Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nuzla Nurul Hidayah

NIM : P3.73.34.2.22.031
Prodi/ : D4/TLM
Jurusan
Materi : Bangsa & Negara

Contoh kasus:

Emilio dan Annesia merupakan suami isteri warga negara Indonesia yang melahirkan anak bernama
Maria di negara Malaysia. RI menganut asas keturunan, sedangkan Malaysia asas kelahiran. Menurut
RI Maria menjadi warga negara Indonesia karena menganut asas keturunan (ius sanguinis). Menurut
Malaysia Maria menjadi warga negara Malaysia sesuai dengan asas ius soli di Malaysia. Apabila Maria
menerima keduanya berarti terjadi dwi kewarganegaraan atau Bipatride (ganda).

Masalah kewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan hak-hak dasar
setiap orang, termasuk di dalamnya adalah hak untuk hidup dan mengembangkan diri. Oleh karena itu
tanpa status hukum kewarganegaraan yang jelas, sudah tentu hak-hak dasar tersebut tidak akan terpenuhi.
Mengingat pentingnya masalah status kewarganegaraan ini, maka tidak saja negara yang menanganinya,
akan tetapi lembaga-lembaga internasional seperti UNHCR berperan aktif juga menangani masalah-
masalah ini.

Lalu bagaimana dengan kasus Maria yang memiliki status kewarganegaraan ganda?

Seperti yang kita ketahui kewarganegaraan ganda atau bipatride merupakan keadaan dimana seseorang
memiliki dua kewarganegaraan sekaligus, hal ini diakibatkan karena negara asal menganut asas ius
sanguinis yang berarti berdasarkan keturunan, dan negara tinggal/tempat kelahiran menganut asas ius
soli.

Merujuk pada politik hukum kewarganegaraan di Indonesia saat ini, dipastikan bahwa Indonesia
menganut prinsip kewarganegaraan tunggal (apatride). Hal ini dapat terlihat dalam perjalanan sejarah
pengaturan tentang kewarganegaraan di Indonesia. Secara runut, prinsip kewarganegaraan tunggal telah
dianut bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia yang lahir pada fase awal kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya, prinsip tersebut dapat terlihat dari lahirnya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang kemudian terakhir diperbarui melalui Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada dasarnya UU No. 12 Tahun
2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda dengan dianutnya asas kewarganegaraan tunggal oleh
undang-undang ini. Namun, UU No. 12 Tahun 2006 juga menganut Asas kewarganegaraan ganda
terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang ini, di antaranya adalah anak-anak yang memiliki orangtua dengan
status kewarganegaraan berbeda dan salah satunya adalah WNI. Asas tersebut merupakan pengecualian
dalam rangka perlindungan terhadap anak.

Maka setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin Maria harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya dan menolak yang lain. Beberapa pasal yang membuktikan bahwa UU No. 12
Tahun 2006 tidak menganut kewarganegaraan ganda untuk orang dewasa adalah Pasal 6 ayat (1), Pasal 7,
Pasal 9 huruf (f), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 huruf (a,b,h), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 42.

Jaminan terhadap hak atas status kewarganegaraan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
konsepsi hak asasi manusia. Status kewarganegaraan merupakan jalan untuk didapatkannya hak-hak lain
seorang warga negara dalam melangsungkan kehidupannya. Amanat konstitusi terhadap pemenuhan hak
atas kewarganegaraan melahirkan tanggung jawab negara untuk mewujudkan setiap hak warga negara
guna memberikan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Apabila hal tersebut kurang terpenuhi maka
ruang bagi warga negara untuk mencari kesejahteraan dinegara lain dapat saja terjadi dan akan
berimplikasi pada perpindahan warga negara yang akan bermukim dinegara lain.

Pada kasus Maria yang bermukim di Malaysia dalam waktu lama tentu akan memberikan dampak bagi
status kewarganegaraannya. Hal yang pasti terjadi adalah lahirnya status kewarganegaraan ganda yang
akan dimiliki oleh seorang WNI. Tetapi kewarganegaraan ganda saat ini hanya diterapkan secara terbatas
pada anak hasil perkawinan campuran.

Meskipun begitu, dengan arus modernisasi dan perkembangan global yang semakin pesat maka
akomodasi kewarganegaraan ganda dalam hukum kewarganegaraan Indonesia merupakan hal yang dapat
diterapkan dengan adanya landasan filosofis dan berbagai keuntungan yang dapat diterima oleh Indonesia
dari adanya kewarganegaraan ganda yang biasanya dimiliki oleh para diaspora Indonesia yang bermukin
di luar negeri. Adanya pengakuan terhadap kewarganegaraan ganda kedepan dapat dipandang sebagai
bagian dari upaya negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara dan melindungi
hak asasi warga negara terhadap status kewarganegaraannya.

Anda mungkin juga menyukai