Anda di halaman 1dari 123

TANGGON KOSALA: JURNAL ILMIAH AKADEMI KEPOLISIAN

VOLUME 4, TAHUN IV, DESEMBER 2013


PENGELOLA JURNAL :
(Kep. Gubernur Akpol No. : Kep / 130 / X / 2013, tanggal 8 Oktober 2013)
Pelindung:
Irjen Pol. Drs. Eko Hadi Sutedjo, SH.M.Si.
Penasihat:
Brigjen Pol. Drs. Srijono, M.Si
Pengarah :
Kombes Pol. Drs. Edy S. Setjo, M.M.
Kombes Pol. Drs. Sumaryoto
Kombes Pol. Drs. Bambang Wiji Pujohadi, M.M.
Ketua Redaktur :
Kombes Pol. Bambang Pristiwanto, S.H., M.M.
Wakil Ketua Redaktur :
Kombes Pol. Drs. Komarul Zaman, S.H.
Sekretaris :
Kombes Pol. Drs. Dani M. Darmawan
Anggota :
Kompol Suratin
AKP Tatit Mudji Widodo, SH., M.Si.
Brigadir Sumiah, SH
Sunaryo
Iis Nuryati
Sulasmi
Penyunting Ahli :
Prof. Drs. Sukestiyarno, M.S., Ph.D.
Prof. Dr. Nyoman Serikat P, S.H., M.H.
Prof. Dr. Tri Marhaeni PA, M.Hum.
Prof. Dr. Suteki, S.H., M.H.
Penyunting Pelaksana :
Drs. Wagiran, M.Hum.
Budhi Wicaksono, SH. M.Hum
Drs. Mukh Doyin, M.Si.
Dr. Rodiyah, S.Pd., S.H.,M.Si.
Kompol Dodi Arifianto, SIK, M.Si.
IPTU Ferey Hidayat R.
Redaksi menerima sumbangan artikel hasil penelitian atau konseptual yang sesuai
dengan visi dan misi Akademi Kepolisian Republik Indonesia. Artikel yang dimuat
akan mendapatkan nomor bukti penerbitan dan mendapat imbalan sesuai ketentuan
yang berlaku.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt., atas karunia dan
bimbingan-Nya sehingga kerja keras kami dalam penerbitan jurnal ilmiah
“Tanggon Kosala Volume 4, Tahun IV, Desember 2013” dengan tema “Sistem
Pendidikan Karakter pada Program Studi Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian
dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan di Akademi Kepolisian” dapat
selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tema bernuansa
pendidikan karakter bagai tidak pernah usang digali dan dikembangkan. Tema
ini adalah kali ketiga diangkat oleh Tanggon Kosala untuk memantapkan
Program Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian, dengan sudut pandang yang
berbeda.
Kombes Bambang Pristiwanto, S.H., M.M. mengawali Tanggon Kosala
dengan artikel berjudul “Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan
Karakter di Akpol”. Pendidikan karakter dan keteladanan merupakan dua sisi
mata uang yang dalam implementasinya tidak bisa dipisahkan. Pendidikan
karakter tidak akan berhasil jika tidak disertai keteladanan di dalamanya.
Keteladanan tidak harus bersifat vertikal dari atas ke bawah, tetapi dapat dari
berbagai arah. Siapa pun bisa menjadi teladan bagi orang lain selama ia
memiliki karakter baik yang layak diteladani. Oleh karena itu, semangat yang
harus ditumbuhkan dalam pendidikan karakter adalah berlomba-lomba
menjadikan diri kita sebagai teladan bagi orang lain. Meskipun tampaknya
keteladanan itu berat untuk kita wujudkan, tetapi selama ada kemauan yang
gigih dari masing-masing orang, pendidikan karakter melalui keteladanan
tidak mustahil kita wujudkan. Pembangunan pendidikan karakter tidak bisa
dilakukan oleh satu pihak saja. Di Akademi Kepolisian, misalnya, pem-
bangunan pendidikan karakter harus dilaksanakan bersama-sama. Semua
komponen dalam sebuah lembaga harus berperan semua sesuai dengan
kapasitas, posisi, tanggung jawab, dan kewenangannya.
AKBP Dr. Andre Resep KP., SH., M.Sc. mengikutinya dengan artikel
berjudul “Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata 1 Terapan
Kepolisian Guna Membangun Budaya Organisasi Akpol dalam Rangka
Mewujudkan Layanan Prima Polri”. Lebih lanjut diungkapkannya bahwa

iii
Akpol telah mengkristalisasi seluruh nilai-nilai luhur dalam Doktrin Polri 'Tata
Tentrem Kerta Raharja', Pedoman Hidup 'Tribrata', Pedoman Kerja 'Catur
Prasetya' dan Filosofi Pendidikan “Mahir, Terpuji dan Patuh Hukum' serta
sumber nilai lainnya menjadi dua belas (12) nilai karakter unggulan taruna
sebagai peserta didik Akpol, yaitu: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa; 2) Cinta Tanah Air; 3) Demokratis; 4)Disiplin; 5) Kerja Keras
dan Cerdas; 6) Profesional; 7)Sederhana; 8)Berempati; 9) jujur; 10) Adil; 11)
Teladan; dan 12) Berintegritas. Nilai-nilai karakter tersebut diintroduksi ke
dalam tiga strategi pendidikan karakter di Akpol, yaitu pendekatan kompre-
hensif (holistik); pendekatan pembelajaran terintegrasi; dan pendekatan
pengembangan kultur sekolah.
Artikel ketiga dikembangkan oleh Kompol Deny Heryanto, S.I.K, M.Si
dengan judul “Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan
Perwira Sarjana Terapan Kepolisian di Akpol”. Sejak dikeluarkannya
Keputusan Kepala Lemdikpol Nomor Kep/404/VII/ 2013 tentang Kurikulum
Penyesuaian Program Akpol Sarjana S1 terapan Kepolisian dirasakan bahwa
pendidikan karakter belum maksimal diimplementasikan dalam kehidupan
taruna Akpol terbukti dari pemberitaan media yang menampilkan perilaku
negatif yang dilakukan oleh oknum alumni Akpol. Dosen masih
mengutamakan aspek penilaian kognitif. Sementara itu masalah yang paling
krusial yakni aspek afektif berupa penanaman nilai-nilai luhur masih sering
diabaikan dan dianggap kurang penting bagi taruna Akpol. Ternyata bekal ilmu
pengetahuan saja tidak cukup bagi peserta didik karena mereka harus
diperkuat dengan bekal karakter yang kuat guna menghindari diri mereka dari
godaan yang besar saat mereka bertugas di lapangan. Strategi penerapan
pendidikan karakter dilaksanakan melalui tiga pola kegiatan dalam
pembentukan pendidikan di Akpol yakni pola pembelajaran, pelatihan, dan
pengasuhan yang dikombinasikan dengan values atau nilai-nilai 12 karakter
kebhayangkaraan yang telah dicetuskan oleh Gubernur Akpol. Selanjutnya
perlu dilakukan pembudayaan pendidikan karakter melalui kegiatan yang
terpola sehingga diharapkan Akpol dapat melahirkan perwira yang tangguh
dan memiliki integritas moral tinggi melalui pembentukan pendidikan
karakter di Akpol.

iv
Tri Sulistiyono, S.H.,M.H. pada artikel keempat melengkapi gagasan
pendidikan karakter dengan memberikan dasar filosofi dan demokratisasi
guna memperkuat pembentukan karakter profesionalitas sarjana terapan
kepolisian. Supaya ada linieritas filosofi pendidikan, dengan demokratisasi
pendidikan dalam pembentukan karakter profesionalitas maka Akpol sebagai
salah satu lembaga pendidikan kedinasan harus memulai dengan regulasi yang
kokoh melalui kurikulum Akpol Program Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian
dengan kemampuan untuk mewujudkan akreditasi A. Bravo untuk Akpol
Sarjana Terapan Kepolisian.
Senada dengan gagasan Tri Sulistiyono, Waspiah, S.H.,M.H.
memberikan gagasan berjudul Model Integrasi Pendidikan Karakter:
Perspektif Pembentukan Profesionalitas First Line Supervisor Perwira Polisi.
Lebih lanjut diungkapkannya bahwa proses pendidikan di Akpol berproses
melalui tiga pilar kegiatan yaitu pengasuhan, pelatihan, dan pengajaran.
Artinya melalui tiga pilar kegiatan inilah proses pembentukan perwira polisi
profesional, cerdas, bermoral dan modern yang berwawasan global dan
berstandar internasional (Visi Akpol) harus mampu di wujudkan. Oleh karena
itu visi ini akan terwujud jika konsep pendidikan karakter mampu di
integrasikan ke dalam tiga pilar kegiatan tersebut secara bersinergis. Model
integrasi keterpaduan tiga kegiatan dalam proses pembentukan profesionalitas
perwira polisi diharapkan mampu mewujudkan Perwira Polisi yang mampu
menjadi garda depan pejuang keadilan.
Artikel keenam ditulis oleh Drs. Wagiran, M.Hum. berjudul
“Implementaasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran pada Program S1
Terapan Kepolisian”. Artikel ini berisi gagasan aplikatif tentang bagaimana
mengimplementasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran. Dua belas
nilai-nilai karakter yang dirumuskan Akpol dari berbagai dokumen yang
relevan dengan visi dan misi Akpol harus diimplementasikan dalam
pembelajaran. Nilai-nilai karakter tersebut merupakan bagian dari aspek
afektif dalam Kurikulum 2013. Aspek afektif secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis yakni sikap, minat, konsep diri, dan nilai.
Nilai-nilai karakter tersebut perlu diimplementasikan dalam perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Untuk

v
mengintensifkan pelaksanaan pendidikan karakter di Akpol perlu gerakan
pengimplementasian pendidikan karakter ke dalam setiap silabus dan SAP.
Selain itu, perlu mekanisme kontrol yang baik untuk memantau keberhasilan
implementasi pendidikan karakter.
Artikel terakhir berjudul “Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk
Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi” ditulis oleh Drs. Rokhmat, M.Pd.,
seorang guru bahasa Indonesia di Kebumen. Salah satu indikator profesional-
tidaknya seorang polisi terlihat dari bagaimana seorang polisi meng-
implementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan
Caturprasetya pada aktivitas sehari-harinya, terlebih ketiga berdinas. Pada
brata yang ketiga terdapat istilah mengayomi, sedangkan pada prasetya yang
keempat terdapat pernyataan “memelihara perasaan tenteram dan damai”. Dua
komponen ini bisa dilihat dari kacamata yang sama, yakni bahwa polisi
memiliki tugas utama membuat masyarakat menjadi tenteram, damai, tidak
mengalami ketertekanan, dan tidak mengalami ketakutan. Kondisi seperti ini
bisa diwujudkan salah satunya melalui sikap bahasa yang positif pada diri
Polri. Sikap bahasa yang positif antara lain berwujud sikap mengambil posisi
secara positif terhadap masyarakat yang berbicara dan memilih bahasa yang
“berdampak” positif pada masyarakat. Sikap positif dalam berbahasa ini
menjadi bagian dari karakter yang harus dikembang-tumbuhkan di tubuh
anggota kepolisian Republik Indonesia. Masyarakat Akademi Kepolisian
sebagai bagian dari masyarakat secara luas memiliki tuntutan untuk mampu
berkomunikasi yang baik tersebut. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa
yang baik mutlak diperlukan oleh masyarakat Akpol. Pembiasaan
menggunakan bahasa yang baik merupakan cermin karakter masyarakat Akpol
secara khusus atau masyarakat (anggota) kepolisian secara umum. Dengan
demikian, tanggung jawab pendidikan karakter tidak saja ada di pundak
lembaga pendidikan formal, tetapi juga pada seluruh lapisan masyarakat.
Akademi kepolisian sebaga lembaga pendidikan formal dengan sendirinya
juga memiliki kewajiban besar dalam melangsungkan pendidikan karakter ini.
Demikian beberapa gagasan tentang pendidikan karakter guna
meningkatkan mutu pendidikan Program Studi Sarjana Strata 1 Terapan
Kepolisian di Akademi Kepolisian. Tentu saja artikel-artikel tersebut belum

vi
dapat mewakili semua gagasan para pelaku dan pecinta profesi polisi. Oleh
karena itu, Jurnal Tanggon Kosala masih menungga gagasan-gagasan kreatif
untuk kemajuan institusi kepolisian umumnya dan Akademi Kepolisian
khususnya.

Desember 2013
Tim Redaksi Jurnal

vii
DAFTAR ISI
JURNAL ILMIAH KEPOLISIAN
TANGGON KOSALA : VOLOME 4, TAHUN IV, DESEMBER 2013
TIM REDAKSI ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI viii

MENJADIKAN KETELADANAN SEBAGAI ROH PENDIDIK- 377


AN KARAKTER DI AKPOL
Oleh Bambang Pristiwanto

PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROGRAM STUDI STRATA 390


SATU TERAPAN KEPOLISIAN GUNA MEMBANGUN BUDA-
YA ORGANISASI AKPOL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
PRIMA POLRI
Oleh Andre Resep

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI MODAL DASAR 409


PEMBENTUKAN PERWIRA SARJANA TERAPAN KEPOLISI-
AN DI AKPOL
Oleh Cak Deny Heryanto

FILOSOFI DAN DEMOKRATISASI PENDIDIKAN DALAM 428


PENGUATAN PEMBENTUKAN KARAKTER PROFESIONA-
LITAS SARJANA TERAPAN KEPOLISIAN
Oleh Tri Sulistiyono

MODEL INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (Perspektif 450


Pembentukan Profesionalitas First Line Supervisor Perwira Polisi)
Oleh Waspiah

PENUMBUHAN SIKAP POSITIF BAHASA UNTUK MEMPER- 472


KOKOH KUALITAS KARAKTER POLISI
Oleh Rokhmat

viii
MENJADIKAN KETELADANAN SEBAGAI ROH PENDIDIKAN
KARAKTER DI AKPOL

Oleh Bambang Pristiwanto1

ABSTRAK
Cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan nasional tersebut
merupakan perwujudan nilai moral bangsa yang harus tertanam dan mengakar dalam
pola hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh karena itu, pendidikan
karakter menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pola pembinaan anak-anak atau
generasi muda, baik yang dilakukan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan
formal, maupun di lingkungan masyarakat luas. Di tiga lingkungan inilah karakter
generasi mendatang akan terbentuk. Pendidikan karakter tidak saja merupakan
tuntutan undang-undang dan peraturan pemerintah, tetapi juga oleh agama, bahkan
juga oleh masyarakat itu sendiri. Setiap agama pastilah mengajarkan karakter atau
akhlak pada pemeluknya. Oleh karena itu, semua unsur yang ada dalam masyarakat
memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan karakter ini
agar nantinya terbentuk masyarakat yang berkarakter luhur. Meskipun demikian,
pelaksanaan pendidikan karakter bangsa ini memerlukan berbagai perubahan dalam
pelaksanaan proses pendidikan yang terjadi di lembaga pendidikan pada saat sekarang
ini. Perubahan yang diperlukan tidak harus mengubah kurikulum yang berlaku tetapi
menghendaki sikap baru dan keterampilan baru dari para penyelenggara pendidikan.
Sikap dan keterampilan baru tersebut merupakan persyaratan yang harus dipenuhi
(condito sine qua non) untuk keberhasilan implementasi pendidikan karakter bangsa.
Benteng yang harus kita siapkan itu adalah keteladanan. Keteladanan menjadi penting
untuk mengarahkan generasi ke depan agar berjalan sesuai dengan garis yang kita
kehendaki, yakni garis yang telah ditetapkan oleh tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan karakter di lembaga pendidikan formal, termasuk di Akpol, juga harus
dilaksanakan melalui pengelolaan keteladanan ini. Ketika semua urusan lembaga
pendidikan dari hari ke hari dikelola dengan dilandasi oleh pelaksanaan nilai-nilai
karakter, lembaga pendidikan akan menjadi komunitas yang berkarakter. Lembaga
pendidikan akan menjadi tempat di mana nilai-nilai karakter dilaksanakan dan lembaga
pendidikan akan menjadi tempat bagi setiap peserta didik membiasakan berperilaku
berkarakter. Keteladanan merupakan alat pendidikan karakter yang paling baik. Oleh
karena itu, mendasarkan pendidikan di atas dasar keteladanan merupakan langkah yang
paling tepat. Para ahli mengatakan bahwa karakter tidak bisa diajarkan, hanya bisa
diteladankan.

Kata Kunci: teladan, keteladanan, pendidikan karater

A. PENDAHULUAN bertujuan untuk mengembangkan


Undang-Undang Nomor 20 potensi peserta didik agar menjadi
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidik- manusia yang beriman dan bertakwa
an Nasional pada Pasal 3 menyebut- kepada Tuhan yang Maha Esa,
kan bahwa pendidikan nasional berakhlak mulia, sehat, berilmu,
berfungsi mengembangkan kemam- cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
puan dan membentuk karakter serta warga negara yang demokratis serta
peradaban bangsa yang bermartabat bertanggung jawab. Fungsi pendidik-
dalam rangka mencerdaskan kehi- an nasional ini menunjukkan betapa
dupan bangsa. Pendidikan nasional persoalan karakter bangsa ini
1) Kombes Pol. Bambang Pristiwanto, S. H., M. M., Kabid Peng. Sos. Akpol
378 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

menjadi sesuatu yang tidak saja secara bersama-sama pula memben-


penting tetapi juga harus segera tengi diri dari pengaruh arus globali-
diperhatikan. Menjalankan lembaga sasi yang luar biasa ini.
pendidikan tanpa disertai arah Pemerintah saat ini tengah gencar
pembentukan karakter yang luhur mengembangkan pendidikan karak-
bagi peserta didik dalam konteks ini ter di dalam kurikuluM.Salah satu
berarti menyalahi undang-undang cara untuk mencetak generasi ber-
dan semakin menjauh dari tujuan karakter adalah melalui pendidikan.
pendidikan nasional. Oleh karena itu, nilai-nilai karakter
Cita-cita bangsa sebagaimana ter- pun harus diintegrasikan dalam
tuang dalam tujuan pendidikan proses belajar-mengajar yang
nasional tersebut merupakan per- dilakukan di dalam lembaga pendi-
wujudan nilai moral bangsa yang dikan formal. Sebuah pembelajaran
harus tertanam dan mengakar dalam yang baik, bukan hanya mengem-
pola hidup berbangsa, bernegara, dan bangkan salah satu kecerdasan,
bermasyarakat. Oleh karena itu, melainkan seluruh kecerdasan
pendidikan karakter menjadi bagian manusia. Kecerdasan manusia secara
yang tidak terpisahkan dari pola operasional dapat digambarkan
pembinaan anak-anak atau generasi melalui tiga dimensi, yakni kognitif,
muda, baik yang dilakukan di psikomotorik, dan afektif. Melalui
lingkungan keluarga, lembaga pendi- pengembangan kognitif, kapasitas
dikan formal, maupun di lingkungan berpikir manusia dapat dikembang-
masyarakat luas. Di tiga lingkungan kan. Melalui pengembangan psiko-
inilah karakter generasi mendatang motorik, kecakapan hidup manusia
akan terbentuk. dapat ditumbuhkan. Adapun melalui
Selain masing-masing dari ketiga pengembangan afektif, dapat diben-
lingkungan tersebut harus secara tuk manusia yang beriman, bertakwa,
sungguh-sungguh dan terus-menerus dan berakhlak mulia. Dengan kata
memberikan perhatian penuh kepada lain, melalui pengembangan kualitas
anak-anak dan generasi muda dalam afektif, karakter seseorang dapat
berperilaku; ketiganya juga harus dibentuk. Hal ini sejalan dengan
secara bersama-sama menyera- dasar pendidikan Indonesia, yakni
gamkan kata untuk mewujudkan mencerdaskan bangsa yang beriman
karakter generasi mendatang sesuai dan bertakwa serta berakhlak mulia.
dengan tuntutan tujuan pendidikan Namun, di luar itu semua, kita
nasional tersebut. Pengertian me- bisa memahami bahwa di luar rumah
nyeragamkan kata di sini tidak saja dan di luar dunia pendidikan; anak-
bermakna memberikan langkah- anak dan generasi muda lainnya
langkah konkret yang sama dalam berhadapan dengan arus informasi
mengelola pendidikan karakter; yang tidak lagi bisa dibendung.
tetapi – ini yang lebih penting – Media cetak, radio, televisi, lebih-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 379

lebih internet; menjadi hutan luas tradisi, kebiasaan keseharian, dan


yang setiap hari diahapi oleh anak- simbol-simbol yang dipraktikkan
anak. Kita, bahkan siapa pun, tidak oleh semua warga lembaga pendidik-
akan mampu menolaknya. an, dan masyarakat sekitar. Budaya
Menghadapi kondisi seperti ini, lembaga merupakan ciri khas, karak-
tidak ada cara lain kecuali untuk ter atau watak, dan citra lembaga
bersiap berhadap-hadapan dengan pendidikan tersebut di mata masyara-
situasi dan arus globalisasi yang ada. kat luas (Depdiknas 2009:6). Itulah
Yang harus kita lakukan adalah sebabnya faktor keteladanan menjadi
memberikan benteng agar anak-anak penting agar ciri khas, karakter, serta
dan generasi muda tidak terseret arus citra lembaga pendidikan menjadi
globalisasi itu dan semakin jauh dari cermin untuk berperilaku peserta
nilai-nilai yang dikehendaki oleh didik. Pembelajaran atau pelatihan
tujuan pendidikan nasional. dalam pengertian sempit berarti
Benteng yang harus kita siapkan proses peniruan yang dilakukan oleh
itu adalah keteladanan. Keteladanan anak-anak atau golongan muda kepa-
menjadi penting untuk mengarahkan da orang-orang yang ada di sekeli-
generasi ke depan agar berjalan sesu- lingnya. Di lembaga pendidikan for-
ai dengan garis yang kita kehendaki, mal, orang-orang yang ada di
yakni garis yang telah ditetapkan sekeliling peserta didik adalah
oleh tujuan pendidikan nasional. peserta didik yang lain, pendidik, dan
Pendidikan karakter di lembaga tenaga-tenaga lain yang membuat
pendidikan formal, termasuk di lembaga pendidikan mampu
Akpol, juga harus dilaksanakan melakukan proses pembelajaran atau
melalui pengelolaan keteladanan ini. proses pelatihan tersebut. Keteladan-
Ketika semua urusan lembaga an dari semua pihak, tidak saja
pendidikan dari hari ke hari dikelola pendidik, di lembaga pendidikan
dengan dilandasi oleh pelaksanaan menjadi kunci berhasilnya pemben-
nilai-nilai karakter, lembaga pendi- tukan karakter di lembaga pendidik-
dikan akan menjadi komunitas yang an.
berkarakter. Lembaga pendidikan
akan menjadi tempat di mana nilai- B. PENDIDIKAN KARAKTER
nilai karakter dilaksanakan dan Persoalan pendidikan di Indone-
lembaga pendidikan akan menjadi sia saat ini menghadapi banyak tan-
tempat bagi setiap peserta didik tangan, baik secara internal maupun
membiasakan berperilaku berkarak- secara eksternal. Tantangan internal
ter (Depdiknas 2009:6). antara lain terkait dengan kondisi
Pendidikan karakter pada ting- pendidikan dikaitkan dengan tuntut-
katan institusi mengarah pada an pendidikan yang mengacu kepada
pembentukan budaya lembaga, yaitu standar masional pendidikan. Tan-
nilai-nilai yang melandasi perilaku, tangan internal lainnya adalah
380 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

dengan perkembangan penduduk nya potensi peserta didik agar


Indonesia yang begitu pesat. Banyak- menjadi manusia yang (1) beriman
nya penduduk pada satu sisi akan dan bertakwa kepada Tuhan yang
menjadi modal dalam pembangunan, Maha Esa; (2) berakhlak mulia, dan
jika kita mampu mengelolanya; na- berkepribadian luhur; (3) berilmu,
mun di sisi lain akan menjadi beban cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (4)
pembangunan, jika kita gagal menge- sehat, mandiri, dan percaya diri; (5)
lolanya. toleran, peka sosial, demokratis, dan
Adapun tantangan eksternalnya bertanggung jawab. Peraturan peme-
berupa hadirnya arus globalisasi rintah ini semakin menandaskan
yang terkait dengan semua lingkup bahwa tanggung jawab lembaga
kehidupan. Kita tidak bisa menolak pendidikan terhadap pengembangan
kehadiran arus globalisasi ini. Oleh karakter bangsa memang mutlak
karena itu, mau tidak mau, suka tidak adanya.
suka, kita memang harus terlibat Dengan demikian, jelaslah bahwa
dalam percaturan kehidupan dunia pendidikan karakter tidak saja
yang semakin mengglobal ini. merupakan tuntutan undang-undang
Atas dasar tantangan seperti ini, dan peraturan pemerintah, tetapi juga
peran sentral pendidikan menjadi oleh agama, bahkan juga oleh
amat penting. Pendidikanlah satu- masyarakat itu sendiri. Setiap agama
satunya alat yang bisa kita gunakan pastilah mengajarkan karakter atau
agar dalam memasuki arus globali- akhlak pada pemeluknya (Depdiknas
sasi ini kita tidak terseret atau bahkan 2009:1). Oleh karena itu, semua
menjadi korban dari bangsa-bangsa unsur yang ada dalam masyarakat
lain. Pendidikan memang dihadir- memiliki tanggung jawab yang sama
kan untuk membangun kehidupan untuk menyelenggarakan pendidik-
masa kini dan masa depan yang lebih an karakter ini agar nantinya terben-
baik dari masa lalu dengan berbagai tuk masyarakat yang berkarakter
kemampuan intelektual, kemampuan luhur. Meskipun demikian, pelaksa-
berkomunikasi, sikap sosial, kepedu- naan pendidikan karakter bangsa ini
lian, dan berpartisipasi untuk mem- memerlukan berbagai perubahan
bangun kehidupan masyarakat dan dalam pelaksanaan proses pendidik-
bangsa yang lebih baik (experimen- an yang terjadi di lembaga pendidik-
talism and social reconstructivism) an pada saat sekarang ini. Perubahan
(Kemdikbud 2013:5). yang diperlukan tidak harus mengu-
Peraturan Pemerintah Nomor 17 bah kurikulum yang berlaku tetapi
Tahun 2010 tentang Pengelolaan menghendaki sikap baru dan kete-
Penyelenggaraan Pendidikan dalam rampilan baru dari para penyeleng-
salah satu pasalnya menyebutkan gara pendidikan. Sikap dan keteram-
bahwa pendidikan bertujuan mem- pilan baru tersebut merupakan per-
bangun landasan bagi berkembang- syaratan yang harus dipenuhi (con-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 381

dito sine qua non) untuk keberhasilan mutu penyelenggaraan dan hasil
implementasi pendidikan karakter pendidikan di lembaga pendidikan
bangsa. Perubahan sikap dan pengua- yang mengarah pada pencapaian
saan keterampilan yang dipersya- pembentukan karakter atau akhlak
ratkan tersebut hanya dapat dikem- mulia peserta didik secara utuh, ter-
bangkan melalui pendidikan dalam padu, dan seimbang, sesuai standar
jabatan yang berfokus, berkelan- kompetensi lulusan. Dengan demi-
jutan, dan sistemik (Kemdiknas kian, melalui pendidikan karakter
2010:ii). diharapkan para taruna mampu seca-
Sebagai upaya untuk meningkat- ra mandiri meningkatkan dan meng-
kan kesesuaian dan mutu pendidikan gunakan pengetahuannya, mengkaji
karakter, Kementerian Pendidikan dan menginternalisasi serta memper-
Nasional mengembangkan grand sonalisasi nilai-nilai karakter dan
design pendidikan karakter untuk akhlak mulia sehingga terwujud da-
setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan lam perilaku sehari-hari. (Depdik-
pendidikan. Grand design menjadi nas 2012:6)
rujukan konseptual dan operasional Pendidikan karakter adalah segala
pengembangan, pelaksanaan, dan sesuatu yang dilakukan guru, yang
penilaian pada setiap jalur dan mampu mempengaruhi karakter
jenjang pendidikan. Konfigurasi ka- peserta didik. Guru membantu mem-
rakter dalam konteks totalitas proses bentuk watak peserta didik. Hal ini
psikologis dan sosial-kultural terse- antara lain mencakup keteladanan
but dikelompokan dalam: Olah Hati bagaimana perilaku guru, cara guru
(Spiritual and emotional develop- berbicara atau menyampaikan mate-
ment), Olah Pikir (intellectual de- ri, bagaimana guru bertoleransi, dan
velopment), Olah Raga dan Kines- berbagai hal terkait lainnya.
tetik (Physical and kinestetic deve- Tujuan pendidikan karakter ada-
lopment), Olah Rasa dan Karsa lah membentuk pribadi anak, supaya
(Affective and Creativity develop- menjadi manusia yang baik, warga
ment). Pengembangan dan imple- masyarakat yang baik, dan warga
mentasi pendidikan karakter perlu negara yang baik. Adapun kriteria
dilakukan dengan mengacu pada manusia yang baik, warga masyara-
grand design tersebut. kat yang baik, dan warga negara yang
Menurut Mochtar Buchori (dalam baik bagi suatu masyarakat atau
Depdiknas 2009:5) pendidikan ka- bangsa, secara umum adalah nilai-
rakter seharusnya membawa peserta nilai sosial tertentu, yang banyak
didik ke pengenalan nilai secara dipengaruhi oleh budaya masyarakat
kognitif, penghayatan nilai secara dan bangsanya. Oleh karena itu,
afektif, dan akhirnya ke pengamalan hakikat dari pendidikan karakter
nilai secara nyata. Pendidikan karak- dalam konteks pendidikan di Indone-
ter bertujuan untuk meningkatkan sia adalah pedidikan nilai, yakni
382 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

pendidikan nilai-nilai luhur yang ber- patut ditiru atau dicontoh (KBBI
sumber dari budaya bangsa Indone- 2009:1656). Sesuatu di sini dapat
sia sendiri, dalam rangka membina berupa tindakan, perbuatan, perka-
kepribadian generasi muda (Depdik- taan, dan semacamnya. Atas dasar
nas 2009:7). arti kata teladan tersebut, keteladan-
Atas dasar definisi tersebut kita an bisa diartikan sebagai keadaan
bisa memandang bahwa pendidikan pada diri seseorang yang menjadikan
karakter pada hakikatnya berkaitan dirinya layak dicontoh atau ditiru
dengan pengembangan sikap sese- oleh orang lain. Landak (2010)
orang. Kualifikasi kemampuan sikap mengartikan keteladanan sebagai
seorang taruna atau polisi pada making something as an example,
umumnya adalah memiliki perilaku providing a model. Istilah teladan
sendiri sebenarnya diadopsi dari
yang mencerminkan sikap orang
bahasa Arab yang secara etimologis
beriman, berakhlak mulia, berilmu,
berarti mengikuti atau diikuti. Dalam
percaya diri, dan bertanggung jawab
bahasa Indonesia kata mengikuti
dalam berinteraksi secara efektif dalam konteks keteladanan berarti
dengan lingkungan sosial dan alam meneladani, sedangkan kata diikuti
serta dalam menempatkan diri seba- berarti diteladani. Keteladanan
gai cerminan bangsa dalam pergaul- menyangkut perkataan, perbuatan,
an dunia. Sikap dapat didefinisikan sikap, dan perilaku seseorang yang
sebagai keadaan internal sesorang dapat ditiru atau diteladani oleh pihak
yang memengaruhi pilihan-pilihan lain.
atas tindakan-tindakan pribadi yang Keteladanan pada diri seseorang
dilakukannya (Suhaenah 2001:15). memiliki posisi sentral dalam mem-
Sikap terbentuk dan berubah sejalan bentuk karakter atau kepribadian
dengan perkembangan individu. orang lain. Keadaan dalam diri seseo-
Dengan kata lain, sikap merupakan rang akan berpengaruh kepada ling-
hasil belajar individu melalui inter- kungannya. Bahkan, dalam kon-teks
aksi sosial. yang lebih luas, keteladanan akan
mampu mengubah perilaku masyara-
C. KETELADANAN kat di lingkunganya (http:// id.
1. Hakikat Keteladanan shvoong. com).
Keteladanan merupakan alat
pendidikan karakter yang paling 2. Prinsip Keteladanan
baik. Oleh karena itu, mendasarkan Mengharapkan orang lain untuk
pendidikan di atas dasar keteladanan menjadi seseorang seperti yang kita
merupakan langkah yang paling inginkan bukanlah pekerjaan yang
tepat. Para ahli mengatakan bahwa mudah. Sangatlah sulit meminta
karakter tidak bisa diajarkan, hanya orang lain untuk melakukan apa yang
bisa diteladankan. juga kita lakukan dan kita katakan. Di
Teladan adalah sesuatu yang sinilah pentingnya keteladanan.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 383

Keteladanan dalam konteks ini bisa aturan selalu ada. Kita akan mampu
dikatakan sebagai perintah tanpa menjadi teladan bagi orang lain jika
kata-kata. Inilah kekuatan keteladan- kita selalu taat pada aturan tersebut.
an. Oleh karena itu, prinsip yang 2) Mencapai target kerja
paling khusus dalam keteladanan se- Orang yang layak diteladani
sungguhnya hanya satu, yakni seseo- adalah orang yang selalu mencapai
rang yang menghendaki diteladani target dalam bekerja. Tanggung ja-
berarti ia harua melakukan apa yang wab seseorang ditentukan oleh tugas
dia inginkan dilakukan oleh orang yang dibebankan pada dirinya sesuai
lain. dengan kedudukan yang dimiliki.
Atas dasar prinsip ini, keteladan- Jika tugas dan kewajiban itu tidak
an selalu diawali dari diri sendiri. mampu dilaksanakan (dengan baik),
Kita tidak mungkin mengharapkan orang yang bersangkutan akan sulit
orang lain meneladani kita jika berada di posisi yang diteladani.
perkataan atau perbuatan kita me- 3) Memiliki sikap positif
mang tidak layak diteladani. Mem- Sikap positif sejalan dengan
buat diri kita menjadi layak ditela- optimis, tanggung jawab, berani, dan
dani oleh orang lain adalah langkah semacamnya. Seseorang yang akan
awal sebuah proses keteladanan bisa diteladani oleh orang lain adalah
dapat dilakukan. seseorang yang mampu mewujudkan
Dalam sebuah organisasi atau sikap positif tersebut dalam segala
lembaga keteladanan sangat diperlu- aspek kehidupannya.
kan. Orang lain lebih senang mengi- 4) Penampilan prima
kuti keteladanan daripada perintah. Semua orang senang melihat
Karena itu, keteladanan menjadi cara penampilan yang good looking.
yang cukup efektif untuk memenga- Penampilan memengaruhi kewi-
ruhi orang lain. Namun, meskipun bawaan seseorang. Jika penampilan
prinsip keteladanan ini cukup efektif, seseorang prima, dalam arti rapih,
penerapannya tidaklah sederhana. bersih, segar, dan meyakinkan; orang
Diperlukan konsistensi dan integritas lain pasti akan semakin interest untuk
serta kejelian dalam menerapkan apa meneladani. Berpenampilan dengan
saja yang akan diteladani orang lain. baik sebenarnya tidak hanya menem-
Untuk memudahkan agar seseorang patkan seseorang menjadi layak
bisa menjadi orang yang diteladani, diteladani, tetapi merupakan bentuk
R. Bruce McAfee dan Betty J. Ricks penghargaan seseorang itu terhadap
memberikan lima kunci utama dalam perusahaan, pekerjaan, dan ling-
memberi keteladanan yang tertuang kungannya. Oleh karena itu, meski-
dalam tulisannya "Leadership By pun bersifat lahiriah, kita tidak boleh
Example: 'Do as I Do!" seperti diurai- mengabaikan penampilan lahir.
kan berikut (http://id. shvoong. com). Namun, kita tidak boleh lupa juga
1) Taat pada aturan bahwa penampilan yang sesungguh-
Dalam lingkup kerja apa pun nya adalah penampilan yang didu-
384 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

kung oleh inner power dan beauty Yang terkandung dalam perum-
yang kita miliki. pamaan tersebut adalah makna bah-
5) Komunikatif wa anggota kepolisian yang memiliki
Kemampuan berkomunikasi me- tugas untuk mengajak masyarakat
rupakan aspek yang menentukan agar bisa hidup secara tertib dan
seseorang dipercaya orang lain atau bersih; tidak mungkin bisa melak-
tidak. Dalam prinsip keteladanan, sanakannya jika ia sendiri tidak tertib
seseorang yang layak diteladani dan bersih. Itulah sebabnya, pada
identik dengan seseorang yang bagian awal tulisan ini sudah dinya-
memiliki kemampuan berkomuni- takan bahwa keteladanan memang
kasi yang baik. harus dimulai dari diri sendiri, di
manapun posisi kita, seberapa kecil
D. DARI KETELADANAN ME- pun kewenangan kita.
NUJU PENDIDIKAN KA- Taruna Akpol yang sedang
RAKTER mengikuti pendidikan formal, tentu
1. Pentingnya Keteladanan pada juga tidak bisa dilepaskan dari pen-
Taruna Akpol didikan karakter ini; yang itu berarti
Di Majalah Progo Zebra News juga harus berada dalam proses men-
Edisi Juli 2013 terdapat laporan jadi teladan bagi pihak lain.
wawancara dengan Kapolda DIY. Keteladanan dalam berbagai
Judul laporan tersebut “Jadikan aspek harus ditunjukkan oleh taruna
Polantas Model Keteladanan”. Judul Akpol agar karakter polisi seperti
ini jelas-jelas telah membawa pesan yang dikehendaki oleh tribrata dan
kepada seluruh jajaran kepolisian caturprasetya dapat terwujud nanti-
agar menjadikan dirinya sebagai nya.
teladan. Polisi merupakan bagian 2. Pendidikan Karakter yang Ber-
dari masyarakat yang antara lain pijak pada Keteladanan
bertugas menciptakan keamanan dan Makna pendidikan secara seder-
ketenteraman di masyarakat. Tugas hana dapat diartikan sebagai usaha
ini tidak mungkin bisa dilaksanakan manusia untuk membina kepriba-
jika tidak bersama-sama dengan diannya sesuai dengan nilai-nilai di
masyarakat. Untuk bisa bersama- dalam masyarakat dan kebudayaan.
sama dengan masyarakat mencipta- Dengan demikian, bagaimanapun
kan keharmonisan hidup, seorang sederhananya peradaban suatu ma-
anggota polisi haruslah menjadi syarakat, di dalamnya terjadi atau
pribadi yang disegani oleh anggota berlangsung suatu proses pendidik-
masyarakat karena perilakunya. an. Dengan kata lain, dapat dikatakan
Idiom yang digunakan oleh Ka- bahwa pendidikan pada hakikatnya
polda untuk menyemangati anggota- merupakan usaha manusia untuk
nya adalah “Ibarat orang menyapu, melestarikan hidupnya.
tidak elok jika memakai sapu yang Atas dasar konsep pendidikan
kotor”. semacam itu, agar kita dapat mene-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 385

rapkannya dalam berbagai aspek kepada kualitas spiritual (agama),


kehidupan; langkah pertama yang yang semuanya bermuara kepada
harus kita lakukan adalah memahami "kualitas" iman dan takwa kepada
tujuan pendidikan, baik dalam Tuhan Yang Mahakuasa, yang tercer-
pengertian umum maupun dalam min pada "kualitas akhlak" dalam
pengertian khusus. Tujuan adalah kehidupan sehari-hari secara manu-
sasaran yang hendak dicapai dan siawi (Sumaatmadja 2002:67).
sekaligus merupakan pedoman yang Dalam aktivitas pendidikan
berfungsi untuk memberikan arah terdapat enam komponen pendidikan
(Ramayulis 2008:133). Tujuan yang dapat membentuk pola interaksi
merupakan hal yang paling penting atau saling memengaruhi, namun
dalam proses pendidikan. Menurut J. komponen integrasinya terutama
S. Brubacher (dalam Achmadi) terletak pada pendidik dengan segala
fungsi tujuan pendidikan ada tiga kemampuannya dan keterbatasan-
macam, yang semuanya bersifat nya. Keenam komponen tersebut
normatif, yaitu sebagai berikut. adalah (1) tujuan, (2) pendidik, (3)
Pertama, memberikan arah bagi peserta didik, (4) isi/materi, (5)
proses pendidikan. Sebelum kita metode, dan (6) situasi lingkungan
menyusun kurikulum, merencanakan (Ramayulis 2008:121).
pendidikan dan berbagai aktivitas Adapun yang diungkapakan
pendidikan, langkah yang harus Noeng Muhadjir dalam Ilmu Pendi-
dilakukan adalah merumuskan dikan terkait dengan komponen-
tujuan pendidikan. Tanpa kejelasan komponen pendidikan itu terdiri atas
tujuan, seluruh aktivitas pendidikan (1) tujuan, (2) subjek pendidik, (3)
akan kehilangan arah, kacau, bahkan pendidik, (4) lingkungan. Dari kedua
menemui kegagalan. Kedua, mem- pendapat tersebut dapat disimpulkan
berikan motivasi dalam aktivitas bahwa komponen-komponen pendi-
pendidikan. Pada dasarnya tujuan dikan terdiri atas (1) tujuan, (2)
pendidikan merupakan nilai-nilai peserta didik, (3) pendidik, (4)
yang ingin dicapai dan diinterna- metode, (5) isi, dan (6) lingkungan.
lisasikan pada anak atau subjek didik. Hal berbeda diungkapkan oleh Tafsir
Ketiga, merupakan keriteria atau (1995:100). Ia berpendapat bahwa
ukuran dalam evaluasi pendidikan. komponen yang terlibat dalam
Pendidikan bukan aktivitas yang pendidikan setidaknya ada sepuluh,
serampangan, tetapi sarat dengan yaitu (1) tujuan pendidikan, (2) pen-
tujuan (Anderson t. t. :155). Secara didik, (3) peserta didik, (4) alat-alat
ideal, proses pendidikan bertujuan pendidikan, dan (5) kegiatan. Alat
"menciptakan" sumber daya manusia pendidikan dirinci lagi (6) kurikulum
yang berkualitas, mulai dari kualitas atau bahan ajar, (7) metode penga-
jasmaniyah (fisikal-biologis), kete- jaran, (8) evaluasi, (9) pembiyayaan
rampilan, etos kerja, intelektual, atau gaji, dan (10) peralatan berupa
emosional, sosial, ekonomi, sampai benda.
386 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

