C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
2022
1cm
7,5cm
1,5cm
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
ADINDA FIRDAUS PUTRI ARIFIN_110121246
2022
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
2022
DASAR TEORI
Etil asetat adalah ester asetat yang terbentuk antara asam asetat dan etanol. Ini memiliki
peran sebagai pelarut aprotik kutub, inhibitor EC 3.4.19.3 (pyroglutamyl-peptidase I), metabolit
dan metabolit Saccharomyces cerevisiae. Ini adalah ester asetat, ester ester etil dan senyawa
organik yang mudah menguap.
Etil asetat digunakan sebagai rasa dan pelarut dalam Persiapan farmasi. Etil asetat juga
digunakan dalam industri sebagai pelarut dan sebagai pelarut ekstraksi dalam pengolahan
makanan.
Etil asetat disintesis melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol,
biasanya disertai katalis asam seperti asam sulfat. Katalis asam sulfat dapat menghambat
hidrolisis karena berlangsungnya reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fischer (Clark,
2007).
Etil asetat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Pine, 1998):
1. Tidak beracun dan tidak terhigrokopis.
2. Merupakan pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap).
3. Dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu
kamar.
4. Merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah bukan suatu donor ikatan hidrogen.
5. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi Namun demikian, senyawa ini
tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.
TUJUAN PRAKTIKUM:
1.Mahasiswa dapat memahami reaksi SN2.
2.Mahasiswa dapat terampil dalam proses pemisahan dengan menggunakan corong pisah.
3.Mahasiswa dapat mengetahui prinsip destilasi fraksi etil asetat.
4.Mahasiswa dapat mengetahui cara pemurnian etil asetat.
PROSEDURE
Eenrondbademkolf von ½ L in hood wordeuvorzien von sendubbeldoorborde;
teuicwaarinshceittechter is dangebracheeneenverbinding die met eenance coder is verhouden
in de holfwordeeenmengsel van 50 cm3alkoholen 50 cm3sterkzavelzuurgebrache
(vourzlehingreagen), waarnazleholf in eenouebad op 140overhue (thermometer in het albad).
Ale deze temperature is be rikt, zact men langzoom, me de echaiftrechtaeenmengsel van
200 cm3alkoholen 200 cm3ijaselgntewiveten, de gneiheld van zoevleelenwordegeregswormate
de nevermideazgnesler of destillest. Het destilaat he vat a zifuesier alcohol helmzuur (datmede
is overgedestillees) an water. Fersiwardshaiazljazuurvarwily de abar het recicrle product in een.
Open holf met 10% zodoaplassing door je schueldenzol de
bhovavlaestoflateedouuvlakmaespayler mat meermadlesurtubarnaworden de vlaersloflaen in
schellitrechtergenichtsoilenwareivrischloor calcium on water om de alcohol teverwijdren.
Eaustwordf let azljrourvernuvijdreddoor let reactive product in eenapankolfment 10 g
soda aplassing door to schullden. Tot de bavenshavive is to flag a lauw t lakmuspaplernienmeer
rood ideurtnaatna wander de vleestof in eenechaifrechterfaschulden de bovensteldag (die de
azinjhesteraevat). Filtraat men dooneendogg filter enschulatdezevlaestrat ween all met
eendiflassing van gilijke 60 whichtdillin wat zuzingchlooncalcuem in water ande.
Delischatvenwiljdenendon worderdeze. U lorisfdlgeweerdoon middle van
eenicheifreehtruschidenarn de bovenste met destilatopzetguechfulcord (water bad) addefrache
van 37 – 70 °C opgevangenambrengst ± 130 g.
ALAT DAN BAHAN
BAHAN
Etanol 250 ml
H2SO4 pekat 50 ml
Asam asetat glasial 200 ml
Na2CO3 q.s
CaCl2 anhydrous q.s
CaCl2 50% 22,2 gram
ALAT
1. Kolom Fraksi 10. Adaptor
2. Labu alas bulat 11. Kaki tiga
3. Labu Erlenmeyer 12.Klem holder
4. Gelas ukur 13. Statis
5. Pipa bengkok 14. Tangas air
6. Labu Destilasi 15. Termometer
7. Corong pisah
8. Pendingin Liebig
9. Gelas piala
MEKANISME REAKSI
SKEMA KERJA
GAMBAR ALAT
HASIL PERCOBAAN
Hasil Teoritis: 130 gram
Hasil Praktis: -
Ketetapan alam:
Titik didih: 77℃
Indexs bias:
PEMBAHASAN
Langkah awal pada percobaan ini adalah pastikan semua alat yang digunakan bebas air karena
ester mudah terhidrolisis air. Selanjutnya memasukan 50 ml etanol, dan 50 ml asam sulfat pekat
sedikit demi sedikit kedalam labu alas bulat 500 mL, Labu yang digunakan ukuran 500 mL karena
saat melakukan destilasi tidak boleh melebihi setengah kapasitas labunya. Penambahan asam
sulfat pekat sedikit demi sedikit karena akan terjadi reaksi eksotermis.
Penambahan katalis asam sulfat berlebih dapat menyebabkan hidrolisis etil asetat dalam asam.
Dimana ikatan R-O dalam asam karboksilat tidak putus, sedangkan yang putus ialah C-O.
Tahapan pertama hidrolisis dalam asam ialah protonasi yang diikuti dengan adisi H2O,
selanjutnya eliminasi R'OH yang disusul dengan deprotonasi.
Langkah selanjutnya penambahan batu didih sebelum destilasi agar tidak terjadi bumping saat
destilasi, larutan dipanaskan sampai suhu 140°C lalu diteteskan larutan yang ada di corong tetes
yang berisi 200 ml etanol dan 200 mL asam asetat glacial. Pada tahap destilasi ini kecepatan
cairan mengalir harus sama dengan kecepatan cairan menetes, supaya dapat mempertahankan
suhu agar 140oC yaitu suhu terbentuknya etil asetat, karena jika suhunya melebihi 140o C akan
terbentuk gas etena yang bersifat toksik dan agar pemanasannya tidak terlalu lama. Jika terlalu
cepat mengalir sementara menetesnya kurang, maka suhu bisa turun yang menyebabkan reaksi
tidak berjalan sesuai yang diharapkan, begitu pula sebaliknya. Maka harus hati-hati dan diatur
mengalirnya cairan saat membuka kran corong tetes. Pada proses destilasi, tempat menampung
hasil destilasi diberi sedikit celah agar udara di dalam labu sama dengan yang diluar.
