Anda di halaman 1dari 76

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanasan global yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim ini, akan berdampak secara
ekonomi pada gross domestic product (GDP) global yang menurun hingga 20%
(Stern, 2006). Isu perubahan iklim juga menjadi semakin mengkhawatirkan
dengan pertumbuhan ekonomi secara global yang semakin cepat dengan
berkembangnya bisnis-bisnis di berbagai sektor yang akan meningkatkan
produksi GHG (Pinkse & Kolk, 2009). Menanggapi permasalahan ini, Global
Sustainability Standards Boards (GSSB) mengeluarkan global reporting initiative
(GRI-305) terkait pelaporan GHG, sehingga perusahaan diharuskan untuk
memenuhi persyaratan dalam pelaporan GHG. Tidak hanya GSSB, United Nations
(UN) juga mengeluarkan inisiatif pencegahan perubahan iklim melalui United
Nations Framework Convention Climate Change (UNFCCC) yang bertujuan agar
negara-negara ikut aktif dalam menstabilkan produksi GHG sesuai dengan target
peningkatan yang ditetapkan, yaitu kurang dari dua derajat celcius. Dengan
langkah awal melalui dibuatnya GRI-305 dan konferensi UNFCCC, perusahaan
dapat mampu lebih sustainable terhadap risiko bisnis dari perubahan iklim. Hal
ini dikarenakan, perusahaan tidak dapat lepas dari nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat, yang membuat aktivitas dari perusahaan akan didorong untuk
selaras dengan nilai dan norma tersebut (Pinkse & Kolk, 2009).

Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) negara- negara


di ASEAN memiliki letak geografis yang rentan terkena bencana alam. Sehingga
negara ASEAN berpotensi memiliki dampak yang lebih besar dari negara lainnya
terhadap perubahan iklim. International Monetary Fund (IMF) mengestimasikan
isu ini akan berdampak pada penurunan GDP negara-negara ASEAN secara
keseluruhan sebesar 11% apabila tidak dilakukan pencegahan. Menanggapi hal
tersebut, negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengurangi dampak dari
perubahan iklim ini dengan melakukan ratifikasi Paris (Climate) Agreement 2015

0
dan membentuk banyak badan dan kerangka kerja untuk beradaptasi dengan
perubahan iklim di berbagai sektor, seperti sektor energi, transportasi, dan
pertanian. Meskipun begitu, upaya-upaya tersebut dinilai masih kurang efektif
dengan membandingkan kinerja pengurangan GHG ASEAN dengan kinerja dari
negara-negara kawasan luar ASEAN (Ding & Beh, 2022). Dengan demikian,
penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pengungkapan
perubahan iklim di Negara ASEAN sangat menarik untuk dilakukan. Penelitian ini
ingin melihat dan menjawab apakah keberagaman gender dewan direksi dan
komisaris dapat mempengaruhi kualitas dari pengungkapan perubahan iklim di
ASEAN periode 2016-2020 dengan menggunakan data sekunder yang diukur oleh
lembaga independen yakni Carbon Disclosure Project (CDP).

Keberagaman direksi dan komisaris adalah salah satu mekanisme tata kelola
yang relevan dalam meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan
terlihat dari studi-studi beberapa tahun terakhir yang membahas mengenai topik
ini. Studi tersebut meneliti mengenai keterkaitan antara keberagaman gender
dalam dewan direksi dan komisaris dengan pengambilan keputusan perusahaan
yang akan berpengaruh pada performa perusahaan hingga tanggung jawab sosial
perusahaan. Pada studi yang dilakukan oleh Bernile, Bhagwat & Yonker, (2018),
menunjukkan bahwa dengan adanya keberagaman dalam dewan direksi dan
komisaris, yang diukur dengan gender dan etnis, menunjukkan adanya pengaruh
terhadap performa perusahaan dalam mengurangi dampak dari firm risk. Dengan
adanya direksi dan komisaris yang beragam, perusahaan mampu mengurangi
permasalah yang mungkin timbul seperti “groupthink”, yaitu direksi dan
komisaris lebih mementingkan perusahaan yang kohesif atau solidaritas yang
tinggi sehingga cenderung tidak bersifat kritis terhadap keputusan perusahaan
(Goldhaber, 1993). Dari studi lainnya yang dilakukan oleh Chen, Gramlich &
Houser, (2019), menunjukkan adanya keterkaitan antara keberagaman gender
dalam dewan direksi dan komisaris dengan reputasi perusahaan. Hal ini terlihat
dari kecenderungan perusahaan untuk tidak melakukan strategi tax avoidance

1
yang agresif dan akan berdampak pada reputasi perusahaan kedepannya.
Kemudian, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Liao, Luo & Tang, (2015);
Tingbani, Chithambo & Papanikolaou, (2020), menunjukkan bahwa perbedaan
atau keragaman dalam konteks usia, pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, dan
etnis cenderung dapat meningkatkan pengetahuan, pertimbangan dan keahlian
yang dibutuhkan untuk meminimalisir permasalahan yang kompleks terjadi di
dalam perusahaan. Argumentasi ini mengacu pada teori socialization dimana
teori tersebut menyatakan bahwa wanita dan laki-laki memperlihatkan bentuk
sosialisasi yang berbeda satu sama lain. Direksi dan komisaris wanita yang
merupakan bagian dari keberagaman aspek jenis kelamin dapat memberikan
karakteristik yang berbeda dengan gaya kepemimpinan yang lebih demokratis
dan partisipatif yang dapat meningkatkan kualitas dan pengawasan terhadap
pengungkapan perusahaan (Eagly & Johannsen, 2003; Eagly & Johnson, 1990;
Rudman & Glick, 2001).

Selain riset mengenai keberagaman gender dengan performa perusahaan, riset


lainnya mengenai keberagaman gender dihubungkan dengan corporate social
responsibilities (CSR). Berdasarkan riset terdahulu yang dilakukan oleh Zhang,
(2012), CSR dapat diukur melalui corporate social performance (CSP). CSP sendiri
berdasarkan Mattingly & Berman, (2006), dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek
institutional dan aspek technical. Aspek institutional, membahas mengenai
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebijakan-kebijakan sustainability
environment. Sedangkan aspek technical, membahas terkait kemampuan
perusahaan dalam menciptakan hubungan yang baik dengan stakeholders
khususnya yang memiliki dampak langsung terhadap perusahaan, seperti
pemasok, karyawan, dan klien. Hasil dari riset ini, menunjukkan bahwa
keberagaman gender memberikan dampak terhadap kedua aspek CSP. Tidak
hanya itu, dampak dari keberagaman gender terhadap CSR ini juga menunjukkan
bahwa dengan tingginya persentase direktur wanita dalam perusahaan dapat
menjadikan perusahaan memiliki hubungan yang lebih baik dengan stakeholders.

2
Hal ini selaras dengan teori socialization yang menyebutkan bahwa direktur
wanita memiliki sifat yang lebih social-oriented dan sensitif terhadap
permasalahan sosial, khususnya terkait greenhouse gas emission (GHG) yang
berpengaruh pada pemanasan global dan berdampak pada perubahan iklim
global. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pedro-Lorenzo dan Garcia-
Sanchez (2010) tidak menunjukan adanya efek keberagaman gender di susunan
direksi dan komisaris terhadap pengungkapan GHG. Dari hasil penelitian yang
menghubungkan keberagaman gender dewan direksi dan komisaris dengan
kinerja lingkungan masih terbatas dan menunjukkan hasil beragam, terutama
penelitian terkait pengungkapan perubahan iklim (Zhang, 2012; Pedro-Lorenzo &
Garcia-Sanchez, 2010).

Dengan hasil studi mengenai dampak keberagaman direksi dan komisaris


khususnya keberagaman gender terhadap perusahaan dan kinerja perusahaan di
ASEAN yang tidak baik dalam menghadapi perubahan iklim, menjadikan topik ini
menarik untuk dianalisis. Selain itu, penelitian mengenai keterkaitan antara
keberagaman gender dengan pengungkapan perubahan iklim pada perusahaan-
perusahaan di ASEAN dapat menjadi solusi untuk permasalahan perubahan iklim
yang dihadapi oleh ASEAN.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka
dapat diperoleh pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah keberagaman gender direksi dan komisaris berpengaruh terhadap
pengungkapan perubahan iklim?
2. Apakah jumlah direksi dan komisaris wanita berdasarkan critical mass
theory mempengaruhi pengungkapan perubahan iklim?

3
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat, penelitian ini bertujuan
untuk menemukan tujuan atas hal-hal berikut:
1. Untuk menganalisis apakah dampak keberagaman gender direksi dan
komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan perubahan iklim.
2. Untuk menganalisis apakah jumlah direksi dan komisaris wanita
berdasarkan critical mass theory mempengaruhi pengungkapan
perubahan iklim.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi perusahaan
Bagi perusahaan, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan pengendalian internal
maupun eksternal terhadap pengungkapan perubahan iklim.

1.4.2 Manfaat bagi pembuat peraturan


Bagi pembuat peraturan, diharapkan manfaat yang dapat dihasilkan dari
penelitian ini adalah menjadi sumber informasi dalam penetapan peraturan yang
spesifik terkait pelaporan untuk isu perubahan iklim.

1.5 Batasan Penelitian


Adanya batasan dalam penelitian yang diterapkan dengan tujuan untuk
memudahkan pembaca sehingga pokok permasalahan akan lebih terarah dan
tujuan penelitian dapat tercapai. Beberapa batasan penelitian meliputi:
1. Dalam penentuan proxy hipotesis 1, peneliti menggunakan dua
pengukuran antara lain persentase direksi dan komisaris wanita dan Blau
index. Untuk hipotesis 2, peneliti menggunakan jumlah critical mass
theory yaitu 1 hingga 3 direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan.
2. Pengukuran tingkat pengungkapan perubahan iklim terbatas pada
penilaian dari Carbon Disclosure Project (CDP).

4
3. Penelitian ini dilakukan pada negara-negara ASEAN meliputi Indonesia,
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina karena sulitnya memperoleh
informasi dari beberapa negara lainnya.
4. Penelitian ini, menggunakan keberagaman gender dari direksi dan
komisaris karena objek penelitian yang digunakan di berbagai negara
menganut sistem direksi dan komisaris yang berbeda-beda.

1.6 Sistematika Penulisan


Bab-bab dari penelitian ini disusun sebagai berikut. Bab 1 berisikan penjelasan
mengenai latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian batasan penelitian, dan sistematika penulisan dari permasalahan yang
dibahas. Lalu pada Bab 2 menjelaskan mengenai landasan teori yang digunakan
dalam penelitian beserta pembahasan, penelitian terdahulu, pengembangan
hipotesis, hingga kerangka penelitian.

Pada Bab 3, membahas mengenai metodologi penelitian, termasuk sampel yang


digunakan dalam penelitian dan dilanjutkan dengan hasil empiris pada Bab
selanjutnya yaitu Bab 4 yang berisikan analisis dan hasil uji sampel. Bab 5
berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan juga menggambarkan keterkaitan
antara variabel uji. Selain itu, pada Bab 5 peneliti juga memberikan saran baik
untuk peneliti lainnya dan juga menjelaskan keterbatasan dari penelitian ini.

5
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Agency Theory


Jajaran direksi dan komisaris memiliki dua peran secara mendasar yaitu,
monitoring role dan service role (provide resource). Peran direksi dan komisaris
terkait monitoring role mengacu pada agency theory yang menggambarkan
bahwa adanya pemisahan antara kontrol dan kepemilikan pada perusahaan
dapat menimbulkan adanya conflict of interest (Jensen & Meckling, 1976).
Agency theory juga sering digunakan sebagai teori yang menggambarkan bahwa
para manajer perusahaan akan meningkatkan pengungkapan untuk
meminimalisir terjadinya informasi asimetri (Liao, Luo & Tang, 2015). Sehingga,
direksi dan komisaris memiliki peran untuk memantau atau mengkontrol para
manajer perusahaan khususnya terkait pengungkapan untuk kepentingan para
pihak eksternal perusahaan. Peran selanjutnya yaitu service role, tercermin dari
teori resource dependence theory yang menggambarkan bahwa performa
perusahaan bergantung pada resources atau sumber daya yang dimilikinya.
Dalam riset ini, resources atau sumber daya yang dimaksudkan adalah
keberagaman dari dewan direksi dan komisaris yang tercermin oleh
keberagaman gender di dalamnya. Kemudian, female directors secara umum
memiliki jaringan yang lebih beragam dibandingkan male directors yang
menjadikan hal ini keunggulan dari adanya female directors di dalam jajaran
direksi dan komisaris (Konadu et al. 2022). Selain itu, bergantung pada konsep
human capital theory bahwa human capital yang berbeda adalah dasar untuk
kinerja dewan yang lebih baik dan akan berdampak untuk kinerja perusahaan
yang lebih baik. Gagasan ini yang mendasari adanya pernyataan bahwa semakin
banyak direktur yang berbeda, semakin beragam sumber daya utama yang akan
dibawa ke dalam perusahaan. Faktanya, orang-orang yang bekerja dalam
kelompok yang berbeda menghasilkan lebih empati dan bekerja secara
harmonis, dengan konsekuensi akhir dari kinerja kelompok yang lebih tinggi.

6
2.2 Socialization Theory
Wanita dan laki-laki memiliki bentuk sosialisasi yang berbeda-beda dimana
mereka telah belajar mengenai perbedaan peran gender yang telah ditentukan
secara budaya. Secara teoritis, socialization theory menyebutkan bahwa wanita
cenderung berperan sebagai pengambil keputusan dan lebih memahami serta
mematuhi standar etika. Dalam socialization theory ini juga membenarkan
sebuah gagasan bahwa peran gender dalam sosial terkait nilai-nilai dan etika
telah ditanamkan sejak dini. Dengan demikian, laki-laki dan wanita ditemukan
memiliki gaya kepemimpinan dan pengambilan keputusan kontradiktif satu sama
lain yang dimana hal tersebut mengacu pada nilai-nilai sosial dan etika yang
mendasarinya (Oakley, 1972). Kehadiran wanita di direksi dan komisaris dapat
secara signifikan mengurangi perilaku tidak bertanggung jawab di setiap level
dalam perusahaan. Peran wanita dalam perusahaan dinilai mampu mendorong
efek positif terhadap peningkatan kinerja perusahaan karena wanita cenderung
menunjukkan sifat kehati-hatian dan teliti terhadap pekerjaanya sehingga
karakter tersebut dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko yang besar.

Terdapat sebuah bukti empiris menjelaskan bahwa wanita menunjukkan


kepekaan yang lebih besar terhadap masalah etika dan condong lebih peduli
pada kebutuhan orang lain (Carlson, 1972; Ibrahim, Angelidis, & Tomic, 2009).
Adanya wanita dalam sebuah direksi dan komisaris cenderung menunjukkan
perilaku yang berbeda dibandingkan laki-laki dimana wanita lebih sering
menunjukkan kehadirannya dibandingkan laki-laki dalam perusahaan. Gagasan
mengenai socialization theory mengatakan bahwa wanita memiliki nilai dan sifat
komunal karena adanya sifat asuh mereka (Liu, 2018), dan oleh karena itu,
dewan dengan keberagaman gender lebih cenderung mengelola kepentingan
pemangku kepentingan (Nadeem et al. 2020) dan mendorong kelestarian
lingkungan (McGuinness, Vieito, & Wang, 2017).

7
Bukti empiris lainnya mendukung pendapat misalnya dewan dengan
keberagaman gender di perusahaan dikaitkan dapat menunjukkan praktik
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang lebih tinggi (Nadeem, Zaman, &
Saleem, 2017), serta dapat meminimalisir adanya penipuan sekuritas (Cumming
et al. 2015), dan lebih sedikit kemungkinan terjadinya insiden penyimpangan
sosial di perusahaan (Jain & Zaman, 2019). Dengan pendapat yang sama, dapat
dikatakan dengan terdapatnya representasi wanita di dalam dewan akan lebih
mungkin untuk mempromosikan kebijakan perusahaan mengenai inovasi
lingkungan.

2.3 Critical Mass Theory


Berdasarkan Kanter (1977a), yang membahas mengenai proses interaksi
kelompok khususnya terkait keberagaman gender, disebutkan bahwa terdapat
empat kategori kelompok yang berbeda berdasarkan komposisi dari anggota
kelompok. Empat kategori tersebut meliputi uniform groups, skewed groups,
tilted groups, dan balanced groups, dimana:

2.3.1 Uniform Groups


Uniform Groups adalah kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan
karakteristik. Dengan artian, seluruh anggota kelompok adalah laki-laki atau
wanita saja.

