PENDAHULUNAN
1. IDENTIFIKASI PASIEN
A. Identifikasi Pasien Secara Umum
1. Semua pasien harus diidentifikasi secara tepat sebelum mendapatkan
intervensi di rumah sakit misalnya treatment, prosedur tindakan, pemeriksaan
rutin dan peresepan obat.
2. Pada gelang pasien harus dicantumkan EMPAT aspek, yaitu:
a. Nama pasien
b. Tanggal lahir pasien
c. Nomor rekam medis pasien
d. Nomer Induk Kependudukan
3. Nama pasien tidak boleh disingkat dan harus sesuai dengan apa yang tertera
pada rekam medis pasien.
4. Gelang pasien tidak boleh dicoret-coret dalam hal ini penulisan yang salah
harus diganti dengan gelang pasien yang baru.
5. Semua pasien rawat inap harus memakai gelang pasien yang sudah sesuai
dengan prosedur.
6. Pada gelang identifikasi pasien: Nama pasien harus ditulis lengkap sesuai e-
KTP bila tak ada gunakan KTP/kartu identitas lainnya, bila tak ada semuanya
minta pasien/keluarganya untuk menulis pada formulir identitas yang
disediakan RS dengan huruf kapital pada kotak-kotak huruf yang disediakan,
nama tidak boleh disingkat, tak boleh salah tulis walau satu huruf.
7. Identifikasi pasien pada gelang identitas pasien di tulis tangan.
8. Sebelum gelang pasien di kenakan pada pasien harus dilakukan pengecekan
terlebih dahulu.
9. Ketika menanyakan identitas pasien, pertanyaan terbuka lebih diutamakan
daripada pertanyaan tertutup misalnya,”Siapa namanya?”, ”Bapak/ibu
memiliki riwayat alergi?”
10. Jika pasien tidak dapat diajak komunikasi atau dalam kondisi tidak sadarkan
diri, maka identifikasi pasien dapat dilakukan dengan menyesuaikannya
dengan kartu identitas yang ada pada atribut yang dikenakan pasien misalnya
KTP atau SIM. Jika tidak didapatkan kartu identitas maka dapat ditanyakan
kepada orang yang membawa pasien tersebut atau keluarga. Ketentuan point
ini harus lebih diperhatikan, sehingga ketika pasien sudah sadar maka
ketepatan identifikasi pasien dapat dikonfirmasikan kembali kepada pasien
sendiri dengan syarat kondisinya layak konfirmasi.
11. Semua pasien hanya mengenakan satu gelang identitas pada salah satu
ekstremitas.
12. Pasien rujukan dari pelayanan kesehatan lain tetap harus dilakukan identifikasi
ulang sesuai prosedur yang telah dijabarkan di atas.
LASA (Look Alike Sound Alike) merupakan sebuah peringatan (warning) untuk
keselamatan pasien (patient safety) : obat-obatan yang bentuk atau rupanya mirip dan
pengucapannya atau namanya mirip dan tidak boleh diletakkan berdekatan.
A. Peresepan
1) Jangan berikan instruksi hanya secara verbal mengenai high alert
medication
2) Instruksi ini harus mencakup minimal:
3) Nama pasien dan nomor rekam medis
ii. Nama obat (generik), dosis, jalur pemberian, dan tanggal pemberian
setiap obat
4) Infus intravena high alert medications harus diberikan label yang jelas
dengan menggunakan huruf / tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.
5) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut bias di perkenankan kebijakan.
6) Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat.
1) Label untukobat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis :
Penandaan obat High alert dilakukan dengan stiker bertuliskan “High alert
Double Check” pada obat. Obat-obatan yang bersifathigh alert diberikan
pelabelan berdasarkan jenis obat tersebut. Untuk obat jenis sitostika diberikan
label high alert berwarna ungu, sementara label merah high alert untuk obat
jenis elektrolit konsentrasi tinggi.