Larutan hasil distilat (etil asetat + etanol + sisa asam asetat + air) ditambahkan dengan Na2CO3
10% sampai tidak memerahkan lakmus biru. Penambahan dengan Na2CO3 10% dimaksudkan
untuk menurunkan tingkat keasaman pada asam sulfat yang semula bersifat asam diharapkan
bisa kearah netral serta menggaramkan asam asetat dalam bentuk natrium asetat. Penambahan
basa Na2CO3 yang berlebihan juga dapat menyebabkan hidrolisis ester dalam basa
(saponifikasi).
Lapisan atas dan lapisan bawah yang terjadi dipisahkan dengan corong pisah. Lapisan bawah
(Na asetat + air) ditampung dalam beaker gelas, sedangkan lapisan atas (etil asetat + etanol)
dikeluarkan lewat mulut corong pisah untuk disaring dan ditampung di dalam Erlenmeyer.
Selanjutnya larutan yang telah ditampung di erlenmeyer diberi tambahan CaCl2 50% sama
banyak. Penambahan CaCl2 50% untuk menarik H2O dan penambahan CaCl2 50% sejumlah
(ekivalen) kelebihan etanol tersebut. Maka sebelum menimbang, harus ditentukan dahulu
jumlah kelebihan etanol melalui perhitungan reaksi. 1 mol CaCl2 50% mampu mengikat 4 mol
etanol. Akan terbentuk pemisahan fase dari CaCl2 50% x C2H5OH dengan etil asetat.
Lapisan atas dan lapisan bawah yang terjadi dipisahkan kembali dengan corong pisah. Lalu
diekstraksi 2 kali. Kemudian lapisan bawah (etanol + CaCl2) ditampung di dalam beaker gelas
dan lapisan atas (etil asetat + air) ditampung ke Erlenmeyer. Lalu hasil yang ditampung ke
Erlenmeyer ditambahkan CaCl2 anhidrat (CaCl2 anhidrat tidak boleh dibiarkan terbuka di
tempat terbuka terlalu lama) dan didiamkan 30 menit. Waktu didiamkan tidak harus sampai 30
menit, apabila sudah terbentuk granul bias dilanjutkan ke tahap berikutnya. Apabila belum
terbentuk granul kemungkinan kekurangan pengering. Waktu didiamkan 30 menit karena
masing-masing pengering mempunyai kapasitas masing-masing dalam bekerja, ada yang butuh
waktu 10 menit, 30 menit, 1 jam bahkan 1 malam dari CaCl2 anhidrat membutuhkan waktu 30
menit untuk bekerja maksimal. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring dan
bantuan batang pengaduk saat menuang ke dalam labu alas bulat.
Selanjutnya didistilasi kembali dan akan mendapatkan 3 hasil yang berbeda yaitu : suhu
71°C-74°C -> etil asetat + etanol + air, suhu 74°C-77°C-> eti asetat + etanol, suhu 77°C-78°C ->
etil asetat. Suhu 77°C dipakai karena suhu itu merupakan titik didih dari etil asetat. Distilat akhir
dicapai pada suhu 78°C dengan hasil distilat berwarna bening.
DAFTAR PUSTAKA
Mc Murry J, 2000, Organic Chemistry, 5th edition, Brooks/Cole
Publishing Company Pasific Grove, USA
Wibaut AJP, van Gastel, 1950, Practicum Der Organische Chemic, BIJ J.B.
Wolters Uitgeversmaat-Shappij nv Groningen, Djakarta, 79
Fessenden RJ & Fessenden JS, 1994, Organic Chemistry, 5th edition, Brooks/Cole
Publishing Company Pasific Grove, California, Page 428.
Chang, R, 2005, Kimia Dasar Jilid 1 Edisi 3, Jakarta:erlangga, 354
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II
ANILIN
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
2022
DASAR TEORI
Anilin banyak digunakan sebagai zat warna terutama warna diazo yang digunakan sebagai
pewarna blue jeans. Bukan hanya itu, anilin juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai
obat, seperti paracetamol.
Anilin (fenilamin) merupakan senyawa amina aromatis dengan rumus struktur C6H5NH2 yang
terdiri dari gugus fenil terikat gugus amino atau dengan kata lain, molekul aromatik-amina primer
dibentuk dengan mengganti satu atom H molekul benzena dengan kelompok amina. Anilin tidak
berwarna, berminyak, dan mengeluarkan bau menyengat dan bersifat basa.
Anilin sangat sukar larut dalam air karena anilin merupakan hidrokarbon hidrofobik dengan
gugus amina, namun ion anilinium larut dalam air. Anilin tidak berwarna, namun perlahan-lahan bisa
teroksidasi karena interaksi dengan udara dan berubah warna menjadi kuning atau merah-coklat. anilin
bereaksi dengan oksigen menghasilkan nitro benzena (kuning muda) dan azobenzene.
Anilin sangat reaktif terhadap substitusi elektrofilik aromatis. Dimana -NH2 , -NH2 , -NR2
merupakan aktivator yang sangat kuat dan merupakan pengarah orto dan para substitusi. Hal ini
disebabkan oleh efek resonansi dan efek induksi. Struktur resonansi pada anilin menunjukkan bahwa
senyawa tersebut bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom
elektronegatif.
Melalui reduksi nitrobenzena dapat dihasilkan anilin. Sebagai reduktor dapat digunakan Fe / HCl.
Dalam proses pembuatannya sampai proses pemisahannya, anilin dapat dipisahkan melalui destilasi uap.
Hal ini disebabkan karena anilin sangat sukar larut dalam air dan tekanan uapnya cukup tinggi (jauh
diatas 5 mmHg) serta pada suhu didih air, anilin tidak terurai bersama air. Bila dicampur anilin dan air,
maka tekanan uap totalnya dianggap sama dengan jumlah tekanan uap masing-masing anilin dan air
(Hukum Dalton).
TUJUAN PRAKTIKUM:
Voeg 30 cmdd3 water toe en vervolgens voorzichtig (druppelsgewijs) natronloog (10m) tot het
reactiemengsel sterk alkalisch reagcert (lakmocs). Destilcer de inhoud van dekolf met stoom tot het
destilaat helder is. Verzadig het destilaat met keukenzout en schud de verkregen oplossing in en
scheitrechter driemaal met 75 cm3 ether uit. Droog de etherische oplossing boven kaliumhydroxide of
watervrije kaliumcarbonaat. Filtreer en destilleer de ether op en waterbad af. Voeg een weinig
zinkpoeder toe en destilleer de aniline. Kp, 184 derajat. Opbrengst 10 g.
ALAT DAN BAHAN
Bahan :
1. Nitrobenzena 31 g
2. Serbuk Fe 35 g
4. NaOH q.s.
5. NaCl q.s.
6. Eter q.s
Alat :
M 0,2518 mol -
Hasil teoritis :
= 0,2518 x 93,13
= 23,45 gram
C1 . V1 = C2 . V2
V1 = 91.216 ml
Sehingga untuk mendapatkan HCl 25 % sebanyak 135 ml maka, perlu menambahakan HCl 37% sebanyak
91,2 ml kemudian ditambahkan air 135 ml
PEMBAHASAN
Proses awal dari pembuatan Anilin dengan dimasukkan nitrobenzene dan serbuk Fe. Serbuk Fe
disini berfingsi sebagai reduktor sehingga anilin yang dihasilkan berwarna kuning, jadi terjadi reaksi
redoks antara nitro benzena dengan Fe, Nitro benzena mengalami reduksi dan Fe mengalami oksidasi.
Kemudian campuran tdi di tambahkan HCl 25% sedikit demi sedikit disertai pengocokan dan
perendaman labu dalam air dingin karena proses ini timbul panas, dari reaksi eksoterm.
HCl 25% berfungsi sebagai katalis reaksi dan menciptakan suasana asam yang diharapkan dalam
dalam reaksi, bila suasana dalam reaksi netral bukan anilin yang terbentuk melainkan N-fenil
hidroksiamin, sedangkan bila dalam suasana basa hasil dari anilin sedikit dan produk samping yang
dihasilkan lebih banyak jadi tidak efektif. Dalam penambahan HCl 25% pun harus diperhatikan selain
dilakukan dilemari asam karena uap nitrobenzena yang beracun dan HCl 25% mudah menguap,
penambahannya harus HCl25% ke dalam larutan nitrobenzene bukan sebaliknya karena jika dalam labu
sudah terdapat HCl baru ditambahkan nitrobenzena maka HCl nya akan bereaksi semua , dan itu dapat
menimbulkan reaksi eksoterm berlebih (sangat panas) dan bumping.
Dipilih katalis HCl 25%, kenapa bukan HCl encer, HCl pekat atau pun H2SO4 , karena bila
menggunakan HCl encer makaakan dihasilkan banyak hasil samping terutama air, dan bila menggunakan
HCl pekat akan terjadi ledakan saat zat di campur karena konsentrasi katalis terlalu pekat, bila
menggunakan H2SO4 reaksinya tidak sesuai yang diharapkan, karena untuk membuat anilin reaksi
redoks membutuhkan H+ dari HCl bila digunakan H2SO4 maka akan ada 2H
Selanjutnya dilakukan pemanasan dalam penangas uap dan tidak lupa di tambahkan batu didih
dalam labu alas bulat agar proses pemanasan merata, pemanasan dikatakan selesai jika larutan sample
diambil sedikt dan di tambah HCl encer tidak menimbulkan bau menyengat dan larutan berwarna jernih
maka matikan api. Kemudian campuran hasil pemanasan tadi di tambahkan NaOH pekat yg telah di
campur dengan air tujuannya untuk memecah ikatan garam kompleks anilin hidroksida dan menetralkan
sisa penambahan HCl encer, proses ini juga dilakukan dengan perendaman labu dengan air dingin,
karena timbul panas dar reaksi eksoterm.
Kemudian dilakukan destilasi uap untuk mendapatkan anilin, destilat yang dihasilkan berwarna
kuning atau putih keruh, destilasi dihentikan jika destilat telah berwarna jernih. Kemudian dipisahkan
antara anilin murni dengan anilin yang masih bercampur air dan kotoran menggunakan corong pisah,
kemudian anilin yang masih bercampur air dan kotoran ditambahkan serbuk NaCl yang berfungsi sebagai
salting out, kelarutan NaCl dalam air lebih besar dari pada kelarutan anilin dalam air, sehingga mendesak
anilin yang terlarut dalam air untuk keluar.
Kemudian dilakukan penggojokan dengan 40 ml eter dilakukan 2x masing – masing 20 ml eter
didalam corong pisah, berfungsi untuk melarutkan anilin yang terdesak dalam NaCl, dilakukan
penggojokan sebanyak 2x tujuannya untuk membilas dan mengulang agar anilin bisa terlarut semua
dalam eter, meskipun hal tersebut tidak mungkin bisa dilakukan, karena fase anilin terlarut dalam eter
dan fase anilin terlarut dalam air akan seimbang, Lalu gabungkan dengan anilin yang dipisahkan pertama
kali, diamkan untuk penguapan eter sempurna dilakukan di lemari asam. Kemudian bila anilin keruh
NaOH secukupnya lalu disaring ke dalam labu alas bulat lalu beri batu didih. Tahap akhir dilakukan
destilasi sederhana hingga suhu 180°-184° C, karena dalam suhu ini akan didapatkan anilin tanpa hasil
saping atau pengotor.
1. Kenapa yang dipakai harus HCl 25% ? saat pengambilan HCl haruslah HCl 25%, apabila yang diambil
HCl pekat =HCl 38% maka akan meledak
2. Mengapa penambahan eter perlu dilakukan 2x ? Dilakukan 2x agar diharapkan lebih banyak anilin
yang terekstraksi daripada dilakukan 1x
3. Menagpa HCl ditambahkan sedikit demi sedikit? Penambahan HCl dilakukan sedikit demi sedikit
karena bersifat eksoterm (melepaskan panas), jika dituang semua secara langsung akan menimbulkan
reaksi yang eksplosive (meledak)
4. Mengapa yang digunakan NaOH pekat bukan NaOH encer ? Untuk menetralkan HCl 25% (cukup pekat)
harus menggunakan NaOH pekat Hasil penambahan HCl 25% ke campuran menghasilkan anilin HCL
5. Mengapa anilin berubah menjadi keruh pada udara terbuka ? Karena anilin mudah teroksidasi pada
suhu ruangan
6. Apakah HCl bisa diganti dengan H2SO4? Boleh karena H2SO4 juga dapat digunakan sebagai katalis.
Namun berdasarkan percobaan, HCl lebih cocok di pakai pada praktikum ini.
