Anda di halaman 1dari 16

Mikronutrien anorganik

esensial di perairan
Daur mikronutrien anorganik esensial sangat dipengaruhi oleh kondisi
redoks (reduksi-oksidasi), yang pada dasarnya banyak terjadi dalam
1 proses fotosintesis dan metabolisme fotosintesis.
• Melalui konversi energi cahaya menjadi ikatan kimia, fotosintesis
menghasilkan pengurangan (Eh negatif) sejumlah besar energi bebas
dan ketidakseimbangan konsentrasi karbon, nitrogen dan sulfur.
Sebaliknya, respirasi dan reaksi-reaksi yang bersifat fermentatif dari
organisme-organisme nonfotosintetik cenderung mengembalikan
keseimbangan melalui proses dekomposisi katalitik produk-produk
fotosintesis. Organisme-organisme fotosintesis mendapatkan energi
bebas untuk melakukan metabolisme dari proses ini.
• Kondisi keseimbangan redoks tidak akan muncul secara alami dalam
ekosistem akuatik karena kebanyakan reaksi redoks berlangsung
lambat dan merupakan gabungan dari banyak reaksi redoks dari laju
reaksi yang berbeda-beda. Sebagai tambahan, masukan energi
fotosintesis yang terus berubah juga akan mengganggu terbentuknya
keseimbangan di alam.
• Reaktan utama dalam proses-proses
redoks di perairan alami adalah
1 karbon, oksigen, nitrogen, sulfur, besi
dan mangan. Dalam kondisi
anaerobik, reaksi elektron terminal
penerima dari masing-masing unsur
ini memiliki kisaran konsentrasi H2 • Redoks akan tetap bernilai positif
yang dapat dikenali, sehingga jika (300-500 mV) selama oksigen
diambil sampel dari dalam sedimen terlarut berada dalam ambang > 1
akan memungkinkan dilakukannya
evaluasi atas kondisi redoks yang mg/L. Temperatur dan perubahan
terjadi. pH tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap redoks. Saat
konsentrasi oksigen mendekati 0,
maka Eh akan menurun dengan
cepat.
• Konsentrasi ion besi sangat rendah dalam perairan dengan kadar
2 oksigen tinggi. Kebanyakan besi dalam air berkadar oksigen tinggi
berwujud partikel dan koloid besi hidroksida serta terikat dengan
bahan-bahan organik terutama yang bersifat humik. Kelarutan
mangan cenderung lebih tinggi daripada besi, namun tipe reaksinya
dalam perairan mirip dengan mekanisme reaksi besi.
a. Dalam kondisi pH dan redoks potensial yang
rendah (sekitar 250 mV), ion besi dan mangan
berdifusi dari sedimen dan terakumulasi dalam
kondisi perairan hipolimnetik pada danau yang
subur. ((Fig. 14-3)).
• Dalam kondisi redoks potensial yang
sangat rendah (<100 mV), sulfat
2 berubah bentuk menjadi sulfida.
Logam sulfida yang sangat sulit
terlarut, terutama besi sulfida (FeS),
terbentuk dalam kondisi ini. Oleh
karena itu, di danau hipereutrofik
konsentrasi hydrogen sulfida dapat
ditemui sebagai hasil dari dekomposisi
bakteri terhadap bahan-bahan organik • Besi berikatan dengan banyak
yang mengandung sulfur. Reduksi senyawa organik, terutama
sulfat juga dapat menyebabkan
penurunan drastis besi terlarut karena unsur-unsur bersifat humik,
pembentukan sulfida di porsi yang dapat meningkatkan
stratifikasi terakhir. Namun hal ini tidak kelarutan dan ketersediaan besi
berlaku pada unsur mangan yang yang dapat termanfaatkan oleh
memiliki bentuk lebih mudah terlarut. organisme.
Besi dan mangan merupakan mikronutrien yang esensial bagi flora
dan fauna perairan tawar.
3 a. Dalam kondisi sangat terbatas, produktivitas fotosintesis dapat
terhambat karena sedikitnya unsur-unsur ini. Bahkan unsur
mangan memiliki keterlibatan yang kuat dalam suksesi
musiman populasi alga tertentu.
b. Bakteri kemosintetis tertentu dapat memanfaatkan energi
oksidasi anorganik garam-garaman besi dan mangan dalam
reaksi-reaksi lemah yang melibatkan fiksasi CO2 . Bakteri-
bakteri pengoksidasi besi yang bersifat autotrofik dan
heterotrofik ikut berperan dalam penambahan besi dan
mangan teroksidasi. Bakteri-bakteri ini hanya terdapat di zona
redoks yang tajam di antara ion logam tereduksi dan air
teroksigenasi. ((Figure 14-9)).
Informasi kuantitatif tentang dinamika mikronutrien logam esensial
seperti seng, tembaga, kobalt, molybdenum, vanadium, nikel dan
4 selenium sangatlah terbatas. Siklus dan ketersediaan mikronutrien
ditentukan terutama oleh proses-proses redoks termediasi yaitu:
produksi dan degradasi bahan organik, siklus redoks Fe dan Mn,
serta presipitasi sulfida. Reaksi-reaksi ini dapat diubah tergantung
pada perikatan-perikatan logam dengan unsur-unsur organik,
terutama yang bersifat humik.
a. Pada kebanyakan perairan tawar, konsentrasi dan ketersediaan
mikronutrien biasanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme selama faktor-faktor lain seperti ketersediaan
cahaya, temperatur makronutrien di perairan tersebut
terpenuhi. Namun demikian, telah tercatat beberapa kasus
tentang terbatasnya produktivitas fotosintesis akibat
kelangkaan mikronutrien.
b. Dinamika unsur tembaga sangat dipengaruhi oleh kondisi
redoks, sama seperti pada besi. Sementara dinamika kobalt,
4 seng dan molybdenum lebih terkait pada metabolisme
microbial dan transpor seston; juga terkait pada kefektifan
proses pengikatan unsur-unsur ini pada senyawa organik.
Molybdenum memiliki mobilitas yang lebih besar dibandingkan
ion-ion mikronutrien lainnya.
c. Masukan mikronutrien dan logam-logam berat ke perairan
tawar semakin meningkat akibat polusi baik itu dari sektor
industri, hasil emisi pembakaran ke atmosfer, maupun melalui
presipitasi yang membawa serta zat-zat tersebut. Peningkatan
logam berat hingga level toksik terutama tercatat untuk unsur
cadmium, timbal, merkuri dan aluminium.
Sulfur hampir selalu tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan
sintesis protein dan ester. Dinamika sulfat dan hidrogen sulfida di
5 perairan yang biasanya diproduksi saat terjadi dekomposisi bahan
organik, dapat berubah pada perairan yang produktif dan memiliki
stratifikasi. Ini memengaruhi sikulus nutrient lainnya, produktivitas
setelahnya dan distribusi biotik.
a. Senyawa sulfur di udara awalnya berasal dari pembakaran
batu bara dan minyak. Senyawa ini akan kembali ke tanah
melalui proses presipitasi dan debu. Sulfur yang kembali ke
tanah ini menyumbang sejumlah besar sulfur ke perairan
tawar yang pada banyak perairan alami jumlahnya bahkan
melebihi masukan sulfur dari lapukan batuan dan tanah.
Sulfur ini mengalir di badan perairan baik itu di air permukaan
maupun di air tanah.
b. Sulfat adalah bentuk utama dari sulfur terlarut di perairan yang memiliki
kandungan oksigen. Awalnya hidrogen sulfida terakumulasi di zona
anoksik akibat dekomposisi intensif di danau produktif. Di sini nilai
5 redoks potensialnya dapat sangat rendah hingga <100 mV.
c. Kebanyakan sulfur di ekosistem danau tersimpan sebagai sulfat terlarut
dan hidrogen sulfida. Protein dan ester sulfat dari seston yang
mengandung sulfur serta sulfida terlarut adalah penyusun utama
sedimen perairan. Senyawa sulfur volatile organik, dalam jumlah yang
cukup signifikan, yakni sebagian besar sulfida organik, dapat lepas ke
atmosfer dari perairan yang dangkal.
d. Meskipun oksigen dihasilkan dari sulfat yang direduksi oleh bakteri, H2S justru
memanfaatkan dan mengonsumsi oksigen melalui transport/intrusi ke zona
aerobik.
e. Bakteri pengoksidasi sulfur terdiri dari dua tipe utama:
i. Bakteri kemosintetik aerob yang mengoksidasi senyawa sulfur
5 tereduksi dan sulfur elemental menjadi sulfat.
ii. Bakteri fotosintetik sulfur yang menggunakan cahaya sebagai
sumber energi dan senyawa sulfur tereduksi sebagai donor electron
dalam reduksi fotosintetik CO2.