1) Epinefrin : 4 mg/250ml
2) Norepinefrin : 8 mg/250ml
3) Fenilefrin : 50 mg/250ml
2. Epinefrin
b. Cara melarutkan:
b. Metoprolol
a. Sering terjadi kesalahan berupa obat tertukar karena namanya yang mirip,
konsentrasi yang mirip, dan indikasinya yang serupa. Gunakan label yang
dapat membedakan nama obat (misalnya: DOBUTamin, DOPamin).
b. Gunakan konsentrasi standar.
c. Beri label pada pompa dan botol infuse berupa „nama obat dan
dosisnya‟.
f. Berikan stiker atau label pada vial heparin dan lakukan pengecekan ganda
terhadap adanya perubahan kecepatan pemberian.
g. Untuk pemberian bolus, berikan dengan spuit (daripada memodifikasi
kecepatan infus).
h. Obat-obatan harus diawasi dan dipantau.
8. Insulin IV
c. Vial insulin yang telah dibuka memiliki waktu kadaluarsa dalam 30 hari
setelah dibuka.
d. Vial insulin disimpan pada tempat terpisah di dalam kulkas dan diberi
label.
e. Pisahkan tempat penyimpanan insulin dan heparin (karena sering
tertukar).
f. Jangan pernah menyiapkan insulin dengan dosis U100 di dalam spuit 1 cc,
selalu gunakan spuit insulin (khusus).
g. Lakukan pengecekan ganda.
1) Simpan dalam kulkas secara terpisah dan diberi label yang tepat.
9. Konsentrat elektrolit: injeksi NaCl > 0,9% dan injeksi Kalium (klorida,
asetat, dan fosfat) ≥ 0,4 Eq/ml10
a. Jika KCl diinjeksi terlalu cepat ( misalnya pada kecepatan melebihi 10
mEq/jam) atau dengan dosis yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan
henti jantung.
b. KCl tidak boleh diberikan sebagai IV push / bolus.
h. KCl 7,46 %
2) Cara melarutkan:
i. NaCl 3%
1) Morfin : 1 mg/ml
2) Meperidin : 10 mg/ml
1) Morfin : 5 mg/ml
dahulu dengan aqua pro injeksi atau NaCl 0,9% hingga konsentrasi 1-
2 mg/mL, kemudian suntikkan perlahan. Untuk penggunaan epidural
jangan gunakan sediaan yang mengandung pengawet.
3) Temperatur penyimpanan: 20-25 °C, lindungi dari cahaya.
1) Lorazepam : 1 mg/ml
3) Propofol : 10 mg/ml
f. Digoxin :
a. Enflurane
2) Perhatian:
2) Perhatian:
d. Ketamine HCl
2) Perhatian:
2) Perhatian:
2) Perhatian:
h. Thiopental natrium
9) Perhatian:
i. Lidocain HCl
2) Cara melarutkan:
k. Amiodaron
2) Perhatian:
l. Glukosa 40%
2) Perhatian:
1. High alert medications pada neonatus dan pediatric serupa dengan obat-
obatan pada dewasa, dan obat-obatan di bawah ini:
a. Regicide (semua jalur pemberian)
4. SITE MAKING
Pasien atau keluarga harus terlibat aktif dalam penandaan area operasi.
Partisipasi pasien dan atau keluarga akan memperkuat proses penandaan. Pasien
juga harus diinformasikan bahwa tanda yang diberikan harus tetap trlihat sampai
tindakan operasi dilakukan.
1. Pasien
Pemberian tanda area operasi harus melibatkan pasien secara aktif dan
pasien harus dalam kondisi terjaga dan sadar..
2. Anak-anak
Pemberian tanda area operasi pada pasien anak-anak harus melibatkan
orang tua dari anak tersebut.
4. Pada kondisi pasien tidak sadar, dalam pengaruh obat atau pasien gangguan
orientasidan tanpa keluarga maka pemberian site marking harus melibatkan
minimal dua orang tenaga medis untuk melakukan doble cek.
c) Ruang pemeriksaan gigi dan mulut untuk pasien gigi dan mulut
d) Pada saat pemberian tanda, pasien harus dalam keadaan sadar untuk
diberikan edukasi dan bersama-sama petugas mengklarifikasi lokasi
pembedahan
c) Operasi gigi
Site marking di gigi dilakukan langsung pada gigi pasien atau pada
hasil foto rontgen gigi. Penandaan gigi yang akan dilakukan
operasi secara langsung menggunakan articulasi paper sehingga
gigi yang akan dilakukan operasi berwarna merah sebagai penanda.