7. Kenapa pada waterbath suhunya harus 45° C ? Titik didih eter 34°C. waterbath dipanaskan hingga 80°C
lalu api dimatikan agar suhu waterbath kurang lebih 45°. Labu dimasukkan ke waterbath 45° langsung
menguap / terdestilasi
8. Kapan destilasi dihentikan? Apabila uap yang mengalir berwarna jernih yang menandakan anilin telah
habis
9. Apa guna pipa pengaman dalam praktikum tersebut? Pipa pengaman berfungsi untuk mengamankan
jalannya destilasi dengan cara menyamakan tekanan dalam labu erlenmeyer dengan tekanan luar
10. Apa fungsi Fe dan HCl pekat ? Fe berfungsi sebagai reduktor sehingga anilin yang dihasilkan berwarna
kuning. Reaksi yang terjadi adalah reaksi redoks, dimana nitrobenzena mengalami reduksi dan Fe
mengalami oksidasi. HCl pekat berfungsi sebagai katalis reaksi redoks dengan mendonorkan proton (H+ )
sehingga akan menurunkan energi aktivasi reaksi dan menciptakan suasana asam agar nitro benzena
dapat dikonversi menjadi anilin. Bila suasana netral maka hanya terbentuk N-fenil-hidroksiamin,
sedangkan pada suasana basa anilin yang didapatkan sangat sedikit, banyak produk sampingnya.
Salting out adalah proses penambahan larutan elektrolit ke dalam fase air yang mengandung
senyawa organik, penambahan larutan elektrolit ini difungsikan agar kelarutan senyawa organik dalam
air bisa menurun dan juga konsentrasi senyawa organik dalam fase organik akan lebih besar dari pada
dalam fase air. Contohnya adalah senyawa asam asetat (CH3COOH) yang dilarutkan dengan air (H2O)
kemudian ditambahkan dengan larutan klorofom (CHCl3 ), maka kelarutan asam asetat dalam air akan
lebih besar dibandingkan kelarutan asam asetat pada klorofom. Hal ini disebabkan karena air dan asam
asetat mempunyai sifat polar, sedangkan klorofom bersifat nonpolar. Dan agar kelarutan asam asetat
dalam air menurun dan konsentrasinya dalam fase organik (klorofom) lebih besar, maka kita harus
menambahkan larutan elektrolit, misal garam (NaCl) pada campuran antara larutan asam asetat dan
klorofom tersebut. Karena garam bersifat lebih polar dari pada asam asetat, maka air akan cenderung
mengikat garam dari pada asam asetat dan asam asetat akan lebih banyak terdistribusi ke klorofom dari
pada ke air.
DAFTAR PUSTAKA
Wibout, J.P, Practicum der Organische Chemic, Vijfde druc, J.B waiters vitgevers maatschappij,
N.V Groningen, 1950, Jakarta, 141-144
Mc Murry, 2016, Organic Chemistry, 9th Edition, Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove,
USA
NV, Gnoningen,184-185
TTD
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II
METIL SALISILAT
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK C10
IV. Tujuan
a. Menjelaskan pembentukan metil salisilat melalui reaksi esterifikasi Fischer
b. Menjelaskan mekanisme reaksi substitusi nukleofilik bimolecular
c. Menjelaskan proses pemisahan cairan menggunakan corong pisah
d. Menjelaskan cara destilasi sederhana dengan cairan titik didih rendah & tinggi
e. Menjelaskan cara penetapan indeks bias
V. Bahan
Asam salisilat 14 gram
Metanol 32 gram / 40,5 ml
H2SO4 pekat 4 ml
NaHCO3 qs
MgSO4 anhidrat 2,5 g
Karbon tetraklorida 5x7,5 ml
CCl4 5x7,5 ml
Aquadest
Batu didih
VI. Alat
Labu alas bulat 500ml
Penangas air
Pendingin leibig
Pendingin bola
Labu destilasi leher Panjang
Labu destilasi leher pendek
Adaptor
Labu elemeyer
Statif dan klem
Kaki tiga
Api Bunsen
Thermometer
Corong kaca
Gelas ukur
Corong pisah
Ditambahkan 4 ml H2SO4
Dimasukkan 14 g asam salisilat + pekat sedikit demi sedikit Dilakukan refluks + 5 jam
40,5 ml methanol ke dalam labu alas
kedalam labu alas bulat,
bulat, Kocok ad homogen kemudian tambahkan batu
didih
Tampung Dilakukan destilasi suhu 220°-224°C dengan Disaring dan ditampung dalam
hasilnya,kemudian tangas udara. Temperatur dinaikkan perlahan babu destilasi leher pendek,
masukkan botol untuk menghilangkan sisa CCl4 kemudian tambahkan batu
hasil
didih
IX. Gambar Pemasangan Alat
X. Pembahasan
Prinsip pembuatan metil salisilat melalui reaksi esterifikasi Proses awal dari
pembuatan metil salisilat dengan mencampurkan asam salisilat 14 gram, 40,5 ml
metanol, kemudian tambahkan 4 ml H2SO4 dan batu didih kedalam labu alas bulat,
fungsi metanol disini selain sebagai bahan dasar tapi juga untuk melarutkan asam
salisilat, maka dari itu penambahan awal asam salisilat setelah itu diikuti metanol,
kemudian ditambahkan H2SO4 sedikit - demi sedikit untuk mencegah reaksi berjalan
cepat sehingga menghasilkan panas yang mengakibatkan methanol menguap, fungsi
H2SO4 sebagai katalis untuk mempercepat reaksi, karena reaksi esterifikasi bersifat
reversible/ bolak balik. Penambahan asam sulfat (H2SO4) pekat menimbulkan reaksi
eksotermis (panas) sehingga dapat dialiri dengan air keran di dinding luar labu alas
bulat (jangan sampai air keran masuk ke dalam labu karena ester dapat terhidrolisis
oleh air). Setelah itu, campuran direfluks selama ± 5 jam pada penangas air. Jumlah
bola pada pendingin bola harus tepat berdasarkan titik didih zat terendah. Setelah
proses refluk selesai, maka dilanjutkan dengan distilasi untuk membuang kelebihan
methanol pada saat reaksi tadi. kemudian dimasukan batu didih yang baru ke dalam
labu destilasi lalu dimasukkan hasil refluks tadi ke dalam labu destilasi. Proses destilasi
pertama ini menggunakan labu destilasi leher panjang karena perbedaan titik didih dari
methanol dan air rendah dan ketika memasukkan bahan ke dalam labu destilasi
menggunakan corong dan bagian ujung corong harus di bawah pipa samping dari labu
destilasi agar bahan tidak keluar dari pipa samping. Posisi thermometer juga harus pas
di samping pipa. Selanjutnya residu dituang kedalam corong pisah dengan
menggunakan corong karena leher corong pisah kecil.
