Anda di halaman 1dari 21

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003

menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.1

Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan

aneka ragam kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap

(attitudes).2

Menurut Gagne, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan

dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu

berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.3

Pada hakikatnya belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk menciptakan suasana dan memberikan pelayanan agar siswa

dapat belajar dengan baik. Oleh karena itu seorang pendidik harus paham

bagaimana agar siswa dapat memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya

secara optimal. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan

berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Ada ahli yang
1
Winkel, 1996, Psikologi Pengajaran, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. h. 3
2
Udin S Winataputra, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka, h.5
3
Gagne 1977, The Conditions of Learning, h.252
10
11

menyebutkan bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui

kegiatan belajar atau pembelajaran.

Pembelajaran sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Jika guru

dapat memahami proses bagaimana memperoleh pengetahuan maka guru akan

dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya.

Gagne dan Berliner, mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan

ranah belajar, yaitu:4

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan,

dan kemahiran intelektual yang mencakup kategori: pengetahuan/ingatan,

pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.

2. Ranah Afektif

Taksonomi tujuan pembelajaran afektif, dikembangkan oleh Krathwohl

dkk, merupakan hasil belajar yang paling sukar diukur. Tujuan pembelajaran ini

berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran ini

mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai

dengan pembentukan pola hidup.

3. Ranah Psikomotorik

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya

kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan

koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena

4
N.L. Cage & David C. Barliner1994, Educational psychology, Boston : Houghton
Mifflin Company,. h.151
12

seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif.

Kualitas pengajaran adalah tingkat rendah atau efektif tidaknya proses

belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Hasil belajar pada

hakekatnya tersirat dalam tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran.5

Nana Sudjana mengatakan bahwa hasil belajar dan kualitas pengajaran

mempunyai hubungan yang berbanding lurus. Jika dilukiskan seperti dalam

diagram dibawah ini :


Kemampuan Siswa

A2

Y2

A1

Y1

Keterangan : Y2 lebih tinggi dari Y1 disebabkan kemampuan siswa


B1 B2

(A2) danRendah
kualitas pengajarannya (B2) lebih tinggi dibanding denga A1 dan B1
Kualitas Pengajaran

Daryanto menyatakan bahwa dalam peningkatan kualitas pembelajaran

dilakukan melalalui in-servis training guru yang sasarannya adalah meningkatkan

penguasaan landasan kependidikan, materi pembelajaran (subjek matter), metode

dan strategi mengajar, pembuatan dan penggunaan alat pembelajaran, serta

evaluasi pembelajaran. Guru memegang peranan penting dan strategis dalam

proses pembelajaran. Proses pembelajaran sebagai suatu aktivitas untuk

5
Nana Sudjana, 2009, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja
Rosdakarya ,h.40
13

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa berkaitan dengan

aktivitas guru, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Sebagai suatu sistem

kegiatan, proses pembelajaran selalu melibatkan guru. Keterlibatan guru tersebut

mulai dari pemilihan dan pengurutan materi pembelajaran, penerapan dan

penggunaan metode pembelajaran, penyampaian materi pembelajaran,

pembimbingan belajar, sampai pada kegiatan pengevaluasian hasil belajar.6

Kualitas pembelajaran meliputi aspek keterampilan guru, aktivitas siswa,

dan hasil belajar siswa.

1. Keterampilan guru

Hasibuan dan Moedjiono menyatakan beberapa keterampilan dasar yang

diutamakan bagi seorang guru, yaitu:

a. Keterampilan memberi penguatan, diartikan sebagai tingkah laku guru


dalam merespon secara positif tingkah laku siswa yang memungkinkan
tingkah laku itu timbul kembali. Penguatan dapat berupa: (a) pengatan
verbal seperti kata-kata “bagus” “baik” “tepat” atau kalimat, (b)
penguatan gesture seperti ekspresi wajah, (c) penguatan dengan cara
mendekati, (d) penguatan dengan sentuhan, (e) pengutan dengan
memberi kegiatan yang menyenangkan, (f) penguatan berupa tanda
atau benda.
b. Keterampilan bertanya, diartikan sebagai ucapan verbal yang meminta
respon dari seseorang yang dikenai. Respon yang diberikan dapat
berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil
pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang
mendorong kemampuan berfikir.
c. Keterampilan menggunakan variasi, diartikan sebagai perbuatan guru
dalam konteks proses belajar-mengajar yang bertujuan mengatasi
kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa
menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif.
d. Keterampilan menjelaskan, dirtikan sebagai penyajikan informasi
lisan yang diorganisasikan secara sistematis dengan tujuan menunjukan
hubungan. Penekanan memberikan penjelasan adalah proses penalaran
siswa, dan bukan indoktrinasi.
e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran, diartikan sebagai dua
keterampilan yang berkaitan. Membuka pelajaran diartikan dengan
6
Daryanto, 2007, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, h. 63
14