2.3.2 Skewed Groups


Skewed Groups adalah kelompok yang anggotanya memiliki satu jenis yang
dominan. Sebagai contoh, laki-laki mengontrol beberapa wanita karena anggota
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Anggota yang
menjadi minoritas dalam grup tersebut biasanya disebut sebagai “token”.
Dimana, “token” tersebut tidak memiliki peran yang banyak bagi grup dan hanya
menjadi perwakilan. Untuk kategori ini, Kanter menyebutkan dominasi proporsi
80% laki-laki dengan 20% wanita.

8
2.3.3 Tilted Groups
Tilted Groups adalah grup dengan distribusi yang hampir sama dengan Skewed
Groups, namun dengan proporsi yang tidak ekstrim. Menurut Kanter, kelompok
ini memiliki proporsi 20-40% wanita.

2.3.4 Balanced Groups


Balanced Group adalah kelompok yang memiliki distribusi antara laki-laki dengan
wanita yang seimbang. Berdasarkan Kanter, sub kelompok dalam group ini
memiliki proporsi 40-60% wanita.

Mengenai proses interaksi kelompok yang dibagi menjadi empat kategori, Kanter
beranggapan bahwa Skewed Groups merupakan grup yang harus dihindari oleh
perusahaan. Hal ini karena, kemungkinan besar “token” akan diabaikan dan
mereka harus mengikuti stereotype yang ada dalam perusahaan. Untuk “token:
dapat mengatasi hal tersebut, antara harus menyembunyikan karakteristik
individu mereka dibalik stereotype yang ada atau berpura-pura seakan
perbedaan antara pria dengan wanita tidak ada. Dengan peningkatan jumlah
relatif dari Skewed Groups ke Tilted Groups atau Balance Groups, wanita akan
lebih mungkin untuk dibedakan secara individual dari masing-masing. Sehingga,
mereka mungkin juga membawa basis pengetahuan dan perspektif mereka yang
berbeda. Seperti yang diutarakan melalui riset terdahulu mengenai perbedaan
antara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris pria
dan wanita. Dalam riset tersebut, direksi dan komisaris wanita cenderung kurang
agresif dalam pengambilan keputusan terkait strategi perusahaan dan lebih
cenderung mengambil keputusan yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan
(Charness & Gneezy, 2012).

Oleh karena itu, wanita dapat menambahkan value ke dalam didominasi pria
dengan memberikan perspektif baru dan dengan mengajukan pertanyaan yang
berbeda (Farrell & Hersch 2005). Sementara dalam kelompok miring, perspektif

9
baru ini mungkin tidak cukup diungkapkan oleh tanda wanita atau tidak terlihat
oleh laki-laki dominan, dalam kelompok miring atau seimbang, kombinasi atribut
wanita dan laki-laki akan lebih memungkinkan untuk diskusi produktif dan
karenanya akan berpengaruh positif terhadap kinerja kelompok (Apesteguia et
al. 2012). Singkatnya, teori massa kritis mendalilkan bahwa sampai ambang
tertentu atau "massa kritis" wanita dalam suatu kelompok tercapai, fokus
anggota kelompok bukanlah pada kemampuan dan keterampilan yang berbeda
yang dibawa wanita ke dalam kelompok. Akibatnya, kelompok miring akan
memiliki kinerja yang lebih rendah daripada kelompok yang seragam atau miring
dan seimbang. Kelompok miring-yaitu, kelompok di mana massa kritis 20-40%
wanita telah tercapai-akan mengungguli kelompok seragam dan miring.

2.4 Perubahan Iklim


Perubahan iklim atau climate change adalah perubahan rata-rata cuaca di suatu
tempat yang disebabkan oleh penggunaan minyak, gas, dan batu bara untuk
keperluan manusia (BBC, 2021). Terdapat faktor-faktor yang menjadi poin utama
terjadinya perubahan iklim antara lain perubahan suhu permukaan bumi, curah
hujan, efek gas rumah kaca, kerusakan lapisan ozon, pemanasan global, dan gas
buangan industri. Adapun pengertian lain yang dijelaskan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup tahun 2011 dimana perubahan iklim merupakan berubahnya
kondisi fisik atmosfer bumi seperti suhu dan distribusi curah hujan yang
membawa efek luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Terjadinya
fenomena perubahan iklim merupakan akibat dari meningkatnya emisi gas
rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia. Liu et al. (2015) dan United
Nations (1992) menyebutkan bahwa gas rumah kaca yang berlebihan di atmosfer
bumi dapat menyebabkan munculnya konsekuensi yang tidak diinginkan
terhadap ekosistem, sehingga dapat menciptakan pemanasan global serta
perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim di dunia diperkirakan disebabkan
oleh GHG/CO2 emisi yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan pada suhu
permukaan tanah.

10
2.5 Carbon Disclosure Project (CDP)
Carbon Disclosure Project (CDP) adalah sebuah lembaga independen non-profit
yang bergerak dalam menjalankan sistem pengungkapan global bagi perusahaan,
investor, wilayah terkait pengelolaan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Lembaga ini berdiri pada tahun 2000 dan pertama kali didirikan oleh Paul
Dickinson. Perekonomian dunia menganggap CDP sebagai standar terbaik
pelaporan lingkungan dengan menyediakan beragam informasi data yang
lengkap tentang isu-isu yang berhubungan dengan keberlangsungan lingkungan.
Adapun visi dan misi yang dimiliki oleh CDP yakni sebagai sarana untuk melihat
ekonomi yang berkembang yang dapat bekerja tidak hanya untuk manusia
namun planet dalam jangka panjang. CDP ingin memfokuskan para investor,
pemerintah, kota, dan perusahaan untuk menciptakan ekonomi yang
berkelanjutan dengan mengukur dan bertindak sesuai dampak lingkungan yang
diciptakan. Carbon Disclosure Project (CDP) memiliki kantor regional dan partner
lokal tersebar di 50 negara. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 90 negara telah
melakukan pengungkapan melalui CDP setiap tahunnya. Fokus area yang dimiliki
oleh CDP yaitu terkait climate change, water, dan forest. CDP memiliki industri-
industri yang tercatat dalam penilaian lembaga Carbon Disclosure Project
meliputi Agricultural commodities, Capital goods, Cement, Chemicals, Coal,
Construction, Electric utilities, Financial services, Food, beverage & tobacco
Metals & mining, Oil & gas, Paper & forestry, Real estate, Steel, Transport OEMS,
Transport OEMS - EPM, dan Transport services (CDP Climate Change
Questionnaire, 2021).

Carbon Disclosure Project (CDP) menjunjung tinggi dan memotivasi perusahaan di


seluruh dunia untuk melakukan pengungkapan terkait dampak yang dihasilkan
terhadap lingkungan dan sumber daya alam diiringi oleh tindakan untuk
meminimalisir. Untuk mengelompokkan kategori-kategori yang diklasifikasikan,
CDP menggunakan metodologi penilaian dengan tujuan untuk memberi insentif

11
kepada perusahaan dalam mengukur dan mengelola dampak lingkungan melalui
partisipasi hal-hal yang berhubungan dengan climate change, water, forest, dan
program supply chain. Setiap kuesioner CDP mencakup pertanyaan-pertanyaan
umum dan memiliki metodologi penilaian individu. Skor kuesioner CDP dilakukan
oleh mitra penilaian yang terakreditasi dan terlatih oleh Carbon Disclosure
Project (CDP). Penilaian memberikan jalan bagi perusahaan untuk mencapai
praktik terbaik dengan mengembangkan dan mendorong perubahan perilaku
perusahaan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Perusahaan yang merespon
akan dinilai menjadi empat level yang mewakili langkah-langkah yang dilalui
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Empat level tersebut yaitu
Disclosure, Awareness, Management and Leadership. Level terbaik tertera pada
bagian Leadership dengan nilai skoring A- dan A diiringi level Management
dengan nilai skor B- dan B, lalu Awareness pada nilai C- dan C, serta level
terendah yakni level Disclosure dengan nilai D- dan D.

Pemberian nilai skoring tersebut berdasarkan hasil assessment yang dilakukan


oleh pihak CDP dari respon perusahaan terhadap kuesioner perubahan iklim CDP.
Dalam kuesioner CDP aspek yang dibahas meliputi 14 modul berupa Governance,
Risks and opportunities, Business strategy, Targets and performance, Emissions
methodology, Emissions data, Energy, Additional metrics, Verification, Carbon
pricing, Engagement, dan modul tambahan untuk perusahaan yang diminta
untuk melakukan Supply Chain Questionnaire oleh CDP. Semakin banyak
pertanyaan dalam kuesioner yang dapat dijawab oleh perusahaan beserta
penjelasan yang mendetail, semakin tinggi skor yang dimiliki oleh perusahaan.
Skor tersebut yang menentukan level dimana perusahaan tersebut berada.
Untuk skor tersebut juga dilakukan secara bertahap sesuai dengan batas skor per
masing-masing level. Dalam setiap modul, terdapat kriteria penilaian masing-
masing untuk setiap pertanyaan yang ada. Pada tahap awal, perusahaan akan
dinilai sesuai dengan penilaian mendasar pada level Disclosure. Apabila
perusahaan sudah menjawab sesuai dengan kriteria Disclosure secara lengkap,
maka perusahaan dapat berpindah level dan dinilai sesuai dengan penilaian pada

12
level selanjutnya, yaitu Awareness hingga Leadership. Dari penilaian tersebut,
pihak CDP akan melakukan assessment pada aspek apa saja yang perlu diperbaiki
atau ditingkatkan agar perusahaan dapat menunjukkan performa yang lebih baik
kedepannya.

2.6 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu bertujuan untuk meneliti dan mendapatkan data
perbandingan serta meminimalisir terjadinya pendapat yang uraikan sama
dengan penelitian ini. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang terkait
dengan skema penelitian yang diterapkan.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Md Abubakar Siddique, Md


Akhtaruzzaman, Afzalur Rashid, Helmi Hammami tahun 2021 memiliki judul
“Carbon disclosure, carbon performance and financial performance: International
evidence”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana carbon
performance mempengaruhi carbon disclosure serta pengaruhnya terhadap
kinerja keuangan. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan regresi
Two Stage Least Squares (2SLS). Penelitian ini menggunakan sebanyak 187
perusahaan dengan sumber data berasal dari Carbon Disclosure Project (CDP)
dari tahun 2011-2015 dan DataStream Database. Variabel dependen pada
penelitian yakni carbon performance, carbon disclosure dan carbon performance
(penilaian dari Carbon Disclosure Project). Variabel independen yang digunakan
adalah financial performance yang diukur menggunakan ROA dan Tobin’s Q.
Serta, variabel kontrol yang diterapkan yaitu Firm age, firm size, capital intensity,
leverage, earnings quality, stock liquidity dan carbon intensity. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan ditemukan hasil bahwa carbon disclosure memiliki
hubungan positif dengan carbon performance dan adanya hubungan negatif
antara carbon disclosure dan financial performance dalam jangka pendek namun
memiliki hubungan yang positif dalam konteks jangka panjang. Terdapat
keterbatasan yang tertera dalam penelitian ini yakni riset dilakukan hanya pada

13
perusahaan-perusahaan dengan ukuran skala yang besar sehingga tidak dapat
menggambarkan secara keseluruhan terutama kepada perusahaan yang memiliki
ukuran kategori skala medium to small.

Kemudian, penelitian yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Binh Bui, Muhammad
Nurul Houqe, Mahbub Zaman berjudul “Climate governance effects on carbon
disclosure and performance” menggunakan data sebanyak 361 perusahaan,
termasuk 176 observasi untuk tahun 2014 dan 185 observasi untuk tahun 2015,
serta sumber data yang berasal dari Standards and Poor (S&P) 500 index.
Penelitian ini didorong untuk mengkaji dampak gabungan yang dihasilkan dari
climate governance terhadap carbon disclosure. Adapun tools yang diberlakukan
dalam penelitian ini yaitu OLS Regression Tests. Saat ini perusahaan-perusahaan
didorong untuk bertanggung jawab tidak hanya terhadap kinerja atau performa
keuangan yang dihasilkan tetapi juga terhadap dampak sosial yang dimiliki.
Dengan demikian, ditemukan hasil bahwa climate governance terhadap carbon
disclosure menunjukkan hasil yang positif. Terdapat dependen variabel yang
diterapkan yaitu Carbon disclosure. Independen variabel dalam jurnal ini adalah
carbon performance, change in carbon performance, dummy variable for change
in carbon performance corporate governance, climate governance, board
responsibility, executive incentives, frequency of carbon reporting, horizon of
carbon information, board environmental committee, board diversity, board size,
board independence, executive duality, executive compensation dan kontrol
variabel yakni firm size, financial performance, firm leverage innovation
capability, age of assets, capital intensity industry's environmental sensitivity, dan
industry's litigation sensitivity.

Penelitian yang dikaji oleh Muhammad Nadeem, Stephen Bahadar, Ammar Ali
Gull, Umer Iqbal di tahun 2020 ini memiliki judul “Are women eco-friendly?
Board gender diversity and environmental innovation”. Terdapat variabel
dependen yang diusung dalam penelitian ini yaitu process innovation dan

14
product innovation. Lalu, variabel independen yang diterapkan yakni persentase
wanita dalam dewan direktur dan BLAU index of diversity. Adapun variabel
kontrol yaitu total number of board members, percentage of independent board
members, CEO duality, corporate social responsibility committee, corporate
governance committee, firm size, leverage, market to book ratio, ROA, CAPEX,
Industry, dan year. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji
hubungan antara keberagaman gender dengan inovasi lingkungan yang diukur
sebagai process innovation dan product innovation. Terdapat dua teori yang
digunakan yakni Upper echelon theory dan Gender socialization theory. Sampel
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah US listed firms covered in
ASSET4 antara tahun 2002 dan 2018 dengan menggunakan sampel awal
sebanyak 43.470 firm year observation dan 10,334 perusahaan sebagai sampel
akhir atau final. Terdapat hasil dimana disebutkan bahwa keberagaman gender
memiliki hubungan positif signifikan dengan process innovation dan product
innovation.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Christian Ott, Frank Schiemann, Thomas
Günther di tahun 2017 dengan judul “Disentangling the determinants of the
response and the publication decisions: The case of the Carbon Disclosure
Project”, sampel data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 59
negara dengan total 3992 perusahaan. Keputusan perusahaan dalam
mempublikasikan informasi bersifat rahasia merupakan kunci dalam penelitian
pengungkapan. Carbon Disclosure Project (CDP) mengirimkan kuesioner kepada
perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dengan tujuan untuk mengumpulkan
informasi dan data terkait emisi GreenHouse Gases (GHG) dan cara untuk
menguranginya. Dalam penelitian disebutkan jika dampak kinerja lingkungan
pada firm’s publication decision berbeda antara industri carbon intensive dengan
non-carbon intensive. Variabel dependen yang digunakan yaitu response dan
publication serta variabel independen yakni profitability, ISO 14000 certification,
CSR report, environmental performance, squared environmental performance,

15
market concentration substitutability, dan market size. Adapun variabel kontrol
yang digunakan yakni firm size, age of PPE, capital expenditures carbon intensity,
emissions trading scheme, CDP signatories, leverage, previous reporting of GHG
emissions, response experience, dan publication experience. Hasil dari riset ini
menunjukkan bahwa certified environmental management system (EMS) dan CSR
report menjadi determinan dari keputusan perusahaan dalam melakukan
‘response’ dan perusahaan melakukan ‘publication’.

Di tahun 2015, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lin Liao, Le Luo, Qingliang
Tang dengan judul penelitian “Gender diversity, board independence,
environmental committee and greenhouse gas disclosure” menggunakan sampel
sebanyak 329 data perusahaan yang ada di United Kingdom. Variabel dependen
yang akan diinvestigasi dalam jurnal ini adalah tingkat voluntarily disclosure
perusahaan yang diukur melalui partisipasi perusahaan terhadap Carbon
Disclosure Project (CDP). Variabel independen yang digunakan adalah percentage
of female directors on the board, percentage of independent directors on the
board, dan board-level environmental committee. Serta, variabel kontrol meliputi
number of directors, total number of meetings held in a year, the board chairman
is a non-executive directors, percentage of non-executive directors serving on the
board, CEO duality, remuneration includes a short-term bonus, share option, and
long term bonus, percentage of ordinary shares owned by all executive directors,
percentage of ordinary shares owned by all non-executive directors, percentage
of total ordinary shares owned by substantial shareholder, firm size, leverage,
ROA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana dampak
dari karakteristik dewan perusahaan terhadap voluntary disclosure emisi
GreenHouse Gases (GHG) yang disajikan dalam bentuk Carbon Disclosure Project
(CDP) report dengan menggunakan Univariate Regression Model dan
Multivariate Regression Model serta menggunakan dua teori yakni legitimacy
theory dan agency theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya

16
keberadaan environment committee memberikan pengaruh positif terhadap
tujuan keuangan dan non-keuangan perusahaan.