Semua komponen tersebut harus sehat, bertanggung jawab, cinta


saling berinteraksi. Meskipun ada ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkor-
pandangan bahwa faktor pendidiklah ban, pemberani, dapat dipercaya,
yang paling utama menentukan jujur, menepati janji, adil, rendah
keberhasilan sebuah pendidikan; na- hati, dan nilai-nilai lainnya. Individu
mun sesungguhnya semua kom- juga memiliki kesadaran untuk ber-
ponen yang terlibat memiliki peran buat yang terbaik atau unggul, dan
masing-masing untuk mewujudkan individu juga mampu bertindak se-
pendidikan yang baik. Pendidikan suai potensi dan kesadarannya
karakter juga demikian. Pendidikan tersebut.
karakter akan berjalan dengan baik Karakter dikembangkan melalui
jika semua komponen yang terlibat tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan
mampu berelasi dan berinteraksi kebiasaan. Karakter tidak terbatas
secara baik. Yang dimaksud dengan pada pengetahuan saja. Seseorang
keterlibatan di sini adalah masing- yang memiliki pengetahuan kebaik-
masing komponen harus melakukan an belum tentu mampu bertindak
tugas sesuai dengan fungsi dan sesuai dengan pengetahuannya, jika
kewenangannya. Tentu ini berlaku tidak terlatih (menjadi kebiasaan)
pada komponen yang berupa manu- untuk melakukan kebaikan tersebut.
sia. Komponen nonmanusia, peran Karakter juga menjangkau wilayah
dan tugasnya juga dilakukan oleh emosi dan kebiasaan diri. Dengan
manusia sesuai dengan job discrip- demikian, diperlukan tiga komponen
tion-nya. Orang-orang yang terlibat karakter yang baik (components of
dalam proses pendidikan ini haruslah good character) yaitu moral knowing
orang-orang yang mau dan mampu (pengetahuan tentang moral), moral
memerhatikan prinsip keteladanan feeling atau perasaan (penguatan
seperti telah diuraikan pada bagian emosi) tentang moral, dan moral
sebelumnya. Orang-orang yang action atau perbuatan bermoral. Hal
layak diteladani itulah yang akan ini diperlukan agar peserta didik dan
mampu mewujudkan pendidikan atau warga sekolah lain yang terlibat
karakter secara baik. Orang yang dalam sistem pendidikan tersebut
layak diteladani adalah orang-orang sekaligus dapat memahami, merasa-
yang perilakunya sesuai dengan kan, menghayati, dan mengamalkan
norma-norma yang berlaku, yang (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan
dalam masyarakat dikenal dengan (moral) (Depdiknas 2009:19).
insan berkarakter mulia. Pendidikan membutuhkan peren-
Karakter mulia berarti individu canaan yang matang agar bisa
memiliki pengetahuan tentang poten- mencapai tujuan yang telah
si dirinya, yang ditandai dengan dititipkan. Peran perencanaan men-
nilai-nilai seperti reflektif, percaya jadi sentral karena dari sanalah
diri, rasional, logis, kritis, analitis, semua proses pendidikan dimulai.
kreatif dan inovatif, mandiri, hidup Pendidikan ka-rakter demikian juga,
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 387

dimulai dari perencanaan yang sekitar seribu pengemudi becak


matang. Namun, perencanaan yang berkumpul di alun-alun utara keraton
matang saja ter-nyata juga tidak Yogyakarta. Pihak Korlantas Polri
cukup. dan pemerintah daerah sengaja
Perencanaan ini harus dilaksana- mengumpulkan masyarakat penarik
kan dan dikawal oleh pribadi-pribadi becak untuk diberikan sosialiasi
yang layak diteladani sehingga pen- tentang pentingnya keselamatan
didikan karakter dapat berjalan berlalu lintas. Becak dipandang perlu
dengan baik. Johnson mengatakan untuk menaati peraturan lalu lintas,
“No matter how brilliant your plan, it lantaran di Yogyakarta, jumlahnya
won't work if you don't set an exam- lebih banyak daripada di daerah lain.
ple”. Sebagus apa pun perencanaan Kegiatan yang diberi label “Apel
pendidikan karakter yang kita buat; Cinta” itu menjadi saksi betapa antu-
hal itu tidak akan berhasil jika tidak siasnya para pengemudi becak untuk
dibarengi dengan keteladanan. Inilah menjalankan pesan Kakorlantas.
pentingnya keteladanan dalam pen- Menurut Kapolda DIY pada waktu
didikan karakter. Dalam istilah lain itu, dalam catatan jumlah kecelaka-
bisa disebutkan bahwa keteladanan an, di Yogyakarta, becak termasuk
sesungguhnya merupakan roh pendi- kategori kendaraan dengan zero
dikan karakter. accident. Artinya, tidak pernah
Pengembangan pendidikan ka- terjadi kecelakaan.
rakter di Akpol tidak bisa lepas dari Peristiwa tersebut memperlihat-
prinsip-prinsip keteladanan secara kan kepada kita betapa untuk menela-
umum tersebut. Keteladanan tidak dani sikap taat lalu lintas kita bisa
harus dimulai dari pucuk pimpinan mulai, justru, dari tukang becak.
lembaga pendidikan. Keteladanan Sementara jenis kendaraan yang lain
bisa dimulai dari mana saja. Artinya, banyak menorehkan catatan kece-
siapa pun kita, berada dalam posisi lakaan, becak justru sebaliknya,
apa pun kita, memiliki tanggung tercatat tidak pernah terjadi kecelaka-
jawab serta kewenangan sekecil apa an. Keteladanan dari para tukang
pun kita; jiwa keteladanan harus kita becak ini menjadi catatan penting
pupuk sendiri. Paling tidak kita harus bagi Polda DIY tentang tertib berlalu
menjadi teladan bagi diri kita sendiri. lintas. Tertib berlalu lintas adalah
Dengan demikian, mencari ketela- salah satu karakter yang harus kita
danan tidak harus melihat ke atas. kembangkan pada masyarakat luas,
Masyarakat yang secara sosial di termasuk di dalamnya pada taruna
bawah kita pun bisa menjadi teladan Akpol. Maka, berangkat dari peristi-
yang baik bagi kita. wa itu, pendidikan karakter di Akpol
Di Yogyakarta tahun 2012 pernah yang di dalamnya menuntut adanya
ada pengalaman menarik berkaitan keteladanan, harus dilaksanakan oleh
dengan keteladanan ini. Tepatnya semua komponen yang ada.
pada hari Selasa, 13 November 2013 Pelaksanaan pendidikan karakter
388 Bambang Pristiwanto, Menjadikan Keteladanan sebagai Roh Pendidikan Karakter di Akpol ...

di sini dalam arti siapa pun yang ada didikan karakter adalah berlomba-
di dalamnya harus siap menjadi tela- lomba menjadikan diri kita sebagai
dan bagi diri dan pihak lain, serta siap teladan bagi orang lain. Meskipun
meneladani orang lain. tampaknya keteladanan itu berat
untuk kita wujudkan, tetapi selama
E. PENUTUP ada kemauan yang gigih dari masing-
Pendidikan karakter dan ketela- masing orang, pendidikan karakter
danan merupakan dua sisi mata uang melalui keteladanan tidak mustahil
yang dalam implementasinya tidak kita wujudkan.
bisa dipisahkan. Pendidikan karakter Pembangunan pendidikan karak-
tidak akan berhasil jika tidak disertai ter tidak bisa dilakukan oleh satu
keteladanan di dalamanya. Kete- pihak saja. Di Akademi Kepolisian,
ladanan tidak harus bersifat vertikal misalnya, pembangunan pendidikan
dari atas ke bawah, tetapi dapat dari karakter harus dilaksanakan ber-
berbagai arah. Siapa pun bisa men- sama-sama. Semua komponen dalam
jadi teladan bagi orang lain selama ia sebuah lembaga harus berperan se-
memiliki karakter baik yang layak mua sesuai dengan kapasitas, posisi,
diteladani. Oleh karena itu, semangat tanggung jawab, dan kewenangan-
yang harus ditumbuhkan dalam pen- nya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2008. Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme


Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdiknas. 2009. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama. Jakarta: Depdiknas.
http://my. opera. com/tribrata2/blog/tribrata-polri-catur-prasetya. Diakses
tanggal 3 Mei 2013.
http://warok. web. id/pandangan-humanistik-tentang-hakikat-manusia. Diakses
tanggal 3 Mei 2013.
http://id. shvoong. com/social-sciences/education/2238199-pengertian-
keteladanan/#ixzz2kfw17F3G
http://www. aleosoft. com.
Karuk, Mujiarto. “Polisi yang Humanis. ” Diakses dari http://www. metro.
polri. go. id/kemitraan-polri/polisi-yang-humanis tanggal 3 Mei 2013.
Kemdiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Kemdiknas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 389

Penyelenggaraan Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013


tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Balai
Pustaka.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2005. Diperbanyak oleh Penerbit Media Centre
Surabaya.
Yaumi, Muhammad. 2010. “Pentingnya Keteladanan Guru dalam Membentuk
Karakter Anak Bangsa”. Makalah dalam Seminar Pendidikan di
Universitas Islam Negeri Alauddin.
PENDIDIKAN KARAKTER
PADA PROGRAM STUDI STRATA SATU TERAPAN KEPOLISIAN
GUNA MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI AKPOL DALAM
RANGKA MEWUJUDKAN PRIMA POLRI
Oleh Andre Resep1

Abstrak
Ada dua perubahan mendasar yang seyogiyanya dilakukan dengan sungguh-
sungguh oleh Akpol. Pertama adalah perubahan program studi Akpol dari tingkat
Diploma-3 menjadi Strata-1 Terapan Kepolisian. Kedua adalah pembangunan
program pendidikan karakter dan pendidikan berkarakter untuk menghasilkan
perwira Polri yang berkarakter. Pancasila menjadi sumber karakter. Akpol
mengkris-talisasi seluruh nilai-nilai luhur dalam Doktrin Polri 'Tata Tentrem Kerta
Raharja', Pedoman Hidup 'Tribrata', Pedoman Kerja 'Catur Prasetya' dan Filosofi
Pendidikan “Mahir, Terpuji dan Patuh Hukum' serta sumber nilai lainnya menjadi
dua belas (12) nilai karakter unggulan taruna sebagai peserta didik Akpol, yaitu: 1)
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Cinta Tanah Air; 3)
Demokratis; 4)Disiplin; 5) Kerja Keras dan Cerdas; 6) Profesional; 7)Sederhana;
8)Berempati; 9) jujur; 10) Adil; 11) Teladan; dan 12) Berintegritas. Nilai-nilai
karakter tersebut diintroduksi ke dalam tiga strategi pendidikan karakter di Akpol,
yaitu pendekatan komprehensif (holistik); pendekatan pembelajaran terintegrasi;
dan pendekatan pengembangan kultur sekolah. Pendidikan karakter secara holistik
menjadi salah satu sarana internasilasi nilai-nilai luhur, dalam hal ini dua belas (12)
nilai karakter dalam pengembangan budaya organisasi Akpol. Budaya organisasi
Polri, yaitu budaya pelayanan dalam wujud pelayanan prima kepolisian pada
masyarakat sebagai outcome pendidikan banyak ditentukan oleh keberhasilan
internalisasi nilai-nilai dua belas karakter melalui pendidikan karakter dan
pendidikan berkarakter di Akpol.

Kata kunci: pendidikan karakter, karakter unggul taruna, strategi pendidikan


karakter, pelayanan prima.

A. PENDAHULUAN angun suatu ancaman dalam kehi-


“Terdapat sebuah keyakinan dupan bermasyarakat” (Roosevelt
yang begitu dalam dari para pendiri dalam Wamaungo, 2012).
negeri ini bahwa sebuah republik Perubahan adalah keharusan dan
hanya dapat berhasil jika memiliki kebutuhan dalam konteks pengem-
warga negara yang berkarakter baik” bangan diri dan organisasi. Berubah
(Bellah dalam Wamaungo, 2012). adalah wujud sikap revolusioner
“Mendidik seseorang hanya untuk berganti arah. “Tak peduli berapa
berpikir dengan akal tanpa disertai jauh jalan salah yang anda jalani,
pendidikan moral berarti memb- putar arah sekarang juga” (Kasali,
1) AKBP Dr. Andre Resep KP., SH., M.Sc., Dosen Akpol
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 391

2010). Perkembangan masyarakat negara terkorup. Walau pun Polri


menuntut Akademi Kepolisian selalu tampil percaya diri dengan
(Akpol), dan semua lembaga pendi- upaya reformasi dengan cetak biru
dikan pembentukan dan pengemb- reformasi dan peta jalan (road map)
angan Polri lainnya, harus berubah. berbenah diri, perilaku korup dan
Kalau Akpol dan semua lembaga sakit sejumlah petinggi dan anggota
pendidikan perlu berubah, maka mau polisi mengindikasikan bahwa belum
tidak mau Polri pun juga harus terjadi perubahan budaya yang
berubah. Tidak mungkin Akpol signifikan dalam organisasi Polri.
berubah kalau Polri tidak berubah Perubahan kultural Polri belum
karena Akpol dan Polri tidak sekedar terjadi secara berarti dan masih
mempunyai hubungan struktural sekedar tekad dan slogan serta kata-
organisatoris. Lebih dari itu, kedua- kata indah.
nya mempunyai hubungan kultural Ada dua perubahan mendasar
yang saling mempengaruhi. Perubah- yang seyogiyanya dilakukan dengan
an Akpol dan Polri menjadi suatu sungguh-sungguh oleh Akpol.
keniscayaan kalau tidak mau sema- Pertama adalah perubahan program
kin terpuruk dilindas perubahan itu studi Akpol dari tingkat Diploma-3
sendiri. menjadi Strata-1 Terapan Kepolisian.
Polri sebenarnya sudah meng- Kedua adalah pembangunan pro-
agendakan perubahan organisasi gram pendidikan karakter dan pendi-
sejak awal reformasi yang ditandai dikan berkarakter untuk menghasil-
dengan dipisahkannya Polri dari kan perwira Polri yang berkarakter.
TNI. Perubahan mendasar berikut- Dalam konteks ini, Akpol dan Polri
nya adalah dipisahkannya Akpol dari mutlak perlu bersinerji dalam mem-
AKABRI yang ditindaklanjuti dengan bangun budaya organisasi dan
penyusunan kurikulum Akpol man- budaya pendidikan yang kondusif
diri sebagai lembaga pencetak agar dapat menunjang pencapaian
anggota polisi sipil. Langkah- standar pelayanan prima yang sudah
langkah strategis Polri selanjutnya dicanangkan selama ini.
adalah menyusun Buku Biru Refor- Akpol dan Polri sudah memulai
masi, Grand Strategy dan reformasi kedua perubahan mendasar tersebut
birokrasi Polri. Namun setelah lebih di atas. Pertama, setelah berubah-
satu dekade reformasi, Polri masih ubah kurikulum berkali-kali selama
merupakan salah satu lembaga satu dekade terakhir ini dalam rangka
392 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

mencari bentuk mapan pendidikan dan tuntutan kemajuan zaman harus


yang paling sesuai bagi calon polisi, dipenuhi dalam rangka menunjang
pada tahun 2013, program pendi- keberadaan dan kiprah polisi me-
dikan Akpol telah resmi berubah dari ngemban tugas-tugas pokoknya
program Diploma 3 yang diselingi memelihara kamtibmas, menegak-
program Strata 1 Sains Kepolisian kan hukum, melindungi, mengayomi
(STIK-PTIK di luar Domisili untuk dan melayani masyarakat. Pertama,
dua angkatan) menjadi program secara yuridis formal, Undang-
Strata 1 Terapan Kepolisian. Program undang mengamanatkan bahwa
Strata 1 Terapan Kepolisian telah seorang penyidik Polri haruslah
direstui oleh Pimpinan Polri dan seorang perwira dan sekaligus
Dirjen Dikti Kementerian Pendidik- mempunyai tingkat pendidikan
an dan Kebudayaan berupa izin ope- sarjana strata satu. Kenyataannya
rasional dengan status Akreditasi C. selama ini, sebagian besar penyidik
Tahun ini juga telah diajukan segala Polri belum mendapatkan tingkat
persyaratan untuk mendapatkan pendidikan sarjana. Bila hanya
status Akreditasi A dan sedang dalam mengandalkan STIK-PTIK untuk
proses penilaian Badan Akreditasi menjadikan semua penyidik Polri
Nasional Perguruan Tinggi (BAN sarjana, waktunya akan sangat lama
PT). Kedua adalah perubahan fokus sekali karena akomodasi STIK-PTIK
penekanan ranah pendidikan bagi relatif kecil sekali setiap tahun.
taruna sebagai peserta didik dari Kedua, pihak pengguna lulusan
aspek kognitif dan psikomotorik Akpol (Kepolisian Wilayah) selama
(hard skills) menjadi aspek afektif ini menganggap bahwa lulusan
(soft skills). Perubahan tersebut Akpol belum siap pakai ketika
diwujudkan dalam bentuk pendidik- mereka bertugas di lapangan. Mereka
an karakter dan pendidikan berkarak- belum memiliki ketrampilan (psiko-
ter pada program Strata 1 Terapan motorik atau hard skill) yang mema-
Kepolisian dalam rangka memben- dai ketika dihadapkan dengan ber-
tuk lulusan, anggota dan perwira bagai macam permasalahan nyata
polisi, yang tidak sekedar cerdas, dalam konteks pelaksanaan tugas
tetapi terutama berkarakter. pokok kepolisian. Bila dirunut ke be-
Kedua perubahan tersebut di atas lakang, hal tersebut kiranya berkaitan
menjadi sangat relevan ketika per- erat dengan sistem pendidikan nasio-
kembangan dinamika masyarakat nal (sisdiknas), termasuk sistem pen-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 393

didikan Polri sebagai pendidikan tentang pendidikan karakter dan


kedinasan dan merupakan bagian pendidikan berkarakter dalam rangka
integral dari sisdiknas, yang lebih menemukan mata rantai yang hilang
mengutamakan pengembangan ra- tersebut. Dalam konteks serupa,
nah kognitif peserta didik dibanding- Akpol mengintegrasikan pendidikan
kan dengan ranah psikomotorik karakter dan pendidikan berkarakter
mereka. dengan pendekatan terpadu melalui
Permasalahan lain yang dihadapi program pembelajaran, pelatihan dan
bangsa, termasuk Polri, dewasa ini pengasuhan yang diharapkan dapat
adalah dekadensi dan krisis moral mengembangkan hard skill dan soft
anak bangsa. Sikap dan perilaku skill taruna peserta didik Akpol.
korup, kolutif, dan nepotis serta tidak Hal tersebut di atas tentu tidak
bermoral para pejabat penyelenggara terlepas dari profil lulusan sebagai
negara, termasuk anggota Polri, wujud konkrit visi, misi dan tujuan
sudah pada tingkat kritis. Kebera- pendidikan. Akpol sebagai salah satu
daan dan kelangsungan kehidupan unit pendidikan Polri yang sangat
berbangsa dan bernegara sudah pada strategis (karena lulusannya adalah
taraf tidak bermartabat. Negara dan calon-calon pimpinan Polri di semua
lembaga-lembaganya menjadi salah jenjang kepemimpinan organisasi)
satu terkorup di dunia. Hal ini sudah dengan kurikulum Program S-1
barang tentu tidak terlepas dari Terapan Kepolisian merumuskan
permasalahan dunia pendidikan. profil lulusannya sebagai berikut:
Pertanyaan kritis dan reflektif dalam Inspektur Polisi Dua (Ipda) yang
konteks ini sudah barang tentu berkualifikasi:
menyangkut peran pendidikan dalam 1. Pemimpin yang berkarakter me-
mengembangkan kecerdasan emo- lindungi, mengayomi, dan mela-
sional (afektif) atau soft skill peserta yani dengan berlandaskan Tribrata
didik. Para akademisi dan praktisi dan Catur Prasetya.
pendidikan mulai membicarakan the 2. Manajer lini terdepan yang mahir
missing link atau mata rantai yang dalam pemecahan masalah ma-
hilang dalam kontinuum proses syarakat.
perkembangan peserta didik dalam 3. Pemelihara keamanan dan keter-
memenuhi tugas perkembangan tiban masyarakat serta penegak
mereka menjadi manusia seutuhnya. hukum yang terpuji dalam melaksa-
Mereka mulai sibuk membicarakan nakan tugas pokok Polri.
394 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

4. Penyelidik dan penyidik Polri kebermanfaatan (sosiologis) dan


yang patuh hukum. keadilan (filosofis). Ketauladanan
5. Perwira Polri yang menjadi taula- mencerminkan adanya sifat atau
dan, memiliki kesamaptaan yang watak unggulan yang layak untuk
prima, sehat dan cerdas secara spiri- ditiru. “Kesamaptaan yang prima dan
tual, intelektual, dan emosional. sehat” menunjukkan kesiapan untuk
Profil dan kualifikasi lulusan menerapkan karakter “bekerja keras
Akpol sarat dengan kandungan dan cerdas”. Dan sebenarnya masih
moralitas, nilai-nilai dan karakter banyak nilai dan karakter yang secara
yang sangat mulia. Dari aspek implisit terkandung dalam rumusan
moralitas, nilai-nilai dan karakter profil lulusan tersebut.
mulia, profil dan kualifikasi lulusan Berdasarkan latar belakang
unit-unit pendidikan Polri lainnya tersebut di atas, permasalahan yang
mempunyai bobot yang lebih kurang ingin didalami dalam tulisan ini
sama. Sebagai contoh, lulusan adalah bagaimana pendidikan karak-
berkualifikasi 'pemimpin yang ber- ter pada program studi strata satu
karakter melindungi, mengayomi terapan kepolisian dapat membangun
dan melayani' sudah barang tentu budaya organisasi Akpol yang
haruslah seseorang yang berani, kondusif dan pada gilirannya
berdisiplin, berempati, berintegritas, mendukung perwujudan pelayanan
jujur dan ikhlas, sederhana, mau prima polisi pada masyarakat.
bekerja keras dan cerdas serta ber-
tanggung jawab. “Berlandaskan Tri- B. PENDIDIKAN KARAKTER
brata dan Catur Prasetya mengisya- 1. Tinjauan Filosofis
ratkan kandungan nilai-nilai ke- “Filsafat pendidikan sebagai
imanan dan takwa kepada Tuhan filsafat terapan, mencoba mengkaji
Yang Maha Esa, kecintaan pada ta- masalah pendidikan, mencari jawab-
nah air, keikhlasan dan jiwa an yang mendalam tentang apa haki-
melayani. “Mahir dalam pemecahan kat pendidikan, mengapa pendidikan
masalah” mengasumsikan adanya diperlukan dan bagaimana sebaiknya
karakter profesionalisme yang tinggi. pendidikan itu dilakukan” (Satmoko,
“Terpuji” mengindikasikan adanya 1999: 97). Nilai-nilai fundamental
karakter ketauladanan. “Patuh hu- Pancasila telah digali dan dikris-
kum” berarti mempunyai nilai talisasi dari nilai sosio-kultural kehi-
kepastian hukum (yuridis formal), dupan bangsa Indonesia sendiri sela-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 395

ma berabad-abad. Setelah Indonesia otoriter menempatkan manusia seba-


merdeka, Pancasila ditempatkan gai mahkluk sosial. Manusia sebagai
secara formal pada posisi yang sangat satu individu tidak mendapat tempat.
mulia sebagai filsafat negara, dasar Dengan kata lain, dalam kedua pan-
negara, sumber segala hukum, way of dangan ini, jati diri manusia yang se-
life, pandangan hidup, sekaligus se- sungguhnya tidak terakomodasi
bagai landasan dan filsafat pendidik- secara berimbang.
an Indonesia. “Di dalam pembukaan Nilai-nilai Pancasila meman-
UUD 1945, tersimpul cita-cita atau dang, mendudukkan dan memper-
tujuan nasional atau hasrat luhur lakukan manusia Indonesia sebagai
rakyat Indonesia yang merupakan mahluk integral. Manusia adalah
perwujudan jiwa dan nilai Pancasila, mahluk yang utuh sebagai satu
yakni untuk mencerdaskan kehidup- individu. Sosok manusia Indonesia
an bangsa”. adalah pribadi yang dilahirkan leng-
Manusia adalah subjek dari pen- kap dengan hak-hak dan kewajiban-
didikan. Dengan kata lain, manusia nya sebagai individu. Dia juga memi-
merupakan pusat dari seluruh upaya liki kesadaran diri dengan segala
pendidikan. Secara filosofis, kita potensi diri yang siap berkembang
diajak untuk merenungkan dan dan dikembangkan menjadi manusia
mempertanyakan siapa sebenarnya yang unik, berbeda dengan manusia
manusia sebagai subjek pendidikan. lain. Namun disamping itu, manusia
“Ciri-ciri kemanusiaan yang nampak Indonesia juga adalah mahluk sosial
dari Pancasila ialah: integral, etis dan yang hidup bersama dengan sesama
religius” (Poespowardoyo dalam manusia lainnya secara harmonis.
Satmoko, 1999: 98). Dia tidak mungkin bisa hidup sendiri
a. Makhluk Integral tanpa bantuan orang lain. Dia bisa
Ajaran liberalisme mendudukkan bertumbuh dan berkembang secara
manusia terutama sebagai bebas sehat menjadi manusia dewasa justru
merdeka. Kehidupan dan kebebasan dalam relasinya dengan sesama
manusia sebagai individu tidak boleh manusia. Harkat dan martabat manu-
dikekang oleh siapa pun, termasuk sia Indonesia sebagai mahluk indivi-
oleh negara. Ada batas yang jelas dual sekaligus sebagai mahluk sosial
dimana negara tidak boleh masuk ke diakui dan diakomodasi secara
dalam wilayah individu seseorang. terhormat.
Sebaliknya pandangan sosialisme Manusia juga dipandang sebagai
396 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

keutuhan entitas jiwa raga. Sangat lah kebebasan yang bertanggung


berbahaya jika manusia hanya jawab.
dipandang sebagai mahluk yang Manusia tidak hidup di ruang
mempunyai raga tanpa memperhi- hampa nilai. Dia hidup dengan sesa-
tungkan aspek jiwanya. Demikian manya dalam komunitas di tengah
juga sebaliknya, manusia hidup di masyarakat. Dia mempunyai kehor-
dunia yang berwujud nyata secara matan diri dan dia juga harus menga-
fisik sehingga manusia tidak cukup kui serta menghargai kehormatan diri
hanya dipandang dan diperlakukan orang lain. Tidak ada pilihan lain, dia
secara kejiwaan semata. Manusia harus berrelasi dan berinteraksi
adalah mahluk yang utuh jiwa dan dengan sesamanya. Untuk itu, dia
raganya. Demikian pun, manusia harus menjunjung tinggi etika, nilai-
Indonesia adalah mahluk material nilai kesopanan, tata krama, norma-
dan sekaligus rohani. Ini mengajar- norma yang hidup dan berkembang
kan kepada kita untuk memperla- di tengah masyarakat, yang semua-
kukan manusia sebagai mahluk yang nya bersumber dan merujuk pada
secara horizontal hidup dengan sesa- Pancasila sebagai sumber segala nilai
ma manusia di dunia ini, sekaligus dan hukum Indonesia.
secara vertikal berrelasi dengan Sang c. Makhluk Religius
Penciptanya. “Sila pertama Pancasila mene-
b. Makhluk Etis gaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha
“Pancasila adalah falsafah nega- Esa melekat pada hakekat manusia,
ra, sebagai konsekuensinya maka maka pandangan kemanusiaan Pan-
kehidupan kenegaraan seperti pendi- casila adalah paham manusia reli-
dikan harus taat kepada norma yang gius” (Satmoko, 1999: 99). Pancasila
selaras dengan Pancasila. Ia merupa- mengakomodasi nilai-nilai religio-
kan nilai-nilai moral yang menjadi sitas dan kebebasan beragama bagi
pedoman tindakan bagi seluruh setiap manusia Indonesia “. . . karena
bidang kenegaraan” (Satmoko, 1999: kebebasan agama itu langsung ber-
99). Manusia Indonesia tidak seyog- sumber kepada martabat manusia
yanya mendewakan kebebasan se- sebagai makhluk ciptaan Tuhan”.
perti manusia di negara liberal, hidup Tiga ciri manusia Indonesia ini
dengan gaya sebebas-bebasnya. Ke- mewarnai sekaligus diakomodasi
bebasan yang dikembangkan di Indo- dalam Sistem Pendidikan Nasional
nesia yang berazaskan Pancasila ada- (Sisdiknas) Indonesia, yang berlan-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 397

daskan Pancasila. Keterkaitannya 12)Berintegritas.


dengan pendidikan karakter, Panca- 2. Tinjauan Kultural
sila dengan kelima silanya mem- Reformasi kultural Polri relatif
punyai 36 butir nilai luhur yang bisa yang paling sulit diwujudkan diban-
memperkaya setiap manusia Indone- dingkan dengan reformasi struktural
sia dengan karakter mulia. Sisdiknas dan instrumental. Mengubah sikap
mengkristalisasi ke-36 butir nilai dan perilaku menyimpang dan korup
Pancasila tersebut menjadi delapan serta melanggar hukum sudah barang
belas (18) karakter yang perlu tentu tidak mudah dilakukan karena
diinternalisasi oleh setiap peserta sudah menjadi kebiasaan dan 'mem-
didik untuk mengoptimalkan per- budaya'. Perilaku sedemikian dari
kembangan kepribadiannya menjadi sejumlah anggota merusak budaya
manusia Indonesia melalui proses organisasi Polri, padahal budaya
pendidikan. Akpol mengkristalisasi organisasi Polri harus ada sebagai
seluruh nilai-nilai luhur dalam wadah bekerja segaligus mening-
Doktrin Polri 'Tata Tentrem Kerta katkan kualitas manusia dengan
Raharja', Pedoman Hidup 'Tribrata', nilai-nilai yang dikembangkan. Bu-
Pedoman Kerja 'Catur Prasetya' dan daya organisasi mempunyai peran
Filosofi Pendidikan “Mahir, Terpuji yang sangat signifikan dan deter-
dan Patuh Hukum' serta sumber nilai minan dalam pembinaan kualitas diri
lainnya menjadi dua belas (12) nilai anggota.
karakter ung-gulan taruna sebagai Menurut Robbins (1991: 509),
peserta didik Akpol, yaitu: budaya memiliki sejumlah fungsi
1) Beriman dan bertakwa kepada dalam suatu organisasi. Pertama, bu-
Tuhan Yang Maha Esa; daya mempunyai fungsi pembatas
2) Cinta Tanah Air; yang tegas; budaya membuat satu
3) Demokratis; organisasi berbeda dengan oganisasi-
4) Disiplin; organisasi lainnya. Kedua, budaya
5) Kerja Keras dan Cerdas;l memberi identitas khusus dan khas
6) Profesional; bagi anggota organisasi. Ketiga,
7) Sederhana; budaya mewujudkan suatu komit-
8) Berempati; men yang jauh lebih besar daripada
9) Jujur; sekedar kepentingan pribadi anggota
10)Adil; organisasi. Keempat, budaya me-
11) Teladan; ningkatkan stabilitas sistem sosial
398 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

yang berlaku dalam suatu organisasi. organisasi yang menurut Robbins


Budaya berperan sebagai perekat (1991: 510) adalah sebagai “. . . a
dengan seluruh komponen organisasi system of shared meaning held by
dengan membuat standar-standar members that distinguishes the
perilaku yang sesuai bagi semua organization from other organi-
anggota. Kelima, budaya berperan zations”. Suatu sistem makna yang
mengontrol mekanisme dan pembuat diterima oleh seluruh anggota yang
aturan main yang bisa menjadi membedakan organisasi mereka dari
pedoman dan pembentuk sikap dan organisasi-organisasi lainnya terse-
perilaku semua anggota organisasi. but adalah ciri-ciri khas utama yang
Dengan kata lain, budaya mengem- dijunjung dan dinilai tinggi oleh
bangkan asumsi-asumsi, pengertian, organisasi. Lebih lanjut dijelaskan
dan aturan-aturan yang mengikat bahwa ada tujuh ciri utama yang
seluruh anggota organisasi. Anggota secara keseluruhan menjadi kan-
lama, baik unsur pimpinan maupun dungan dari budaya organisasi.
anggota, harus mengikuti aturan dan a. Resiko dan pengambilan resiko
kebiasaan yang sudah diterima bila yaitu sejauh mana para anggota
tidak ingin dikucilkan dari kelom- diberi keleluasaan untuk berinovasi
pok. Demikian pun juga anggota baru dan mengambil resiko.
perlu memperlajari, menerima dan b. Memperhatikan detil yaitu sejauh
menginternalisasi semua nilai-nilai mana anggota diharapkan bisa
yang dikembangkan sebelum bisa menampilkan presisi, melakukan
diterima sebagai anggota penuh analisis dan memperhatikan detil
dalam suatu organisasi. pekerjaan.
Peran budaya semakin penting c. Berorientasi hasil yaitu sejauh
dewasa ini, khususnya dalam organi- mana unsur pimpinan berorien-
sasi besar, yang di samping dibutuh- tasi pada hasil daripada pada proses
kan aturan yang jelas, juga dibutuh- dan teknik melakukan pekerjaan.
kan kesadaran bersama akan nilai- d. Berorientasi pada manusia yaitu
nilai luhur yang disepakati untuk sejauh mana unsur pimpinan
dijunjung tinggi. Budaya yang dipan- memperhitungkan dampak keputus-
dang sebagai 'nilai-nilai' yang diteri- an-keputusan yang diambil terhadap
ma bersama seluruh anggota menjadi manusia-manusia yang ada dalam
perekat seluruh komponen orgnisasi. organisasi.
Ini yang disebut sebagai budaya e. Berorientasi pada tim kerja yaitu
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 399