perbuatan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan


menimbulkan perhatian siswa agar terpusat kepada apa yang akan
dipelajari. Menutup pelajaran adalah kegiatan guru untuk mengakhiri
kegiatan inti pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran
menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, mengetahui
tingkat pencapaian siswa, dan tingkat keberhasilan guru dalam proses
belajar-mengajar.
f. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, diartikan
sebagai perbuatan guru dalam konteks belajar-mengajar yang hanya
melayani 3-8 siswa untuk kelompok kecil, dan hanya untuk seseorang.
Pada dasarnya bentuk pengajaran ini dapat dikerjakan dengan
membagi kelas dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
g. Keterampilan mengelola kelas, diartikan sebagai keterampilan guru
untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya ke kondisi yang optimal jika terjadi gangguanm
baik dengan cara mendisiplinkan ataupun melakukan kegiatan
remedial
h. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, diartikan sebagai
suatu proses yang teratur dengan melibatkan sekelompok siswa dalam
interaksi tatap muka kooperatif yang optimal dengan tujuan berbagai
informasi atau pengalaman, mengambil keputusan atau memecahkan
masalah.7

2. Aktivitas siswa.

Sedangkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dibagi kedalam beberapa

jenis yaitu:

a. Dierich membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok yaitu (1)


kegiatan-kegiatan visual, (2) kegiatan-kegiatan lisan, (3) kegiatan-
kegiatan mendengarkan, (4) kegiatan-kegiatan menulis, (4) kegiatan-
kegiatan meng-gambar, (5) kegiatan-kegiatan metrik, (6) kegiatan-
kegiatan mental, (7) kegiatan-kegiatan emosional.8

b. Whipple membagi kegiatan belajar siswa yaitu (1) bekerja dengan

alat-alat visual, (2) ekskursi dan trip, (3) mempelajari masalah-

masalah, (3) mengapresiasi literatur, (4) ilustrasi dan konstruksi, (5)

bekerja menyajikan informasi, (6) cek dan tes.9


7
Dimyati dan Mudjiono, 2009, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, h. 58-88
8
Djamarah, S. B. dan Zain,A., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta h.3
9
Oemar Hamalik, 2002, Perencanaan Pengajaran berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: Bumi
Aksara, h.173
15

B. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam

bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan

dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.10

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia

menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan

pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas

pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki

oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual),

bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).

Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat

adanya usaha atau fikiran yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan,

pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa

sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian terhadap sikap,

pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan

sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.

C. Pembelajaran Matematika

1. Hakikat Matematika

10
Nana Sudjana,2004, Metode Statistika, Bandung: Tarsito h.22
16

Persepsi tentang hakekat dan peranan matematika yang berlangsung dalam

masyarakat memberikan pengaruh besar pada pengembangan kurikulum

matematika sekolah, pembelajaran dan penelitian. Pemahaman terhadap

perbedaan konsepsi ini merupakan hal yang penting untuk mengembangkan dan

mengimplementasikan matematika sekolah di kelas.

Dua paham terhadap matematika yang memandang bahwa matematika

adalah suatu bidang yang dinamis dan tumbuh (NCTM, 1989; MSEB, 1989,1990)

dan aliran yang memandang bahwa matematika adalah disiplin ilmu yang statis,

yang memberikan penekanan pada konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan

ketrampilan-ketrampilan.11

Banyak para ahli ilmu pengetahuan khususnya ilmuwan dan insinyur

menambatkan pandangannya tentang matematika sebagai pohon pengetahuan

yang memuat rumus-rumus, teorema, dan hasilnya bergantungan buah-buahan

yang masak yang dapat dipetik oleh para ilmuwan untuk dapat memelihara

teorinya. Sebaliknya para matematikawan memandang lapangannya sebagai

hutan tropika yang tumbuh secara cepat, dipelihara dan dibentuk oleh pihak luar,

untuk memberikan sumbangan dalam membangun peradaban manusia dan bahkan

mengubah keragaman intelaktual flora dan fauna. Perbedaan dalam persepsi ini

disebabkan karena tahapan dari keabstrakan bahasa yang memisahkan matematika

hutan tropis dari domain matematika sebagai aktivitas kehidupan manusia.

