Anda di halaman 1dari 4

PRAKTIKUM PEMULIAAN TANAMAN

“PERSILANGAN JAGUNG”

Disusun oleh:
Nama : M. Riyo Rizki Ridwan
NIM : 215040200111139
Kelompok : K1
Asisten : Deny Syahputra Siregar

PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2022
“KARAKTER WARNA DAN PERSENTASE PERUBAHAN WARNA
HASIL PERSILANGAN JAGUNG UNGU DAN JAGUNG KUNING
MANIS PADA GENERASI F1, F2 DAN F3”

Beberapa jenis jagung yang dikonsumsi dan diolah antara lain jagung
manis, jagung kuning, dan jagung ungu (purple kernels). Jagung manis (kuning
kernel) memiliki keunggulan rasa manis karena kandungan karbohidrat bijinya
yang tinggi. Jagung ungu (kernel purple) mengandung antosianin yang tinggi dan
memiliki manfaat kesehatan. Kombinasi persilangan yang dilakukan pada dua butir
sangat berguna dalam pelaksanaan program pemuliaan, terutama untuk mengetahui
karakteristik warna akibat heterosis dari kombinasi persilangan hibrida tersebut
(Maulidha dan Sugiharto, 2019). Gabungan peran tetua jantan dan betina harus
diketahui untuk mendapatkan kombinasi silang yang baik dan ideal yang
diperlukan untuk menghasilkan jagung yang berasa manis dan beraneka warna.
Metode yang digunakan untuk menghasilkan jagung yang berasa manis dan
beraneka ragam yang muncul pada generasi F1 hingga F3 adalah seleksi massa.
Seleksi ini menggunakan benih dengan warna berbeda yang dikumpulkan dan
ditransplantasikan ke dalam plot tunggal dengan warna yang sama dan pasangan
benih menggunakan isolasi temporal 21 HST untuk menghindari penyerbukan
silang antara warna yang berbeda. Variabel yang diamati adalah jumlah warna pada
setiap generasi sampai dengan generasi F3 dan persentase sifat yang ada pada
generasi F2 dan F3.
Karakter warna benih generasi F1 awalnya hanya memiliki empat warna
yaitu: ungu, ungu dominan kuning, kuning dominan ungu dan warna kuning,
kemudian ditambahkan lima warna pada generasi F2 setelah benih ungu ditanam
pada generasi F1, yaitu: putih, putih dominan ungu, ungu dominan putih, kuning
dominan putih dan putih dominan kuning. Perubahan warna dan penambahan
warna pada generasi F2 diduga karena kemungkinan perubahan pada gen pengatur
warna dan kemungkinan kesalahan dalam proses pembentukan pigmen selama
fotosintesis tanaman. Menurut Rizqiningtyas dan Sugiharto (2018), perubahan
warna dapat terjadi karena perubahan gen yang mengontrol warna atau kesalahan
dalam proses pembentukan pigmen.
Warna yang muncul pada generasi F3 sama dengan warna yang muncul
pada generasi F2 namun terdapat peningkatan persentasi warna dari generasi
sebelumnya. Hal ini dikarenakan semua karakter warna dari tetuanya akan terlihat
pada generasi F2, baik yg sifat dominan maupun yang bersifat resesif. Hasil
penelitian Sutresna (2010) daya hasil populasi hasil seleksi massa siklus pertama,
kedua dan ketiga sama dengan (tidak berbeda nyata) dibanding dengan populasi
awal. Warna generasi F3 sama dengan warna generasi F2, namun persentase
warnanya meningkat dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini karena semua
karakter warna induk baik dominan maupun resesif terlihat pada generasi F2.
Berdasarkan hasil penelitian Sutresna (2010), populasi hasil seleksi massal siklus
I, II dan III sama (tidak berbeda nyata) dibandingkan populasi awal.
Generasi F2 menghasilkan tujuh karakter berbeda yang diidentifikasi
dengan persentase karakter warna ungu 27,68%, warna kuning dominan ungu
9,19%, warna ungu dominan kuning 7,61%, warna kuning 21,84%, warna putih
5,40%, warna putih dominan ungu 1,52%, warna ungu dominan putih 1,89% dan
karakter kisut 24,88%. Generasi F3 mengalami peningkatan persentase karakter
dimana karakter warna ungu meningkat hinggi 69,51%, warna kuning dominan
ungu 19,97%, warna ungu dominan kuning 27%, warna kuning 68,14%, warna
putih 74,22%, warna putih dominan ungu 6,84%, warna ungu dominan putih
2,52%, dan karakter kisut mengalami penurunan hingga 14,75%.
Hasil studi ear-to-row oleh Achmad (2019) menunjukkan bahwa dua puluh
genotipe yang diuji memiliki perbedaan penampilan yang signifikan. Oleh karena
itu, dalam program pemuliaan, seleksi berulang diperlukan untuk mendapatkan 100
memid secara konsisten untuk menghasilkan galur murni homozigot. Warna ungu
dominan kuning, warna kuning dominan ungu, warna putih ungu, dan warna putih
dominan ungu tambahan tidak berarti, karena beberapa tanda tersebut merupakan
tanda baca dominan yang muncul setelah persilangan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2019. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear To RowSelektion) Pada
Tanaman Jagung. Rekayasa 12(1): 18-23.
Maulidha. A. R, dan A. N. Sugiharto. 2019. Pengaruh Kombinasi Persilangan
Jagung (Zea mays L.) Terhadap Karakter Kualitatif pada Hibridanya (F1).
Jurnal Produksi Tanaman 7(5): 755-765.
Rizqiningtyas, H. dan A. N. Sugiharto. 2018. Evaluasi Genetik Galur-Galur Mutan
Generasi Kedua dan Ketiga Jagung Pakan/Yellow Corn (Zea mays L.).
Jurnal Produksi Tanaman 6(4): 538-545.
Sutresna, I.W. 2010. Pengaruh Seleksi Massa Terhadap Kemajuan Genetik
Populasi Tanaman Jagung (Zea Mays L.). Agroteksos 20(2-3): 12-118.

Anda mungkin juga menyukai