Kemudian, penelitian yang berjudul “Factors influencing the disclosure of


greenhouse gas emissions in companies world-wide” dilakukan terhadap 101
perusahaan dari negara dan industri berbeda-beda. Terjadinya perubahan iklim
di dunia diperkirakan disebabkan oleh GHG/CO2 emisi yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan suhu permukaan tanah. Untuk menyelesaikan
masalah ini, The Kyoto Protocol of the United Nations Framework Convention
tentang perubahan iklim ditandatangani pada tahun 1997. Adanya Protokol
Kyoto diharapkan agar dapat menurunkan emisi greenhouse gases dan
mendukung distribusi biaya yang terkait dengan perubahan iklim. Untuk
mendukung informasi yang digunakan, peneliti menggunakan dua teori yaitu
stakeholder theory dan legitimacy theory. Adapun tools yang digunakan adalah
dependency model dan multiple linear regression. Variabel dependen yang
digunakan yakni merumuskan dependency model dimana variabel koresponden
sesuai dengan pembuatan indeks pengungkapan informasi yang diungkapkan
oleh perusahaan dari berbagai negara di situs web. Variabel independen meliputi
size, Leverage, ROE, ROA, MtoB,dan Kyoto Pro. Lalu untuk variabel kontrol yang
digunakan yaitu two dummy variables: (SECTOR); Activity sectors, Dow Jones
Sustainability Index (DJSI). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan
bahwa adanya hubungan langsung antara firm size, kapitalisasi pasar dan
pengungkapan informasi selain indikator Global Reporting Initiative (GRI) yang
diusulkan pada emisi greenhouse gases (GHG).

Selanjutnya, penelitian dengan judul “Revisiting the relation between


environmental performance and environmental disclosure: an empirical analysis”.
Terdapat dua teori yang digunakan untuk mendukung penelitian yakni social
political theories dan voluntary disclosure theories. Sampel data yang terdapat
dalam penelitian meliputi 191 perusahaan dari 5 industri paling berpolusi di US.

17
Peneliti menggunakan variabel dependen yakni voluntary environmental
disclosure dan variabel independen yaitu environmental performance proxy.
Adapun variabel kontrol dalam penelitian ini adalah Amount of debt or equity
capital raised by the firm, Tobin’s Q, Stock price volatility, ROA, Leverage, Firm
size, Asset newness, dan Capital intensity. Dari jurnal ini, ditemukan hasil yang
menunjukkan bahwa terdapat adanya positive association antara environmental
performance dan disclosures in environmental dan social reports.

Terakhir, literature review yang ditulis oleh Barbara Sveva dan Luca Pirolo di
tahun 2021 membahas mengenai apakah keberagaman dari direktur di suatu
perusahaan akan memberikan dampak bagi perusahaan yang terdiri dari
corporate social performance, organizational performance, innovation, firm risk,
profitabilitas, dan nilai dari perusahaan. Keberagaman dewan direksi dan
komisaris diukur melalui keberagaman gender, female representation,
keberagaman usia, dan keberagaman kewarganegaraan. Hasil dari penelitian
yang dilakukan diambil dari jurnal-jurnal terdahulu yaitu terkait keberagaman
gender, memiliki hasil yang beragam. Beberapa jurnal menunjukkan hasil yang
positif dan beberapa negatif. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
regulasi dari tata kelola perusahaan di masing-masing negara. Selanjutnya,
female presence dalam perusahaan yang mengacu pada teori oleh Kanter di
tahun 1997 menunjukkan bahwa dampak dari adanya direktur wanita dalam
perusahaan baru dapat terlihat apabila jumlah dari direktur wanita mencapai
20% hingga 40% dari total dewan direksi. Kemudian, keberagaman usia yang
dilihat dari adanya direktur muda dalam perusahaan. Pada umumnya direktur
pada perusahaan berusia 58 tahun bahkan hingga 70 tahun keatas. Dengan
adanya direktur muda dalam perusahaan dapat memberikan dampak baik bagi
perusahaan karena direktur muda biasanya memiliki educational level yang lebih
tinggi, lebih fleksibel, dan lebih energetic dibandingkan dengan direktur yang
berusia tua. Selanjutnya, adanya dewan direksi dan komisaris dengan berbeda
kewarganegaraan yang mengalami peningkatan dari 23% di tahun 2009 menjadi

18
30% di tahun 2020. Pada dasarnya, dengan memiliki direksi dan komisaris yang
beragam dari sisi kewarganegaraan dapat memberikan akses untuk sumber daya
yang lebih luas yang mampu meningkatkan performa perusahaan. Namun
kenyataanya hal ini hanya bisa dicapai apabila perusahaan memiliki integritas
untuk minoritas dalam perusahaan, yang dalam hal ini adalah foreigners. Selain
itu, dengan adanya foreigners sebagai dewan direktur dapat memberikan
dampak buruk seperti masalah komunikasi akibat adanya perbedaan budaya.

2.7 Pengembangan Hipotesis


2.7.1 Pengaruh Keberagaman Gender Dewan Direksi dan Komisaris terhadap
Pengungkapan Perubahan Iklim
Dalam Pasal (1) angka (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (PT) disebutkan bahwa pengertian Direksi dalam perusahaan
adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perorangan, sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan anggaran dasar. Tugas utama dewan direksi mencakup
pemantauan dan pengurusan manajemen internal perusahaan, menggaet
sumber daya yang diperlukan dan yang terpenting adalah pengambilan
keputusan terkait kebijakan-kebijakan strategis yang menguntungkan untuk
perusahaan (Goh, Lee, Ng, & Ow Yong, 2016; Shahab et al., 2019).

Keberadaan wanita di susunan boards dapat memperbaiki sistematis


pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang baik oleh direksi dan
komisaris dapat memberikan efek terhadap peningkatan kinerja dan nilai
perusahaan di mata investor. Keberagaman di antara para dewan direksi dan
komisaris memunculkan sebuah stigma, karena dapat meningkatkan perspektif,
pengetahuan, dan ide-ide yang beragam sehingga dapat dipertimbangkan dalam
proses pengambilan keputusan (Post et al. 2011). Oleh karena itu, terdapat teori
yang menjadi perhatian khusus untuk melihat hubungan antara representasi

19
wanita di dewan direksi dan komisaris yakni teori socialization. Di dalam teori
socialization dikatakan bahwa laki-laki dan wanita mengadopsi kualitas individu
yang berbeda. Misalnya, wanita cenderung lebih peduli terhadap lingkungan,
kepentingan pemangku, mengandung nilai-nilai komunal, dan lebih mungkin
untuk mempromosikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan
dan cenderung tidak merugikan masyarakat.

Pada sebuah studi literatur mengenai kegiatan CSR, dijelaskan bahwa Corporate
Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sukarela yang dilakukan oleh
perusahaan untuk beroperasi secara ekonomi, sosial dan lingkungan yang
berkelanjutan. Bear et al. 2010, menjelaskan bahwa jumlah wanita sebagai
dewan direksi dan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja CSR yang
diiringi oleh jumlah wanita yang meningkat seiring dengan peningkatan peringkat
CSR. Dewan yang lebih beragam, mendorong untuk memberikan perspektif yang
lebih luas sehingga komposisi wanita yang lebih besar diharapkan dapat
berdampak positif terhadap kepedulian lingkungan. Hal ini tentunya sejalan
dengan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Liao et al. 2015 dan juga
socialization theory, bahwa wanita memiliki sikap peduli lingkungan yang tinggi
dan peduli terhadap masalah sosial terkait lingkungan, serta lebih termotivasi
untuk mengelola risiko lingkungan. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ramadhani & Adhariani (2015) menyebutkan bahwa
keberagaman gender dalam dewan direksi dan komisaris tidak memberikan
pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Ada atau tidaknya representasi wanita
dalam perusahaan belum tentu memberikan pengaruh besar terhadap
manajemen yang dimana disebabkan oleh sifat wanita yang dinilai
mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menjauhi resiko besar yang mungkin
dapat terjadi.

Terdapatnya sifat-sifat unik yang dimiliki oleh wanita seperti yang disebutkan
pada bagian sebelumnya membuat wanita dinilai lebih mematuhi kode etik

20
dibandingkan laki-laki di dalam perusahaan (Ibrahim et al., 2009). Studi
sebelumnya menyebutkan bahwa direktur wanita menganut karakter atau
kepribadian yang baik seperti penyayang dan lebih peduli kepada kepentingan
orang lain (Eagly, Johannesen-Schmidt, & Van Engen, 2003). Oleh sebab itu, hal
ini menunjukkan bahwa representasi wanita dalam susunan dewan dinilai
mampu mendorong proses pengambilan keputusan yang lebih baik terkait
lingkungan dan juga meminimalisir kemungkinan dampak negatif yang dihasilkan.

Adapun pada hipotesis pertama (H1) ini menggunakan 2 proxy yakni, persentase
perempuan dalam dewan direksi serta komisaris dan Blau Index.

Mengingat fokus peneliti dalam hal ini adalah untuk menganalisis terkait
perwakilan wanita di dewan dengan pengungkapan perubahan iklim, peneliti
memprediksikan perusahaan dari negara ASEAN yang menjadi sampel penelitian
memiliki hubungan positif antara keberagaman gender dengan pengungkapan
perubahan iklim.
H1: Terdapat hubungan positif antara perwakilan wanita di dewan direksi
dan Komisaris terhadap pengungkapan perubahan iklim

2.7.2 Pengaruh Jumlah Direksi dan Komisaris Wanita Berdasarkan Critical Mass
Theory terhadap Pengungkapan Perubahan Iklim
Permasalahan mengenai jumlah wanita sebagai direksi dan komisaris bergantung
pada dampak yang diberikan atas adanya direksi dan komisaris wanita di dalam
perusahaan. Menurut critical mass theory yang diutarakan oleh Kanter (1977a),
minoritas hanya dapat memberikan dampak atau perubahan ketika angka critical
mass sudah tercapai. Berdasarkan penelitian Kanter, grup atau perusahaan
dibagi menjadi empat kategori sesuai dengan proporsi keberagaman gender pria
dan wanita pada perusahaan. Kategori pertama yaitu Uniform Groups yang
menunjukkan komposisi grup yang homogen atau sama. Kategori kedua, Skewed
Groups yang terdiri dari 20% wanita dan 80% pria. Kategori ketiga, Tilted Groups

21
yang memiliki komposisi lebih dari 20% hingga 40% wanita. Kategori keempat,
Balanced Group dengan komposisi lebih dari 40 hingga 60% wanita dalam
perusahaan. Pada male-dominated companies, dengan komposisi wanita sekitar
antara 20% hingga 40% individu-individu yang termasuk minoritas hanya akan
dilihat sebagai perwakilan dan tidak akan mampu memberikan efek perubahan
kepada perusahan atau disebut sebagai “token”.

Beberapa studi yang menggunakan critical mass theory menunjukkan hasil yang
beragam. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Torchia et al. (2011), jika hanya
ada satu atau dua wanita sebagai dewan direksi dan komisaris dengan ukuran
rata-rata dewan adalah 8 hingga 10, mereka tidak dapat membuat perbedaan
dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Crowley (2006) mengenai pemilihan anggota legislatif wanita terhadap
Equal Rights Amendment (ERA). Dengan menggunakan tingkat representasi 15%
pada wanita dalam susunan legislatif, Jocelyn menunjukkan adanya kemungkinan
untuk meratifikasi Equal Rights Amendment (ERA) di Amerika Serikat. Hal ini
bertolak belakang dengan apa yang Kanter utarakan dan juga penelitian yang
dilakukan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa token level adalah kurang dari
20%.

Sehingga, penelitian ini menguji apakah jumlah lebih dari dua wanita, yang
merupakan token level yang disebutkan oleh Kanter, dalam jajaran direksi dan
komisaris akan berpengaruh terhadap pengungkapan perubahan iklim.
H2: Terdapat hubungan positif antara dua atau lebih direksi dan
komisaris wanita dalam perusahaan terhadap pengungkapan perubahan
iklim.

2.8 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pengungkapan


Mengacu pada riset terdahulu terdapat beberapa faktor lainnya yang mampu
mempengaruhi hubungan antara keberagaman gender terhadap perubahan

22
iklim. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adalah board independence,
CEO duality, board size, firm size, profitability, leverage, investments
opportunities, dan high-carbon industry.

Berdasarkan riset terdahulu yang dilakukan oleh García and Sánchez (2010),
menunjukkan bahwa board independence mampu mempengaruhi pengungkapan
sukarela karena perusahaan menjadi lebih efektif dan transparan akibat aktivitas
monitoring yang meningkat.

Menurut Cerbioni and Parbonetti (2007), dengan adanya pemisahan antara chief
executive officer dan board chairperson memiliki hubungan yang sejalan dengan
tingkat pengungkapan perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena dewan yang
merangkap umumnya dapat mengurangi kemampuan secara efektif dalam
mengontrol manajemen perusahaan, yang kemudian dapat menghasilkan tingkat
pengungkapan sukarela dan transparansi yang lebih rendah.

Mengacu pada riset yang dilakukan oleh Laksmana (2008), menunjukkan bahwa
semakin banyak direktur dalam perusahaan akan memungkinkan distribusi
pekerjaan dan tanggung jawab menjadi lebih baik, serta pengambilan keputusan
yang lebih adil. Adapun sebaliknya, ketika sebuah perusahaan memiliki jumlah
dewan direksi dan komisaris yang sedikit, akan mengakibatkan perusahaan lebih
tidak transparan. Tidak hanya pendistribusian pekerjaan menjadi lebih baik,
dengan jumlah direksi dan komisaris yang lebih besar juga dapat menjadi
resource bagi perusahaan dalam menciptakan dan mengembankan ide-ide
terbaik bagi perusahaan.

Faktor firm size memiliki hubungan sejalan dengan pengungkapan perusahaan


berdasarkan riset yang dilakukan oleh Luo et al. (2012). Hal ini karena semakin
besar ukuran suatu perusahaan, maka perusahaan itu akan semakin terekspos
kepada publik dan akan dituntut untuk lebih transparan. Selanjutnya, mengacu

23
pada riset yang dilakukan oleh Stanny & Ely (2008), untuk mengukur profitabilitas
perusahaan dengan menggunakan rasio return on assets (ROA) dan financial
leverage menggunakan debt to equity ratio (DER).

Investments opportunities juga menjadi pertimbangan dalam riset ini dengan


menggunakan pengukuran price to book ratio. Perusahaan yang memiliki
investments opportunities lebih baik pada umumnya harus mampu melakukan
pengungkapan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya asymmetry
information (Ben-Amar, Chang & McIlkenny, 2017).

Kemudian beberapa studi terdahulu (Meek et al. 1995; Brammer & Pavelin 2006;
Stanny & Ely 2008) menyampaikan bahwa industri perusahaan juga berperan
dalam voluntary disclosure perusahaan. Perusahaan dari industri yang
menghasilkan karbon tinggi seharusnya memiliki kepedulian terhadap iklim yang
lebih tinggi oleh karena itu perusahaan dalam kategori ini dapat memberikan
lebih banyak informasi terkait perubahan iklim dan strategi perusahaan dalam
menanggapi hal tersebut. Penelitian ini mengikuti metodologi CDP yang
mengklasifikasikan industri auto-mobile, chemicals, forest products, utilities, oil
and gas, mining, pipelines, precious metals, steel, and transportation ke dalam
kategori karbon tinggi (Ben-Amar, Chang & McIlkenny, 2017)..

24
2.9 Kerangka Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang telah dikembangkan, berikut merupakan kerangka
dari penelitian ini. Keberagaman gender sebagai variabel independen akan
berpengaruh terhadap Pengungkapan Perubahan Iklim sebagai variabel
dependen. Selain itu, variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian adalah
Board Independence, CEO Duality, Board Size, Firm Size, Return on Assets, Debt-
to-Equity Ratio, Price-to-Book Value dan High-carbon Industry.