Perbedaan konsepsi ini mempengaruhi para guru dan para ahli matematika

membuat pendekatan pembelajaran dan mengembangkan matematika. Beberapa

11
Turmudi, 2012, Matematika: landasan Filosofis, didaktis, dan Pedagogis Pembelajaran
Matematika untuk Siswa Sekolah dasar, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, h. 4
17

orang melihat bahwa matematika sebagai disiplin ilmu yang statis yang

berkembang secara abstak. Sebagian lagi memandang bahwa matematika sebagai

ilmu yang dinamis yang secara konstan berubah sebagai hasil dari penemuan baru

yang merupakan hasil percobaan dan aplikasi.12

Perbedaan pandangan seperti ini telah menyediakan konsepsi yang

kontinum sejak zaman Yunani. Kekurangan cara memandang secara bersama-

sama tentang landasan filosofis yang mendasari ini memiliki percabangan yang

sungguh-sungguh dalam praktik dan dalam pembelajaran matematika di kelas.

Kekurangan konsensus ini adalah suatu alasan bahwa perbedaan pilosofisnya

tidak pernah didiskusikan. Ahli-ahli lain mengajukan suatu konjektur bahwa

pandangan-pandangan ini ditransmisikan kepada para siswa dan membantu

membentuk gagasan mereka tentang hakikat matematika.

2. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif,

yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari

kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam

matematika bersifat konsisten.

Pandangan Aristoteles tentang Ilmu mengatakan bahwa matematika tidak

didasarkan kepada teori pengetahuan pihak luar, mandiri, dan tak teramati,

melainkan berdasarkan kepada pengalaman realitas, di mana pengetahuan di dapat

dari percobaan, observasi, an abstraksi. Pandangan ini mendukung gagasan bahwa


12
Ibid, h.5
18

seseorang mengkonstruksi hubungan-hubungan yang ada dalam siatuasi

matematika yang diberikan. Aristoteles mencoba memahami hubungan

matematika melalui koleksi dan klasifikasi hasil-hasil empiris yang diturunkan

dari percobaan dan observasi dan menggunakan prinsip deduksi untuk

menjelaskan hubungan-hubungan yang ada di dalamnya.

Pandangan Plato bahwa matematika identik dengan filosofi untuk para

pemikir modern. Posisi pandangan ini mengatakan bahwa matematika sebagai

kegiatan mental yang abstrak, yang ada di luar objek.

Kedua pandangan di atas memberikan salah satu pilihan bahwa

matematika hendaknya diterima sebagai aktivitas kehidupan manusia, aktivitas

yang tidak secara kaku diperintahkan oleh suatu pemikiran (logistis, formalist).

Pendekatan yang demikian akan menjawab pertanyaan apakah matematika itu

dengan mengatakan:

“Matematika berurusan dengan gagasan (ide). Bukan tanda-tanda sebagai

akibat dari coretan pensil atau kapur, bukan kumpulan benda-benda fisik berupa

segitiga, namun berupa gagasan yang direpesentasikan oleh benda-benda fisik.

Apa sifat-sifat utama yang dari aktivitas dan pengetahuan matematika yang kita

ketahui dalam kehidupan sehari-hari.13

Menurut Johnson and Rising, matematika adalah ilmu tentang logika

mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan

satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam bidang yaitu

aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut ahli yang lain mengatakan
13
Ibid, h.6
19

bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang

logik.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan Matematika adalah ilmu tentang logika, bentuk, susunan,

besaran, konsep-konsep aljabar, geometri, kalkulasi penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan yang memiliki aturan-aturan yang ketat dan berdiri

sendiri tanpa bergantung pada bidang studi lain.