` Metil salisilat dan air membentuk emulsi sehingga perlu ditambahkan CCl4
(senyawa nonpolar) supaya metil salisilat tertarik dan dapat dipisahkan dari air. Bila
batas air dan ester tidak jelas maka ditambahkan CCl4 5 mL, kemudian dikocok kuat
agar emulsi pecah. Pengocokan corong pisah dikocok ke arah badan. Selanjutnya
didiamkan sebentar hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah yaitu Metil salisilat dan
lapisan atas yaitu air dan sisa H2SO4 . lalu ditampung di dalam beaker gelas dan
pastikan ujung tangkai corong pisah harus di bawah permukaan penampung jangan
diatas penampung agar zat tidak muncrat keluar. Setelah itu zat ditampung di dalam
corong pisah yang kosong dan bersih dan kemudian dibilas dengan air secukupnya lalu
ditambahkan NaHCO3 tetes demi tetes menggunakan pipet tetes sampai larutan netral
dan tidak terbentuk gelembung CO2. Corong pisah didiamkan maka akan terdapat 2
lapisan. Lapisan atas terbentuk busa yang terdiri dari Na2SO4 + CO2 + H2O dan lapisan
bawah yaitu metil salisilat. Lapisan bawah diambil sedangkan lapisan atas dibuang.
Pada saat didiamkan, bagian tutup corong pisah diberi celah dengan menggunakan
kertas perkamen agar tekanan udara di dalam dan diluar corong sama. Selanjutnya
dibilas lagi dengan air secukupnya maka akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas yaitu air
dan lapisan bawah yaitu metil salisilat. Lalu ditambahkan MgSO 4 anhidrat sebanyak 5
g, dikocok selama 5 menit dan didiamkan selama 30 menit agar penyerapannya
maksimal sesekali dikocok. Kemudian disaring dan ditampung dalam labu destilasi
leher pendek karena lebih cepa dan perbedaan titik didihnya jauh. Pada saat zat dituang
ke dalam labu destilasi leher pendek menggunakan bantuan batang pengaduk serta
corong kaca perlu diberi kertas saring (kertas saring tidak boleh diberi air). Dilanjutkan
dengan proses destilasi pada suhu 220°C – 240°C. Pada destilasi kedua ini
menggunakan tangas udara dan pendingin udara karena suhunya tinggi. Labu
penampung hasil destilasi perlu diberi celah dan zat disisakan sedikit pada labu destilasi
agar labu tidak pecah. Kemudian dikeringkan, ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
botol hasil.
Dibuat oleh :
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
ADINDA FIRDAUS PUTRI ARIFIN_110121246
4. Menjelaskan cara destilasi sederhana dengan cairan titik didih rendah & tinggi
Use 28 g (0,2 mol of salicylic acid, 1,4 g (81 ml, 2 mol) of dry methanol and 8 ml of concentrated sulphiric
acid. Reflux the mixture for at least 5 hours and work up as for methyl benzoate. Collect the pure methyl
salicylate (a colourless oil of delightful fragnance oil of wintergreen) at 221-224°C. The yield is 25 g
(81%). The ester may also be distilled water reduced pressure: the b.p. Is 115°C/ 20 mmHg and 2 °C
fraction should be collected.
B. Metil Benzoat
In 500 ml round bottomed flask place a mixture of 30 g (0,246 ml) of benzoic acid). 80 g (101ml, 2,5mol)
of absolute methanol and 5 g (2,7 ml) of concentrated sulphuric acid. Add a few small chips of prous
porcelain, attach a reflux condenser and boil the mixture gently for 4 hours. Distill off the excess of
alcohol on a water bath (rotary evaporator) and allow to cool. Pour the residue into about 250 ml of
water contained in a separatory funnel and rinse the flask with a few ml of water which are also poured
into the separatory of the lower ester, layer and water, add 10-15 ml of carbon tetrachloride and shake
the mixture in the funnel vigorously: upon standing , the heavy solution of methyl benzoate in the
carbon tetrachloride separates sharply and rapidly at the bottom of the separatory funnel. Run off the
lower layer carefully reject the upper aqueous layer return the methyl hydrogen carbonate until all free
acid is removed and no futher evolution of carbon dioxide occurs. Wash once with water and dry by
pouring into a small dry conical flask containing about 5 g at magnesium sulphate. Stopper the flask,
shake for 5 minutes and allow to stand for at least half and hour with occatoonal shaking. Filter the
methyl benzoate solution through a small fluted filter paper directly into a round bottomed flask fitted
with a still head carrying a 360oC thermometer and an air condenser, add a few boiling chips and distill
from an air bath; raise the themperature slowly at first until all carbon tetrachloride has passed over and
then heat more strongly. Collect the methylbenzoate (a colourless liquid) at 198-200oC. The yield is 31 g
(92%)
ALAT DAN BAHAN
Bahan:
CCl4 5ml
Na bikarbonat q.s
Aquadest 125ml
Alat praktikum:
Statis Termometer
Klem Adaptor
MEKANISME REAKSI
SKEMA KERJA
GAMBAR ALAT
HASIL PERCOBAAN
PEMBAHASAN
Prinsip pembuatan metil salisilat melalui reaksi esterifikasi Proses awal dari pembuatan
metil salisilat dengan mencampurkan asam salisilat 14 gram, 40,5 ml metanol, kemudian
tambahkan 4 ml H2SO4 dan batu didih kedalam labu alas bulat, fungsi metanol disini selain
sebagai bahan dasar tapi juga untuk melarutkan asam salisilat, maka dari itu penambahan awal
asam salisilat setelah itu diikuti metanol, kemudian ditambahkan H2SO4 sedikit - demi sedikit
untuk mencegah reaksi berjalan cepat sehingga menghasilkan panas yang mengakibatkan
methanol menguap, fungsi H2SO4 sebagai katalis untuk mempercepat reaksi, karena reaksi
esterifikasi bersifat reversible/ bolak balik. Penambahan asam sulfat (H2SO4) pekat
menimbulkan reaksi eksotermis (panas) sehingga dapat dialiri dengan air keran di dinding luar
labu alas bulat (jangan sampai air keran masuk ke dalam labu karena ester dapat terhidrolisis
oleh air). Setelah itu, campuran direfluks selama ± 5 jam pada penangas air. Jumlah bola pada
pendingin bola harus tepat berdasarkan titik didih zat terendah. Setelah proses refluk selesai,
maka dilanjutkan dengan distilasi untuk membuang kelebihan methanol pada saat reaksi tadi.