sejauh mana tugas-tugas diatur Pedoman Hidup Tri Brata dan


untuk dikerjakan dalam kerja sama Pedoman Kerja Catur Prasetya
tim daripada secara individual. dengan semua kandungan nilainya
f. Agresivitas yaitu sejauh mana mewarnai dan menjadi budaya
seluruh anggota menunjukkan organisasi Polri. Bila kedua belas
semangat tinggi dan jiwa berkom- nilai karakter Akpol yang dikrista-
petisi daripada sekedar jalan apa lisasi dari semua nilai Polri yang ada
adanya. diangkat menjadi nilai-nilai luhur di
g. Stabilitas yaitu sejauh mana lembaga pendidikan Polri, maka
kegiatan organisasi menekankan nilai-nilai itulah yang mewarnai dan
pentingnya memelihara statusquo menjadi budaya organisasi pendidik-
dibandingkan dengan pertumbuhan. an Polri.
Ini adalah gambaran ciri-ciri umum 3. Konsep Pendidikan Karakter
nilai-nilai yang diutamakan dalam a. Hakikat Pendidikan Karakter
suatu organisasi, yang pada giliran- Sebelum mendalami konsep
nya menjadi budaya organisasi. pendidikan karakter, kiranya perlu
Gambaran budaya organisasi disepakati makna karakter yang
tertentu dapat dilihat dari tinggi sering dicampur-adukkan dengan
rendahnya komitmen setiap dan nilai. Nilai, yang dalam bahasa Latin
seluruh anggota organisasi dalam disebut vale're, adalah “sesuatu yang
memberi nilai pada ketujuh ciri dipandang baik, bermanfaat dan
tersebut di atas yang menggam- paling benar menurut keyakinan se-
barkan nilai tertentu. Dengan kata seorang atau sekelompok orang.
lain, pertanyaannya dapat dirumus- Nilai adalah kualitas suatu hal yang
kan sebagai berikut: sejauh mana menjadikan hal itu disukai, diingin-
nilai-nilai tersebut bisa menjadi nilai kan, dikejar, dihargai, berguna dan
bersama seluruh anggota organisasi. dapat membuat orang yang meng-
Gambaran itulah yang menjadi hayatinya menjadi bermartabat”
budaya dari suatu organisasi. (Adisusilo, 2012:56). Menurut Stee-
Polri sebagai suatu organisasi man (Eka Darmaputera) dalam Adi-
besar sudah barang tentu mempunyai susilo (2012), nilai adalah “sesuatu
budaya organisasi yang mewarnai yang dijunjung tinggi, yang dapat
seluruh kegiatan, tugas dan tindakan mewarnai dan menjiwai tindakan
serta perilaku setiap anggota. Doktrin seseorang. ” Ahli pendidikan nilai
Polri Tata Tentrem Kerta Raharja, dari Amerika Serikat, Raths, Harmin
400 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

dan Simon (Cheppy, 1988) dalam melekat pada seseorang (Dumadi,


Adisusilo (2012: 59) mengatakan 1955 dalam Adisusilo, 2012: 76).
bahwa nilai itu merupakan panduan Lebih lanjut dijelaskan bahwa “Wa-
umum untuk membimbing tingkah tak sebagai sifat seseorang dapat
laku dalam rangka mencapai tujuan dibentuk, artinya watak seseorang,
hidup seseorang. Kalven (Hall, 1982) dapat berubah, kendati watak mengan-
dalam Adisusilo (2012) mengatakan dung unsur bawaan (potensi inter-
bahwa nilai mempunyai banyak nal), yang setiap orang dapat ber-
peranan penting dalam hidup beda. Namun, watak amat dipenga-
manusia sebagai pegangan hidup, ruhi oleh faktor eksternal, yaitu ke-
pedoman penyelesaian konflik, luarga, sekolah, masyarakat, ling-
motivasi dan arah hidup manusia kungan pergaulan, dan lain-lain. ”
agar manusia bisa hidup lebih baik. Zuchdi dalam Adisusilo (2012:
Seorang ahli pendidikan dari 77) “. . . memaknai watak (karakter)
Australia, Hill (1991) dalam Susilo sebagai seperangkat sifat-sifat yang
(2012) mengatakan bahwa nilai selalu dikagumi sebagai tanda-tanda
adalah keyakinan yang dianut seseo- kebaikan, kebijakan, dan kematang-
rang yang dijunjung tinggi dan an moral seseorang. . . . tujuan
diutamakan dalam mengarahkan pendidikan watak adalah mengajar-
hidupnya. Lebih lanjut, Hill menga- kan nilai-nilai tradisional tertentu,
takan bahwa ada tiga tahapan nilai nilai-nilai yang diterima secara luas
yang dipakai sebagai acuan hidup, sebagai landasan perilaku yang baik
yaitu, 1) nilai-nilai pada tahapan dan bertanggung jawab. . . menum-
dipikirkan (values cognitive); 2) buhkan rasa hormat, tanggung jawab,
nilai-nilai pada tahapan keyakinan rasa kasihan, disiplin, loyalitas,
diri dan komitmen (values affective); keberanian, toleransi, keterbukaan,
dan 3) nilai-nilai pada tahapan etos kerja dankecintaan pada Tuhan
tindakan nyata (values actions). dalam diri seseorang. ” Oleh karena
Sementara karakter atau watak itu, dilihat dari tujuannya, maka pada
yang berasal dari bahasa Yunani dasarnya pendidikan nilai-nilai sama
“charassein”, berarti “. . . barang atau dengan pendidikan karakter, yaitu, “.
alat untuk menggores, yang di . . penanaman nilai-nilai agar menjadi
kemudian hari dipahami sebagai sifat pada diri seseorang dan
stempel/cap. Jadi, watak itu sebuah karenanya mewarnai kepribadian
stempel atau cap, sifat-sifat yang atau watak seseorang”. “Jadi, pendi-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 401

dikan karakter dapat dilakukan . pendidikan karakter dapat dimaknai


dengan pendidikan nilai pada diri sebagai upaya sungguh-sungguh
seseorang” (Adisusilo, 2012). dengan cara di mana ciri kepribadian
Sejalan dengan pendapat terdahu- positif dikembangkan, didorong, dan
lu, Goleman (1999) mengatakan diberdayakan melalui keteladanan,
bahwa pendidikan karakter merupa- kajian, . . . ”
kan pendidikan nilai yang mencakup Menurut Ramli (2003) dalam
sembilan nilai dasar yang saling Faturrochman, dkk. (2013: 15), “. . .
terkait, yaitu, 1) tanggung jawab; 2) pendidikan karakter memiliki esensi
rasa hormat; 3) keadilan; 4) kebe- dan makna yang sama dengan pendi-
ranian; 5) kejujuran; 6) rasa kebang- dikan moral dan pendidikan akhlak. ”
saan; 7) disiplin diri; 8) kepedulian; Sementara menurut Elkind dan
dan 9) ketekunan. Lebih lanjut Sweet (2004) dalam buku yang sama,
dikatakan bahwa “Jika pendidikan “Pendidikan karakter adalah usaha
nilai berhasil menginternalisasikan yang sungguh-sungguh untuk mem-
kesembilan nilai dasar tersebut bantu orang memahami, peduli, dan
dalam diri peserta didik, maka dalam bertindak berdasarkan nilai-nilai
pandangan Goleman akan terbentuk etika inti” Diharapkan peserta didik
seorang pribadi yang berkarakter, bisa menentukan apa yang benar,
pribadi yang berwatak” (Adisusilo, peduli dengan apa yang benar, dan
2012: 81). kemudian melakukan apa yang
Menurut Gaffar dalam Wiyani mereka yakini sebagai benar.
(2012: 42), “. . . pendidikan karakter b. Tujuan Pendidikan Karakter
adalah sebuah proses transformasi Tujuan pendidikan karakter se-
nilai-nilai kehidupan untuk ditum- benarnya sudah tersirat dan bahkan
buhkembangkan dalam kepribadian sudah dinyatakan secara eksplisit
seseorang sehingga menjadi satu dalam uraian terdahulu. Akbar dalam
dalam kehidupan orang itu. ” Dalam Adisusilo (2012: 79) menyatakan
pengertian ini terkandung tiga secara eksplisit bahwa pendidikan
variabel dalam pendidikan karakter, karakter sangat penting untuk
yaitu, adanya 'proses transformasi', dikembangkan karena berdasarkan
'ditumbuhkembangkan dalam kepri- hasil penelitian di Harvard Univer-
badian', dan 'menjadi salah satu da- sity Amerika Serikat, “. . . kesuksesan
lam perilaku'. Senada dengan itu, hidup seseorang tidak ditentukan
Screnco dalam Wiyani (2012: 42), “. . semata-mata oleh pengetahuan dan
402 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

kemampuan teknis (hard skill) yang muara pada dua aspek utama terse-
diperoleh lewat pendidikan, tetapi but, yaitu, menjadikan peserta didik
lebih oleh kemampuan mengelola cerdas dan baik, yaitu, berkarakter:
diri yang di dalamnya termasuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan
karakter dan mengelola orang lain Yang Maha Esa, cakap, kreatif,
(soft skill). ” Kontribusinya pada mandiri, demokratis, kreatif, dan
kesuksesan seseorang relatif sangat bertanggung jawab. Pendidikan
signifikan, yaitu, 20% oleh hard skill Akpol sebagai pendidikan kedinasan
dan 80% oleh soft skill. dan merupakan sub-sistem dari
Lickona (1991) yang dialih- Sistem Pendidikan Nasional juga
bahasakan oleh Wamaungo (2012) mempunyai tujuan yang sama.
menyatakan bahwa “Berdasarkan Rumusan tujuan itu tercermin dalam
penelitian sejarah dari seluruh negara profil lulusan Akpol seperti telah
yang ada di dunia ini, pada dasarnya digambarkan dalam pendahuluan,
pendidikan memiliki dua tujuan, yang sarat dengan kandungan nilai-
yaitu membimbing para generasi nilai karakter (aspek afektif) disam-
muda untuk menjadi cerdas dan ping kecerdasan intelektual (aspek
memiliki perilaku berbudi. ” Sistem kognitif).
pendidikan nasional kita seperti c. Pendekatan dan Strategi Pen-
tertuang dalam UU No. 20 Tahun didikan Karakter
2003 menyatakan bahwa “Pendidik- Wiyani (2012: 26) mengin-
an nasional berfungsi mengembang- troduksi tiga pendekatan yang bisa
kan kemampuan dan membentuk diangkat menjadi strategi pendidikan
watak serta peradaban bangsa yang karakter di dalam konteks sekolah
bermartabat dalam rangka mencer- atau lembaga pendidikan: a. Pende-
daskan kehidupan bangsa, bertujuan katan Komprehensif (holistik); b.
untuk berkembangnya potensi peser- Pendekatan Pembelajaran Terinte-
ta didik agar menjadi manusia yang grasi; dan c. Pendekatan Pengem-
beriman dan bertakwa kepada Tuhan bangan Kultur Sekolah.
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, Pendekatan komprehensif (ho-
sehat, berilmu, cakap, kreatif, listik) mencoba “. . . mengimplemen-
mandiri, dan menjadi warga negara tasikan secara seimbang antara
yang demokratis dan tanggung kekuatan internal dan eksternal, anta-
jawab. ” Disini tampak bahwa ra kekuatan pikiran dengan hati, dan
pendidikan nasional kita juga ber- antara ngerti, ngrasa, nglakoni
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 403

(moral knowing, moral feeling, karakter mempengaruhi karakter


moral action) atau antara pikir, zikir, generasi muda. ”
dan ikhtiar”. Pendekatan tunggal, Pendekatan pembelajaran terin-
seperti pendekatan indoktrinatif pada tegrasi “. . . memberikan pengalaman
zaman dahulu, tampaknya sudah yang bermakna kepada peserta didik,
tidak efektif lagi diterapkan pada karena mereka memahami konsep-
zaman sekarang. Pemberian teladan konsep, ketrampilan-ketrampilan
saja secara tunggal juga sudah tidak dan nilai-nilai yang mereka pelajari
memadai lagi. Dalam kompleksitas dengan menghubungkannya dengan
hidup saat ini yang menyajikan konsep dan ketrampilan lain yang
banyak pilihan di alam demokratis, sudah mereka pahami. . . dalam satu
tampaknya isi (content), metode, bidang ilmu (intrabidang studi),
(nara)sumber pendidikan karakter dapat pula dari beberapa bidang studi
seyogiyanya bersifat komprehensif (antar-bidang studi)”. Pengalaman
sehingga bisa memberi ruang yang sedemikian dimaksudkan memper-
cukup bagi peserta didik untuk siapkan peserta didik agar siap meng-
berproses dan mengambil keputusan hadapi dan memecahkan masalah
secara dewasa atas nilai-nilai yang dengan tuntas dengan memanfaatkan
diadopsi dan diinternalisasi menjadi ilmu secara interdisipliner atau
karakter mereka. Pendidikan karak- multidisipliner. Model pembelajaran
ter perlu dilakukan dalam konteks terpadu bisa secara terhubung
yang komprehensif (holistik), yaitu, (connected), model jaring laba-laba
melalui proses pembelajaran di kelas, (webbed), atau terintegrasi (integra-
kegiatan ekstrakurikuler, proses ted). Model terhubung dalam pen-
bimbingan dan penyuluhan, upacara- didikan karakter bisa dilakukan
upacara dan semua aspek sekolahan. dengan selalu mencoba menghu-
Pendidikan karakter juga perlu dila- bungkan secara eksplisit suatu topik
kukan melalui kehidupan dalam ma- tertentu dengan topik lainnya, konsep
syarakat dengan melibatkan semua tertentu dengan konsep berikutnya,
pihak: orang tua, ulama atau tokoh nilai tertentu dengan nilai lainnya.
agama, penegak hukum, para pegiat Model jaring laba-laba mengguna-
kemasyarakatan. “. . . semua perlu kan pendekatan tematik untuk meng-
berpartisipasi dalam pendidikan integrasikan beberapa bidang studi
karakter. Konsistensi semua pihak atau mata pelajaran.
dalam melaksanakan pendidikan Pendekatan pengembangan kul-
404 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

tur sekolah memungkinkan peserta motivasi peserta didik. Kedelapan,


didik beradaptasi dengan sekolah se- libatkan seluruh sivitas akademika
bagai lingkungan sosialisasi nilai sebagai komunitas pembelajaran dan
karakter tertentu. Apabila di sekolah moral. Kesembilan, tumbuhkan
diciptakan iklim demokratis, maka kebersamaan dalam kepemimpinan
para peserta didik akan terdorong moral. Kesepuluh, libatkan keluarga
untuk bersikap dan bertindak demo- dan anggota masyarakat sebagai
kratis. Demikian pula bila sekolah mitra. Kesebelas, evaluasi karakter
menciptakan lingkungan sosial yang sekolah, fungsi staf sekolah sebagai
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujur- pendidik karakter, dan sejauh mana
an dan tanggung jawab, maka akan peserta didik memanifestasikan
lebih mudah bagi peserta didik untuk karakter yang baik.
berlatih menjadi pribadi-pribadi Lebih lanjut dikatakan bahwa
berkarakter jujur dan bertanggung dosen/guru harus mengubah paradig-
jawab. ma diri dari pengajar menjadi pendi-
Lickona (1991) dalam Adisusilo dik. Dalam setiap proses pembela-
(2012) mengatakan bahwa ada 11 jaran, di balik setiap materi yang
prinsip yang harus dilakukan agar dipelajari ada minimal satu nilai
pendidikan karakter bisa efektif. karakter tertentu yang perlu peserta
Pertama, kembangkan nilai-nilai didik ketahui, pikirkan, renungkan,
universal/dasar sebagai fondasi. diyakini untuk diinternalisasi dan
Kedua, definisikan 'karakter' secara kemudian dilaksanakan dalam kehi-
komprehensif yang mencakup pikir- dupan nyata. Tenaga pendidik perlu
an, perasaan dan perilaku. Ketiga, menawarkan mulai dari nilai-nilai
gunakan pendekatan komprehensif, yang sangat mendasar/elementer,
disengaja, dan proaktif. Keempat, relevan dan kontekstual. Misalnya,
ciptakan komunitas sekolah yang dosen/guru sejarah perlu menekan-
penuh perhatian. Kelima, beri peserta kan nilai-nilai kepahlawanan, pengo-
didik kesempatan untuk melakukan rbanan, kesetiakawanan, solidaritas
tindakan moral. Keenam, buat dalam kehidupan sehari- hari. Perlu
kurikulum akademik yang bermakna diingat bahwa pendidikan karakter
dan menghormati semua peserta bukan hanya terbatas pada ranah
didik, mengembangkan sifat-sifat kognitif atau sekedar tahu. Nilai-nilai
positif dan membantu peserta didik yang ingin ditanamkan perlu diingat-
untuk berhasil. Ketujuh, mendorong kan terus menerus dengan memberi
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 405

pengayaan contoh-contah nyata semua anggota organisasi. Intensitas


dalam kehidupan. Penerapan nilai- penerimaan kelompok terhadap
nilai tersebut harus menjadi bagian anggota baru banyak tergantung pada
dari penilaian hasil belajar. Dengan intensitas internalisasi nilai-nilai
kata lain, pendidikan dan pemben- yang dianut kelompok. Cara-cara dan
tukan karakter dapat dilakukan oleh metode kerja serta tingkat apresiasi
tenaga pendidik lewat pendidikan juga ditentukan oleh penghayatan
nilai dalam setiap mata kuliah/pela- nilai-nilai kelompok atau organisasi
jaran. Proses pembentukan karakter oleh setiap individu.
dilakukan melalui tiga tahapan, Budaya organisasi sudah barang
yaitu, mengetahui/memahami nilai- tentu diwarnai oleh nilai-nilai luhur
nilai, menginternalisasi nilai-nilai, tertentu yang disepakati oleh seluruh
dan melaksanakan/menerapkan/ anggota organisasi sebagai panduan
mewujudkan nilai-nilai dalam sikap atau pedoman hidup, panduan kerja
dan perilaku peserta didik. dan cara berinteraksi antar sesama
anggota. Dua belas nilai karakter
C. BUDAYA PELAYANAN PRI- yang ditumbuh-kembangkan di lem-
MA baga pendidikan Akpol merupa-kan
Budaya Polri adalah budaya 'pewarna' sikap dan perilaku, komu-
pelayanan seluruh aspek kehidupan nikasi dan kinerja seluruh anggota.
masyarakat. Amanah Undang-un- Maka kualitas pelayanan polisi seba-
dang Polri tentang tugas pokok Polri gai outcome pendidikan Akpol
yang meliputi pemeliharaan kamtib- banyak ditentukan budaya organisasi
mas, penegakan hukum, perlindung- Akpol yang tumbuh berkembang di
an, pengayoman, dan pelayanan atas nilai-nilai yang disepakati.
masyarakat bermuara pada pelayan- Pelayanan masyarakat sebagai
an. inti atau hakekat tugas pokok Polri
Konsep budaya organisasi seba- seharusnya diwarnai dengan dua
gai 'shared meaning' , yaitu nilai-nilai belas nilai karakter unggulan taruna,
yang dipahami dan diterima oleh peserta didik Akpol. Maka, keber-
seluruh anggota organisasi menen- hasilan pelaksanaan tugas pokok
tukan banyak hal, antara lain, diteri- Polri berupa pelayanan prima kepada
ma tidaknya seseorang ke dalam masyarakat akan sangat ditentukan
suatu kelompok kerja dan standar keberhasilan seluruh penyelenggara
kinerja yang diberlakukan untuk pendidikan Akpol dengan dukungan
406 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

manajemen Polri dalam membentuk di Akpol.


budaya organisasi yang dijiwai oleh 2. Saran
dua belas nilai karakter yang diinter- a. Disarankan kepada ke-empat
nalisasi oleh seluruh peserta didik pihak penyelenggara dan pelaku
dalam proses pendidikan. serta pendukung pendidikan di Akpol
(pembelajaran, pelatihan dan peng-
D. PENUTUP asuhan/jarlatsuh serta lembaga) agar
1. Kesimpulan secara holistik dan sinerjik mengem-
a. Pendidikan karakter secara ban tugas pendampingan taruna
holistik menjadi salah satu sebagai peserta didik dalam proses
sarana internasilasi nilai-nilai luhur, internalisasi dua belas (12) nilai
dalam hal ini dua belas (12) nilai karakter Akpol.
karakter dalam pengembangan bu- b. Disarankan kepada Manajemen
daya organisasi Akpol. Polri agar mendukung sepenuh-
b. Budaya organisasi Polri, yaitu nya program internalisasi dua belas
budaya pelayanan dalam wujud nilai karakter taruna melalui semua
pelayanan prima kepolisian pada ma- aspek terkait, khususnya penyediaan
syarakat sebagai outcome pendidik- sumber daya pengajar, pelatih dan
an banyak ditentukan oleh keberha- pengasuh yang kompeten dan berde-
silan internalisasi nilai-nilai dua be- dikasi dalam menjalankan tugas
las karakter melalui pendidikan mendidik taruna di Akpol dengan
karakter dan pendidikan berkarakter sepenuh hati.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan


VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Agustian, Ary Ginanjar. 2009. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual ESQ. Jakarta: Arga Publishing.
Agustian, Ary Ginanjar. 2009. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power.
Jakarta: Arga Publishing.
Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Byrne, Rhonda. 2006. The Secret. Alih Bahasa: Rahasia oleh Susi Purwoko.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 407

Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.


Danim, Sudarwan, 2010, Profesionalisme dan Etika Profesi Guru. Bandung:
CV. Alfa Beta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi keempat.
Faturrohman, H. Pupuh. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi
(Penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kasali, Rhenald. 2006. Change. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Lita. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar dan Baik. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Oxford Advanced Learner's Dictionary, ed. 2009, New York: Oxford
University Press.
Wamaungo, Juma Abdu. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter alih
bahasa Educating for Character oleh Thomas Lickona tahun 1991. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Sallis, Edward, 2010, Total Quality Management In Education, Yogyakarta,
Penerbit IRCiSoD.
Sastrapratedja, M. 2012. Humanisme sebagai Prinsip Pendidikan Menurut
Driyarkara. Makalah yang disampaikan dalam Konggres Pendidikan di
Universitas Gajah Mada.
Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Landasan Kependidikan. Semarang: CV.
IKIP Semarang Press.
Sulistyowati, Endah. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.
Sumaatmadja, H. Nursid. 2002. Pendidikan Pemanusiaan Manusia
Manusiawi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Wibowo, Agus dan Sigit Purnama. 2013. Pendidikan Karakter di Perguruan
Tinggi: Membangun Karakter Ideal Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyani, Novan Ardy. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep dan
Implementasinya di Sekolah. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.
408 Andre Resep, Pendidikan Karakter pada Program Studi Strata Satu Terapan Kepolisian ...

Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2013. Model Pendidikan Karakter: Terintegrasi


dalam Pembelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah. Yogyakarta:
Wonosari Mantub.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 2 tahun 2002. tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Polri baru.
Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. :
Kep/37/X/2008 Tentang Program Kerja Akselerasi Tranformasi Polri
Menuju Polri Yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat.
Markas Besar Polri, 2008, Naskah Sistem Pendidikan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Kasali, Rhenald. 2010. Change! Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang
anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI MODAL DASAR
PEMBENTUKAN PERWIRA SARJANA TERAPAN
KEPOLISIAN DI AKPOL

Oleh: Cak Deny Heryanto

ABSTRAK

Sejak bulan Juli 2013 Akpol telah mendapatkan izin operasional dari Pendidikan
Nasional dengan akreditasi C sedangkan dari internal Lemdikpol telah mengeluarkan
Keputusan Kepala Lemdikpol Nomor Kep/404/VII/ 2013 tentang kurikulum
Penyesuaian Program Akpol Sarjana S1 terapan Kepolisian Angkatan 46 Den Anindya
Yodha TA 2011-2015. Selama ini pendidikan karakter belum maksimal
diimplementasikan dalam kehidupan taruna Akpol terbukti dari pemberitaan media yang
menampilkan perilaku negatif yang dilakukan oleh oknum alumni Akpol. Selain itu
peran dosen lebih mengutamakan aspek penilaian kognitif yakni memberikan prioritas
utama mengenai bidang ilmu pengetahuan kepolisian. Sementara itu masalah yang
paling krusial yakni aspek afektif berupa penanaman nilai-nilai luhur masih sering
diabaikan dang dianggap kurang penting bagi taruna Akpol. Ternyata bekal ilmu
pengetahuan saja tidak cukup bagi peserta didik karena mereka harus diperkuat dengan
bekal karakter yang kuat guna menghindari diri mereka dari godaan yang besar saat
mereka bertugas di lapangan. Strategi penerapan pendidikan karakter dilaksanakan
melalui tiga pola kegiatan dalam pembentukan pendidikan di Akpol yakni pola
pembelajaran, pelatihan, dan pengasuhan yang dikombinasikan dengan values atau nilai-
nilai 12 karakter kebhayangkaraan yang telah dicetuskan oleh Gubernur Akpol.
Selanjutnya perlu dilakukan pembudayaan pendidikan karakter melalui kegiatan yang
terpola sehingga diharapkan Akpol dapat melahirkan perwira yang tangguh dan
memiliki integritas moral tinggi melalui pembentukan pendidikan karakter di Akpol.

Kata kunci : pendidikan karakter, strategi implementasi, dan pembudayaan.

A. PENDAHULUAN mental” agar seorang taruna yunior


Kasus kekerasan berupa “penda- tidak takut-takut terhadap tukang
ratan” atau penyerbuan taruna senior becak. Tentunya secara rasional tidak
terhadap taruna yunior di awal tahun ada kaitannya antara tindak keke-
2013 yang menyebabkan 3 orang rasan dengan tukang becak sebagai
taruna senior turun tingkat menun- obyek kekerasan itu sendiri. Values
jukkan bahwa pendidikan karakter di yang terpajang di sudut museum
Akpol belum sepenuhnya berhasil. Akpol yang berbunyi “Yang tua
Kasus tersebut seakan mengulang dihormati, Yang muda disayangi”
kembali aksi-aksi kekerasan yang masih sebatas slogan belaka. Padahal
dilakukan taruna senior terhadap maksud para pembuatnya adalah
yuniornya yang hampir terjadi setiap agar para taruna bisa menjalankan
tahun dengan dalih “pembinaan values tersebut sehingga suasana
1) Kompol cak deny heryanto, M.Si, paur wadallat akpol.
410 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

kehidupan taruna benar-benar men- langsung orang itu berpersepsi kalau


cerminkan keteladanan bagi pelak- mau kaya maka harus masuk Akpol.
sana dan pembuatnya. Values yang menyimpang tadi bu-
Values yang dilanggar dalam kanlah hal yang dianggap melanggar
kehidupan taruna tersebut tentunya karena perwira lulusan Akpol me-
kontradiktif dengan salah satu tujuan mang identik dengan kehidupan
pendidikan di Akpol menurut Perkap mewah.
no. 20 Tahun 2007 tentang Standar Sebagai lembaga pendidikan
Komponen Pendidikan untuk Diktuk tinggi yang menghasilkan para per-
dan Dikbang di Lingkungan Lemdik- wira sarjana kepolisian, kemampuan
lat Polri adalah menghasilkan dasar yang harus dimiliki lulusannya
perwira Polri yang memiliki standar adalah selain memiliki ketrampilan
kompetensi yakni kemampuan yang dan pengetahuan yang luas di bidang
dipersyaratkan untuk melaksanakan kepolisian, ternyata yang paling
kegiatan tetentu yang merupakan penting adalah dirinya dibekali
perpaduan dari pengetahuan ketram- dengan pendidikan yang mena-
pilan, sikap, dan nilai-nilai yang namkan nilai-nilai yang membentuk
diwujudkan dalam kebiasaan berpi- perilaku seseorang berakhlak baik.
kir dan bertindak. Pembentukan perilaku ini dilakukan
Masih teringat dalam ingatan melalui upaya membentuk karakter
penulis ketika salah seorang kawan taruna Akpol guna menunjang
sebelum masuk Akpol memiliki keberhasilan pelaksanaan tugas di
angan-angan setelah lulus Akpol lapangan.
akan membeli mobil merk Jepang. Taruna yang tidak memiliki
Penulis menilai bahwa kawan terse- karakter yang kuat akan mudah
but bisa memiliki persepsi demikian melukai hati masyarakatnya. Segala
karena dia melihat perwira lulusan tindak-tanduk yang diperbuatnya
Akpol yang bertugas di daerahnya akan membuat masyarakat menjadi
sudah memiliki kendaraan roda resah. Oleh karenanya kepedulian
empat meskipun baru beberapa tahun seluruh personel pendidikan yang
berdinas. Timbulnya persepsi seperti ada di Akpol untuk bersama-sama
itu menjadikan motivasi tersendiri membentuk karakter taruna Akpol
baginya untuk masuk Akpol dan agar mereka terhindar dari kesulitan
diharapkan dirinya kelak akan pada saat berdinas di kemudian hari.
menjadi orang kaya. Secara tidak Akpol sebagai salah satu lembaga
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 411

pendidikan Polri dianggap tempat Demikian juga halnya dengan


yang tepat karena pola pendidikan kehidupan taruna di Akpol. Mulai
yang selama ini berjalan di Akpol kegiatan bangun pagi sampai istira-
mengkombinasikan antara kegiatan hat malam, pada dasarnya sudah
pembelajaran, pelatihan, dan penga- ditanamkan penciptaan karakter bagi
suhan yang di dalam kegiatan terse- taruna contohnya seperti penanaman
but bisa digunakan sebagai sarana nilai ketakwaan terhadap Tuhan
pendidikan karakter untuk memben- YME melalui sholat berjamaah di
tuk karakter perwira yang bermoral mushola, pembiasaan hidup disiplin
dan bisa menjadi teladan bagi ling- melalui kegiatan apel, penanaman
kungannya. nilai kebersihan bagi diri dan
lingkungan melalui kegiatan kurve
B. PENDIDIKAN KARAKTER lingkungan, penanaman nilai silatu-
DI AKPOL rahim berupa program wajib kunjung
Pendidikan karakter memiliki ke rumah pejabat di Akpol, dan cara
berbagai sebutan seperti pendidikan bergaul antara senior-yunior melalui
nilai-nilai, etika, moral, dsb. Pada hubungan kakak asuh dan adik asuh.
dasarnya karakter itu sudah melekat Semua itu bermanfaat dalam mendu-
kepada individu sejak dia lahir. kung pendidikan karakter di Akpol
Mula-mula karakter seseorang di- sehingga diharapkan para taruna
bentuk di lingkungan informal yakni memiliki beragam karakter positif
dalam kehidupan keluarga sebagai yang sudah tertanam dalam dirinya
seorang anak yang berinteraksi de- dan hal itu berguna ketika berdinas
ngan orangtua dan saudara-sauda- nantinya.
ranya. Menjelang tumbuh dewasa Pendidikan karakter bukanlah
maka nilai-nilai dan norma yang ada barang baru di dunia pendidikan na-
di lingkungan formal yakni di seko- mun gaungnya baru terasa sejak seta-
lah turut serta membantu dalam hun terakhir ini di Akpol. Berawal
membentuk karakter seseorang dari keprihatinan pimpinan Akpol
seperti yang ditampilkannya seka- terhadap perilaku taruna yang sering
rang. Unsur pengelolaan pembela- mendapatkan teguran bahkan sanksi
jaran, suasana sekolah, pergaulan hukuman akibat melanggar peraturan
dengan teman dan guru menjadi kehidupan taruna maka Gubernur
faktor yang penting dalam mendu- Akpol Irjen pol Drs. Eko Hadi Sutejo,
kung pendidikan karakter. M.Si membentuk tim untuk membuat
412 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

program unggulan di bidang pendi- melakukan pengawasan atas nilai-


dikan karakter di Akpol yang disebut nilai dan karakter yang akan dica-
Brata Dedikasi Sejati (beriman, cinta nangkan kepada taruna dalam perio-
tanah air, demokrasi, disiplin, kerja de tertentu.
keras & cerdas, profesional, sederha- 1. Pengertian Pendidikan Karak-
na, empati, jujur & ikhlas, adil, ter
teladan, dan integritas). Karakter seseorang secara kasat
Program ini diberikan kepada mata dapat dilihat dari perilakunya
seluruh taruna. Untuk taruna tingkat sehari-hari ketika dia berinteraksi
1 sebagai program penanaman karak- dengan orang lain. Orang yang
ter berlanjut ke taruna tingkat 2 seba- bertutur kata meledak-ledak dapat
gai program pemupukan karakter dan dikategorikan sebagai seseorang
akhirnya diterapkan pada taruna ting- yang memiliki emosi tingkat tinggi.
kat 3 sebagai program penguatan Sedangkan orang yang bertutur kata
karakter. Kesemua program tersebut halus menunjukkan seseorang yang
dimaksudkan pada saat taruna lulus santun dan mampu mengendalikan
sebagai perwira nantinya akan emosinya. Tampilan tersebut tidak
mampu menerapkan 12 karakter terjadi dengan sendirinya dan hal itu
kebhayangkaraan yang diberikan di akibat pengaruh sekian lama dari
Akpol yang diambil dari nilai-nilai berbagai keadaan lingkungan yang
karakter Polri dan nilai-nilai karakter memberikan kontribusi bagi terben-
di Akpol yang dipadukan menjadi tuknya karakter seseorang. Hipotesis
satu menghasilkan program unggul- tadi sejalan dengan akar bahasa latin
an tersebut. Sementara itu yang karakter yang berarti to engrave atau
menjadi problem saat ini adalah pro- dipahat atau diukir seperti yang
gram yang dijalankan tidak semata- disampaikan Rutland dalam Hidaya-
mata menjadi tanggung jawab dosen tullah (2010:12). Kehidupan adalah
atau pengasuh Akpol saja namun ibarat sebuah kayu yang diukir secara
harus sudah terinternalisasi dengan hati-hati yang pada akhirnya akan
melibatkan banyak pihak baik staf, menjadi sebuah karya seni yang
orangtua, dan masyarakat di wilayah bernilai tinggi berupa patung ataukah
Semarang. Jika ingin berhasil maka kayu tadi menjadi hancur karena
program ini menjadi tanggung jawab tidak berhati-hati ketika mengukir-
semua pihak untuk melaksanakannya nya.
sebagai sarana kontrol sosial untuk Di samping itu penilaian orang
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 413

lain terhadap diri kita tidak hanya kan bahwa pendidikan karakter di
pada tampilan awal saja namun Akpol merupakan kualitas atau
penilaian lebih obyektif didapatkan kekuatan moral seorang taruna yang
melalui pengamatan dalam jangka memiliki kepribadian khusus yang
waktu yang cukup lama. Demikian membedakan dengan orang lain
juga sebaliknya ketika diri kita dinilai melalui penyerapan nilai-nilai, akh-
oleh orang lain. Ketika seorang lak, moral yang diterima dari ling-
taruna sering terlambat apel olahraga kungannya sehingga kelak akan
pagi karena masih tidur atau sang menjadikan dirinya sebagai perwira
taruna biasa tidak mengumpulkan Polri yang berilmu dan berbudi luhur.
pekerjaan rumah tepat waktu yang Artinya bahwa karakter dasar yang
diberikan oleh dosen maka kita melekat pada diri taruna tidak hanya
berkesimpulan bahwa orang itu dia pahami sebatas sebagai pengeta-
memiliki sifat pemalas. Dengan kata huan saja namun dalam kehidupan
lain penilaian terhadap seseorang sehari-hari dilaksanakan juga dalam
berdasarkan kebiasaan atau habits bertutur kata maupun bertindak
yang dilakukannya. Oleh karenanya sebagai perwujudan pendidikan
habits adalah penentu karakter atau karakter yang telah diperolehnya di
kepribadian seseorang sehingga bisa Akpol.
dihargai oleh orang lain. (Siauw, 2. Tujuan Pendidikan Karakter
2013:29). Pendidikan karakter di Akpol
Karakter seorang taruna Akpol bertujuan membentuk para taruna
dibentuk sejak masuk sebagai taruna yang memiliki kemampuan mengo-
yakni pada pendidikan dasar bha- lah pikiran, mengolah perasaan, dan
yangkara dengan status selaku calon mengolah ketrampilan agar menjadi
bhayangkara taruna atau cabhatar. perwira Polri yang dapat diandalkan
Pada saat itulah individu diibaratkan oleh masyarakat. Akpol memfasi-
oleh John Locke sebagai tabula rasa litasi taruna agar memiliki karakter
atau kertas kosong yang siap ditulis positif melalui tujuan pendidikan
dengan tinta pengalaman, penge- karakter agar taruna menguasai
tahuan, dan persepsi yang akan mem- pengetahuan teknis kepolisian ditam-
pengaruhi karakter pribadinya selaku bah pengetahuan umum sebagai
insan bhayangkara yang memiliki pendukung pelaksanaan tugasnya
integritas moral yang tinggi. yang berdasar pada kompetensi dasar
Dengan demikian dapat dikata- yakni kemampuan dasar yang
414 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

dipersyaratkan untuk melaksanakan Pencapaian aspek ini diharapkan


kegiatan tertentu untuk mencapai taruna menjadi cerdas. Berikutnya
standar kompetensi. Kompetensi ini aspek afektif berkaitan dengan sikap,
wajib disampaikan oleh dosen ketika moralitas, spirit, dan karakter. Penca-
pertama kali melakukan kegiatan paian aspek afektif diharapkan seseo-
pembelajaran kepada para taruna rang memiliki budi pekerti yang baik.
sebagai arah pembelajaran yang Sedangkan aspek psikomotorik ber-
jelas. kaitan dengan keterampilan yang
Kemudian tujuan pendidikan sifatnya prosedural cenderung ke
karakter berikutnya diharapkan arah mekanis atau berkaitan dengan
kemampuan taruna lebih meningkat gerak fisik.
lagi sesuai dengan standar kompe- 3. Landasan Pedagogis Pendidik-
tensi yang diharapkan oleh lembaga. an Karakter
Artinya standar ini berisi kemam- Kegiatan taruna terkenal dengan
puan yang dipersyaratkan untuk kegiatan fisik yang boleh dikatakan
melaksanakan kegiatan tertentu yang berlebihan. Artinya dalam 1 x 24 jam
merupakan perpaduan tiga aspek kegiatan taruna hampir didominasi
yakni pengetahuan, ketrampilan, dan dengan kegiatan fisik. Mulai dari lari
sikap yang diwujudkan dalam kebia- pagi atau senam pagi kemudian selu-
saan berpikir dan bertindak. Keber- ruh pergerakan berpindah tempat
hasilan taruna dalam menempuh harus lari bagi taruna yunior atau ber-
pendidikan di Akpol apabila telah jalan kaki bagi taruna senior. Belum
memenuhi tiga bentuk pembelajaran lagi sepulang kuliah ketika para
yakni, kognitif, afektif, dan psikomo- pengasuh atau dosen menemukan
torik. terjadinya pelanggaran peraturan
Menurut Dakir (2004) bahwa kehidupan taruna atau perduptar
intisari kepribadian manusia yang sehingga taruna yang melanggar
utuh adalah aspek kecerdasan (kog- dikenai hukuman atau sanksi fisik
nitif/cipta), aspek perasaan (afektif/ baik push up, shit up, dan lari.
karsa), aspek perilaku (psikomoto- Kegiatan fisik ini tidak berhenti di
rik/karya). Aspek kognitif berhu- siang hari saat jeda makan siang
bungan dengan kemampuan intelek- namun di sore hari taruna dibiasakan
tual yang berorientasi pada ilmu melaksakan kegiatan olahraga sore
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, atau orauM.Setali tiga uang di malam
analisis, sintesis, dan evaluasi. . haripun taruna dibiasakan melaku-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 415