25
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


3.1.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah panel data. Panel data juga dikenal sebagai
longitudinal data yang merupakan kombinasi dari data time series dan cross
sectional. Jenis ini digunakan saat penelitian mengukur koleksi dari berbagai
macam perusahaan di sebuah industri dalam periode yang ditentukan. Dalam
penelitian ini, kelompok mengukur 63 perusahaan di industri yang beragam dan
data dari masing-masing perusahaan yang diteliti adalah data 5 tahun (2016-
2020). Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang terdaftar
dalam penilaian CDP pada bagian perubahan iklim dan penilaian tersebut dapat
diakses melalui website CDP.

3.1.2 Pemilihan Sampel


Dalam penelitian ini data yang digunakan berdasarkan perusahaan yang terdaftar
pada website Carbon Disclosure Project (CDP) periode 2016 hingga 2020,
perusahaan yang skornya dapat diakses melalui website CDP, dan perusahaan
yang sudah mempublikasikan laporan keuangan dan laporan tahunan pada tahun
2016 - 2020.

3.2 Variabel Penelitian


3.2.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah pengungkapan perubahan iklim
yang merupakan variabel ranking apabila perusahaan mensubmit pada CDP dan
mendapatkan skor A akan dinilai dengan angka 4, skor B akan dinilai dengan
angka 3, skor C akan dinilai dengan angka 2, dan skor D akan dinilai dengan
angka 1.

26
3.2.2 Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini menggunakan keberagaman gender
dewan direksi dan komisaris yang diukur melalui persentase direktur dan
komisaris wanita dalam dewan perusahaan yang dengan membagi jumlah direksi
dan komisaris wanita dengan total direksi dan komisaris.
Number of Women
PERCENT −WOMEN =
Board ¿ ¿ ¿

Negara-negara yang digunakan dalam penelitian ini menganut sistem atau aturan
terkait direksi dan komisaris yang berbeda satu sama lain yakni one-tier dan two-
tier. One-tier board system merupakan sistem penggabungan organ pengontrol
dan pengawas di dalam satu susunan bagan perusahaan, yang biasanya disebut
sebagai direksi (Hungarian Act IV, 2006). Adapun negara-negara dalam
penelitian yang menerapkan sistem one-tier meliputi Singapore, Malaysia,
Filipina, dan Thailand. Sedangkan Indonesia menggunakan sistem two-tier.
Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
mengatur adanya pemisahan Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan yang disebut Komisaris dengan Organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan yang disebut Direksi.
Dengan adanya pemisahan peran Organ Perseroan yang membedakan Two-tier
board system dengan One-tier board system.

Berdasarkan penelitian yang diutarakan oleh Zhang (2012) menyebutkan bahwa


persentase direktur dan komisaris wanita yang lebih tinggi dalam perusahaan
dinilai berguna untuk menciptakan dan meningkatkan hubungan dengan
pemangku kepentingan, dikarenakan oleh sikap mereka yang lebih berorientasi
sosial dan sensitif terhadap tujuan sosial. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis peran keberagaman gender di
perusahaan terhadap pengungkapan perubahan iklim. Keberagaman gender di
perusahaan dapat diukur melalui persentase wanita di dewan dengan membagi
jumlah direksi dan komisaris wanita dibagi dengan total direksi dan komisaris.

27
Menurut Miller & Triana, (2009), bahwa Blau Index adalah indeks yang ideal
untuk digunakan dalam mengukur keberagaman gender di mana nilai 0 untuk
menggambarkan homogenitas dalam dewan direksi, untuk nilai yang lebih tinggi
menggambarkan bahwa direksi dan komisaris semakin beragam. Indeks ini tidak
memiliki nilai yang negatif dan nilainya unbounded.
k
Blau Index=1−∑ ¿ P i
2

Pi = Proporsi anggota kelompok (direktur wanita dan laki-laki)

ONEWOMEN, TWOWOMEN, dan THREEWOMEN merupakan variabel dummy


yang apabila terdapat satu hingga tiga direksi dan komisaris wanita dalam
perusahaan akan mendapatkan nilai 1, dimana penetapan jumlah tersebut
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kanter (1977a). Terdapat empat
kategori kelompok dalam critical mass theory. Pertama adalah uniform group
atau dikenal sebagai kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik didalam
kelompok. Kedua yakni skewed group. Kanter menyebutkan bahwa dominasi
proporsi mencakup 80% laki-laki dan 20% wanita. Ketiga yaitu titled group
dimana distribusi proporsi yang dimiliki sebesar 20-40% wanita. Terakhir
merupakan balanced group yang menyebutkan jika bobot proporsi yang dimiliki
laki-laki dan wanita cukup seimbang dengan persentase 40-60% wanita.

3.2.3 Variabel Kontrol


Dalam penelitian ini, terdapat beberapa variabel kontrol yang digunakan.
Variabel-variabel yang akan digunakan dipilih berdasarkan hasil riset-riset
terdahulu mengenai pengungkapan.

3.2.3.1 Board Independence


Variabel pertama yaitu, board independence yang berasal dari menghitung
persentase komisaris independen dari total komisaris untuk perusahaan di

28
Indonesia dan total direktur independen dari total direktur untuk perusahaan
dari negara lainnya García and Sánchez (2010).
Independent Director
INDEPENDENCE=
Total Board Members
3.2.3.2 CEO Duality
Variabel dummy yang diberi angka 0 apabila Board of Director yang menjabat
sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer dan sebaliknya.

3.2.3.3 Board Size


Board size dideskripsikan sebagai jumlah anggota dewan direksi dan komisaris
dalam sebuah perusahaan. Pengukuran yang dilakukan oleh Laksmana (2008)
dengan menghitung berapa banyak direktur yang menjabat dalam jajaran direksi.
BSIZE=Total number of directors
3.2.3.4 Firm Size
Selain variabel-variabel yang sudah disebutkan pada paragraf diatas, variabel-
variabel keuangan juga digunakan dalam penelitian ini. Perhitungan firm size
dilakukan Luo et al. (2012) dengan menggunakan logaritma natural dari total
aset.
FSIZE=ln (Total Assets)

3.2.3.5 Return on Assets dan Debt to Equity Ratio


Return on assets dihitung dengan menggunakan perhitungan Net Income dibagi
dengan total asset.
Net Income
ROA=
Total Assets
Sedangkan financial leverage, debt to equity ratio, dihitung menggunakan
menggunakan net debt dibagi dengan total equity Weygandt & Kieso (2018).
Net Debt
DER=
Total Equity

3.2.3.6 Price to Book Value


Price to Book Value merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung dan

29
membandingkan jumlah hutang dengan total ekuitas.
Market Price per Share
PBV =
Book Value per Share

3.2.3.7 High-carbon Industry


Variabel dummy yang diberi angka 1 apabila perusahaan termasuk kedalam
kategori high-carbon industry. Industri yang termasuk kedalam kategori high
carbon mencakup automobile, chemicals, forest products, utilities, oil & gas,
mining, pipelines, precious metals, steel dan transportation (Ben-Amar, Chang &
McIlkenny, 2017).

3.3 Regresi Multivariat


Analisis multivariat dilakukan karena berkaitan dengan banyak variabel yang
terdiri dari variabel independen maupun variabel dependen secara bersamaan
yang akan dianalisis. Dengan menggunakan teknik analisis multivariat,
memungkinkan untuk menganalisis lebih dari dua variabel terhadap variabel lain
dan saling berhubungan satu sama lain. Analisis multivariat adalah sebuah
metode pengolahan data variabel dengan menggunakan banyak variabel dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh yang akan timbul terhadap suatu objek. Data
multivariat merupakan data yang dikumpulkan dari dua atau lebih pengamatan
dengan mengukur pengamatan tersebut menggunakan beberapa karakteristik.
Dalam analisis yang dilakukan, terbagi dua kategori metode yakni metode
dependensi dan interdependensi. Model dependensi berisikan dua jenis variabel,
dependen dan independen variabel. Sedangkan metode kedua hanya mencakup
satu jenis variabel yaitu variabel independen.

Berikut adalah model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian untuk
menguji hubungan antara keberagaman gender dengan pengungkapan
perubahan iklim:
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 G D¿−1+ α 2 INDEPENDENCE ❑¿−1+ α 3 DUALITY ❑¿−1
+ α 4 BSIZE❑¿−1 +α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1

30
+ α 9 HI−CARBON ❑¿−1 +ε ¿
Dimana:
GD = Gender Diversity
INDEPENDENCE = Direktur Independen
DUALITY = CEO Duality
BSIZE = Board Size
FSIZE = Firm Size
ROA = Return on Assets
DER = Debt to Equity Ratio
PBV = Price to Book Value
HI-CARBON = High Carbon Industry
3.3.1 Model Penelitian 1
Model Penelitian 1 adalah model penelitian untuk Hipotesis 1 dimana
pengukuran keberagaman gender menggunakan variabel PERCENTWOMEN.
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 PERCENTWOMEN ¿−1 +α 2 INDEPENDENCE❑¿−1 +α 3 DUALITY ❑¿−1
+ α 4 BSIZE❑¿−1 +α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1+ α 9 HI −CARBON ❑¿−1 +
Dimana:
PERCENTWOMEN = merupakan hasil perhitungan persentase direksi
dan komisaris wanita dari total anggota direksi
3.3.2 Model Penelitian 2
Model Penelitian 2 adalah model penelitian untuk Hipotesis 1 dimana
pengukuran keberagaman gender menggunakan variabel BLAUINDEX.
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 BLAUINDEX ¿−1+ α 2 INDEPENDENCE❑¿−1 +α 3 DUALITY ❑¿−1 +¿
α 4 BSIZE ❑¿−1+ α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1+ α 9 HI −CARBON ❑¿−1 +ε
Dimana:
BLAUINDEX = Hasil perhitungan nilai Blau Index yang
menggambarkan keberagaman dewan direksi

3.3.3 Model Penelitian 3


Model Penelitian 3 adalah model penelitian untuk Hipotesis 2 dimana
pengukuran keberagaman gender menggunakan variabel ONEWOMAN.

31
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 ONEWOMAN ¿−1 +α 2 INDEPENDENCE❑¿−1 +α 3 DUALITY ❑¿−1 +¿
α 4 BSIZE ❑¿−1+ α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1+ α 9 HI −CARBON ❑¿−1 +ε
Dimana:
ONEWOMAN = Merupakan variabel dummy yang diberi angka 1
apabila sampel memiliki setidaknya 1 direksi dan komisaris wanita
3.3.4 Model Penelitian 4
Model Penelitian 4 adalah model penelitian untuk Hipotesis 2 dimana
pengukuran keberagaman gender menggunakan variabel TWOWOMEN.
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 TWOWOMEN ¿−1+ α 2 INDEPENDENCE❑¿−1+ α 3 DUALITY ❑¿−1 +¿
α 4 BSIZE ❑¿−1+ α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1+ α 9 HI −CARBON ❑¿−1 +ε
Dimana:
TWOWOMEN = Merupakan variabel dummy yang diberi angka 1
apabila sampel memiliki setidaknya 2 direksi dan komisaris wanita
3.3.5 Model Penelitian 5
Model Penelitian 5 adalah model penelitian untuk Hipotesis 2 dimana
pengukuran keberagaman gender menggunakan variabel THREEWOMEN.
DIS−DECISIO N ¿ =α 0+ α 1 THREEWOMEN ¿−1+ α 2 INDEPENDENCE ❑¿−1+ α 3 DUALITY ❑¿−1+ ¿
α 4 BSIZE ❑¿−1+ α 5 FSIZE❑¿−1 +α 6 ROA ❑¿−1 +α 7 DER ❑¿−1 +α 8 PBV ❑¿−1+ α 9 HI −CARBON ❑¿−1 +ε
Dimana:
THREEWOMEN = Merupakan variabel dummy yang diberi angka 1
apabila sampel memiliki setidaknya 3 direksi dan komisaris wanita

3.4 Metode Analisis


3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Peneliti melakukan uji analisis deskriptif dalam mengolah dan menganalisis data.
Dengan melakukan statistik deskriptif, dapat memberikan gambaran terhadap
data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan
nilai minimum. Dengan statistik deskriptif, data akan dianalisis, sehingga dapat
menggambarkan berapa rata-rata jumlah dewan direksi dan komisaris wanita
dalam dewan perusahaan, berapa jumlah direksi dan komisaris wanita paling

32
banyak dalam satu perusahaan, dan berapa jumlah direksi dan komisaris wanita
paling sedikit dalam satu perusahaan.

Statistik deskriptif ini juga dibagi berdasarkan lima negara yang dijadikan objek
penelitian yaitu Negara Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Tujuan dari pemisahan per negara ini agar dapat terlihat kondisi dari masing-
masing variabel penelitian pada negara.

3.4.2 Uji Goodness of Fit


Uji Goodness-of-Fit merupakan uji yang memberikan informasi apakah model
regresi ordinal logistik cocok dengan data observasi yang akan digunakan.
Pengujian model regresi ordinal logistik dilakukan dengan menggunakan Uji
Goodness-of-Fit melalui 2 cara yaitu Uji Ordinal Hosmer-Lemeshow dan Uji
Lipsitz. Untuk menentukan apakah lulus uji atau tidak, dilihat dari nilai p-value
masing masing uji. Rekomendasi dari jurnal yang ditulis oleh Fagerland & Hosmer
(2017) untuk menggunakan nilai P > 0.1 sebagai tolak ukur dalam menentukan
apakah sudah lulus uji atau tidak.

33
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemilihan Sampel


Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
perusahaan-perusahaan yang sudah menjawab questionnaire CDP bagian
perubahan iklim untuk periode 2016 hingga 2020. Kemudian, dalam penentuan
sampling, terdapat beberapa kriteria. Kriteria tersebut meliputi:
1. Perusahaan yang terdaftar di Carbon Disclosure Project pada tahun 2016-
2020.
2. Perusahaan yang skor nya dapat diakses melalui website Carbon
Disclosure Project.
3. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan dan laporan
tahunan pada tahun 2016 – 2020.
Berdasarkan Carbon Disclosure Project (CDP) terdapat 136 perusahaan yang
sudah berpartisipasi dengan menjawab kuesioner bagian perubahan iklim mulai
dari 2016 hingga 2020. Diantara 136 perusahaan tersebut, terdapat beberapa
perusahaan yang skor nya tidak dapat diakses, sehingga harus dieliminasi yang
menghasilkan 77 data perusahaan yang lanjut ke tahap seleksi selanjutnya. Pada
tahap ketiga, dari 77 perusahaan tersebut dilakukan pemilahan kembali dengan
melihat apakah perusahaan mempublikasikan laporan keuangan dan tahunan.
Berdasarkan hasil seleksi tersebut, dihasilkan sebanyak 63 perusahaan sebagai
sampel penelitian yang merupakan unbalanced data.

4.2 Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek-
aspek yakni nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan standar
deviasi dari setiap variabel dependen maupun variabel independen. Menurut
Sugiyono (2017:35) dalam mendeskripsikan analisis statistik deskriptif adalah
analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat dan mengetahui
keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih tanpa

34
membuat adanya perbandingan variabel itu sendiri dan melihat hubungan
dengan variabel lain. Analisis statistik deskriptif adalah teknik analisis data dalam
menjelaskan data secara general dengan menghitung nilai minimum, nilai
maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi (Sugiyono, 2017:147).
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah Disclosure
Decision. Adapun variabel independen dalam penelitian ini mencakup persentase
wanita dalam dewan direksi dan komisaris dan Blau Index. Sedangkan variabel
kontrol meliputi board independence, duality, board size, firm size, return on
asset (ROA), PBV Ratio, debt to equity ratio (DER), dan high carbon.

4.2.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen


Berdasarkan data pada Tabel 4.2, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian berjumlah 197 perusahaan. Variabel Disclosure
Decision memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai terbesar
(maksimum) sebesar 4. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel Disclosure
Decision berdasarkan hasil observasi 197 perusahaan adalah 2.22335 yang
artinya secara rata-rata bahwa perusahaan menerima nilai C- dan C atau skor
dengan nilai 2 dan nilai standar deviasi variabel Disclosure Decision adalah
sebesar 1.005527.

4.2.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.127868
atau 12,79% dan standar deviasi sebesar 0.1006282. Nilai terkecil (minimum)
pada variabel Percentage of Women adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
beberapa perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam susunan dewan.
Sedangkan untuk nilai terbesarnya (maksimum) dari variabel Percentage of
Women yaitu 0,4 atau 40%, dimana menunjukkan bahwa dari 63 perusahaan di
negara ASEAN, jumlah paling banyak memiliki 40% jumlah wanita dari total
jajaran direksi dan komisaris.