kemudian dimasukan batu didih yang baru ke dalam labu destilasi lalu dimasukkan hasil refluks
tadi ke dalam labu destilasi. Proses destilasi pertama ini menggunakan labu destilasi leher
panjang karena perbedaan titik didih dari methanol dan air rendah dan ketika memasukkan
bahan ke dalam labu destilasi menggunakan corong dan bagian ujung corong harus di bawah
pipa samping dari labu destilasi agar bahan tidak keluar dari pipa samping. Posisi thermometer
juga harus pas di samping pipa. Selanjutnya residu dituang kedalam corong pisah dengan
menggunakan corong karena leher corong pisah kecil.
Metil salisilat dan air membentuk emulsi sehingga perlu ditambahkan CCl4 (senyawa
nonpolar) supaya metil salisilat tertarik dan dapat dipisahkan dari air. Bila batas air dan ester
tidak jelas maka ditambahkan CCl4 5 mL, kemudian dikocok kuat agar emulsi pecah.
Pengocokan corong pisah dikocok ke arah badan. Selanjutnya didiamkan sebentar hingga
terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah yaitu Metil salisilat dan lapisan atas yaitu air dan sisa H2SO4
. lalu ditampung di dalam beaker gelas dan pastikan ujung tangkai corong pisah harus di bawah
permukaan penampung jangan diatas penampung agar zat tidak muncrat keluar. Setelah itu zat
ditampung di dalam corong pisah yang kosong dan bersih dan kemudian dibilas dengan air
secukupnya lalu ditambahkan NaHCO3 tetes demi tetes menggunakan pipet tetes sampai
larutan netral dan tidak terbentuk gelembung CO2. Corong pisah didiamkan maka akan terdapat
2 lapisan. Lapisan atas terbentuk busa yang terdiri dari Na2SO4 + CO2 + H2O dan lapisan bawah
yaitu metil salisilat. Lapisan bawah diambil sedangkan lapisan atas dibuang. Pada saat
didiamkan, bagian tutup corong pisah diberi celah dengan menggunakan kertas perkamen agar
tekanan udara di dalam dan diluar corong sama. Selanjutnya dibilas lagi dengan air secukupnya
maka akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas yaitu air dan lapisan bawah yaitu metil salisilat.
Lalu ditambahkan MgSO4 anhidrat sebanyak 5 g, dikocok selama 5 menit dan didiamkan selama
30 menit agar penyerapannya maksimal sesekali dikocok. Kemudian disaring dan ditampung
dalam labu destilasi leher pendek karena lebih cepa dan perbedaan titik didihnya jauh. Pada
saat zat dituang ke dalam labu destilasi leher pendek menggunakan bantuan batang pengaduk
serta corong kaca perlu diberi kertas saring (kertas saring tidak boleh diberi air). Dilanjutkan
dengan proses destilasi pada suhu 220°C – 240°C. Pada destilasi kedua ini menggunakan tangas
udara dan pendingin udara karena suhunya tinggi. Labu penampung hasil destilasi perlu diberi
celah dan zat disisakan sedikit pada labu destilasi agar labu tidak pecah. Kemudian dikeringkan,
ditimbang lalu dimasukkan ke dalam botol hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Furniss BS, et al, 1989, Vogel Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th edition,
Longman Scientific & Technical, New York, 1077-1078.
Fessenden R) & Fessenden JS, 1982, Organic Chemistry, 3 edition, Jakarta: Erlangga
Mc. Murry), 2016, Organic Chemistry, 9th edition, Brooks/ cole Publishing Company
Pacific Grave, USA
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II
“indeks bias”
Disusun oleh:
TASYA DHEA ANATAYA 110121076
SILVI NUR SHOBIKHA SARI 110121077
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Pustaka
1. Roth, W. A., Eisenlohr, F., and Lowe, R.: Refraktometrisches Hilfsbuch (Manual of
refractometry) Berlin 1952.
2. Joffe, B.W.: Refractometric methods of chemistry (in Russian) Leningrade 1960. 383
pages, 650 references)
3. Shoemaker, D. P. Garland, C.W. and Nibler, J.W. 1989. Experiments in Physical
Chemistry, 5 Ed, pp. 728-729 & 732-737.
1
sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu
memasuki medium yang baru. Pembelokkan ini disebut pembiasan.
Hubungan antara media dan sudut datang dikenal dengan hukum Snell dan dituliskan :
Dengan i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. n1 dan n2 adalah indeks bias materi tersebut.
Berkas-berkas datang dan bias berada pada bidang yang sama yang juga termasuk garis tegak lurus
terhadap permukaan. Hukum Snell ini merupakan dasar dari hukum pembiasan (Giancoli,
2001:243).
Konsep dasar pembiasan cahaya adalah hukum Snellius yang terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Hukum I Snellius berbunyi “Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu
bidang datar”.
2. Hukum II Snellius berbunyi “Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih
rapat maka sinrl dibelokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium
lebih rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibelokkan kegaris normal.
Ketika cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda,
energi cahaya tersebut dipantulkan dan perubahan arah dari sinar yang transmisikan tersebut
disebut sebagai pembiasan (Young, 2004:497).
Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan rambat cahaya dalam vakum (medium luar)
dengan kecepatan cahaya pada medium kedua. Indeks bias dibahas dalam hukum Snellius atau
hukum pembiasan. Dalam hukum Snellius
dinyatakan bahwa sinar datang, sinar bias dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak
pada satu bidang datar. Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan
mendekati garis normal dan begitu juga sebaliknya (Bahrudin, 2006:130).
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola interensi tersebut adalah
interferometer. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan
panjang gelombang dengan ketelitian sangat tinggi berdasarkan penentuan garis-garis inteferensi.
Interferometer dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks bias suatu medium tertentu
(Holliday, 1994:715).