kan pembinaan fisik atau binsik agar Sejatinya dosen tidak selalu
kondisi badannya selalu memiliki berpatokan pada materi atau bahan
fisik yang prima. ajar yang diajarkannya pada saat itu
Sayangnya kegiatan fisik terse- namun pengalaman-pengalaman
but dituding sebagai penyebab ba- positif yang pernah dialaminya saat
nyaknya taruna yang tidur saat me- bertugas di masa lalu perlu disam-
ngikuti pelajaran di kelas. Bagai- paikan kepada taruna agar mereka
mana ilmu pengetahuan akan diserap memiliki pemahaman dan pengeta-
oleh taruna jika mereka tidur sepan- huan yang benar terhadap suatu
jang jam pelajaran. Belum lagi jika permasalahan yang nantinya akan
ada dosen yang berprinsip sekedar dihadapi di kemudian hari. Namun
menghabiskan jam kuliah tanpa perlu diwaspadai agar dosen tidak
adanya inovasi membangunkan taru- menyampaikan pengalaman negatif
nanya. Sebenarnya cara yang sangat seperti melakukan pemerasan atau 86
efektif dalam menanamkan karakter terhadap masyarakat karena hal itu
positif kepada taruna adalah pada secara tidak langsung dapat mem-
saat dosen menyampaikan materi pengaruhi taruna bahkan akan bisa
kuliah diselipi dengan pesan-pesan dijadikan referensi untuk melakukan
moral. hal serupa di lapangan.
Pada dasarnya pendidikan yang Tentunya dosen juga harus
dilakukan oleh orang dewasa adalah menyampaikan metode pembelajar-
usaha sadar dalam mengembangkan an yang sesuai dengan kondisi peser-
potensi, akal, jasmani, dan akhlak ta didiknya. Mendidik taruna memili-
melalui serangkaian pengetahuan ki kekhasan tersendiri. Di sini
dan pengalaman. Seperti yang disam- dibutuhkan ketrampilan dosen untuk
paikan oleh Dewey dalam Sukma- menggugah semangat dan motivasi
dinata (2001:41) bahwa pengalaman taruna sehingga mereka memiliki
merupakan dasar bagi pengetahuan kemauan untuk mengikuti pelajaran
dan kebijakan. Nilai-nilai moral yang dari awal hingga akhir. Pengalaman
sudah kita ketahui tidak ada artinya selaku tenaga dosen di Akpol, taruna
jika tanpa aplikasi atau penerapan akan lebih bergairah belajar di kelas
pengetahuan tersebut yang dituang- atau istilah lainnya suasana bisa
kan dalam pengalaman yang berguna mencair dan tidak kaku ketika sang
dalam memperkaya keilmuan baik dosen bisa memadukan materi bahan
peserta didik maupun dosen. ajar saat itu diintegrasikan dengan
416 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

pengalaman berdinas. Karena pada pendidikan di Akpol. Proses pendi-


dasarnya taruna membutuhkan infor- dikan karakter membutuhkan waktu
masi yang lebih tentang tindakan apa yang cukup lama dan tidak bisa
yang harus mereka lakukan pada saat dinikmati hasilnya secara instan ka-
mulai berdinas dan menghadapi rena dibutuhkan konsistensi bagi
situasi atau masalah-masalah kedi- para penggeraknya sehingga nanti-
nasan yang membutuhkan ketepatan nya akan benar-benar terpola dalam
dan kecepatan bertindak. Pada saat kehidupan taruna sampai dia bertu-
itulah dosen bisa menyampaikan gas sebagai seorang perwira lulusan
nasehat atau petuah yang masih ada Akpol. Adapun pola pendidikan yang
relevansinya dengan bahan ajar pada sejalan dan bisa dikembangkan
jam perkuliahan tersebut. dalam pendidikan karakter taruna
Selain itu pengasuh juga memi- adalah melalui integrasi dalam pola
liki peran yang sangat besar terhadap pembelajaran, integrasi dalam pola
kehidupan taruna karena sebelum pelatihan, dan integrasi dalam pola
dan selepas perkuliahan tanggung pengasuhan.
jawab kehidupan taruna ada padanya. 1. Integrasi dalam Pola Pembela-
Apalagi pada saat pengasuh naik jaran
piket otomatis dia yang mengatur Pelaksanaan pendidikan karak-
aktivitas taruna sejak bangun pagi ter diawali secara terintegrasi di da-
hingga menjelang malam hari. lam penyusunan silabus dan indika-
Pengasuh yang baik senantiasa tor yang merujuk pada standar
memberikan wejangan-wejangan kompetensi dan kompetensi dasar
baik soal kehidupan taruna maupun yang harus dimiliki taruna. Adapun
masalah-masalah sosial yang terjadi langkah-langkah integrasi pendidik-
di masyarakat yang nantinya akan an karakter dalam pembelajaran di-
dihadapi para taruna saat bertugas. awali dengan pemetaan kompetensi
untuk menggambarkan secara utuh
C. STRATEGI IMPLEMENTA- dan menyeluruh mengenai semua
SI PENDIDIKAN KARAK- standar kompetensi, kompetensi
TER dasar, dan indikator pada tiap-tiap
Pendidikan karakter tidak bersi- mata kuliah. Lalu melakukan
fat mandiri melainkan sebagai suatu identifikasi dan analisis terhadap
nilai yang merupakan satu-kesatuan butir-butir karakter yang akan
yang tidak terpisahkan dengan 3 pola diintegrasikan ke dalam standar
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 417

kompetensi, kompetensi dasar, dan belajaran tertentu seperti metode


indikator pada suatu mata kuliah penugasan atau ceramah dengan di-
sehingga hasil identifikasi memiliki masukkan nilai-nilai karakter berhu-
relevansi dan keterkaitan. Setelah itu bungan dengan materi pelajaran saat
menghubungkan standar kompeten- itu.
si, kompetensi dasar, dan indikator Di bawah ini contoh silabus yang
sehingga tampak ada hubungannya mengintegrasikan kompetensi dasar
dengan nilai karakter yang disajikan. dan pendidikan karakter dalam
Lalu melaksanakan pembelajaran pembelajaran
dengan menggunakan metode pem-

No Mata Kuliah Kompetensi Dasar Karakter

1. Pengetahuan Agama Berdoa dan membuka Beriman dan bertakwa


kuliah. pada Tuhan YME
menjawab salam dari
dosen.

2. Sejarah Kepolisian Memahami berdirinya Menghargai nilai cinta


kepolisian nasional. tanah air dan nilai
kejuangan pendahulu
Polri.

3. Perilaku Organisasi Memahami tentang B e r e m p a t i t e r h a d a p


persepsi. pendapat orang lain.

4. M a n a j e m e n M e m a h a m i t e n t a n g Menanamkan sifat empati


Bencana bencana dan keadaan pada korban bencana.
darurat.

2. Integrasi dalam Pola kan. Pelatihan sudah termasuk di


Pelatihan dalam kurikulum pendidikan di Ak-
Pelatihan sangat penting diberi- pol dan memiliki jam pelajaran ter-
kan kepada taruna sebagai sarana sendiri. Dengan pelatihan yang dibe-
meningkatkan kemampuan dan skil rikan kepada taruna diharapkan seba-
yang diperoleh dari pengetahuan gai bekal dalam bertindak di lapangan
yang dimilikinya lalu diwujudkan khususnya dalam mendukung keber-
dalam penguasaan suatu ketrampilan hasilan tugas disesuaikan dengan
guna mencapai tujuan yang diingin- medan dan situasi yang berbeda-
418 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

beda. Pada awal sebagai taruna sosok beladiri Polri sebagai latihan per-
calon bhayangkara taruna diberikan kenalan dalam membentuk seorang
pelatihan peraturan baris-berbaris, taruna.
selanjutnya dalam pendidikan dasar Di bawah ini ada contoh silabus
dilengkapi dengan materi lain yang yang mengintegrasikan kompetensi
bersifat mendasar seperti senam ba- dasar dan pendidikan karakter dalam
lok, merayap tambang, menebak, per- pelatihan.
tolongan pertama gawat darurat, dan
No Mata Kuliah Kompetensi Dasar Karakter

1. PBB Mahir dalam berbaris Perilaku disipli

2. Menembak Mahir menembak sasaran M e n a n a m k a n


profesional

3. PPGD Mahir menolong korban Rela berkorban dan


ikhlas

4. Beladiri Polri Mahir melumpuhkan lawan M e n a n a m k a n


profesional

3. Integrasi dalam Pola Penga- taruna atau perduptar. Pengasuh


suhan memiliki kewenangan yang cukup
Pengasuhan adalah salah satu besar dalam memberikan sanksi
pola pendidikan yang dilakukan oleh hukuman baik beupa hukuman fisik
para pengasuh di lingkup korbintar- dan nonfisik. Arttinya kesalahan
sis dengan melakukan berbagai yang dilakukan taruna akan memiliki
kegiatan seperti pengarahan, pembe- konsekuensi berupa pemberian
rian petunjuk, dan pemberian bim- punihment berupa pembinaan fisik
bingan terhadap perilaku taruna se- maupun pengurangan hak-hak taruna
hari-hari agar dalam bertindak dan seperti cabut pesira bahkan pengasuh
berbuat tidak melakukan kegiatan dapat mengurangi nilai sikap peri-
yang melanggar peraturan kehidupan laku taruna jika dinilai taruna telah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 419

melakukan pelanggaran berulang berkeluh kesahnya taruna. Oleh


kali sudah diberikan peringatan karena itu dalam pola pengasuhan
namun tetap tidak mengindahkan karakter yang dimiliki oleh pengasuh
nasehat para pengasuh. sedikit banyak mempengaruhi karak-
Pengasuh juga bertanggung ter tarunanya.
jawab atas kondisi taruna misalnya Di bawah ini ada contoh silabus
taruna sedang sakit maka peran yang mengintegrasikan kompetensi
pengasuh selaku orangtua adalah dasar dan pendidikan karakter dalam
membawanya berobat ke dokter. Di pengasuhan salah satu materi penga-
sinilah keunikan tugas selaku penga- suhan yang akan dicanangkan kepa-
suh dimana suatu saat dia bisa men- da taruna berkaitan dengan 12 karak-
jadi komandan dan di saat lain ter kebhayangkaraan sehingga akan
sebagai orangtua sebagai tempat tumbuh rasa cinta tanah air.

Standar
Kompetens Kompetensi Dasar Karakter
i

1 2 3

Memahami Taruna dapat Memahami tentang mau Taruna dapat mencintai


Karakter berjanji menjunjung tinggi dan setia tanah air dan setia
tentang kepada Pancasila dan UUD 1945. kepada Pancasila dan
Cinta tanah UUD1945
air.

4. Pembentukan Karakter mela- maka dia akan tumbuh sebagai pela-


lui Pembudayaan ku kekerasan bahkan menimbulkan
Seorang anak akan tumbuh rangkaian kejahatan baru akibat
menjadi orang baik ataukah orang kekerasan yang dilakukannya. Oleh
jahat bergantung pada lingkungan- karena itu perlu diciptakannya sua-
nya. Jika anak tumbuh dalam ling- sana kampus Akpol yang dipenuhi
kungan yang membiasakan dirinya nilai-nilai kebaikan untuk memben-
berlaku sopan santun dan kasih sa- tuk lingkungan budaya berkarakter
yang maka sang anak akan menjadi sebagai ciri khas Akpol di tengah-
orang yang tahu tata krama sedang- tengah masyarakat.
kan seorang anak yang tumbuh dalam Pada dasarnya ada dua model
lingkungan yang dipenuhi kekerasan pembudayaan dalam pembentukan
420 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

karakter, pertama, pembentukan bu- giatan tersebut. Kedua, pendekatan


daya yang bersifat ilahiah. Kegiatan integrasi. Pendekatan ini dilakukan
ini dilaksanakan secara rutin oleh dengan melakukan integrasi antara
para taruna mulai dari kegiatan pola pembelajaran, pelatihan,
agama di tempat ibadahnya masing- pengasuhan dan pendidikan karakter
masing, melaksa-nakan sholat lima dalam satu kesatuan yang saling
waktu secara berjamaah, melakukan mengisi dan mendukung sehingga
puasa Senin-Kamis, melkukan doa menimbulkan pemahaman bagi
bersama yasin dan tahlil pada hari taruna tentang nila dan etika yang
Senin-Kamis, memotong hewan kur- dikembangkan dalam kehidupannya.
ban, membersihkan tempat ibadah, Ketiga, pendekatan koordinatif.
dan mengisi tempat ibadah dengan Artinya pencanangan pendidikan
kajian rutin mingguan dengan men- karakter bagi taruna harus didukung
datangkan ustadz tertentu. Kedua, oleh semua unsur dan pihak di
pembentukan budaya yang bersifat lingkungan Akpol sehingga proses
insaniah. Membina hubungan antara penanaman nilai-nilai karakter akan
senior-yunior dan hubungan kerja/ lebih mendalam. Pendekatan ketela-
kuliah dengan para pejabat, staf, dan danan. Sebelum taruna melaksana-
dosen Akpol melalui program silatu- kan pendidikan karakter maka pihak-
rahim atau wajib kunjung. Dengan pihak yang selalu berhubungan
adanya hubungan insaniah ini maka dengan taruna sudah harus melak-
diharapkan ada jalinan emosional sanakan pendidikan karakter contoh-
antara atasan-bawahan atau antara nya seorang dosen atau pengasuh
taruna dan lingkungan kampus. yang sering berinterasi dengan
Lebih lanjut ada 3 pendekatan taruna, tentunya dia akan menjadi
dalam pembentukan budaya Akpol role model bagi taruna terutama
yang berkarakter. Pertama, pende- tingkah lakunya sehari-hari yang
katan instruksi pimpinan. Pendekat- dapat diamatai secara langsung oleh
an ini berupa kebijakan pimpinan taruna.
lembaga untuk memerintahkan dise- Agar lebih jelasnya lagi maka
lenggarakannya bulan pendidikan penulis akan memberikan salah satu
karakter. Kebijakan ini perlu didu- contoh pola pendekatan seperti yang
kung dengan dengan peraturan inter- diuraikan di atas sehingga akan lebih
nal berikut sarana prasarana yang memberikan pemahaman bagi pelak-
mendukung dan pembiayaan ke- sananya. Penulis mengambil salah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 421

satu karakter dari 12 karakter kebha- a. Tes otot teladan.


yangkaraan yakni teladan. b. Cerita inspirasi tentang teladan.
c. Cerita pengalaman tentang
BULAN JANUARI teladan.
DITETAPKAN SEBAGAI 3. Introspeksi diri:
BULAN TELADAN a. Merenungkan berbagai teladan
yang buruk yang pernah dilaku-
Tekad: mulai hari ini sesuai kan sehingga memberikan dam-
dengan program pendidikan karakter pak negatif bagi orang lain serta
di akademi kepolisian kita telah resonansi atas teladan yang buruk
memasuki bulan karakter teladan. bagi dirinya.
Kita bersama bertekad untuk mulai b. Merenungkan berbagai tingkah
mengetahui, memahami, memprak- laku dan teladan yang baik yang
tekkan, dan membiasakan berpikir, pernah dilakukan dan memberi-
berbicara, dan berbuat dilandasi kan dampak positif bagi orang
teladan yang baik dalam pelak- lain serta resonansi bagi dirinya.
sanaan tugas dan kehidupan sehari- c. Berjanji kepada diri sendiri untuk
hari. semoga Tuhan YME merestui mulai menunjukkan teladan yang
niat kita semua amin. baik dan meninggalkan teladan
Adapun tahapan-tahapan kegi- buruk dalam kehidupan sehari-
atan yang dilakukan adalah: hari.
1. Mendeklarasikan atau mengglo- 4. Mulai belajar meningkatkan
rifikasi bulan teladan baik di teladan yang baik:
lapangan apel, pelajaran di kelas, dan a. Berusaha keras untuk selalu
pelajaran lapangan. berpikir, berkata, dan berbuat
a. Pernyataan dimulainya bulan sesuai teladan yang baik.
teladan oleh pengambil apel. b. Selalu berusaha mengganti
b. Mensosialisasikan makna dan teladan yang buruk yang pernah
nilai pendukung teladan. dilakukan dengan teladan yang
c. Menciptakan yel-yel tentang baik.
teladan. c. Berusaha menyikapi semua
2. Memahami betapa beruntungnya peristiwa dengan teladan baik.
orang yang bisa menjadi teladan d. Mengajak dan memberikan tela-
dan betapa ruginya orang yang tidak dan baik.
bisa dijadikan teladan: 5. Hargai diri sendiri saat berhasil
422 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

melakukan teladan yang baik: 5. Contoh Karakter yang Layak


a. Membiasakan diri memberika Diteladani
pujian. Selanjutnya akan diberikan bebe-
b. Melakukan perbuatan baik untuk rapa contoh karakter berupa beberapa
memanjakan diri sendiri. kisah kejadian yang sudah dilaksa-
c. Meminta dukungan orang terde- nakan dan ditemukan langsung oleh
kat untuk menguatkan tekad me- pengasuh khususnya terhadap pasis
miliki teladan yang baik. STIK domisili AKPOL. Kami
6. Hukum dan terapi diri saat lupa sengaja mengambil contoh perilaku
atau sengaja menampilkan tela- yang ditunjukkan oleh pasis STIK
dan yang tidak baik dengan: dengan maksud agar menjadi teladan
a. Mengungkapkan penyesalan. dan memberikan inspirasi bagi para
b. Memberikan hukuman fisik terha- taruna untuk berbuat hal yang
dap diri sendiri. diceritakan dalam kisah berikut.
c. Meminta orang dekat untuk Kisah pertama tentang seorang
mengingatkan dan memberikan pasis STIK domisili Akpol angkatan
hukuman saat lupa memberikan 62 bernama Lily Sufiani ketika
teladan yang baik. mengikuti tes kesamaptaan jasmani
7. Membiasakan menunjukkan tela- (TKJ) di bulan Oktober 2013. Pada
dan yang baik dalam pelaksanaan saat itu pasis Lily menyelesaikan
tugas dan kehidupan sehari-hari: item pertama TKJ yakni lari 12 menit
a. Setiap hari berdoa agar bisa selalu sejauh 5 putaran. Namun tester
berpikir, berkata, dan bertindak menulis jarak lari yang diraih pasis
dengan teladan yang baik. Lily adalah 6 putaran. Mengetahui
b. Membiasakan berpikir, berkata, hal itu bukannya pasis Lily merasa
dan berbuat sesuai teladan yang senang namun dia memprotes bahwa
baik. larinya hanya 5 putaran. Bahkan dia
c. Meminta dukungan orang terde- rela untuk ikut ujian ulang atau her di
kat agar selalu berpikir, berkata, bulan November karena larinya di
dan berbuat dengan teladan yang bawah standar yang ditentukan yaitu
baik. 5 putaran lebih 180 meter. Kondisi
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan demikian sangat kontras dengan
teladan dari materi yang telah perilaku yang ditunjukkan rekan-
dilakukan taruna mulai poin 1 s/d 7 rekan pasis Lily yang masih berusaha
berlari guna mengejar standar lari
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 423

yang ditentukan lembaga meskipun ke permukaan.


pluit tanda berakhirnya kegiatan lari
telah dibunyikan. Hal ini menunjuk- D. FAKTOR PENGHAMBAT
kan bahwa pasis Lily telah melaksa- PENDIDIKAN KARAKTER
nakn salah satu karakter dari 12 ka- Pendidikan karakter yang dite-
rakter kebhayangkaraan yakni dalam rapkan di Akpol bukannya berjalan
hal kejujuran dan keikhlasan sehing- dengan mulus karena ada beberapa
ga dia tidak ingin hanya karena ber- faktor yang menghambat pelaksa-
usaha agar dirinya tidak terkena her naan kegiatan. Menurut hasil identi-
lalu dia mengorbankan nilai-nilai ke- fikasi kami setelah bertugas di Akpol
jujuran yang sudah tertanam dalam sekian lama, hal yang akan meng-
dirinya sejak usia dini. hambat pendidikan karakter di
Kisah lainnya adalah ketika seo- Akpol.
rang pasis bernama Riand Samudra 1. Internal
yang baru menjalankan operasi lutut a. Latar belakang kehidupan taruna
kaki kiri pulang ke klinik Akpol se- yang tidak sama menyebabkan
hingga dia harus menggunakan kruk terjadinya kesenjangan antara
atau alat bantu untuk berjalan dan hal pernyataan dan pelaksanaan. Taruna
ini agak menyulitkan dirinya ketika yang berasal dari keluarga berada
akan berangkat ke graha cendikia akan susah melaksanakan salah satu
tempat pasis Riand berkuliah. Un- karakter yang dicanangkan seperti
tunglah ada pasis Hidayat dan Bagus nilai sederhana. Contohnya pada saat
Yudho kawan sekelasnya yang pesiar taruna akan lebih memilih naik
dengan sabar membantu pasis Riand taksi daripada bis kota. Pilihan ini
mendampinginya mulai dari klinik berdasarkan pertimbangan praktis
Akpol hingga ke ruang kuliah. berupa ketepatan waktu, kecepatan
Karakter yang ditunjukkan kawan ke lokasi yang dituju, dan suasana
Riand adalah mereka memiliki em- nyaman di dalam taksi jika dibanding
pati terhadap Riand yang mengalami naik bis kota yang harus berdesak-
kesulitan berjalan ke kelas dan mem- desakan dan harus mencium aroma
butuhkan bantuan dari rekannya. tidak sedap dari oknum penumpang.
Kisah-kisah lain yang menunjukkan Meskipun naik bis kota harganya
salah satu karakter kebhayangkaraan lebih murah namun karena sudah
pasti ada namun hal seperti ini jarang terbiasa naik taksi maka hal ini akan
terekspos sehingga kurang terdengar sulit dilaksanakan.
424 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

b. Perubahan paradigma dalam orang yang tidak memiliki integritas


menempuh pendidikan. Jika moral tinggi maka kegiatan akan
dulu orang ingin masuk Akpol menjadi sia-sia karena taruna
dengan tujuan yang penting bisa menganggap dia belum bisa menjadi
mendapatkan pekerjaan, pada saat teladan dan hanya manis di mulut
sekarang di tengah tuntutan zaman tetapi lain di hati.
yang menganut pragmatisme dan 2. Eksternal
cenderung materialisme maka tujuan Mendidik karakter taruna agar
individu masuk Akpol adalah ingin menjadi perwira Polri yang dicintai
cepat menjadi orang kaya. Apabila dan disegani masyarakat tidaklah
niat dari awal sudah demikian maka semudah membalik tangan, ada
nilai-nilai lihur yang coba diberikan beberapa kendala eksternal yang
kepada taruna akan dengan mudah- dihadapi oleh lembaga karena
nya dimentahkan melalui penolakan karakter negatif sudah terlanjur
meskipun tidak secara frontal. Pro- melekat pada diri taruna. Kendala itu
gram tidak berjalan secara konsisten. diantaranya:
Ciri khas program yang dilaksanakan a. Pemberitaan terhadap alumni
oleh Polri adalah program tidak Akpol yang berkarakter negatif
berjalan secara ajeg dan sifatnya cepat menyebar.
hanya insidentil alias hangat-hangat Akhir-akhir ini terdapat bebe-
tahi ayam karena tidak ada kotinuitas rapa kasus yang melibatkan aparat
perlaksanaan program dari pimpinan penegak hukum khususnya yang
lama ke yang baru. menimpa lulusan Akpol. Salah
c. Motivasi taruna dalam mengi- satunya adalah kasus narkoba yang
kuti program rendah. Taruna menjerat seorang perwira pertama
menganggap aspek kognitif dalam Polda Jateng dan telah divonis
hal pembelajaran mencapai nilai selama 2 tahun karena terbukti
maksimal lebih penting daripada menyimpan dan mengedarkan
aspek aafektif dalam penanaman narkoba di kota Semarang. Hal ini
karakter karena tidak memiliki mencerminkan lemahnya pendidikan
pengaruh langsung terhadap tingkat karakter yang diperoleh oleh sang
kelulusannya sebagai taruna. Taruna perwira. . Kasus ini menunjukkan
sekarang juga lebih peka ketika bahwa oknum perwira tadi belum
pencanangan program pendidikan menghayati nilai-nilai teladan selaku
karakter yang disampaikan oleh aparat penegak hukum yang seharus-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 425

nya memiliki ketaatan terhadap cemerlang yang dirintisnya sejak lu-


hukum. Menilik lebih jauh kehidup- lus Akpol hingga menjadi perwira
an perwira tersebut semasa taruna tinggi dan telah menduduki beberapa
ternyata dia termasuk taruna yang posisi strategis di bidaang operasio-
memiliki intelektual tinggai karena nal tidak ada artinya jika pada akhir-
termasuk dalam 10 besar lulusan nya menjadi seorang narapidana.
Akpol. Namun cap sebagai pengedar Disinilah diperlukan karakter positif
narkoba menghapus predikat sebagai bagi perwira lulusan Akpol agar tidak
perwira yang pandai karena dirinya terlena dengan jabatan yang sifatnya
tidak kuat menghadapi ujian sehing- basah namun pada akhirnya bisa
ga tersangkut kasus narkoba. Kasus menjerumuskan ke lubang yang pa-
lainnya yang mencoreng wajah ling dalam.
kepolisian adalah kasus korupsi b. Pengaruh teknologi informasi
berjamaah pada pengadaan simulator yang mudah diakses oleh taruna.
SIM dengan modus melakukan mark Sudah hal yang lumrah kiranya
up anggaran negara yang melibatkan jika generasi taruna saat ini disebut
pejabat Polri menunjukkan karakter sebagai generasi gadget yakni
negatif berupa sifat tidak jujur. Per- mereka lebih suka membuka internet
buatan ini jauh dari karakter kebha- melalui mesin gadgetnya untuk
yangkaraan yakni nilai sederhana, mencari sutau informasi dari luar
integritas, jujur dan ikhlas karena kampus via internet yang dibutuhkan
pelakunya melakukan perbuatan dalam pembelajaran. Kelebihan ge-
curang untuk menguntungkan diri nerasi ini adalah mereka dengan
sendiri meskipun mengakibatkan cepat mengetahui segala informasi
kerugian terhadap keuangan negara. yang disajikan di dunia luar namun
Seperti kita ketahui keuangan negara kekurangannya adalah mereka men-
berasal dari pajak yang dibayarkan jadi jauh dari membaca buku-buku
rakyat sehingga apabila kita mencuri pengetahuan khususnya yang berhu-
uang negara sama saja dengan melu- bungan dengan perkuliahannya kare-
kai hati rakyat yang telah memberi- na menganggap membaca buku yang
kan amanah jabatan bagi aparatur didahului mencari buku di toko buku
negaranya. Penulis menganggap ka- atau perpustakaan kurang praktis dan
sus itu sebagai antiklimaks perjalan- butuh waktu lama. Belum lagi jika
an karir oknum perwira tinggi terse- taruna telah kecanduan untuk down-
but. Perjalanan karir kedinasan yang load game terbaru melalui internet
426 Cak Deny Heryanto, Pendidikan Karakter sebagai Modal Dasar Pembentukan Perwira Sarjana Terapan ...

sehingga waktu luang yang seharus- di Akpol yakni dimasukkan dalam


nya bisa digunakan untuk menambah pola pengajaran, pelatihan, dan
wawasannya malah terbuang untuk pengasuhan. Untuk lebih konkritnya
melakukan hobi bermain game maka dibuat strategi pembudayaan
online. pendidikan karakter melalui pembi-
asaan dalam kehidupan harian taruna
E. PENUTUP mulai bangun pagi sampai istirahat
Setelah Akpol mendapatkan malam. Program ini bersifat instruk-
akreditasi C dari pendidikan tinggi tif dan selanjutnya akan dilaksanakan
Jakarta maka sejak tahun ajaran 2013 secara bertahap setiap bulannya
Akpol akan mencetak sarjana terapan sesuai dengan jumlah karakter yang
kepolisian sengan gelar ST. Pol. 12 disesuaikan dengan jumlah bulan
Peralihan program Akpol mulai dari dalam satu tahun. Apabila program
D3 ke STIK-PTIK dan akhirnya ini dapat terlaksana dengan baik
menjadi S1 terapan maka perlu maka diharapkan kualitas lulusan
ditindaklanjuti oleh pimpinan lemba- Akpol semakin meningkat tidak
ga untuk melaksanakan evaluasi hanya selaku perwira yang memiliki
perubahan terutama yang menyang- profesionalisme tinggi juga memiliki
kut kualitas lulusan Akpol. Selaku moralitas yang disegani oleh masya-
perwira lulusan Akpol yang sarjana rakat.
diharapkan memiliki brand positif Meskipun akan banyak ditemui
berupa penanaman karakter dalam kendala dalam pelaksanaan program
kehidupan taruna. Respon pimpinan 12 karakter kebhayangkaraan, na-
Akpol sedemikian cepat hingga mun dengan semangat dan tekad
akhirnya diglorifikasikanlah 12 ka- yang kuat dan harus didukung oleh
rakter kebhayangkaraan sebagai pro- semua pihak dalam arti program itu
gram unggulan Akpol saat memasuki harus berprinsip satu teladan lebih
masa transisi menuju S1 terapan. baik daripada seribu kata-kata
Program ini akan diintegrasikan sehingga hasilnya bisa dirasakan
dan diinternalisasikan dengan kon- secara maksimal nantinya.
sep pendidikan yang sudah berjalan
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 427

DAFTAR PUSTAKA

Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta:


Rineke Cipta.

Hidayatullah, M. Furqon. 2010. Pendidikan Karakter:Membangun


Peradaban Bangsa. Solo: Yuma Pustaka.

Siauw, Felix Y. 2013. How to Master Your Habits. AlFatih Press.

Sukmadinata, 2001. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.


Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
FILOSOFI DAN DEMOKRATISASI PENDIDIKAN
DALAM PENGUATAN PEMBENTUKAN KARAKTER
PROFESIONALITAS SARJANA TERAPAN KEPOLISIAN

Oleh Tri Sulistiyono

Abstrak
Filsafat dimaknai sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan luas serta menyeluruh dengan segala
hubungan. Filsafat pendidikan adalah kegiatan memikirkan segala sesuatu tentang
pendidikan secara mendalam luas serta menyeluruh dengan segala hubungan yang
merupakan usaha memaknai dan mewujudkan untuk mencapai potensi terbaik
kehidupan manusia. Aliran filsafat pendidikan yaitu esensialime, progresivisme dan
perenialisme berfokus pada titik akhir bahwa pendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata, memperhatikan budi pekerti
dan nilai serta harus bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan dan
kekuatannya sepanjang masa. Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem
yang mengatur pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh
filsafat hidup bangsa "Pancasila yang dijabarkan dalam UUD 1945. Selanjutnya di
Jelaskan dalam Pasal 31 ayat (1, 2, 3, 4, 5). Pendidikan dalam perspektif demokrasi
mempunyai peran penting dan strategis dalam pembentukan karakter dan watak
kebangsaan serta pemenuhan HAM setiap orang. Oleh karena itu amandemen Pasal 31
ayat 1, 2, 3, 4, 5 serta mereposisikan anggaran pendidikan dari UU Sisdiknas lebih
proporsional adalah langkah konstruktif untuk membentuk sistem pendidikan yang
demokratis. Pendidikan adalah pilar demokrasi dengan menciptakan paradigma baru
pendidikan demokrasi. Bentuk konkritnya adalah membangun sistem pendidikan
demokrasi terutama perguruan tinggi dalam pembentukan profesionalitas lulusannya.
Supaya ada linieritas filosofi pendidikan, dengan demokratisasi pendidikan dalam
pembentukan karakter profesionalitas maka Akpol sebagai salah satu lembaga
pendidikan kedinasan harus memulai dengan regulasi yang kokoh melalui kurikulum
Akpol Program Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian dengan kemampuan untuk
mewujudkan akreditasi A. Bravo untuk Akpol Sarjana Terapan Kepolisian.

Kata kunci: filsafat, profesionalitas, Sarjana Terapan Kepolisian

A. PENDAHULUAN segala sesuatu secara mendalam dan


Filsafat dimaknai sebagai pan- ingin melihat dari segi yang luas dan
dangan hidup seseorang atau seke- menyeluruh dengan segala hu-
lompok orang yang merupakan kon- bungan. Konteks negara, filsafat ada-
sep dasar mcngenai kehidupan yang lah sikap pemerintah dalam memikir-
dicita-citakan. Dalam Filsafat terda- kan segala sesuatu secara mendalam
pat suatu sikap seseorang yang sadar dan ingin melihat dari segi yang luas
dan dewasa dalam memikirkan dan menyeluruh dengan segala
1) Tri Sulistiyono, SH., MH. Kabag HTN- Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 429

hubungan. Sehingga filsafat negara memahami apa yang ada dalam


terhadap pendidikan adalah sikap realitas. John Dewey menganggap
pemerintah dalam memikirkan sega- pendidikan sebagai proses Transfor-
la sesuatu tentang pendidikan secara masi Sosial ke arah yang lebih baik.
mendalam dan ingin melihat dari segi Pendidikan menurutnya bukanlah
yang luas dan menyeluruh dengan tujuan, melainkan perkembangan
segala hubungan. Hubungan ini tanpa akhir, seperti hidup itu sendiri.
dipertegas dengan perolehan hak Pendidikan menurutnya tidak berbi-
asasi manusia memperoleh pendidik- cara mengenai angka, melainkan
an sepanjang hayat. nilai.
Faktanya keberlangsungan pen- Perdebatan pendidikan sebagai
didikan, saat ini sering muncul proses atau hasil, transfer pengeta-
perdebatan mengenai proses dan huan atau nilai menunjukan bahwa
hasilnya. Dua hal tersebut adalah hal pendidikan harus mempunyai fokus
yang sama pentingnya. Praktek titik akhir yang sama yaitu mampu
perguruan tinggi sekarang sering membentuk manusia dewasa yang
dianggap hanya transfer ilmu dan bertanggung jawab terhadap kelang-
transfer teknologi. Ini berarti, pendi- sungan hidup diri dan lingkunganya
dikan hanya berjalan dalam aspek termasuk (negara dan bangsa). Untuk
kognitif dan psikomotorik peserta mempu mencapai hal tersebut
didik. Kemudian, masalah yang pendidikan harus diselenggarakan
muncul pendidikan hanya terasa secara demokrasi. Lalu bagaimana
sebagi beban dan tidak inspiratif. demokrasi pendidikan yang ideal
Agar terdapat kesadaran tentang apa dapat dijalankan dalam masyarakat
yang dipelajari dan dapat terbangun Indonesia, terutama model pendidik-
dalam pemahaman, kegiatan pendi- an pada PT Kedinasan seperti Akpol
dikan harus dimulai secara afektif. yang akan mencetak Sarjana Terapan
Inilah yang membuat pendidikan Kepolisian?.
menjadi berkarakter. Banyak filsuf Minimal untuk mampu meng-
yang fokus membahas pendidikan. kaji hal tersebut harus bercumbu
Freire misalnya, ia mendefinisikan dengan konsep demokrasi pendidik-
pendidikan sebagai usaha memanu- an dan filsafat. Demokrasi adalah
siakan manusia. Pendidikan membu- konsep penghargaan, penghormatan
at seorang manusia memiliki kemam- secara asasi kodrat manusia sehingga
puan kritisan dan kemampuan untuk manusia hidup bebas, merdeka tanpa
430 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

tekanan dengan tanggung jawab Artikel ini dimaksudkan untuk


saling menghormati untuk mampu menjawab pertanyaan “Bagaimana
hidup layak, sejahtera dan aman. urgentnya pelaksanaan demokrasi
Terkait dengan demokrasi pendidik- pendidikan di Indonesia dalam
an negara Indonesia sudah mengakui perspektif filosofi pendidikan?”.
dalam hukum dasarnya. Pengakuan Tujuannya untuk mendeskripsikan
terhadap hak asasi setiap individu secara ilmiah dan empiris urgentnya
anak bangsa untuk menuntut pendi- pelaksanaan demokrasi pendidikan
dikan pada dasarnya telah mendapat- di Indonesia dalam perspektif
kan pengakuan secara legal yang filosofis pendidikan pada Perguruan
diamanatkan oleh Undang-Undang Tinggi Kedinasan Akpol.
Dasar 1945 pasal 31 (1) yang ber- Pembahasan ini diawali dengan
bunyi bahwa setiap warga negara konsep Filosofis pendidikan; Peng-
berhak mendapatkan pendidikan. kritisian pendidikan nasional pada
Oleh karena itu seluruh komponen Pasal 31 UUD 1945; Sistem Pendi-
bangsa yang mencakupi orang tua, dikan demokrasi dalam suatu negara
masyarakat, dan pemerintah memili- demokrasi; Kebijakan pedidikan
ki kewajiban dalam bertanggung dalam pelaksanaan demokrasi
jawab untuk mencerdaskan kehidup- pendidikan di Akademi Kepolisian
an bangsa melalui pendidikan. pada jenjang Sarjana Ilmu Terapan
Selama ini memang kebijakan dan di akhiri dengan penutup yang
pemerintah dalam penyelenggaraan berisi simpulan dan saran.
pendidikan telah menuju pada upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, B. FILOSOFIS PENDIDIKAN
sehingga secara konseptual pemerin- PADA PENDIDIKAN KA-
tah telah melaksanakan kewajiban- RAKTER
nya sesuai dengan ketentuan undang- Pengertian Filsafat adalah pan-
undang. Namun secara realitas masih dangan hidup seseorang atau seke-
cukup banyak diantara kelompok lompok orang yang merupakan
usia sekolah yang tidak/belum dapat konsep dasar mcngenai kehidupan
menikmati pendidikan karena alasan yang dicita-citakan. Filsafat juga
tertentu baik karena ketidakterjang- diartikan sebagai suatu sikap seseo-
kauan biaya, tempat maupun kesem- rang yang sadar dan dewasa dalam
patan, sehingga hak mereka seolah memikirkan segala sesuatu secara
“terampas” dengan sendirinya. mendalam dan ingin melihat dari segi
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 431