3. Tujuan Matematika

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mngaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam


20

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.14

4. Kegunaan Matematika

Matematika diajarkan di sekolah karena beberapa alasan antara lain

sebagai berikut:

a. Dengan belajar matematika dapat menyelesaikan persoalan yang ada

dalam masyarakat yaitu berkomunikasi sehari-hari seperti dapat

berhitung, menghitung luas, menghitung berat, dan sebagainya.

b. Matematika dapat membantu bidang studi lain seperti fisika, kimia,

geografi, dan sebagainya.

c. Dengan mempelajari geometri ruang, siswa dapat meningkatkan

pemahaman ruang. Dengan mempelajari aljabar dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis dalam merumuskan

asumsi, definisi, generalisasi, dan lain-lain.

d. Matematika sebagai alat ramal/ perkiraan seperti prakiraan cuaca,

pertumbuhan penduduk, keberhasilan belajar, dan lain-lain.

e. Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alat canggih

seperti kalkulator dan komputer

D. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut

Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,

14
Depdiknas, Permen No 56 tahun 2008 Tentang Standar isi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan,
h.138
21

termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model

pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran

dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Dalam perkembangan pendekatan pembelajaran di Indonesia dikenal

berbagai pendekatan, seperti pendekatan keterampilan proses, pendekatan cara

belajar siswa aktif (CBSA), pendekatan keterampilan proses, pendekatan

kontekstual, dan sebagainya.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar melalui penempatan

siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang

berbeda atau adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap

anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pelajaran

artinya bahan belum selesai jika salah satu teman dalam sekelompok belum

menguasai bahan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran

langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif

untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.15

Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah:

1. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang

15
Uzer Usman, 2010, Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung:. Remaja Rasakarya. h.72
22

dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan

jenis kelamin yang berbeda.

4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.16

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran sebagai berikut:

1. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda

latarbelakang (ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan

ketidakmampuan) untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas

tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan

kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

3. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Adapun elemen-elemen dalam pembelajaran

kooperatif di atas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Saling ketergantungan Positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling

membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling

ketergantungan dapat dicapai melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan,

(b) saling ketergantungan menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan


16
Dasim Budimansyah, 2002, Model Pembelajaran dan Penilaian, Bandung: PT. Ganesindo, h.42
23

atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan

hadiah.

2. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa tatap muka dalam kelompok

sehingga mereka dapat berdialog. Interaksi semacam itu sangat penting karena

siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep

pengajaran teman sebaya.

3. Akuntabilitas individual

Penilaian pada pembelajaran kooperatif ditunjukan untuk mengetahui

penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian

secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua

anggota kelompok mengetahui siapa angota kelompok yang memerlukan bantuan

dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-

rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus

memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok yang didasarkan atas rata-rata

penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan

akuntabilitas individual.

4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,

mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran

logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang

bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship)

tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat
24

menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari

sesama siswa. 17

Menurut Trianto ada empat pendekatan yang seharusnya merupakan

bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran

kooperatif, seperti:

1. Student Teams Achivement Divisions (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe ini merupakan salah satu tipe dari model

pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan

jumlah anggota 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian

tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan

penghargaan kelompok.

2. Jigsaw

Pembelajaran tipe jigsaw menuntut pembentukan kelompok ahli dan

kelompok asal, dengan membentuk kelompok atas 5-6 orang siswa, materi

dibagikan kepada siswa dalam bentuk teks yang dibagi dalam bentuk sub bab,

setiap anggota kelompok membaca sub bab yang diperoleh dan bertanggungjawab

untuk mempelajarinya, anggota kelompok lain yang mendapat sub bab yang sama

bertemu membentuk kelompok ahli, setiap kelompok ahli kembali ke kelompok

asal dan bertugas mengajar teman-temannya, dan memberikan kuis individu.

3. Investigasi kelompok

Dalam implementasi tipe investigasi kelompok, guru membagi kelas

menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa anggota yang heterogen.

Anita Lie, 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di


17

Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo. h.11


25

Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban

persahabatan atau minat yang sama dalam topic tertentu. Selanjutnya siswa

memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas

topic yang dipilih. Selanjutnya mereka menyiapkan dan mempresentasikan

laporannya kepada seluruh kelas.

4. Pendekatan Struktural meliputi Numbered Head Together (NHT) dan

Think Pair Share (TPS).