35
Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.2038071 atau 20,38% dan standar deviasi sebesar 0.1397637. Nilai terkecil
(minimum) pada variabel Blau Index adalah 0 atau 0%, dimana dari 197 sampel
yang dijadikan objek observasi terdapat perusahaan yang memiliki susunan
dewan direksi dan komisaris terdiri hanya pria atau wanita saja. Lalu, nilai
terbesar (maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,48 atau 48%, artinya nilai
tersebut memiliki nilai yang mendekati angka maksimum dari Blau Index, yakni
0.5 atau 50%. Dengan demikian, hasil dari variabel Blau Index ini menunjukkan
adanya keberagaman gender yang cukup tinggi di beberapa perusahaan yang
dimana proporsi pria dan wanita dinilai cukup seimbang atau beragam.

Variabel selanjutnya yakni ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar
0.8020305 atau 80,20% dan standar deviasi sebesar 0.3994843. Hal ini
menunjukkan bahwa sekitar 50 dari 63 perusahaan di negara ASEAN selama
periode 2016 hingga 2020 memiliki setidaknya satu wanita dalam jajaran direksi
dan komisaris .

Variabel TWOWOMEN merupakan variabel dummy dengan menginterpretasikan


nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 apabila perusahaan memiliki dua
atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Nilai
rata-rata dari TWOWOMEN adalah sebesar 0.4060914 atau 40,61% dan standar
deviasi sebesar 0.4923532. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 26 dari 63
perusahaan di negara ASEAN memiliki lebih dari dua direksi dan komisaris wanita
dalam perusahaan.

Kemudian variabel THREEWOMEN yang merupakan variabel dummy dimana nilai


1 menunjukkan perusahaan tersebut memiliki lebih dari tiga direksi dan

36
komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Variabel THREEWOMEN
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.1827411 atau 18,27% dan standar
deviasi sebesar 0.3874387. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebesar 18,27%
dari sampel observasi yang memiliki lebih dari tiga wanita dalam direksi dan
komisaris.

4.2.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.4608122 atau
46,08% dan standar deviasi sebesar 0.2215791. Tercatat bahwa nilai terkecil
(minimum) pada variabel INDEPENDENCE adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
perusahaan tidak memiliki direktur independen dan nilai terbesar (max) adalah
sebesar 0.92 atau 92%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perusahaan
yang hampir seluruh dewan menjabat sebagai direksi independen atau komisaris
independen.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 1 apabila Board
of Director (BoD) tidak menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief
Executive Officer. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa nilai rata-rata (mean) adalah
sebesar 0.8883249 atau 88.83%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 88.83%
dari total sampel observasi memiliki Chairman yang menjabat sebagai Chief
Executive Officer (CEO).

Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi


dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.1, terlihat bahwa dari 63
perusahaan, nilai terkecil (minimum) adalah 6 orang yang terdapat pada IOI
Corporation Berhad yang berasal dari negara Malaysia dan nilai terbesar
(maksimum) adalah 22 orang dari Banpu Public Co. Ltd yang berdomisili di
Thailand. Nilai rata-rata (mean) untuk jumlah direksi dan komisaris kurang lebih
sebanyak 12 orang untuk perusahaan di ASEAN.

37
Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang
diperoleh dari logaritma natural total aset perusahaan. Pada Tabel 4.1, terlihat
bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 13.1 dan terkecil adalah 6.46, dengan
rata-rata untuk lima negara ASEAN adalah sebesar 9.606193.

Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets yang dihitung dengan


menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.1, nilai terkecil (minimum) ROA adalah sebesar 0.42 dan terbesar
(maksimum) adalah 9.06. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah
sebesar 3.53264.

Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang merupakan


perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.1, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 4.5 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 1.665482.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 2.17 yang
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki nilai hutang
perusahaan yang hampir dua kali lipat dibandingkan modal usaha. Perusahaan
yang memiliki nilai DER yang tinggi biasanya terdapat pada perusahaan
keuangan. Sehingga nilai DER yang tinggi merupakan hal yang wajar. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.04. Dengan rata-rata dari lima negara adalah
sebesar 0.9146701.

Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila


perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan Tabel 4.1, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar

38
0.5888325. Hasil ini menunjukkan bahwa sekitar 58.88% dari sampel observasi
merupakan industri penghasil karbon yang tinggi.
4.3 Statistik Deskriptif per Negara
4.3.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Indonesia
4.3.1.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Berdasarkan data pada Tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian berjumlah 14 sampel yang berasal dari 5 perusahaan.
Variabel Disclosure Decision memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai
terbesar (maksimum) sebesar 3. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel
Disclosure Decision berdasarkan hasil observasi 14 sampel adalah 2.214286 yang
artinya secara rata-rata perusahaan di Indonesia tergolong rendah dari segi
pengungkapan, terlihat nilai yang dimiliki adalah C- dan C atau skor dengan nilai
2, dimana jika di konversikan, nilai 2 masuk kedalam kategori Awareness. Nilai
standar deviasi variabel Disclosure Decision adalah sebesar 0.8017837.

4.3.1.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.0192857
atau 19,28% dan standar deviasi sebesar 0.0389209. Nilai terkecil (minimum)
pada variabel Percentage of Women adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
beberapa perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam susunan dewan.
Sedangkan untuk nilai terbesarnya (maksimum) dari variabel Percentage of
Women yaitu 0.11 atau 11%, dimana menunjukkan bahwa dari 14 sampel berasa
dari negara Indonesia, jumlah paling banyak memiliki 11% wanita dari total
jajaran direksi dan komisaris.

Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.035 atau 3.5% dan standar deviasi sebesar 0.0706835. Nilai terkecil (minimum)
pada variabel Blau Index adalah 0 atau 0%, dimana dari 5 perusahaan yang
dijadikan objek observasi terdapat perusahaan yang memiliki susunan dewan
direksi dan komisaris yang homogen terdiri dari pria atau wanita saja. Lalu, nilai
terbesar (maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,2 atau 20% dimana angka

39
tersebut masih jauh dibawah angka maksimum variabel Blau Index yaitu 0.5 atau
50%. Dengan demikian, terlihat bahwa dewan direksi dan komisaris dari negara
Indonesia dinilai tidak beragam berdasarkan gender.

Variabel selanjutnya adalah ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar
0.2142857 atau 21,43% dan standar deviasi sebesar 0.0706835. Hal ini
menunjukkan bahwa hanya sekitar 3 sampel dari negara Indonesia selama
periode 2016 hingga 2020 memiliki setidaknya satu wanita dalam jajaran direksi
dan komisaris. Pada tabel juga terlihat untuk variabel lanjutan seperti
TWOWOMEN dan THREEWOMEN untuk rata-rata, nilai maksimum, nilai
minimum, dan standar deviasinya bernilai nol yang menunjukkan bahwa semua
perusahaan dari negara Indonesia yang dijadikan sampel penelitian tidak
memiliki direksi dan komisaris wanita lebih dari satu dalam perusahaan.

4.3.1.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.2092857 atau
20,93% dan standar deviasi sebesar 0.0490626. Tercatat bahwa nilai terkecil
(minimum) pada variabel INDEPENDENCE adalah 0.11 dan nilai terbesar (max)
adalah 0.27. Nilai tersebut menunjukkan proporsi direktur independen, di
Indonesia disebut Komisaris Independen, paling sedikit adalah 11% dari total
board size perusahaan dan paling banyak sebesar 27% dari total board size.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 1 apabila


Chairman tidak menjabat sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Pada Tabel
4.3 terlihat bahwa nilai rata-rata (mean), nilai minimum, dan nilai maksimum
adalah 1 atau 100%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada chairman dari negara
Indonesia yang menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO).

40
Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi
dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.3, terlihat bahwa dari 14 sampel,
nilai terkecil (minimum) adalah 9 orang dan nilai terbesar (maksimum) adalah 17
orang. Nilai rata-rata (mean) untuk jumlah direksi dan komisaris kurang lebih
sebanyak 13 orang.

Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang


diperoleh dengan menghitung logaritma natural dari total aset perusahaan. Pada
Tabel 4.3, terlihat bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 10.15, terkecil
adalah 6.46, dan rata-rata negara Indonesia adalah 7.903571.

Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets dihitung dengan


menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.3, nilai terkecil (minimum) ROA adalah 0.54 dan terbesar (maksimum)
adalah 9.06. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah sebesar 5.875.

Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang yang merupakan


perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.3, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 4.5 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 1.422143.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 1.97 yang
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki nilai hutang
perusahaan yang hampir dua kali lipat dibandingkan modal usaha. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.04 dan nilai rata-rata sebesar 0.7364286 atau
73,64%.

41
Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila
perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan Tabel 4.3, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar
0.9285714 atau 92.86% yang menandakan hampir semua perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian masuk kedalam kategori penghasil karbon yang
banyak.

42
4.3.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Singapura
4.3.2.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Berdasarkan data pada Tabel 4.4, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian berjumlah 65 sampel. Variabel Disclosure Decision
memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai terbesar (maksimum)
sebesar 4. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel Disclosure Decision
berdasarkan hasil observasi 65 sampel adalah 2.292308 yang artinya secara rata-
rata perusahaan di Singapura masih tergolong rendah dalam hal pengungkapan
laporan, terlihat nilai yang dimiliki adalah C- dan C atau skor dengan nilai 2,
dimana jika di konversikan, nilai 2 masuk kedalam kategori Awareness. Nilai
standar deviasi variabel Disclosure Decision adalah sebesar 1.041679.

4.3.2.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.1398462
atau 13,98% dan standar deviasi sebesar 0.0992234. Nilai terkecil (minimum)
pada variabel Percentage of Women adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
beberapa perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam susunan dewan.
Sedangkan untuk nilai terbesarnya (maksimum) dari variabel Percentage of
Women yaitu 0,4 atau 40%, dimana menunjukkan bahwa dari 65 sampel di
negara Singapura, jumlah paling banyak memiliki 40% jumlah wanita dari total
jajaran direksi dan komisaris.

Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.2226154 atau 22,26% yang dimana menunjukkan tingkat keberagaman gender
yang rendah, proporsi pria dan wanita dinilai tidak cukup seimbang atau
beragam. Nilai dari standar deviasi adalah sebesar 0.1397637. Nilai terkecil
(minimum) pada variabel Blau Index adalah 0 atau 0%, dimana dari 65 sampel
yang dijadikan objek observasi terdapat perusahaan yang memiliki susunan
dewan direksi dan komisaris terdiri hanya pria atau wanita saja. Lalu, nilai
terbesar (maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,48 atau 48%, artinya nilai

43
tersebut memiliki nilai yang mendekati angka maksimum dari Blau Index, yakni
0.5 atau 50%.

Variabel selanjutnya yakni ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar
0.8615385 atau 86,15% dan standar deviasi sebesar 0.3480716. Hal ini
menunjukkan bahwa sekitar 55 sampel di negara Singapura selama periode 2016
hingga 2020 memiliki setidaknya satu wanita dalam jajaran direksi dan komisaris.

Variabel TWOWOMEN merupakan variabel dummy dengan menginterpretasikan


nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 apabila perusahaan memiliki dua
atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Nilai
rata-rata dari TWOWOMEN adalah sebesar 0.3846154 atau 38,46% yang artinya
bahwa sekitar 25 sampel di negara Singapura memiliki setidaknya dua wanita
dalam jajaran direksi dan komisaris, dan nilai standar deviasi sebesar 0.4923532.

Kemudian variabel THREEWOMEN yang merupakan variabel dummy dimana nilai


1 menunjukkan perusahaan tersebut memiliki lebih dari tiga direksi dan
komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Variabel THREEWOMEN
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.1846154 atau 18,467% dan standar
deviasi sebesar 0.3874387. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 11 sampel di
Singapura memiliki setidaknya tiga wanita dalam direksi dan komisaris.

4.3.2.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.5993846 atau
59,93% dan standar deviasi sebesar 0.236226. Tercatat bahwa nilai terkecil
(minimum) pada variabel INDEPENDENCE adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
perusahaan tidak memiliki direktur independen dan nilai terbesar (max) adalah
sebesar 0.92 atau 92%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perusahaan

44
yang hampir seluruh dewan menjabat sebagai direksi independen atau komisaris
independen.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 0 apabila Board
of Director (BoD) menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive
Officer secara bersamaan, dan akan diberikan angka 1 apabila tidak menjabat
sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Pada Tabel 4.4
terlihat bahwa nilai rata-rata (mean) adalah sebesar 0.8461538 atau 84,61%. Hal
ini menunjukkan bahwa sebanyak 55 sampel tidak memiliki Chairman yang juga
menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO), dan sisanya yakni 15,39% adalah
sampel yang memiliki Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer.

Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi


dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.4, terlihat bahwa dari 65 sampel,
nilai terkecil (minimum) adalah 7 orang yang terdapat pada City Developments
Limited dan nilai terbesar (maksimum) adalah 15 orang dari Singapore
Technologies Engineering. Nilai rata-rata (mean) untuk jumlah direksi dan
komisaris adalah sebesar 10.4 yang artinya rata-rata jumlah direksi dan komisaris
di negara Singapura adalah 10 dewan.

Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang


diperoleh dari logaritma natural total aset perusahaan. Pada Tabel 4.4, terlihat
bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 13.1 dan terkecil adalah 7.33, dengan
rata-rata untuk negara Singapura.

Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets yang dihitung dengan


menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.4, nilai terkecil (minimum) ROA adalah sebesar 0.42 dan terbesar
(maksimum) adalah 9.06. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah
sebesar 2.497538

45
Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang yang merupakan
perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.4, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 4.5 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 1.417385.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 2.17 yang
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki nilai hutang
perusahaan yang hampir dua kali lipat dibandingkan modal usaha. Perusahaan
yang memiliki nilai DER yang tinggi biasanya terdapat pada perusahaan
keuangan. Sehingga nilai DER yang tinggi merupakan hal yang wajar. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.1 dan nilai rata-rata sebesar 0.9286154.

Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila


perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan Tabel 4.4, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar
0.5384615 atau 53% yang artinya sebanyak 53% dari total sampel menghasilkan
high carbon.

4.3.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Malaysia


4.3.3.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Berdasarkan data pada Tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian di negara Malaysia berjumlah 17. Variabel Disclosure
Decision memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai terbesar
(maksimum) sebesar 2. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel Disclosure
Decision berdasarkan hasil dari 17 observasi adalah 1.352941 artinya secara rata-
rata perusahaan di Malaysia tergolong sangat rendah dari segi pengungkapan
laporan, terlihat nilai yang dimiliki adalah D- dan D atau skor dengan nilai 1,

46
dimana jika di konversikan, nilai 1 masuk kedalam kategori Disclosure. Nilai
standar deviasi variabel Disclosure Decision adalah sebesar 0.4925922.

4.3.3.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.2252941
atau 22,52% dan standar deviasi sebesar 0.0789872. Nilai terkecil (minimum)
pada variabel Percentage of Women adalah 0.1 atau 10% yang artinya hanya 10%
dari total sampel di negara Malaysia beberapa perusahaan yang memiliki wanita
dalam susunan dewan. Sedangkan untuk nilai terbesarnya (maksimum) dari
variabel Percentage of Women yaitu 0,36 atau 36%, dimana menunjukkan bahwa
dari total 17 observasi, jumlah paling banyak memiliki 36% jumlah wanita dari
total jajaran direksi dan komisaris.

Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.3388235 atau 33,88%, artinya tingkat keberagaman gender di negara Malaysia
dinilai cukup beragam karena nilai rata-rata yang dihasilkan masih diatas rata-
rata dari nilai maksimum Blau Index yakni 0.50 atau 50%, serta nilai standar
deviasi sebesar 0.0885213. Nilai terkecil (minimum) pada variabel Blau Index
adalah 0.18 atau 18%, dimana dari 17 sampel yang dijadikan objek observasi
masih termasuk kedalam kategori dengan keberagaman yang rendah. Adapun
nilai terbesar (maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,46 atau 46%.

Variabel selanjutnya yakni ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar 1
dan standar deviasi sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel dari
negara Malaysia setidaknya memiliki 1 direksi dan komisaris wanita dalam
perusahaan.

47
Variabel TWOWOMEN merupakan variabel dummy dengan menginterpretasikan
nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 apabila perusahaan memiliki dua
atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Nilai
rata-rata dari TWOWOMEN adalah sebesar 0.7058824 atau 70,58% dan standar
deviasi sebesar 0.4696682. Hal ini menunjukkan bahwa 12 sampel di negara
Malaysia memiliki setidaknya dua direksi dan komisaris wanita dalam
perusahaan.

Kemudian variabel THREEWOMEN yang merupakan variabel dummy dimana nilai


1 menunjukkan perusahaan tersebut memiliki lebih dari tiga direksi dan
komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Variabel THREEWOMEN
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.5294118 atau 52,94% dan standar
deviasi sebesar 0.5144958. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 9 sampel
observasi memiliki setidaknya tiga wanita dalam direksi dan komisaris.

4.3.3.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.5811765 atau
58,11% yang berarti bahwa rata-rata perusahaan yang ada di Malaysia hanya
memiliki 58,11% direksi dan komisaris independen, dan nilai dari standar deviasi
yakni sebesar 0.1842173. Tercatat bahwa nilai terkecil (minimum) pada variabel
INDEPENDENCE adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat perusahaan tidak
memiliki direktur independen dan nilai terbesar (max) adalah sebesar 0.8 atau
80%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang hampir
seluruh dewan menjabat sebagai direksi independen atau komisaris independen.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 0 apabila Board
of Director (BoD) menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive
Officer secara bersamaan, dan akan diberikan angka 1 apabila tidak menjabat
sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Pada Tabel 4.5,
terlihat bahwa nilai rata-rata (mean) adalah sebesar 1. Hal ini menunjukkan

48
bahwa hanya terdapat 1 sampel yang memiliki dualitas yang dimana terdapat
Chairman yang juga menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO).

Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi


dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.5, terlihat bahwa dari 17 sampel,
nilai terkecil (minimum) adalah 6 orang yang terdapat pada IOI Corporation
Berhad dan nilai terbesar (maksimum) adalah 14 orang dari Sime Darby Bhd. Nilai
rata-rata (mean) untuk jumlah direksi dan komisaris di Malaysia adalah 10.35294
yang berarti rata-rata sampel di Malaysia hanya memiliki 10 direksi dan komisaris
di dalam perusahaan.

Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang


diperoleh dari logaritma natural total aset perusahaan. Pada Tabel 4.5, terlihat
bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 12.27 dan terkecil adalah 8.29,
dengan rata-rata untuk negara Malaysia adalah sebesar 10.13294.

Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets yang dihitung dengan


menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.5, nilai terkecil (minimum) ROA adalah sebesar 0.42 dan terbesar
(maksimum) adalah 7.89. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah
sebesar 2.346471.

Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang yang merupakan


perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.5, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 3.17 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 1.72.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 1.17 yang

49
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki nilai hutang
perusahaan yang hampir satu kali lipat dibandingkan modal usaha. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.08, dengan rata-rata sebesar 0.7394118.

Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila


perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan 4.5, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar
0.4117647, yang berarti 41% sampel yang ada di negara Malaysia memiliki high
carbon.

4.3.4 Penjelasan Statistik Deskriptif Thailand


4.3.4.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Berdasarkan data pada Tabel 4.6, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian berjumlah 65 sampel. Variabel Disclosure Decision
memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai terbesar (maksimum)
sebesar 4. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel Disclosure Decision
berdasarkan 65 sampel adalah 2.738462 yang artinya secara rata-rata
perusahaan di Thailand juga masih tergolong rendah dari segi pengungkapan,
terlihat nilai yang dimiliki adalah C- dan C atau skor dengan nilai 2, dimana jika di
konversikan, nilai 2 masuk kedalam kategori Awareness. nilai standar deviasi
variabel Disclosure Decision adalah sebesar 0.8528797.

4.3.4.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.1366154, yang berarti hanya 13,66% representasi wanita yang terdapat pada
sampel di negara Thailand, serta standar deviasi adalah sebesar 0.0789872. Nilai
terkecil (minimum) pada variabel Percentage of Women adalah 0 atau 0% yang
artinya terdapat sampel di negara Thailand yang tidak memiliki wanita dalam
susunan dewan. Sedangkan untuk nilai terbesarnya (maksimum) dari variabel
Percentage of Women yaitu 0,39 atau 39%, dimana menunjukkan bahwa dari

50
total 65 sampel, jumlah paling banyak memiliki 39 representasi wanita di jajaran
direksi dan komisaris.

Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.2192308 atau 21,92%, artinya tingkat keberagaman gender di Thailand dinilai
kurang beragam karena nilai rata-rata yang dihasilkan jauh dari nilai rata-rata
maksimum Blau Index yakni 0.50 atau 50%, serta nilai standar deviasi sebesar
0.1179553. Nilai terkecil (minimum) pada variabel Blau Index adalah 0 dan nilai
terbesar (maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,48 atau 48%.

Variabel selanjutnya yakni ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar
0.9538462, dimana hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 62 sampel di Thailand
setidaknya memiliki satu wanita dalam jajaran direksi dan komisaris, dan standar
deviasi sebesar 0.211451.

Variabel TWOWOMEN merupakan variabel dummy dengan menginterpretasikan


nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 apabila perusahaan memiliki dua
atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Nilai
rata-rata dari TWOWOMEN adalah sebesar 0.5384615 atau 53,85% dan standar
deviasi sebesar 0.5023981. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 35 sampel di
negara Thailand memiliki setidaknya dua direksi dan komisaris wanita dalam
perusahaan.

Kemudian variabel THREEWOMEN yang merupakan variabel dummy dimana nilai


1 menunjukkan perusahaan tersebut memiliki lebih dari tiga direksi dan
komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Variabel THREEWOMEN
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.2 atau 20% dan standar deviasi sebesar

51
0.4031129. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya 13 sampel observasi di negara
Thailand memiliki tiga wanita dalam direksi dan komisaris.

4.3.4.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.4226154 atau
42,61% dan standar deviasi sebesar 0.1798635. Tercatat bahwa nilai terkecil
(minimum) pada variabel INDEPENDENCE adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat
perusahaan tidak memiliki direktur independen dan nilai terbesar (max) adalah
sebesar 0.8 atau 80%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perusahaan
yang hampir seluruh dewan menjabat sebagai direksi independen atau komisaris
independen.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 0 apabila Board
of Director (BoD) menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive
Officer secara bersamaan, dan akan diberikan angka 1 apabila tidak menjabat
sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Pada Tabel 4.6
terlihat bahwa nilai rata-rata (mean) adalah sebesar 0.9384615 atau 93.85%. Hal
ini menunjukkan bahwa sebanyak 61 sampel tidak memiliki Chairman yang juga
menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO), dan sisanya yakni 6,15% adalah
sampel yang memiliki Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer.

Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi


dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa dari 65 sampel
observasi negara Thailand, nilai terkecil (minimum) adalah 8 orang dan nilai
terbesar (maksimum) adalah 22 orang dari Banpu Public Co. Ltd. Nilai rata-rata
(mean) untuk jumlah direksi dan komisaris kurang lebih sebanyak 14 orang.

Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang


diperoleh menghitung logaritma natural dari total aset perusahaan. Pada Tabel
4.6, terlihat bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 11,73 dan terkecil adalah
7,17, dengan rata-rata negara Thailand sebesar 9.579692.

52
Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets yang yang dihitung dengan
menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.6, nilai terkecil (minimum) ROA adalah sebesar 0.42 dan terbesar
(maksimum) adalah 9.06. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah
sebesar 3.605846.

Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang yang merupakan


perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.6, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 4.5 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 1.380154.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 2.17. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.04. Dengan rata-rata dari Thailand adalah sebesar
0.9075385.

Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila


perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan Tabel 4.6, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar
0.5846154 atau 58.46% dari sampel negara Thailand masuk kedalam kategori
industri penghasil karbon tinggi.

4.3.5 Penjelasan Statistik Deskriptif Filipina


4.3.5.1 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Berdasarkan data pada Tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif
dalam observasi penelitian berjumlah 36 sampel observasi. Variabel Disclosure
Decision memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 1 dan nilai terbesar
(maksimum) sebesar 4. Rata-rata (mean) yang dimiliki variabel Disclosure
Decision berdasarkan hasil observasi 36 sampel adalah 1.583333 yang artinya

53
secara rata-rata perusahaan di Filipina tergolong sangat rendah dari segi
pengungkapan laporan, terlihat nilai yang dimiliki adalah D- dan D atau skor
dengan nilai 1, dimana jika di konversikan, nilai 1 masuk kedalam kategori
Disclosure. nilai standar deviasi variabel Disclosure Decision adalah sebesar
0.8409179.

4.3.5.2 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Independen


Variabel Percentage of Women memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.0866667
atau 8,67% dan standar deviasi sebesar 0.0915891. Nilai terkecil (minimum) pada
variabel Percentage of Women adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat beberapa
perusahaan yang tidak memiliki wanita dalam susunan dewan. Sedangkan untuk
nilai terbesarnya (maksimum) dari variabel Percentage of Women yaitu 0,25 atau
25%.

Dalam penelitian ini, variabel Blau Index memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar
0.1438889 atau 14,39% dan standar deviasi sebesar 0.1397637. Nilai terkecil
(minimum) pada variabel Blau Index adalah 0 atau 0% yang menunjukkan adanya
sampel dengan dewan direksi dan komisaris yang homogen. Lalu, nilai terbesar
(maksimum) dari variabel Blau Index adalah 0,38 atau 38% dari nilai maksimum
Blau Index sendiri adalah 0.5 atau 50%.

Variabel selanjutnya yakni ONEWOMAN yang merupakan variabel dummy


dengan menggunakan nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 jika
perusahaan memiliki satu atau lebih direksi dan komisaris wanita dan sebaliknya.
Pada Tabel 4.7, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ini sebesar
0.5555556 atau 55,56% dan standar deviasi sebesar 0.5039526. Hal ini
menunjukkan bahwa sekitar 55,56% dari total sampel observasi negara Filipina
memiliki setidaknya satu wanita dalam jajaran direksi dan komisaris.

Variabel TWOWOMEN merupakan variabel dummy dengan menginterpretasikan


nilai 1 dan 0. Perusahaan akan diberikan nilai 1 apabila perusahaan memiliki dua

54
atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Nilai
rata-rata dari TWOWOMEN adalah sebesar 0.2222222 atau 22,22% dan standar
deviasi sebesar 0.421637. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 22,22% dari total
sampel observasi yang memiliki dua atau lebih direksi dan komisaris wanita
dalam perusahaan.

Kemudian variabel THREEWOMEN yang merupakan variabel dummy dimana nilai


1 menunjukkan perusahaan tersebut memiliki lebih dari tiga direksi dan
komisaris wanita dalam perusahaan dan sebaliknya. Variabel THREEWOMEN
memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.0555556 atau 5,56% dan standar
deviasi sebesar 0.2323107. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebesar 5,56% dari
sampel observasi yang memiliki lebih dari tiga wanita dalam direksi dan
komisaris.

4.3.5.3 Penjelasan Statistik Deskriptif Variabel Kontrol


Variabel INDEPENDENCE memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 0.3205556 atau
32,05% yang berarti rata-rata proporsi direktur independen di negara filipina
adalah 32% dari total direksi dan komisaris, dan nilai dari standar deviasi adalah
sebesar 0.2215791. Tercatat bahwa nilai terkecil (minimum) pada variabel
INDEPENDENCE adalah 0 atau 0% yang artinya terdapat perusahaan yang tidak
memiliki direktur independen dan nilai terbesar (max) adalah sebesar 0.92 atau
92%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang seluruh
dewan hampir menjabat sebagai direksi independen atau komisaris independen.

Variabel DUALITY merupakan variabel dummy yang diberi angka 0 apabila Board
of Director (BoD) menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive
Officer secara bersamaan, dan akan diberikan angka 1 apabila tidak menjabat
sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer. Pada Tabel 4.7
terlihat bahwa nilai rata-rata (mean) adalah sebesar 0.7777778 atau 77.77%. Hal
ini menunjukkan bahwa sebanyak 28 sampel tidak memiliki Chairman yang juga

55
menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO), dan sisanya yakni 22,23% adalah
sampel yang memiliki Chairman sekaligus sebagai Chief Executive Officer.

Variabel B_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan jumlah jajaran direksi


dan komisaris dalam perusahaan. Pada Tabel 4.7, terlihat bahwa dari 36 sampel,
nilai terkecil (minimum) adalah 7 orang yang terdapat pada Ayala Corporation
dan nilai terbesar (maksimum) adalah 15 orang dari Metro Pacific Investments.
Nilai rata-rata (mean) adalah 9.194444 yang berarti rata-rata direksi dan
komisaris yang terdapat pada sampel di Filipina adalah sebanyak 9 direksi dan
komisaris.

Variabel F_SIZE merupakan variabel yang menunjukkan ukuran perusahaan yang


diperoleh dari logaritma natural total aset perusahaan. Pada Tabel 4.7, terlihat
bahwa ukuran perusahaan terbesar adalah 10.19 dan terkecil adalah 7.97,
dengan rata-rata untuk negara Filipina adalah sebesar 9.231944.

Variabel ROA_W merupakan variabel return on assets yang dihitung dengan


menggunakan perhitungan Net Income dibagi dengan total asset. Berdasarkan
Tabel 4.7, nilai terkecil (minimum) ROA adalah sebesar 2.28 dan terbesar
(maksimum) adalah 9.06. Sedangkan rata-rata dari variabel ROA_W adalah
sebesar 4.918611

Variabel PBVRATIO_W adalah variabel price-to-book ratio yang merupakan


perbandingan antara book value per share dengan price per share. Berdasarkan
Tabel 4.7, nilai terbesar (maksimum) rasio PBV adalah sebesar 4.5 dan terkecil
(minimum) yaitu 0.1. Sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 2.6975.

Variabel DER_W adalah variabel debt-to-equity ratio yang menunjukkan nilai


perbandingan antara debt atau hutang perusahaan terhadap equity atau modal.
Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa nilai terbesar nya adalah 2.17 yang

56
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki nilai hutang
perusahaan yang hampir dua kali lipat dibandingkan modal usaha. Perusahaan
yang memiliki nilai DER yang tinggi biasanya terdapat pada perusahaan
keuangan. Sehingga nilai DER yang tinggi merupakan hal yang wajar. Kemudian,
nilai terkecil adalah sebesar 0.18. Dengan rata-ratanya yaitu sebesar 1.054444.

Variabel HI_CARBON merupakan variabel dummy yang diberi nilai 1 apabila


perusahaan tersebut termasuk kedalam sektor perusahaan yang menghasilkan
banyak karbon. Berdasarkan Tabel 4.7, nilai rata-rata (mean) adalah sebesar
0.6388889, dimana berarti sebanyak 63% sampel termasuk ke dalam perusahaan
dengan penghasil karbon yang tinggi.

4.3.6 Rata-rata Disclosure Decision dan Keberagaman Gender Antar Negara


4.3.6.1 Disclosure Decision
Dalam tabel 4.8 dapat terlihat nilai rata-rata dari variabel Disclosure Decision
masing-masing negara yang dijadikan objek penelitian. Pada tabel tersebut,
terlihat bahwa nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh negara Thailand, kemudian
Singapura, Indonesia, Filipina, dan Malaysia.

Pada variabel Disclosure Decision untuk wilayah ASEAN, terlihat bahwa rata-rata
nilai yang dimiliki oleh kelima negara tersebut adalah 2 atau pada level
Awareness, yang diartikan bahwa perusahaan-perusahaan di ASEAN
menunjukkan tingkat keputusan pengungkapan yang masih tergolong rendah.
Thailand merupakan negara dengan nilai tertinggi yakni sebesar 2.73 atau 2.7%
dan terendah berada pada negara Malaysia yang hanya sebesar 1.35 atau 1.3%.
Thailand menjadi negara yang memiliki inisiatif dalam mengatasi permasalah
perubahan iklim terlihat dari regulasi yang spesifik untuk kasus ini. Pada awalnya
Thailand memformulasikan National Strategic Plan on Climate Change 2551-2555
B.E. (2008-2013) yang berubah menjadi Climate Change Master Plan 2558-2593
B.E. (2015-2050). Climate Change Master Plan (CCMP) memiliki tujuan yaitu:

57
1. Menyediakan kerangka nasional jangka panjang;
2. Menyediakan kerangka kebijakan untuk pengembangan mekanisme dan
perangkat;
3. Untuk menyediakan kerangka kerja bagi instansi pemerintah dan
organisasi terkait untuk rencana aksi yang terperinci;
4. Untuk memberikan kerangka yang jelas bagi badan anggaran untuk
alokasi anggaran.
Dengan adanya kerangka nasional jangka panjang, kebijakan, kerangka kerja
untuk instansi pemerintah dan organisasi, dan kerangka anggaran yang tertuang
dalam CCMP, dapat membantu perusahaan-perusahaan di Thailand beradaptasi
dengan upaya dunia dalam pencegahan perubahan iklim (Climate Change
Management and Coordination, 2016).