yang luas dan menyeluruh dengan idealisme subjektif dan idealisme


segala hubungan. objektif.
Ciri-ciri berpikir filosfi: 3. Realisme. Aliran ini berpendapat
1. Berpikir dengan menggunakan bahwa dunia batin/rohani dan
disiplin berpikir yang tinggi. dunia materi murupakan hakitat yang
2. Berfikir secara sistematis. asli dan abadi.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, 4. Pragmatisme merupakan aliran
dan paham dalam filsafat yang tidak
4. Menyeluruh. bersikap mutlak (absolut) tidak
Empat persoalan yang ingin doktriner tetapi relatif tergantung
dipecahkan oleh filsafat ialah : kepada kemampuan minusia.
1. Apakah sebenarnya hakikat Manfaat filsafat dalam kehidupan
hidup itu? Pertanyaan ini dipela- adalah :
jari oleh Metafisika 1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Apakah yang dapat saya ketahui? 2. Sebagai dasar dalam mengambil
Permasalahan ini dikupas oleh keputusan.
Epistemologi. 3. Untuk mengurangi salah paham
3. Apakah manusia itu? Masalah ini dan konflik.
dibahas olen Antropologi Filsa- 4. Untuk bersiap siaga menghadapi
fat. situasi dunia yang selalu berubah.
Beberapa ajaran filsafat yang Pendidikan dalam artian yang
telah mengisi dan tersimpan dalam lebih filosofis berbeda dengan ke-
khasanah ilmu adalah: giatan pengajaran. Secara sederhana,
1. Materialisme, yang berpendapat pendidikan bisa berarti usaha me-
bahwa kenyatan yang sebenarnya maknai dan mewujudkan untuk
adalah alam semesta badaniah. mencapai potensi terbaik kehidupan
Aliran ini tidak mengakui adanya manusia. Pendidikan lahir dan
kenyataan spiritual. Aliran material- berkembang secara alami dalam bu-
isme memiliki dua variasi yaitu daya hidup manusia. Dalam sejarah
materialisme dialektik dan material- budaya kegiatan pendidikan mulai
isme humanistis. terlembagakan melalui Academia
2. Idealisme yang berpendapat pertama kali dibentuk oleh Plato
bahwa hakikat kenyataan dunia (abad 2 SM), dilanjutkan Lycheum
adalah ide yang sifatnya rohani atau oleh Arsistoteles (abad 1 SM) Pergu-
intelegesi. Variasi aliran ini adalah ruan tinggi besar pertama diseleng-
432 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

garakan di Maroko abad 10, dan Al- idealisme subjektif yang berpendapat
Azhar Mesir abad 11. Tradisi Univer- hahwa alam semesta itu pada haki-
sitas berkembang di Eropa tahun katnya adalah jiwa/spirit dan segala
1300an. Ketika dunia terus berputar sesuatu yang ada ini nyata ada dalam
dan keseharian tetap berlangsung, arti spiritual. Realisme berpendapat
manusia tetap mewarnai kemapanan- bahwa kualitas nilai tergantung pada
kemapanan yang sedang terjadi apa dan bagaimana keadaannya,
melalui pencapaian pendidikan. apabila dihayati oleh subjek tertentu,
Semua terdapat dalam perkem- dan selanjutnya tergantung pula pada
bangan zaman. Sebagai sesuatu yang subjek tersebut. idealisme, nilai akan
identik dengan karakteristik manu- menjadi kenyataan (ada) atau
sia. disadari oleh setiap orang apabila
Pendidikan adalah upaya me- orang yang bersangkutan berusaha
ngembangkan potensi peserta didik untuk mengetahui atau menyesuai-
agar potensi itu menjadi nyata dan kan diri dengan sesuatu yang
dapat berfungsi dalam hidupnya. menunjukkan nilai kepadanya dan
Dasar pendidikan adalah cita-cita orang itu mempunyai pengalaman
kemanusiaan universal. Pendidikan emosional yang berupa pemahaman
bertujuan menyiapkan pribadi dalam dan perasaan senang tak senang
keseimbangan, kesatuan. organis, mengenai nilai tersehut. Menunut
harmonis, dinamis. guna mencapai realisme, pengetahuan terbentuk
tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat berkat bersatunya stimulus dan
pendidikan adalah filsafat yang tanggapan tententu menjadi satu
digunakan dalam studi mengenai kesatuan. Sedangkan menurut ideal-
masalah-masalah pendidikan. Bebe- isme, pengetahuan timbul karena
rapa aliran filsafat pendidikan; adanya hubungan antara dunia kecil
Esensialisme berpendapat bahwa dengan dunia besar. Esensialisme
dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada berpendapat bahwa pendidikan
cela yang mengatur dunia beserta haruslah bertumpu pada nilai-nilai
isinya dengan tiada cela pula. yang telah teruji keteguhan-ketang-
Esensialisme didukung oleh idealis- guhan, dan kekuatannya sepanjang
me modern yang mempunyai pan- masa. Perenialisme berpendirian
dangan yang sistematis mengenai bahwa untuk mengembalikan keada-
alam semesta tempat manusia bera- an kacau balau seperti sekarang ini,
da. Esensialisme juga didukung oleh jalan yang harus ditempuh adalah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 433

kembali kepada prinsip-prinsip sia adalah suatu sistem yang menga-


umum yang telah teruji. Menurut. tur dan menentukan teori dan pratek
perenialisme, kenyataan yang diha- pelaksanaan pendidikan yang berdiri
dapi adalah dunia dengan segala di atas landasan dan dijiwai oleh fil-
isinya. Perenialisme berpandangan safat bangsa Indonesia yang diabdi-
bahwa persoalan nilai adalah perso- kan demi kepentingan bangsa dan
alan spiritual, sebab hakikat manusia negara Indonesia guna memperlanar
adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai mencapai cita-cita nasional Indone-
indah haruslah dapat dipandang baik. sia. Filsafat pendidikan nasional
Beberapa pandangan tokoh pere- Indonesia adalah suatu sistem yang
nialisme terhadap pendidikan: (1) mengatur pelaksanaan pendidikan
Program pendidikan yang ideal harus yang berdiri di atas landasan dan
didasarkan atas paham adanya nafsu, dijiwai oleh filsafat hidup bangsa
kemauan, dan akal (Plato); (2) "Pancasila.
Perkembangan budi merupakan titik Pendidikan sebagai ilmu bersifat
pusat perhatian pendidikan dengan multidimensional baik dari segi
filsafat sebagai alat untuk menca- filsafat (epistemologis, aksiologis,
painya ( Aristoteles): (3) Pendidikan dan ontologis) maupun secara ilmiah.
adalah menuntun kemampuan- Teori yang dianut dalam sebuah
kemampuan yang masih tidur agar praktek pendidikan sangat penting,
menjadi aktif atau nyata. (Thomas karena pendidikan menyangkut
Aquinas). pembentukan generasi dan semesti-
C. PENGKRITISAN PENDIDIK- nya harus dapat dipertanggung-
AN NASIONAL INDONESIA jawabkan. Proses pendidikan meru-
DALAM PASAL 31 UUD 1945 pakan upaya mewujudkan nilai bagi
MENCAPAI DEMOKRASI peserta didik dan pendidik, sehingga
PENDIDIKAN unsur manusia yang dididik dan
Pendidikan nasional adalah suatu memerlukan pendidikan dapat meng-
sistem yang memuat teori praktek hayati nilai-nilai agar mampu menata
pelaksanaan pendidikan yang berdiri perilaku serta pribadi sebagaimana
di atas landasan dan dijiwai oleh mestinya. Sebagai contoh, dalam
filsafat bangsa yang bersangkutan wacana keindonesiaan pendidikan
guna diabdikan kepada bangsa itu semestinya berakar dari konteks
untuk merealisasikan cita-cita nasio- budaya dan karakteristik masyarakat
nalnya. Pendidikan nasional Indone- Indonesia, dan untuk kebutuhan
434 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

masyarakat Indonesia yang terus eksekutif khususnya kekuasaan


berubah. Hal ini berarti bahwa presiden, Banyak Pasal yang ber-
sebaiknya pendidikan tidak dilaku- orientasi pada kemapanan kekuasaan
kan kecuali oleh orang-orang yang pengausa, sehingga jauh dari asas
mampu bertanggung jawab secara demokrasi. Sehingga mengakibatkan
rasional, sosial dan moral. pemerintahan yang sentralistik dan
Berbicara tentang landasan filo- otoriter yang mensengsarakan seba-
sofis pendidikan berarti berkenaan gian besar rakyat Indonesia. Aman-
dengan tujuan filosofis suatu praktik demen UUD 1945 selama masa
pendidikan sebagai sebuah ilmu. reformasi ini dilakukan sebanyak
Oleh karena itu, kajian yang dapat empat tahapan yaitu (tahun 1999,
dilakukan untuk memahami landasan 2000, 2001 dan 2002). Pada aman-
filosofis pendidikan adalah dengan demen yang tahap ke-4, MPR meng-
menggunakan pendekatan filsafat amandemen pasal 31 tentang pendi-
ilmu yang meliputi tiga bidang kajian dikan. Hasil amandemen yang dila-
yaitu ontologi, epistimologi dan kukan oleh MPR tersebut memberi-
aksiologi. Landasan filosofis ber- kan angin segar pada dunia pendidik-
sumber dari pandangan-pandangan an yang selama ini kurang mendapat
dalam filsafat pendidikan, menyang- perhatian dari wakil rakyat yang
kut keyakinan terhadap hakekat duduk di DPR/MPR.
manusia, keyakinan tentang sumber Konsep pendidikan di jabarkan
nilai, hakekat pengetahuan, dan dalam hukum dasar yaitu UUD 1945,
tentang kehidupan yang lebih baik khusus Pasal 31 ayat (1, 2, 3, 4, 5)
dijalankan. Untuk mencapai titik yang merupakan hasil hasil aman-
filsafat pendidikan di Indonesia yang demen UUD 1945 ke IV (empat)
tepat maka perlu menganalisis aman- yang dilakukan oleh bangsa dan
demen Pasal 31 UUD 1945 dan mere- negara Indonesia pada Era Refor-
posisikan anggaran pendidikan yang masi. Hasil amandemen UUD 1945
proporsional. Ke IV ( tahun 2002) tentang pendi-
Salah satu tuntutan reformasi dikan ada dalam Pasal 31 ayat 1
yang digulirkan dan dimotori oleh sampai dengan 5. Pengkritisan
mahasiswa adalah amandemen UUD terhadap Pasal 31 UUD 1945 Ayat 1 :
1945. Mahasiswa beranggapan bah- Setiap warga negara berhak men-
wa UUD 1945 terlalu banyak dan dapatkan pendidikan *** Sebelum di
luas memberikan kekuasaan pada amandemen kata pendidikan adalah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 435

pengajaran. Kata “pengajaran” warga negara wajib mengikuti pendi-


dalam pasal 31 ayat 1 sebelum di- dikan dasar dan pemerintah wajib
amandemen rupanya telah mem- membiayainya. ” Ayat ini secara khu-
pengaruhi paradigma, sikap, dan sus berbicara tentang pendidikan
tindakan guru dalam mengajar. Guru dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP),
lebih menekankan pada aspek bahwa target yang dikehendaki ada-
kognitif dan mengabaikan aspek lah warga negara yang berpendidikan
afektif yang berisi sikap, minat, minimal setingkat SLTP. Ada dua
apresiasi dan sistem nilai. Guru kata "wajib" dalam ayat ini yang
hanya mengembangkan kemampuan berimplikasi terhadap pelaksanaan
otak kanan yang berpikir linier dan lebih lanjut program wajib belajar. Di
kurang mengembangkan kemam- antaranya adalah setiap anak usia
puan otak kiri. Pengabaian aspek pendidikan dasar (6-15 tahun) wajib
afektif ini sangat merugikan siswa bersekolah di SD dan SLTP. Karena
secara individual maupun masyara- sifatnya wajib, bila tidak, semestinya
kat secara keseluruhan. Akibatnya ada sanksi hukum terhadap keluar-
peserta didik banyak mengetahui ganya dan juga bagi anaknya. Sanksi
pengetahuan baik itu moral, fisika, apa yang dikenakan kepada mereka,
ekonomi, maupun matematika haruslah jelas. Tidak boleh lagi ada
namun mereka kurang memiliki alasan bahwa seorang anak tidak
sikap dan sistem nilai secara positif bersekolah karena ia tidak ingin
terhadap apa yang mereka ketahui, bersekolah atau keluarganya tidak
sehingga mereka tidak memprak- mampu membiayainya karena peme-
tikannya dalam kehidupan sehari- rintah wajib membiayainya.
hari. Kurang dikembangkannya Diakui bahwa saat ini wajib
aspek afektif karena aspek afektif belajar pendidikan dasar cukup
masih sulit digarap secara opera- berhasil, paling tidak secara kuan-
sional, baik dalam merumuskan titatif. Di tingkat SD, angka parti-
tujuan maupun dalam melakukan sipasi kasar (APK) yaitu rasio antara
evaluasinya pada hal aspek afektif ini jumlah seluruh siswa SD dibanding-
sangat berpengaruh terhadap perila- kan jumlah anak usia 7-12 tahun telah
ku seseorang, jika seseorang telah melebihi 100% (menurut data resmi
memiliki afektif terhadap sesuatu hal 110-115%). Akan tetapi, angka
maka resiko apapun akan di tempuh. partisipasi murni (APM) yaitu rasio
Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap antara jumlah siswa SD umur 7-15
436 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

tahun dibandingkan populasi pendu- dikeluarkan oleh keluarga siswa.


duk umur tersebut sebesar 95%. Beban yang jauh lebih berat yang
Artinya, masih ada sekira 5% anak harus ditanggung oleh keluarga siswa
usia 7-12 tahun yang belum ber- adalah untuk buku pelajaran, iuran-
sekolah yang jumlahnya sekira 1, 2 iuran insdidental, alat-alat tulis, pa-
juta orang, tersebar di seluruh kaian seragam, dan kebutuhan esen-
Indonesia. Di SLTP, angka resmi sial sekolah lainnya (Dedi Supriyadi,
mencatat APK saat ini telah menca- 2001: 27).
pai 78% (Rodiyah, 2009: 106). Pasal 31 ayat 3 berbunyi “Peme-
Dalam ayat 2 ini juga mewajibkan rintah mengusahakan dan menye-
pemerintah untuk membiayai pendi- lenggarakan satu sistem pengajaran
dikan khususnya pada pendidikan nasional, yang meningkatkan kei-
dasar. Yang menjadi pertanyaan manan dan ketaqwaan serta aklaq
biaya apa sajakah yang akan ditang- mulia dalam rangka mencerdaskan
gung oleh pemerintah? Apakah kehidupan bangsa yang diatur
masih akan terbatas pada tiga jenis undang-undang”. Dengan dicantum-
biaya (gaji, pengadaan alat dan kannya kata “meningkatkan keiman-
pemeliharaannya, serta penyeleng- an dan ketaqwaan terhadap Tuhan
garaan), atau akan meliputi juga uang yang Maha Esa, serta aklaq mulia da-
sekolah yang selama dibayarkan lam rangka mencerdaskan kehidupan
mela-lui BP3, biaya ujian-ujian? bangsa. ” Hal ini berarti lebih mem-
Atau akan termasuk juga buku-buku pertegas, memperkuat dasar, arah
pelajaran, alat-alat tulis, pakaian dan tujuan pendidikan nasional kita
seragam terutama bagi siswa yang yang selama ini kata iman dan taqwa
kurang mampu? Perlu dicatat bahwa dan seterusnya itu hanyalah dimuat
kalau hanya iuran BP3 yang ditang- dalam UU sistem pendidikan. Harap-
gung, itu jumlahnya kecil sekali dan an dan tujuan lebih jauh dengan
jelas tidak akan banyak membantu manusia yang beriman, bertaqwa,
meringankan biaya siswa terutama dan bermoral adalah bangsa ini akan
dari kalangan tidak mampu. dapat mencapai suatu keadilan dan
Berdasarkan penelitian Balitbang kesejahteraan bagi seluruh rakyat
menemukan bahwa komponen iuran yang bebas dari korupsi, kolusi, dan
BP3 hanya hanya mewakili 6-9% nepotisme (KKN).
dari total biaya pendidikan per anak Pasal 31 ayat 3 terdapat kalimat
di jenjang SD dan SLTP yang “pendidikan nasional yang mening-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 437

katkan keimanan dan ketaqwaan dikan terdapat KTSP ( tiap–tiap


serta akhlak mulia”. Yang benar daerah, sekolah membuat kurikulum
kalimat itu berbunyi “ pendidikan sendiri-sendiri). Ternyata antara
nasional yang meningkatkan kepada Undang-undang dasar dengan pelak-
ketuhanan Yang Maha Esa, kemanu- sanaan Undang-undang pendidikan
sian yang adil dan beradab, persatuan (kurikulum KTSP) bertentangan. Ini
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin sebuah contoh : adanya Undang-
oleh hekmat kebijaksanaan dalam Undang Dasar dengan Undang-
permusyawaratan/perwakilan dan Undang Cacat ( simpang siur).
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Seharusnya ada Kurikulum Pendi-
Indonesia. dikan Nasional ( KPN). Pasal ini me-
Pada banyak sekolah, setiap hari rupakan hasil refleksi dan evaluasi
Senin dalam upacara bendera siswa dari pelaksanaan pendidikan di Indo-
diajak untuk membaca Pancasila, nesia yang sebelumnya berorientasi
tetapi pada Undang-Undang Dasar pada aspek kognitif dengan menga-
pasal 31 ayat 3 tidak mencerminkan 5 baikan aspek afektif dan spikomotor.
sila yang tertuang pada pembukaan Pasal 31 ayat 4 “Pemerintah
UUD. Antara UUD ( pada Pembuka- memprioritaskan anggaran pendi-
an) dengan pasal 31 ayat 3 tentang dikan sekurang-kurangnya 20 % dari
kata “akhlak mulia” tidak bisa APBN serta dari anggaran penda-
mewakili Pembukaan itu sendiri, patan belanja daerah untuk meme-
karena “akhlak mulia” itu tidak jelas nuhi kebutuhan penyelenggaraan
pengertiannya (siapa, dimana dan pendidikan nasional. ” Mencermati
kapan). Sebagai contoh ahklak mulia pasal 31 ayat 4 ini rupanya wakil
di daerah Papua berbeda dengan rakyat memiliki kesadaran dan
daerah Jawa. Sehingga UUD itu tidak keinginan yang kuat untuk merom-
bisa dilaksanakan untuk mengatur bak anggaran pendidikan yang
bangsa. Karena UUD itu sendiri tidak selama ini berkisar antara 3 sampai
konsen antara pembukaan dengan dengan 7 % menjadi sedikitnya 20%.
pasal-pasalnya. Disadari atau tidak, penyebutan
Pasal 31 ayat 3 terdapat “peme- anggaran untuk sektor pendidikan
rintah mengusahakan dan menye- minimal 20% dari RAPBN dan
lenggarakan satu sistem pendidikan RAPBD itu ada nilai plus minusnya.
nasional”. Pada kenyataannya di Plusnya adalah pemerintah pusat/
lapangan / pada kurikulum pendi- daerah menjadikan hal ini sebagai
438 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

pedoman dalam menyusun anggaran (1) “menjunjung tinggi nilai agama


dan DPR-RI/DPRD serta masyarakat dan persatuan bangsa”. Menurut
bisa menjadikannya sebagai patokan penulis yang benar adalah “
dalam melakukan pengawasan ter- menjunjung tinggi nilai-nilai agama,
hadap kesungguhan pemerintah. Di kemanusian, persatuan bangsa Indo-
tingkat daerah, sekarang banyak nesia, kerakyatan dan keadilan sosial
pemkab/pemkot yang dengan bangga bagi seluruh rakyat Indonesia. Kare-
menyebut angka 20-40% dari na pada Pembukaan Undang-Undang
RAPBD-nya untuk pendidikan, tapi Dasar mencerminkan 5 nilai yang
sebagian besar anggaran itu diguna- harus dikembangkan. Dalam peng-
kan untuk membayar gaji guru/ gunaan ilmu pengetahuan dan teh-
pegawai berstatus PNS. Kalau untuk nologi ini hendaknya mendasarkan
gaji guru/pegawai pendidikan saja diri pada nilai-nilai agama yang tran-
sudah mengambil 20% dari RAPBN/ sendental dan universal untuk kese-
RAPBD, lalu masih adakah biaya jahteraan umat manusia dan mema-
untuk pembangunan sarana/prasa- jukan peradapan serta persatuan
rana, pemeliharaan, dan penyeleng- bangsa.
garaan pendidikan? Terdapat kalimat (2) “ kemajuan
Dewasa ini gaji guru/pegawai peradaban serta kesejahteraan umat
pendidikan masih menjadi tanggung manusia” Yang benar adalah “kema-
jawab pemerintah pusat yang disalur- juan bangsa Indonesia serta kesejah-
kan melalui Dana Alokasi Umum teraan bangsa Indonesia. Karena
(DAU) yang diturunkan ke provinsi/ kemajuan peradaban itu sifatnya
kabupaten/kota. Otda yang berlaku umum, misalkan peradaban eropa,
sekarang masih mengandalkan dan peradapan Indonesia. Kesejah-
sebagian besar pembiayaannya pada teraan umat manusia yang benar
subsidi pemerintah pusat melalui “kesejahteraan bangsa Indonesia”
DAU. Hanya daerah tertentu yang Karena : umat manusia mempunyai
memiliki PADS yang cukup signi- dua pengertian sifat umum dan sifat
fikan bagi RAPBD-nya dan sebagian khusus, misalkan manusia Australia,
lainnya ditambah lagi dengan manusia Belanda, manusia Indone-
pendapatan dari bagi hasil (UU No. sia.
25/1999).
Pasal 31 ayat 5, terdapat kalimat
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 439

D. SISTEM PENDIDIKAN DE- 2003 tentang Sistem pendidikan


MOKRATIS DALAM SUATU Nasional). Namun dalam kenyataan
NEGARA DEMOKRASI masih terdapat fenomena pendidikan
Paradigma pendidikan di masa yang tidak demokratis, misalnya
depan adalah pendidikan yang fenomena kurang memadainya
demokratis dan pendidikan yang kualitas proses dan produk pendi-
demokratis hanya dapat diwujudkan dikan. Gambaran pendidikan saat ini
dalam masyarakat, bangsa dan nega- dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
ra yang juga demokratis. Demokrasi, Proses pendidikan didominasi oleh
termasuk demokrasi pendidikan, penyampaian informasi bukan pem-
memang tidak menyembuhkan ber- rosesan informasi. (2) Proses pendi-
bagai penyakit pembangunan, dikan masih berpusat pada kegiatan
termasuk untuk mendapatkan pendi- mendengarkan dan menghafalkan,
dikan yang bermutu, tetapi demo- bukan interpretasi dan makna ter-
krasi memberikan peluang terbaik hadap apa yang dipelajari dan upaya
bagi terlaksananya keadilan dan membangun pengetahuan. (3) Proses
terhormatinya harkat dan martabat pendidikan masih didominasi oleh
kemanusiaan. Pendidikan yang guru/dosen yang otoriter (Suhar-
demokratis akan menghasilkan djono, 2000: 1). (4) Selama ini siswa
lulusan yang mampu berpartisipasi ditempatkan sebagai objek, belum
dalam kehidupan masyarakat dan menempati kedudukannya sebagai
mampu mempengaruhi pengambilan subyek, sehingga kurang ada peluang
keputusan kebijakan publik. bagi siswa/mahasiswa untuk ber-
Sampai saat ini, pendidikan yang kreasi, memberi kesempatan untuk
demokratis masih merupakan cita- mengembangkan dan menunjukkan
cita yang belum terwujud. Dalam kemampuan yang beragam (Djohar,
undang-undang sistem pendidikan 2003: 87).
nasional nomor 20 tahun 2003 bab III 1. Mewujudkan Demokrasi Le-
Pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pen- wat Pendidikan
didikan diselenggarakan secara de- Pendidikan mempunyai cakupan
mokratis dan berkeadilan serta tidak luas, jalur sekolah, luar sekolah dan
diskriminatif dengan menjunjung keluarga. Pendidikan sekolah sendiri
tinggi hak asasi manusia, nilai ke- terdiri atas jenjang pendidikan dasar,
agamaan, nilai kultural dan kema- menengah dan pendidikan tinggi.
jemukan bangsa(UU No. 10 Tahun Untuk mewujudkan demokrasi
440 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

dalam dan lewat sekolah, menurut memperlakukan peserta didik seba-


John Dewey, sekolah harus menja- gai individu yang memiliki karak-
lankan tiga fungsi berikut, (1) seko- teristik khusus dan mandiri dan (4)
lah harus memberikan lingkungan Pendidikan merupakan proses yang
yang disederhanakan dari kebuda- berkesinambungan dan senantiasa
yaan kompleks yang ada, yaitu dipi- berinteraksi dengan lingkungan
lih dari segi fundamental yang dapat (Zamroni, 2001: 9).
diserap oleh remaja, (2) sekolah Perwujudan sekolah yang men-
sejauh mungkin mengeliminasi segi- sosialisakan paham dan sikap demo-
segi yang tidak baik dari lingkungan kratis berdasar empat aspek: (1)
yang ada, meniadakan hal-hal yang aspek status siswa, berorientasi pada
remeh dan tak berguna dari masa pendidikan modern yang mempunyai
lampau dan memilih yang terbaik dan asumsi bahwa pendidikan berlang-
memungkinkan anak-anak menjadi sung dari lahir sampai mati. Artinya,
warga negara yang lebih baik dan sekolah adalah kehidupan itu sendiri
membentuk masyarakat masa depan dan sebaliknya kehidupan itu adalah
yang lebih maju dan sejahtera, (3) sekolah atau pendidikan. Karena itu,
sekolah hendaknya menyeimbang- sekolah merupakan kehidupan nyata
kan berbagai unsur dalam lingkung- siswa itu sendiri bukan tempat mem-
an sosial serta mengusahakan agar persiapkan siswa bagi kehidupan
masing-masing individu mendapat mendatang. Hal ini sesuai dengan
kesempatan untuk melepaskan diri- pendapat John Dewey sebagaimana
nya dari keterbatasan-keterbatasan dikutip Zamroni, school is not prepa-
kelompok sosial dimana dia lahir ration for life but life it self (sekolah
(John Dewey, 1994: 162). bukan bekal untuk hidup tetapi
Konsep tersebut sesuai dengan kehidupan itu sendiri). Implikasi dari
paradigma pendidikan sistematik orientasi ini adalah anak didik
organik yang menyatakan bahwa merupakan subyek dalam proses
proses pendidikan formal sistem pendidikan. Kehidupan sosial siswa
persekolahan harus memiliki empat merupakan sumber transformasi
ciri sebagai berikut: (1) Pendidikan kehidupan. Peran penting dalam
lebih menekankan pada proses proses pendidikan bukan terletak
pembelajaran daripada mengajar, (2) pada mata pelajaran yang diberikan,
Pendidikan diorganisir dalam struk- melainkan terletak pada aktivitas so-
tur yang fleksibel, (3) Pendidikan sial siswa sendiri. Orientasi
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 441

pendidikan modern ini memberikan Manajemen Pendidikan: yaitu mana-


penekanan dan tempat berkembang- jemen yang bersifat desentralisasi
nya kreativitas, kemandirian, tole- yaitu kebijakan pendidikan lebih
ransi dan tanggung jawab siswa. (2) banyak ditentukan pada level daerah,
aspek fungsi guru: yaitu bahwa guru level sekolah dan level kelas. Dengan
sebagai fasilitator dan motivator. desentralisasi ini kreativitas dan daya
Fungsi guru ini akan muncul jika inovatif guru sangat diperlukan.
siswa berstatus sebagai subyek Dimensi manajemen yang bersifat
dalam proses pendidikan, karena desentralisasi diterapkan apabila
sebagai fasilitator dan motivator guru dimensi siswa sebagai subyek pendi-
akan lebih banyak bersifat tut wuri dikan, fungsi guru sebagai dinamisa-
handayani dengan memberikan tor dan fasilitator dan materi penga-
dorongan dan motivasi agar siswa jaran bersifat problem oriented.
dapat memperluas kemampuan 2. Membangun Sistem Pendidik-
pandang untuk mengembangkan an Demokratis
berbagai alternatif dalam aktivitas Impian pendidikan berkualitas
kehidupan dan memperkuat kemau- hanya dapat diwujudkan dalam alam
an untuk mendalami serta mengem- demokrasi pendidikan dan demo-
bangkan apa yang telah dipelajari krasi pendidikan hanya dapat diwu-
dalam proses pendidikan. (3) Dimen- judkan dalam tatanan kehidupan
si Materi Pendidikan: yaitu materi bermasyarakat, berbangsa dan ber-
pendidikan bersifat problem orien- negara yang demokratis. Namun, ke-
ted, guru menyampaikan bahan nyatannya kehidupan yang demokra-
pengajaran berangkat dari problem tis masih lebih merupakan keinginan
riel yang dihadapi siswa dan ling- daripada kenyataan(Mastuhu , 2004:
kungan masyarakatnya. Dengan 84).
demikian materi yang bersifat teoritis Konsep sistem pendidikan yang
akan dihubungkan dengan realitas demokratis terkait dengan bagai-
kehidupan siswa. Guru dituntut mana pendidikan tersebut disiapkan,
berperan aktif, kreatif dan berani dirancang dan dikembangkan se-
membawa isue-isue kontroversial ke hingga memungkinkan terwujudnya
dalam proses belajar mengajar. ciri-ciri atau nilai-niklai demokrasi.
Adapun para siswa mendapat kesem- Ini juga bersifat umum dalam arti
patan untuk mendiskusikan isue-isue mengemas sistem pendidikan dengan
yang sensitif tersebut. (4) Dimensi seluruh komponen, yaitu kurikulum,
442 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

materi pendidikan, sarana prasarana, (7) keputusan yang diambil harus


lingkungan siswa, guru dan tenaga dapat dipertanggung-jawabkan
pendidikan lainnya, proses pendidik- secara moral kepada Tuhan Yang
an dan lainnya. Bisa juga bersifat Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
khusus yaitu pengemasan kompo- dan martabat manusia serta nilai-
nen-komponen tertentu dari sistem nilai kebenaran dan keadilan (Sutan
pendidikan tersebut misalnya bagai- Zanti Arbi, 1988: 294).
mana kurikulum atau bahan pelajar- Sistem pendidikan yang demo-
an atau proses belajar mengajar kratis tersbeut perlu diperjelas secara
dirancang sedemikian rupa sehingga makro di tingkat nasional yang
mencerminkan dan memungkinkan berlaku untuk seluruh Indonesia atau
terbentuknya nilai-nilai demokrasi tingkat mikro di lingkungan sekolah
(Arief. S. Sadiman, , 2001: 1). atau kelas. Beberapa hal yang perlu
Dalam mengembangkan sistem diperhatikan dalam membangun
pendidikan yang demokratis di sistem pendidikan yang demokratis
Indonesia, perlu memperhatikan sebagaimana yang dinyatakan Sadi-
tujuh butir yang merupakan prinsip- man, sebagai berikut:
prinsip dalam prosedur-prosedur a. Kurikulum dirancang sedemi-
yang demokratis dan mencerminkan kian rupa sehingga dapat mem-
pandangan serta jalan hidup berikan ruang gerak bagi sekolah/
demokratis yang diinginkan. Tujuh daerah tertentu untuk menyesuaikan
butir tersebut: (1) mengutamakan dengan kondisi dan kebutuhan
kepentingan masyarakat, (2) tidak setempat tanpa harus kehilangan
memaksakan kehendak kepada orang orientasi nasional dan global. Kuri-
lain, (3) mengutamakan musyawarah kulum juga harus menggariskan
dalam mengambil keputusan untuk adanya mata pelajaran-mata pela-
kepentingan bersama, (4) musya- jaran yang menggiring suasana
warah untuk mencapai mufakat demokratis dalam proses belajar
diliputi semangat kekeluargaan, (5) mengajar dan pada gilirannya dapat
memiliki i'tikad baik dan rasa menanamkan nilai-nilai demokratis
tanggung jawab menerima dan pada diri anak didik.
melaksanakan hasil keputusan b. Tidak ada keharusan bagi sekolah
musyawarah, (6) musyawarah yang atau lembaga pendidikan untuk
dilakukan dengan akal sehat dan menggunakan bahan belajar tertentu.
sesuai dengan hati nurani yang luhur, Idealnya diberi kebebasan memilih
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 443

sendiri bahan belajar (buku dan sosial (komunikasi dan interaksi


media) yang mereka nilai baik. dengan sesama manusia).
Bahan belajar sendiri juga harus d. Sebagai komponen sistem pen-
dikemas dengan mengakui bahwa didikan, guru harus bersikap
setiap siswa berbeda satu sama lain demokratis. Guru harus mampu
dengan kelebihan dan kekurangan- menerima perbedaan, menghargai
nya memungkinkan adanya interaksi pendapat siswa tidak memaksakan
aktif dan menempatkan sasaran didik kehendak, merasa paling tahu dan
sebagai subyek bukan obyek menciptakan suasana belajar yang
pendidikan. demokratis. Peran guru bukan seba-
c. Sarana prasarana pendidikan pun gai satu-satunya sumber belajar
harus menunjang terwujudnya karena telah/makin banyak sumber
nilai-nilai demokrasi dalam praktek belajar lain di sekitar kehidupan
pendidikan atau belajar mengajara anak.
sehari-hari. Misalnya: ruang kelas e. Proses pendidikan atau belajar
dengan meja kursi bangku tidak kaku mengajar hendaknya mencer-
tetapi memiliki fleksibilitas yang minkan nilai-nilai demokrasi (Arief
tinggi, perpustakaan memiliki kolek- S. Sadiman, 2001: 5).
si warna-warni yang tidak saja Berkaitan dengan konsep kelima,
memotivasi siswa untuk mengun- Arief S. Sadiman menjelaskan bahwa
jungi dan membaca tetapi juga proses pembelajaran yang mencer-
memberikan alternatif pilihan sum- minkan nilai-nilai demokrasi adalah
ber belajar. Perpustakaan, baik sebagai berikut:
perpustakaan kelas maupun perpus- a. Menempatkan anak didik sebagai
takaan sekolah hendaknya menjadi individu yang unik. Mereka
bagian yang menyatu dengan proses memiliki minat, bakat, efisiensi alat
belajar mengajar di kelas. Sebagai indra, kecerdasan, cara merespon
individu anak hendaknya memiliki pelajaran yang diberikan,
berbagai kebutuhan, maka sekolah ketrampilan dan sikap berbeda satu
atau lembaga pendidkan haruslah sama lain sehingga perlu diberikan
mampu memberikan lingkungan treatmen yang berbeda. Proses
belajar yang bisa memenuhi kebu- pendidikan hendaknya mampu
tuhan biologis (makanan, minuman, menciptakan konsep diri yang positif
rasa aman dan tempat istirahat), pada anak didik. Masing-masing
kebutuhan psikologis dan kebutuhan anak harus merasa sanggup, aman
444 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

dan menemukan tempatnya masing- katan atau percepatan-achievement.


masing di dalam masyarakat sekolah. d. Demokrasi menghargai kebe-
Tidak ada anak yang unknown semua basan individu untuk mengeks-
baik yang pandai maupun yang presikan diri namun tetap menghar-
lemah semua mendapat perhatian. gai norma dan etika. Proses pendi-
b. Pembelajaran hendaknya bersifat dikan di sekolah bisa mewujudkan
individual dalam arti tiap siswa hal ini dengan sengaja dan mem-
mendapatkan cara penanganan berikan paling tidak satu jam belajar
sesuai dengan karakter masing- bebas “independent study” setiap
masing. Apabila hal ini masih sulit minggunya. Dalam pelajaran ini anak
dilakukan maka bisa ditempuh cara belajar bertanggungjawab atas
pengelompokan siswa berdasarkan kebebasan yang diberikan. Dengan
prestasi “acheivement grouping”. menggunakan perpustakaan dan
Kelompok ini bersifat dinamis sesuai sumber belajar lain, anak belajar
dengan perkembangan masing- mengarahkan diri, menolong diri,
masing individu. Strategi ini dimak- disiplin dan mengontrol diri. Dengan
sudkan memberi kesempatan pada mencari kesibukan yang sesuai
anak untuk meningkatkan diri sejalan dengan kebutuhan dan tahap perkem-
dengan kecepatan belajarnya. bangan masing-masing anak ber-
c. Sebagai konsekuensi dari pem- usaha memenuhi kebutuhan. Pela-
belajaran individual tersebut jaran ini juga melatih siswa menghar-
perlu diterapkan sistem maju berke- gai waktu, mengembangkan kemam-
lanjutan “continuous progress”. puan anak untuk mengarahkan diri
Pelaksanaan sistem ini memung- (self direction), mendisiplinkan diri
kinkan siswa menyelesaikan pendi- (self discipline), menguasai diri (self
dikan lebih cepat, lebih lambat atau control), menolong diri sendiri (self
tepat pada waktunya. Sistem maju help), mengandalkan diri (self
berkelanjutan membuka peluang reliance) dan menyibukkan diri (self
secara luas bagi perkembangan activity).
pribadi anak karena anak dapat maju e. Untuk menetralisir tumbuhnya
tanpa hambatan, kelas atau tingkatan sikap individualistis perlu disiap-
tidak lagi merupakan barrier untuk kan pelajaran kelompok. Proses
terus maju. Sistem ini tidak saja akan belajar dalam kelompok ini tidak saja
menguntungkan anak, akan tetapi membina sikap toleransi anak tetapi
juga bisa menjadi pemicu pening- juga memberi kesempatan untuk
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 445

mengadakan interaksi sosial, belajar kan pada anak kejujuran untuk


bahwa masih ada orang di luar diri mengakui kelemahan atau kekurang-
sendiri, bersikap terbuka terhadap an diri dan kekurangan atau kelebih-
perubahan dan saling membantu. an orang lain sekaligus memotivasi
f. Proses belajar mengajar harus anak untuk meningkatkan diri dan
memberi kesempatan anak didik motivasi berprestasi.
untuk mengekspresikan dirinya baik i. Evaluasi dalam pendidikan yang
lesan maupun tertulis. Untuk meto- demokratis tidak hanya menilai
dologi pembelajaran yang dipilih prestasi siswa tetapi juga menilai
harus memungkinkan hal tersebut. kinerja para guru/pendidik dan
Misalnya: diskusi, seminar, obser- sistem secara keseluruhan. Guru
vasi, eksperimen perorangan maupun hendaknya berjiwa besar atau
kelompok dan sebagainya. Pelajaran berlapang dada untuk menerima
mengarang yang sementara ini penilaian dari siswa dengan tujuan
diabaikan karena berat dalam meningkatkan mutu pendidikan di
mengoreksi justru harus ditingkatkan lembaga tersebut.
dan diperhatikan. Tata krama secara
lesan dan tertulis harus dipelajari E. FILOSOFI PENDIDIKAN
anak. Dalam kaitan ini terasa penting AKPOL TERWUJUD
perpustakaan yang terpadu dengan DALAM PENGUATAN PEN-
proses belajar mengajar di kelas. DIDIKAN AKPOL PRO-
g. Peran serta aktif anak didik tidak GRAM SARJANA STRATA
saja digalang dalam proses 1 T E R A PA N K E P O L I -
belajar mengajar di sekolah maupun SIAN
di rumah, tetapi juga menetapkan tata Filosofis pendidikan demokrasi
tertib atau aturan yang harus ditaati Akpol Program Sarjana Strata 1
sendiri. Juga dalam kegiatan seperti Terapan Kepolisian tersurat dalam
mengelola majalah sekolah. Ini jelas Visi Misinya. Bahwa Menjadi Lem-
merupakan cerminan hidup demo- baga Pendidikan yang menghasilkan
kratis. Polisi Profesional, Cerdas, Bermoral,
h. Grafik prestasi kelas dan grafik dan Modern yang Berwawasan
prestasi pribadi yang dipasang di Global serta Berstandar Internasional
kelas menunjukkan posisi masing- (World Class Police Academy).
masing anak dalam mata pelajaran Misinya adalah (1) Menyelenggara-
tertentu. Keterbukaan ini mengajar- kan pendidikan pembentukan
446 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

Perwira Polri; (2) Menyelenggarakan pembentukan profesionalitas Per-


kegiatan penelitian dalam upaya wira Polisi. Berikut ini dasar hukum
pengembangan ilmu pengetahuan penyelenggaraan pendidikannya: (1)
dan teknologi yang terkait dengan Undang Undang Republik Indonesia
bidang Kepolisian; (3) Menyeleng- Nomor 2 tahun 2002 tentang
garakan kegiatan pengabdian masya- Kepolisian Negara Republik Indo-
rakat yang terkait dengan bidang nesia; (2) Undang Undang Republik
Kepolisian; (4) Menyelenggarakan Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
kegiatan pelatihan untuk meningkat- tentang Sistem Pendidikan Nasional;
kan dan mengembangkan kemam- (3) Keputusan Menteri Pendidikan
puan teknis Kepolisian dan kesamap- Nasinal RI Nomor 232 / U / 2000,
taan jasmani; (5) Menyelenggarakan tentang Pedoman Penyusunan
kegiatan pengasuhan untuk mendu- Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
kung peningkatan profesionalitas, Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa ;
kecerdasan, dan moralitas peserta (4) Peraturan Pemerintah Republik
didik; (6) Menyelenggarakan tata Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
kelola institusi yang berorientasi tentang Standar Nasional Pendidik-
pada pelayanan prima dan berkem- an; (5) Surat Keputusan Kapolri No.
bang menjadi pusat unggulan Pol : Skep / 180 / IV / 2009 tanggal 22
(Center Of Excellence); (7) April 2009 tentang Kurikulum Induk
Mengembangkan kerjasama dan Pendidikan Polri; (6) Peraturan
jejaring kerja dengan berbagai lem- Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 ten-
baga di dalam dan luar negeri untuk tang Susunan Organisasi dan Tata
peningkatan kualitas lulusan dan kerja Satuan Organisasi pada Tingkat
layanan kelembagaan. Mabes Kepolisian Negara Republik
Dasar yuridis pelaksanaan pen- Indonesia; (7) Keputusan Kapolri
didikannya mempunyai regulasi Nomor : Kep / 785 / XII / 2012
yang kokoh dalam penyelenggaraan tanggal 20 Desember 2012 tentang
pendidikan melalui kurikulum yang Prodik Polri T. A. 2013.
demokratis. Ini adalah pijakan yang
benar yang menjadikan pelaksanaan F. PENUTUP
pendidikan di Akpol Program Sar- Filosofis pendidikan menjadi
jana Strata 1 Terapan Kepolisian dasar pelaksanaan demokratisasi
akan mampu menyesuaikan kebu- pendidikan. Salah satu cara untuk
tuhan hukum, sosiologis, empiris mewujudkan masyarakat madani
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 447

adalah dengan melakukan demo- Strata 1 Terapan Kepolisian.


kratisasi pendidikan. Demokratisasi Saran konstruktif yang direko-
pendidikan tidak harus dimulai dari mendasikan adalah:
sistem pendidikan berskala nasional. a. Sudah saatnya mereposisikan
Bahkan akan lebih efektif kalau sistem pendidikan di Indonesia
dimulai dari sistem pendidikan berdasarkan pada filosofis pendi-
berskala lokal berupa pendidikan di dikan yang benar dan tepat.
dalam kelas. Dalam proses PBM di b. Jadikan pendidikan sebagai pilar
kelas, demokrasi pendidikan dapat demokrasi, sehingga hak semua
diarahkan pada pembaharuan kultur orang untuk memperoleh pendidikan
dan norma keberadaban, dan inilah akan terwujud dengan optimal.
inti dari proses pendidikan. Pemba- c. Sistem pendidikan di Indonesia
haruan kultur yang sedang dibangun harus dijalankan dengan paradig-
Akpol dalam pemantapan pendidik- ma baru pendidikan demokrasi yang
an dengan Akpol Program Sarjana mengagas adanya pendidikan demo-
Strata 1 Terapan Kepolisian. krasi yang bersifat multidimensional
a. Sudah saatnya mengembangkan atau multidimensional citizenship
sekolah demokrasi yang bertuju- education.
an mendorong, mengembangkan, d. Buatlah model pembentukan
dan memperkuat konsolidasi demo- peraturan perundangan yang
krasi lokal melalui pintu simpul demokratis dengan muatan materi
demokrasi di kalangan masyarakat nilai-nilai demokratis pendidikan
sipil, masyarakat politik, negara, dan untuk mewujudkan filosofis
pasar. pendidikan dalam kehidupan nyata
b. Dituntut suatu kurikulum yang pendidikan di Indonesia. Mulailah
dinamis, progressif dan peka Akpol Program Sarjana Terapan
terhadap berbagai kemajuan dan Kepolisian dengan membangun
perkembangan Ipteks. Dengan instrumen hukum yang kokoh
demikian sekolah demokrasi sesuai sebagai dasar penyelenggaraan
filosofis pendidikan akan terwujud pendidikannya dengan menyiapkan
termasuk di Akpol Program Sarjana akreditasi A.

DAFTAR PUSTAKA

Arief. S. Sadiman, 2001. Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang


Demokratis Ditinjau dari Segi Aspek Kebijakan. Makalah disampaikan
448 Tri Sulistiyono, Filosofi dan Demokratisasi Pendidikan dalam Penguatan Pembentukan Karakter Profesionalitas ...

dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang.


Akpol. 2013. Naskah Kurikulum Akpol Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian.
April Carter, 1985. Otoritas dan Demokrasi. Jakarta: CV Rajawali.
Budiono. 1998. Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan,
Jakarta: Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia
Beentham, 1999. Democracy and Human Rights. Oxford: Polity Press.
Bielcher, Josef. 2006. Hermeneutika Kontemporer : Hermeneutika sebagai
Metode, Filsafat dan Kritik, (alih bahasa oleh Masmuni Mahatma),
Penerbit Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta.
Daliman, A. 1999. Reorientasi Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan
Budaya Menuju Transformasi Masyarakat Madani dan Integrasi
Bangsa, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
Djohar, 2003. Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa
Depan. Yogjakarta: LESFI
Franz Magnis Suseno. 2003. Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah
Filosofis, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 87-92, lihat pula Franz
Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: Gramedia.
Gellner, E. 1995. Membangun Masyarakat Sipil: Prasyarat Menuju
Kebebasan. (Terjemahan Hasan, I) Bandung: Mizan.
Hartono. 1999. “Perubahan Orientasi Pendidikan Menuju Masyarakat
Madani”. Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
John Dewey, 1994. Democracy and Education, New York: The Free Press
Jean Baechler. 1995. Democracy an Analytical Survey. USA: Unesco.
Ki Supriyoko. 1999. “Rekonstruksi Landasan Pendidikan Nasional”, dalam
Masyarakat Versus Negara: Paradigma Baru Membatasi Dominasi
Negara. Jakarta: Penerbit KOMPAS.
Masao, Miyake. 2010. ”Teachers are the most wonderfull lifework in having
dramatic scenes with students”. International Seminar National culture
and Character education commerating the 13 th anniversary of post
graduate program Semarang State University. June 5, 2010. Nagoya
University.
Mastuhu, 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam
Abad 21, Yogyakarta: Safiria Insania Press.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 449

Rofik, Suhud. 1998. Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang


Ketiga di Indonesia. Bandung: Mizan.
Rodiyah. 2009. “Strategi Percepatan Percepatan Otonomi Daerah melalui
PUG Pendidikan”. Penelitian Hibah Strategi Nasional Bacth II Unnes.
Sutan, Zanti Arbi. 1988. Pengantar kepada Filsafat Pendidikan, Jakarta: Dikti
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suhardjono. 2000. Haruskah Demokratisasi Belajar Menggunakan
Konstruktivistik. Malang: IPTP.
Zamroni. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf.
MODEL INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER
(Perspektif Pembentukan Profesionalitas First Line Supervisor
Perwira Polisi)

Oleh Waspiah

Abstrak
Integrasi adalah keterpaduan yang bersinergis untuk menghasilkan pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien. Proses pendidikan di Akpol berproses melalui tiga pilar
kegiatan yaitu pengasuhan, pelatihan dan pengajaran. Artinya melalui tiga pilar
kegiatan inilah proses pembentukan perwira polisi profesional, cerdas, bermoral dan
modern yang berwawasan global dan berstandar internasional (Visi Akpol) harus
mampu di wujudkan. Oleh karena itu visi ini akan terwujud jika konsep pendidikan
karakter mampu di integrasikan kedalam tiga pilar kegiatan tersebut secara bersinergis.
Pendidikan karekter yang dimaksudkan adalah pendidikan karakter yang mempunyai
aras linier dengan konsep Dikti (2010) yaitu pendidikan karakter yang dilakukan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dalam berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekaligus menjawab amanah UU No. 20
Tahun 2003 yang mengharuskan pendidikan karakter diberikan pada pendidikan formal
khususnya lembaga pendidikan formal termasuk perguruan tinggi yaitu Akpol melalui
pembelajaran, dan ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan
pembiasaan. Hasil kajian menunjukan integrasi pendidikan karakter ke dalam tiga pilar
kegiatan proses pendidikan di Akpol (Pengajaran, Pengasuhan dan Pelatihan) ternyata
lebih efektif dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan pendidikan di Akpol
(Penelitian Akpol. 2012:135-137). Model integritas berupa keterpaduan tiga kegiatan
dalam proses pembentukan profesionalitas perwira polisi yang kelulusannya dinilai dari
ketuntasan kompetensi Jarlatsuh. Wujud konkritnya Perwira Polisi yang diharapkan
mampu menjadi garda depan pejuang keadilan yang mensejahterakan dengan bijak
mampu menetralkan tujuan hukum yang selalu bersitegang antara keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum (pendapat; Rooscoe Pond).

Kata kunci: integritas, pendidikan karakter, jarlatsuh


A. PENDAHULUAN Tuhan Yang Maha Esa, ber-akhlak
UU No 20 Tahun 2003 tentang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
Sisdiknas menyatakan bahwa Pen- mandiri, dan menjadi warga negara
didikan nasional berfungsi mengem- yang demokratis serta bertanggung
bangkan kemampuan dan memben- jawab.
tuk watak serta peradaban bangsa Pendidikan karakter tidak saja
yang bermartabat dalam rangka men- merupakan tuntutan undang-undang
cerdaskan kehidupan bangsa, bertu- dan peraturan pemerintah, tetapi juga
juan untuk berkembangnya potensi oleh agama. Setiap Agama meng-
peserta didik agar menjadi manusia ajarkan karakter atau akhlak pada
yang beriman dan bertakwa kepada pemeluknya. Islam memaknai akhlak
1) Waspiah, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 451

sebagai salah satu dari tiga kerangka kan solusi secara sistematis agar
dasar ajarannya yang memiliki kedu- tidak berdampak lebih luas di dalam
dukan yang sangat penting, di sam- masyarakat sebab jika tidak ditemu-
ping dua kerangka dasar lainnya, kan solusinya, secara makro akan
yaitu aqidah dan syariah. berdampak pada ancaman keterting-
Negara Indonesia sebagai salah galan bangsa, bahkan bisa berakibat
satu Negara di atas bumi ini menga- fatal terhadap keberlangsungan
nut paham ketuhanan sebagaimana bangsa. Dalam jangka pendek, dam-
tercantum dalam Pancasila yaitu pak yang sangat terasa adalah tidak
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai efisien dan efektifnya pembangunan
warga Indonesia sudah berkewajiban bangsa sebab hasil-hasil pembangun-
untuk menerapkan akhlak atau nilai an yang diperoleh akan terdistorsi
karakter dalam menjalankan suatu sendiri akibat kemunduran karakter
aktifitas sehari-hari. Apabila akhlaq itu sendiri. Sedangkan dalam skala
atau karakter dalam sila-sila Pan- mikro, dampak nyata dari lemahnya
casila tersebut diperhatikan dan karakter tersebut di bidang pendidik-
dibandingkan dengan realitas sosial, an seperti rendahnya mutu pendidik
ternyata memang banyak terjadi dan peserta didik yang mengakibat-
ketidaksesuaian antara teori dan kan mutu pendidikan rendah.
praktek dalam bernegara, berbangsa, Jelas urgensi pendidikan karakter
beragama dan bermasyarakat. merupakan suatu keniscayaan sebab
Fenomena saat ini yaitu dengan pendidikan karakter bertujuan untuk
IPTEKS yang canggih tetapi sangat membentuk manusia yang berwatak
disayangkan hanya mendatangkan dan cerdas. Terutama diberikan pada
nilai karakter yang sedikit, akibatnya lembaga pendidikan yang mencetak
terjadilah permasalahan di berbagai para penegak hukum antara lain
sudut kehidupan yang berdampak Akademi Kepolisian (Akpol).
kepada kerugian, penderitaan dan Linier dengan tantangan kehi-
bencana sosial lainnya. Untuk itu dupan global yang membutuhkan
perlu melihat lebih jauh lagi kompetensi moral tinggi juga sangat
substansi karakter tersebut dalam diperlukan oleh penegak hukum
penerapannya di lingkungan masya- terutama polisi yang bertugas pada
rakat khususnya lingkungan pen- garda depan dalam mengawal
didikan. keadilan yang mensejahterakan bagi
Hal tersebut perlu segera dicari- bangsa dan negara. Polisi mempu-
452 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

nyai tantangan yang jauh lebih kom- sebagai pembentuk Perwira Polisi
pleks dan krodit dalam mewujudkan sebagai core leader. Kondisi ini
keadilan yang mensejahterakan membutuhkan kecerdasan pari-purna
karena selalu bersitegang dengan seorang polisi untuk mampu mem-
penegakkan hukum yang sejak lahir buat kebijakan hukum terkait tugas
dalam kesepanengan antara penca- sebagai pelindung pengayom dan
paian tujuan hukum untuk keadilan, pelayan sekaligus penegak hukum
kemanfaatan ataukah untuk penegak- dimasyarakat. Maka sebagai kenis-
kan hukum. Kesepanengan adalah cayaan tak terbantahkan seorang
Bahasa Jawa yang mendeskrisikan polisi harus melalui pendidikan yang
keadaan yang selalu bersitegang profesional yang berbasis pada pen-
tidak bisa dikompromikan untuk didikan karakter.
tercapaianya tujuan hukum, yaitu Akademi Kepolisian (Akpol)
antara keadilan, kemanfaatan dan sebagai pembentuk perwira polisi da-
kepastian hukum (diambil dari lam proses pendidikannya bertumpu
pendapat Rooscoe Pond). Artinya pada tiga pilar kegiatan secara siner-
dalam mewujudkan tujuan hukum gis melalui Pengajaran, Pelatihan dan
(penegakkan hukum yang dilakukan Pengasuhan (Jarlatsuh). Bagaimana
oleh polisi) tidak serta merta ketiga- pendidikan karakter diintegrasikan,
nya bisa tercapai namun pasti pada bagaimana model tiga pilar (Jarlat-
kondisi tertentu yang tak mampu suh) ini bersinergis, apakah sudah
untuk diwujudkan secara bersamaan, sebagai pendidikan karakter, bagai-
sehingga ada salah satu tujuan hukum mana model integritasnya?. Inilah
yang dikorbankan. Jika ingin pada yang menjadi urgent untuk secara
kepastian hukum dan kemanfaatan fokus dkajian dalam artikel ini.
hukum maka dengan sendirinya
seringkali keadilan substantif tak B. URGENSI PENDIDIKAN KA-
mampu diwujudkan. Pada kondisi RAKTER
seperti ini seorang polisi harus Berbagai krisis, sejak krisis eko-
mampu secara cerdas mengam-bil nomi di tahun 1997, terus mendera
keputusan strategis dan praktis yang bangsa Indonesia dan terus berlang-
paling tepat saat itu. Disinilah sung hingga hari ini seolah tanpa
pendidikan karakter sangat diper- akhir. Fakta menunjukan krisis yang
lukan oleh seorang polisi. Terutama melanda Indonesia bukan hanya
dalam proses pendidikan di Akpol lingkungan yang makin rusak dan
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 453

berkurang daya dukungnya, tetapi tetapi juga telah merambah pada


juga karena merosotnya kepercayaan kalangan masyarakat. Sungguh
dan jatidiri sebagai bangsa. Mahfud memprihatinkan, karena hal-hal
MD mengatakan bahwa Pancasila tersebut terjadi juga di kalangan
ditinggal dalam pojok sejarah denga perdosenan tinggi yang notabene
sikap apatis disebagaian anaak merupakan wadah pembentuk dan
bangsa. Krisis kepercayaan berupa pencetak calon pemimpin bangsa.
sikap curiga dan meremehkan orang Berkaitan dengan hal ini, muncul
lain menunjukkan betapa manusia pertanyaan, mengapa bangsa yang
Indonesia telah pudar kepercayaan- memiliki warisan nilai budaya
nya kepada yang lain. Sikap bandel, adiluhung masih mengalami krisis
sulit diatur, dan menginjak-injak yang cukup mengkhawatirkan,
norma yang ada menunjukkan keti- apalagi krisis yang mengemuka lebih
dakpercayaan masyarakat kepada pe- disebabkan oleh persoalan nilai
merintah. Krisis karakter, dimana budaya.
ucapan, sikap, dan perilaku masya- Berbagai krisis itu telah mendo-
rakat belum mencerminkan karakter rong terjadinya transformasi budaya
bangsa. yang dahsyat, dan transformasi ini
Fakta tersebut di atas makin tidak dapat dilawan, tetapi sebalik-
diperparah oleh terjadinya krisis nya harus disambut sebagai satu-
kebudayaan. Kebudayaan tidak satunya pelarian dari penderitaan,
hanya sebatas pada seni dan tradisi kehancuran, dan kebekuan (Capra
belaka, tetapi juga mencakupi 2002:18). Upaya menghadapi trans-
berbagai kompleksitas ide serta formasi budaya tersebut adalah
perilaku berpola pada warga-bangsa dengan menguji kembali premis-
ini. Pertikaian di antara sesama anak premis dan nilai-nilai budaya lama
bangsa bukannya kian mereda, dan penerimaan baru terhadap nilai-
namun justru makin menjadi-jadi. nilai yang telah ditinggalkan atau
Berbagai tindak kekerasan, korupsi, yang baru berlangsung yang masih
kolusi, dan nepotisme semakin me- memiliki daya guna. Strategi yang
ningkat. Sikap rukun dan hormat paling tepat untuk menghadapi hal
sebagai budaya luhur bangsa makin tersebut adalah pendidikan.
luntur. Persoalan-persoalan bangsa Pendidikan merupakan usaha
tersebut tidak saja terjadi pada sadar dan terencana untuk memanu-
lapisan elit politik maupun ekonomi, siakan manusia. Melalui pendidikan,
454 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

dapat dipersiapkan dengan baik Sebenarnya cikal bakal pendidikan


manusia-manusia berkarakter untuk (di sekolah/madrasah/kampus)
menjaga dan melakukan perubahan adalah ketika menghimpun proses
bagi pembangunan peradaban yang berpikir dengan akhlak mulia.
lebih baik. Transformasi budaya Dengan demikian, dosennya santun,
tersebut perlu dilakukan secara ikhlas dan penuh kasih dalam
terencana dan akuntabel, lebih-lebih melayani peserta didik. Peserta didik
warga sekolah merupakan garda pun santun, kritis tetapi tetap cerdas,
depan dalam setiap perubahan pegawai-pegawainya juga demikian.
sebuah bangsa. Oleh karena itu, dari Itulah sebenarnya misi sebuah
lembaga pendidikanlah diharapkan sekolah/universitas (Nandika dalam
lahir pribadi-pribadi unggul yang Fathur Rokhman dan Amin Yusuf
siap terjun untuk melakukan peru- (ed) 2008).
bahan dengan membangun masya- Pendidikan di Akademi Kepolisi-
rakat secara nyata. Keterbentukan an dimaknai sebagai:
pribadi unggul mensyaratkan pem- Akademi Kepolisian merupakan
bangunan karakter. Dalam hubungan pendidikan akademis untuk mem-
ini, Sekretaris Jenderal Kementerian bentuk inspektur polisi yang memi-
Pendidikan Nasional Dodi Nandika liki pengetahuan, keterampilan,
menyatakan bahwa di balik sebuah kemampuan, ketangguhan, sikap dan
lembaga pendidikan, ada mandat prilaku terpuji dalam rangka melak-
untuk berbudaya luhur ber-akhaqul sanakan tugas kepolisian sesuai
karimah. Misi yang paling dalam dengan peranannya sebagai penyelia
bagi seorang dosen bukan mengajar, tingkat pertama (first line supervisor)
melainkan menghimpun, memeli- (Peraturan Kapolri No. 4 tahun 2010;
hara, dan mentransfer nilai-nilai dan Pasal 20 ayat 2).
budaya. Dalam pelaksanaannya pemben-
Misi ini baru dilakukan oleh se- tukan instruktur polisi yang memiliki
bagian lembaga pendidikan termasuk pengetahuan dan keterampilan serta
erguruan tinggi. Seringkali lembaga ketangguhan sikap dan perilaku
pendidikan terjebak pada porsi yang melaksanakan tugas sebagai first line
lebih banyak adalah mentransfer supervisor masih perlu pembenahan
pengetahuan, dan kalau begitu nama- pada tiga pilar pembentuknya yaitu
nya bukan lagi lembaga pendidikan, pengajaran, pengasuhan dan pela-
melainkan lembaga pembelajaran. tihan. Apakah ketiganya sudah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 455

mengemban pendidikan karakter se- watak, atau sifat kualitas yang


cara utuh sebagai pilar pembentukan membedakan seseorang dengan yang
sikap dalam menjalankan tugas seba- lain atau kekhasan yang dapat
gai first line supervisor dengan tan- menjadikan seseorang terpercaya
tangan dinamika masyarakat global dalam kehidupan bersama orang lain.
yang kompleks. Karakter merupakan ciri khas seseo-
Oleh karena itu, tepat kiranya jika rang atau sekelompok orang yang
diupayakan pemulihan kembali nilai- mengandung nilai, kemampuan,
nilai yang telah diajarkan oleh para kapasitas moral, dan ketegaran dalam
pendiri bangsa, sekaligus dimulainya menghadapi kesulitan dan tantangan
kembali agenda berkelanjutan untuk (Kemko Kesra 2010:7).
menyelenggarakan lembaga pendi- Menurut Hill (2002), “character
dikan termasuk pendidikan kedinas- determines someone's private
an terutama polisi dengan menekan- thoughts and someone's actions
kan pada pendidikan karakter done. Good character is the inward
sebagai usaha membangun karakter motivation to dowhat is right,
bangsa (nation character building). according to the highest standard of
behaviour in every situation”.
C. PENDIDIKAN KARAKTER Karakter menentukan pikiran-
DALAM PERSPEKTIF HO- pikiran dan tindakan seseorang.
LISTIK Karakter yang baik adalah adanya
Karakter dimaknai sebagai tem- motivasi intrinsic untuk melakukan
peramen, yang perdefinisi menekan- apa yang baik sesuai dengan standar
kan pada unsur psikososial yang perilaku yang paling tinggi di setiap
dikaitkan dengan pendidikan dan situasi.
konteks lingkungan (Koesoema Kebijakan nasional pembangun-
2007:79). Karakter juga bisa dipaha- an karakter bangsa tahun 2010
mi dalam sudut pandang behavioral mengartikan bahwa karakter sebagai
yang menekankan unsur somatop- nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai
sikis yang dimiliki individu sejak kebaikan, mau berbuat baik, nyata
lahir. Karakter sejatinya dapat berkehidupan baik, dan berdampak
didekati dari perspektif psikologis baik terhadap lingkungan) yang
atau kejiwaan. Hal ini berkaitan terpateri dalam diri dan terejawan-
langsung dengan aspek kepribadian, tahkan dalam perilaku (Kemko Kesra
akhlak atau budi pekerti, tabiat, 2010:7). Karakter memancar dari
456 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

hasil olah pikir, olah hati, olah raga, on principles of good conduct will not
serta olah rasa dan karsa seseorang be effective if they cannot be
atau sekelompok orang. Karakter integrated with the persons's system
bangsa adalah kualitas perilaku of beliefs about himself, about others,
kolektif kebangsaan yang khas baik and about the good community”.
yang tercermin dalam kesadaran, Karakter sebagaimana dipahami
pemahaman, rasa, karsa, serta Cronbach, bukan akumulasi yang
olahraga seseorang atau sekelompok memisahkan kebiasaan dan gagasan.
orang. Bagi bangsa Indonesia, Karakter adalah aspek kepribadian.
karakter yang dibangun didasarkan Keyakinan, perasaan, dan tindakan
pada falsafah Pancasila, norma UUD sesungguhnya saling berkaitan,
1945, prinsip Bhinneka Tunggal Ika, sehingga mengubah karakter sama
dan komitmen terhadap NKRI. halnya dengan melakukan reor-
Karakter berkaitan dengan kese- ganisasi terhadap kepribadian.
luruhan performance seseorang Berbeda dengan Cronbach, Lic-
dalam berinteraksi dengan ling- kona (1992:37) memahami karakter
kungannya. Oleh karenanya, dalam dalam tiga hal yang saling terkait,
karakter terkandung unsur moral, yaitu moralknowing, moralfeeling,
sikap, dan perilaku. Seseorang dan moralaction. Berdasarkan ketiga
dikatakan berkarakter baik atau aspek tersebut, maka dapat disimpul-
buruk, tidak cukup hanya dicermati kan bahwa seseorang yang berkarak-
dari ucapannya. Melalui sikap dan ter baik adalah yang mengetahui hal
perbuatan riil yang mencerminkan yang baik (moral knowing), memiliki
nilai-nilai karakter tertentu, maka keinginan terhadap hal baik (moral-
karakter seseorang akan dapat feeling), dan melakukan hal baik
diketahui. Karakter akan terbentuk (moral action). Ketiga komponen
melalui kebiasaan. Seperti diungkap tersebut akan mengarahkan seseo-
Cronbach (1977:57): rang memiliki kebiasaan berpikir,
“Character is not accumulation kebiasaan hati, dan kebiasaan bertin-
of separate habits and ideas. Charac- dak, baik yang ditujukan kepada
ter is an aspect of the personality. Tuhan YME, diri sendiri, sesama,
Beliefs, feelings, and action are lingkungan, dan bangsa. Visualisasi
linked; to change character is to re- dari kerangka pemikiran Lickona
organize the personality. tiny lessons dapat dilihat pada bagan berikut ini.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 457

TUHAN Y karakter nasional. Karakter nasional


Nilai-Nilai Nilai-Nilai tidak bersifat hereditas atau bawaan.
Moral
Knowin Karakter nasional akan kuat jika
DIRI SESAMA
karakter individu warga negara juga
CHARACT
kuat (Koellhoffer 2009). Sebagai
Nilai-Nilai Moral Moral Nilai- komponen penting yang menentukan
Action Feeling
kekuatan nasional, karakter nasional
KEBANGSA LINGKUNG atau bangsa harus dididikkan kepada
Nilai-Nilai generasi muda. Mengapa generasi
muda? Merekalah pemilik masa
Bangsa yang kuat tidak hanya depan bangsa ini. Mereka tidak
dilihat dari seberapa banyak jumlah mengalami langsung pahit getirnya
personil militernya, seberapa banyak para pendiri bangsa mengembangkan
kapal perang dan pesawat tempur nilai-nilai luhur yang menjadi fon-
yang dipunyai. Demikian pula tidak dasi bagi berdirinya bangsa Indone-
dilihat, seberapa kaya sumber daya sia. Tanpa ada upaya internalisasi dan
alamnya, yang dilihat terutama sosialisasi nilai-nilai luhur atau
adalah watak, karakter, atau moral karakter, dikhawatirkan para gene-
nasionalnya, sebab sebagaimana di- rasi muda tidak memiliki landasan
kemukakan Morgenthau (1991), ka- yang kokoh dalam membangun
rakter nasional sangat menentukan negeri ini. Untuk itu, mereka perlu
kekuatan nasional. Karakter nasional diberi pendidikan karakter..
atau karakter bangsa menurut De Vos Pendidikan karakter bersifat kom-
(1968) adalah the enduring persona- prehensif, tidak hanya menyangkut
lity characteristics and unique life persoalan kognitif, tetapi juga
style found among the population of mengandung muatan afektif dan
particular national states. Karakter psikomotorik. Menurut Berkowitz
bangsa sebagaimana dikemukakan (2004), “character education has be-
De Vos menunjukkan ciri-ciri ke- en demonstrated to be associated
pribadian yang tetap dan gaya hidup with academic motivation and aspi-
yang unik yang ditemui pada pen- rations, academic achievement,
duduk negara bangsa tertentu. prosocial behavior, bonding to scho-
Secara individual, boleh jadi ka- ol, prosocial and democratic values,
rakter bersifat hereditas atau bawaan, conflict-resolution skills, moral-
namun tidak demikian halnya dengan reasoning maturity, responsibility,
458 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

respect, self-efficacy, self-control, dan kondusif untuk proses belajar


self-esteem, social skills and trust in mengajar yang efektif.
and respect for teachers”. Dalam Mahasiswa yang berkarakter baik
pemahaman Berkowitz tersebut, pen- adalah mereka yang memiliki kema-
didikan karakter berkaitan dengan tangan emosi dan spiritual tinggi,
aspirasi dan motivasi akademik, sehingga dapat mengelola stresnya
perilaku pro-sosial dan nilai-nilai secara lebih baik, yang pada akhirnya
demokrasi, keterampilan menyele- akan meningkatkan ketahanan fisik-
saikan konflik, kematangan moral, nya. Ketahanan fisik inilah yang di-
sikap bertanggung jawab, sikap tengarai turut menyumbang penca-
hormat, pengendalian diri, penghar- paian akademik seseorang. Hasil
gaan diri, keterampilan sosial, serta penelitian Novick, et. al. (2002) juga
kepercayaan dan penghormatan memberikan kesimpulan yang tidak
kepada dosen. berbeda dengan pandangan Mega-
Selama ini orang menyangka wangi, dimana pendidikan karakter
bahwa pendidikan karakter hanya bersama belajar sosial dan emosional
berkaitan dengan upaya membina akan membantu peserta didik untuk
kepribadian manusia. Dalam kenya- mengembangkan kemampuannya
taannya, pendidikan karakter tidak dalam mengelola tugas hidup sehari-
saja berhubungan dengan pengem- hari dengan cara belajar, membangun
bangan kepribadian manusia, tetapi hubungan, memecahkan masalah
juga memiliki pengaruh signifikan hidup sehari-hari, dan beradaptasi
terhadap kemajuan akademik seseo- dengan tuntutan pertumbuhan dan
rang. Seperti dikatakan Megawangi perkembangan jasmaniah dan roha-
(2004:38), “pendidikan karakter bu- niahnya.
kan saja dapat membuat seseorang Dough Monk dalam penelitian-
anak mempunyai akhlak mulia, tetapi nya di Humble Texas menemukan
juga dapat meningkatkan keber- bahwa kurikulum sekolah yang lebih
hasilan akademiknya”. Beberapa banyak mengajak murid untuk berin-
hasil penelitian menunjukkan bahwa teraksi dalam kegiatan-kegiatan
terdapat kaitan erat antara keber- sosial dan mengembangkan kepeka-
hasilan pendidikan karakter dengan an mereka, telah memberikan dam-
keberhasilan akademik. Dengan pen- pak positif dalam perubahan belajar,
didikan karakter, suasana sekolah/ kepedulian dan rasa hormat kepada
kampus dapat lebih menyenangkan staf sekolah serta keterlibatan para
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 459

mahasiswa secara sukarela dalam takan pentingnya pendidikan karak-


proyek-proyek kemanusiaan (Bro- ter sebagai berikut, “throughout the
oks, 2005). reform of the education system, it is
Dari aspek filsafat manusia, - imperative to bear in mind that
karakter merupakan suatu peluang reform is for the fundamental pur-
untuk menyempurnakan kepribadian pose of turning every citizen into a
manusia. Pendidikan karakter harus man or woman of character and cul-
dipahami sebagai sebuah usaha ma- tivating more constructive member of
nusia yang berkeutamaan (Hindarto society”. Dampak dari pendidikan
2010). Pendidikan karakter meru- karakter tersebut, China berhasil
pakan sesuatu yang mendasar dalam bangkit dari keterpurukan akibat dari
proses pendidikan manusia, bukan revolusi kebudayaan yang dijalankan
pendidikan yang bersifat asesoris. Mao. Pendidikan karakter ini juga
Oleh karena itu, pendidikan karakter diteruskan oleh Presiden China seka-
merupakan sarana pembudayaan dan rang yaitu Jiang Zemin.
pemanusiaan agar terbentuk sosok Selaras dengan konsep karakter,
pribadi manusia yang memiliki ke- pembangunan karakter bangsa di-
mampuan intelektual dan moral maknai sebagai upaya kolektif siste-
secara seimbang. Pendidikan karak- mik suatu negara kebangsaan untuk
ter tersebut akan menciptakan priba- mewujudkan kehidupan berbangsa
di manusia yang utuh dan pada gi- dan bernegara yang sesuai dengan
lirannya membentuk masyarakat dasar dan ideologi, konstitusi, haluan
menjadi semakin manusiawi. Seba- negara, serta potensi kolektifnya da-
gai bagian dari program pendidikan, lam konteks kehidupan nasional,
pendidikan karakter dapat mencip- regional, dan global yang berke-
takan makhluk baru, yaitu manusia adaban untuk membentuk bangsa
yang berkarakter (Durkheim 1990). yang tangguh, kompetitif, berakhlak
Mengingat betapa pentingnya ka- mulia, bermoral, toleran, bergotong
rakter bagi suatu bangsa, Deng Xiao- royong, patriotik, dinamis, berbu-
ping pada tahun 1985 melakukan daya, dan berorientasi ipteks berda-
reformasi pendidikan dengan mema- sarkan Pancasila yang dijiwai oleh
sukkan karakter dalam kurikulum, iman dan takwa kepada Tuhan Yang
mulai dari jenjang prasekolah hingga Maha Esa (Kemko Kesra 2010).
perguruan tinggi. Seorang politisi Dalam konteks hidup berbangsa dan
China, Li Lanqing (2005) menya- bernegara, pendidikan karakter me-
460 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

miliki peran strategis dan merupakan sa lain yang tidak sesuai dengan nilai-
sesuatu yang sangat esensial bagi nilai budaya dan karakter bangsa
kekuatan (power) suatu negara. yang bermartabat.
Dikatakan sebagai sesuatu yang Selaras dengan nilai-nilai falsa-
sangat esensial, karena hilangnya fah Pancasila, pembangunan karakter
karakter berarti menghilangkan po- bangsa bertujuan untuk membina dan
tensi generasi penerus bangsa. Ka- mengembangkan karakter warga
rakter berperan sebagai kemudi dan negara, sehingga mampu mewujud-
kekuatan, agar bangsa ini tidak kan masyarakat yang ber-Ketuhanan
mudah terombang-ambing. Yang Maha Esa, berkemanusiaan
Pendidikan karakter bangsa me- yang adil dan beradab, berjiwa persa-
miliki fungsi yang sangat penting. tuan Indonesia, berjiwa kerakyatan
Kemko Kesra (2010:4) menyebutkan yang dipimpin oleh hikmat kebijak-
tiga fungsi utama pembangunan ka- sanaan dalam permusyawaratan per-
rakter bangsa. Pertama, fungsi pem- wakilan, serta berkeadilan sosial bagi
bentukan dan pengembangan poten- seluruh rakyat Indonesia. Oleh
si. Dalam fungsi ini, pembangunan karena pembangunan karakter sangat
karakter membentuk dan mengem- kompleks dan multidimensional, ma-
bangkan potensi manusia atau warga ka lingkup sasaran pembangunan
negara Indonesia agar berpikiran karakter mencakupi lingkup keluar-
baik, berhati baik, dan berperilaku ga, satuan pendidikan, pemerintahan,
baik sesuai dengan falsafah hidup masyarakat sipil, masyarakat politik,
Pancasila. Kedua, fungsi perbaikan dunia usaha dan industri, dan media
dan penguatan. Dalam hal ini, massa.
pembangunan karakter berfungsi Pengertian pendidikan karakter
memperbaiki dan memperkuat peran secara bahasa, karakter dapat pula
keluarga, satuan pendidikan, masya- dipahami sebagai sifat dasar, kepri-
rakat, dan pemerintah untuk ikut ber- badian, perilaku/tingkah laku, dan
partisipasi dan bertanggung jawab kebiasaan yang berpola. Perspektif
dalam pengembangan potensi warga pendidikan karakter adalah peranan
negara dan pembangunan bangsa pendidikan dalam membangun
menuju bangsa yang maju, mandiri, karakter peserta didik. Pendidikan
dan sejahtera. Ketiga, fungsi menya- Karakter adalah upaya penyiapan
ring, yaitu memilah budaya bangsa kekayaan batin peserta didik yang
sendiri dan menyaring budaya bang- berdimensi agama, sosial, budaya,
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 461