Site marking di gigi dapat dilakukan pada foto rontgen dengan
membri tanda silang pada gigi yang akan dilakukan tindakan.
Verifikasi kembali bahwa rontgen telah diletakkan dengan arah
yang benar dan identifikasi visual darigigi dan jaringan yang benar.
Penandaan area tidak diperlukan pada luka atau lesi yang tampak
jelas apabila luka ini merupakan area operasi yang diinginkan.
Namun, jika terdapat banyak luka dan hanya beberapa yang akan
ditangani, area operasi harus ditandai.
3. Berikan KIE kepada pasien atau keluarga tentang maksud dan tujuan
pemberian tanda area operasi beserta risiko jika tidak dilakukan penandaan
serta agar pasien mempertaankan penandaan sampai oeperasi dilaksanakan
4. Dokumentasikan KIE pada form site marking yang melibatkan pasien dan
keluarga yang dibuktikan dngan penandatangan form edukasi site marking.
Area yang akan dilakukan tindakan atau dilakukan insisi diberikan tanda dengan
menggunakan spidol anti air yang tidak mudah terhapus. Bayi neonates
dipasangkan gelang putih berisi tulisan area yang akan dilakukan tindakan
S: Sinistra/Kiri
Dekstra/
: Kanan
D
di tulang cervical
T1, T2, T3, dst : Penandaan area pembedahan multiple
level
di tulang thoracal
di tulang lumbal
b) Penandaan pada gigi dilakukan pada foto rontgen dan atau gambar
A. Tata Laksanan
D. Pelabelan Tanggal
Pada Tindakan
Invasive
1. Pelabelandengan
mengisi tanggal
setelah
pemasangan alat
invansive pada
pasien yang
BAB IV TATA LAKSANA
a. Fase Sign In adalah fase sebelum induksi anestesi, koordinator secara verbal
memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi
operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan
untuk operasi telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi.
Koordinator dengan profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien
apakah pasien ada risiko kehilangan darah, kesulitan jalan nafas, reaksi
alergi.Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi
dalam rangka untuk keselamatan. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari
setidaknya anestesist dan perawat. Tahapannya adalah :
1) Siapkan rekam medik pasien dan hasil pemeriksaan penunjang.
2) Siapkan check list evaluasi prabedah dan dilengkapi sebelum induksi
dimulai.
3) Pastikan pasien sudah dikonfirmasikan identitas dengan mencocokkannya
pada gelang : menanyakan nama pasien, tanggal lahir (umur) dan
mencocokkan nomor rekam medis pada nomor rekam medis pasien.
4) Pastikan pasien sudah dikonfirmasi area operasi, prosedur yang akan
dilakukan dan adanya persetujuan operasi.
5) Pastikan apakah side marking/penandaan tempat operasi sudah ditandai
kecuali pada kebijakan pengecualian.
6) Tanyakan kesiapan mesin dan obat anestesi.
b. Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran
masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang operasi saling
kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim mengkonfirmasi dengan
suara yang keras mereka melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar.
Mereka juga
mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit
sebelumnya.
Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan
bahwa cek keselamataan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh
semua anggota tim.Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama
dan perannya Tim operasi mungkin sering berubah, Efektif manajemen dari situasi
yang berisiko tinggi membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran
serta kemampuan mereka. Sebuah perkenalan yang simpel seperti menyuruh semua
orang di ruang untuk memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim yang
sudah familiar dengan satu sama lain dapat mengkonfirmasi bahwa sudah
diperkenalkan semua namun anggota baru atau staff baru harus memperkenalkan diri
termasuk siswa atau personel lain. Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana
insisi akan dilakukan Koordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh
setiap orang di kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama
pasien, operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien untuk
menghindari salah pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh, perawatsirkuler
mengumumkan,”sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan “apakah semua
sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan tindakan repair inguinal hernia kanan?”.