4.3.6.2 Keberagaman Gender


Dalam mengukur keberagaman gender, dalam penelitian ini digunakan lima
proxy atau indikator yaitu PERCENTWOMAN, BLAUINDEX, ONEWOMAN,
TWOWOMEN, dan THREEWOMEN. Dalam Tabel 4.9 dipaparkan nilai rata-rata
untuk setiap variabel pengukuran keberagaman gender. Pada tabel tersebut
terlihat bahwa negara Malaysia menempati peringkat pertama untuk semua
variabel. Sedangkan pada peringkat terakhir ditempati oleh negara Indonesia
karena memiliki nilai variabel yang sangat kecil dibandingkan negara-negara
lainnya.

Malaysia menempati sebagai negara dengan keberagaman gender dalam dewan


direksi tertinggi diantara negara di ASEAN lainnya yang disebabkan adanya
peraturan dalam Malaysian Code on Corporate Governance (Malaysian Code)
bahwa perusahaan besar yang masuk kedalam ‘Companies on the FTSE Bursa
Malaysia Top 100 Index’ harus memiliki setidaknya 30% wanita dalam dewan
direksi. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut wajib melaporkan kebijakan,
target, dan pengukuran untuk mencapai target keberagaman (Chen, Welsh &
Cheong, 2022).

58
4.4 Hasil Regresi Ordinal Logistik
4.4.1 Regresi Model 1
Tabel 4.10 merupakan hasil atau output dari regresi ordinal logistik Model 1
menggunakan variabel percentage of women yang juga diikuti oleh variabel
lainnya seperti independence, duality, board size, firm size, Return on Asset
(ROA), PBV ratio, Debt to Equity Ratio (DER), dan high carbon. Dari hasil regresi
menggunakan software STATA 14 didapatkan hasil antara lain koefisien,
standard error z, z score, p value (P>z), cutpoints 1, cutpoints 2, cutpoints 3.

Berdasarkan hasil dari regresi Model 1 ditemukan bahwa representasi wanita


dinilai tidak signifikan terhadap keberagaman gender dalam pengungkapan
perubahan iklim. Hal ini terlihat dari hasil P-value sebesar 0.501 dan koefisien
1.032704. Sedangkan pada variabel kontrol seperti variabel Independence,
variabel ini memiliki nilai P-value sebesar 0.02 dan koefisien sebesar 1.587671,
dimana menunjukkan adanya hubungan positif signifikan terhadap kualitas
pengungkapan perubahan iklim dengan signifikansi perolehan P ≤ 0.05.
Sedangkan pada variabel Board Size memiliki nilai P-value sebesar 0.000 dan
koefisien sebesar 0.2701045 yang diartikan bahwa variabel tersebut
berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laporan perubahan iklim.
Adapun signifikansi berada pada perolehan P ≤ 0.05. Pada variabel High Carbon,
P-value yang dihasilkan yaitu 0.675, dimana nilai tersebut tidak signifikan dan
koefisien di angka 0.1238528

4.4.2 Regresi Model 2


Pada Tabel 4.11 dipaparkan hasil dari regresi ordinal logistik dari Model 2 yang
menggunakan variabel BLAUINDEX sebagai proxy keberagaman gender yang juga
diikuti oleh variabel lainnya seperti independence, duality, board size, firm size,
Return on Asset (ROA), PBV ratio, Debt to Equity Ratio (DER), dan high carbon.
Dari hasil regresi menggunakan software STATA 14 didapatkan hasil antara lain

59
koefisien, standard error z, z score, p value (P>z), cutpoints 1, cutpoints 2,
cutpoints 3.

Dari hasil regresi Model 2 terlihat bahwa keberagaman gender yang diukur
menggunakan variabel BLAUINDEX menunjukkan tidak signifikan dengan
DISC_DECISION pada level P ≤0 .1, P ≤ 0.05, dan P ≤ 0.01. Hal ini terlihat dari nilai
p-value BLAUINDEX sebesar 0.536 dengan koefisien 0.6959872. Pada variabel
kontrol, hanya variabel INDEPENDENCE dan B_SIZE saja yang menunjukkan
hubungan signifikan dengan DISC_DECISION. Hal ini terlihat dari nilai p-value
yang secara berurutan sebesar 0.021 dan 0.000. Kedua variabel tersebut memiliki
hubungan positif dengan DISC_DEICISON yang terlihat dari nilai koefisien kedua
variabel tersebut sebesar 1.58768 dan 0.2700955.

4.4.3 Regresi Model 3


Pada Tabel 4.12 dipaparkan hasil dari regresi ordinal logistik dari Model 3 yang
menggunakan variabel ONEWOMEN sebagai proxy keberagaman gender yang
juga diikuti oleh variabel independen lainnya seperti independence, duality,
board size, firm size, Return on Asset (ROA), PBV ratio, Debt to Equity Ratio (DER),
dan high carbon. Dari hasil regresi menggunakan software STATA 14 didapatkan
hasil antara lain koefisien, standard error z, z score, p value (P>z), cutpoints 1,
cutpoints 2, cutpoints 3.

Berdasarkan hasil regresi Model 3, terlihat bahwa keberagaman gender yang


diukur menggunakan variabel ONEWOMEN menunjukkan hasil yang tidak
signifikan dengan variabel dependen yaitu DISC_DECISION pada level P ≤ 0.1, P ≤
0.05, dan P ≤ 0.01. Pemaparan ini terlihat dari nilai p-value ONEWOMEN sebesar
0.326 dengan koefisien 0.4208458. Di bagian variabel kontrol, hanya variabel
INDEPENDENCE dan B_SIZE saja yang menunjukkan hubungan positif signifikan
terhadap DISC_DECISION. Hal ini terlihat dari nilai P-value variabel
INDEPENDENCE sebesar 0.033 dan variabel B_SIZE sebesar 0.000. Serta adapun
nilai koefisien kedua variabel tersebut yaitu 1.480787 dan 0.2789589.

60
4.4.4 Regresi Model 4
Tabel 4.13 merupakan hasil dari regresi ordinal logistik dari Model 4 yang
menggunakan variabel TWOWOMEN sebagai proxy keberagaman gender. Pada
tabel ini juga terlihat hubungan antara variabel lainnya seperti INDEPENDENCE,
DUALITY, B_SIZE, F_SIZE, ROA, DER, PBV, dan HI_CARBON. Level signifikansi yang
digunakan adalah P ≤ 0.1, P ≤ 0.05, dan P ≤ 0.01 untuk menentukan apakah
variabel tersebut signifikan atau tidak. Sedangkan koefisien digunakan untuk
menentukan arah hubungan berbanding lurus atau berbanding terbalik.

Berdasarkan hasil regresi Model 4 terlihat bahwa keberagaman gender yang


diukur menggunakan variabel TWOWOMEN menunjukkan hasil yang tidak
signifikan terhadap variabel dependen DISC_DECISION pada level P ≤ 0.1, P ≤
0.05, dan P ≤ 0.01. Hal ini terlihat dari nilai p-value TWOWOMEN sebesar 0.536
dengan koefisien 0.1820487. Hanya variabel INDEPENDENCE dan B_SIZE yang
menunjukkan hubungan signifikan dengan DISC_DECISION. Hal ini terlihat dari
nilai p-value variabel INDEPENDENCE sebesar 0.014 dan 0.000. Kedua variabel
tersebut memiliki hubungan positif dengan DISC_DEICISON yang terlihat dari nilai
koefisien kedua variabel tersebut sebesar 1.643699 dan 0.265602. Adapun untuk
variabel HI_CARBON menunjukkan nilai P-value sebesar 0.691 dengan hasil tidak
signifikan.

4.4.5 Regresi Model 5


Pada Tabel 4.14 dipaparkan hasil dari regresi ordinal logistik dari Model 5 yang
menggunakan variabel THREEWOMEN sebagai proxy keberagaman gender yang
juga diikuti oleh variabel independen lainnya seperti independence, duality,
board size, firm size, Return on Asset (ROA), PBV ratio, Debt to Equity Ratio (DER),
dan high carbon. Dari hasil regresi menggunakan software STATA 14 didapatkan
hasil antara lain koefisien, standard error z, z score, p value (P>z), cutpoints 1,
cutpoints 2, cutpoints 3.

61
Berdasarkan hasil regresi Model 5 terlihat bahwa keberagaman gender yang
diukur menggunakan variabel THREEWOMEN menunjukkan hasil yang tidak
signifikan terhadap variabel dependen DISC_DECISION pada level P ≤ 0.1, P ≤
0.05, dan P ≤ 0.01. Hal ini terlihat dari nilai p-value THREEWOMEN sebesar 0.382
dengan koefisien -0.325675. Hanya variabel INDEPENDENCE dan B_SIZE yang
menunjukkan hubungan signifikan dengan DISC_DECISION. Hal ini terlihat dari
nilai p-value variabel INDEPENDENCE dan B_SIZE sebesar 0.006 dan 0.000. Kedua
variabel tersebut memiliki hubungan positif dengan DISC_DEICISON yang terlihat
dari nilai koefisien kedua variabel tersebut sebesar 1.828811 dan 0.2793418.
Adapun untuk variabel HI_CARBON menunjukkan nilai P-value sebesar 0.775
dengan hasil tidak signifikan.

4.5 Uji Goodness-of-Fit


Uji Goodness-of-Fit ini dilakukan untuk memastikan apakah kesimpulan dari hasil
regresi yang diperoleh sudah fit atau tidak. Untuk menguji hal tersebut,
digunakan Uji Goodness-of-Fit Ordinal Hosmer-Lemeshow dan Lipsitz pada
STATA.

Berdasarkan Tabel 4.15 pengujian dilakukan menggunakan Uji Goodness-of-Fit


melalui 2 cara yaitu Uji Ordinal Hosmer-Lemeshow dan Uji Lipsitz. Tertera bahwa
nilai P-value yang didapatkan dari hasil Uji Hosmer Lemeshow adalah 0.9823 dan
Uji Lipsitz sebesar 0.905. Kedua nilai P-value tersebut menunjukkan hasil yang
melebihi standar pengujian yakni 10% Fagerland & Hosmer (2017), dengan
demikian dapat disebutkan bahwa hasil dari Uji Goodness-of-Fit sudah lulus uji.

Tabel 4.16 merupakan Uji Goodness-of-fit yang dilakukan melalui 2 cara yakni uji
ordinal Hosmer-Lemeshow dan Uji Lipsitz. Nilai P-value yang didapatkan dari
hasil Uji Hosmer-Lemeshow adalah 0.9743 dan Uji Lipsitz sebesar 0.9791. Kedua
nilai P-value tersebut menunjukkan hasil yang melebihi standar pengujian yakni
10% Fagerland & Hosmer (2017), dengan demikian dapat disebutkan bahwa hasil

62
dari Uji Goodness-of-fit sudah lulus uji.

Tabel 4.17 merupakan Uji Goodness-of-fit yang dilakukan melalui 2 cara yakni Uji
ordinal Hosmer-Lemeshow dan uji Lipsitz. Nilai P-value yang didapatkan dari hasil
Uji Hosmer-Lemeshow adalah 0.1787 dan Uji Lipsitz sebesar 0.3379. Kedua nilai
P-value tersebut menunjukkan hasil yang melebihi standar pengujian yakni 10%
Fagerland & Hosmer (2017), dengan demikian dapat disebutkan bahwa hasil dari
Uji Goodness-of-fit sudah lulus uji.

Tabel 4.18 merupakan Uji Goodness-of-Fit yang dilakukan melalui 2 cara yakni Uji
ordinal Hosmer-Lemeshow dan uji Lipsitz. Nilai P-value yang didapatkan dari hasil
Uji Hosmer-Lemeshow adalah 0.9292 dan Uji Lipsitz sebesar 0.8927. Kedua nilai
P-value tersebut menunjukkan hasil yang melebihi standar pengujian yakni 10%
Fagerland & Hosmer (2017), dengan demikian dapat disebutkan bahwa hasil dari
Uji Goodness-of-Fit sudah lulus uji.

Tabel 4.19 merupakan Uji Goodness-of-Fit yang dilakukan melalui 2 cara yakni Uji
Ordinal Hosmer-Lemeshow dan Uji Lipsitz. Nilai P-value yang didapatkan dari
hasil Uji Hosmer-Lemeshow adalah 0.2379 dan Uji Lipsitz sebesar 0.0818. Untuk
Model 5 berdasarkan,nilai P-value nya hanya lolos Uji Lipsitz saja dan tidak lulus
Ordinal HL.

4.6 Analisis Hasil Regresi


4.6.1 Keberagaman Gender dengan Disclosure Decision
Hipotesis pertama dan kedua dalam penelitian ini memprediksi apakah adanya
hubungan positif antara perwakilan wanita di dewan direksi dan komisaris
terhadap pengungkapan perubahan iklim. Dari hasil regresi penelitian
menggunakan kelima model penelitian, menunjukkan bahwa semua variabel
keberagaman gender (percentwomen, blauindex, onewoman, twowomen, dan
threewomen) terlihat tidak memiliki pengaruh terhadap disclosure decision

63
karena nilai p-value yang dibawah level signifikan. Hal ini menandakan bahwa
keberagaman gender dewan direksi dan komisaris tidak berpengaruh terhadap
disclosure decision perusahaan.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manita,
Bruna, Dang, & Houanti (2018) yang menyebutkan bahwa hubungan antara
wanita dalam dewan direksi dan komisaris tidak signifikan dengan pengungkapan
Environmental Social Governance (ESG). Dalam penelitian tersebut, diungkapkan
bahwa dengan jumlah wanita yang sedikit dapat menyebabkan adanya
kemungkinan terjadi devaluation and disqualification syndrome dan
masculinization of women yang menyebabkan wanita dalam dewan direksi dan
komisaris bungkam dan tidak memberikan opini dalam pengambilan keputusan.
Dalam penelitian ini juga dibahas bahwa adanya kecenderungan peningkatan
kualitas pengungkapan dengan adanya lebih dari dua wanita dalam dewan
direksi dan komisaris. Meskipun begitu, perlu dilihat kembali apakah dua atau
lebih wanita dalam dewan direksi dan komisaris ini sudah mencapai angka
critical mass theory yang mengatakan bahwa perubahan dapat tercipta jika
sudah mencapai angka lebih dari 20%. Jika melihat kembali pada Tabel 4.2
Statistik Deskriptif, terlihat bahwa rata-rata percentwomen hanya mencapai 12%
saja dari ukuran dewan direksi dan komisaris sehingga membuktikan bahwa
jumlah wanita dibawah standar critical mass theory tidak dapat memberikan
pengaruh bagi perusahaan.

Hasil penelitian ini bertentangan dengan socialization theory yang mengatakan


bahwa wanita akan lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan khususnya
terkait permasalahan lingkungan dan juga penelitian yang dilakukan oleh Ben-
Amar, Chang & McIlkenny (2017) yang mengemukakan bahwa keberagaman
gender memiliki dampak yang signifikan positif pada disclosure decision terkait
perubahan iklim. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena penelitian
tersebut menggunakan sampel dari negara Canada. Dimana sejak 2014

64
kesadaran mengenai keberagaman gender dalam perusahaan sudah ada yang
terlihat dari regulasi yang mewajibkan seluruh perusahaan di Canada untuk
melakukan pengungkapan mengenai proporsi wanita yang menempati posisi
senior-management.

Terkait kebijakan mengenai keberagaman gender, di ASEAN sendiri hanya negara


Malaysia, Singapura, dan Filipina yang menerapkan regulasi atas keberagaman
gender. Di dalam Malaysian Code on Corporate Governance (Malaysian Code)
perusahaan besar yang masuk kedalam ‘Companies on the FTSE Bursa Malaysia
Top 100 Index’ diharuskan untuk memiliki setidaknya 30% wanita dalam dewan
direksi dan komisaris. Selain itu, perusahaan diharuskan untuk melaporkan
terkait kebijakan, target, dan pengukuran untuk mencapai target keberagaman
(Chen, Welsh & Cheong, 2022). Di dalam aturan Singapore Corporate
Governance Code, dibahas bahwa perusahaan wajib melaporkan kebijakan
keberagaman gender dan upaya untuk mencapai target keberagaman gender
dalam laporan tahunan. Namun, dalam tata kelola perusahaan Singapura tidak
disebutkan target khusus seperti Malaysian Code. Hal yang sama juga terjadi
pada Philippines Corporate Governance Code dimana perusahaan diwajibkan
untuk melaporkan kebijakan dari keberagaman direksi dan komisaris, namun
tidak terbatas hanya pada jenis kelamin. Selain itu, hasil revisi terbaru dari
Philippines Corporate Governance Code juga menyarankan perusahaan untuk
meningkatkan jumlah direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan (IFC Study:
Board Gender Diversity in ASEAN, 2019). Sedangkan Corporate Governance di
Indonesia dan Thailand tidak mempersyaratkan keberagaman gender bagian dari
keberagaman direksi dan komisaris, yang diwajibkan adalah keberagaman
berdasarkan keahlian, pengetahuan, dan pengalaman Inlakorn, Lhaopadchan,
dan Nuthawut Sabsombat (2017).

