Anda di halaman 1dari 4

Fraktur adalah patahan, biasanya pada tulang.

Jika tulang menembus kulit, disebut fraktur


terbuka atau fraktu compound. Fraktur biasanya terjadi akibat kecelakaan, jatuh atau cedera
olahraga. Penyebab lainnya antara lain densitas tulang rendah dan osteoporosis, yang
menyebabkan lemahnya tulang. Penggunaan tulang terlalu berat dapat menyebabkan fraktur
stress yang menyebabkan retakan kecil pada tulang.
Morfologi fraktur diafisis didefinisikan sebagai :

Simple—Fraktur tipe A memiliki gangguan sirkumferensial dari diafisis. Fraktur oblique


membentuk sudut ≥30° pada garis perpendikular pada axis panjang tulang.

Wedge—Type B fraktur dicirikan oleh kontak antara fragmen utama setelah disatukan ke
oanjang tulang normal. Pecahannya dapat intak atau pada fragmen multipel.

Multifragmentary—Type C fraktu terdiri dari banya garis fragtur dan fragmen fraktur.
Fraktur ini dikenal dengan fraktur wegde atau kompleks pada Müller comprehensive
classification. “multifragmentary” berarti fragmen fraktur berdekatan, dan bukan fraltur
wedge.

Morfologi pada fraktur akhir segmen bergantung pada ekstraartikular (tidak mengenai
permukaan artikular) atau intraartikular (mengenai permukaan artikular)

Extraarticular—Type A: garis pada metafisis atau episfisis, tetapi tidak mengenai permukaan
artikular walaupun dapat intrakapsular.
Partial articular—Type B: fraktur mengenai sebagian permukaan aartikular tetapi sendi masih
intak dan solid dalam mengsupport metafisis dan diafisis.
Complete articular—Type C: terdapat gangguan pada permuaakn artikular dan permkaan
artikular terpisah sepenuhnya dari diafisis.

Diagnosis
Anamnesis : Keluhan yang dapat muncul pada pasien dengan fraktur adalah adanya nyeri,
pergerakan yang sulit atau terbatas, bengkak, bentuk yang berubah, perubahan warna,
gangguan perabaan, kelemahan otot, atau terdapat patahan luka terbuka. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan fisik, seluruh pakaian dilepas agar dapat memeriksa dengan seksama.

PF : Pertama lakukan inspeksi pada luka, apakah terdapat luka terbuka, apakah ada bagian
tulang yang keluar, bagaimana warna kulit, perfusi, bentuk luka, adanya deformitas berupa
angulasi atau pemendekan, apakah ada bengkak dan diskolorasi atau lebam. Palpasi
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, kaku, bengkak, deformitas, atau adanya
sensasi perabaan yang berkurang. Krepitasi dapat ditemukan, namun tidak direkomendasikan
untuk secara sengaja mencari krepitasi. Lakukan palpasi pulsasi arteri distal setiap
ekstremitas dan periksa capillary refill time dari jari-jari. Pasien diminta menggerakkan
ekstremitas, adanya pergerakan yang salah (false movement) menunjukkan adanya fraktur.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
berupa foto Xray. Pada ekstremitas minimal dilakukan Xray dari dua posisi yaitu AP dan
lateral.

Tatalaksana
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan
mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk
mengembalikan fungsi seperti semula
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak menggerakkan daerah
fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat dilakukan
dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu
yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral,
atau fiksasi internal.
Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi :
 Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur dengan
dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan
menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta.
 Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting
 Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada
fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal.
 Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya
beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips.
Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur
 Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi
fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen
tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit
luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya
jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal
fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang
terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun
jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, asien dengan cedera multiple
yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat
 Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang
secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur.
 Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan
fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan
bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang,
bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang.
 Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada fraktur
kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis.

Anda mungkin juga menyukai