Jelas dari hukum Snell bahwa jika indeks bias (n2) lebih besar dari pada indeks bias pertama (n1)
maka sudut bias lebih besar dari pada sudut atau sinar datang. Artinya jika cahaya memasuki
medium dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju
garis normal. Jika n2>n1, maka r>i, sehingga berkas dibelokkan menuju garis normal tersebut
(Giancoli, 2001:2
Nilai indeks bias pada suatu medium dapat dihubungkan dengan sifat-sifat pada pola interferensi
gelombang cahaya monokromatik yang terbentuk. Pola interferensi tersebut terakumulatif dalam
pola frinji yang terbentuk dengan bantuan interferometer. Nilai indeks bias dapat ditentukan
dengan menghubungkan antara nilai panjang gelombang monokromatik dengan pola frinji yang
bersangkutan. Interferensi gelombang tersebut merupakan perpaduan antara dua gelombang atau
lebih pada suati daerah tertentu pada saat yang bersamaan (Bahrudin, 2006:140).
Arah seberkas cahaya dapat diubah dengan menggunakan pemantulan pada cermin parabaik. Alat
yang dapat mencapai maksud yang sama disebut lensa. Untuk memahami kerja lensa, dapat
2
dipandang gabungan dua prisma dengan kombinasi plat paralel dan prisma mirip dengan yang
terjadi pada pemantulan oleh beberapa cermin datar. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa daerah
dimana sinar-sinar pantul dipusatkan bertambah kecil jika jumlah cermin diperbanyak dan ukuran
cermin diperkecil (Sutrisno, 1979:129-130).
Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c terhadap laju
cahaya tersebut dalam medium v, maka besarnya indeks bias dalam medium apapun selain udara,
besarnya selalu lebih besar darisatu. Secara matematis indeks bias dapatdirumuskan
Dengan n adalah indek bias, c adalah laju cahaya dalam ruang hampa (m/s) dan v adalah laju
cahaya dalam medium (m/s).
Peristiwa pembiasan cahaya pada bidang batas antara dua medium memenuhi Hukum
Snellius dengan, n1 indeks bias medium tempat cahaya datang 1 = sudut datangn2
indeks biasmedium tempat cahaya bias dan 2 sudut bias.
Refraktometer
Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernes Abbe seorang ilmuan dari German pada
permulaan abad 20. Refraktometer Abbe merupakan alat untuk mengukur indeks biascairan,
padatan dalam cairan atau serbuk dengan indeks bias dari 1,300 sampai 1,700 dan presentase
padatan 0% - 95%. Cara kerja refraktometer abbe didasarkan pada hukum snellius yang berbunyi
"sudut kritis yang dibentuk oleh cahaya yang datang akan menghasilkan zat yang dianalisa".
Cahaya direfleksikan dari kaca akan melewati prisma P1. Kaca yang permukaan kasar sebagai
sumbercahaya tak terhingga. Cahaya melewati lapisan cairan 0,1mm dari seluruh arah. Cahaya
masukke prisma 2 dengan direfraksikan. Sinar kritis membentuk medan bagian terang dan gelap
ketika dilihat dengan teleskop yang bergerak bersamaan dengan skala.
1.5 Tujuan
Memahami prinsip kerja refraktometri dan menentukan indeks bias / kebenaran konsentrasilarutan
metil salisilat dan alkohol absolut.
3
BAB II
METODE KERJA
2.1 Bahan
1. Alkohol Absolut
2. Metil Salisilat
3. Tisu Lensa
4. Kapas
2.2 Alat
1. Refraktometer
2. Pipet Tetes
4
2.4 Skema Kerja
5
BAB III
Hasil Praktikum
3.2 Pembahasan
6
7
BAB IV
KESIMPULAN
8
9
TANDA TANGAN PESERTA PRAKTIKUM
(110121076) (110121077)
10
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II
PENETAPAN INDEKS BIAS METIL SALISILAT
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
ADINDA FIRDAUS PUTRI ARIFIN_110121246
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua
medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu
mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya
merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat
dari udara ke dalam air. Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium
optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara.
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan cepat rambat cahaya dalam hampa udara (c) terhadap cepat
rambat cahaya dalam zat tersebut (v), atau perbandingan sinus sudut datang terhadap sinus sudut bias.
Harga indeks bias berubah-ubah tergantung pada panjang gelombang cahaya dan suhu.
Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting dari medium suatu
bahan. Nilai indeks bias ini banyak diperlukan untuk menginterpretasi suatu jenis data spektroskopi.
Indeks bias dari suatu bahan atau larutan merupakan parameter karakteristik yang sangat penting dan
berkaitan erat dengan parameter-parameter lain seperti temperatur, konsentrasi dan lain-lain yang
sering dipakai dalam optik, kimia dan industri obat-obatan. Indeks bias juga berperan penting dalam
beberapa bidang diantaranya dalam teknologi film tipis dan fiber optik. Dalam bidang kimia, indeks bias
dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi dan komposisi larutan, untuk menentukan kemurnian
dan kadaluarsa dari oli, untuk menentukan kemurnian minyak goreng.
Pengukuran indeks bias dapat dilakukan dengan menggunakan refraktometer maupun metode
interferometri seperti Mach-Zender, Jamin, Michelson dan Fabry-Perot. Dalam penelitian ini digunakan
metode prisma refraktometri dan refraktometer Abbe. metode prisma refraktometri cukup akurat dalam
pengukuran indeks bias cairan maupun campuran cairan. Pengaruh perubahan konsentrasi terhadap
indeks bias campuran dapat ditunjukkan dengan baik. Metode ini juga cukup peka terhadap
ketidakmurnian cairan. Refraktometer Abbe sebagian besar digunakan di laboratorium penelitian dan
industri, departemen inspeksi perusahaan, lembaga tes, perguruan tinggi dan lembaga pengajaran.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yang merupakan konsentrasi
dari bahan terlarut dalam sampel (larutan air). Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk
mengukur indeks bias cairan, padatan dalam cairan, atau serbuk.Indeks bias merupakan salah satu dari
beberapa sifat optis yang penting dari medium suatu bahan. Pembiasan cahaya dapat terjadi
dikarenakan perbedaan cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya
pada medium yang kurang rapat.Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium. Indeks bias
akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi.
TUJUAN:
(Refraktometer)
PROSEDURE
Buka Prisma dan semprtokan aseton ke kapas untuk membersihkan sisa sampel sebelum
digunakan. Diteteskan larutan sampel di atas prisma sampai rata dengan menggunakan pipet kecil.
Ditutup prisma dan di lock Kembali. Cermin dibagian belakang refractometer dikenakan cahaya.
Adjustment handwheel disebelah kiri diputar sampai didapatkan bagian gelap terang pada eyepiece
sebelah kanan. Dicari bagian dimana lingkaran tepat setengah gelap dan setengah terang pas dengan
crosshair atau tanda x . Diamati dan dicatat skala indeks bias dengan eyepiece sebelah kiri. Adjusment
handwheel sebelah kiri 1 diputar sejajar gelap dan terang sejajar Dan yang ke 2 di putar kedepan Ke 3
harus diputar ke belakang . Dicatat indeks bias di skala per adjustment handwheel dan suhunya diulangi
3x. Dihitung rata ratanya
ALAT DAN BAHAN
Bahan:
Metil Salisilat
Aseton
Alat:
Refractometer abbe
Pipet kecil
Kapas
SKEMA KERJA
GAMBAR ALAT
HASIL PERCOBAAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Roth, W. A., Eisenlohr, F., and Lowe, R.: Refraktometrisches
Hilfsbuch (Manual of refractometry) Berlin 1952.
2. Octaviani, Intan. 2015. Refraktometer ABBE. Program Studi
Fisika, FMIPA. Universitas Padjadjaran. (Diambil dari
https://www.academia.edu/18826320/Refraktometer_ABBE )
diakses pada 2 Juni 2022 20:05
3. Joffe, B.W.: Refractometric methods of chemistry (in Russian)
Leningrade 1960. 383 pages, 650 references)
4. Carl Zeiss AG Umrechnungstabelle zum Abbe-Refraktometer
mit Prisma -B2- fur 488.0 nm ̈ (Oberkochen, Germany)
5. Shoemaker, D. P. Garland, C.W. and Nibler, J.W. 1989.
Experiments in Physical Chemistry, 5 Ed, pp. 728-729 & 732-737.
PEMBAHASAN
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II
PENETAPAN INDEKS BIAS METIL SALISILAT
C11:
AHMAD ABDUL AZIZ ALFARUUQ_110121239
ADINDA FIRDAUS PUTRI ARIFIN_110121246
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua
medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu
mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya
merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat
dari udara ke dalam air. Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium
optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara.
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan cepat rambat cahaya dalam hampa udara (c) terhadap cepat
rambat cahaya dalam zat tersebut (v), atau perbandingan sinus sudut datang terhadap sinus sudut bias.
Harga indeks bias berubah-ubah tergantung pada panjang gelombang cahaya dan suhu (Zemansky,
2007).
Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting dari medium suatu
bahan. Nilai indeks bias ini banyak diperlukan untuk menginterpretasi suatu jenis data spektroskopi.
Indeks bias dari suatu bahan atau larutan merupakan parameter karakteristik yang sangat penting dan
berkaitan erat dengan parameter-parameter lain seperti temperatur, konsentrasi dan lain-lain yang
sering dipakai dalam optik, kimia dan industri obat-obatan. Indeks bias juga berperan penting dalam
beberapa bidang diantaranya dalam teknologi film tipis dan fiber optik. Dalam bidang kimia, indeks bias
dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi dan komposisi larutan, untuk menentukan kemurnian
dan kadaluarsa dari oli, untuk menentukan kemurnian minyak goreng (Hidayanto,2016:73).
Pengukuran indeks bias dapat dilakukan dengan menggunakan refraktometer maupun metode
interferometri seperti Mach-Zender, Jamin, Michelson dan Fabry-Perot. Dalam penelitian ini digunakan
metode prisma refraktometri dan refraktometer Abbe. metode prisma refraktometri cukup akurat dalam
pengukuran indeks bias cairan maupun campuran cairan. Pengaruh perubahan konsentrasi terhadap
indeks bias campuran dapat ditunjukkan dengan baik. Metode ini juga cukup peka terhadap
ketidakmurnian cairan (Dina, 2015: 93)
TUJUAN:
(Refraktometer)
PROSEDURE
ALAT DAN BAHAN
Bahan:
Metil Salisilat
Aseton
Alat:
Refractometer abbe
Pipet kecil
SKEMA KERJA
GAMBAR ALAT
HASIL PERCOBAAN
PEMBAHASAN
Refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks bias cairan atau padat, bahan
transparan dan refractometry. Prinsip pengukuran dapat dibedakan, oleh cahaya, penggembalaan
kejadian, total refleksi, ini adalah pembiasan (refraksi) atau refraksi total cahaya yang digunakan. Sebagai
prisma umum menggunakan semua tiga prinsip, satu dengan indeks bias dikenal (Prisma). Cahaya
merambat dalam transisi antara pengukuran prisma dan media sampel (n cairan) dengan kecepatan yang
berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan defleksi cahaya Refraktometer Abbe,
yaitu dengan memanfaatkan pembiasan cahaya oleh prisma yang tertanam di dalamnya untuk
mengetahui indeks bias suatu larutan.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yang merupakan konsentrasi
dari bahan terlarut dalam sampel (larutan air). Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk
mengukur indeks bias cairan, padatan dalam cairan, atau serbuk.Indeks bias merupakan salah satu dari
beberapa sifat optis yang penting dari medium suatu bahan. Pembiasan cahaya dapat terjadi
dikarenakan perbedaan cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya
pada medium yang kurang rapat.Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa dengan cepat rambat cahaya pada suatu medium. Indeks bias
akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi.
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya di ruang hampa terhadap laju cahaya didalam
medium berdasarkan hasil yang telah dilakukan. Menggunakan sebuah lensa yang berguna untuk
mengatur besar kecilnya cahaya yang keluar dari tabung cahaya. Dengan cara memutar-mutar posisi dan
ketinggian tabung sumber cahaya.
Semakin kental zat cair indeks biasnya semakin besar. Begitu pula sebaliknya semakin encer zat cair maka
indeks biasnya semakin kecil.
Semakin besar cepat rambat cahaya dalam medium, maka indeks bias semakin kecil.
Suhu
Adsorpsi adalah gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat
daripada ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Untuk proses adsorpsi dalam larutan,
jumlah zat yang teradsorpsi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis adsorben, jenis adsorbat, luas
permukaan adsorbat, konsentrasi zat terlarut, dan temperatur. Namun dalam percobaan ini hanya
menggunakan suhu kamar maka faktor suhu tidak diamati lebih lanjut.
Indeks bias dapat diukur dengan Rumus nd20 = nDt + 0,00045 (t-20)