4.6.2 Independensi Direksi dan Komisaris dengan Disclosure Decision


Berdasarkan hasil yang tertera pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan
Model 5, menunjukkan bahwa direktur independen (Independence) berpengaruh

65
positif signifikan terhadap kualitas pengungkapan perubahan iklim pada
perusahaan di ASEAN periode 2016-2020. Hasil ini membuktikan bawah semakin
tinggi representasi direktur yang bersifat independen di perusahaan dapat
menghasilkan kualitas pengungkapan perubahan iklim yang lebih baik. Dengan
adanya kualitas pengungkapan yang lebih baik, hal tersebut akan
memperlihatkan bahwa perusahaan sangat memperhatikan situasi perubahan
iklim yang terjadi.

Hal ini sejalan dengan implikasi teori yang digunakan yaitu agency theory. Jensen
& Meckling (1976) menyebutkan bahwa peran direksi dan komisaris terkait
monitoring role menggambarkan bahwa adanya pemisahan antara kontrol dan
kepemilikan pada perusahaan dapat menimbulkan adanya conflict of interest.
Agency theory juga sering digunakan sebagai teori yang menggambarkan bahwa
para manajer perusahaan akan meningkatkan pengungkapan untuk
meminimalisir terjadinya informasi asimetri Liao, Luo & Tang (2015). Dengan
adanya direksi dan komisaris independen yang semakin banyak, maka semakin
tinggi tingkat transparency perusahaan akibat tidak adanya intervensi dari
kepentingan pribadi dan kegiatan pemantauan yang tinggi yang menyebabkan
meningkatnya kualitas pengungkapan García and Sánchez (2010).

4.6.3 Dualitas Direksi dengan Disclosure Decision


Hasil yang terdapat pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan Model 5,
menunjukkan bahwa dualitas (duality) tidak tidak memiliki pengaruh terhadap
kualitas pengungkapan perubahan iklim pada perusahaan di ASEAN periode
2016-2020. Dualitas di dalam perusahaan terjadi apabila terdapat Board of
Director (BoD) yang menjabat sebagai Chairman sekaligus sebagai Chief
Executive Officer.

Sehingga dengan adanya pemisahan antara Chief Executive Officer (CEO) dan
Chairman, tidak dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mengontrol

66
manajemen perusahaan melalui transparansi dan pengungkapan sukarela. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dina Rosari (2020)
menunjukkan bahwa dualitas Chief Executive Officer (CEO) berpengaruh
signifikan positif terhadap pengungkapan pelaporan dengan asumsi jika tugas
antara chairman dan CEO digabungkan dapat meningkatkan kontrol yang tepat
dan sejalan dengan keberlangsungan perusahaan.

4.7.4 Ukuran Dewan Direksi dan Komisaris dengan Disclosure Decision


Ukuran dewan (Board size) diartikan sebagai jumlah anggota dewan direksi dan
komisaris dan komisaris dalam sebuah perusahaan. Berdasarkan hasil pada
Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan Model 5, menunjukkan bahwa ukuran
dewan (Board Size) berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
pengungkapan perubahan iklim pada perusahaan di ASEAN periode 2016-2020.
Hasil penelitian ini diartikan bahwa semakin tinggi atau banyak jumlah direksi
dan komisaris dalam perusahaan, maka kualitas pengungkapan akan semakin
baik.

Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Justin, P., &
Hadiprajitno, P. T. B. pada tahun 2019, dimana dijelaskan bahwa ukuran dewan
yang lebih besar dapat memberikan perusahaan akses sumber daya menjadi
lebih luas dan kegiatan kontrol perusahaan yang meningkat. Dengan peningkatan
kegiatan kontrol perusahaan, transparansi perusahaan juga akan meningkat dan
pengungkapan sukarela perusahaan semakin meningkat.

4.6.5 Ukuran Perusahaan dengan Disclosure Decision


Berdasarkan hasil keputusan yang tertera pada Model 1, Model 2, Model 3,
Model 4, dan Model 5, menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) tidak
berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan perubahan iklim pada perusahaan
di ASEAN periode 2016-2020.

67
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa emisi karbon adalah penyebab utama
dari fenomena perubahan iklim. Sebagian besar negara di dunia masih belum
memiliki inisiatif terkait pengaturan tentang emisi karbon dan pengungkapan
karbon yang dinilai masih tidak wajib. Namun disisi lain, banyak perusahaan juga
yang telah memutuskan secara sukarela untuk aktif dalam pengurangan emisi
karbon. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri penghasil karbon
seperti manufaktur, tekstil, baja, dan sebagainya ditemukan lebih mungkin untuk
melakukan pengungkapan secara sukarela.

Hasil yang terdapat pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan Model 5
bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Luo et al. (2012) yang
menjelaskan bahwa perusahaan yang tergolong dalam skala besar ditemukan
memiliki sikap yang lebih peduli serta menyadari tanggung jawab mereka dalam
memberikan informasi karbon yang dihasilkan secara sukarela.

4.6.6 Profitabilitas dan Leverage Perusahaan dengan Disclosure Decision


Pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan Model 5, hasil yang diterima oleh
variabel ROA dan DER menunjukkan bahwa profitabilitas dan leverage
perusahaan tidak berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan perubahan iklim
pada perusahaan di ASEAN periode 2016-2020.

Return on Asset (ROA) didefinisikan sebagai salah satu elemen dalam mengukur
profitabilitas perusahaan yang dimana merupakan kemampuan dalam
menghasilkan laba dalam upaya untuk meningkatkan nilai para pemegang
saham. Jika dihubungkan antara Return on Asset (ROA) dengan pengungkapan,
semakin besar suatu perusahaan artinya semakin tinggi juga tingkat
pengungkapan perubahan iklim. Hal ini disebabkan oleh adanya dana alokasi
yang menjadi semakin besar untuk aktivitas pengungkapan perubahan iklim.

Rasio Debt-to-Equity tidak signifikan dan tidak berpengaruh terhadap


pengungkapan perubahan iklim. Hal ini berkontradiksi dengan penelitian yang

68
dilakukan oleh Sunarsih & Kumarantini (2018) bahwa leverage berpengaruh
dengan pengungkapan perubahan iklim dengan arah hubungan yang negatif.
Dalam penjelasannya, dengan tingkat leverage semakin tinggi terdapat
kemungkinan perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Supaya
laba yang dilaporkan tinggi, maka manajer harus mengurangi biaya-biaya
termasuk biaya untuk melakukan kegiatan tanggung jawab sosial.

4.6.7 Investments Opportunities dengan Disclosure Decision


Berdasarkan hasil yang ada pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan
Model 5, hasil yang diterima oleh variabel Investment Opportunities
menunjukkan bahwa Investment Opportunities tidak berpengaruh terhadap
kualitas pengungkapan perubahan iklim pada perusahaan di ASEAN periode
2016-2020.

Hasil yang ditemukan bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ben-Amar, Chang & McIlkenny (2017), dimana disebutkan bahwa perusahaan
dengan peluang pertumbuhan yang positif diharapkan dapat terus menyediakan
lebih banyak terkait pengungkapan lingkungan dengan tujuan untuk mengurangi
asymmetry information antara perusahaan dan eksternal.

4.6.8 Industri dengan Disclosure Decision


Pada Model 1, Model 2, Model 3, Model 4, dan Model 5, hasil yang diterima oleh
variabel High Carbon menunjukkan bahwa perusahaan dengan karakteristik
menghasilkan banyak karbon tidak berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan
perubahan iklim pada perusahaan di ASEAN periode 2016-2020. Industri-industri
yang dikategorikan kedalam high carbon meliputi automobile, chemicals, forest
products, utilities, oil & gas, mining, pipelines, precious metals, steel dan
transportation. Perusahaan yang tergolong kedalam industri yang sensitif
terhadap lingkungan cenderung lebih aktif dalam melakukan pengungkapan
dibandingkan perusahaan non-sensitif.

69
70
BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pemanasan global yang berpotensi terjadi di dunia dapat menyebabkan
terjadinya perubahan iklim yang memberikan dampak secara global.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menjelaskan bahwa negara-
negara di ASEAN berada pada posisi geografis yang sensitif terhadap bencana
alam, sehingga negara-negara di ASEAN berpotensi memiliki dampak yang lebih
besar dari negara lainnya terkait perubahan iklim. Gas rumah kaca yang
berlebihan di atmosfer bumi dapat memberikan efek negatif terhadap ekosistem,
sehingga memicu terjadinya pemanasan global hingga perubahan iklim.

Dengan demikian, penelitian dilakukan untuk menguji apakah keberagaman


gender dewan direksi dan komisaris terhadap pengungkapan perubahan iklim
pada perusahaan di ASEAN. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 197 sampel yang berasal dari 63 perusahaan yang terletak di
wilayah ASEAN dari periode 2016 hingga 2020. Perusahaan yang dijadikan
sampel adalah perusahaan yang terdaftar di dalam penilaian Carbon Disclosure
Project (CDP).

Pada perumusan yang terdapat pada Hipotesis 1 (H1) disebutkan bahwa terdapat
hubungan positif antara perwakilan wanita di dewan direksi dan komisaris
terhadap pengungkapan perubahan iklim, dimana hipotesis ini didukung oleh
teori socialization. Namun, berdasarkan hasil pada regresi Model 1 dan 2
ditemukan bahwa representasi wanita dalam dewan direksi dan komisaris tidak
mempengaruhi terhadap kualitas pengungkapan perubahan iklim. Salah satu
penyebabnya adalah kehadiran wanita di dalam direksi dan komisaris belum
tentu dapat menghasilkan kinerja perusahaan yang baik, karena wanita
cenderung memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pekerjaannya.

71
Pada perumusan Hipotesis 2 (H2) disebutkan bahwa terdapat hubungan positif
antara dua atau lebih direksi dan komisaris wanita dalam perusahaan terhadap
pengungkapan perubahan iklim dengan mengangkat dari critical mass theory.
Namun, melihat hasil regresi yang dilakukan pada Model 3, Model 4, dan Model
5 terlihat bahwa jumlah wanita yang ditentukan (onewoman, twowomen, dan
threewomen) tidak berpengaruh terhadap pengungkapan perubahan iklim.
Mengacu pada critical mass theory, perubahan dapat tercipta apabila jumlah
sudah mencapai critical mass yang lebih besar dari 20%. Jika melihat pada data
deskriptif ASEAN, persentase wanita dalam dewan direksi dan komisaris
hanyalah sebesar 12%, sehingga jumlah wanita dalam direksi dan komisaris tidak
dapat memberikan perubahan bagi perusahaan.

Berdasarkan hasil regresi yang sudah dilakukan, yang mempengaruhi


pengungkapan perubahan iklim adalah ukuran dewan direksi dan komisaris dan
independensi direksi dan komisaris. Ukuran dari dewan direksi dan komisaris
dapat mempengaruhi pengungkapan perubahan iklim karena dengan semakin
banyak direksi dan komisaris dalam perusahaan, maka semakin banyak kegiatan
kontrol perusahaan, sehingga transparansi dan pengungkapan sukarela
perusahaan akan meningkat. Hal yang sama juga pada independensi dewan
direksi dan komisaris . Apabila perusahaan memiliki direksi dan komsairsyang
bersifat independen, maka kegiatan monitoring dan transparansi akan semakin
tinggi menyebabkan meningkatnya kualitas pengungkapan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah keberagaman


gender di perusahaan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan perubahan
iklim dan untuk menginvestigasi apakah jumlah berdasarkan critical mass theory
dari female dalam board of directors mempengaruhi pengungkapan perubahan
iklim. Berdasarkan hasil pembahasan, bahwa keberagaman gender dalam dewan
direksi dan komisaris tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
perubahan iklim dan jumlah yang mengacu pada critical mass theory dari jumlah

72
wanita dalam direksi dan komisaris tidak mempengaruhi tingkat pengungkapan
perubahan iklim. Melainkan, yang mempengaruhi pengungkapan perubahan
iklim adalah ukuran dewan direksi dan komisaris dan independensi direksi.
Ukuran dari dewan direksi dapat mempengaruhi pengungkapan perubahan iklim
karena dengan semakin banyak direksi dan komisaris dalam perusahaan, maka
semakin banyak kegiatan kontrol perusahaan, sehingga transparansi dan
pengungkapan sukarela perusahaan akan meningkat. Hal yang sama juga pada
independensi dewan direksi dan komisaris. Apabila perusahaan memiliki direksi
dan komisaris yang bersifat independen, maka kegiatan monitoring dan
transparansi akan semakin tinggi menyebabkan meningkatnya kualitas
pengungkapan.

5.2 Keterbatasan Penelitian


Dalam proses penelitian terdapat keterbatasan yaitu:
1. Penggunaan sampel dari negara ASEAN yang tidak menyeluruh dan hanya
menggunakan lima negara saja. Hal ini karena keterbatasan dari
organisasi Carbon Disclosure Project (CDP) yang hanya memiliki data dari
lima negara ASEAN. Sehingga, penelitian ini tidak dapat mewakili negara-
negara ASEAN secara menyeluruh.
2. Perusahaan yang dijadikan objek penelitian masih sangat sedikit yang
memberikan pelaporan atas keberagaman gender dalam perusahaan dan
dewan direksi sehingga dampak dari keberagaman gender terhadap
pengungkapan perubahan iklim tidak tergambarkan dengan akurat.
3. Data yang diperoleh dari Carbon Disclosure Project (CDP) terbatas hanya
pada skoring dan kuesioner saja, tidak ada penjelasan terperinci untuk
kriteria dari masing-masing level yang ada.
4. Mengikutsertakan tahun 2020 tanpa memberikan perlakuan yang
berbeda dengan periode sebelumnya dimana pada tahun tersebut terjadi
krisis global yang disebabkan oleh pandemi Covid 19.

73
5. Setiap negara yang dijadikan objek observasi memiliki karakteristik
keberagaman yang berbeda-beda dan tingkat pengungkapan yang
berbeda-beda.

5.3 Saran
Berdasarkan keterbatasan selama proses penelitian, terdapat beberapa saran
yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas penelitian berikutnya, yaitu:
1. Diharapkan untuk memperluas cakupan penelitian tidak terbatas di
ASEAN saja, namun menggunakan negara-negara lainnya di Asia.
2. Diharapkan untuk menggunakan objek penelitian yang lebih banyak agar
dampak dari keberagaman gender terhadap pengungkapan perubahan
iklim dapat tergambarkan dengan akurat.
3. Diharapkan bagi lembaga Carbon Disclosure Project (CDP) untuk dapat
mengeluarkan list kriteria kuesioner untuk masing-masing level dengan
tujuan untuk mempermudah proses klasifikasi karakteristik skoring yang
dihasilkan. Sehingga, penelitian selanjutnya dapat menggunakan skoring
yang diperoleh secara langsung kepada perusahaan-perusahaan yang
dijadikan sebagai objek penelitian.
4. Diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat memberikan perlakuan
yang berbeda untuk tahun 2020.
5. Diharapkan agar penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian yang
lebih spesifik pada masing-masing negara ASEAN dikarenakan
karakteristik tiap negara yang berbeda.

5.4 Implikasi Manajerial


Penelitian ini memberikan implikasi bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi perusahaan:
a. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan

74
pengendalian internal maupun eksternal terhadap pengungkapan
perubahan iklim.
b. Peningkatan keberagaman gender, independensi, dan ukuran dari
dewan melalui proses rekrutmen direksi dan komisaris.
2. Bagi pembuat peraturan, diharapkan agar keberagaman gender menjadi
pertimbangan dalam peningkatan transparansi perusahaan, seiring
dengan inisiatif negara lain di ASEAN yang sedang berupaya untuk
meningkatkan keberagaman gender dalam susunan dewan direksi dan
komisaris.

75

Anda mungkin juga menyukai