• Kebutuhan redoks bagi bakteri pengoksidasi sulfur, terutama yang


membutuhkan cahaya, cukup spesifik; dan distribusi spesiesnya sering
kali berada di zona yang level kandungan oksigennya cukup bervariasi
tajam.
• Saat kondisi lingkungan optimal, bakteri fotosintetik sering kali
ditemui dalam kelimpahan yang besar sampai cukup berperan secara
signifikan terhadap produktivitas tahunan di danau-danau.
Silika (Si) paling banyak ditemui di perairan dalam bentuk asam silikat terlarut dan
partikel silika. Kebanyakan partikel silika bersifat biogenik dan berasosiasi dengan
6 frustules diatom baik itu yang hidup maupun yang mati.
a. Alga diatom mengasimilasi sejumlah besar silika dan berperan besar dalam fluks
silika di perairan lentik maupun lotik.
b. Pemanfaatan silika di zona tropogenik di perairan lentik oleh diatom mereduksi
konsentrasi epilimnetik ((fig.14-20)) dan menginduksi, bersama beberapa faktor
lainnya, suksesi musiman spesies-spesies diatom yang memiliki laju
pertumbuhan dan asimilasi Si yang berbeda.
c. Ketika konsentrasi silika berkurang hingga 0,5 mg/L, banyak spesies diatom yang
kalah saing dengan alga nonsilika. Laju pertumbuhan diatom akan menurun
hingga konsentrasi silika di perairan kembali ke jumlah optimal. Ini biasanya
terjadi pada musim gugur.
d. Eutrofikasi akibat pengayaan N dan P sering meningkatkan produksi diatom dan
mengurangi silika di air dengan cara mengendapkan diatom dalam laju yang
lebih cepat daripada pemulihan. Diatom secara perlahan akan kalah dalam
persaingan melawan alga dan cyanobacteria. Artinya, dalam kondisi ini,
kelimpahan diatom tidak dipengaruhi oleh konsentrasi silika secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai