kirimkan kabar garang panggang hati panggang jantung panggang jiwa sayang aku meriang! Kupandang-pandang langit siang pada terang angin kencang ngilu-ngilu kuku tiup luka mengawang Sebelum langit tanpa bayang kusandang luka kubawa pulang aku hilang!
Tak kusurukkan segala aku
Tak perlu kau tahu apalagi ragu Di sudut lenyap aku membatu kuhitung langkahmu satu satu kau kukenang pembunuh waktu segala tempo telah aku belenggu untukmu.
ruang ini aku rantai
kuserakkan bunga di lantai tanpa dawai tanpa gerak, kusut masai aku dan kau melantai sekalipun retak pecah berderai-derai tahan saja dulu segala sangsai dalam entah tak bagus saling melambai?
Di panas matahari bayangmu
kuteduhkan dengan segala rindu kau itu aku aku ada kita dekat! Dekat nafasku; kau!
panas matahari panggang bayangmu
kuteduhkan dengan segala rindu-rindu kau itu aku aku ada kita dekat! Dekat nafasku; kau! Allah…allah…allah NYANYIAN PUTIK RIMBA KELAM ;PINTO JANIR
semalam, ada putik jatuh ditiup angin lalu
hanyutnya hanyut diguyur hujan mengilu-ngilu musim tiba renggutkan tangkai tak sampai sampai pada kabut tipis sengiang tangis berderai-derai aku tersangsai marasai dalam tulang dan tungkai! ratapan sepi kemana rimba dicari hutan kelam tak rimbun, pohonnya pun hilang tinggal duri-duri mengapa kabut tak tersibak mentari apa mungkin baying-bayang membui diri? Usah tanya kemana putik hendak pergi hanyutnya hanyut sendiri di hutan sunyi bukankah sendiri, nyanyian paling abadi sunyinya sunyi bukan sunyinya sunyi sepi, gelapnya gelap bukan gelapnya gelap kelam hari suluh hati atau matahari apakah api pudur batang hanyut puntung bukanlah mimpi-mimpi ada yang bangkit; itu pasti mati ! Laillahaillalah…. MUNGKINKAH DEBU SUNGKUP RINDU? ;PINTO JANIR
kusisir awan kapas kupangkas
segelas rindu sembilu meretas sayapku angin membatu tersenyum malas panas kenangan tanpa bayangmu memanggang ganas aku teramuk rindu-rindu tak perlu menderas
Bila kaumau gilas saja batang jiwaku ini
cukamlah langit cukamlah rasa di bilik lenyaplah hari langit jiwa menghambur kata-kata; mimpi bertebangan kian kemari tersangkut tajam di awang sukma, beginilah penghabisannya, dalam sekarat taklah nafasku berhenti luka rantak di atas pecahan kaca bagai duri-duri mencucuk menyiksa diri di atas mimpi-mimpi aksaraku tersangkut dan tercagut di ujung tepian tak bertepi kuambil pelangi, seujung kuku dawatnya kujentikkan ke awing-awang aku melayang-layang dalam kenangan tintaku tinggal seujung kuku lagi mana mungkin kuwarnai kamu dan diri cintaku noda di saku tajam sekali kau kanvas hidupku membelenggu sendiri
lupa membingkai kugantung sendu
berlapis waktu mengundang debu mungkin debu menyungkup rindu kubiarkankah lukisan digulung waktu? .