yang mampu diwujudkan dalam di Indonesia adalah pedidikan nilai,


bentuk budi pekerti, baik dalam yakni pendidikan nilai-nilai luhur
perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, yang bersumber dari budaya bangsa
perasaan, dan kepribadian. Indonesia sendiri, dalam rangka
Albertus (2010:03) menyatakan membina kepribadian generasi
bahwa pendidikan karakter terdiri muda.
dari dua kata yang apabila dipisahkan Jadi dapat disimpulkan pendidik-
memiliki makna masing-masing. an karakter adalah nilai-nilai yang
Pendidikan adalah selalu berkaitan berkaitan dengan kesosialan, dengan
dengan hubungan social manusia, tujuan membentuk pribadi anak,
manusia sejak lahir tidak dapat hidup supaya menjadi manusia yang baik,
sendiri tetapi membutuhkan orang warga masyarakat, dan warga negara
lain, sedangkan karakter bersifat yang baik, serta dapat mempengaruhi
lebih subjektif hal tersebut dikatakan diri sendiri dan orang lain apabila
demikian karena berkaitan dengan diimplementasikan dalam kehidupan
struktur antopologis manusia dan tin- sehari-hari. Menurut Foerster ada
dakannya dalam memaknai kebe- empat ciri dasar dalam pendidikan
basan. karakter :
Menurut T. Ramli (2003), pendi- a. Keteraturan interior di mana
dikan karakter memiliki esensi dan setiap tindakan diukur berdasar
makna yang sama dengan pendidikan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman
moral dan pendidikan akhlak. normatif setiap tindakan.
Tujuannya adalah membentuk priba- b. Koherensi yang member kebera-
di anak, supaya menjadi manusia nian, membuat seseorang teguh
yang baik, warga masyarakat, dan pada prinsip, tidak mudah terom-
warga negara yang baik. Adapun bang-ambing pada situasi baru atau
kriteria manusia yang baik, warga takut risiko. Koherensi merupakan
masyarakat yang baik, dan warga dasar yang membangun rasa percaya
negara yang baik bagi suatu ma- satu sama lain.
syarakat atau bangsa, secara umum c. Otonomi. Di situ seseorang
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang menginternalisasikan aturan dari
banyak dipengaruhi oleh budaya luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
masyarakat dan bangsanya. Oleh pribadi. Ini dapat dilihat lewat peni-
karena itu, hakikat dari pendidikan laian atas keputusan pribadi tanpa
karakter dalam konteks pendidikan terpengaruh atau desakan pihak lain.
462 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

d. Keteguhan dan kesetiaan. Kete- tertentu untuk mempelajari atau me-


guhan merupakan daya tahan ngerjakan berbagai kegiatan sesuai
seseorang guna mengingini apa yang dengan minat mereka. Semen-tara
dipandang baik. Dan kesetiaan meru- itu, pembelajaran terpadu menunjuk
pakan dasar bagi penghormatan atas pada kegiatan belajar yang teror-
komitmen yang dipilih. ”Orang- ganisasikan secara lebih terstruktur
orang modern sering mencampur yang bertolak pada tema-tema ter-
adukkan antara individualitas dan tentu atau pelajaran tertentu sebagai
personalitas, antara aku alami dan titik pusatnya (center core/center of
aku rohani, antara independensi interst). Lebih lanjut, model-model
eksterior daninterior. ” Karakter pembelajaran inovatif dan terpadu
inilah yang menentukan norma yang mungkin dapat diadaptasi,
seorang pribadi dalam segala seperti yang ditulis oleh Trianto,
tindakannya. 2009, dalam bukunya yang berjudul
Model pendidikan karekter ada- Pembelajaran Inovatif Berorientasi
lah integritas, menurut Cohen dalam Konstruktivistik adalah sebagai
Degeng (1989), terdapat tiga ke- berikut.
mungkinan variasi pembelajaran ter- a. Fragmentasi, dalam model ini,
padu yang berkenaan dengan pendi- suatu disiplin yang berbeda dan
dikan yang dilaksanakan dalam terpisah dikembangkan merupakan
suasana pendidikan progresif yaitu suatu kawasan dari suatu mata
kurikulum terpadu (integrated curri- pelajaran.
culum), hari terpadu (integrated b. Koneksi, dalam model ini, dalam
day), dan pembelajaran terpadu setiap topik ke topik, tema ke
(integrated learning). Kurikulum tema, atau konsep ke konsep isi mata
terpadu adalah kegiatan menata pelajaran dihubungkan secara tegas.
keterpaduan berbagai materi mata c. Sarang, dalam model ini, dosen
pelajaran melalui suatu tema lintas mentargetkan variasi keterampil-
bidang membentuk suatu keselu- an (sosial, berpikir, dan keterampilan
ruhan yang bermakna sehingga batas khusus) dari setiap mata pelajaran.
antara berbagai bidang studi tidaklah d. Rangkaian/Urutan, dalam model
ketat atau boleh dikatakan tidak ada. ini, topik atau unit pembelajaran
Hari terpadu berupa perancangan disusun dan diurutkan selaras dengan
kegiatan siswa, Mahasiswa atau yang lain. Ide yang sama diberikan
Taruna dari semua kelas pada hari dalam kegiatan yang sama sambil
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 463

mengingatkan konsep-konsep yang dengan lapangan


berbeda. Ada delapan belas (18) nilai-nilai
e. Patungan, dalam model ini, dalam pengembangan pendidikan
perencanaan dan pembelajaran budaya dan karakter bangsa yang
menyatu dalam dua disiplin yang dibuat oleh Kemdikbud. Mulai tahun
konsep/gagasannya muncul saling ajaran 2011, seluruh tingkat pendi-
mengisi sebagai suatu sistem. dikan di Indonesia harus menyisip-
f. Jala-jala, dalam model ini, tema/ kan pendidikan berkarakter tersebut
topik yang bercabang ditautkan dalam proses pendidikannya. Ada-
ke dalam kurikulum. Dengan meng- pun 18 nilai dalam pendidikan
gunakan tema itu, pembelajaran karakter tersebut adalah:
mencari konsep/gagasan yang tepat. a. Religius
g. Untaian Simpul, dalam model ini, Sikap dan perilaku yang patuh
pendekatan metakurikuler men- dalam melaksanakan ajaran agama
jalin keterampilan berpikir, sosial, yang dianutnya, toleran terhadap
intelegensi, teknik, dan keterampilan pelaksanaan ibadah agama lain, dan
belajar melalui variasi disiplin. hidup rukun dengan pemeluk agama
h. Integrasi, dalam model ini, pen- lain.
dekatan interdisipliner mema- b. Jujur
sangkan antar mata pelajaran untuk Perilaku yang didasarkan pada
saling mengisi dalam topik dan upaya menjadikan dirinya sebagai
konsep dengan beberapa tim dosen orang yang selalu dapat dipercaya
dalam model integrasi riil. dalam perkataan, tindakan, dan
i. Peleburan, dalam model ini, pekerjaan.
suatu disiplin menjadi bagian c. Toleransi
yang tak terpisahkan dari keahlian- Sikap dan tindakan yang meng-
nya, para pebelajar menjaring semua hargai perbedaan agama, suku, etnis,
isi melalui keahlian dan meramu ke pendapat, sikap, dan tindakan orang
dalam pengalamannya. lain yang berbeda dari dirinya.
j. Jaringan, alam model ini, pebe- d. Disiplin
lajar menjaring semua pembela- Tindakan yang menunjukkan pe-
jaran melalui pandangan keahliannya rilaku tertib dan patuh pada berbagai
dan membuat jaringan hubungan ketentuan dan peraturan.
internal mengarah ke jaringan ekster- e. Kerja Keras
nal dari keahliannya yang berkaitan Tindakan yang menunjukkan
464 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

perilak, kemauan bekerja keras, pen- sesuatu yang berguna bagi masya-
tang menyerah, tidak mudah menge- rakat, dan mengakui, serta menghor-
luh dan penuh semangat berprestasi. mati keberhasilan orang lain.
f. Kreatif m. Bersahabat/Komunikatif
Berpikir dan melakukan sesuatu Sikap dan tindakan yang mampu
untuk menghasilkan cara atau hasil berinteraksi dengan sesama manusia
baru dari sesuatu yang telah dimiliki. dalam masyarakat dengan penuh
g. Mandiri cinta kasih dan menyampaikan
Sikap dan perilaku yang tidak dengan penuh kejelasan tanpa ber-
mudah tergantung pada orang lain belit-belit.
dalam menyelesaikan tugas-tugas. n. Cinta Damai
h. Demokratis Sikap dan tindakan dan wawasan
Cara berfikir, bersikap, dan ber- yang menunjukan kecintaan pada
tindak yang menilai sama hak dan lingkungan dan kondisi yang tertib,
kewajiban dirinya dan orang lain. aman, damai dan penuh bersahabatan
i. Rasa Ingin Tahu untuk mewujudkan kesatuan bangsa
Sikap dan tindakan yang selalu dan negara.
berupaya untuk mengetahui lebih o. Gemar Membaca
mendalam dan meluas dari sesuatu Kebiasaan menyediakan waktu
yang dipelajarinya, dilihat, dan untuk membaca berbagai bacaan
didengar. yang memberikan kebajikan bagi
j. Semangat Kebangsaan dirinya.
Cara berpikir, bertindak, dan ber- p. Peduli Lingkungan
wawasan yang menempatkan kepen- Sikap dan tindakan yang selalu
tingan bangsa dan negara di atas berupaya mencegah kerusakan pada
kepentingan diri dan kelompoknya. lingkungan alam di sekitarnya, dan
k. Cinta Tanah Air mengembangkan upaya-upaya untuk
Cara berpikir, bertindak, dan memperbaiki kerusakan alam yang
berwawasan yang berorientasi pada sudah terjadi.
kepentingan bagsa dan negara dalam q. Peduli Sosial
mewujudkan kesejahteraan yang ber- Sikap dan tindakan yang selalu
keadilan dalam kesatuan NKRI. ingin memberi bantuan pada orang
l. Menghargai Prestasi lain dan masyarakat yang membu-
Sikap dan tindakan yang men- tuhkan.
dorong dirinya untuk menghasilkan r. Tanggung Jawab.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 465

Sikap dan perilaku seseorang Penyaring, Pendidikan karakter


untuk melaksanakan tugas dan bangsa berfungsi memilah nilai-nilai
kewajiban-nya, yang seharusnya dia budaya bangsa sendiri dan menya-
lakukan, terhadap diri sendiri, ring nilai-nilai budaya bangsa lain
masyarakat, lingkungan (alam, sosial yang positif untuk menjadi karakter
dan buda-ya), negara dan Tuhan Yang manusia dan warga negara Indonesia
Maha Esa. agar menjadi bangsa yang bermar-
tabat.
D. FUNGSI PENDIDIKAN KA- Albertus (2001:212) menyatakan
RAKTER DAN STRATEGI bahwa Karakter secara umum me-
DAN METODOLOGI mancar dari hasil olah pikir, olah hati,
PENDIDIKAN KARAKTER olah rasa dan karsa, serta olahraga
DIKTI (2010) menyatakan bah- seseorang atau sekelompok orang.
wa secara khusus pendidikan karak- Terdapat lima metode yang dapat
ter memiliki tiga fungsi utama, yaitu : dipertimbangkan untuk digunakan
1. Pembentukan dan Pengembangan dalam pengembangan program
Potensi, Pendidikan karakter ber- pendidikan karakter disekolah yaitu
fungsi membentuk dan mengem- mengajarkan keteladanan, menen-
bangkan potensi manusia atau warga tukan prioritas, praksis prioritas dan
negara Indonesia agar berpikiran refleksi.
baik, berhati baik, dan berperilaku Strategi yang diterapkan oleh
baik sesuai dengan falsafah hidup pendidikan karakter yaitu dengan
Pancasila. menggunakan strategi terintegrasi
2. Perbaikan dan Penguatan, Pendi- dalam mata pelajaran lainnya. Nilai-
dikan karakter berfungsi mem- nilai karakter dapat disampaikan
perbaiki karakter manusia dan warga melalui mata pelajaran atau mata
negara Indonesia yang bersifat nega- kuliah yang ada secara sinergis.
tif dan memperkuat peran keluarga, Pendidikan karakter agar dapat dise-
satuan pendidikan, masyarakat, dan but sebagai integral dan utuh harus
pemerintah untuk ikut berpartisipasi menentukan metode yang dipakai,
dan bertanggung jawab dalam pengem- sehingga tujuan pendidikan karakter
bangan potensi manusia atau warga itu akan semakin terarah dan efektif.
negara menuju bangsa yang ber- Adapun unsur-unsur yang harus
karakter, maju, mandiri, dan sejah- dipertimbangkan dalam menentukan
tera. metode yang dapat diterapkan dalam
466 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

pendidikan karakter antara lain : (actionlearning approach), student


1 Mengajar, yaitu dengan cara active learning, developmentally
mengajarkan nilai-nilai itu se- appropriate pro contextual learning
hingga peserta didik memiliki gagas- yang dapat menciptakan pengalaman
an konseptual tentang nilai-nilai pe- belajar yang efektif dan menye-
mandu perilaku yang bisa dikem- nangkan.
bangkan dalam mengembangkan
karakter pribadinya. Keteladanan, E. PENILAIAN PENDIDIKAN
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan KARAKTER
oleh dosen, pimpinan lembaga pen- Penilaian adalah suatu usaha un-
didikan, dan staf administrasi diseko- tuk memperoleh berbagai informasi
lah yang dapat dijadikan sebagai mo- secara berkala, berkesinambungan,
del teladan bagi siswa/mahasiswa. dan menyeluruh tentang proses dan
Karena Mereka akan lebih banyak hasil pertumbuhan serta perkem-
belajar dari apa yang mereka lihat. bangan karakter yang dicapai siswa/
2 Menentukan prioritas, yaitu se- mahasiswa. Tujuan penilaian dilaku-
tiap yang terlibat dalam sebuah kan untuk mengukur seberapa jauh
lembaga pendidikan yang ingin me- nilai-nilai yang dirumuskan sebagai
nekankan pendidikan karakter juga standar minimal telah dikembangkan
harus memahami secara jernih priori- dan ditanamkan di lembaga pen-
tas nilai apakah yang ingin ditekan- didikan serta dihayati, diamalkan,
kan dalam pendidikan karakter da- diterapkan dan dipertahankan oleh
lam satuan pendidikan tertentu. siswa/mahasiswa. dalam kehidupan
3 Refleksi, yaitu mengadakan se- sehari-hari. Penilaian pendidikan
macam pendalaman, refleksi un- karakter lebih dititik beratkan kepada
tuk melihat sejauh mana satuan pen- keberhasilan penerimaan nilai-nilai
didikan telah berhasil atau gagal dalam sikap dan perilaku peserta
dalam melaksanakan. Metode-meto- didik sesuai dengan nilai-nilai karak-
de yang bisa diterapkan dalam pendi- ter yangditerapkan dan diamalkan
dikan karakter misalnya dengan dalam kehidupan sehari-hari. Jenis
menggunakan pendekatan penanam- penilaian dapat berbentuk penilaian
an nilai (inculcation approach), per- sikap dan perilaku, baik individu
kembangan moral kognitif, analisis maupun kelompok. Cara penilaian
nilai (values analysis approach), kla- pendidikan karakter pada peserta
rifikasi nilai, pembelajaran berbuat didik dilakukan oleh semua dosen.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 467

Penilaian dilakukan setiap saat, baik ditunjang oleh variasi modus pe-
pada jam pelajaran maupun di luar nyampaian pelajaran oleh para
jam pelajaran, dikelas maupun di luar dosen. Kebiasaan penyampaian pela-
kelas dengan cara pengamatan dan jaran secara eksklusif dan pende-
pencatatan. Instrumen penilaian katan ekspositorik hendaknya di-
dapat berupa lembar observasi, kembangkan kepada pendekatan
lembar skala sikap, lembar porto- yang lebih beragam seperti diskoveri
folio, lembar check list, dan lembar dan inkuiri. Kegiatan penyampaian
pedoman wawancara. Informasi informasi, pemantapan konsep,
yang diperoleh dari berbagai teknik pengungkapan pengalaman para
penilaian kemudian dianalisis oleh mahasiswa/taruna melalui monolog
dosen untuk memperoleh gambaran oleh dosen perlu diganti dengan
tentang karakter peserta didik. Gam- modus penyampaian yang ditandai
baran menyeluruh tersebut kemudian oleh pelibatan aktif para maha-
dilaporkan sebagai suplemen kartu siswa/taruna baik secara intelektual
hasil studi oleh Lembaga Pendidikan. (bermakna) maupun secara emo-
Pendidikan karakter dalam keter- sional (dihayati kemanfaatannya)
paduan pembelajaran dengan semua sehingga lebih responsif terhadap
mata kuliah sasaran integrasinya upaya mewujudkan tujuan utuh pen-
adalah materi pelajaran, prosedur pe- didikan. Dengan bekal varisai modus
nyampaian, serta pemaknaan penga- pembelajaran tersebut, maka skena-
laman belajar para mahasiswa/ rio pembelajaran yang di dalamnya
taruna. Konsekuensi dari pembela- terkait Pendidikan Karakter lebih
jaran terpadu, maka modus belajar bermakna.
para mahasiswa/taruna harus berva- Penempatan Pendidikan Karakter
riasi sesuai dengan karakter masing- diintegrasikan dengan semua mata
masing mahasiswa/taruna. Variasi pelajaran tidak berarti tidak memiliki
belajar itu dapat berupa membaca ba- konsekuensi. Oleh karena itu, perlu
han rujukan, melakukan pengamat- ada komitmen untuk disepakati dan
an, melakukan percobaan, mewa- disikapi dengan saksama sebagai
wancarai nara sumber, dan sebagai- kosekuensi logisnya. Komitmen ter-
nya dengan cara kelompok maupun sebut antara lain sebagai berikut.
individual. Pendidikan Karakter (sebagai bagian
Terselenggaranya variasi modus dari kurikulum) yang terintegrasikan
belajar para mahasiswa/taruna perlu dalam semua mata pelajaran, dalam
468 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

proses pengembangannya haruslah PENGASUHAN


mencakupi tiga dimensi yaitu kuri- Kurikulum Program Akpol Sar-
kulum sebagai ide, kurikulum seba- jana Strata Satu (S-1) Terapan Kepo-
gai dokumen, dan kurikulum sebagai lisian (disadur dari Naskah Kuriku-
proses (Hasan, 2000) terhadap semua lum-Akpol-2013) disusun berdasar-
mata pelajaran yang dimuati Pendi- kan pendekatan kompetensi yang
dikan Karakter. Lebih lanjut, Hasan meliputi pengetahuan, keterampilan
(2000) mengurai bahwa pengem- dan sikap. Pendidikan dilaksanakan
bangan ide berkenaan dengan filosofi melalui proses pembelajaran, pela-
kurikulum, model kurikulum, pen- tihan dan pengasuhan dengan tujuan
dekatan dan teori belajar, pendekatan untuk membentuk Taruna menjadi
atau model evaluasi. Pengembangan pegawai negeri pada Polri sebagai
dokumen berkaitan dengan kepu- pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat serta penegak hukum
tusan tentang informasi dan jenis
yang profesional, modern, bermoral,
dokumen yang akan dihasilkan, ben-
dan unggul. Maksud dari pembe-
tuk/format Silabus, dan komponen
lajaran, pelatihan dan pengasuhan
kurikulum yang harus dikembang-
adalah : (1) Pembelajaran adalah
kan. Sementara itu, pengembangan
proses interaksi peserta didik atau
proses berkenaan dengan pengem
Taruna dengan pendidik dan sumber
bangan pada tataran empirik seperti
belajar pada suatu lingkungan belajar
RPP, proses belajar di kelas, dan untuk mendapatkan dan mengem-
evaluasi yang sesuai. Agar pengem- bangkan kemampuan yang meliputi
bangan proses ini merupakan kelan- kognitif, afektif dan psikomotorik.
jutan dari pengembangan ide dan (2) Pelatihan adalah proses interaksi
dokumen haruslah didahului oleh peserta didik atau Taruna dengan
sebuah proses sosialisasi oleh orang- pelatih atau Instruktur dan sumber
orang yang terlibat dalam kedua belajar untuk mendapatkan dan
proses, atau paling tidak pada proses mengembangkan keterampilan dan
pengembangan kurikulum sebagai kecakapan bertindak. (3) Pengasuhan
dokumen. adalah proses interaksi peserta didik
atau Taruna dengan pengasuh dan
F. MODEL PENDIDIKAN KA- sumber belajar pada suatu ling-
RAKTER AKPOL PADA PI- kungan belajar untuk membentuk
LAR PENGAJARAN, sikap, mental, moral dan perilaku
PE L AT I HA N D A N terpuji.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 469

Pendekatan pengembangan pen- media, sumber belajar dan teknologi


didikan ini berdasarkan pada prinsip yang memadai dengan memanfa-
pelaksanaan Kurikulum Program atkan lingkungan sekitar serta ling-
Akpol Sarjana Strata Satu (S-1) kungan alam semesta dijadikan sum-
Terapan Kepolisian; (a) Pelaksanaan ber belajar, contoh dan teladan; (d)
kurikulum didasarkan pada potensi, Kurikulum dilaksanakan dengan me-
perkembangan dan kondisi peserta maksimalkan pendayagunaan kon-
didik untuk menguasai kompetensi disi alam, sosial, dan keragaman bu-
yang berguna bagi dirinya. Dalam hal daya untuk keberhasilan pendidikan
ini Taruna harus mendapatkan pela- dengan muatan seluruh bahan kajian
yanan pendidikan yang bermutu, secara optimal.
serta memperoleh kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya secara G. PENUTUP
demokratis, dinamis, menyenangkan Berdasarkan analisis logika, em-
dan bertanggung jawab; (b) Pelak- piris dan sosiologis proses pendidik-
sanaan kurikulum memungkinkan an di Akpol dan urgennya pendidikan
Taruna mendapat pelayanan yang karakter dalam pembentukan perwira
bersifat perbaikan, pengayaan, sesuai polisi cerdas profesional, maka dapat
dengan potensi, tahap perkem- disimpulkan bahwa: Sangat urgent
bangan, dan kondisi Taruna dengan Pendidikan Karakter dalam pembela-
tetap memperhatikan keterpaduan jarannya diintegrasikan ke dalam tiga
pengembangan pribadi Taruna yang pilar proses pendidikan di Akpol
berdimensi ke-Tuhanan, keindi- melalui Pengajaran, Pelatihan dan
vidualan, kesosialan, dan moral. Pengasuhan. Argumennya adalah
Kurikulum dilaksanakan dalam sua- adalah karena meningkatkan akhlak
sana hubungan peserta didik dan pen- luhur para Tarun/Mahasiswa adalah
didik yang demokratis, saling mene- tanggung jawab semua dosen, sekali-
rima dan menghargai, akrab, terbuka, gus semua dosen harus menjadi
dan hangat, dengan prinsip di bela- teladan yang berwibawa. Tiga pilar
kang memberikan daya dan kekuat- pembentukan karakter lulusan Akpol
an, di tengah membangun semangat Program Sarjana Strata 1 Terapan
dan prakarsa, di depan memberikan Kepolisian harus dilaksanakan seca-
contoh dan teladan; . (c) Kurikulum ra sinergis berkesinambungan secara
dilaksanakan dengan menggunakan komprehensif holistik mencapai
pendekatan multi strategi dan multi- Insan Bhayangkara Paripurna.
470 Waspiah, Model Integrasi Pendidikan Karakter ...

DAFTAR PUSTAKA

Albertus, Doni Koesoema. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global, Yogyakarta: Kanisius.

Akpol. 2013. Naskah Kurikulum Akpol Program Sarjana Strata 1 Terapan


Kepolisian.

Capra, Fritjof. 2002. Titik Balik Peradaban. Terjemahan M. Thoyibi.


Yogyakarta: Bentang Budaya.

Corten, David. C. 1998. Menuju Abad ke-21 Tindakan Sukarela dan Agenda
Global. Terjemahan Lilian Tejasudhana. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan.

Cronbach, Lee J. 1977. Educational Psychology 3rd edition. New York:


Harcourt Brace Jovanovich Inc.

DBE2, 2009. Materi ToT Pembelajaran Aktif untuk Perguruan Tinggi


(ALFHE). Jakarta: Decentralized Basic Education-USAID.

DeVos, George A. 1968. “National Character”. In Sills David L (ed).


International Encyclopedia of the Social Sciences. New York:
Macmillan Company and the Free Press.

Kemdiknas. 2010. Disain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta.

------------. 2009, Kebijakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta:


Puskur Litbang Kemendiknas.

Koellhoffer, Tara Tomczyk. 2009. Character Education Being Fair and


Honest. New York: Infobase Publishing.

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Lickona, Thomas. 2003. My Thought About Character. Ithaca and London:


Cornell University Press.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk


Membangun Bangsa. Jakarta. BP Migas dan Star Energy.
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 471

Morgenthau, Hans J. 1991. Politik Antar Bangsa Edisi Revisi Buku Pertama.
Terjemahan A. M. Fatwan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Mulyana, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Novick, et al. 2002. Building Learning Communities with Character. Virginia:


ASCD.

Puskur Balitbang Kemdiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan


Karakter Bangsa Pedoman Sekolah. Jakarta.

Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Revaluasi, dan Redefinisi Pendidikan


Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. Tahun Ke-7

Rokhman, Fathur. 2010. Dari Unnes untuk Bangsa. Semarang: Unnes Press.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Stanford University. 2007. Handbook of The Center for Teaching and


Learning. Stanford USA: Stanford University.
PENUMBUHAN SIKAP POSITIF BAHASA
UNTUK MEMPERKOKOH KUALITAS KARAKTER POLISI

Oleh Rokhmat

ABSTRAK
Salah satu indikator profesional-tidaknya seorang polisi terlihat dari bagaimana
seorang polisi mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan
Caturprasetya pada aktivitas sehari-harinya, terlebih ketiga berdinas. Pada brata yang
ketiga terdapat istilah mengayomi, sedangkan pada prasetya yang keempat terdapat
pernyataan “memelihara perasaan tenteram dan damai”. Dua komponen ini bisa dilihat
dari kacamata yang sama, yakni bahwa polisi memiliki tugas utama membuat
masyarakat menjadi tenteram, damai, tidak mengalami ketertekanan, dan tidak
mengalami ketakutan. Kondisi seperti ini bisa diwujudkan salah satunya melalui sikap
bahasa yang positif pada diri Polri. Sikap bahasa yang positif antara lain berwujud sikap
mengambil posisi secara positif terhadap masyarakat yang berbicara dan memilih
bahasa yang “berdampak” positif pada masyarakat. Sikap positif dalam berbahasa ini
menjadi bagian dari karakter yang harus dikembang-tumbuhkan di tubuh anggota
kepolisian Republik Indonesia. Masyarakat Akademi Kepolisian sebagai bagian dari
masyarakat secara luas memiliki tuntutan untuk mampu berkomunikasi yang baik
tersebut. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa yang baik mutlak diperlukan oleh
masyarakat Akpol. Pembiasaan menggunakan bahasa yang baik merupakan cermin
karakter masyarakat Akpol secara khusus atau masyarakat (anggota) kepolisian secara
umum. Pentingnya pendidikan karakter bagi taruna akpol dengan demikian di
dalamnya juga terkandung pembiasaan berbahasa yang baik atau dalam tulisan ini
disebut dengan istilah bersikap positif terhadap bahasa, terhadap aktivitas berbahasa,
dan terhadap proses berkomunikasi secara umum. Pemerolehan keempat keterampilan
berbahasa melalui urutan yang teratur. Mula-mula, sejak kecil kita belajar menyimak
kemudian disusul dengan berbicara. Baru pada waktu sekolah kita belajar membaca
dan menulis. Atas dasar proses tersebut, kita bisa menganalogikan bahwa untuk
menjadi pembicara yang baik seseorang dituntut menjadi pendengar yang baik pula;
untuk menjadi penulis yang baik seseorang dituntut menjadi pembaca yang baik pula.
Bahasa yang santun menunjukkan kepribadian atau karakter yang santun pula. Itulah
sebabnya pendidikan karakter menjadi mutlak untuk diwariskan melalui pendidikan.
Pendidikan karakter tidak saja dilakukan secara formal, dalam pengertian terintegrasi
dalam kurikulum pendidikan formal, melainkan juga dalam pendidikan informal dan
nonformal. Dengan demikian, tanggung jawab pendidikan karakter tidak saja ada di
pundak lembaga pendidikan formal, tetapi juga pada seluruh lapisan masyarakat.
Akademi kepolisian sebaga lembaga pendidikan formal dengan sendirinya juga
memiliki kewajiban besar dalam melangsungkan pendidikan karakter ini.

A. PENDAHULUAN prasetya pada aktivitas sehari-hari-


Salah satu indikator profesional- nya, terlebih ketiga berdinas. Tribrata
tidaknya seorang polisi terlihat dari secara lengkap berbunyi “Kami
bagaimana seorang polisi mengim- polisi Indonesia (1) berbakti kepada
plementasikan nilai-nilai yang ter- nusa dan bangsa dengan penuh
kandung dalam Tribrata dan Catur- ketaqwaan terhadap Tuhan yang

1) Drs. Rokhmat, M.Pd., seorang guru bahasa Indonesia di Kebumen


TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 473

Maha Esa, (2) menjunjung tinggi mengayomi setidaknya memuat


kebenaran keadilan dan kemanusiaan nilai-nilai karakter religious, jujur,
dalam menegakkan hukum Negara toleransi, demokratis, rasa ingin tahu,
Kesatuan Republik Indonesia yang menghargai prestasi, bersahabat/ko-
berdasarkan Pancasila dan Undang- muniktif, cinta damai, peduli ling-
Undang Dasar 1945, dan (3) senan- kungan, dan peduli sosial. Kondisi
tiasa melindungi, mengayomi, dan seperti ini bisa diwujudkan salah
melayani masyarakat dengan keikh- satunya melalui sikap bahasa yang
lasan untuk mewujudkan keamanan positif pada diri Polri. Sikap bahasa
dan ketertiban. Caturprasetya secara yang positif antara lain berwujud
lengkap berbunyi “Sebagai insan sikap mengambil posisi secara positif
bhayangkara kehormatan saya terhadap masyarakat yang berbicara
adalah berkorban demi masyarakat, dan memilih bahasa yang “berdam-
bangsa, dan Negara untuk (1) me- pak” positif pada masyarakat. Sikap
niadakan segala bentuk gangguan positif dalam berbahasa ini menjadi
keamanan, (2) menjaga keselamatan bagian dari karakter yang harus
jiwa, raga, harta, benda, dan hak asasi dikembang-tumbuhkan di tubuh
manusia, (3) menjamin kepastian anggota kepolisian Republik Indone-
berdasarkan hukum, dan (4) meme- sia.
lihara perasaan tenteram dan damai. Model komunikasi yang positif
Pada brata yang ketiga terdapat sangat baik untuk ditumbuhkan
istilah mengayomi, sedangkan pada terlebih pada era sekarang. Pada saat
prasetya yang keempat terdapat ini kebebasan masyarakat Indonesia
pernyataan “memelihara perasaan untuk berpendapat sudah berubah
tenteram dan damai”. Dua komponen dibandingkan pada masa lalu. Jika
ini bisa dilihat dari kacamata yang semula model berkomunikasi yang
sama, yakni bahwa polisi memiliki dikembangkan cenderung bersifat
tugas utama membuat masyarakat birokratis, memperhatikan etiket dan
menjadi tenteram, damai, tidak budaya yang formal, serta tertutup;
mengalami ketertekanan, dan tidak saat ini berubah menjadi sebaliknya.
mengalami ketakutan. Mengayomi Interaksi antarkomponen bangsa dan
berarti membuat orang merasa aman, keterbukaan pers sangat kohesif.
tenteram, dan damai. Jika dikaitkan Kritik, saran, masukan, pernyataan
dengan delapan belas nilai karakter kepuasan, pernyataan ketidakpuasan
bangsa yang ingin dikembangkan, dapat dikemukakan secara trans-
474 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

paran tanpa harus merasa takut. Siapa wujud aktualisasi diri. Jika ternyata
pun boleh berpendapat secara ter- aktualisasi diri dengan berbahasa dan
buka. Jika ada yang melanggar berperilaku positif dapat berkenan
aturan, koridornya adalah hukum, bagi orang lain, sebenarnya hanyalah
bukan kekuasaan. Jika ada yang efek dan bukan tujuan. Setiap orang
melanggar pranata sosial dan pranata harus menjaga kehormatan dan
budaya, koridornya adalah sanksi martabat diri sendiri. Hal ini dimak-
sosial, bukan kebencian terhadap sudkan agar orang lain juga meng-
seseorang. Setiap orang dapat secara hargainya. Inilah hakikat berbahasa
bebas mengeluarkan pendapat, secara positif atau secara santun
mengaktualisasi diri secara terbuka (Pranowo 2009: 13-15).
tanpa memiliki rasa takut. Menumbuhkan sikap positif
Meskipun demikian, harus disa- dalam berbahasa pada anggota
dari bahwa tata krama, sopan santun, kepolisian bukan saja untuk lebih
dan tata susila masih perlu diperha- dekat dan lebih komunikatif pada
tikan dan diikuti. Mengeluarkan masyarakat, melainkan lebih dari itu,
pernyataan atau mengaktualisasi diri yakni dapat meningkatkan kebermar-
secara bebas bukan berarti tanpa tabatan anggota kepolisian sendiri.
batas. Dalam berucap dan berperi- Pepatah “bahasa menunjukkan bang-
laku seseorang tidak harus melang- sa” sudah melekat pada hati masya-
gar hukum dan pranata sosial serta rakat sejak dulu kala. Dalam pepatah
pranata budaya. Kondisi seperti itu terkandung makna bahwa salah
itulah yang menjadikan pentingnya satu cara untuk melihat kepribadian
menggunakan bahasa secara positif seseorang adalah melalui pengguna-
dalam berkomunikasi, termasuk oleh an bahasanya. Di sinilah peran
anggota kepolisian. pentingnya pendidikan di Akpol
Bahasa merupakan alat komuni- dalam menumbuhkan karakter taruna
kasi. Berkomunikasi merupakan yang slaah satunya ditempuh dengan
interaksi antara penutur dan mitra menumbuhkan sikap positif dalam
tutur. Berbahasa dan berperilaku berbahasa.
secara positif merupakan kebutuhan Dalam catatan pemerintah, tujuan
setiap orang, bukan hanya untuk pendidikan nasional kita, terutama
anggota kepolisian. Seseorang ber- yang berkaitan dengan karakter
bahasa dan berperilaku secara positif peserta didik sampai saat ini belum-
sebenarnya lebih dimaksud sebagai lah tercapai secara ideal. Selain itu,
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 475

pendidikan kita saat ini juga tidak Ketujuh, standar penilaian belum
mampu menghadapi tantangan- mengarahkan pada penilaian berba-
tantangan, baik yang bersifat internal sis kompetensi (sikap, keterampilan,
maupun yang bersifat eksternal dan pengetahuan) dan belum tegas
(globalisasi). Ada beberapa fakta menuntut adanya remediasi secara
yang menunjukkan bahwa pendidik- berkala.
an saat ini belum mampu mengha- Fakta tersebut menunjukkan
dapi tantangan masa depan. Pertama, masih adanya kesenjangan antara
konten kurikulum di masing-masing konsep ideal tentang pendidikan dan
tingkat pendidikan masih terlalu konsep yang diaplikasikan dalam
padat yang ditunjukkan dengan dunia pendidikan. Dalam berbagai
banyaknya mata pelajaran atau mata aspek, pendidikan saat ini ternyata
kuliah. Kedua, kurikulum belum belum berada pada taraf ideal. Dari
sepenuhnya berbasis kompetensi sisi kompetensi lulusan, ternyata
sesuai dengan tuntutan fungsi dan belum sepenuhnya menekankan
tujuan pendidikan nasional. Ketiga, pendidikan karakter, belum meng-
kompetensi belum menggambarkan hasilkan keterampilan sesuai kebu-
secara holistik domain sikap, kete- tuhan, dan pengetahuan-pengeta-
rampilan, dan pengetahuan. Keem- huan masih lepas. Dari sisi materi
pat, beberapa kompetensi yang dibu- pembelajaran belum relevan dengan
tuhkan (pendidikan karakter, meto- kompetensi yang dibutuhkan dan
dologi pembelajaran aktif, keseim- beban belajar terlalu berat, terlalu
bangan soft skills dan hard skills, luas, dan kurang mendalam. Dari sisi
kewirausahaan, dan lain-lain) belum proses pembelajaran masih berpusat
terakomodasi di dalam kurikulum. pada guru (teacher centered lear-
Kelima, kurikulum belum peka dan ning) dan sifat pembelajaran yang
tanggap terhadap perubahan sosial berorientasi pada buku teks, padahal
yang terjadi pada tingkat lokal, buku teks hanya memuat materi
nasional, maupun global. Keenam, bahasan.
standar proses pembelajaran belum Pendidikan di Akpol tentu harus
menggambarkan urutan pembelajar- memperhatikan kondisi pendidikan
an yang rinci sehingga membuka secara umum yang telah tergambar-
peluang penafsiran yang beraneka kan di atas tersebut agar ke depan
ragam dan berujung pada pembela- dapat mewujudkan pendidikan yang
jaran yang berpusat pada guru. ideal. Salah satu kriteria yang mudah
476 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

dilihat idealnya sebuah proses dji 1989:157). Pengetahuan yang


pendidikan adalah seimbangnya berkaitan dengan bahasa itu misalnya
antara pengetahuan, keterampilan, pengetahuan mengenai kosa kata,
dan sikap. Sikap tidak menjadi ranah pengetahuan tata bahasa, dan bahkan
pelengkap tetapi - dalam pandangan latar belakang pengetahuan umum
baru - justru yang harus diutamakan (Grant 2012:1901). Ketika membaca
dan mewarnai segala aktivitas kehi- kata-kata dalam konteks, seorang
dupan manusia. Sikap berbahasa pembaca yang memiliki pengetahuan
dalam konteks ini juga menjadi lebih akurat dalam memahami teks
bagian penting dari sikap atau yang dibacanya (Priebe 2012:132).
karakter peserta didik dalam seluruh Pemahaman terhadap bahasa ini
lingkup pendidikan. memerlukan keterampilan. Kete-
Atas dasar kondisi seperti itulah rampilan dasar untuk pemahaman
penulis memandang penting untuk yang diperlukan yaitu pengetahuan
mengenalkan dan menumbuhkan konsep kata, mendapatkan arti dari
sikap positif dalam berbahasa kepada konteks, dan menafsirkan arti
anggota kepolisian melalui pendi- (Wiryodijoyo 1989:9). Keterampilan
dikan di Akpol agar nantinya anggota berbahasa terdiri atas empat aspek
kepolisian dihormati, dihargai, dan yaitu mendengarkan, berbicara,
berada di hati masyarakat melalui membaca, dan menulis. Keteram-
pintu berbahasa secara positif. pilan mendengarkan dan membaca
bersifat reseptif, sedangkan keteram-
B. SIKAP BAHASA DALAM pilan berbicara dan menulis bersifat
PROSES BERKOMUNIKASI produktif. Keempat keterampilan
1. Bahasa sebagai Alat Komunikasi berbahasa ini tidak bisa saling dipi-
Selain sebagai alat berpikir, alat sahkan. Keberadaan keterampilan
berekspresi, bahasa juga berfungsi berbahasa yang satu akan ditentukan
sebagai alat berkomunikasi. Kom- serta dipengaruhi oleh keterampilan
petensi komunikatif adalah sistem berbahasa yang lain. Dalam bahasa
yang melandasi pengetahuan dan lisan, misalnya, selain seorang
keterampilan yang diperlukan untuk anggota polisi dituntut untuk bisa
berkomunikasi. Kompetensi itu berbicara secara baik, mereka juga
digunakan untuk mengacu kepada dituntut untuk menjadi pendengar
pengetahuan dan keterampilan dalam yang baik. Berbicara dan mendengar
menggunakan pengetahuan (Soenar- tidak dapat dipisahkan satu sama
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 477

lain. yang reseptif dan apresiatif, artinya


Pemerolehan keempat keteram- kedua keterampilan tersebut diguna-
pilan berbahasa melalui urutan yang kan untuk menangkap dan mema-
teratur. Mula-mula, sejak kecil kita hami informasi yang disampaikan
belajar menyimak kemudian disusul melalui bahasa lisan dan tertulis.
dengan berbicara. Baru pada waktu Sebaliknya, keterampilan berbicara
sekolah kita belajar membaca dan dan menulis merupakan keteram-
menulis. Keterampilan menyimak pilan berbahasa yang bersifat pro-
dan berbicara merupakan keteram- duktif dan ekspresif, artinya kedua
pilan berbahasa lisan yang bersifat keterampilan berbahasa tersebut
alamiah. Artinya, kedua keteram- digunakan untuk menyampaikan
pilan berbahasa tersebut didapatkan informasi atau gagasan baik secara
oleh seseorang melalui peniruan lisan maupun tertulis. Keterampilan
yang bersifat alamiah dan langsung berbicara dan menulis sebagai
dalam proses komunikasi. Men- keterampilan yang produktif didu-
dengarkan dan berbicara digunakan kung oleh keterampilan menyimak
dalam komunikasi langsung dan dan membaca sebagai keterampilan
tatap muka. Keterampilan membaca yang reseptif. Karena eratnya hu-
dan menulis diperoleh secara sengaja bungan keempat keterampilan ber-
melalui proses belajar. Oleh karena bahasa tersebut, keempatnya sering
itu sering disebut dengan keteram- disebut sebagai catur tunggal. Arti-
pilan berbahasa yang literer. Kedua nya, keempat keterampilan tersebut
keterampilan berbahasa tersebut merupakan bentuk kompetensi ber-
digunakan dalam komunikasi tertulis bahasa (Tarigan 1982:1).
secara tidak langsung. Atas dasar Selain itu, keempat keterampilan
proses tersebut, kita bisa menganalo- berbahasa tersebut berhubungan erat
gikan bahwa untuk menjadi pembi- dengan proses-proses yang menda-
cara yang baik seseorang dituntut sari bahasa. Bahasa seseorang akan
menjadi pendengar yang baik pula; mencerminkan pikirannya. Semakin
untuk menjadi penulis yang baik terampil seseorang dalam berbahasa,
seseorang dituntut menjadi pembaca semakin cerah dan jelas pula jalan
yang baik pula. pikirannya (Dawson et al 1963:27).
Keterampilan mendengarkan dan Mendengarkan, berbicara, membaca,
membaca berdasarkan fungsinya dan menulis merupakan sebuah
termasuk keterampilan berbahasa keterampilan berbahasa. Oleh karena
478 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

itu hanya dapat diperoleh dengan sendiri atau bahasa orang lain dapat
jalan pelatihan secara baik dan benar. disempitkan menjadi cara diri
Semakin sering berlatih dengan cara berbahasa atau cara orang lain
yang benar, akan semakin terampil berbahasa. Menurut Cooper dan
pula dalam berbahasa. Mengingat Fishman (1973) sikap bahasa adalah
bahasa mencerminkan pikiran, mela- sikap seseorang yang berkaitan
tih keterampilan berbahasa berarti dengan acuan bahasa, perilaku
pula melatih keterampilan berpikir bahasa, dan hal yang menjadi
(Tarigan 1980:1). penanda atau lambang. Anderson
Pada tataran ini jelaslah bahwa (1974) membagi sikap menjadi dua:
berbahasa yang baik menjadi penting (1) sikap bahasa dan (2) sikap bukan
bagi anggota kepolisian karena di bahasa. Keduanya dapat menyangkut
sanalah ada pikiran dan kepribadian kepercayaan atau keyakinan menurut
yang dibaca oleh masyarakat. Hasil bahasa. Lebih lanjut Anderson mem-
pembacaan pikiran dan kepribadian berikan batasan sikap bahasa sebagai
oleh masyarakat inilah yang akan tata keyakinan yang berhubungan
melahirkan sikap masyarakat terha- dengan bahasa yang secara relatif
dap anggota kepolisian. Jika hasil berlangsung lama, mengenai suatu
pembacaan itu bersifat positif, sikap objek bahasa yang memberikan
positiflah yang akan ditunjukkan kecenderungan kepada seseorang
oleh masyarakat kepada anggota ke- untuk bertindak dengan cara tertentu
polisian. Sebaliknya, jika hasil pem- yang disukainya.
bacaan itu negatif, sikap negatiflah Pap (1979) memberikan penger-
yang akan ditunjukkan oleh masya- tian sikap bahasa dalam arti sempit
rakat kepada anggota kepolisian. dan arti luas. Dalam arti sempit sikap
Itulah sebabnya seorang anggota bahasa mengacu pada penilaian
polisi perlu menjaga cara berkomu- seseorang terhadap suatu bahasa dan
nikasi, terutama cara berbahasa, agar penilaian terhadap kepribadian
dibaca oleh masyarakat secara penutur bahasa tertentu. Adapun
positif. dalam arti luas, sikap bahasa meliputi
2. Sikap Bahasa pemilihan yang sebenarnya atas
Sikap bahasa adalah posisi suatu bahasa, pelajaran bahasa, atau
mental atau perasaan terhadap bahasa perencanaan bahasa. bahasa.
sendiri atau bahasa orang lain Sikap positif terhadap bahasa
(Kridalaksana, 2001:197). Bahasa seseorang akan berpengaruh terha-
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 479

dap cara pandang kita terhadap sedangkan bahasa nonverbal adalah


seseorang tersebut. Jadi, jika kita bahasa yang diungkapkan dalam
memandang positif pada seseorang bentuk mimik, gerak tubuh, sikap,
dalam berbahasa, kita bisa bersikap atau perilaku. Memang pemakaian
positif pada orang yang bersang- bahasa yang mudah dilihat atau
kutan. Hukum sebaliknya juga berl- diamati adalah bentuk bahasa verbal
aku. Jika orang lain memiliki sikap berupa kata-kata atau ujaran. Di
positif terhadap cara berbahasa kita, samping itu, terdapat pula bahasa
maka yang bersangkutan juga akan nonverbal berupa mimik, gerak-gerik
dengan mudah memiliki sikap positif tubuh, sikap, atau perilaku yang
terhadap diri kita. Atas logika ini, mendukung pengungkapan kepriba-
agar kita berada pada posisi yang dian seseorang (Pranowo 2009: 3).
disikapi secara positif oleh seseo- Ungkapan kepribadian seseorang
rang, oleh masyarakat; langkah yang yang perlu dikembangkan adalah
harus ditempuh adalah dengan ungkapan kepribadian yang baik,
menggunakan bahasa secara baik benar, dan santun sehingga mencer-
agar disikapi secara positif oleh ma- minkan budi halus dan pekerti luhur
syarakat. seseorang. Budi halus dan pekerti lu-
3. Kesantunan dalam Berbahasa hur merupakan tolok ukur kepriba-
Bahasa merupakan cerminan dian baik seseorang. Tolok ukur itu
kepribadian seseorang, bahkan ba- pertama-tama dilihat dari cara
hasa merupakan cermin kepribadian berbahasa seseorang. Dengan demi-
bangsa. Maksud pernyataan tersebut kian, sesungguhnya setiap orang
adalah melalui bahasa yang diguna- mengharapkan agar sikap, perilaku,
kannya, seseorang atau suatu bangsa ujaran, tulisan, maupun penampilan
dapat diketahui tingkat kepriba- dalam kehidupan sehari-hari mencer-
diannya. Kualitas kepribadian seseo- minkan kesantunan berbahasa. De-
rang atau sekelompok orang akan ngan kata lain, setiap orang ingin
sulit diukur, jika mereka tidak me- memiliki kepribadian baik, benar,
ngungkapkan pikiran atau perasaan- dan santun (budi halus, pekerti luhur)
nya melalui tindak bahasa (baik yang antara lain tercermin dalam
verbal maupun nonverbal). berbahasa. Berbahasa secara positif
Bahasa verbal adalah bahasa antara lain berupa berbahasa secara
yang diungkapkan dengan kata-kata santun.
dalam bentuk ujaran atau tulisan, Pemakaian bahasa secara santun
480 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

belum banyak mendapat perhatian. lain di gardu ronda dalam situasi


Oleh karena itu, sangat wajar jika kita tidak resmi, mereka menggunakan
sering menemukan pemakaian baha- ragam tidak resmi, seperti ragam
sa yang baik ragam bahasanya, benar pergaulan; ketika seseorang sedang
tata bahasanya, tetapi nilai rasa yang mengungkapkan perasaannya dalam
terkandung di dalamnya menyakit- bentuk puisi, mereka menggunakan
kan hati pembaca atau pendengarnya. ragam bahasa sastra atau literer.
Hal ini terjadi karena pemakai bahasa Begitu juga ketika seseorang sedang
belum mengetahui bahwa di dalam berpidato, memberi sambutan, atau
suatu struktur bahasa (yang terlihat rapat dinas, mereka harus menggu-
melalui ragam dan tata bahasa) terda- nakan ragam resmi.
pat struktur kesantunan. Struktur Bahasa yang benar adalah bahasa
bahasa yang santun adalah struktur yang dipakai sesuai kaidah yang
bahasa yang disusun oleh penutur/ berlaku. Seseorang sedang berkomu-
penulis agar tidak menyinggung nikasi dalam situasi tidak resmi,
perasaan pendengar atau pembaca. mereka menggunakan kaidah bahasa
Seorang anggota kepolisian yang tidak resmi. Ketika seseorang sedang
menggunakan bahasa yang santun, menulis karya ilmiah untuk makalah,
dengan demikian, akan mampu skripsi, tesis, atau disertasi mereka
menyenangkan masyarakat, tidak menggunakan kaidah bahasa baku.
menyinggung masyarakat (wujud Begitu juga ketika seseorang sedang
salah satu butir dalam tribrata dan menulis cerpen, mereka mengguna-
caturprasetya), yang pada akhirnya kan kaidah bahasa sesuai dengan
akan diterima oleh masyarakat. peran tokoh yang diperankan. Misal-
Dalam konsep berbahasa selama nya tokoh dalam cerpen sedang
ini yang disosialisasikan kepada berbincanng-bincang dengan tokoh
masyarakat adalah berbahasa yang lain (teman akrab), bahasa yang
baik dan benar. Padahal ketika dipakai adalah bahasa ragam santai
berkomunikasi, penggunaan bahasa dan kaidah bahasa tidak baku.
yang baik dan benar saja belum Namun, ketika seorang penulis se-
cukup. Seseorang yang telah mampu dang menceritakan tokoh yang me-
berbahasa secara baik berarti sudah merankan seorang pejabat dan se-
mampu menggunakan bahasa sesuai dang memimpin rapat dinas, kaidah
ragam dan situasi. Ketika seseorang bahasa yang digunakan adalah
sedang berkomunikasi dengan orang kaidah bahasa resmi. Inilah ragam
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 481

sastra. kinestetik sering dipersepsi berbeda


Namun, masih ada satu kaidah antara budaya satu dengan budaya
lagi yang perlu diperhatikan, yaitu lain, sikap seperti itu cenderung bisa
kesantunan. Ketika seseorang sedang diterima secara luas (Pranowo 2009:
berkomunikasi, hendaknya di sam- 4-6).
ping baik, dan benar juga santun. Grice (1981:183) dan Leech
Kaidah kesantunan dipakai dalam (1983:121) menyatakan bahwa prin-
setiap tindak bahasa. Orang yang sip sopan santun dalam berbahasa
sedang bercanda, orang yang sedang tidak boleh dianggap sebagai sebuah
berpidato dalam situasi resmi hen- prinsip yang sekadar ditambahkan
daknya menggunakan bahasa santun. saja pada prinsip lain, tetapi prinsip
Kondisi inilah yang semakin mempe- sopan santun ini merupakan prinsip
rlihatkan pentingnya kesantunan berkomunikasi penting yang dapat
dalam berbahasa pada diri anggota menyelamatkan prinsip yang lain
kepolisian. dari suatu kesulitan yang serius.
Ketika seseorang sedang menyam- Meskipun kedudukannya dianggap
paikan maksud ingin meminta tolong sangat penting, tetapi pertimbangan
orang lain, hendaknya maksud ter- prinsip sopan santun tampaknya ma-
sebut disampaikan menggunakan sih banyak dikesampingkan orang.
bentuk santun. Jika permintaan to- Itulah sebabnya penulis menganggap
long itu ditujukan kepada orang yang persoalan kesantunan dalam berba-
dihormati, hendaknya digunakan hasa ini penting untuk ditanamkan
kata-kata imperatif halus, seperti pada semua lapisan masyarakat,
mohon bantuan, sudilah kiranya, terlebih dalam masyarakat akademik,
apakah Bapak berkenan, dan seba- termasuk masyarakat kepolisian.
gainya. Di samping itu, jika maksud
ingin minta bantuan tersebut disam- C. PENTINGNYA PENDIDIK-
paikan menggunakan bahasa lisan, AN KARAKTER DI AKADE-
penutur hendaknya juga menyertai MI KEPOLISIAN
sikap-sikap yang sudah disepakati 1. Peran Pemerintah dalam Pen-
masyarakat sebagai sikap hormat didikan Karakter
(badan membungkuk, pandangan Berkarakter yang baik merupa-
mata tidak melotot, volume suara kan perwujudan dari pengalaman/
tidak terlalu keras, dan sebagainya) pelaksanaan dari ajaran agama. Tidak
meskipun gesture, kinesik, dan berkarakter yang baik berarti tidak
482 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

melaksanakan ajaran agama. Inilah gung jawab pendidikan karakter


doktrin dalam agama yang memper- tidak saja ada di pundak lembaga
lihatkan betapa pentingnya pendidik- pendidikan formal, tetapi juga pada
an karakter bagi masyarakat, tidak seluruh lapisan masyarakat. Akademi
terkecuali bagi anggota kepolisian. kepolisian sebagai lembaga pendi-
Agar setiap generasi/individu mam- dikan formal dengan sendirinya juga
pu berkarakter yang baik maka harus memiliki kewajiban besar dalam
dididik tentang apa dan bagaimana melangsungkan pendidikan karakter
karakter yang baik itu. Oleh karena ini.
itu, pendidikan karakter menjadi 2. Pewarisan Karakter melalui
penting adanya. Pendidikan
Maksud dan tujuan dari pendi- Perbedaan manusia dengan
dikan karakter adalah membimbing makhluk lain terletak pada akal budi.
dan mengarahkan seseorang berdisi- Manusia adalah satu-satunya makh-
plin dalam mengerjakan segala luk yang dikaruniai akal budi se-
sesuatu yang baik, dan meninggalkan hingga mampu mengembangkan
yang buruk atas kemauan sendiri kebudayaan. Dalam berkomunikasi,
dalam segala hal dan setiap waktu. misalnya; binatang berkomunikasi
Dengan singkat, dapat dikatakan dengan bunyi-bunyian (bahasa bina-
bahwa pendidikan karakter adalah tang) yang tidak pernah berkembang
mendidik seseorang menjadi orang dari waktu ke waktu. Sementara itu
yang berkepribadian dan berwatak manusia mampu mengembangkan
baik. Pendidikan karakter inilah yang bahasa dengan kreativitas yang
sedang digalakkan oleh pemerintah hampir tanpa batas. Kemampuan
saat ini. Mulai dari pendidikan pada menciptakan hal-hal baru yang lebih
tingkat yang paling rendah sampai baik terjadi pada semua aspek kehi-
yang paling tinggi pendidikan ka- dupan manusia sehingga peradaban
rakter selalu digalakkan, terlebih manusia pun berkembang. Tuntutan
bagi pendidikan pada tingkat rendah. adanya sikap bahasa yang positif,
Pendidikan karakter tidak saja bahasa yang santun, dan semacam-
dilakukan secara formal, dalam nya hanya terjadi pada diri manusia.
pengertian terintegrasi dalam kuri- Berbahasa yang baik sebagai bagian
kulum pendidikan formal, melainkan karakter yang baik, dengan demikian
juga dalam pendidikan informal dan juga hanya terjadi pada manusia.
nonformal. Dengan demikian, tang- Kebudayaan adalah gagasan dan
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 483

karya manusia, yang harus dibiasa- penerima warisan budaya, konsep


kannya dengan belajar, beserta pemerolehan budaya dengan cara
keseluruhan dari hasil budi dan belajar mengandung pengertian
karyanya itu (Koentjaraningrat 1984: adanya perubahan. Pada hakikatnya
9). Dari definisi ini ada dua konsep proses belajar selalu ditandai dengan
yang terkandung dalam pengertian adanya perubahan; misalnya dari
kebudayaan, yaitu (1) kebudayaan itu belum tahu menjadi tahu, dari belum
dapat berwujud gagasan, dapat pula suka menjadi suka, dan seterusnya.
berwujud karya dan (2) pemerolehan Melalui proses pembelajaran inilah
kebudayaan dilakukan dengan cara generasi muda akan memahami
belajar. budayanya, kemudian akan menya-
Dalam konsep yang pertama ringnya dalam kehidupan sehari-hari.
terkandung pengertian bahwa kebu- Segala sesuatu yang dapat diciptakan
dayaan itu dapat bersifat abstrak- oleh manusia dengan akal budinya
gagasan, nilai, pedoman, dan sema- adalah produk kebudayaan. Kebuda-
camnya-dapat pula bersifat konkret-- yaan tersusun oleh tiga hal, yaitu
hasil budi yang berupa perilaku cipta, rasa, dan karya. Dengan daya
manusia dan benda-benda sebagai cipta, manusia mampu menggerak-
hasil karya manusia. Dalam konsep kan pikiran sehingga menghasilkan
yang kedua terkandung pengertian konsep-konsep, pemikiran-pemikir-
bahwa kebudayaan itu diperoleh an, filsafat, dan ilmu pengetahuan
secara sengaja melalui proses yang yang bersifat abstrak. Dengan pera-
terjadi secara turun-temurun dalam saannya, manusia mampu membe-
sebuah masyarakat. Proses pembela- dakan antara sesuatu yang kasar dan
jaran itu terjadi dari generasi tua ke halus, buruk dan indah, sifat sewe-
generasi muda. Pihak yang lebih nang-wenang dan adil, rasa kecewa
berkepentingan dalam hal ini adalah dan puas, dan lain-lain. Lahirlah kai-
pihak generasi tua, yaitu mereka dah-kaidah dan nilai-nilai sosial
merasa berkewajiban untuk mem- untuk mengatur kehidupan berma-
pertahankan dan mengembangkan syarakat. Sedangkan kemampuan
kebudayaan yang dimilikinya. Salah manusia untuk berkarya menghasil-
satu cara yang tidak dapat dilepaskan kan benda-benda material dalam
adalah dengan mewariskannya ke- berbagai bentuk dan kegunaan,
pada generasi berikutnya. Jika dilihat seperti rumah, pakaian, dan berbagai
dari pihak generasi muda, sebagai peralatan.
484 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

Sistem nilai yang dianut oleh dan ke dalam mata pelajaran yang
suatu masyarakat merupakan inti relevan bagi sekolah dasar, sekolah
suatu kebudayaan masyarakat itu. lanjutan, dan sekolah menengah;
Dengan demikian, untuk memahami serta tuntutan pengaplikasian bagi
nilai budi pekerti yang berlaku di perguruan tinggi.
masya-rakat tidak bisa dilepaskan Karakter sebagai suatu moral
dari pemahaman kebudayaan masya- excellence atau akhlak dibangun di
rakat tersebut. Kebudayaan menca- atas berbagai kebajikan (virtues)
kup semua hal yang dipelajari dan yang pada gilirannya hanya memiliki
dialami bersama oleh warga masya- makna ketika dilandasi atas nilai-
rakat. Itu berarti kebudayaan meli- nilai yang berlaku dalam budaya
puti pengetahuan, keyakinan, keseni- (bangsa). Karakter bangsa Indonesia
an, moral, hukum, adat-istiadat, dan adalah karakter yang dimiliki warga
segala kemampuan serta kebiasaan Negara Indonesia berdasarkan tin-
anggota masyarakat. Salah satu dakan-tindakan yang dinilai sebagai
wujud kebudayaan adalah bahasa. suatu kebajikan berdasarkan nilai
Melalui bahasa itulah kebudayaan yang berlaku di masyarakat dan
suatu masyarakat tercermin. Nilai- bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
nilai kebudayaan yang antara lain pendidikan budaya dan karakter
berupa karakter suatu masyarakat itu bangsa diarahkan pada upaya me-
diwariskan kepada generasi berikut- ngembangkan nilai-nilai yang men-
nya melalui pendidikan. Di sinilah dasari suatu kebijakan sehingga
letak pentingnya pendidikan karak- menjadi suatu kepribadian diri warga
ter. negara (Kemdiknas 2010:ii).
Pendidikan karakter penting, Pendidikan adalah suatu usaha
karena tatanan kehidupan akan lebih yang sadar dan sistematis dalam
tenteram dan sejahtera apabila mengembangkan potensi peserta
masyarakat mengedepankan karakter didik. Pendidikan adalah juga suatu
yang baik. Untuk itu, pemerintah usaha masyarakat dan bangsa dalam
mengaplikasi pendidikan karakter, mempersiapkan generasi mudanya
baik di taman kanak-kanak/sekolah bagi keberlangsungan kehidupan
dasar maupun di sekolah lanjutan/ masyarakat dan bangsa yang lebih
sekolah menengah, dengan mengin- baik di masa depan. Keberlang-
tegrasikannya ke dalam berbagai sungan itu ditandai oleh pewarisan
program pengembangan bagi TK, budaya dan karakter yang telah
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 485

dimiliki masyarakat dan bangsa. sia. Mengingat pentingnya peranan


Oleh karena itu, kaitannya dengan lembaga pendidikan, diharapkan
pendidikan karakter, pendidikan ada- agar semua lembaga pendidikan,
lah proses pewarisan budaya dan baik formal maupun nonformal
karakter bangsa bagi generasi muda selalu memperhatikan semua prinsip
dan juga proses pengembangan dan melaksanakannya dalam pem-
budaya dan karakter bangsa untuk belajaran sehari-hari.
peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa D. MENUMBUHKAN SIKAP
mendatang. Dalam proses pendidik- POSITIF POLISI DALAM
an budaya dan karakter bangsa, BERBAHASA
secara aktif peserta didik mengem- Salah satu wujud sikap positif
bangkan potensi dirinya, melakukan dalam berbahasa adalah mengguna-
proses internalisasi, dan penghayatan kan bahasa secara santun, baik pada
nilai-nilai menjadi kepribadian tataran reseptif-apresiatif maupun
mereka dalam bergaul di masyarakat, pada tataran produktif-ekspresif.
mengembangkan kehidupan masya- Faktor penentu kesantunan berbaha-
rakat yang lebih sejahtera, serta sa adalah segala hal yang dapat
mengembangkan kehidupan bangsa memengaruhi pemakaian bahasa
yang bermartabat (Kemdiknas menjadi santun atau tidak santun.
2010:3-4). Faktor penentu itu dapat dilihat dari
Penempatan nilai-nilai karakter beberapa aspek, yaitu (1) aspek
seyogyanya memperhatikan berba- kebahasaan, seperti intonasi, pilihan
gai aspek kehidupan ideologi, kata, gerak-gerik tubuh, kerlingan
politik, ekonomi, sosial, budaya, mata, gelengan kepala, acungan
keamanan, dan keagamaan. Siklus jempol, kepalan tangan, tangan ber-
kehidupan (life cycle) masyarakat kacak pinggang, panjang pendeknya
mulai dari lingkungan kehidupan struktur kalimat, ungkapan, gaya
keluarga, sekolah, dan masyarakat bahasa, dan sebagainya dan (2) aspek
(lokal, regional, nasional). Dengan nonkebahasaan, berupa pranata
demikian, nilai-nilai karakter itu sosial budaya masyarakat dan prana-
benar-benar dihayati dan dilaksana- ta adat.
kan sesuai dengan tugas perkem- Bahasa sebagai alat komunikasi
bangan (development tasks) pada keberhasilannya ditentukan oleh
setiap tingkat perkembangan manu- keberhasilan berkomunikasi itu
486 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

sendiri. Komunikasi akan berhasil “Muka negatif” itu mengacu pada


jika masing-masing pihak memiliki citra diri setiap orang yang berke-
pandangan yang sama tentang objek inginan agar dihargai dengan mem-
yang yang dikomunikasikan. Seba- biarkannya bebas melakukan tinda-
liknya, proses komunikasi dapat juga kannya atau membiarkannya bebas
gagal mencapai tujuan. Faktor dari keharusan mengerjakan sesuatu.
penyebab kegagalan itu antara lain Lalu, yang dimaksud dengan muka
(1) komunike tidak memiliki infor- positif adalah mengacu pada citra diri
masi lama sebagai dasar memahami setiap orang yang berkeinginan agar
informasi baru yang disampaikan apa yang dilakukannya, apa yang
komunikan, (2) komunike tidak dimiliki atau nilai-nilai yang diyakini
tertarik dengan isi informasi yang (sebagai akibat dari apa yang dilaku-
disampaikan komunikan, (3) komu- kan atau dimilikinya itu) diakui orang
nike tidak berkenan dengan cara lain sebagai suatu hal yang baik,
menyampaikan informasi si komu- menyenangkan, dan patut dihargai.
nikan, (4) apa yang diinginkan Demikian pula, Brown dan
memang tidak ada atau tidak dimiliki Levinson dalam Chaer (2010:51)
oleh komunike, (5) komunike tidak menyatakan bahwa konsep tentang
memahami yang dimaksud komuni- muka ini bersifat universal. Namun
kan, dan (6) saat berkomunikasi, secara alamiah, terpaut juga berbagai
komunike justru melanggar kode etik macam tuturan yang cenderung me-
(Pranowo 2009:98-99). Salah satu rupakan tindakan tidak menyenang-
faktor penting dalam faktor-faktor kan yang disebut Face Threatening
tersebut menyangkut kesantunan Acts (FTA) yang berarti tindakan
berbahasa. yang mengancam muka. Untuk
Chaer (2010:49) juga menyata- mengurangi ancaman FTA itulah, di
kan bahwa menurut Brown dan dalam proses berkomunikasi perlu
Levinson (1978) teori tentang kesan- menggunakan sopan santun. Karena
tunan berbahasa itu berkisar atas nosi ada dua sisi muka yang terancam,
muka atau wajah (face), yakni “citra yaitu, “muka negatif” dan “muka
diri” yang bersifat umum dan selalu positif”, kesantunan pun dibagi dua,
ingin dimiliki oleh setiap anggota yaitu kesantunan negatif untuk
masyarakat. “Muka” ini meliputi dua menjaga muka negatif dan kesan-
aspek yang saling berkaitan, yaitu tunan positif untuk menjaga muka
“muka negatif” dan “muka positif. ” positif. Kesantunan ini dapat
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 487

ditafsirkan sebagai upaya untuk Bahasa merupakan pola tingkah laku


menghindari konflik antara penutur yang dipelajari dan disampaikan dari
dan lawan tuturnya di dalam proses suatu generasi ke generasi lain atau
komunikasi. dari pemilik kebudayaan yang satu ke
Atas dasar teori tersebutlah tam- pemilik kebudayaan yang lain.
pak betapa pentingnya menum- Paling tidak ada tiga proses belajar
buhkan sikap positif dalam berbah- kebudayaan yang penting, yaitu
asa yang intinya pada proses berba- dengan cara internalisasi, sosialisasi,
hasa secara santun. Secara produktif- dan enkulturasi (Purwanto 2000:88).
ekspresif proses berbahasa secara Internalisasi adalah proses belajar
santun antara lain mencakupi cara berbahasa secara santun yang ber-
berbicara yang santun. Secara langsung sejak dilahirkan sampai
reseptif-apresiatif proses berbahasa mati, yaitu kaitannya dengan pe-
secara santun antara lain mencakupi ngembangan perasaan, hasrat, dan
cara menanggapi orang lain dalam emosi dalam rangka pembentukan
berbicara secara santun. Keterikatan kepribadiannya. Proses pembela-
antara mendengarkan dan berbicara jaran ini sangat dipengaruhi oleh
tampak dalam proses berkomunikasi karakter masing-masing individu
secara baik atau secara santun ini. sebagai anggota suatu masyarakat
Proses mendengarkan yang positif yang mendukung bahasa tertentu.
dan disusul oleh proses berbicara Oleh karena itulah, meskipun emosi
yang positif akan menghasilkan atau perasaan selalu berbeda antara
tanggapan dari pihak kedia yang orang yang satu dengan orang yang
positif pula. Dengan demikian, untuk lain, cara pengungkapam emosi atau
menghasilkan polsisi yang berkarak- perasaan melalui bahasa tersebut
ter baik, salah satu hal penting untuk cenderung menunjukkan ciri dan
ditumbuhkan adalah melatih berba- cara yang sama antara orang yang
hasa secara baik pada taruna di Aka- satu dan orang yang lain—dalam hal
demi Kepolisian. ini karena dipengaruhi dan dituntun
Penggunaan bahasa secara san- oleh kebudayaan yang sama.
tun dapat dipelajari. Hal ini didasar- Sosialisasi adalah proses belajar
kan pada kenyataan bahwa bahasa berbahasa yang terjadi karena keber-
merupakan bagian dari kebudayaan, singgungan dengan orang lain. Oleh
sementara kebudayaan sendiri diwa- karena manusia adalah bagian dari
riskan melalui proses pembelajaran. suatu sistem sosial, maka dengan
488 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

sendirinya setiap manusia harus be- maupun secara tertulis menjadi


lajar mengenai pola-pola tindakan sarana terjalinnya interaksi antar-
yang berlaku dalam kebudayaannya manusia dan antarmasyarakat. Ber-
agar hubungan dengan individu lain komunikasi yang baik dengan demi-
yang ada di sekelilingnya dapat ber- kian merupakan langkah awal ter-
kembang dengan baik. Bersosialisasi wujudnya interaksi atau jalinan yang
dengan orang yang berkecenderung- baik antarmanusia atau antar-masya-
an berbahasa secara santun akan rakat. Salah satu indikator berko-
menjadikan kita menjadi pemakai munikasi yang baik adalah meng-
bahasa yang santun itu. gunakan bahasa yang baik. Bahasa
Enkulturasi adalah proses belajar yang baik salah satunya adalah baha-
berbahasa yang berkaitan dengan sa yang santun. Berbahasa yang baik
sistem norma yang berlaku. Dalam dengan demikian dapat diartikan
suatu masyarakat pastilah berlaku sebagai aktivitas berbahasa yang
sistem norma yang dijunjung tinggi santun, baik sebagai pihak yang
oleh anggota masyarakat tersebut memproduksi atau berekspresi mau-
sebagai salah satu wujud kebudaya- pun sebagai pihak yang menerima
annya. Jika seseorang hidup dalam atau mengapresiasi.
suatu kelompok pendukung suatu Masyarakat Akademi Kepolisian
kebudayaan seperti itu, maka mau sebagai bagian dari masyarakat
tidak mau sikap dan alam pikirannya secara luas memiliki tuntutan untuk
harus disesuaikan dengan norma mampu berkomunikasi yang baik ter-
yang berlaku. Pengingkaran terhadap sebut. Oleh karena itu, kemampuan
norma yang berlaku akan menyebab- berbahasa yang baik mutlak diperlu-
kan tidak diterimanya seseorang kan oleh masyarakat Akpol. Pem-
dalam kehidupan berkebudayaan biasaan menggunakan bahasa yang
sehari-harinya. Norma-norma terse- baik merupakan cermin karakter
but antara lain juga berbentuk norma masyarakat Akpol secara khusus atau
berbahasa. Bahasa yang santun masyarakat (anggota) kepolisian
adalah bahasa yang menjunjung secara umum. Pentingnya pendi-
tinggi norma-norma dalam kehidup- dikan karakter bagi taruna akpol
an bermasyarakat tersebut. dengan demikian di dalamnya juga
terkandung pembiasaan berbahasa
E. PENUTUP yang baik atau dalam tulisan ini
Berkomunikasi, baik secara lisan disebut dengan istilah bersikap
TANGGON KOSALA, Volume 4, Tahun IV, Desember 2013 489

positif terhadap bahasa, terhadap proses berkomunikasi secara umum.


aktivitas berbahasa, dan terhadap

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Penelope and S. C. Levinson. 1987. “Universal in Language Usage:


Politeness Phenomena”, dalam Esther N. Goody (Ed. ) Questions and
Politeness. Cambridge : Cambridge University Press.

Brown, Penelope and S. C. Levinson. 1987. Politeness Some Universals in


Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Grant, Amy, Alexandra Gottardo, and Esther Geva. 2012. Measures of reading
comprehension: do they measure different skills for children learning
English as a second language?. Reading and Writing 25:1899-1928.

Grice Grice, H. Paul. 1975. “Logic and Conversation” dalam Davis S. (ed. )
Pragmatics: a Reader. New York: Oxford University Press.

Kemdiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.


Jakarta: Pusar Kurikulum dan Perbukuan.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:


Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Leech, Geoffery . 1982. Priciples of Pragmatics. London : Longman.

Leech, Geoffrey. 1983. The Principles of Pragmatics. London: Longman.

Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


490 Rokhmat, Penumbuhan Sikap Positif Bahasa untuk Memperkokoh Kualitas Karakter Polisi

Priebe, Sarah J, Jenice M Keenan, and Amanda C. Miller. 2012. How prior
knowledge affects word identification and comprehension. Reading
and Writing 25:131-149.

Soenardji. 1989. Sendi-sendi Linguistika bagi Kepentingan Pengajaran


Bahasa. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan


Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wiryodijoyo, Suwaryono. 1989. Membaca: Strategi Pengantar dan


Tekniknya. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.
KETENTUAN PENULISAN ARTIKEL
TANGGON KOSALA: JURNAL ILMIAH AKADEMI KEPOLISIAN
1. Artikel dikembangkan berdasarkan hasil kajian teoretis (artikel konseptual) dan/atau hasil
penelitian (artikel penelitan) bidang ilmu yang relevan dengan kepolisian.
2. Artikel harus asli (bukan plagiat) dan belum pernah diterbitkan pada media lain yang
dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh penulis.
3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik menggunakan program
MS Word dengan ukuran huruf 12 Times New Roman, sepanjang 15-20 halaman kuarto
(A4) 1, 5 spasi kecuai abstrak.
4. Artikel dikirimkan kepada redaksi dalam bentuk print out dan CD atau melalui Pos-el:
tanggonkosala@yahoo. com.
5. Sistematika penulisan artikel penelitian mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
Judul artikel: singkat, jelas, dan menarik serta diketik menggunakan huruf kapital
Nama: ditulis tanpa menggunakan gelar akademik. Nama lengkap beserta gelar
akademik dan alamat lembaga dituliskan pada foot note.
· Abstrak: menggambarkan isi artikel, disajikan dalam satu paragraf (antara 100-150 kata),
diketik 1 spasi, menggunakan bahasa Indonsia dan bahasa Inggris.
· Kata kunci: kata yang menggambarkan pokok-pokok isi artikel, antara 3-7 kata,
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
· Pendahuluan: berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian.
· Landasan Teoritis: berisi uraian singkat teori yang digunakan sesuai kata kunci.
· Metode Penelitian: berisi uraian singkat tentang metode penelitian, fokus/variabel, data
dan sumber data, istrumen penelitian, tenik pengumpulan dan analisis data.
· Hasil Penelitian dan Pembahasan: berisi uraian hasil penelitian serta pembahasanya
selaras dengan tujuan penelitian.
· Penutup: berisi simpulan hasil penelitian dan saran atau rekomendasi.
· Daftar Pustaka: hanya berisi pustaka yang dikutip, ditulis secara alpabetis.
6. Sistematika artikel konseptual mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
· Judul, nama penulis, abstrak, dan kata kunci mengacu pada ketentuan penulisan artikel
penelitian.
· Pendahuluan: berisi latar belakang masalah dan topik yang dikaji.
· Bagian Isi: berisi uraian hasil kajian yang dikelompokkan dalam beberapa subjudul
sesuai dengan kebutuhan.
· Penutup: berisi simpulan hasil kajian dan rekomendasi.
· Daftar Pustaka: hanya berisi pustaka yang dikutip, ditulis secara alpabetis.
7. Kutipan dipadukan dalam kalimat penulis kecuali bila panjangnya lebih dari 3 baris. Kutipan
lebih dari tiga baris diketik1 spasi, diberi indensi 10 huruf, centered, dan tanpa tanda petik.
Nama penulis yang dikutip ditulis dengan uturan: nama akhir, tahun penerbitan, dan
halaman (bila perlu). Misalnya, (Supratman 2009), Radford 2005:213). Tidak ada koma (, )
antara penulis dan tahun penerbitan.
8. Daftar Pustaka ditulis berdasarkan abjad dengan urutan sebagai berikut: (1) nama akhir
penulis, (2) koma, (3) nama depan penulis, (4) titik, (5) tahun penerbitan, (6) titik, (7) judul
buku dicetak miring, (8) titik, (9) kota penerbitan, (10) titik dua/kolon, (11) nama penerbit,
(12) titik.
Contoh:
Ary, D. L. C. Jacobs, dan A. Razavieh. 1982. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan
Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.
Huda, N. 1991. Penulisan Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah disajikan dalam
Lokakarya Ilmiah Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di Malang
Angkatan XIV, Pusat Penelitian IKIP Malang, Malang, 12 Juli.
Hakim, Arif Rahman. 2009. Tragedi Palestina. www. kompas. co. id. Diunduh pada hari
Senin, 9 Februari pukul 16. 23.

Anda mungkin juga menyukai