke arah luar dan tarik bahu bagian
belakang bersama-sama. Rasakan regangan di dada.

b. Manfaat dari pendinginan adalah untuk memperlancarkan


peredaran darah
c. Lama pendinginan 5- 10 menit
d. Hitung kembali denyut nadi
e. kemudian diakhiri dengan doa.

2
3
CONTOH GERAKAN INTRADIALITYC EXERCISE AEROBIC PADA
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA

78
LEMBAR MONITORING KONSULTSASI BIMBINGAN

HAL YANG NAMA


NO HARI/TGL PARAF
DIKONSULTASIKAN PEMBIMBING

1 03 juni Bimbingan fenomena judul Dr. Linlin

2 09 juni Acc judul Dr.linlin

3 03 juni Bimbingan judul fenomena judul Fauziah R

4 19 juni Acc Judul Fauziah R

5 15 juni Konsul Protokol intervensi Dr. Linlin

6 19 juni Konsul Outline Bab 1,2 dan 3 Dr.linlin

7 13 juli Bimbingan BAB III Dr.linlin

8 28 juli Bimbingan BAB 1 Fauziah R

Bimbingan BAB 1
9 30 juli Dr.linlin

10 09 agustus Revisi bab 1 Dr.linlin

11 Bimbingan revisi BAB 1 Dr.linlin


18 agustus
Bimbingan bab 1 tambahkan
12 24 agustus Dr.linlin
referensi
Bimbingan BAB 1 tambahkan
13 07 September macam-macam intradialityc untuk Fauziah R
gangguan tidur
10 September Dr.linlin
14 Bimbingan Bab 1 , bab 2 dan bab 3

- Perbaikan bab 1 tambahkan


15 15 september intervensi terkait intradialytic Fauziah R
untuk kualitas tidur
- Lanjut bab 2

79
- perbaikan bab 1 tambahkan
macam-macam intradialytic,
- bab 2 tambahkan pathway
dampak intradialytic
Dr.linlin
15 23 september - bab 3 revisi kriteria inklusi
dan ekslusi, pencarian data,
screening, penilaian kualitas,
ekstrasi data, dan resiko bias

16 14 oktober Bimbingan bab 1 sampai bab 3 Fauziah R

-
ACC bab 1 dan bab 2
- Perbaikan bab 3 metode di Dr.linlin
17 01 November
resiko bias tambahkan meta
analisis
- ACC bab 1 dan Bab 2
- Perbaikan bab 3 tambahkan
18 05 November metode meta-analisis Fauziah R
- Perbaikan tujuan dan rumusan
masalah di Bab 1

19 23 November - Bimbingan bab 1 sampai bab 3 Fauziah R

- Perbaikan bab 3 tambahkan


Dr.linlin
20 20 November form ekstraksi data
- Perbaikan dapus
- Draf lengkap Dr.linlin
21 30 November
- Acc seminar proposal

- Draf lengkap
30 November Fauziah R
22 - Acc seminar proposal
Dr.linlin, Fauziah
23 04 Desember - Seminar proposal R, Dr.Yayat
Suryati

80
BIMBINGAN SETELAH SEMINAR PROPOSAL

HAL YANG NAMA


NO HARI/TGL PARAF
DIKONSULTASIKAN PEMBIMBING
Revisi proposal cek kembali
1 14 Desember Dr. Yayat Suryati
daftar pustaka
Revisi proposal, cek kembali
daftar pustaka , jelaskan kembali
2 01 Januari Dr. Yayat Suryati
SOP intradialityc exercise
aerobic

3 01 Januari Acc perbaikan proposal Dr. Yayat Suryati

Bimbingan search strategi


4 05 Januari Dr.linlin
,prisma dan ekstraksi data
Perbaikan prisma dan ekstraksi
5 08 Januari Dr.linlin
data
Mengirimkan revisian ektraksi
6 14 Januari Dr.linlin
data
Perbaikan search strategi ,prisma
7 10 Februari Dr.linlin
dan ekstraksi data
Perbaikan prisma dan ekstraksi
8 14 Februari data,tambahkan narasi pada Dr.linlin
ekstraksi data
Bimbingan bab 4 perbaikan
9 19 Februari Fauziah R
pembahasan,implikasi
Bimbingan analisa meta
10 17 Februari Dr.linlin
analisis,perbaikan pembahasan
Perbaikan pembahasan , kosa
11 22 Februari Fauziah R
kata dan kalimat
Perbaikan
pembahasan,perbandingan meta
analisis sebelumnya,potensi
12 23 Februari Dr.linlin
mekanisme intradialityc,bahas
sob group, kekurangan stdi
sebelumnya
13 24 Februari Acc bab 4 , lanjut sidang tesis Dr.linlin

14 06 maret Acc sidang hasil Fauziah R


Dr.linlin
Sidang hasil Fauziah R
13 10 maret
Dr. Yayat Suryati

81
Revisi : bab 2 fisiologi
perubahan exercise terhadap Dr. Yayat Suryati
14 12 maret
kualitas tidur, pembahasan lebih
tekankan kepada hasil
Dr.linlin
15 18 maret acc sidang tertutup

16 22 maret Acc sidang tertutup Dr. Yayat Suryati


Perbaikan : typo penulisan,
abstrak, pembahasan tambahkan
fisiologi perubahan exercise,
keuntungan heterogenitas,
17 24 maret Fauziah R
fenomena pasien patuh thd
regimen exercise

Acc sidang tertutup


Sidang tertutup
- Tambahkan lampiran
Dr.linlin
CASP
Fauziah R
- Hasil pencarian database
18 29 maret Dr. Yayat Suryati
- Perbaikan penulisan
Murtiningsih
- Perbaiki implikasi
,pembahasan dan
kesimpulan
Fauziah R
Dr. Yayat Suryati
19 31 maret Perbaikan laporan Murtiningsih
Dr.linlin

82
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Reski Ika Sah Putri, S.Kep.,Ners

NPM : 215119004

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung batu , 21 November 1995

Alamat : Jalan di ponegoro km. 2 tanjung batu kota

kec.kundur, kab.karimun, prov.kepulauan riau

Agama : Islam

Email : reskiika_sahputri@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1. SDN 01 tanjung batu kundur : Tahun 2001- 2007

2. SMPN 02 tanjung batu kundur : Tahun 2007- 2010

3. SMAN 01 tanjung batu kundur : Tahun 2010- 2013

4. Ilmu keperawatan (S-1) stikes jenderal a.yani : Tahun 2013- 2017

5. Profesi Ners stikes jenderal a.yani : Tahun 2017- 2018

6. Ilmu keperawatan (S-2) stikes jenderal a.yani : Tahun 2019- 2021

83

Anda mungkin juga menyukai