Anestesis, ahli bedah dan perawat sirkuler harus secara eksplistdan individual
menyepakati. Jika pasien tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi
dengan hal yang sama. Secara ringkas tahapannya meliputi :
a. Lanjutkan melengkapi check list time out sebelum dilakukan insisi pada pasien
yang dilakukan oleh :
1) Perawat circulating dengan membacakan secara verbal pada semua tim untuk
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan perannya.
2) Konfirmasi pada semua tim nama pasien, prosedur dan area dimana insisi
akan dilakukan.
3) Pastikan apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit
terakhir.
4) Antisipasi adanya kejadian kritis :
b) Adakah masalah alat yang akan dipakai atau hal yang perlu
diperhatikan.
5) Pastikan apakah dibutuhkan ”display imaging” (hasil adiologi yang
perlu di pajang.
6) Dokter Bedah, Dokter anestesi dan perawat Menulis tanggal, jam, dan
tanda tangan verifikasi pada daftar tilik Surgical safety Checklist.
7) Insisi dimulai
c. Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah
dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan
instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain
yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana
kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta
pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery &
Lives, 2008).
Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang
sesuai untuk memastikan bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh karena
itu, sebelum induksi anstesi, koordinator ceklist secara verbal akan mereview
dengan anastesi dan pasien (jika mungkin) bahwa identitas pasien sudah
dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan
persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat
dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika
mungkin) dan mereview dengan anestesi risiko kehilangan darah pada pasien,
kesulitan jalan napas dan reaksi alergi dan mesinanstesi serta pemeriksaan
medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum
anestesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi
kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien yang lain. Tahapan sign out :
a. Lanjutkan mengisi check list sign out sesaat sebelum penutupan luka
operasi dengan :
1) Perawat circulating menyampaikan
b) Jumlah instrumen, gass, jarum dan alat lain sama (sebutkan jumlah
angka untuk tiap alat/bahan) sebelum dan sesudah pembedahan.
c) Pelabelan specimen bahan PA (baca label specimen dan nama
pasien).
d) Bila ada masalah pada alat yang harus ditekankan selama periode
operasi.
2) Dokter bedah, dokter anesthesia dan perawat menyampaikan
5.HAND HIGEN
A. Tatalaksana DokumenHand Hygiene
Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah
sakit.Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir
atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Handrub).
Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun merupakan teknik hand hygiene
yang paling ideal. Dengan mencuci tangan, kotoran tidakterlihat dan bakteri patogen
yang terdapat pada area tangan dapat dikurangi secara maksimal.Hand hygiene
dengan mencuci tangan disarankan untuk dilakukan sesering mungkin, bila kondisi
dan sumber daya memungkinkan. Pelaksanaan hand hygienedengan mencuci tangan
efektif membutuhkan waktu sekitar 40- 60 detik, dengan langkah sebagai berikut:
a. tangan dengan air mengalir.
b. Tuangkan sabun kurang lebih 5cc untuk menyabuni seluruh permukaan tangan.
c. Mulai teknik 6 langkah:
1) Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak.
2) Gosok telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari- jari
saling menjalin dan sebaliknya.
3) Gosok kedua telapak tangan dan jari – jari saling menjalin.
4) Gosok punggung jari – jari pada telapak yang berlawanan dengan jari
5) Gosok memutar ibu jari kiri dengan tangan kanan mengunci pada ibu jari
tangan kiri dan sebaliknya.
6) Gosok kuku jari-jari kiri memutar pada telapak tangan kanan dan
sebaliknya
d. Bilas tangan dengan air mengalir.
h. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan.
i. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela jari, secara urut mulai dari ibu jari
sampai dengan kelingking.
j. Telapak tangan, punggung melalui gerakan melingkar.
k. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar.
l. Ulangi cara ini pada tangan kanan selama 2 menit.
m. Membilas tangan dengan air mengalir dari arah ujung jari ke siku dengan
memposisikan tangan tegak.
n. Lakukan sekali lagi menyikat tangan kanan dan tangan kiri secara bergantian.
o. Kuku dengan gerakan tegak searah dari atas ke bawah pada kedua tangan.
p. Jari-jari seakan mempunyai empat sisi, sela-sela jari, secara urut mulai dari ibu
jari sampai dengan kelingking.
q. Telapak tangan dan punggung dengan gerakan melingkar.
r. Daerah pergelangan tangan atas sampai dengan siku dengan gerakan melingkar
dilakukan selama 2 menit.
s. Membiarkan air menetes dari tangan sampai dengan siku.
Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal hal yang harus diperhatikan
agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah:
a. Perawatan kuku tangan
Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek.Kuku yang panjang dapat
menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di bawah kuku.
b. Perhiasan dan aksesoris
Tidak diperkenankan menggunakan perhiasan pada pada area tangan seperti cincin,
karena adanya resiko akumulasi bakteri patogen pada perhiasan yang dipakai.
c. Kosmetik
Kosmetik yang dipakai petugas kesehatan, seperti cat kuku, dapat menyimpan
bakteri patogen, juga dapat terlepas dari tangan dan berpindah saat melakukan
kontak dengan pasien.Hal ini sangat berbahaya dan disarankan untuk tidak
dilakukan.
d. Penggunaan handuk atau tissue
B. Penutup
Hand hygiene merupakan kegiatan yang paling efisien, paling murah dan paling
mudah dilakukan namun mempunyai dampak yang besar. Hal ini menjadikan setiap
institusi kesehatan wajib untuk berkomitmen dalam upaya peningkatan budaya
handhygiene di insitusinya. Dengan dibudayakannya hand hygiene, insitusi
kesehatan akan mampu meningkatkan kualitas perawatan, meningkatkan mutu
pelayanannya, dan yang terpenting institusi kesehatan akan mampu meningkatkan
keselamatan pasien.
7. RESIKO JATUH
A. Tata laksana
1. Assessment awal / skrining
a. Perawat akan melakukan penilaian dengan Assessment Resiko Jatuh dalam waktu 4
jam dari pasien masuk RS dan mencatat hasil assessment ke dalam status pasien.
b. Rencana intervensi akan segera disusun, diimplementasikan, dan dicatat dalam
Rencana Keperawatan Interdisiplin dalam waktu 2 jam setelah skrining.
c. Skrining dilakukan jika terdapat adanya resiko jatuh pada pasien.
d. Jika pada saat assessment ditemukan ada resiko jatuh pada pasien rawat inap berisiko
tinggi sampai berisiko sangat tinggi (menggunakan skala morse/ skala humpty
dumpty) maka wajib dipasangkan gelang berwarna kuning.
e. Pada pasien rawat jalan yang berisiko jatuh melalui skrining visual pada pasien rawat
jalan (menggunakan pengkajian dan intervensi risiko jatuh pasien rawat jalan Get Up
and Go Test) maka akan dikenakan kalung resiko jatuh yang dapat dilakukan oleh
petugas satpam, perawat/bidan, dan dokter. Kriteria pasien yang dikenakan kalung
resiko jatuh, yaitu:
1) Cara berjalan pasien (salah satu atau lebih)
1. Tidak seimbang/ sempoyongan/limbung.
2. Jalan dengan menggunakan alat bantu (kruk, tripot, kursi roda, orang lain).
2) Menopang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi atau meja / benda
lain sebagai penopang saat akan duduk.
2. Assessment ulang
a. Setiap pasien rawat inap akan dilakukan assessment ulang resiko jatuh setiap hari,
saat transfer ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh
pada pasien.
b. Penilaian menggunakan Assessment Resiko Jatuh dan Rencana Keperawatan
Interdisiplin akan diperbaharui/dimodifikasi sesuai dengan hasil assessment.
c. Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi keresiko rendah, diperlukan skor < 25
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
B. Faktor Resiko Jatuh
1. Intrinsik, yaitu berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis.
2. Ekstrinsik, yaitu berhubungan dengan lingkunganfaktor resiko juga dapat dikelompokkan
menjadi kategori dapat diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan
(unanticipated). Faktor resiko yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang
diperkirakan dapat terjadi sebelum pasien jatuh.
Intrinsik (berhubungan Ekstrinsik (berhubungan
dengan kondisi pasien) dengan lingkungan)
Dapat 1. Riwayat jatuh sebelumnya. 1. Lantai basah/silau, ruang
diperkirakan 2. Inkontinensia. berantakan, pencahayaan
3. Gangguan kurang, kabel
kognitif/psikologis. longgar/lepas.
4. Gangguan 2. Alas kaki tidak pas.
keseimbangan/mobilitas. 3. Dudukan toilet yang
5. Usia> 65 tahun. rendah.
6. Osteoporosis. 4. Kursi atau tempat tidur
7. Status kesehatan yang beroda.
buruk. 5. Rawat inap
8. Status nutrisi. berkepanjangan.
6. Peralatan yang tidak
aman.
7. Peralatan rusak.
8. Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi.
Tidak dapat 1. Kejang. 1. Reaksi individu terhadap
diperkirakan 2. Aritmia jantung. obat-obatan.
3. Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic
Attack-TIA).
4. Pingsan.
5. ‘Serangan jatuh’ (Drop
Attack).
7. Anamnesis tambahan
a. Aktivitas pada saat terjatuh.
b. Gejala sebelumnya, misalnya rasa pusing, palpitasi, sesak napas, nyeri dada,
lemah, konfusi, inkontinensia, hilangnya kesadaran, dan menggigit lidah.
c. Lokasi terjatuh.
d. Saksi saat terjatuh.
e. Riwayat medis yang lalu.
f. Penggunaan obat.
8. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah dan denyut jantung, saat berbaring dan berdiri.
b. Ketajaman visual, lapangan pandang, dan pemeriksaan low-vision.
c. Kardiovaskuler.
d. Aritmia, murmur, dan bruit.
e. Anggota gerak.
f. Penyakit sendi degeneratif, vena varikosa, edema, gangguan kaki (pediatrik),
sepatu yang tidak sesuai ukuran.
g. Neurologis.
h. Termasuk pemeriksaan cara berjalan dan keseimbangan, misalnya duduk atau
bangkit dari tempat duduk, berjalan, membungkuk, berputar, meraih, menaiki dan
menuruni tangga, berdiri dengan mata tertutup (tes Romberg), dan tekanan sterna.
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
1) Foto rontgen.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah tepi.
2) Elektrolit.
3) Gula darah.
4) Kadar Kalsium.
c. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
10. Penatalaksanaan dan Pencegahan
a. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kasus diatas yaitu dengan menghindari semua yang
menjadi faktor resiko jatuh, seperti faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak
kondusif harus dihindari agar pasien aman. Segala aktivitas yang dilakukan pasien
harus diawasi. Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya kemungkinan terburuk
seperti kasus di atas.
Penggunaan obat sehubungan dengan riwayat penyakit pasien harus kita
kontrol dengan memperhatikan waktu pemberian dan besar dosisnya. Apabila pada
pemeriksaan didapatkan fraktur, maka dilakukan terapi operatif.Setelah tindakan
bedah dilakukan, apabila diperlukan rehabilitasi medis maka hal tersebut dapat
dilakukan. Dapat pula diberikan kalsium dan vitamin D secara oral apabila terdapat
tanda-tanda osteoporosis.
1) Operasi
Jika pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fraktur yang
disebabkan karena pasien terjatuh (terpeleset) khususnya fraktur tulang
belakang yang mengakibatkan kompresi pada saraf sehingga kedua tungkai
tidak dapat digerakkan merupakan indikasi untuk dilakukan operasi, misalnya:
fiksasi internal nerve root, dan spinal cord.
2) Hospitalisasi (perawatan di rumah sakit)
Hal ini bertujuan untuk memudahkan penanganan pasien khususnya
dengan fraktur akut (immobilisasi) yang beresiko tinggi yang juga disertai
dengan penyakit kronik, yang membutuhkan perawatan intensif.
3) Operasi mata (operasi katarak)
Gangguan penglihatan pada pasien ini kemungkinan besar berupa
katarak senilis. Operasi dapat dilakukan jika pasien & keluarganya menyetujui
dan kondisi kesehatan pasien memungkinkan. Tindakan ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien yang selama ini terganggu akibat
gangguan penglihatan (kemungkinan salah satu penyebab pasien terjatuh).
Indikasi operasi katarak, yaitu:
a) Gangguan penglihatan.
b) Ketidakmampuan salah satu mata untuk melihat.
Kontraindikasi operasi katarak, yaitu:
a) Jika penglihatan pasien dapat dikoreksi dengan penggunaan kaca mata
atau alat bantu lainnya.
b) Kondisi kesehatan pasien tidak memungkinkan.
4) Fisioterapi
Setelah dilakukan tindakan operasi untuk mengatasi fraktur
dibutuhkan fisioterapi (rehabilitasi) yang penting untuk mengembalikan
fungsi alat gerak dan mengurangi disabilitas selama masa penyembuhan.
Penggunaan alat bantu berjalan misalnya tongkat biasanya dibutuhkan untuk
membantu permulaan berjalan kembali dan untuk mendukung aktifitas sehari-
hari lainnya.
5) Perbaikan status gizi
Penyusunan menu disesuaikan dengan kebutuhan kalori pasien setiap
harinya dan kemampuan untuk mencerna makanan. Pemberianmakanan
diberikan secara bertahap dimulai dengan porsi kecil tetapi sesering mungkin
diberikan.
6) Kontrol penyakit dan penggunaan obat-obatan
Hindari polifarmasi yang justru lebih banyak menimbulkan efek
samping, khususnya pada pasien beresiko tinggi.
7) Pendidikan keluarga
Jika fraktur yang diderita oleh pasien mengharuskan immobilisasi
untuk beberapa lama, keluarga harus senantiasa mengawasi, merawat pasien
dengan mencegah pasien terlalu banyak berbaring (posisi diubah-ubah) untuk
mencegah dekubitus dan penyakit iatrogenik. Berikan perhatian dan kasih
sayang agar pasien tidak merasa terisolasi dan depresi.
Penilaian dan Faktor Resiko Tatalaksana
Lingkungan saat jatuh sebelumnya. Perubahan lingkungan dan aktivitas
untuk mengurangi kemungkinan jatuh
berulang.
Konsumsi obat-obatan: Review dan kurangi konsumsi obat-
1. Obat-obat beresiko tinggi obatan.
(benzodiazepin, obat tidur lain,
neuroleptik, antidepresi,
antikonvulsi, atau antiaritmia kelas
IA).
2. Konsumsi 4 macam obat atau lebih.
PenglihatanVisus < 20 / 60: Penerangan yang tidak menyilaukan;
1. Penurunan persepsi kedalaman hindari pemakaian kacamata
(depth perception). multifokal saat berjalan; rujuk ke
2. Penurunan sensitivitas terhadap dokter spesialis mata
kontras.
3. Katarak.
b. Pencegahan
1) Identifikasi faktor resiko.
2) Pemeriksaan faktor intrinsik resiko jatuh, assesmen keadaan neurologi,
muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang mendasari.
3) Pemeriksaan faktor ekstrinsik, lingkungan rumah yang berbahaya harus
dihilangkan, penerangan rumah harus cukup, lantai datar, tidak licin, bersih
dari benda-benda kecil yang mungkin sulit dilihat. Kamar mandi dibuat tidak
licin, diberi pegangan pada dindingnya.
4) Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik atau
penurunan kewaspadaan dapat diberikan secara selektif.
5) Alat bantu berjalan baik berupa tongkat, tripod, kruk harus dibuat dari bahan
yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah brgeser serta sesuai dengan tinggi
badan lansia.
CATATAN:
1. Pengkajian awal resiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment).
2. Pengkajian ulang untuk pasien resiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode:
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF.
b. Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC.
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer) dengan
kode: WT.
d. Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK.
e. Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC.
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan.
2. Hasil
No Hasil Penilaian / Pengkajian Ket
3. Tindakan
No Hasil Kajian Tindakan Ya. Tidak TTD/ nama
petugas