Langkah-langkah dalam pembelajaran NHT yaitu penomoran, mengajukan

pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab. Sedangkan langkah-langkah dalam

pelaksanaan pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) yaitu berfikir (think) atas

pertanyaan guru yang berkaitan dengan pelajaran, berpasangan (pairing) dengan

teman semeja dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh, dan berbagi

(Sharing) dengan keseluruhan kelas yang telah mereka diskusikan.18

E. Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Division

(STAD).

“Student Teams-Achievement Divisions (STAD) adalah suatu model

pembelajaran melalui pendekatan kooperatif yang mengelompokkan berbagai

tingkat kemampuan yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab

kelompok untuk pembelajaran individual”.19

18
Tritanto, 2009, mendesain Model pembelajaran Inovatif-progresif; konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenada Media Group, h.49-
62
19
Dasim Budimansyah, 2002, Off.Cit, h.42
26

Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan salah satu tipe atau

model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas

seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai

tutor sebaya dan reinforcement. Aktivitas belajar yang dirancang dalam

pembelajaran kooperatif model STAD memungkinkan siswa dapat belajar lebih

rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan

keterlibatan belajar.

Pada pembelajaran kooperatif STAD siswa dikelompokkan dalam tim-tim

pembelajaran dengan empat anggota atau lebih campuran ditinjau dari tingkat

kinerja, jenis kelamin, status sosial dan sebagainya. Guru mempresentasikan

pelajaran, kemudian siswa bekerja di dalam tim-timnya untuk memastikan bahwa

seluruh anggota tim telah menuntaskan pelajaran yang telah dipresentasikan oleh

guru, setelah itu diadakan kuis secara individual tentang bahan ajar tersebut, tanpa

diperkenankan membantu satu sama lainnya.

Menurut Slavin STAD merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana. STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu:

1. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama dalam presentasi di dalam kelas.

Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar

memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan

sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka

menentukan skor tim mereka.

2. Tim.
27

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari

kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama

dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan

lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa

mengerjakan kuis dengan baik.

3. Kuis

Setelah guru memberikan presentasi dan praktik tim, siswa mengerjakan

kuis individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam

mengerjakan kuis. Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk

memahami materinya.

4. Skor Kemajuan Individual

Gagasan di balik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan

kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja

lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap

siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam

sistem skor ini. Para siswa mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan

tingkat di mana skor kuis mereka (persentase yang benar) melampaui skor awal

mereka.20

Tabel 1. skor kuis poin kemajuan individu menurut Slavin


Skor
Nilai Tes
Perkembangan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal 10 poin
Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin
Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal) 30 poin

20
Ibid
28

Skor kelompok diperoleh dengan cara mencari nilai rata-rata skor

perkembangan yang diperoleh oleh masing-masing anggota. Tiap tim akan

memperoleh penghargaan sesuai dengan skor kelompok yang diperolehnya.

Tabel 2. Ketentuan penghargaan kelompok pada model pembelajaran kooperatif


STAD
Skor rata-rata tim Penghargaan
Kurang dari 15 poin Tim Standar
15 poin – 19 poin Tim Baik
20 poin – 24 poin Tim Hebat
Lebih dari 25 poin Tim Super

5. Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain

apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga

digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-

Achievement Divisions (STAD) adalah sebagai berikut:

1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.

Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan

lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif.

Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah

maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada:

a. Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) Yang didapat dari

hasil akademik (skor awal) sebelumnya.

b. Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam

dan aktif), dll

2. Penyajian Materi Pelajaran


29

a. Pendahuluan

Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok

dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa

tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran

dipresentasikan oleh guru dan siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama

sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.

b. Pengembangan

Dilakukan pengembangan materi yang sesuai dengan materi yang akan

dipelajari siswa dalam kelompok. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan

tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih

kekonsep lain.

c. Praktek terkendali

Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara

menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab

atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas

jangan menyita waktu lama.

3. Kegiatan kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan

dipelajari siswa. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang

konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa

bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban,

atau memperbaiki miskonsepsi.

4. Evaluasi
30

Dilakukan secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa

pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan

kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes,

siswa tidak diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai

nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan

kelompok.

5. Penghargaan Kelompok

Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena

skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata

kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi

kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat

dan super.

6. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok

Satu periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor

evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan

kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.

Anda mungkin juga menyukai